HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN KEBAHAGIAAN PADA LANSIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
AYU PUSPITA
111301078
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia
Ayu Puspita dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRAK
Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan humor dalam menyelesaikan masalah, keterampilan seseorang untuk menciptakan humor, dan kemampuan menghargai atau menanggapi humor. Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik yang lebih sehat. Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi
negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sense of humor
dengan kebahagiaan pada lansia. Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Subjek penelitian berjumlah 195 orang lansia dengan rentang usia 60-85 tahun yang diambil
dengan teknik purposive sampling. Alat ukur adalah skala sense of humor yang
disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) dan skala kebahagiaan yang digunakan oleh Yuni Asmidar (2013) yang disusun berdasarkan komponen-komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh
Diener. Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi parsial antara sense of humor
dengan kebahagiaan pada lansia sebesar r = 0,730 dengan p < 0,05, yang artinya ada
hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia. Hal ini
menunjukkan bahwasanya kebahagiaan bisa dijelaskan oleh sense of humor sebesar
53,3%, sedangkan sisanya 46,7% dijelaskan oleh variabel lain.
The relationship between sense of humor and happiness in elderly
Ayu Puspita and Rahmi Putri Rangkuti .
ABSTRACT
Sense of humor is a person’s ability to use humor in solving the problem, a person’s skill to create the humor, and the ability to appreciate or respond humor. Individuals who have a sense of humor is known to be better of use coping with stress, establish a relationship with the people around him and mentally and physically healthier. When the elderly can cope the stress feelings better, then feelings of sadness or disapointment that may arise will be reduced so that the elderly will have happiness in life. Happiness is when individuals feel satisfied with life as a whole and on certain aspects of her life and individuals also tend to fell positive emotions then negative emotions. This study aims to examine the relationship between sense of humor and happiness in erderly. This research is correlational. The subject of the study amounted to 195 person elderly with age range from 60-85 years
old taken with purposive sampling technique. Measuring tool is a sense of humor
scale developed by the researchers based on aspects of the theory of sense of humor
Thorson & Powell (1997) and the happiness scale used by Yuni Asmidar (2013) based components of happiness expressed by Diener. From the analysis of the data
obtained by the results of the partial correlation between sense of humor and
happiness in the elderly of r = 0,730, p < 0,05 which means that there is a relationship between the sense of humor with happiness in elderly. This shows that happiness can
be explained by a sense of humor by 53,3% while the remaining 46,7% is explained
by other variables.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
petunjuk dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia”. Terutama
sekali saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya yaitu
ayahanda Ir. Roedjito dan ibunda Neng Soraya, SE yang telah banyak memberikan
motivasi, doa, dan semangat sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada adik-adik saya: Mochammad Adji Prayoga,
Muhammad Afif Pradipta, dan Amanda Padmasari.
Selama menyusun skripsi ini, saya juga banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan serta dukungan yang berharga dari berbagai pihak lainnya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU,
beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.
2. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., sebagai dosen pembimbing seminar dan skripsi
yang telah banyak memberikan bimbingan dan selalu meluangkan waktunya
untuk membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas nasehat,
masukan, dan ide-ide yang kakak berikan selama ini.
3. Debby A. Daulay, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing akademik dan
dosen penguji. Terima kasih atas masukan dan nasehat yang kakak berikan
4. Lili Garliah, M.Si., psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih telah
meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan ilmu kepada saya.
5. Dina Nazriani, M. A, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan saran dan ilmunya kepada saya.
6. Kepada “SOLID” teman-teman seperjuangan selama perkuliahan Ajeng, Lisa,
Ecik, Icak, dan Islah. Terima kasih buat masukan dan semangatnya.
7. Kepada Eyang Uti, bulek Nina, om Is, Adisty, Alysa, dan Putri. Terima kasih
untuk semangat dan doanya kepada saya.
8. Kepada dr. Nadyatario Karierhasyanda, om prof.Siro, dan tante Derta. Terima
kasih untuk perhatian, semangat, dan doanya kepada saya.
9. Kepada Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima
kasih atas segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.
10.Kepada semua teman-teman angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu. Terima kasih atas motivasinya selama ini.
11.Kepada Kakek dan Nenek yang berada di Panti Jompo, Arisan Pensiunan,
Pengajian, dan Perkumpulan di Gereja. Terima kasih karena telah meluangkan
waktunya untuk mau berpartisipasi dalam pengisian skala penelitian saya.
12.Terima kasih juga saya ucapkan pada semua pihak yang telah memberikan
dukungan moril dan materi kepada saya sehingga skripsi ini dapat
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, oleh
karena itu peneliti mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun
bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Medan, 24 Oktober 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL………..x
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I ...1
PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...6
D. Manfaat Penelitian ...6
1. Manfaat Teoritis ...7
2. Manfaat Praktis ...7
E. Sistematika Penulisan ...7
BAB II ...9
TINJAUAN PUSTAKA...9
A. Humor ...9
1. Definisi Humor ...9
2. Tipe-tipe Humor………. 10
B. Sense of Humor ...11
1. Definisi Sense of Humor...11
2. Aspek-Aspek Sense of Humor ...12
3. Teori Humor……….……….…...13
4.Dimensi Humor ...14
5. Fungsi Humor ...15
6. Keuntungan Memiliki Sense of Humor ...16
1. Definisi Kebahagiaan ...16
2. Komponen-Komponen Kebahagiaan...17
3. Ciri-Ciri Orang yang Bahagia ...18
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan ...19
5. Kondisi Penting yang Menunjang Kebahagiaan pada Lansia ...21
D. Lansia ...22
1. Definisi Lansia ...22
2. Ciri-Ciri Usia Lanjut ...23
3.Tugas Perkembangan Lansia ...26
4. Perkembangan Psikososial Lansia ...28
E. Hubungan antara Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia ...30
F. Hipotesis Penelitian ...31
BAB III ... 32
METODE PENELITIAN ... 32
A. Identifikasi Variabel ...32
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...32
1. Sense of Humor ...32
2. Kebahagiaan ...33
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ...34
1. Populasi ...34
2.Metode Pengambilan Sampel ...34
D. Metode Pengumpulan Data ...36
1. Skala Sense of Humor...37
2. Skala Kebahagiaan ...38
E. Validitas, Uji Daya Beda Aitem, dan Reliabilitas Alat Ukur ...40
1. Validitas Alat Ukur ...40
2. Uji Daya Beda Aitem ...40
1. Tahap Persiapan ...43
2. Tahap Pelaksanaan ...44
3. Tahap Pengolahan Data ...44
G. Metode Analisa Data ...45
1. Uji Normalitas ...45
2. Uji Linearitas ...45
BAB IV ... 46
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...46
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ...46
2. Status Perkawinan Subjek Penelitian ...47
3. Tempat Tinggal Subjek Penelitian...47
4. Tingkat Pendidikan Subjek Penelitian ...48
5. Status Kesehatan Subjek Penelitian ...49
6. Status Pekerjaan Subjek Penelitian ...49
7. Penghasilan/Bulan Subjek Penelitian ...50
8. Status Aktivitas Subjek Penelitian ...51
9. Status Kegiatan di Waktu Luang Subjek Penelitian ...51
B. Hasil Penelitian...52
1. Hasil Uji Asumsi ...52
a. Uji Normalitas………...52
b. Uji Linearitas……….53
2. Hasil Utama Penelitian ...53
a. Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia ...53
b. Hubungan antara Sense of Humor dengan Masing-Masing Komponen Kebahagiaan 54 3.Kategorisasi Data Penelitian ...55
a. Kategorisasi Skor Sense of Humor ...56
C. Hasil Tambahan Penelitian (Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan,
Tingkat Pendidikan dan Penghasilan/bulan) ...59
1. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan ...59
2. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikannya ...60
3. Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Penghasilan/bulan ...60
D. Pembahasan ...61
BAB V ... 65
KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ...65
B. Saran ...66
1. Saran Metodologis...66
2. Saran Praktis ...67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji
Coba………...37
Tabel 2 Distribusi Susunan Aitem Skala Kebahagiaan………..39
Tabel 3 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Sesudah Uji Coba………...41
Tabel 4 Distribusi Susunan Aitem Skala Sense of Humor Pada Saat Penelitian………42
Tabel 5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……...46
Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Perkawinan...47
Tabel 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal……47
Tabel 8 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan.48 Tabel 9 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan…..49
Tabel 10 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan…..49
Tabel 11 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Penghasilan/Bulan...50
Tabel 12 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Aktivitas……51
Tabel 13 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kegiatan di Waktu Luang……….51
Tabel 14 Hasil Uji Normalitas………..52
Tabel 15 Hasil Uji Linearitas………...53
Tabel 17 Hubungan Sense of Humor dengan Komponen Kognitif……..…54 Tabel 18 Hubungan Sense of Humor dengan Komponen Afektif………...55 Tabel 19 Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Sense of Humor56
Tabel 20 Kategorisasi Data Variabel Sense of Humor………..….57
Tabel 21 Deskripsi Skor Empirik dan Hipotetik Variabel Kebahagiaan....58
Tabel 22 Kategorisasi Data Variabel Kebahagiaan….………..59
Tabel 23 Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Status Perkawinan……...59
Tabel 24 Perbedaan Kebahagiaan ditinjau dari Tingkat Pendidikannya...60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penggunaan Skala………..………72
Lampiran 2 Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………...73
Lampiran 3 Data Mentah Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………...80
Lampiran 4 Reliabilitas Skala Sense of Humor Saat Uji Coba………..81
Lampiran 5 A. Skala Sense of Humor Saat Penelitian………...83
B. Skala Kebahagiaan Saat Penelitian………83
Lampiran 6 A. Data Mentah Penelitian Skala Sense of Humor……….91
B. Data Mentah Penelitian Skala Kebahagiaan………...91
Lampiran 7 A. Hasil Uji Asumsi………92
B. Hasil Penelitian………..92
Hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia
Ayu Puspita dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRAK
Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan humor dalam menyelesaikan masalah, keterampilan seseorang untuk menciptakan humor, dan kemampuan menghargai atau menanggapi humor. Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik yang lebih sehat. Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi
negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sense of humor
dengan kebahagiaan pada lansia. Penelitian ini adalah penelitian korelasional. Subjek penelitian berjumlah 195 orang lansia dengan rentang usia 60-85 tahun yang diambil
dengan teknik purposive sampling. Alat ukur adalah skala sense of humor yang
disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) dan skala kebahagiaan yang digunakan oleh Yuni Asmidar (2013) yang disusun berdasarkan komponen-komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh
Diener. Dari analisa data diperoleh hasil nilai korelasi parsial antara sense of humor
dengan kebahagiaan pada lansia sebesar r = 0,730 dengan p < 0,05, yang artinya ada
hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia. Hal ini
menunjukkan bahwasanya kebahagiaan bisa dijelaskan oleh sense of humor sebesar
53,3%, sedangkan sisanya 46,7% dijelaskan oleh variabel lain.
The relationship between sense of humor and happiness in elderly
Ayu Puspita and Rahmi Putri Rangkuti .
ABSTRACT
Sense of humor is a person’s ability to use humor in solving the problem, a person’s skill to create the humor, and the ability to appreciate or respond humor. Individuals who have a sense of humor is known to be better of use coping with stress, establish a relationship with the people around him and mentally and physically healthier. When the elderly can cope the stress feelings better, then feelings of sadness or disapointment that may arise will be reduced so that the elderly will have happiness in life. Happiness is when individuals feel satisfied with life as a whole and on certain aspects of her life and individuals also tend to fell positive emotions then negative emotions. This study aims to examine the relationship between sense of humor and happiness in erderly. This research is correlational. The subject of the study amounted to 195 person elderly with age range from 60-85 years
old taken with purposive sampling technique. Measuring tool is a sense of humor
scale developed by the researchers based on aspects of the theory of sense of humor
Thorson & Powell (1997) and the happiness scale used by Yuni Asmidar (2013) based components of happiness expressed by Diener. From the analysis of the data
obtained by the results of the partial correlation between sense of humor and
happiness in the elderly of r = 0,730, p < 0,05 which means that there is a relationship between the sense of humor with happiness in elderly. This shows that happiness can
be explained by a sense of humor by 53,3% while the remaining 46,7% is explained
by other variables.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meningkatnya jumlah lansia menimbulkan masalah terutama dari segi
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Masalah tersebut jika tidak ditangani akan
berkembang menjadi masalah yang kompleks dari segi fisik, mental, dan sosial yang
berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selama periode lanjut usia,
kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan. WHO memperkirakan tahun
2025 jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus
bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga memperkirakan 75%
populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang. Hasil sensus
penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan
jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah lansia di
Indonesia mencapai 18,1 juta orang. Sementara itu data Susenas BPS 2012
menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total penduduk Indonesia
(Wardhana, 2014).
Lansia dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh
sampai tujuh puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir
kehidupan seseorang (Hurlock, 1999). Secara psikologis yang didasarkan pada tahap
perkembangan Erikson masa lanjut usia berada pada fase integrity versus inferiority
integritas diri, dimana lansia dapat mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka tanpa mempermasalahkan “apa yang seharusnya dilakukan” dan “apa yang seharusnya
terjadi” sehingga mereka dapat menerima ketidaksempurnaan pada diri sendiri dan
kehidupannya, maka dikatakan lansia dapat meraih kebahagiaan (Erikson, dalam
Papalia, Old, dan Feldman, 2008).
Menurut Diener, Kebahagiaan merupakan evaluasi kognitif dan afektif
seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan
evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction)
atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti
kesehatan, keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri
sendiri, sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan evaluasi
terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan dan
tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).
Kebahagiaan menjadi hal yang sangat penting bagi lansia karena masa lansia
merupakan masa yang mempunyai masalah terhadap kesehatan. Hal ini dikarenakan
selama periode lanjut usia, kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan.
Lansia dapat menjadi usia yang bahagia jika memiliki kesehatan yang baik, ikatan
keluarga dan lingkungan sosial yang kuat, serta kondisi ekonomi yang memadai
disertai hubungan interpersonal yang baik (Pratikwo, dkk, 2006). Penelitian
menunjukkan bahwa keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada
kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan
menunjukkan bahwa kebahagiaan merupakan cita-cita tertinggi yang selalu ingin
diraih oleh semua manusia dalam tindakannya. Menurut Boehm, dkk (dalam Faisal,
2015) kebahagiaan dapat meningkatkan kualitas hidup individu seperti kualitas
perekonomian, umur panjang, mencegah penyakit kronis, membantu proses kognitif
lebih baik lagi, membuat orang berpikir lebih kreatif dan fleksibel serta lebih peka
terhadap lingkungannya.
Fayers & Machin mengartikan kualitas hidup sebagai persepsi individu
mengenai keberfungsian individu di dalam bidang kehidupan, lebih spesifiknya
penilaian individu terhadap posisi di dalam kehidupan dan sistem nilai dimana
mereka hidup berkaitan dengan tujuan, harapan, serta perhatian individu (dalam
Kreitler & Ben, 2004). Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk
tetap bisa berguna dimasa tuanya, yakni; kemampuan menyesuaikan diri dan
menerima segala perubahan dan kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan
perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai
hak-hak lansia serta memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan
tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan oleh Thomas (dalam Monks,
1998) menunjukkan bahwa kualitas hidup pada lansia selalu dihubungkan dengan
tingkat permasalahan hidup, banyaknya aktifitas yang dilakukan, dan kompetensi
sosial. Lingkungan dapat menjadi sumber stres yang mendukung atau menekan
Martin (2001) menyatakan kehidupan sosial adalah interaksi, yaitu aksi atau
tindakan yang berbalas-balasan. Sebagai suatu fenomena sosial, humor dan tawa
memainkan peranan penting dalam komunikasi interpersonal, sementara sense of
humor atau kepekaan terhadap humor dapat menjadi komponen penting dalam
kompetensi sosial. Menurut Nelsen (dalam Hardianti, 2014) seseorang yang memiliki
rasa humor yang tinggi cenderung memiliki emosi positif yang menyertai humor dan
diikuti dengan tertawa.
Thorson & Powell (1997) mengatakan sense of humor adalah kemampuan
untuk membuat humor, mengenali humor, mengapresiasikan humor, menggunakan
humor sebagai mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial. Sense of humor
membahas tentang berbagai macam kemampuan psikologis dan sosial seseorang
untuk menerima humor, menciptakan humor, kebutuhan untuk diterima di
lingkungan, serta kemauan dan kemampuan untuk berkomunikasi. Hurlock
mengatakan bahwa melalui sense of humor yang dimiliki, individu dapat memperoleh
perspektif yang lebih baik tentang diri sendiri. Individu yang memiliki sense of
humor dapat mengembangkan pemahaman diri dan penerimaan diri (dalam Parman,
2013). Oleh karena itu sense of humor bukan merupakan kemampuan bawaan
melainkan kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Menurut Mike
More (dalam Rajagukguk, 2014) sense of humor tidak bersifat alami atau bakat,
namun dapat dipelajari dan dikembangkan. Sense of humor dipengaruhi oleh
lingkungan, budaya, bacaan, tontonan, hingga pendidikan. Setiap orang mendapatkan
humor-nya pun berbeda. Thorson & Powell (1993) mengatakan bahwa semakin usia
bertambah, semakin bertambah juga kreativitas humor, menggunakan humor untuk
mekanisme coping, dan apresiasi pada humor. Hal ini mungkin terjadi karena
pengaruh dari perkembangan, seperti berkembangnya kemampuan untuk
menggunakan humor sebagai mekanisme coping selama masa dewasa, Oleh karena
itu, lansia cenderung menggunakan salah satu aspek sense of humor yaitu coping with
humor dalam kehidupannya sehari-hari.terutama pada orang yang memiliki sense of
humor yang tinggi. Lefcourt (dalam Martin, 2001) menyatakan bahwa individu yang
memiliki sense of humor yang tinggi diketahui dapat lebih baik menggunakan coping
stress, menjalin hubungan dengan orang disekitarnya, dan memiliki mental dan fisik
yang lebih sehat. Penelitian Thorson & Powell (1993) menyatakan bahwa ada
perbedaan pada laki-laki dan perempuan dalam menggunakan humor. Laki-laki
cenderung menggunakan aspek humor production, sedangkan perempuan cenderung
menggunakan aspek coping with humor. Hal ini sesuai dengan pendapat Ziv’s (dalam
Thorson & Powell, 1993) bahwa laki-laki lebih banyak membuat sesuatu hal menjadi
humor.
Mindess mengatakan bahwa fungsi humor yang paling penting adalah
kekuatannya untuk membebaskan diri dari banyak rintangan dan pembatasan dalam
kehidupan sehari-hari. Humor dapat melepas individu dari berbagai tuntutan yang
dialami dan dapat membebaskannya dari perasaan inferioritas (dalam Hardianti,
perasaan stresnya dengan baik, maka perasaan sedih atau kecewa yang mungkin
timbul akan berkurang, sehingga lansia akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Menurut Kataria (dalam Setiono, 2010) humor memiliki manfaat seperti menurunkan
tingkat stres, kondisi kesehatan akan meningkat dan memberikan kekebalan pada
tubuh, menstimulasi pikiran, dan perasaan yang positif, dan menjalin relasi sosial
serta meningkatkan kualitas pergaulan.
Melihat dari kondisi pada lansia di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui
adakah hubungan antara sense of humor yang dimiliki lansia dengan kebahagiaan
pada hidupnya. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian yang kemudian diberi judul “Hubungan Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada
Lansia”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
- Apakah ada hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menguji hubungan antara sense of
humor dengan kebahagiaan pada lansia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan baru di bidang
Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan khususnya Psikologi Lanjut Usia. Selain
itu, penelitian diharapkan mampu memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain
yang tertarik untuk meneliti tentang sense of humor dan kebahagiaan pada lansia.
2. Manfaat Praktis
- Lansia dapat memperoleh informasi yang benar tentang pentingnya sense of
humor dan kebahagiaan di usia lanjut, sehingga para lansia dapat menolak segala
stereotype yang tidak benar mengenai mereka.
- Masyarakat umum dapat mengetahui pentingnya sense of humor dan kebahagiaan
pada lansia, sehingga bisa menggunakan humor dalam kehidupannya sehari-hari.
- Pemerintah dapat mengetahui tentang sense of humor dan kebahagiaan pada
lansia sehingga menjadi acuan bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai
fasilitas yang tepat bagi lansia, seperti membuat kegiatan bagi lansia yang
bertemakan humor.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I: Pendahuluan
BAB II: Landasan Teori
Berisikan mengenai tinjauan teori yang digunakan untuk membahas permasalahan
dalam penelitian. Teori yang digunakan adalah teori mengenai lansia,
kebahagiaan, dan sense of humor.
BAB III: Metode Penelitian
Berisikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel
penelitian, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, instrumen atau alat ukur
yang digunakan dalam penelitian, validitas dan reliabilitas, dan metode analisis.
BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan
Berisikan tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.
BAB V: Kesimpulan dan Saran
Berisikan tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran
penelitian yang meliputi saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Humor
1. Definisi Humor
Lippman & Dunn (2000) menyatakan bahwa humor adalah segala sesuatu
yang dapat meningkatkan rangsangan dan mengarahkan pada perasaan senang dan
nyaman. Humor adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan respon tertawa.
Menurut Ross (1999), humor adalah sesuatu yang membuat orang tertawa ataupun
tersenyum dan digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian. Richman (2000)
berpendapat bahwa humor ialah sesuatu yang menimbulkan kesenangan dan
ketertarikan bagi banyak orang.
Taber, dkk (2007) menyatakan bahwa humor dapat dilihat dari beberapa cara,
yaitu:
a) Sebagai stimulus, misalnya tayangan humor.
b) Sebagai respon, misalnya tersenyum.
c) Sebagai proses kognitif, misalnya pemahaman terhadap humor.
d) Sebagai karakter kepribadian, misalnya afek dan emosi positif yang dihasilkan
oleh humor.
e) Sebagai intervensi tarapeutik, misalnya terapi humor.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor ialah segala
Humor berbeda dengan komedi. Humor adalah suatu respon untuk tertawa
yang sasarannya adalah diri sendiri ataupun kelompoknya sendiri. Seseorang yang
membawakan humor disebut sebagai humoris, sedangkan komedi adalah naskah yang
dibuat untuk membuat orang lain tertawa. Pelakunya disebut dengan komedian.
Komedian merupakan aktor yang dituntut untuk memiliki kemampuan acting dan
kemampuan menerjemahkan naskah komedi.
2. Tipe-Tipe Humor
Ross (1999) mengemukakan beberapa tipe humor, yaitu:
a) Parodi
Parodi ialah tiruan-tiruan yang bertujuan hanya sebagai hiburan belaka hingga yang
bersifat menyindir. Parodi terdiri dari dua rentang, yaitu ironi (bersifat sindiran halus)
hingga satire (bersifat sindiran yang lebih kasar).
b) Permainan kata atau makna ambigu
Permainan kata atau makna ambigu terdiri atas:
1) Fonologi, yaitu bunyi yang menyusun bahasa. Fonologi terbagi atas dua, yaitu
homofon (kata yang pengucapannya sama namun berbeda dalam hal penulisan)
dan homonim (kata yang memiliki pengucapan dan penulisan yang sama namun
berbeda makna).
2) Grafologi merujuk pada bagaimana cara suatu bahasa ditampilkan secara visual.
Beberapa humor lebih dapat dipahami jika dihadirkan secara visual dibandingkan
jika didengar langsung.
4) Lexis merujuk pada kata-kata dalam bahasa inggris yang diadaptasi dari bahasa
lain.
5) Sintaks merujuk pada cara bagaimana suatu kalimat dibentuk sesuai dengan
struktur bahasa agar memiliki makna.
c) Melanggar hal-hal yang dianggap tabu (taboo breaking)
Melanggar hal-hal yang dianggap tabu merupakan tipe humor yang terlepas dari
hal-hal yang dianggap suci ataupun dilarang. Hal ini tergantung pada budaya
masyarakat. Humor ini meliputi seks, kematian, agama, dll.
d) Hal-hal yang dapat diobservasi (obversational)
Tipe humor ini menggunakan hal-hal yang sepele yang mungkin sama sekali
tidak menjadi pusat perhatian seseorang dan biasanya dialami oleh semua orang
sehingga semua orang tanpa terkecuali menjadi bagian dari humor tersebut.
B. Sense of Humor
1. Definisi Sense of Humor
Sense of humor adalah sesuatu yang bersifat universal yaitu konsep dari
berbagai bidang yang mempunyai banyak definisi. The American heritage dictionary
mendefinisikan sense of humor sebagai kemampuan untuk mengamati, menikmati,
atau mengekspresikan apa yang lucu (Apte, 2002). Selanjutnya Martin (2001)
mendefinisikan sense of humor sebagai kebiasaan individu yang berbeda-beda pada
Sedangkan Thorson & Powell (1997) mengatakan sense of humor adalah
multidimensi dan di dalamnya termasuk kemampuan untuk membuat humor,
mengenali humor, mengapresiasikan humor, menggunakan humor sebagai
mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial.
Jadi berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sense of
humor adalah gabungan dari beberapa dimensi yang di dalamnya termasuk
kemampuan untuk membuat, mengenali, dan mengapresiasikan humor yang membuat
seseorang tertawa ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan sebagai
mekanisme coping serta untuk mencapai tujuan sosial.
2. Aspek-Aspek Sense of Humor
Thorson & Powell (1997) menyatakan empat aspek penting sense of humor,
yang terdiri dari:
a. Humor Production
Kemampuan untuk menemukan sesuatu yang membuat seseorang tertawa
ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan pada setiap peristiwa dan
berhubungan dengan perasaan diterima oleh lingkungan.
b. Coping with Humor
Bagaimana individu menggunakan sesuatu yang membuat seseorang tertawa
ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan untuk mengatasi emosional
c. Humor Appreciation
Kemampuan untuk mengapresiasikan sesuatu yang membuat seseorang tertawa
ataupun tersenyum dan menimbulkan kesenangan yang dihubungkan dengan
internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari seberapa banyak
individu mempersepsikan setiap peristiwa lucu sebagai bagian dari perilaku
orang lain.
d. Attitude Toward Humor
Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada setiap situasi yang lucu.
3. Teori Humor
Ada beberapa teori humor yang sangat berpengaruh, yaitu:
a) Teori ketidaksesuaian (the incongruity theory)
Teori ini fokus pada elemen keterkejutan (surprise). Humor muncul akibat
adanya ketidaksesuaian pada apa yang diharapkan dengan apa yang sebenarnya
terjadi. ketidaksesuaian terjadi karena adanya makna ambigu dalam bahasa yang
digunakan (Ross, 1999).
b) Teori kekuasaan (the superiority theory)
Hobes (dalam Ross, 1999) menyatakan bahwa tertawa merupakan kesenangan
tiba-tiba yang dilakukan oleh orang yang melakukan penghinaan terhadap orang
lain. Humor merupakan bentuk penghinaan terhadap orang lain untuk
c) Teori pelepasan perasaan batin (the psychic release)
Teori ini menjelaskan bahwa tertawa dipacu oleh rasa ingin melepaskan
ancaman-ancaman dalam hidup, seperti ingin mengurangi rasa takut akan
kematian (Jacobson dalam Ross, 1999).
4. Dimensi Humor
Menurut Deshefy & Longhi (2004) humor terbagi atas 4 dimensi yaitu :
a. Survival Humor
Humor ini digunakan ketika seseorang atau sekelompok orang harus beradaptasi
pada kondisi yang jarang dihadapi, ekstrim, atau yang mengandung ancaman.
b. Bonding Humor
Humor ini digunakan untuk membentuk ikatan/hubungan diantara individu, atau
untuk membangun hubungan.
c. Celebatory Humor
Humor ini digunakan ketika mengalami sukacita atau kesenangan dan ingin
membaginya dengan orang lain. Anak-anak yang biasanya mahir pada celebatory
humor.
d. Coping Humor.
Humor ini digunakan untuk mengatur situasi atau kejadian mengancam yang
menciptakan stres dan ketegangan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi humor terbagi atas
5. Fungsi Humor
Humor berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari fungsi
yang diberikan humor. Nilsen (dalam Munandar, 1996) membagi humor menjadi
empat fungsi yaitu :
a. Fungsi Fisiologik
Humor dapat mengalihkan susunan kimia internal seseorang dan mempunyai
akibat yang sangat besar terhadap sistem tubuh seseorang, termasuk sistem saraf,
peredaran darah, endokrin, dan sistem kekebalan.
b. Fungsi Psikologik
Humor efektif menolong seseorang menghadapi kesukaran. Kemampuan untuk
melihat humor dalam suatu situasi merupakan salah satu yang dapat digunakan
untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan.
c. Fungsi Pendidikan
Humor menyebabkan seseorang lebih waspada. Oleh karena itu humor
merupakan alat belajar yang penting. Selain itu humor merupakan alat yang
sangat efektif untuk membawa seseorang agar mendengarkan pembicaraaan dan
merupakan alat persuasi yang baik.
d. Fungsi Sosial
Humor tidak saja dapat digunakan untuk mengikat seseorang atau kelompok
yang disukai tetapi juga dapat menjauhkan seseorang dari orang atau kelompok
6. Keuntungan Memiliki Sense of Humor
Menurut Martin (2001) mempunyai sense of humor mengandung banyak
keuntungan. Individu dengan sense of humor yang lebih tinggi, lebih termotivasi,
lebih ceria, dapat dipercaya dan mempunyai harga diri yang lebih tinggi. Kelly (2002)
menyatakan bahwasannya salah satu keuntungan terbesar dengan memiliki sense of
humor adalah pengaruhnya pada kesehatan. Pertama, humor bisa meningkatkan
hubungan sosial, yang mana ini bisa berdampak meningkatkan kesehatan. Kedua,
humor mempunyai efek secara tidak langsung pada tingkat stres. Ketiga, proses
fisiologi yang dipengaruhi oleh humor, contohnya tertawa bisa mengurangi
ketegangan saraf.
C. Kebahagiaan
1. Definisi Kebahagiaan
Aristoteles (dalam Adler, 2003) menyatakan bahwa happiness atau
kebahagiaan berasal dari kata “happy” atau bahagia yang berarti feeling good, having
fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang
menyenangkan. Sedangkan orang bahagia menurut Aristoteles (dalam Rusydi, 2007)
adalah orang yang mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good
reputation, good friends, good money, and goodness.
Menurut Diener, dkk kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif
seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan
atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti
pernikahan, pekerjaan, kesehatan, keluarga, keuangan, teman sebaya, waktu luang,
dan diri sendiri. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika individu melakukan
evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi perasaan menyenangkan
dan tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah ketika
individu merasa puas terhadap hidup secara keseluruhan dan pada aspek-aspek
tertentu dalam kehidupannya dan individu juga cenderung merasakan emosi positif
dibanding emosi negatif.
2. Komponen-Komponen Kebahagiaan
Diener (Eid & Larsen, 2008; Biswas-Diener & Dean, 2007) menyatakan
bahwa kebahagiaan memiliki dua komponen yang berbeda yaitu:
a) Komponen kognitif yaitu meliputi life satisfaction dan domain satisfaction,
dianggap sebagai komponen kognitif karena keduanya melakukan proses
evaluasi terhadap kehidupan. Hal ini terjadi ketika individu berfikir seberapa
memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau berdasarkan
aspek tertentu didalam kehidupannya (domain satisfaction) seperti kesehatan,
keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri sendiri.
b) Komponen afektif yaitu meliputi positive affect (PA) dan negative affect (NA),
keduanya dianggap komponen afektif karena mencerminkan sejumlah perasaan
mereka. Orang yang bahagia sering mengalami emosi yang positif, seperti rasa
senang dan jarang mengalami emosi yang negatif seperti rasa sedih, marah, dll.
3. Ciri-Ciri Orang yang Bahagia
Berikut ini merupakan ciri-ciri orang yang membedakan antara orang bahagia
dengan yang lainnya yang ditemukan oleh para peneliti (Biswas-Diener & dean,
2007):
a) Memiliki kesehatan yang baik
Deborah Danner dan koleganya meneliti para biarawati melalui pernyataan
otobiografi pendek yang ditulis oleh biarawati. kemudian Danner menganalisis
narasi untuk melihat ada atau tidak adanya kalimat positif dan negatif. Hasilnya,
peneliti menemukan bahwa biarawati yang memiliki nilai yang tinggi dalam
mendeskripsikan diri secara positif menunjukkan dapat bertahan hidup dibanding
rekan-rekannya.
b) Memiliki hubungan sosial yang bermanfaat
Diener dan Seligman menemukan bahwa orang yang bahagia cenderung memilki
hubungan sosial yang bermanfaat. Mereka adalah orang yang memiliki
pernikahan yang baik dan memiliki banyak teman yang bisa dipercaya.
c) Menggunakan kebiasaan berpikir positif
Penelitian menemukan perbedaan gaya berfikir antara orang yang bahagia
dibanding yang lainnya. Hasilnya yaitu orang yang bahagia kurang rentan
terlibat dalam perbandingan dengan teman sebaya dan cenderung untuk
menafsirkan peristiwa secara lebih positif.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
menurut Hurlock (1999) yaitu :
a) Kesehatan
Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa
yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan
fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan
mereka, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.
b) Tingkat Otonomi
Semakin besar tingkat otonomi yang dimiliki individu, maka semakin besar
kesempatan individu untuk bahagia. Hal ini ditemukan baik pada masa
kanak-kanak maupun masa dewasa.
c) Kesempatan-kesempatan interaksi diluar keluarga
Orang akan merasa bahagia jika memiliki hubungan sosial dengan seseorang di
luar lingkungannya, ketimbang apabila hubungan sosial mereka terbatas pada
anggota keluarga.
d) Kondisi kehidupan
Kondisi kehidupan akan memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan
tetangga di dalam masyarakat, sehingga cenderung memperbesar
kebahagiaannya.
e) Pemilikan harta benda
Pemilikan harta benda bukan dalam arti memiliki benda itu yang mempengaruhi
kebahagiaan, melainkan cara orang merasakan pemilikan itu.
f) Keseimbangan antara harapan dan pencapaian
Jika harapan yang dimiliki individu tersebut realistis, maka orang tersebut akan
puas dan bahagia jika tujuannya tercapai.
g) Penyesuaian emosional
Orang-orang yang bahagia mudah menyesuaikan diri dengan baik dan jarang
mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti takut, marah, dan iri hati
daripada mereka yang tidak bahagia.
h)Sikap terhadap periode usia tertentu
Pengalaman bahagia yang akan dialami pada usia tertentu sebagian ditentukan
oleh pengalaman-pengalamannya sendiri bersama orang lain semasa
kanak-kanak pada usia itu dan sebagian oleh stereotip budaya.
i) Realisme dari konsep-diri
Orang-orang yang yakin bahwa kemampuannya lebih besar dari yang sebenarnya
akan merasa tidak bahagia apabila tujuan mereka tidak tercapai.
ketidakbahagiaan mereka dipertajam oleh perasaan tidak mampu dan oleh
5. Kondisi Penting yang Menunjang Kebahagiaan pada Lansia
Menurut Hurlock (1999) ada beberapa kondisi penting yang dapat menunjang
kebahagiaan pada lansia, yaitu:
a) Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari
kontak pada usia sebelumnya dengan orang usia lanjut.
b) Kenangan yang menggembirakan sejak masa kanak-kanak sampai masa
dewasanya.
c) Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan tanpa ada intervensi dari luar.
d) Sikap yang realistis terhadap kenyataan dan mau menerima kenyataan tentang
perubahan fisik dan psikis sebagai akibat dari usia lanjut yang tidak dapat
dihindari.
e) Menerima kenyataan diri dan kondisi hidup yang ada sekarang, walaupun
kenyataan tersebut berada di bawah kondisi yang diharapkan.
f) Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan dan pola hidup yang
diterima oleh kelompok sosial dimana ia sebagai anggotanya.
g) Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik.
h) Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial.
i) Perasaan puas dengan status yang ada sekarang dan prestasi masa lalu.
j) Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan seksualnya.
k) Kesehatan cukup bagus tanpa mengalami masalah kesehatan yang kronis.
m) Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan
teman-teman.
n) Melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan di rumah maupun kegiatan yang
secara sukarela dilakukan,
o) Situasi keuangannya memadai untuk memenuhi seluruh keinginan dan
kebutuhannya.
D. Lansia
1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan. Bila seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang
terdahulu, ia sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan, dan
cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa depan
sedapat mungkin (Haas, K. B., dalam Hurlock, 1999).
Papalia, dkk (2011) membagi lansia kedalam tiga kelompok. Pertama, lansia
muda (young old) yaitu lansia yang biasanya sehat dan aktif dan secara umum
dikatakan usia antara 65 sampai 74 tahun. Kedua, lansia tua (old old) yaitu merujuk
kepada kelompok minoritas yang lemah terlepas dari kronologis usia dan berusia
antara 75 sampai 84 tahun. Ketiga, Lansia tertua (oldest old) yaitu berusia 85 tahun
ke atas, berkecendrungan lebih besar lemah dan tidak bugar serta memilki kesulitan
dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh
puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan
seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih yang sering ditandai mengalami berbagai
perubahan fisik dan permasalahan psikologis.
2. Ciri-Ciri Usia Lanjut
Hurlock (1999) mendefinisikan ciri-ciri usia lanjut sebagai berikut:
a) Usia Lanjut Merupakan Periode Kemunduran
Kemunduran itu sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor
psikologis. Penyebab kemunduran adalah suatu perubahan pada sel-sel tubuh
bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Sedangkan penyebab
kemunduran psikologis adalah sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang
lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.
b) Perbedaan Individual Pada Efek Menua
Dewasa ini, menua mempengaruhi orang-orang secara berbeda. Orang menjadi
tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda,
sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda.
c) Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda
Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai usia lanjut dalam cara
tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum untuk menilai usia mereka,
banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka
sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan
memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai
tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi diri dan membuat ilusi bahwa
mereka belum lanjut usia.
d) Berbagai Setereotipe Orang Lanjut Usia
Dalam kebudayaan orang Amerika dewasa ini, terdapat banyak stereotipe orang
lanjut usia dan banyak kepercayaan tradisional tentang kemampuan fisik dan
mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini timbul dari berbagai sumber, 4
yang paling umum dijelaskan berikut ini:
Pertama, cerita rakyat dan dongeng, yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, cenderung melukiskan usia lanjut sebagai usia yang tidak
menyenangkan.
Kedua, orang yang berusia lanjut sering diberi tanda dan diartikan orang secara
tidak menyenangkan oleh berbagai media massa.
Ketiga, berbagai humor dan canda yang berbeda juga menyangkut aspek negatif
orang usia lanjut, dengan acara yang tidak menyenangkan dan klise yang
sebagian besar lebih menekankan sikap ketololan sebagai orangtua daripada
kebijakan.
Keempat, pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang usia lanjut adalah
jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena
hari-harinya yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari
orang-orang yang lebih muda.
e) Sikap Sosial Terhadap Usia Lanjut
Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap
sikap sosial baik terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia lanjut. Dan
karena kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap
sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan.
f) Orang Usia Lanjut Mempunyai Status Kelompok-Minoritas
Status kelompok-minoritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap orang usia lanjut dan diperkuat oleh pendapat
klise yang tidak menyenangkan tentang mereka. Oleh karena itu, kelompok
orang usia lanjut disebut sebagai warga negara kelas dua yang hidup dengan
status bertahan dan mempunyai efek penting terhadap pribadi dan penyesuaian
sosial mereka.
g) Menua Membutuhkan Perubahan Peran
Orang usia lanjut diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan
masyarakat dan sosial. Demikian juga halnya dalam dunia usaha dan
profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukan oleh orang usia lanjut, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran
kelompok sosial. Tetapi, pada kenyataan pengurangan dan perubahan peran ini
banyak terjadi karena tekanan sosial.
h) Penyesuaian yang Buruk Merupakan Ciri-Ciri Usia Lanjut
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi orang usia lanjut, yang
nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau
banyak orang usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.
Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat
kekerasan yang berbeda pula. Mereka yang pada masa lalunya sulit dalam
menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam
menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan.
i) Keinginan Menjadi Muda Kembali Sangat Kuat pada Usia Lanjut
Status kelompok-minoritas yang dikenakan pada orang berusia lanjut secara
alami telah membangkitkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan
ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak.
3. Tugas Perkembangan Lansia
Sebagian besar tugas perkembangan lansia lebih banyak berkaitan dengan
kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Berikut ini merupakan
tugas-tugas perkembangan lansia yang dikemukakan oleh Havighurst (dalam
a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan
Perubahan kondisi fisik terjadi pada lansia dan sebagian besar perubahan itu
terjadi kearah yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk
masing-masing individu walaupun usianya sama.
b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga
Kondisi-kondisi tertentu dapat membantu penyesuaian diri terhadap masa
pensiun, sedangkan kondisi lain dapat menghambat penyesuaian. Sikap lansia
terhadap pensiun pasti mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyesuaian.
c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
Penyesuaian terhadap kematian pasangan sangat sulit bagi pria maupun wanita
usia lanjut, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan.
Penyesuaian terhadap kematian pasangan berbeda antara pria dan wanita. Bila
pria kehilangan istrinya, segera setelah pensiun kejadian ini akan menambah
kesulitannya dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun. Sedangkan pada
wanita, penyesuaian diri seringkali terasa sulit karena berkurangnya pendapatan
yang sering diartikan pindah kedalam kehidupan lebih kecil atau lingkungan
yang kurang diinginkan, misalnya tinggal dengan anak yang sudah menikah, atau
hidup dalam suatu lembaga penyantunan.
d) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia
Pada lanjut usia, mereka membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia
e) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
Bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk
menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan
mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.
f) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Perubahan peran seringkali menyulitkan dan membangkitkan emosi. Semakin
besar perubahan tersebut dan semakin berkurang prestige yang diperoleh dari
peran baru, maka semakin besar penolakan terhadap perubahan peran. Individu
akan merasa terganggu jika dipaksa oleh lingkungan untuk melakukan perubahan
peran.
4. Perkembangan Psikososial Lansia
Banyak orang di usia lanjut menilai kembali hidup mereka, menyelesaikan
urusan yang belum terselesaikan, dan memutuskan cara terbaik menyalurkan energi
mereka dan menghabiskan hari-hari, bulan, dan tahun yang tersisa. Mereka
benar-benar menyadari akan berjalannya waktu, dan sebagian dari mereka ingin
meninggalkan warisan untuk anak-anak mereka atau kepada dunia, menurunkan buah
dari pengalaman mereka, dan memvalidasi makna dari hidup mereka. Namun yang
lainnya ingin memanfaatkan kesempatan terakhir ini untuk menikmati masa lalu
favorit mereka atau melakukan sesuatu yang tidak pernah sempat mereka lakukan
ketika masih muda (Papalia, 2011).
Berlawanan dengan keyakinan umum bahwa lansia cenderung tertekan,
longitudinal Charles, Reynolds, & Gatz (dalam Papalia, 2011) yang mengikuti empat
generasi selama 33 tahun, emosi negatif yang bersifat self-reporting seperti kelelahan,
kejenuhan, kesendirian, tidak bahagia, dan depresi menurun sejalan dengan usia
(walaupun tingkatan penurunan tersebut melambat setelah usia 60 tahun). Pada waktu
yang sama, emosionalitas positif seperti kegairahan, ketertarikan, rasa bangga, dan
perasaan telah menyelesaikan tugas cenderung tetap stabil sampai akhir usia tua dan
kemudian sedikit menurun secara gradual.
Ketika orang menjadi semakin tua, mereka mencoba mencari aktivitas dan
orang-orang yang memberikan gratifikasi emosional kepada mereka. Selain itu,
kemampuan lansia untuk mengatur emosi mereka dapat membantu menjelaskan
mengapa mereka cenderung lebih bahagia dan ceria dibandingkan orang dewasa awal
(Mroczek & Kolarz, dalam Papalia, 2011) dan semakin jarang mengalami emosi
negatif dan lebih tangkas (Carstensen, dalam Papalia, 2011). Orang dengan
kepribadian ekstrovert (berorientasi keluar dan sosial) dilaporkan pada awalnya
cenderung memiliki tingkat emosi positif yang tinggi dan berkecenderung lebih besar
dalam mempertahankan tingkat emosi positif tersebut sepanjang hidup dibandingkan
orang lain. Orang-orang dengan kepribadian neurotik (angin-anginan (moody), mudah
tersinggung (touchy), cemas, dan kaku cenderung melaporkan energi negatif dan
cenderung menjadi semakin kurang positif dari waktu ke waktu (Charles et al dalam
Papalia, 2011). Costa & Mc Crae mengatakan neurotisme merupakan prediktor
E. Hubungan antara Sense of Humor dengan Kebahagiaan pada Lansia
Menurut Diener, dkk kebahagiaan adalah evaluasi kognitif dan afektif
seseorang terhadap hidupnya. Evaluasi kognitif terjadi ketika individu melakukan
evaluasi seberapa memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction)
atau pada aspek-aspek tertentu dari kehidupannya (domain satisfaction) seperti
pernikahan, pekerjaan, kesehatan, dll. Sedangkan evaluasi afektif terjadi ketika
individu melakukan evaluasi terhadap emosi yang dirasakannya, dimana meliputi
perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan (dalam Snyder & Lopez, 2002).
Lansia dapat menjadi usia yang bahagia jika memiliki kesehatan yang baik, ikatan
keluarga, dan lingkungan sosial yang kuat, serta kondisi ekonomi yang memadai
disertai hubungan interpersonal yang baik (Pratikwo, dkk, 2006). Lansia sering
kehilangan kesempatan partisipasi dan hubungan sosial. Seiring dengan pertambahan
usia, lansia akan mengalami proses degeneratif baik dari segi fisik maupun segi
mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan
orang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat
sekitar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi sosial menurun (Fitria, dalam Sanjaya
dan Rusdi, 2012).
Sebagai fenomena sosial, humor memainkan peranan penting dalam komunikasi
interpersonal, sementara sense of humor dapat menjadi komponen penting dalam
kompetensi sosial (Martin, 2001). Individu yang memiliki sense of humor yang tinggi
diketahui dapat lebih baik menggunakan coping stress, menjalin hubungan dengan
Martin, 2001). Ketika lansia dapat mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka
perasaan sedih atau kecewa yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga lansia
akan memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwasanya
sense of humor memiliki hubungan dengan kebahagiaan pada lansia. Lansia sering
kali kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dan memiliki hubungan sosial.
Padahal keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan
emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan resiko
kematian. Sebagai fenomena sosial, sense of humor memainkan peranan penting
dalam kompetensi sosial. Dimana humor dapat mengurangi tingkat kecemasan dan
stres individu serta meningkatkan kesehatan mental. Untuk itu ketika lansia dapat
mengatasi perasaan stresnya dengan baik, maka lansia akan memiliki kebahagiaan
dalam hidupnya. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwasannya ada kaitan
antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sense of humor dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya,
yaitu untuk melihat hubungan antara sense of humor dengan kebahagiaan pada lansia
maka akan digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Tujuan
metode korelasional adalah untuk melihat asosiasi antara variabel yang satu dengan
yang lain (Erlina, 2011).
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:
1. Sense of Humor
2. Kebahagiaan
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Sense of Humor
Sense of Humor merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan
segala sesuatu yang dapat menimbulkan tawa dalam menyelesaikan masalah,
keterampilan seseorang untuk menciptakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan
tawa, dan kemampuan menghargai atau menanggapi segala sesuatu yang dapat
Pengukuran tingkatan sense of humor diukur berdasarkan aspek-aspek sense
of humor yang dikemukakan oleh Thorson & Powell (1997) yaitu:
1. Humor Production: kemampuan untuk menemukan humor pada setiap peristiwa.
2. Coping with Humor: kemampuan individu untuk menggunakan humor untuk
mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stres pada individu.
3. Humor Appreciation: kemampuan individu untuk menghargai setiap humor yang
ada dalam kehidupan sehari-hari.
4. Attitude Toward Humor: kecenderungan untuk tersenyum dan tertawa pada
setiap situasi yang lucu.
Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat sense of humor individu. Total
skor yang tinggi menunjukkan sense of humor yang tinggi pada individu dan
sebaliknya total skor yang rendah pada skala ini menunjukkan sense of humor yang
rendah pada individu.
2. Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah ketika individu merasa puas terhadap hidup secara
keseluruhan dan pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupannya dan individu juga
cenderung merasakan emosi positif dibanding emosi negatif. Kebahagiaan diukur
dengan berdasarkan komponen kebahagiaan yang dikemukakan oleh Diener (Eid &
Larsen, 2008; Biswas-Diener & Dean, 2007) yaitu
1. Komponen kognitif yaitu meliputi life satisfaction dan domain satisfaction,
memuaskan kehidupannya secara keseluruhan (life satisfaction) atau berdasarkan
aspek tertentu di dalam kehidupannya (domain satisfaction) seperti kesehatan,
keluarga, keuangan, pekerjaan, teman sebaya, waktu luang, dan diri sendiri.
2. Komponen afektif yaitu meliputi positive affect (PA) dan negative affect (NA),
dianggap komponen afektif dan mencerminkan sejumlah perasaan senang dan
tidak menyenangkan yang dialami individu di dalam kehidupan mereka.
Total skor pada skala ini menunjukkan tingkat kebahagiaan individu. Total skor
yang tinggi menunjukkan kebahagiaan yang tinggi pada individu dan sebaliknya total
skor yang rendah pada skala ini menunjukkan kebahagiaan yang rendah pada
individu.
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang
ingin diteliti (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2001). Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah lansia. Pada penelitian ini, karakteristik
populasi yang akan diteliti adalah lansia usia 60 tahun ke atas. Pemilihan rentang usia
ini disesuaikan dengan definisi lansia menurut Hurlock (1999) dimana lanjut usia
merupakan individu yang berusia 60 tahun ke atas.
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil
yang dapat mewakili populasi. Metode pengambilan sampel penelitian ini
menggunakan teknik nonprobabilitas yaitu purposive sampling. Purposive sampling
merupakan pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
Dalam purposive sampling, pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian
pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar
representatif (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto & Oetomo, 2001). Adapun kelompok
yang dipilih untuk menjadi subjek penelitian adalah perkumpulan arisan pensiunan,
klinik kesehatan, pengajian komplek, dan komunitas lansia di gereja. Mengingat
keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti hanya
meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang lebih
dikenal dengan nama sampel (Hadi, 2000). Secara tradisional, statistika menganggap
jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Namun secara
metodologik besar-kecilnya sampel yang representatif harus diacukan pada
heterogenitas populasi. Semakin heterogen populasi maka semakin banyak sampel
yang harus diambil (Azwar, 2012). Nunnally (1967) mengatakan bahwa banyaknya
subjek untuk sampel adalah lima sampai 10 kali lipat banyaknya aitem yang hendak
dianalisis (dalam Azwar, 2012). Oleh karena itu peneliti menggunakan sampel
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode skala. Metode skala mendasarkan diri pada laporan diri sendiri atau
setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi. Adapun penggunaan metode
skala pada penelitian ini didasarkan atas beberapa hal yaitu (Azwar, 1999):
1. Stimulusnya berupa pernyataan yang mengungkap indikator perilaku dari
aspek-aspek variabel yang hendak diukur, sehingga subjek memahami pertanyaan
namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh si peneliti
sehingga jawaban yang diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek dan
jawabannya lebih bersifat proyektif, yaitu berupa proyeksi dan perasaan.
2. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”.
Semua jawaban diterima sepanjang diberikan dengan jujur.
Hadi (2000) juga menambahkan beberapa anggapan yang dipegang oleh
peneliti dalam menggunakan skala psikologis yaitu:
1. Bahwa subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Bahwa apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya.
3. Bahwa interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan dua skala, yaitu skala
1. Skala Sense of Humor
Skala sense of humor dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek
sense of humor dari teori Thorson & Powell (1997) yaitu Humor Production, Coping
with Humor, Humor Appreciation,dan Attitude Toward Humor. Skala ini
dikembangkan dengan menggunakan model skala likert. Skala ini berisikan 28 aitem
dengan 20 aitem favorable dan 8 aitem unfavorable. Aitem terdiri dari pernyataan
dengan dua pilihan jawaban yaitu: Setuju dan Tidak Setuju. Semakin tinggi nilai total
yang didapat, maka semakin tinggi pula rasa humor yang dimiliki.
Sistem skoring: