• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Short Form-36 dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group dalam Menilai Kualitas Hidup pada Pasien Limfoma Non Hodgkin yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Korelasi Short Form-36 dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group dalam Menilai Kualitas Hidup pada Pasien Limfoma Non Hodgkin yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI

SHORT FORM

-36 DENGAN SKALA

EASTERN

COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP

DALAM MENILAI

KUALITAS HIDUPPADA PASIEN LIMFOMA NON

HODGKIN YANG MENDAPAT KEMOTERAPI REGIMEN

CYCLOPHOSHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE,

DAN

PREDNISONE

TESIS

Oleh

DIKA IYONA SINULINGGA

NIM : 087101016

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KORELASI

SHORT FORM

-36 DENGAN SKALA

EASTERN

COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP

DALAM MENILAI

KUALITAS HIDUP PADA PASIEN LIMFOMA NON

HODGKIN YANG MENDAPAT KEMOTERAPI REGIMEN

CYCLOPHOSPHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE,

DAN

PREDNISONE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik dan Spesialis Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara

Oleh

DIKA IYONA SINULINGGA

087101016

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Korelasi Short Form-36 Dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group Dalam Menilai Kualitas Hidup Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin Yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisone Nama Mahasiswa : Dika Iyona Sinulingga

Nomor Induk Mahasiswa : 087101016

Program Studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM

Anggota

Dr. Savita Handayani, SpPD

Sekretaris Departemen Sekretaris Program Studi

Dr. RefliHasan, SpPD, SpJP(K)

NIP. 19610403 198709 1 001 NIP. 19680504 199903 1 001 Dr. ZainalSafri, SpPD, SpJP

(4)

Telahdiuji

PadaTanggal :4 September 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH Anggota : dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Dika Iyona Sinulingga

NIM : 087101016

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :DikaIyonaSinulingga

NIM :087101016

Program Studi :Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya :Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :“KorelasiShort Form-36 Dengan Skala Eastern Cooperative Oncology Group Dalam Menilai Kualitas Hidup Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin Yang Mendapat Kemoterapi Regimen Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, dan Prednisonebeserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 15 Agustus 2014 Yang menyatakan,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH dan dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K)

selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP dan dr. Ilhamd, SpPD selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM dan dr. Savita Handayani, SpPD selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selamamelaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulisini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

4. dr. Zulhelmi Bustami, KGH (Alm), Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD selaku mantan Kepala Program Studi dan mantan Sekretaris Program StudiIlmu Penyakit Dalam FK-USU, saat penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Terima kasih atas kesempatan, dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.

(8)

6. Para Guru Besar :Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM,Prof. dr. Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof. dr. PengarapenTarigan, SpPD-KGEH, Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K), Prof. dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI, SpMK, Prof. dr. OK. Moehadsyah, SpPD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. dr. Abdul Majid, Sp.PD-KKV, AIF, Prof. dr. Azmi S. Kar, SpPD-KHOM, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K), Prof. dr. Harun Al Rasyid Damanik, SpPD, SpGK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru penulis : Prof. dr. Lukman Hakim ZainSpPD-KGEH,dr. Rustam Effendi Y.SSpPD-KGEH, dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH (Alm), dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, dr. R. Tunggul Ch. Sukendar, SpPD-KGH (Alm), dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K), dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, Dr. dr. Dharma Lindarto, KEMD, dr.Mardianto, SpPD-KEMD, dr. Santi Syafril, SpPD-SpPD-KEMD, dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH, dr. Betthin Marpaung, KGEH (Alm), dr. Mabel Sihombing, SpPD-KGEH, Dr. dr. Juwita Sembiring, SpPD-SpPD-KGEH, dr. Leonardo Basa Dairi, Sp.PD-KGEH, dr. Dairion Gatot, KHOM, dr. Yosia Ginting, KPTI, Dr. dr. Umar Zein, KPTI, DTM&H, dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI,dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, dr. E.N. Keliat, SpPD-KP, dr. Zuhrial Zubir, SpPD-KAI, dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, Dr. dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, dr. Tambar Kembaren, SpPD, dr. Sugiarto Gani, SpPD, dr. Savita Handayani, SpPD serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Seluruh staf pengajar di Divisi Hemato-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, Dr. Savita Handayani, SpPD, Dr. Soegiarto Gani, SpPD, dan Dr. Heny S. Lubis, SpPD yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.

(9)

memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

10. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

11. Dr. TaufikAshar, MKM, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

12. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat : dr. Siti Taqwa Lubis, MKed(PD), SpPD, dr. Lisa Yuliyanti, dr. Aini Pertiwi, dr. Yuswita Santi Siregar, MKed(PD), SpPD, dr. Rachmat S. W. Siregar, dr. Hendrik Sarumpaet, dr. Tawarta Keliat, dr. Arief Banu Pradipta, dr. Arif Budiman, dr. Andre Marpaung, MKed(PD), SpPD serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, khususnya dr. Ester M. Silalahi, Mked(PD),yang telah memberikan banyak dukungan dengan persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

13. Partner penelitian dr. MawaddahFitria, SpPDdandokterruangan di RS H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan yang membantumengumpulkan sampel penelitian.

14. Seluruh perawat/paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama ini. 15. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis

ini dapat terwujud.

16. Syarifuddin Abdullah, Lely HusnaNasution, Deni, Yanti, Wanti, Tika, Tanti, ErjanGintingdan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

(10)

mertua sayaAbdul Muluk Dalimunthe, SH dan Tiasri Hasibuan yang telah mendukung, membimbing, menyemangati, dan menasehati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.

Teristimewa, penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada suami tercinta, Mahyarudin Dalimunthe, ST, M.Eng dan anak-anakku

tercinta Qalesya Aiko Dalimunthe dan Rakhshan Hideaki Dalimunthe atas cinta kasih yang tulus, pengertian, perhatian, kesabaran, dukungan moril dan materil serta telah mendukung, mendoakan, sertamemberikansemangatbagipenulis.Semogaapa yang kitacapaiinidapatmemberikankebahagiaandankesejahteraanbagikitadandiberkati Allah SWT. Kepada saudarakandung penulis,Dini Bahraini Sinulingga, SH, LLM, Debi

DwiyonaSinulingga, ST, dandr. R.

DisfahanYonandaSinulinggasertasegenapkeluargabesarpenulisyang telah banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan, terimakasihku yang takterhinggauntuksegalanya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang MahaEsa senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, Agustus 2014

Penulis,

(11)

Abstrak

KORELASISHORT FORM-36 DENGAN SKALA EASTERN COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP DALAM MENILAI KUALITAS HIDUP PADA PASIEN LIMFOMA NON HODGKIN YANG MENDAPAT KEMOTERAPI REGIMEN CYCLOPHOSPHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE, DAN PREDNISONE

DikaIyonaSinulingga, Savita Handayani1, Dairion Gatot1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Hemato Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Penilaian kualitas hidup telah menjadi peralatan yang vital,tidakhanyadalampemantauanhasilterapipadapasiendenganberbagaimodalitasterapi, tetapijugakarenatelahterbuktisecarasignifikanmempengaruhimorbiditasdanmortalitas.Baik instrumen yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus telah digunakan dalam penilaian kualitas hidup pada pasien limfoma non hodgkin (LNH). Padapenelitianini, kami menganalisisduainstrumen yang bersifatumum - Skala Status Performa ECOG (The Eastern Cooperative Oncology Group) danSurveiKesehatan SF-36 (Short Form-36) padapasienlimfoma non hodgkin yang mendapatkemoterapi regimen CHOP (Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, Prednisone).

Tujuan --- Untukmengetahuiapakahsurvey kesehatan SF-36 berkorelasidenganskala status performa ECOG padapasienlimfoma non hodgkin yang mendapatkemoterapi regimen CHOP.

Bahan dan Cara --- Penelitian cross sectional dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga Desember 2013. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling pada penderita LNH yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Dilakukan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan SF 36 dan skala ECOG setelah kemoterapi siklus keenam.

(12)

0,0001). Dengan nilai cut-off ≥ 54,66SF-36 menunjukkan performa diagnostik yang baik untuk memprediksi skala ECOG yang baik dengan sensitifitas 94,7%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 66,67%, LR (+) ~, LR (-) 0,05, akurasi diagnostik 95,23%, dan AUC 98,7% (95% CI: 0% - 100%; p = 0,027).

Kesimpulan ---SF 36 berkorelasi dengan skala ECOG dan memiliki diagnostik yang sangat baik dalam memprediksi skala ECOG, sehingga SF 36 dapat menjadi pilihan alternatif dalam menilai kualitas hidup pada pasien limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP.

(13)

Abstract

CORRELATION BETWEEN SHORT FORM-36 AND EASTERN COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP SCALE IN ASSESSING NON HODGKIN LYMPHOMA PATIENTS’ QUALITY OF LIFE RECEIVING CYCLOPHOSPHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE, AND PREDNISONE

CHEMOTHERAPY

DikaIyonaSinulingga, Savita Handayani1, Dairion Gatot1 1

Division of Hematology and Medical Oncology, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara, Medan

Background --- Health-related quality of life’s (HRQOL) assessment has become a vital tool not only in the monitoring of treatment outcomes in patients on various modalities of therapy but also because it has been established to significantly influence morbidity and mortality. Both generic and disease-specific instruments have been used in the assessment of HRQOL in non hodgkin lymphoma (NHL) patients. In this study, we analyze two generic instruments - The Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) Performance Status Scaleand Health SurveyShort Form-36 (SF-36)in NHL patients receiving Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, and Prednisone (CHOP) chemotherapy.

Objectives--- To find out the the correlation between SF-36 and ECOG scale in NHL patients receiving CHOP chemotherapy.

Materials and Methods ---Cross sectional research was conducted from October 2012 up to December 2013. Samples were selected consecutively to NHL patients that met the inclusion criteria. SF-36 and ECOG scale was assessed after CHOP chemotherapy cycle 6.

(14)

54,66,with sensitivity 94,7%, specificity 100%, PPV 100%, NPV 66,67%, LR (+) ~, LR (-) 0,05, accuracy 95,23%, and AUC 98,7% (95% CI: 0% - 100%; p = 0,027).

Conclusion --- SF 36 correlates with ECOG scaleand has a very good diagnostic in predicting ECOG scale, therefore SF 36 can be used as an alternative choice in assessing quality of life in patients receiving CHOP chemotherapy .

(15)

DAFTAR ISI

2.2.1. SurveiKesehatan SF 36 ... 14

2.2.2. Skala ECOG……….. .. 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1. DesainPenelitian ... 21

3.2Waktu dan tempatpenelitian... 21

3.3 Populasi dan Sampel ... 21

3.4 Besar Sampel ... 21

3.5 KriteriaInklusi ... 22

(16)

3.7 DefinisiOperasional ... 22

3.8 KerangkaOperasional ... 23

3.9 BahandanProsedurPenelitian……… .... 23

3.10 Analisis Data ………... . 24

3.11 EthicalClearance dan InformedConsent ... 24

BAB IV HASIL ... 25

4.1 KarakteristikSubjekPenelitian ... 25

4.2 Hasil Penelitian ... 26

BAB V PEMBAHASAN……… 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1.1 KlasifikasiLimfomaMenurutKlasifikasi REAL dan WHO ... 6

Tabel 2.1.2 Stadium LimfomaMenurut Ann Arbor ... 9

Tabel 2.1.3 KriteriaResponLimfoma ... 12

Tabel 2.2.1.1 Pertanyaan yang Mewakili 8 DimensiKuesioner SF-36 ... 16

Tabel 2.2.1.2 SkorKuesioner SF-36 ... 17

Tabel 2.2.2.1 Skala ECOG………. 19

Tabel 4.1.1 KarakteristikDasarSubjekPenelitian ... 25

Tabel 4.2.1 DistribusiRerata, Simpangan Baku, danHasilUjiNormalitas Data ... 26

Tabel 4.2.2 Korelasi Spearman SF 36 danSkala ECOG ... 27

Tabel 4.2.3 KorelasiUsiadengan SF 36 ... 28

Tabel 4.2.4 HubunganKarakteristikdengan SF 36 ... 28

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

DAFTAR SINGKATAN

LNH : Limfoma Non Hodgkin

CHOP : Cyclophosphamide, Vincristine, Doxorubicin, Prednisone SF 36 : Short Form 36

ECOG : The Eastern Cooperative Oncology Group HRQOL: Health Related Quality of Life

QOL : Quality of Life

WHO : World Health Organization

REAL : Revised European American Lymphoma Classification CD 20 : Cluster Differentiation 20

IPI : International Prognostic Index

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. SuratPersetujuanKomiteEtikPenelitian ... 40

LAMPIRAN 2. SuratPenjelasanKepadaSubjek ... 41

LAMPIRAN 3. SuratPersetujuanSetelahPenjelasan ... 43

LAMPIRAN 4. KertasKerjaProfilPesertaPenelitian ... 44

LAMPIRAN 5. Cara PemberianKemoterapi Regimen CHOP ………. .. 50

LAMPIRAN 6. SF-36 SurveiKesehatan ………... .. 51

LAMPIRAN 7. DaftarRiwayatHidup ... 57

LAMPIRAN 8. HasilStatistik ... 60

(21)

Abstrak

KORELASISHORT FORM-36 DENGAN SKALA EASTERN COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP DALAM MENILAI KUALITAS HIDUP PADA PASIEN LIMFOMA NON HODGKIN YANG MENDAPAT KEMOTERAPI REGIMEN CYCLOPHOSPHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE, DAN PREDNISONE

DikaIyonaSinulingga, Savita Handayani1, Dairion Gatot1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Hemato Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Penilaian kualitas hidup telah menjadi peralatan yang vital,tidakhanyadalampemantauanhasilterapipadapasiendenganberbagaimodalitasterapi, tetapijugakarenatelahterbuktisecarasignifikanmempengaruhimorbiditasdanmortalitas.Baik instrumen yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus telah digunakan dalam penilaian kualitas hidup pada pasien limfoma non hodgkin (LNH). Padapenelitianini, kami menganalisisduainstrumen yang bersifatumum - Skala Status Performa ECOG (The Eastern Cooperative Oncology Group) danSurveiKesehatan SF-36 (Short Form-36) padapasienlimfoma non hodgkin yang mendapatkemoterapi regimen CHOP (Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, Prednisone).

Tujuan --- Untukmengetahuiapakahsurvey kesehatan SF-36 berkorelasidenganskala status performa ECOG padapasienlimfoma non hodgkin yang mendapatkemoterapi regimen CHOP.

Bahan dan Cara --- Penelitian cross sectional dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga Desember 2013. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling pada penderita LNH yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Dilakukan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan SF 36 dan skala ECOG setelah kemoterapi siklus keenam.

(22)

0,0001). Dengan nilai cut-off ≥ 54,66SF-36 menunjukkan performa diagnostik yang baik untuk memprediksi skala ECOG yang baik dengan sensitifitas 94,7%, spesifisitas 100%, PPV 100%, NPV 66,67%, LR (+) ~, LR (-) 0,05, akurasi diagnostik 95,23%, dan AUC 98,7% (95% CI: 0% - 100%; p = 0,027).

Kesimpulan ---SF 36 berkorelasi dengan skala ECOG dan memiliki diagnostik yang sangat baik dalam memprediksi skala ECOG, sehingga SF 36 dapat menjadi pilihan alternatif dalam menilai kualitas hidup pada pasien limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP.

(23)

Abstract

CORRELATION BETWEEN SHORT FORM-36 AND EASTERN COOPERATIVE ONCOLOGY GROUP SCALE IN ASSESSING NON HODGKIN LYMPHOMA PATIENTS’ QUALITY OF LIFE RECEIVING CYCLOPHOSPHAMIDE, DOXORUBICIN, VINCRISTINE, AND PREDNISONE

CHEMOTHERAPY

DikaIyonaSinulingga, Savita Handayani1, Dairion Gatot1 1

Division of Hematology and Medical Oncology, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara, Medan

Background --- Health-related quality of life’s (HRQOL) assessment has become a vital tool not only in the monitoring of treatment outcomes in patients on various modalities of therapy but also because it has been established to significantly influence morbidity and mortality. Both generic and disease-specific instruments have been used in the assessment of HRQOL in non hodgkin lymphoma (NHL) patients. In this study, we analyze two generic instruments - The Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) Performance Status Scaleand Health SurveyShort Form-36 (SF-36)in NHL patients receiving Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, and Prednisone (CHOP) chemotherapy.

Objectives--- To find out the the correlation between SF-36 and ECOG scale in NHL patients receiving CHOP chemotherapy.

Materials and Methods ---Cross sectional research was conducted from October 2012 up to December 2013. Samples were selected consecutively to NHL patients that met the inclusion criteria. SF-36 and ECOG scale was assessed after CHOP chemotherapy cycle 6.

(24)

54,66,with sensitivity 94,7%, specificity 100%, PPV 100%, NPV 66,67%, LR (+) ~, LR (-) 0,05, accuracy 95,23%, and AUC 98,7% (95% CI: 0% - 100%; p = 0,027).

Conclusion --- SF 36 correlates with ECOG scaleand has a very good diagnostic in predicting ECOG scale, therefore SF 36 can be used as an alternative choice in assessing quality of life in patients receiving CHOP chemotherapy .

(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas hidup terkait kesehatan sering didefinisikan sebagai “nilai yang diberikan

untuk durasi kehidupan sebagaimana telah diubah oleh gangguan, status fungsional,

persepsi, dan kesempatan sosial yang dipengaruhi oleh penyakit, trauma, terapi, atau

kebijakan”. Penilaian kualitas hidup telah menjadi peralatan yang vital, tidak hanya dalam

pemantauan hasil terapi pada pasien dengan berbagai modalitas terapi, tetapi juga karena

telah terbukti secara signifikan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.1

Penilaian kualitas hidup terkait kesehatan adalah penting, sebagaimana ia

menentukan seberapa dekat modalitas terapi mencapai prinsip fundamental dalam

memperpanjang hidup, menghilangkan tekanan, mengembalikan fungsi dan mencegah

disabilitas, yang secara konsekuen akan menyebabkan hidup yang lebih produktif dan

efektif. Hal ini terkait, sebagaimana definisi WHO mengenai kesehatan membawa pusat

perhatian terhadap perlunya pendekatan holistik untuk terapi.1

Baik instrumen yang bersifat umum atau yang spesifik untuk penyakit tertentu

telah digunakan dalam penilaian kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien limfoma non

hodgkin dengan berbagai modalitas terapi. Setiap instrumen tersebut memiliki kelebihan

dan kekurangan tertentu, tetapi secara umum memiliki korelasi yang baik.1,2

Limfoma non hodgkin merupakan neoplasma hematopoietik yang paling sering

ditemukan, menempati urutan ketujuh dari seluruh kanker. Limfoma non hodgkin

ditemukan 5 kali lebih banyak dari limfoma Hodgkin. Saat ini jumlah penderita limfoma

non Hodgkin semakin bertambah, hal ini mungkin berkaitan dengan deteksi dini ataupun

infeksi HIV.

Pada

penelitian ini, kami menganalisis dua instrumen yang bersifat umum - Skala Status

Performa ECOG (The Eastern Cooperative Oncology Group) dan Survei Kesehatan SF-36

(Short Form-36) pada pasien limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen

CHOP (Cyclophosphamide, Doxorubicin, Vincristine, Prednisone).

3,4

(26)

Hodgkin yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan RSUP. H. Adam Malik selama periode 1

Januari – 31 Desember 2009 berjumlah 60 orang.

Pemilihan terapi untuk limfoma non Hodgkin bergantung kepada stadium tumor,

fenotipe (sel B, T, atau NK), histologi (low, intermediate, atau high grade), gejala, status

performa pasien, umur, dan faktor komorbid. Kemoterapi dengan regimen CHOP

diindikasikan pada pasien limfoma non hodgkin dengan intermediate hingga high grade.

Kemoterapi diberikan sebanyak 6-8 siklus terapi. Pemberian regimen CHOP juga bisa

dikombinasikan dengan antibodi monoklonal seperti Rituximab. Penelitian yang

membandingkan efektivitas regimen-regimen kemoterapi pada limfoma maligna

menyimpulkan sampai saat ini regimen CHOP yang lebih murah dan lebih sederhana

dibandingkan dengan regimen-regimen lain yang merupakan terapi terpilih, seperti

m-BACOD, ProMACE, dan MACOP-B.4,5

Skala Status Performa ECOG merupakan skala peringkat yang digunakan dokter

yang menjamin penilaian objektif status klinis pasien. Skala status performa ECOG secara

original didesain untuk menilai progresivitas penyakit pasien, menilai bagaimana penyakit

mempengaruhi kemampuan aktivitas sehari-hari pasien, dan menentukan terapi yang paling

cocok serta prognosisnya. Saat ini ECOG kemungkinan merupakan instrumen kualitas

hidup terkait kesehatan yang paling sering digunakan, bersamaan dengan Karnofsky.

ECOG terdiri dari 6 skala, mulai dari 0 hingga 5. Skala 0 berarti aktif secara penuh, bisa

melakukan aktivitas sebagaimana sebelum terkena penyakit tanpa hambatan. Skala 1

berarti terbatas dalam melakukan aktivitas berat tetapi masih bisa rawat jalan dan bisa

melakukan pekerjaan yang ringan seperti pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan kantor

yang ringan. Skala 2 berarti bisa rawat jalan dan mampu untuk merawat diri sendiri tetapi

tidak mampu melakukan pekerjaan dan < 50% waktu harus berbaring. Skala 3 berarti

hanya mampu merawat diri sendiri dan > 50% waktu harus berbaring. Skala 4 berarti harus

berbaring terus menerus, dan 5 berarti meninggal. Beberapa kelemahannya adalah fakta

bahwa skornya tidak tergantung pada penilaian pasien dan fakta bahwa status mental tidak

dinilai.

Kualitas hidup bersifat multidimensional sehingga dalam sebuah studi yang

(27)

sensitif dalam menilai kualitas hidup. Hal ini dimungkinkan oleh karena skala ECOG

sangat tergantung oleh penilaian dokter, dan hanya melihat kemampuan fisik saja.Karena

itu, alat ukur kualitas hidup seharusnya bersifat multidimensional yang menyinggung aspek

fisik, sosial dan emosional, simpel, mudah dimengerti dan dijawab oleh semua pasien dan

harus divalidasi.10,11

Short Form-36 (SF-36) merupakan salah satu kuesioner untuk mengukur fungsi

kesehatan fisik dan mental. SF-36 terdiri dari 36 butir pertanyaan yang menggambarkan 8

sub skala, yaitu fungsi fisik, hambatan kerja yang dialami oleh karena masalah fisik, nyeri

pada tubuh, persepsi kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, hambatan kerja oleh

karena masalah emosional, dan kesehatan mental. Dua skor kesimpulan yang digambarkan

oleh SF-36 adalah komponen fisik dan komponen mental. SF-36 biasa digunakan untuk

mengukur kualitas hidup di antara pasien-pasien dengan penyakit kronik, membandingkan

antara pasien-pasien penyakit kronik dengan tingkat keparahan tertentu, serta mengukur

kualitas hidup setelah terapi tertentu.12,13,14

Beberapa penelitian terdahulu, yang dilakukan oleh Sutrisno, dkk di Bali,

mendapatkan korelasi yang kuat antara kualitas hidup yang dinilai dengan menggunakan

EORTC QLQ C-30 dan skala ECOG. Yost, dkk mendapatkan korelasi yang sedang antara

kualitas hidup yang dinilai dengan FACT-G dan skala ECOG.10

1.2. Perumusan Masalah

Pada penelitian ini, kami

menganalisis korelasi SF-36 dengan skala ECOG, sehingga diharapkan jika ditemukan

korelasi yang kuat, SF-36 dapat digunakan bersama dengan ECOG dalam menilai kualitas

hidup pada pasien limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP secara

lebih komprehensif.

Apakah survey kesehatan SF-36 berkorelasi dengan skala ECOG pada pasien

limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP?

1.3. Hipotesis

Survey kesehatan SF-36 berkorelasi dengan skala ECOG pada pasien limfoma

(28)

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah survey kesehatan SF-36 berkorelasi dengan skala

ECOG pada pasien limfoma non hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Dengan diketahuinya hubungan antara survey kesehatan SF-36 dengan skala ECOG,

diharapkan SF-36 dapat digunakan sebagai instrumen yang komprehensif dan tepat

bersama dengan skala ECOG dalam menilai kualitas hidup pada pasien limfoma non

hodgkin yang mendapat kemoterapi regimen CHOP.

2. Sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya

1.6. Kerangka Konsep

Penilaian dokter

Kualitas Hidup Pasien limfoma non Hodgkin

post kemoterapi CHOP 6 siklus

Skala Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG Scale)

Survey Kesehatan

Short Form 36 (SF 36)

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Limfoma Non Hodgkin

Limfoma non Hodgkin merupakan sekelompok keganasan yang berasal dari sistem

kelenjar getah bening, yang biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Diagnosis limfoma non

Hodgkin ditegakkan berdasarkan konfirmasi patologis melalui pemeriksaan biopsi jaringan.

Patogenesis terjadinya limfoma non Hodgkin adalah translokasi kromosom dan perubahan

molekuler, seperti t(14;18)(q32;q21), t(11;14)(q13;q32), dan lainnya. Beberapa virus juga

dipercaya mempengaruhi patogenesis terjadinya limfoma non Hodgkin, oleh karena

kemampuan mereka untuk menginduksi stimulasi antigen dan disregulasi sitokin, yang

akhirnya menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan limfomagenesis sel B dan sel T yang tak

terkontrol. Virus-virus ini antara lain yaitu virus Epstein Barr, hepatitis C, human T cell

leukemia virus type 1 (HTLV-1).3

Morfologi limfoma non Hodgkin kompleks dan bervariasi. Sejak tahun 1960-an,

bermunculan berbagai metode klasifikasi. Dengan perkembangan biologi, imunologi, dan

genetika molekuler, formula klasifikasi yang baru akan lebih sesuai dengan klinis. Pada

waktu mendiagnosis penyakit ini, harus jelas diklasifikasikan termasuk jenis yang mana,

barulah dapat membantuk dokter untuk memilih strategi pengobatan yang tepat.3,4

Formulasi kerja merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma non Hodgkin yang

dikemukakan pada tahun 1982. Klasifikasi ini terutama didasarkan kepada kriteria morfologi

(pola pertumbuhan kelenjar limfe dan karakteristik sitologi sel tumor) serta sifat progresivitas

biologik (tingkat keganasan rendah, sedang, dan tinggi). Kekurangan dari klasifikasi ini

adalah belum dapat membedakan asal tumor dari sel B atau sel T. Selain itu karena belum

memanfaatkan teknik imunologi dan genetika molekuler, belum dapat mengidentifikasi jenis

tertentu yang penting. Namun demikian, karena penggunaannya secara klinis sudah relatif

lama dan klasifikasinya sederhana, maka masih memiliki nilai referensi tertentu.3,4

World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 mengklasifikasikan limfoma

(30)

limfoma yang berasal dari sel T dan NK. Kedua golongan besar ini memiliki banyak entitas

penyakit, setiap entitas penyakit memiliki epidemiologi, etiologi, dan ciri klinis yang khas,

mereka seringkali bereaksi berbeda terhadap terapi.15,16

Klasifikasi limfoma dapat dilihat pada tabel di bawah ini:3

Tabel 2.1.1. Klasifikasi limfoma menurut klasifikasi REAL dan WHO

Revised European American (REAL) and WHO Consensus Classification Working Formulation B-Cell Neoplasms T-Cell Neoplasms

Low Grade

Follicular, grades I and II

Mantle cell

Marginal zone (MALT)

T-cell CLL/ SLL

Large granular lymphocytic

Adult T-cell lymphoma/ leukemia

Intermediate Grade

Adult T-cell lymphoma/ leukemia

Angioimmunoblastic

Angiocentric

Peripheral T-cell lymphoma

Adult T-cell lymphoma/ leukemia

(31)

Diffuse, large-cell

Marginal zone (MALT)

Mantle cell

Diffuse large B-cell lymphoma

Angiocentric

Intestinal T-cell lymphoma

Peripheral T-cell lymphoma

Adult T-cell lymphoma/ leukemia

Angioimmunoblastic

Diffuse large B-cell lymphoma

Precursor B-cell lymphoblastic

Burkitt Lymphoma

Peripheral T-cell lymphoma

Adult T-cell lymphoma/ leukemia

Angioimmunoblastic

Manifestasi klinis limfoma non Hodgkin bervariasi, karena jaringan limfatik tersebar

luas dalam tubuh. Jaringan limfatik di bagian manapun dapat menjadi lesi primer atau dalam

perjalanan penyakit mengalami invasi. Kelainan di bagian tubuh berbeda dapat menunjukkan

manifestasi berbeda. Selain itu limfoma non Hodgkin stadium lanjut dapat menginvasi

jaringan di luar limfatik, maka gejalanya pun lebih rumit lagi. Berikut adalah gejala dan

tanda yang dapat dijumpai pada pasien limfoma non Hodgkin:

1. Limfadenopati

15,16,17

Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial

menempati lebih dari 60% pasien, di antaranya yang mengenai kelenjar limfe bagian

leher (60-80%), aksila (6-20%), inguinal (6-12%). Pembesaran kelenjar limfe sering

asimetri, konsistensi padat dan kenyal, serta tidak nyeri.

(32)

Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan fungsi hati. Sebagian

pasien dapat menderita ikterus obstruktif akibat limfadenopati portal atau akumulasi

cairan empedu intrahepatik.

3. Kelainan skeletal

Pada limfoma non Hodgkin sering ditemukan invasi ke sumsum tulang

4. Destruksi kulit

Kelainan kulit ada yang spesifik dan non spesifik. Kelainan spesifik adalah invasi

kulit limfoma malignum, tampil bervariasi, massa, nodul, plak, ulkus, papul, dan makula.

Ada kalanya berupa eritroderma maligna. Yang non spesifik hanya transformasi dari

dermatitis biasa, berupa pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita, dan lain-lain.

5. Kelainan sistem neural

Yang sering ditemukan adalah paralisis neural, sefalgia, serangan epileptik,

peninggian tekanan intrakranial, kompresi spinal, dan paraplegia.

6. Gejala sistemik

a. Demam

Demam dapat berupa demam ireguler, atau demam rekuren periodik spesifik

(Pel-Ebstein), penyebab demam mungkin terkait dengan masuknya sel tumor ke dalam

sirkulasi.

b. Keringat malam

c. Penurunan berat badan

Dalam 6 bulan berat badan turun lebih dari 10% tanpa penyebab yang spesifik

Untuk memastikan diagnosis, prosedur pemeriksaan lengkap harus dilakukan,

mencakup: anamnese yang teliti, khususnya perhatikan ada atau tidaknya simptom B,

pemeriksaan fisik lengkap, khususnya perhatikan area limfatik dan cincin Waldeyer faring,

ukuran hati dan limpa serta ada tidaknya nyeri tekan tulang.3,18

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah pemeriksaan hematologi lengkap,

urinalisa rutin, feses rutin, laju endap darah, elektrolit darah, fungsi hati dan ginjal, biokimia

rutin mencakup gula darah, LDH serum, fosfatase alkali, asam urat, dan lainnya merupakan

(33)

Pemeriksaan radiologik yang diperlukan mencakup pemeriksaan foto toraks. Foto

toraks terutama bertujuan melihat kelenjar limfe di daerah hilus paru, mediastinum,

subkarina dan mamaria internal, sekaligus melihat ada atau tidaknya invasi ke paru. Bila

terdapat nyeri tulang, dilakukan foto di bagian tulang yang nyeri.3,18

Pemeriksaan CT yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT scan toraks yang lebih peka

dari pemeriksaan foto toraks biasa, yang dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pra terapi

limfoma. Pemeriksaan USG, CT atau MRI abdomen termasuk salah satu yang diperlukan

sebelum terapi, untuk menemukan lesi rongga abdomen. Sementara pemeriksaan MRI untuk

sistem saraf pusat dan foto tulang tidak dianjurkan sebagi pemeriksaan rutin.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila timbul gejala.3,18

Kriteria klasifikasi stadium klinis masih menggunakan patokan yang ditentukan oleh

Ann Arbor, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Stadium

3,4

Tabel 2.1.2. Stadium Limfoma menurut Ann Arbor

Lingkup terkena

I Mengenai satu region kelenjar limfe (I), atau satu lokasi ekstranodal (IE)

II Mengenai dua regio lebih kelenjar limfe, tetapi semuanya masih di satu sisi

diafragma (II), atau selain itu juga terdapat invasi organ ekstranodal

terlokalisasi di sisi yang sama (IIE)

III Terdapat invasi regio kelenjar limfe di atas dan bawah diafragma (III),

dapat disertai invasi organ ekstranodal terlokalisasi (IIIE) atau disertai

invasi limpa (IIIS) atau kedua-duanya terkena (IIIES)

IV Invasi jaringan atau organ ekstranodal difus atau diseminata, tidak perduli

ada atau tidak ada invasi kelenjar limfe

Penulisan stadium juga dilengkapi dengan:3,4

(34)

B: terdapat simptom B (demam ≥ 38˚C), keringat malam, atau dalam 6 bulan berat badan

turun lebih dari 10% tanpa etiologi lain yang dapat menjelaskan)

E: satu organ ekstranodal di area dekat kelenjar limfe

X: terdapat massa besar (bulky disease)

Metode terapi terpenting pada limfoma non Hodgkin adalah kemoterapi, terutama

terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga memiliki peranan tertentu

dalam terapi limfoma non Hodgkin. Terapi terhadap limfoma non Hodgkin berkaitan erat

dengan subtipe patologiknya. Dewasa ini klasifikasi patologik umumnya memakai sistem

klasifikasi baru menurut WHO tahun 2001, tetapi klasifikasi kerja masih berguna sebagai

rujukan. Setiap pasien paska terapi 2-3 siklus dan setelah selesai terapi harus diperiksa

menyeluruh, untuk menilai hasil terapi serta menentukan strategi terapi selanjutnya.

1. Limfoma agresif (intermediate/ high grade)

19

Rekomendasi terapi:

Stadium Terapi

IA, IIA non bulky (< 10 cm), termasuk E

I-II (bulky), III, IV

3-4 siklus CHOP diikuti IFRT (3000cG

dalam 10 fraksi) atau 6-8 siklus CHOP ±

radioterapi

6-8 siklus CHOP, pada daerah bulky dapat

diberikan radioterapi

2. Limfoma indolen

1. Stadium I dan II: radioterapi 3500 – 4000 cGy

2. Stadium III dan IV:

- tanpa terapi

- indikasi terapi: adanya gejala sistemik, pertumbuhan tumor yang cepat, adanya

(35)

- kemoterapi tunggal:

• Chlorambucil 4-6 mg/m2/hari PO

• Fludarabine 25 mg/m2/hari IV selama 5 hari setiap 4 minggu

• Cladribine 0,14 mg/kgBB IV drip 2 jam/ hari selama 5 hari, setiap 4

minggu atau 0,1 mg/kgBB/hari infus kontinu selama 7 hari, setiap 4

minggu

- kemoterapi kombinasi:

kemoterapi kombinasi dapat digunakan bila diperlukan respon terapi yang

cepat

- antibodi monklonal

Rituximab merupakan anti CD 20 dengan efek sitotoksik melalui aktivasi

komplemen, antibody-dependent cytotoxic cells dan efek langsung terhadap

signal intraseluler

Indikasi: penderita low grade atau follicular CD 20 positif limfoma non

Hodgkin yang relaps atau refrakter.

Dosis: 375 mg/m2 IV hari 1, 8, 15, dan 22

- Interferon α

Indikasi: follicular lymphoma (respon 40-60%)

Dosis: 2 – 3 juta unit 3 kali seminggu

- Radioterapi

Indikasi: paliatif: bulky disease dan untuk mengatasi nyeri atau obstruksi

“limited” stadium III (asimtomatik, < 5 lokasi yang terlibat, tanpa bulky

disease)

3. Limfoma relaps

Penderita dengan status performance yang baik direkomendasikan untuk stem cell

transplantation atau transplantasi alogenik. Pada sebagian besar penderita dapat

dipertimbangkan regimen terapi relaps konvensional. Pada penderita dengan status

performance kurang baik dapat diberikan monoterapi paliatif (mitoxantrone, etoposide,

(36)

Setelah selesai menjalani kemoterapi, maka pasien limfoman non Hodgkin kembali

dievaluasi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemantauan keberhasilan kemoterapi

pada limfoma non Hodgkin.

Kategori Respon

20

Tabel 2.1.3. Kriteria respon limfoma Pemeriksaan

Jasmani

Kelenjar

Getah Bening Massa KGB Bone Marrow

CR Normal Normal Normal Normal

Cru

Normal Normal Normal Normal

Normal

Normal

Mengecil

< 75%

dipastikan Normal atau tidak

PR

Normal Normal Normal Positif

Normal

membesar Muncul kembali

2.2.Kualitas Hidup

Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah persepsi

seseorang terhadap kedudukannya dalam konteks kehidupan berdasarkan nilai budaya dan

sistem dimana mereka hidup dan hubungannya dalam mencapai target sasaran.21 Ukuran

kualitas hidup saat ini banyak digunakan untuk melengkapi penilaian obyektif secara klinis

atau ukuran penyakit secara biologis untuk menilai kualitas pelayanan, pemeliharaan

kesehatan, keefektifan suatu tindakan intervensi, dan analisis penggunaan biaya.22,23

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, seperti faktor

(37)

terkait satu sama lain dalam menentukan kualitas hidup seseorang, namun yang akan

dibahasi di bidang kesehatan hanya kualitas hidup terkait kesehatan (health related quality of

life/ HRQOL). Banyak definisi tentang kualitas hidup terkait kesehatan, salah satunya adalah

yang didefinisikan oleh Cella dan Tulsky sebagai penilaian seseorang terhadap derajat fungsi

dan kepuasannya sekarang dibandingkan dengan apa yang diharapkan.24

Kualitas hidup penting untuk diketahui, karena pengukuran fisiologis, yang

memberikan informasi kepada dokter, pada kenyataannya tidak selalu memberikan informasi

kepada pasien. Misalnya, hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak selalu mewakili

kapasitas organ pasien. Pasien lebih mengutamakan kapasitas fungsional dan

kesejahteraannya. Alasan lain mengapa kualitas hidup penting untuk diketahui adalah adanya

perbedaan kemampuan adaptasi seseorang terhadap penyakit. Misalnya, pada kasus

seseorang dengan sakit sendi yang sama, dapat memberikan status fungsional dan status

emosional yang berbeda. Sehingga pada kasus seperti ini, seorang pasien masih bisa bekerja

sedangkan pasien yang lain sudah berhenti bekerja.24,25

Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan berbagai instrumen dan umumnya

dilakukan pada berbagai macam penyakit seperti diabetes, gangguan ginjal, hipertensi, asma,

AIDS, dan kanker. Penilaian kualitas hidup pada penderita kanker seperti limfoma non

Hodgkin merupakan hal yang penting dalam memberikan informasi untuk mengambil

keputusan dalam hal pengobatan, mengamati timbulnya efek samping yang tidak diinginkan,

dan untuk mengetahui kapan sebaiknya dilakukan tindakan intervensi untuk memperbaiki

kualitas hidupnya.21,26,27

Terdapat beberapa instrumen untuk menganalisis kualitas hidup yang meliputi

persepsi fisik, psikologi, dan hubungan sosial pasien, seperti Medical Outcomes Study

36-Item Short Form Health Survey (SF-36), Sickness Impact Profile, Karnofsky Scales, ECOG

Performance Scale dan lain-lain. SF-36 telah banyak digunakan dalam mengevaluasi kualitas

hidup pasien penderita penyakit-penyakit kronis. SF-36 adalah salah satu instrumen untuk

menilai kualitas hidup, sederhana, mudah, dan secara luas telah dipakai untuk mengevaluasi

kualitas hidup pada penyakit-penyakit keganasan.

2.2.1. Survei Kesehatan SF-36

(38)

SF-36 merupakan instrumen non spesifik yang biasanya digunakan pada

hampir semua penelitian penyakit kronis dan bisa juga digunakan untuk menilai

kualitas hidup pada populasi yang sehat. SF-36 telah terbukti dapat dipakai untuk

menilai kualitas hidup penderita penyakit kronis termasuk limfoma non Hodgkin.21

SF-36 ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan telah divalidasi.

Beberapa penelitian di Indonesia yang menggunakan skor yang baru yang belum

diterjemahkan dan divalidasi, bahkan menggunakan SF-36 sebagai baku emas,

termasuk penelitian Perwitasari di Yogyakarta yang menggunakan European

Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life

Questionnaire-C30 (EORTC QLQ-Questionnaire-C30), yang meneliti mengenai pengukuran kualitas hidup pasien

kanker sebelum dan sesudah kemoterapi dengan EORTC QLC-C30 di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.30,31,32

SF-36 berisi 36 pertanyaan yang terdiri dari 8 skala antara lain:

1. Fungsi fisik (Physical Functioning)

21,22

Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas seperti berjalan,

menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, dan gerak badan. Nilai yang rendah

menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut, sedangkan nilai yang tinggi

menunjukkan kemampuan melakukan semua aktivitas fisik termasuk latihan

berat.

2. Keterbatasan akibat masalah fisik (Role of Physical)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan fisik

mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah

menunjukkan bahwa kesehatan fisik menimbulkan masalah terhadap aktivitas

sehari-hari, antara lain tidak dapat melakukannya dengan sempurna, terbatas

dalam melakukan aktivitas tertentu atau kesulitan di dalam melakukan aktivitas.

Nilai yang tinggi menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah

terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.

3. Perasaan sakit/ nyeri (Bodily Pain)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa nyeri dan pengaruh

(39)

rendah menunjukkan rasa sakit yang sangat berat dan sangat membatasi

aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada keterbatasan yang disebabkan

oleh rasa nyeri.

4. Persepsi kesehatan umum (General Health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan termasuk kesehatan saat

ini, ramalan tentang kesehatan dan daya tahan terhadap penyakit. Nilai yang

rendah menunjukkan perasaan terhadap kesehatan diri sendiri yang memburuk.

Nilai yang tinggi menunjukkan persepsi terhadap kesehatan diri sendiri yang

sangat baik.

5. Energi/ Fatique (Vitality)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, capek, dan lesu.

Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, capek, dan lesu sepanjang

waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh semangat dan berenergi.

6. Fungsi sosial (Social Functioning)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik atau masalah

emosional yang mengganggu aktivitas sosial normal. Nilai yang rendah

menunjukkan gangguan yang sering. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak

adanya gangguan.

7. Keterbatasan akibat masalah emosional (Role Emotional)

Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana masalah emosional

mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah

menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas termasuk menurunnya

waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas, pekerjaan menjadi kurang sempurna,

dan bahkan tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan

tidak adanya gangguan aktivitas karena masalah emosional.

8. Kesejahteraan mental (Mental Health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental secara umum

termasuk depresi, kecemasan, dan kebiasaan mengontrol emosional. Nilai yang

rendah menunjukkan perasaan tegang dan depresi sepanjang waktu. Nilai yang

(40)

Skala SF-36 yang terbagi atas 8 dimensi tersebut dapat dikumpulkan menjadi

2 komponen besar, dimana persepsi kesehatan umum, energi, fungsi sosial, dan

keterbatasan akibat masalah emosional disebut sebagai dimensi “Kesehatan Mental”

(Mental Component Scale), sementara fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik,

perasaan sakit/ nyeri, persepsi kesehatan umum dan energi disebut sebagai dimensi

“Kesehatan Fisik” (Physical Component Scale). Masing-masing skala dinilai 0-100,

dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup pasien.21,33

Penghitungan hasil skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan kuesioner

SF-36 menggunakan daftar nilai seperti yang tersebut dalam tabel di bawah ini.

Untuk skor akhir, dilakukan perhitungan rata-rata pada masing-masing pertanyaan

yang menunjukkan dimensi yang diwakilinya seperti pada tabel di bawah sehingga

hasil akhirnya akan menunjukkan skor masing-masing dimensi yaitu skor dimensi

fungsi fisik, peranan fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial, energi, peranan

emosi, dan kesehatan jiwa.21,34,35

Skala

Tabel 2.2.1.1. Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuesioner SF-36

Jumlah Item Nomor Pertanyaan

(41)

Tabel 2.2.1.2. Skor kuesioner SF-36

No Pertanyaan No Respon Skor

1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100

2 75

3 50

4 25

5 0

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0

2 50

3 100

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0

2 100

21, 23, 26, 27, 30 1 100

2 80

(42)

4 40

5 20

6 0

24, 25, 28, 29, 31 1 0

2 20

3 40

4 60

5 80

6 100

32, 33, 35 1 0

2 25

3 50

4 75

5 100

(43)

Skala ECOG dikembangkan pada tahun 1960, merupakan skala 6 poin yang

simpel, berkisar dari normal (0) hingga meninggal (5). Skala ECOG telah secara luas

digunakan dalam penelitian dan praktek klinis di bidang onkologi.6

Pada awalnya pengukuran untuk status performa adalah dengan

menggunakan skor Karnofsky yang diperkenalkan oleh David A. Karnofsky pada

tahun 1948 untuk menilai pasien yang mendapat kemoterapi nitrogen mustard pada

karsinoma paru primer. Tetapi kemudian penggunaan skala ECOG lebih disukai oleh

karena lebih mudah dan lebih simpel.6,7

Berikut adalah tabel skala ECOG:

Skala

8,9

Tabel 2.2.2.1 Skala ECOG

ECOG

0 Aktif secara penuh, bisa melakukan aktivitas sebagaimana

sebelum terkena penyakit tanpa hambatan

1 Terbatas dalam melakukan aktivitas berat tetapi masih bisa

rawat jalan dan bisa melakukan pekerjaan yang ringan seperti

pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan kantor yang ringan

2 Bisa rawat jalan dan mampu untuk merawat diri sendiri tetapi

tidak mampu melakukan pekerjaan dan < 50% waktu harus

berbaring

3 Hanya mampu merawat diri sendiri secara terbatas, > 50%

waktu harus berbaring atau duduk

4 Harus berbaring terus menerus

(44)
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional (potong lintang)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai 1 Oktober 2012 s/d 31 Desember 2013, di ruang rawat penyakit

dalam rumah sakit-rumah sakit di kota Medan.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua penderita limfoma non Hodgkin.

Sampel adalah semua populasi penderita limfoma non Hodgkin yang dirawat di rumah

sakit-rumah sakit di kota Medan.

3.4. Besar Sampel

Perkiraan besar sampel 21 orang

Rumus yang digunakan:

n =

n =

n = 20,5

n = besar sampel minimum

α = tingkat kesalahan, ditetapkan sebesar 5% = 1,96

Sen = sensitivitas yang diinginkan, ditetapkan sebesar 80%

(46)

p = prevalensi limfoma non hodgkin, sebesar 75%

3.5. Kriteria Inklusi

- Pasien yang baru terdiagnosis limfoma non Hodgkin dan mendapat kemoterapi regimen

CHOP sebanyak 6 siklus

- Usia ≥ 18 tahun

3.6. Kriteria Eksklusi

- Pasien yang sudah pernah mendapat kemoterapi sebelumnya

- Pasien yang mendapat kemoterapi regimen CHOP < 6 siklus

3.7. Definisi Operasional

3.7.1. Limfoma Non Hodgkin

Limfoma non Hodgkin adalah semua pasien baru usia ≥ 1 8 tahun yang telah

ditegakkan diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan histopatologi, belum pernah

mendapat kemoterapi sebelumnya, dan memenuhi syarat untuk dilakukan

kemoterapi dengan regimen CHOP.

3.7.2. Kemoterapi regimen CHOP

Kemoterapi regimen CHOP adalah pengobatan antikanker yang terdiri atas

Cyclophosphamide 750 mg/m2 intravena hari pertama, Doxorubicin 50 mg/m2

intravena hari pertama, Vincristine 1,4 mg/m2 intravena hari pertama, dan

Prednisone 100 mg per oral hari pertama sampai hari kelima. Kemoterapi diberikan

sebanyak 6 siklus, dengan selang waktu 21 hari.

3.7.3. SF-36

Short Form 36 adalah instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang berisi 36 butir

pertanyaan, dijawab secara langsung oleh pasien.

3.7.4. Skala ECOG

Skala ECOG adalah instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang terdiri atas 6

(47)

3.8. Kerangka Operasional

3.9. Bahan dan Prosedur Penelitian

Seluruh subjek diberikan penjelasan tentang tujuan,prosedur,manfaat serta resiko dalam

menjalani penelitian ini, kemudian menandatangani informed consent.

3.9.1. Pemeriksaan kualitas hidup dengan menggunakan SF-36

Pemeriksaan dilakukan dengan menanyakan 36 butir pertanyaan kepada pasien

pada 21 hingga 28 hari setelah dilakukan kemoterapi siklus keenam. Pertanyaan

terlampir.

3.9.2. Pemeriksaan kualitas hidup dengan menggunakan skala ECOG

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat dan menilai langsung kondisi pasien pada

21 hingga 28 hari setelah dilakukan kemoterapi.

3.9.3 Kemoterapi regimen CHOP

SF-36

Pasien limfoma non Hodgkin post kemoterapi CHOP 6 siklus

ECOG - Usia

- Jenis Kelamin

- Pendidikan

- Stadium

(48)

Kemoterapi regimen CHOP dilakukan sebanyak 6 siklus dengan interval 21 hari.

Cara pemberian kemoterapi terlampir.

3.10. Analisis Data

- Untuk melihat gambaran karakteristik, berupa usia, pendidikan, jenis kelamin, stadium,

skor SF 36, skala ECOG dan respon terapi disajikan dalam bentuk tabulasi dan

dideskripsikan

- Untuk melihat distribusi SF 36 dan skala ECOG digunakan uji normalitas Shapiro Wilk

- Untuk melihat korelasi SF 36 dengan skala ECOG dan usia digunakan uji korelasi

Spearman

- Untuk melihat korelasi SF 36 dengan jenis kelamin digunakan uji T test independen

- Untuk melihat korelasi SF 36 dengan tingkat pendidikan, stadium, dan respon terapi

digunakan uji Kruskal Wallis

- Untuk melihat kemampuan SF 36 dalam memprediksi ECOG digunakan analisis

Receiver Operating Characteristic (ROC).

- Pada penelitian ini juga dilakukan uji diagnostik dengan mencari nilai sensitifitas,

spesifisitas, Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV), Positive

Likelihood Ratio (LR+), Negative Likelihood Ratio (LR-), rasio kemungkinan positif, dan

rasio kemungkinan negatif.

- Analisa statistik dilakukan dengan software SPSS versi 19.0

- Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik

3.11. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian

Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani

oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K).

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut

dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian

(49)

BAB IV HASIL

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Telah dilakukan penelitian dengan cara potong lintang di ruang rawat Penyakit Dalam

RSUP H. Adam Malik Medan dan R.S. Pirngadi Medan pada bulan Oktober 2012 –

Desember 2013. Secara keseluruhan, terdapat 21 orang pasien limfoma non hodgkin yang

diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik klinis berupa jenis kelamin, usia, stadium,

derajat ECOG serta respon terapi dapat dilihat pada tabel 4.1.1

Tabel 4.1.1 Data Karakteristik Dasar Subjek Penelitian

Karakteristik n = 21

Usia, rerata (SB), tahun 47,95 (10,85)

(50)

4

Selama periode penelitian diperoleh dua puluh satu subjek. Rerata usia responden 47,95

tahun (SB=10,85 tahun). Jenis kelamin lelaki terdapat sebanyak 12 orang (57,1%). Stadium

limfoma non hodgkin pada pasien yang terbanyak adalah stadium 2 sebanyak 10 orang

(47,6%). Rerata skor SF 36 adalah 75,31 (SB = 17,93). Hasil skala ECOG terbanyak adalah

skala 0 yaitu sebanyak 11 orang (52,4%). Sebagian besar responden merupakan pasien

yang complete response sebanyak 17 orang (81%).

4.2. Hasil Penelitian

Tabel 4.2.1. Distribusi Rerata, Simpangan Baku, dan Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Rerata SB p

Dari hasil uji normalitas data menggunakan uji Shapiro Wilk ditemukan seluruh variabel

tidak berdistribusi normal (p<0,05), sehingga uji yang dipakai untuk menetukan korelasi

antara SF36 dan ECOG menggunakan uji korelasi Spearman.

(51)

p R

SF36 - ECOG 0,0001 -0,744

Physical Health - ECOG 0,0001 -0,739

Mental Health - ECOG 0,0001 -0,739

Dari analisis menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh korelasi yang signifikan antara

SF36 dan ECOG (p=0,0001, p<0,05). Nilai korelasi (r) menunjukkan -0,744 yang berarti

terdapat korelasi yang kuat antara skor SF36 dan ECOG. Nilai r yang bertanda negatif

menunjukkan bahwa semakin tinggi skor SF36 maka akan semakin rendah ECOG. Hal

serupa juga ditunjukkan oleh masing-masing komponen, baik komponen fisik maupun

komponen mental.

Gambar 4.2.1. Grafik Scatter Plot Korelasi Skor SF 36 dengan Skala ECOG

(52)

Dari hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman ditemukan tidak ada korelasi yang

signifikan antara usia dan SF 36 dengan nilai p = 0,218 (p > 0,05).

Tabel 4.2.4. Hubungan karakteristik dengan SF 36

(53)

Respon Terapi, n (%)

Complete response 17 81,97

(9,04)

0,014

Partial response

b

3 54,90

(15,50)

Progressive disease 1 23,90

a

T test independent, b Kruskal Wallis

Skor SF 36 pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 78,56 (SB=16,31)

berbanding 72,92 (SB=19,40). Namun, tidak ada perbedaan signifikan rerata skor SF 36

berdasarkan jenis kelamin (p=0,490) dengan uji t independent.

Bila dilihat skor SF 36 berdasarkan pendidikan, maka skor SF 36 tertinggi berada pada

kelompok responden dengan pendidikan S1 yaitu sebesar 87,20 (SB=12,48), tapi tidak

berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan rerata skor dengan tingkat pendidikan

yang lain (p=0,552).

Berdasarkan stadium limfoma non hodgkin ditemukan perbedaan yang signifikan untuk

rerata skor SF 36 (p=0,015). Skor SF 36 tertinggi berada pada kelompok pasien pada

stadium 2 dengan skor sebesar 85,23 (SB=10,23) dan terendah pada kelompok pasien

stadium 4 yaitu 55,10 (SB=25,06).

Rerata skor SF 36 terlihat signifikan berdasarkan respon terapi (p=0,014). Skor tertinggi

pada kelompok pasien yang mengalami complete response yaitu sebesar 81,97 (SB=9,04).

(54)

Kurva ROC dari Skor SF 36 terhadap ECOG

Skor SF36 dalam studi ini memiliki kemampuan untuk memprognosis skor ECOG. Dari

hasil analisis menggunakan kurva ROC diperoleh bahwa area di bawah kurva (AUC) ROC

(55)

Gambar 4.2.3. Kurva Sensitifitas dan Spesifisitas Skor SF 36 terhadap ECOG

Berdasarkan kurva sensitifitas dan spesifisitas pada gambar 4 maka diperoleh nilai Cut Off

untuk Skor SF36 adalah 54,66. Dengan menggunakan cut off point 54,66 maka didapatkan

nilai sensitivitas skor SF36 adalah 94,7% dan spesifisitas 100%.

Tabel 4.2.5. Sensitivitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value dari skor SF36 terhadap Skala ECOG

ECOG Sensi Spesi

Baik Buruk tifitas fisitas NPP NPN RKP RKN Acc

Skor SF 36 ≥ 54,66 18 0 94,7% 100% 100% 66,67% ~ 0,05 95,23%

< 54,66 1 2

Nilai Prediksi Positif (PPV) SF36 adalah sebesar 100% dan Nilai Prediksi Negatif (NPV)

adalah 66,7%. Sedangkan untuk rasio kemungkinan positif adalah ~ dan rasio

kemungkinan negatif adalah 0,05. Akurasi diagnostik sebesar 95,23%.

BAB V PEMBAHASAN

Kualitas hidup pasien merupakan topik yang saat ini banyak diteliti dan diminati dalam

praktek dan penelitian klinis. Penilaian kualitas hidup pada penyakit keganasan menjadi alat

yang vital, tidak hanya dalam mengevaluasi hasil terapi, tetapi juga secara signifikan dapat

mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.1

Pengukuran kualitas hidup dapat menggunakan berbagai macam instrumen. Beberapa

(56)

hanya pada penyakit tertentu. Pengukuran bisa dilakukan oleh dokter maupun pasien. Skala yang

sudah sering digunakan dalam penilaian kualitas hidup pada penyakit keganasan oleh dokter

adalah skor Karnofsky dan skala ECOG. Skala ECOG lebih disukai mengingat penggunaannya

yang mudah dan simpel sehingga tidak memakan waktu lama. Sensitifitas dan spesifisitas kedua

skala ini juga hampir sama, sebagaimana dikemukakan oleh Hollen dkk.1,2

Kualitas hidup bersifat multidimensional sehingga dalam sebuah studi yang dilakukan

oleh Bottomley dkk menyatakan bahwa skala ECOG ternyata tidak cukup sensitif dalam menilai

kualitas hidup. Hal ini dimungkinkan oleh karena skala ECOG sangat tergantung oleh penilaian

dokter, dan hanya melihat kemampuan fisik saja.2 Pada penelitian ini kami menggunakan survey

kesehatan SF 36 dalam menilai kualitas hidup pasien limfoma non hodgkin yang mendapat

kemoterapi regimen CHOP sebanyak 6 siklus. Pada penelitian ini ditemukan korelasi yang kuat

antara SF 36 dengan skala ECOG. Semakin tinggi SF 36 maka akan semakin rendah skala

ECOG. Korelasi yang kuat ini ditemukan pada kedua komponen, yaitu komponen fisik dan

komponen mental. Hasil yang serupa juga dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Sutrisno, dkk di Bali yang mendapatkan korelasi yang kuat antara kualitas hidup yang dinilai

dengan menggunakan EORTC QLQ C-30 dan skala ECOG. Yost, dkk mendapatkan korelasi

yang sedang antara kualitas hidup yang dinilai dengan FACT-G dan skala ECOG.7,36

Usia dinyatakan sebagai salah satu indeks prognostik untuk pasien limfoma non hodgkin,

dimana usia < 60 tahun skornya 0, sedangkan ≥ 60 tahun, skornya 1. Semakin kecil skor maka

resiko semakin rendah. Smith, dkk melaporkan bahwa usia berkorelasi negatif dengan komponen

fisik SF-36, dimana semakin tua usia maka komponen fisik akan semakin rendah. Sebaliknya,

usia berkorelasi positif dengan komponen mental SF-36, dimana semakin muda usia maka

komponen mental akan semakin rendah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kouroukis, dkk

melaporkan bahwa umur tidak secara nyata mempengaruhi penilaian pasien limfoma non

hodgkin terhadap kualitas hidupnya yang diukur dengan menggunakan skala SELF. Pada

penelitian ini setelah diuji secara statistik didapatkan tidak adanya korelasi usia dengan kualitas

hidup yang dinilai dengan SF 36. Hasil yang didapat kemungkinan disebabkan oleh karena pada

penelitian ini hanya 2 orang subjek yang berusia ≥ 60 tahun, sehingga tidak didapatkan hasil

yang bermakna, tetapi sebagaimana diketahui, seperti yang juga dikemukakan oleh Kouroukis,

(57)

usia muda yang cenderung memiliki pengharapan yang lebih tinggi akan kualitas hidup yang

baik, sehingga hasil yang menunjukkan bahwa seharusnya usia muda mempunyai kualitas hidup

yang lebih baik tidak didapat.37

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno, dkk mendapati bahwa jenis kelamin tidak

berhubungan dengan kualitas hidup yang diukur dengan menggunakan instrumen EORTC QLQ

C-30. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, dimana setelah diuji secara statistik didapatkan skor

SF 36 pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Namun, tidak berbeda secara

signifikan.10

Penilaian kualitas hidup sangat terkait dengan tingkat pendidikan seseorang. Semakin

tinggi tingkat pendidikan, maka kualitas hidup seseorang akan semakin baik. Smith, dkk

melaporkan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi dengan komponen fisik SF-36 dimana pasien

yang tidak kuliah didapati skor komponen fisiknya lebih rendah. Pada penelitian ini didapatkan

skor SF 36 tertinggi berada pada kelompok responden dengan pendidikan S1, tetapi tidak

berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan rerata skor SF 36 dengan tingkat pendidikan

yang lain. Hal ini mungkin disebabkan bahwa kualitas hidup yang dinilai dengan SF 36 tidak

hanya tergantung kepada tingkat pendidikan saja, tetapi juga hal-hal lain, seperti stadium, respon

terapi, dan lain-lain.10

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno, dkk mendapatkan bahwa stadium penyakit

limfoma non hodgkin berkorelasi negatif dengan kualitas hidup yang diukur dengan

menggunakan EORTC QLQ C-30. Hal yang memang sudah established, dimana stadium

penyakit berbanding terbalik dengan kualitas hidup, dimana makin rendah stadium penyakit,

maka kualitas hidup pasien semakin baik. Balderas Pena, dkk melaporkan, tanpa melihat

pemberian kemoterapi atau tidak, penurunan kualitas hidup yang berkaitan dengan semakin

tingginya stadium adalah penurunan fungsi emosional dan fungsi kognitif. Balderas Pena, dkk

menggunakan instrumen Global Health Status. Pada penelitian ini, ditemukan perbedaan yang

signifikan untuk rerata skor SF 36. Skor SF 36 tertinggi berada pada kelompok pasien pada

stadium 2 dan terendah pada kelompok pasien stadium 4.10,38

Doorduijn, dkk melaporkan bahwa selama follow up kualitas hidup secara signifikan

lebih baik pada pasien lanjut usia dengan complete response atau partial remission dibandingkan

pasien yang progressive disease. Doorduijn, dkk menggunakan instrumen EuroQol 5D, EORTC

Gambar

Tabel 2.1.1. Klasifikasi limfoma menurut klasifikasi REAL dan WHO
Tabel 2.1.2. Stadium Limfoma menurut Ann Arbor
Tabel 2.1.3. Kriteria respon limfoma
Tabel 2.2.1.1. Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuesioner SF-36
+7

Referensi

Dokumen terkait