• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Sense of Humor Dengan Kebahagiaan Pada Lansia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Sense of Humor Dengan Kebahagiaan Pada Lansia"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN KEBAHAGIAAN PADA LANSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

AYU PUSPITA

111301078

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)
(5)

Hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia

Ayu Puspita dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan humor dalam menyelesaikan masalah, keterampilan seseorang untuk menciptakan humor, dan kemampuan menghargai atau menanggapi humor. Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik yang lebih sehat. Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi

negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sense of humor

dengan kebahagiaan pada lansia. Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Subjek penelitian berjumlah 195 orang lansia dengan rentang usia 60-85 tahun yang diambil

dengan teknik purposive sampling. Alat ukur adalah skala sense of humor yang

disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) dan skala kebahagiaan yang digunakan oleh Yuni Asmidar (2013) yang disusun berdasarkan komponen-komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh

Diener. Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi parsial antara sense of humor

dengan kebahagiaan pada lansia sebesar r = 0,730 dengan p < 0,05, yang artinya ada

hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia. Hal ini

menunjukkan bahwasanya kebahagiaan bisa dijelaskan oleh sense of humor sebesar

53,3%, sedangkan sisanya 46,7% dijelaskan oleh variabel lain.

(6)

The relationship between sense of humor and happiness in elderly

Ayu Puspita and Rahmi Putri Rangkuti .

ABSTRACT

Sense of humor is a person’s ability to use humor in solving the problem, a person’s skill to create the humor, and the ability to appreciate or respond humor. Individuals who have a sense of humor is known to be better of use coping with stress, establish a relationship with the people around him and mentally and physically healthier. When the elderly can cope the stress feelings better, then feelings of sadness or disapointment that may arise will be reduced so that the elderly will have happiness in life. Happiness is when individuals feel satisfied with life as a whole and on certain aspects of her life and individuals also tend to fell positive emotions then negative emotions. This study aims to examine the relationship between sense of humor and happiness in erderly. This research is correlational. The subject of the study amounted to 195 person elderly with age range from 60-85 years

old taken with purposive sampling technique. Measuring tool is a sense of humor

scale developed by the researchers based on aspects of the theory of sense of humor

Thorson & Powell (1997) and the happiness scale used by Yuni Asmidar (2013) based components of happiness expressed by Diener. From the analysis of the data

obtained by the results of the partial correlation between sense of humor and

happiness in the elderly of r = 0,730, p < 0,05 which means that there is a relationship between the sense of humor with happiness in elderly. This shows that happiness can

be explained by a sense of humor by 53,3% while the remaining 46,7% is explained

by other variables.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat

petunjuk dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia. Terutama

sekali saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya yaitu

ayahanda Ir. Roedjito dan ibunda Neng Soraya, SE yang telah banyak memberikan

motivasi, doa, dan semangat sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Saya juga

mengucapkan terima kasih kepada adik-adik saya: Mochammad Adji Prayoga,

Muhammad Afif Pradipta, dan Amanda Padmasari.

Selama menyusun skripsi ini, saya juga banyak mendapatkan bimbingan dan

bantuan serta dukungan yang berharga dari berbagai pihak lainnya sehingga saya

dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU,

beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., sebagai dosen pembimbing seminar dan skripsi

yang telah banyak memberikan bimbingan dan selalu meluangkan waktunya

untuk membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas nasehat,

masukan, dan ide-ide yang kakak berikan selama ini.

3. Debby A. Daulay, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing akademik dan

dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan nasehat yang kakak berikan

(8)

4. Lili Garliah, M.Si., psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih telah

meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan ilmu kepada saya.

5. Dina Nazriani, M. A, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan saran dan ilmunya kepada saya.

6. Kepada “SOLID” teman-teman seperjuangan selama perkuliahan Ajeng, Lisa,

Ecik, Icak, dan Islah. Terima kasih buat masukan dan semangatnya.

7. Kepada Eyang Uti, bulek Nina, om Is, Adisty, Alysa, dan Putri. Terima kasih

untuk semangat dan doanya kepada saya.

8. Kepada dr. Nadyatario Karierhasyanda, om prof.Siro, dan tante Derta. Terima

kasih untuk perhatian, semangat, dan doanya kepada saya.

9. Kepada Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima

kasih atas segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

10.Kepada semua teman-teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu

persatu. Terima kasih atas motivasinya selama ini.

11.Kepada Kakek dan Nenek yang berada di Panti Jompo, Arisan Pensiunan,

Pengajian, dan Perkumpulan di Gereja. Terima kasih karena telah meluangkan

waktunya untuk mau berpartisipasi dalam pengisian skala penelitian saya.

12.Terima kasih juga saya ucapkan pada semua pihak yang telah memberikan

dukungan moril dan materi kepada saya sehingga skripsi ini dapat

(9)

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, oleh

karena itu peneliti mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun

bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, 24 Oktober 2015

Peneliti

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL………..x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I ...1

PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian ...6

1. Manfaat Teoritis ...7

2. Manfaat Praktis ...7

E. Sistematika Penulisan ...7

BAB II ...9

TINJAUAN PUSTAKA...9

A. Humor ...9

1. Definisi Humor ...9

2. Tipe-tipe Humor………. 10

B. Sense of Humor ...11

1. Definisi Sense of Humor...11

2. Aspek-Aspek Sense of Humor ...12

3. Teori Humor……….……….…...13

4.Dimensi Humor ...14

5. Fungsi Humor ...15

6. Keuntungan Memiliki Sense of Humor ...16

(11)

1. Definisi Kebahagiaan ...16

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan...17

3. Ciri-Ciri Orang yang Bahagia ...18

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan ...19

5. Kondisi Penting yang Menunjang Kebahagiaan pada Lansia ...21

D. Lansia ...22

1. Definisi Lansia ...22

2. Ciri-Ciri Usia Lanjut ...23

3.Tugas Perkembangan Lansia ...26

4. Perkembangan Psikososial Lansia ...28

E. Hubungan antara Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia ...30

F. Hipotesis Penelitian ...31

BAB III ... 32

METODE PENELITIAN ... 32

A. Identifikasi Variabel ...32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...32

1. Sense of Humor ...32

2. Kebahagiaan ...33

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ...34

1. Populasi ...34

2.Metode Pengambilan Sampel ...34

D. Metode Pengumpulan Data ...36

1. Skala Sense of Humor...37

2. Skala Kebahagiaan ...38

E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem, dan Reliabilitas Alat Ukur ...40

1. Validitas Alat Ukur ...40

2. Uji Daya Beda Aitem ...40

(12)

1. Tahap Persiapan ...43

2. Tahap Pelaksanaan ...44

3. Tahap Pengolahan Data ...44

G. Metode Analisa Data ...45

1. Uji Normalitas ...45

2. Uji Linearitas ...45

BAB IV ... 46

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...46

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ...46

2. Status Perkawinan Subjek Penelitian ...47

3. Tempat Tinggal Subjek Penelitian...47

4. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ...48

5. Status Kesehatan Subjek Penelitian ...49

6. Status Pekerjaan Subjek Penelitian ...49

7. Penghasilan/Bulan Subjek Penelitian ...50

8. Status Aktivitas Subjek Penelitian ...51

9. Status Kegiatan di Waktu Luang Subjek Penelitian ...51

B. Hasil Penelitian...52

1. Hasil Uji Asumsi ...52

a. Uji Normalitas………...52

b. Uji Linearitas……….53

2. Hasil Utama Penelitian ...53

a. Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia ...53

b. Hubungan antara Sense of Humor dengan Masing-Masing Komponen Kebahagiaan 54 3.Kategorisasi Data Penelitian ...55

a. Kategorisasi Skor Sense of Humor ...56

(13)

C. Hasil Tambahan Penelitian (Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan,

Tingkat Pendidikan dan Penghasilan/bulan) ...59

1. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan ...59

2. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikannya ...60

3. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Penghasilan/bulan ...60

D. Pembahasan ...61

BAB V ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ...65

B. Saran ...66

1. Saran Metodologis...66

2. Saran Praktis ...67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji

Coba………...37

Tabel 2 Distribusi Susunan Aitem Skala Kebahagiaan………..39

Tabel 3 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Sesudah Uji Coba………...41

Tabel 4 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Pada Saat Penelitian………42

Tabel 5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……...46

Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Perkawinan...47

Tabel 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal……47

Tabel 8 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan.48 Tabel 9 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan…..49

Tabel 10 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan…..49

Tabel 11 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Penghasilan/Bulan...50

Tabel 12 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Aktivitas……51

Tabel 13 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kegiatan di Waktu Luang……….51

Tabel 14 Hasil Uji Normalitas………..52

Tabel 15 Hasil Uji Linearitas………...53

(15)

Tabel 17 Hubungan Sense of Humor dengan Komponen Kognitif……..…54 Tabel 18 Hubungan Sense of Humor dengan Komponen Afektif………...55 Tabel 19 Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Sense of Humor56

Tabel 20 Kategorisasi Data Variabel Sense of Humor………..….57

Tabel 21 Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Kebahagiaan....58

Tabel 22 Kategorisasi Data Variabel Kebahagiaan….………..59

Tabel 23 Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan……...59

Tabel 24 Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikannya...60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penggunaan Skala………..………72

Lampiran 2 Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………...73

Lampiran 3 Data Mentah Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………...80

Lampiran 4 Reliabilitas Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………..81

Lampiran 5 A. Skala Sense of Humor Saat Penelitian………...83

B. Skala Kebahagiaan Saat Penelitian………83

Lampiran 6 A. Data Mentah Penelitian Skala Sense of Humor……….91

B. Data Mentah Penelitian Skala Kebahagiaan………...91

Lampiran 7 A. Hasil Uji Asumsi………92

B. Hasil Penelitian………..92

(17)

Hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia

Ayu Puspita dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan humor dalam menyelesaikan masalah, keterampilan seseorang untuk menciptakan humor, dan kemampuan menghargai atau menanggapi humor. Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik yang lebih sehat. Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi

negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sense of humor

dengan kebahagiaan pada lansia. Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Subjek penelitian berjumlah 195 orang lansia dengan rentang usia 60-85 tahun yang diambil

dengan teknik purposive sampling. Alat ukur adalah skala sense of humor yang

disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) dan skala kebahagiaan yang digunakan oleh Yuni Asmidar (2013) yang disusun berdasarkan komponen-komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh

Diener. Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi parsial antara sense of humor

dengan kebahagiaan pada lansia sebesar r = 0,730 dengan p < 0,05, yang artinya ada

hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia. Hal ini

menunjukkan bahwasanya kebahagiaan bisa dijelaskan oleh sense of humor sebesar

53,3%, sedangkan sisanya 46,7% dijelaskan oleh variabel lain.

(18)

The relationship between sense of humor and happiness in elderly

Ayu Puspita and Rahmi Putri Rangkuti .

ABSTRACT

Sense of humor is a person’s ability to use humor in solving the problem, a person’s skill to create the humor, and the ability to appreciate or respond humor. Individuals who have a sense of humor is known to be better of use coping with stress, establish a relationship with the people around him and mentally and physically healthier. When the elderly can cope the stress feelings better, then feelings of sadness or disapointment that may arise will be reduced so that the elderly will have happiness in life. Happiness is when individuals feel satisfied with life as a whole and on certain aspects of her life and individuals also tend to fell positive emotions then negative emotions. This study aims to examine the relationship between sense of humor and happiness in erderly. This research is correlational. The subject of the study amounted to 195 person elderly with age range from 60-85 years

old taken with purposive sampling technique. Measuring tool is a sense of humor

scale developed by the researchers based on aspects of the theory of sense of humor

Thorson & Powell (1997) and the happiness scale used by Yuni Asmidar (2013) based components of happiness expressed by Diener. From the analysis of the data

obtained by the results of the partial correlation between sense of humor and

happiness in the elderly of r = 0,730, p < 0,05 which means that there is a relationship between the sense of humor with happiness in elderly. This shows that happiness can

be explained by a sense of humor by 53,3% while the remaining 46,7% is explained

by other variables.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatnya jumlah lansia menimbulkan masalah terutama dari segi

kesehatan dan kesejahteraan lansia. Masalah tersebut jika tidak ditangani akan

berkembang menjadi masalah yang kompleks dari segi fisik, mental, dan sosial yang

berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selama periode lanjut usia,

kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan. WHO memperkirakan tahun

2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus

bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga memperkirakan 75%

populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang. Hasil sensus

penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan

jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah lansia di

Indonesia mencapai 18,1 juta orang. Sementara itu data Susenas BPS 2012

menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total penduduk Indonesia

(Wardhana, 2014).

Lansia dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh

sampai tujuh puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir

kehidupan seseorang (Hurlock, 1999). Secara psikologis yang didasarkan pada tahap

perkembangan Erikson masa lanjut usia berada pada fase integrity versus inferiority

(20)

integritas diri, dimana lansia dapat mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka tanpa mempermasalahkan “apa yang seharusnya dilakukan” dan “apa yang seharusnya

terjadi” sehingga mereka dapat menerima ketidaksempurnaan pada diri sendiri dan

kehidupannya, maka dikatakan lansia dapat meraih kebahagiaan (Erikson, dalam

Papalia, Old, dan Feldman, 2008).

Menurut Diener, Kebahagiaan merupakan evaluasi kognitif dan afektif

seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan

evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction)

atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti

kesehatan, keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri

sendiri, sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan evaluasi

terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan dan

tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).

Kebahagiaan menjadi hal yang sangat penting bagi lansia karena masa lansia

merupakan masa yang mempunyai masalah terhadap kesehatan. Hal ini dikarenakan

selama periode lanjut usia, kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan.

Lansia dapat menjadi usia yang bahagia jika memiliki kesehatan yang baik, ikatan

keluarga dan lingkungan sosial yang kuat, serta kondisi ekonomi yang memadai

disertai hubungan interpersonal yang baik (Pratikwo, dkk, 2006). Penelitian

menunjukkan bahwa keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada

kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan

(21)

menunjukkan bahwa kebahagiaan merupakan cita-cita tertinggi yang selalu ingin

diraih oleh semua manusia dalam tindakannya. Menurut Boehm, dkk (dalam Faisal,

2015) kebahagiaan dapat meningkatkan kualitas hidup individu seperti kualitas

perekonomian, umur panjang, mencegah penyakit kronis, membantu proses kognitif

lebih baik lagi, membuat orang berpikir lebih kreatif dan fleksibel serta lebih peka

terhadap lingkungannya.

Fayers & Machin mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu

mengenai keberfungsian individu di dalam bidang kehidupan, lebih spesifiknya

penilaian individu terhadap posisi di dalam kehidupan dan sistem nilai dimana

mereka hidup berkaitan dengan tujuan, harapan, serta perhatian individu (dalam

Kreitler & Ben, 2004). Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk

tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni; kemampuan menyesuaikan diri dan

menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan

perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai

hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan

tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan

kemampuan yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas (dalam Monks,

1998) menunjukkan bahwa kualitas hidup pada lansia selalu dihubungkan dengan

tingkat permasalahan hidup, banyaknya aktifitas yang dilakukan, dan kompetensi

sosial. Lingkungan dapat menjadi sumber stres yang mendukung atau menekan

(22)

Martin (2001) menyatakan kehidupan sosial adalah interaksi, yaitu aksi atau

tindakan yang berbalas-balasan. Sebagai suatu fenomena sosial, humor dan tawa

memainkan peranan penting dalam komunikasi interpersonal, sementara sense of

humor atau kepekaan terhadap humor dapat menjadi komponen penting dalam

kompetensi sosial. Menurut Nelsen (dalam Hardianti, 2014) seseorang yang memiliki

rasa humor yang tinggi cenderung memiliki emosi positif yang menyertai humor dan

diikuti dengan tertawa.

Thorson & Powell (1997) mengatakan sense of humor adalah kemampuan

untuk membuat humor, mengenali humor, mengapresiasikan humor, menggunakan

humor sebagai mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial. Sense of humor

membahas tentang berbagai macam kemampuan psikologis dan sosial seseorang

untuk menerima humor, menciptakan humor, kebutuhan untuk diterima di

lingkungan, serta kemauan dan kemampuan untuk berkomunikasi. Hurlock

mengatakan bahwa melalui sense of humor yang dimiliki, individu dapat memperoleh

perspektif yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang memiliki sense of

humor dapat mengembangkan pemahaman diri dan penerimaan diri (dalam Parman,

2013). Oleh karena itu sense of humor bukan merupakan kemampuan bawaan

melainkan kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Menurut Mike

More (dalam Rajagukguk, 2014) sense of humor tidak bersifat alami atau bakat,

namun dapat dipelajari dan dikembangkan. Sense of humor dipengaruhi oleh

lingkungan, budaya, bacaan, tontonan, hingga pendidikan. Setiap orang mendapatkan

(23)

humor-nya pun berbeda. Thorson & Powell (1993) mengatakan bahwa semakin usia

bertambah, semakin bertambah juga kreativitas humor, menggunakan humor untuk

mekanisme coping, dan apresiasi pada humor. Hal ini mungkin terjadi karena

pengaruh dari perkembangan, seperti berkembangnya kemampuan untuk

menggunakan humor sebagai mekanisme coping selama masa dewasa, Oleh karena

itu, lansia cenderung menggunakan salah satu aspek sense of humor yaitu coping with

humor dalam kehidupannya sehari-hari.terutama pada orang yang memiliki sense of

humor yang tinggi. Lefcourt (dalam Martin, 2001) menyatakan bahwa individu yang

memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping

stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik

yang lebih sehat. Penelitian Thorson & Powell (1993) menyatakan bahwa ada

perbedaan pada laki-laki dan perempuan dalam menggunakan humor. Laki-laki

cenderung menggunakan aspek humor production, sedangkan perempuan cenderung

menggunakan aspek coping with humor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ziv’s (dalam

Thorson & Powell, 1993) bahwa laki-laki lebih banyak membuat sesuatu hal menjadi

humor.

Mindess mengatakan bahwa fungsi humor yang paling penting adalah

kekuatannya untuk membebaskan diri dari banyak rintangan dan pembatasan dalam

kehidupan sehari-hari. Humor dapat melepas individu dari berbagai tuntutan yang

dialami dan dapat membebaskannya dari perasaan inferioritas (dalam Hardianti,

(24)

perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin

timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Menurut Kataria (dalam Setiono, 2010) humor memiliki manfaat seperti menurunkan

tingkat stres, kondisi kesehatan akan meningkat dan memberikan kekebalan pada

tubuh, menstimulasi pikiran, dan perasaan yang positif, dan menjalin relasi sosial

serta meningkatkan kualitas pergaulan.

Melihat dari kondisi pada lansia di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui

adakah hubungan antara sense of humor yang dimiliki lansia dengan kebahagiaan

pada hidupnya. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian yang kemudian diberi judul “Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada

Lansia”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Apakah ada hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menguji hubungan antara sense of

humor dengan kebahagiaan pada lansia.

D. Manfaat Penelitian

(25)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan baru di bidang

Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan khususnya Psikologi Lanjut Usia. Selain

itu, penelitian diharapkan mampu memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain

yang tertarik untuk meneliti tentang sense of humor dan kebahagiaan pada lansia.

2. Manfaat Praktis

- Lansia dapat memperoleh informasi yang benar tentang pentingnya sense of

humor dan kebahagiaan di usia lanjut, sehingga para lansia dapat menolak segala

stereotype yang tidak benar mengenai mereka.

- Masyarakat umum dapat mengetahui pentingnya sense of humor dan kebahagiaan

pada lansia, sehingga bisa menggunakan humor dalam kehidupannya sehari-hari.

- Pemerintah dapat mengetahui tentang sense of humor dan kebahagiaan pada

lansia sehingga menjadi acuan bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai

fasilitas yang tepat bagi lansia, seperti membuat kegiatan bagi lansia yang

bertemakan humor.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

BAB I: Pendahuluan

(26)

BAB II: Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan teori yang digunakan untuk membahas permasalahan

dalam penelitian. Teori yang digunakan adalah teori mengenai lansia,

kebahagiaan, dan sense of humor.

BAB III: Metode Penelitian

Berisikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel

penelitian, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur

yang digunakan dalam penelitian, validitas dan reliabilitas, dan metode analisis.

BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan

Berisikan tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

BAB V: Kesimpulan dan Saran

Berisikan tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran

penelitian yang meliputi saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Humor

1. Definisi Humor

Lippman & Dunn (2000) menyatakan bahwa humor adalah segala sesuatu

yang dapat meningkatkan rangsangan dan mengarahkan pada perasaan senang dan

nyaman. Humor adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan respon tertawa.

Menurut Ross (1999), humor adalah sesuatu yang membuat orang tertawa ataupun

tersenyum dan digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian. Richman (2000)

berpendapat bahwa humor ialah sesuatu yang menimbulkan kesenangan dan

ketertarikan bagi banyak orang.

Taber, dkk (2007) menyatakan bahwa humor dapat dilihat dari beberapa cara,

yaitu:

a) Sebagai stimulus, misalnya tayangan humor.

b) Sebagai respon, misalnya tersenyum.

c) Sebagai proses kognitif, misalnya pemahaman terhadap humor.

d) Sebagai karakter kepribadian, misalnya afek dan emosi positif yang dihasilkan

oleh humor.

e) Sebagai intervensi tarapeutik, misalnya terapi humor.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor ialah segala

(28)

Humor berbeda dengan komedi. Humor adalah suatu respon untuk tertawa

yang sasarannya adalah diri sendiri ataupun kelompoknya sendiri. Seseorang yang

membawakan humor disebut sebagai humoris, sedangkan komedi adalah naskah yang

dibuat untuk membuat orang lain tertawa. Pelakunya disebut dengan komedian.

Komedian merupakan aktor yang dituntut untuk memiliki kemampuan acting dan

kemampuan menerjemahkan naskah komedi.

2. Tipe-Tipe Humor

Ross (1999) mengemukakan beberapa tipe humor, yaitu:

a) Parodi

Parodi ialah tiruan-tiruan yang bertujuan hanya sebagai hiburan belaka hingga yang

bersifat menyindir. Parodi terdiri dari dua rentang, yaitu ironi (bersifat sindiran halus)

hingga satire (bersifat sindiran yang lebih kasar).

b) Permainan kata atau makna ambigu

Permainan kata atau makna ambigu terdiri atas:

1) Fonologi, yaitu bunyi yang menyusun bahasa. Fonologi terbagi atas dua, yaitu

homofon (kata yang pengucapannya sama namun berbeda dalam hal penulisan)

dan homonim (kata yang memiliki pengucapan dan penulisan yang sama namun

berbeda makna).

2) Grafologi merujuk pada bagaimana cara suatu bahasa ditampilkan secara visual.

Beberapa humor lebih dapat dipahami jika dihadirkan secara visual dibandingkan

jika didengar langsung.

(29)

4) Lexis merujuk pada kata-kata dalam bahasa inggris yang diadaptasi dari bahasa

lain.

5) Sintaks merujuk pada cara bagaimana suatu kalimat dibentuk sesuai dengan

struktur bahasa agar memiliki makna.

c) Melanggar hal-hal yang dianggap tabu (taboo breaking)

Melanggar hal-hal yang dianggap tabu merupakan tipe humor yang terlepas dari

hal-hal yang dianggap suci ataupun dilarang. Hal ini tergantung pada budaya

masyarakat. Humor ini meliputi seks, kematian, agama, dll.

d) Hal-hal yang dapat diobservasi (obversational)

Tipe humor ini menggunakan hal-hal yang sepele yang mungkin sama sekali

tidak menjadi pusat perhatian seseorang dan biasanya dialami oleh semua orang

sehingga semua orang tanpa terkecuali menjadi bagian dari humor tersebut.

B. Sense of Humor

1. Definisi Sense of Humor

Sense of humor adalah sesuatu yang bersifat universal yaitu konsep dari

berbagai bidang yang mempunyai banyak definisi. The American heritage dictionary

mendefinisikan sense of humor sebagai kemampuan untuk mengamati, menikmati,

atau mengekspresikan apa yang lucu (Apte, 2002). Selanjutnya Martin (2001)

mendefinisikan sense of humor sebagai kebiasaan individu yang berbeda-beda pada

(30)

Sedangkan Thorson & Powell (1997) mengatakan sense of humor adalah

multidimensi dan di dalamnya termasuk kemampuan untuk membuat humor,

mengenali humor, mengapresiasikan humor, menggunakan humor sebagai

mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial.

Jadi berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sense of

humor adalah gabungan dari beberapa dimensi yang di dalamnya termasuk

kemampuan untuk membuat, mengenali, dan mengapresiasikan humor yang membuat

seseorang tertawa ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan sebagai

mekanisme coping serta untuk mencapai tujuan sosial.

2. Aspek-Aspek Sense of Humor

Thorson & Powell (1997) menyatakan empat aspek penting sense of humor,

yang terdiri dari:

a. Humor Production

Kemampuan untuk menemukan sesuatu yang membuat seseorang tertawa

ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan pada setiap peristiwa dan

berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.

b. Coping with Humor

Bagaimana individu menggunakan sesuatu yang membuat seseorang tertawa

ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan untuk mengatasi emosional

(31)

c. Humor Appreciation

Kemampuan untuk mengapresiasikan sesuatu yang membuat seseorang tertawa

ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan yang dihubungkan dengan

internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak

individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku

orang lain.

d. Attitude Toward Humor

Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu.

3. Teori Humor

Ada beberapa teori humor yang sangat berpengaruh, yaitu:

a) Teori ketidaksesuaian (the incongruity theory)

Teori ini fokus pada elemen keterkejutan (surprise). Humor muncul akibat

adanya ketidaksesuaian pada apa yang diharapkan dengan apa yang sebenarnya

terjadi. ketidaksesuaian terjadi karena adanya makna ambigu dalam bahasa yang

digunakan (Ross, 1999).

b) Teori kekuasaan (the superiority theory)

Hobes (dalam Ross, 1999) menyatakan bahwa tertawa merupakan kesenangan

tiba-tiba yang dilakukan oleh orang yang melakukan penghinaan terhadap orang

lain. Humor merupakan bentuk penghinaan terhadap orang lain untuk

(32)

c) Teori pelepasan perasaan batin (the psychic release)

Teori ini menjelaskan bahwa tertawa dipacu oleh rasa ingin melepaskan

ancaman-ancaman dalam hidup, seperti ingin mengurangi rasa takut akan

kematian (Jacobson dalam Ross, 1999).

4. Dimensi Humor

Menurut Deshefy & Longhi (2004) humor terbagi atas 4 dimensi yaitu :

a. Survival Humor

Humor ini digunakan ketika seseorang atau sekelompok orang harus beradaptasi

pada kondisi yang jarang dihadapi, ekstrim, atau yang mengandung ancaman.

b. Bonding Humor

Humor ini digunakan untuk membentuk ikatan/hubungan diantara individu, atau

untuk membangun hubungan.

c. Celebatory Humor

Humor ini digunakan ketika mengalami sukacita atau kesenangan dan ingin

membaginya dengan orang lain. Anak-anak yang biasanya mahir pada celebatory

humor.

d. Coping Humor.

Humor ini digunakan untuk mengatur situasi atau kejadian mengancam yang

menciptakan stres dan ketegangan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi humor terbagi atas

(33)

5. Fungsi Humor

Humor berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari fungsi

yang diberikan humor. Nilsen (dalam Munandar, 1996) membagi humor menjadi

empat fungsi yaitu :

a. Fungsi Fisiologik

Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan mempunyai

akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh seseorang, termasuk sistem saraf,

peredaran darah, endokrin, dan sistem kekebalan.

b. Fungsi Psikologik

Humor efektif menolong seseorang menghadapi kesukaran. Kemampuan untuk

melihat humor dalam suatu situasi merupakan salah satu yang dapat digunakan

untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan.

c. Fungsi Pendidikan

Humor menyebabkan seseorang lebih waspada. Oleh karena itu humor

merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang

sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan pembicaraaan dan

merupakan alat persuasi yang baik.

d. Fungsi Sosial

Humor tidak saja dapat digunakan untuk mengikat seseorang atau kelompok

yang disukai tetapi juga dapat menjauhkan seseorang dari orang atau kelompok

(34)

6. Keuntungan Memiliki Sense of Humor

Menurut Martin (2001) mempunyai sense of humor mengandung banyak

keuntungan. Individu dengan sense of humor yang lebih tinggi, lebih termotivasi,

lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi. Kelly (2002)

menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar dengan memiliki sense of

humor adalah pengaruhnya pada kesehatan. Pertama, humor bisa meningkatkan

hubungan sosial, yang mana ini bisa berdampak meningkatkan kesehatan. Kedua,

humor mempunyai efek secara tidak langsung pada tingkat stres. Ketiga, proses

fisiologi yang dipengaruhi oleh humor, contohnya tertawa bisa mengurangi

ketegangan saraf.

C. Kebahagiaan

1. Definisi Kebahagiaan

Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau

kebahagiaan berasal dari kata “happy” atau bahagia yang berarti feeling good, having

fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang

menyenangkan. Sedangkan orang bahagia menurut Aristoteles (dalam Rusydi, 2007)

adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good

reputation, good friends, good money, and goodness.

Menurut Diener, dkk kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif

seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan

(35)

atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti

pernikahan, pekerjaan, kesehatan, keluarga, keuangan, teman sebaya, waktu luang,

dan diri sendiri. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan

evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan

dan tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah ketika

individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek

tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif

dibanding emosi negatif.

2. Komponen-Komponen Kebahagiaan

Diener (Eid & Larsen, 2008; Biswas-Diener & Dean, 2007) menyatakan

bahwa kebahagiaan memiliki dua komponen yang berbeda yaitu:

a) Komponen kognitif yaitu meliputi life satisfaction dan domain satisfaction,

dianggap sebagai komponen kognitif karena keduanya melakukan proses

evaluasi terhadap kehidupan. Hal ini terjadi ketika individu berfikir seberapa

memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau berdasarkan

aspek tertentu didalam kehidupannya (domain satisfaction) seperti kesehatan,

keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri sendiri.

b) Komponen afektif yaitu meliputi positive affect (PA) dan negative affect (NA),

keduanya dianggap komponen afektif karena mencerminkan sejumlah perasaan

(36)

mereka. Orang yang bahagia sering mengalami emosi yang positif, seperti rasa

senang dan jarang mengalami emosi yang negatif seperti rasa sedih, marah, dll.

3. Ciri-Ciri Orang yang Bahagia

Berikut ini merupakan ciri-ciri orang yang membedakan antara orang bahagia

dengan yang lainnya yang ditemukan oleh para peneliti (Biswas-Diener & dean,

2007):

a) Memiliki kesehatan yang baik

Deborah Danner dan koleganya meneliti para biarawati melalui pernyataan

otobiografi pendek yang ditulis oleh biarawati. kemudian Danner menganalisis

narasi untuk melihat ada atau tidak adanya kalimat positif dan negatif. Hasilnya,

peneliti menemukan bahwa biarawati yang memiliki nilai yang tinggi dalam

mendeskripsikan diri secara positif menunjukkan dapat bertahan hidup dibanding

rekan-rekannya.

b) Memiliki hubungan sosial yang bermanfaat

Diener dan Seligman menemukan bahwa orang yang bahagia cenderung memilki

hubungan sosial yang bermanfaat. Mereka adalah orang yang memiliki

pernikahan yang baik dan memiliki banyak teman yang bisa dipercaya.

c) Menggunakan kebiasaan berpikir positif

Penelitian menemukan perbedaan gaya berfikir antara orang yang bahagia

dibanding yang lainnya. Hasilnya yaitu orang yang bahagia kurang rentan

(37)

terlibat dalam perbandingan dengan teman sebaya dan cenderung untuk

menafsirkan peristiwa secara lebih positif.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan

menurut Hurlock (1999) yaitu :

a) Kesehatan

Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa

yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan

fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan

mereka, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.

b) Tingkat Otonomi

Semakin besar tingkat otonomi yang dimiliki individu, maka semakin besar

kesempatan individu untuk bahagia. Hal ini ditemukan baik pada masa

kanak-kanak maupun masa dewasa.

c) Kesempatan-kesempatan interaksi diluar keluarga

Orang akan merasa bahagia jika memiliki hubungan sosial dengan seseorang di

luar lingkungannya, ketimbang apabila hubungan sosial mereka terbatas pada

anggota keluarga.

d) Kondisi kehidupan

Kondisi kehidupan akan memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan

(38)

tetangga di dalam masyarakat, sehingga cenderung memperbesar

kebahagiaannya.

e) Pemilikan harta benda

Pemilikan harta benda bukan dalam arti memiliki benda itu yang mempengaruhi

kebahagiaan, melainkan cara orang merasakan pemilikan itu.

f) Keseimbangan antara harapan dan pencapaian

Jika harapan yang dimiliki individu tersebut realistis, maka orang tersebut akan

puas dan bahagia jika tujuannya tercapai.

g) Penyesuaian emosional

Orang-orang yang bahagia mudah menyesuaikan diri dengan baik dan jarang

mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti takut, marah, dan iri hati

daripada mereka yang tidak bahagia.

h)Sikap terhadap periode usia tertentu

Pengalaman bahagia yang akan dialami pada usia tertentu sebagian ditentukan

oleh pengalaman-pengalamannya sendiri bersama orang lain semasa

kanak-kanak pada usia itu dan sebagian oleh stereotip budaya.

i) Realisme dari konsep-diri

Orang-orang yang yakin bahwa kemampuannya lebih besar dari yang sebenarnya

akan merasa tidak bahagia apabila tujuan mereka tidak tercapai.

ketidakbahagiaan mereka dipertajam oleh perasaan tidak mampu dan oleh

(39)

5. Kondisi Penting yang Menunjang Kebahagiaan pada Lansia

Menurut Hurlock (1999) ada beberapa kondisi penting yang dapat menunjang

kebahagiaan pada lansia, yaitu:

a) Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari

kontak pada usia sebelumnya dengan orang usia lanjut.

b) Kenangan yang menggembirakan sejak masa kanak-kanak sampai masa

dewasanya.

c) Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan tanpa ada intervensi dari luar.

d) Sikap yang realistis terhadap kenyataan dan mau menerima kenyataan tentang

perubahan fisik dan psikis sebagai akibat dari usia lanjut yang tidak dapat

dihindari.

e) Menerima kenyataan diri dan kondisi hidup yang ada sekarang, walaupun

kenyataan tersebut berada di bawah kondisi yang diharapkan.

f) Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan dan pola hidup yang

diterima oleh kelompok sosial dimana ia sebagai anggotanya.

g) Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik.

h) Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial.

i) Perasaan puas dengan status yang ada sekarang dan prestasi masa lalu.

j) Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan seksualnya.

k) Kesehatan cukup bagus tanpa mengalami masalah kesehatan yang kronis.

(40)

m) Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan

teman-teman.

n) Melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan di rumah maupun kegiatan yang

secara sukarela dilakukan,

o) Situasi keuangannya memadai untuk memenuhi seluruh keinginan dan

kebutuhannya.

D. Lansia

1. Definisi Lansia

Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu

suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih

menyenangkan. Bila seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang

terdahulu, ia sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan, dan

cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa depan

sedapat mungkin (Haas, K. B., dalam Hurlock, 1999).

Papalia, dkk (2011) membagi lansia kedalam tiga kelompok. Pertama, lansia

muda (young old) yaitu lansia yang biasanya sehat dan aktif dan secara umum

dikatakan usia antara 65 sampai 74 tahun. Kedua, lansia tua (old old) yaitu merujuk

kepada kelompok minoritas yang lemah terlepas dari kronologis usia dan berusia

antara 75 sampai 84 tahun. Ketiga, Lansia tertua (oldest old) yaitu berusia 85 tahun

ke atas, berkecendrungan lebih besar lemah dan tidak bugar serta memilki kesulitan

(41)

dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh

puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan

seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih yang sering ditandai mengalami berbagai

perubahan fisik dan permasalahan psikologis.

2. Ciri-Ciri Usia Lanjut

Hurlock (1999) mendefinisikan ciri-ciri usia lanjut sebagai berikut:

a) Usia Lanjut Merupakan Periode Kemunduran

Kemunduran itu sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor

psikologis. Penyebab kemunduran adalah suatu perubahan pada sel-sel tubuh

bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Sedangkan penyebab

kemunduran psikologis adalah sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang

lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.

b) Perbedaan Individual Pada Efek Menua

Dewasa ini, menua mempengaruhi orang-orang secara berbeda. Orang menjadi

tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda,

sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda.

c) Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda

Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai usia lanjut dalam cara

(42)

tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka,

banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka

sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan

memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai

tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi diri dan membuat ilusi bahwa

mereka belum lanjut usia.

d) Berbagai Setereotipe Orang Lanjut Usia

Dalam kebudayaan orang Amerika dewasa ini, terdapat banyak stereotipe orang

lanjut usia dan banyak kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan

mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari berbagai sumber, 4

yang paling umum dijelaskan berikut ini:

Pertama, cerita rakyat dan dongeng, yang diturunkan dari satu generasi ke

generasi berikutnya, cenderung melukiskan usia lanjut sebagai usia yang tidak

menyenangkan.

Kedua, orang yang berusia lanjut sering diberi tanda dan diartikan orang secara

tidak menyenangkan oleh berbagai media massa.

Ketiga, berbagai humor dan canda yang berbeda juga menyangkut aspek negatif

orang usia lanjut, dengan acara yang tidak menyenangkan dan klise yang

sebagian besar lebih menekankan sikap ketololan sebagai orangtua daripada

kebijakan.

Keempat, pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang usia lanjut adalah

(43)

jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena

hari-harinya yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari

orang-orang yang lebih muda.

e) Sikap Sosial Terhadap Usia Lanjut

Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap

sikap sosial baik terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia lanjut. Dan

karena kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap

sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan.

f) Orang Usia Lanjut Mempunyai Status Kelompok-Minoritas

Status kelompok-minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial

yang tidak menyenangkan terhadap orang usia lanjut dan diperkuat oleh pendapat

klise yang tidak menyenangkan tentang mereka. Oleh karena itu, kelompok

orang usia lanjut disebut sebagai warga negara kelas dua yang hidup dengan

status bertahan dan mempunyai efek penting terhadap pribadi dan penyesuaian

sosial mereka.

g) Menua Membutuhkan Perubahan Peran

Orang usia lanjut diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan

masyarakat dan sosial. Demikian juga halnya dalam dunia usaha dan

profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat

dilakukan oleh orang usia lanjut, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran

(44)

kelompok sosial. Tetapi, pada kenyataan pengurangan dan perubahan peran ini

banyak terjadi karena tekanan sosial.

h) Penyesuaian yang Buruk Merupakan Ciri-Ciri Usia Lanjut

Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi orang usia lanjut, yang

nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau

banyak orang usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.

Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat

kekerasan yang berbeda pula. Mereka yang pada masa lalunya sulit dalam

menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam

menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan.

i) Keinginan Menjadi Muda Kembali Sangat Kuat pada Usia Lanjut

Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada orang berusia lanjut secara

alami telah membangkitkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan

ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak.

3. Tugas Perkembangan Lansia

Sebagian besar tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan

kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Berikut ini merupakan

tugas-tugas perkembangan lansia yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam

(45)

a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan

Perubahan kondisi fisik terjadi pada lansia dan sebagian besar perubahan itu

terjadi kearah yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk

masing-masing individu walaupun usianya sama.

b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga

Kondisi-kondisi tertentu dapat membantu penyesuaian diri terhadap masa

pensiun, sedangkan kondisi lain dapat menghambat penyesuaian. Sikap lansia

terhadap pensiun pasti mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyesuaian.

c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

Penyesuaian terhadap kematian pasangan sangat sulit bagi pria maupun wanita

usia lanjut, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan.

Penyesuaian terhadap kematian pasangan berbeda antara pria dan wanita. Bila

pria kehilangan istrinya, segera setelah pensiun kejadian ini akan menambah

kesulitannya dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun. Sedangkan pada

wanita, penyesuaian diri seringkali terasa sulit karena berkurangnya pendapatan

yang sering diartikan pindah kedalam kehidupan lebih kecil atau lingkungan

yang kurang diinginkan, misalnya tinggal dengan anak yang sudah menikah, atau

hidup dalam suatu lembaga penyantunan.

d) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia

Pada lanjut usia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia

(46)

e) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan

Bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk

menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan

mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.

f) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Perubahan peran seringkali menyulitkan dan membangkitkan emosi. Semakin

besar perubahan tersebut dan semakin berkurang prestige yang diperoleh dari

peran baru, maka semakin besar penolakan terhadap perubahan peran. Individu

akan merasa terganggu jika dipaksa oleh lingkungan untuk melakukan perubahan

peran.

4. Perkembangan Psikososial Lansia

Banyak orang di usia lanjut menilai kembali hidup mereka, menyelesaikan

urusan yang belum terselesaikan, dan memutuskan cara terbaik menyalurkan energi

mereka dan menghabiskan hari-hari, bulan, dan tahun yang tersisa. Mereka

benar-benar menyadari akan berjalannya waktu, dan sebagian dari mereka ingin

meninggalkan warisan untuk anak-anak mereka atau kepada dunia, menurunkan buah

dari pengalaman mereka, dan memvalidasi makna dari hidup mereka. Namun yang

lainnya ingin memanfaatkan kesempatan terakhir ini untuk menikmati masa lalu

favorit mereka atau melakukan sesuatu yang tidak pernah sempat mereka lakukan

ketika masih muda (Papalia, 2011).

Berlawanan dengan keyakinan umum bahwa lansia cenderung tertekan,

(47)

longitudinal Charles, Reynolds, & Gatz (dalam Papalia, 2011) yang mengikuti empat

generasi selama 33 tahun, emosi negatif yang bersifat self-reporting seperti kelelahan,

kejenuhan, kesendirian, tidak bahagia, dan depresi menurun sejalan dengan usia

(walaupun tingkatan penurunan tersebut melambat setelah usia 60 tahun). Pada waktu

yang sama, emosionalitas positif seperti kegairahan, ketertarikan, rasa bangga, dan

perasaan telah menyelesaikan tugas cenderung tetap stabil sampai akhir usia tua dan

kemudian sedikit menurun secara gradual.

Ketika orang menjadi semakin tua, mereka mencoba mencari aktivitas dan

orang-orang yang memberikan gratifikasi emosional kepada mereka. Selain itu,

kemampuan lansia untuk mengatur emosi mereka dapat membantu menjelaskan

mengapa mereka cenderung lebih bahagia dan ceria dibandingkan orang dewasa awal

(Mroczek & Kolarz, dalam Papalia, 2011) dan semakin jarang mengalami emosi

negatif dan lebih tangkas (Carstensen, dalam Papalia, 2011). Orang dengan

kepribadian ekstrovert (berorientasi keluar dan sosial) dilaporkan pada awalnya

cenderung memiliki tingkat emosi positif yang tinggi dan berkecenderung lebih besar

dalam mempertahankan tingkat emosi positif tersebut sepanjang hidup dibandingkan

orang lain. Orang-orang dengan kepribadian neurotik (angin-anginan (moody), mudah

tersinggung (touchy), cemas, dan kaku cenderung melaporkan energi negatif dan

cenderung menjadi semakin kurang positif dari waktu ke waktu (Charles et al dalam

Papalia, 2011). Costa & Mc Crae mengatakan neurotisme merupakan prediktor

(48)

E. Hubungan antara Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia

Menurut Diener, dkk kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif

seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan

evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction)

atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti

pernikahan, pekerjaan, kesehatan, dll. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika

individu melakukan evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi

perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).

Lansia dapat menjadi usia yang bahagia jika memiliki kesehatan yang baik, ikatan

keluarga, dan lingkungan sosial yang kuat, serta kondisi ekonomi yang memadai

disertai hubungan interpersonal yang baik (Pratikwo, dkk, 2006). Lansia sering

kehilangan kesempatan partisipasi dan hubungan sosial. Seiring dengan pertambahan

usia, lansia akan mengalami proses degeneratif baik dari segi fisik maupun segi

mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan

orang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat

sekitar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi sosial menurun (Fitria, dalam Sanjaya

dan Rusdi, 2012).

Sebagai fenomena sosial, humor memainkan peranan penting dalam komunikasi

interpersonal, sementara sense of humor dapat menjadi komponen penting dalam

kompetensi sosial (Martin, 2001). Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi

diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan

(49)

Martin, 2001). Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka

perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia

akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwasanya

sense of humor memiliki hubungan dengan kebahagiaan pada lansia. Lansia sering

kali kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dan memiliki hubungan sosial.

Padahal keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan

emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan resiko

kematian. Sebagai fenomena sosial, sense of humor memainkan peranan penting

dalam kompetensi sosial. Dimana humor dapat mengurangi tingkat kecemasan dan

stres individu serta meningkatkan kesehatan mental. Untuk itu ketika lansia dapat

mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka lansia akan memiliki kebahagiaan

dalam hidupnya. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwasannya ada kaitan

antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sense of humor dengan

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,

yaitu untuk melihat hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia

maka akan digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Tujuan

metode korelasional adalah untuk melihat asosiasi antara variabel yang satu dengan

yang lain (Erlina, 2011).

A. Identifikasi Variabel

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:

1. Sense of Humor

2. Kebahagiaan

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Sense of Humor

Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan

segala sesuatu yang dapat menimbulkan tawa dalam menyelesaikan masalah,

keterampilan seseorang untuk menciptakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan

tawa, dan kemampuan menghargai atau menanggapi segala sesuatu yang dapat

(51)

Pengukuran tingkatan sense of humor diukur berdasarkan aspek-aspek sense

of humor yang dikemukakan oleh Thorson & Powell (1997) yaitu:

1. Humor Production: kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa.

2. Coping with Humor: kemampuan individu untuk menggunakan humor untuk

mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stres pada individu.

3. Humor Appreciation: kemampuan individu untuk menghargai setiap humor yang

ada dalam kehidupan sehari-hari.

4. Attitude Toward Humor: kecenderungan untuk tersenyum dan tertawa pada

setiap situasi yang lucu.

Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat sense of humor individu. Total

skor yang tinggi menunjukkan sense of humor yang tinggi pada individu dan

sebaliknya total skor yang rendah pada skala ini menunjukkan sense of humor yang

rendah pada individu.

2. Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara

keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga

cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi negatif. Kebahagiaan diukur

dengan berdasarkan komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh Diener (Eid &

Larsen, 2008; Biswas-Diener & Dean, 2007) yaitu

1. Komponen kognitif yaitu meliputi life satisfaction dan domain satisfaction,

(52)

memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau berdasarkan

aspek tertentu di dalam kehidupannya (domain satisfaction) seperti kesehatan,

keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri sendiri.

2. Komponen afektif yaitu meliputi positive affect (PA) dan negative affect (NA),

dianggap komponen afektif dan mencerminkan sejumlah perasaan senang dan

tidak menyenangkan yang dialami individu di dalam kehidupan mereka.

Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat kebahagiaan individu. Total skor

yang tinggi menunjukkan kebahagiaan yang tinggi pada individu dan sebaliknya total

skor yang rendah pada skala ini menunjukkan kebahagiaan yang rendah pada

individu.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang

ingin diteliti (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2001). Populasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah lansia. Pada penelitian ini, karakteristik

populasi yang akan diteliti adalah lansia usia 60 tahun ke atas. Pemilihan rentang usia

ini disesuaikan dengan definisi lansia menurut Hurlock (1999) dimana lanjut usia

merupakan individu yang berusia 60 tahun ke atas.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil

(53)

yang dapat mewakili populasi. Metode pengambilan sampel penelitian ini

menggunakan teknik nonprobabilitas yaitu purposive sampling. Purposive sampling

merupakan pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat

tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau

sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

Dalam purposive sampling, pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian

pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar

representatif (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2001). Adapun kelompok

yang dipilih untuk menjadi subjek penelitian adalah perkumpulan arisan pensiunan,

klinik kesehatan, pengajian komplek, dan komunitas lansia di gereja. Mengingat

keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti hanya

meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang lebih

dikenal dengan nama sampel (Hadi, 2000). Secara tradisional, statistika menganggap

jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Namun secara

metodologik besar-kecilnya sampel yang representatif harus diacukan pada

heterogenitas populasi. Semakin heterogen populasi maka semakin banyak sampel

yang harus diambil (Azwar, 2012). Nunnally (1967) mengatakan bahwa banyaknya

subjek untuk sampel adalah lima sampai 10 kali lipat banyaknya aitem yang hendak

dianalisis (dalam Azwar, 2012). Oleh karena itu peneliti menggunakan sampel

(54)

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode skala. Metode skala mendasarkan diri pada laporan diri sendiri atau

setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi. Adapun penggunaan metode

skala pada penelitian ini didasarkan atas beberapa hal yaitu (Azwar, 1999):

1. Stimulusnya berupa pernyataan yang mengungkap indikator perilaku dari

aspek-aspek variabel yang hendak diukur, sehingga subjek memahami pertanyaan

namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh si peneliti

sehingga jawaban yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek dan

jawabannya lebih bersifat proyektif, yaitu berupa proyeksi dan perasaan.

2. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”.

Semua jawaban diterima sepanjang diberikan dengan jujur.

Hadi (2000) juga menambahkan beberapa anggapan yang dipegang oleh

peneliti dalam menggunakan skala psikologis yaitu:

1. Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Bahwa apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya.

3. Bahwa interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan

kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan dua skala, yaitu skala

(55)

1. Skala Sense of Humor

Skala sense of humor dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek

sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) yaitu Humor Production, Coping

with Humor, Humor Appreciation,dan Attitude Toward Humor. Skala ini

dikembangkan dengan menggunakan model skala likert. Skala ini berisikan 28 aitem

dengan 20 aitem favorable dan 8 aitem unfavorable. Aitem terdiri dari pernyataan

dengan dua pilihan jawaban yaitu: Setuju dan Tidak Setuju. Semakin tinggi nilai total

yang didapat, maka semakin tinggi pula rasa humor yang dimiliki.

Sistem skoring:

Gambar

Tabel 1. Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor SebelumUji Coba
Tabel 2. Distribusi Susunan Aitem Skala Kebahagiaan
Tabel 3. Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Sesudah Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Pada Saat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Self Efficacy dan Sense of Humor dengan Partisipasi

Segala puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

a) Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari kontak pada usia sebelumnya dengan orang usia lanjut. b) Kenangan yang menggembirakan sejak

Hasil uji korelasi tiap aspek dalam sense of humor dengan romantic relationship didapatkan hasil bahwa humor appreciation memiliki nilai signifikasi sebesar 0,02

Sense of humor adalah perasaan atau kepekaan humor yang dimiliki

Karena ketika depresi menyerang mereka langsung mengatasinya dengan sense of humor , namun sense of humor tersebut tidak bisa benar-benar mengatasi depresi yang

Berdasarkan hasil penelitian, analisis serta pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara sense

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya yang tiada terkira, sehingga pada akhirnya penulis dapat