PENSIUN
(Penelitian Pada Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi
Oleh
ROSDIANAH DEWI
103070029019
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA.
(Penelitian Pada Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi
Ora. Ne NIP.15
Oleh
ROSDIANAH DEWI
NIM.103070029019
Di bawah Bimbingan,
Liany Luzvinda._M""Si
FAKUL
TAS PS!l•COLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF H!DA YATULLAH
JAKARTA
OENGAN KECEMASAN MENGHAOAPI MASA PENSIUN (Penelitian pada Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggai 14 Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.
Jakarta, 14 Agustus 2007 Sidang Munaqasah
M.Si
p・ョァオェゥセM
Nemmg Tati Sumiati, M.Si. Psi NIP. 150 300 679
Pembim セョァ@ I
Ora. Nett Hartati M.Si NIP. 150 セU@ 938
Sekretaris Merangkap Anggota
ah M.Si
Pen
1
wji 11/
Ora. Ne M.Si
NIP. 1S
Pembimbing II
セ@
Where it was dark, now there
is
Eght
Where there was pain, now there 'sjoy
Where there was wea{ness,
I
found my strength.
..
Let the rain come aown, and wash away my tears
Let it
jil{
my soul ana drown my fears
Let it shatter the wa{{s, for a new sun
.Jl
new day has come
( CeEine C])ion)
<You don't {now what you get ti{{ it's gone
(dee)
Sk,ripsi ini k,uaedifi.Ji/i_sln teruntuk,
:Mama, papak,u tersayang
(C) Rosdianah Dewi
(D) Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Denegan Kecemasan Meghadapi Pensiun
(E) xiii + 75 halaman
(F) Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa memasuki masa pensiun bukan merupakan hal yang mudah dan sering kali menimbulkan masalah psikologis bagi yang menjalaninya. pensiun selalu menyangkut perubahan peran, nilai dan pola-pola hidup individu secara menyeluruh. Bagi individu yang belum siap menghadapi masa pensiun, dan tidak memiliki kecerdasan emosi ケ。ョセQ@ cukup baik, akan menganggap bahwa pensiun merupakan suatu periode kepahitan, kegetiran dan sesuatu yang mengancam, karena terpaksa harus kehilangan hal-hal yang pernah menjadi miliknya, misalnya pekerjaan, jabatan, ataupun rekan sekerja.
Penelitian ini ingin menjawab :
Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun?
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Jumlah seluruh pegawai administratif UIN jakarta adalah sebanyak dalam penelitian ini adalah 377 orang. Dari jumlah tersebut dipilih 34 orang responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakan purposive sampling. lnstrumen pengumpulan data adalah Skala model Liker!. Bentuk pengolahan dan analisa data untu k analisa statistika peneliti menggunakan program SPSS
12.0,
pada uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson dan untuk menguji reliabilitas instrument dengan Alpha Cronbach. Dan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan Product Moment. Jumlah Item yang valid untuk skala kecerdasan emosi 35 item dan17
item yang tidak valid. Reliabilitas skala kecerdasan emosi adalah0,931.
Sedangkan item yang valid pada skala kecemasan menghadapi masa pensiun terdapatmenghadapi masa pensiun. Yang berarti seorang seorang pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka l<etika ia memasuki masa pensiun ia memilki tingkat kecemasan yang rendah, sebaliknya seorang pegawai yang memilki kecerdasan emosi yang rendah maka ketika memasuki masa pensiun ia memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.
Diharapkan setiap pegawai negeri sipil terus memupuk dan meningkat kecerdasan emosi yang telah mereka miliki. Untuk instansi yang
bersangkutan, sebaiknya mengadakan pembekalan yang dikhususkan bagi para pegawai yang akan memasuki masa pensiun sehingga calon pensiunan tersebut benar-benar memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi masa pensiun.
Alhamdulillah Hirrabilallarnin, segala puji bagi Allah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan seizin-Nya lah skiripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salarn senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan bagi SElluruh pengikutnya sampai akhir zaman.
Perjalanan penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini dihiasi oleh segala kekurangan, kelemahan dan juga di warnai oleh berbagai
tantangan dan cobaan. Alhamdulillah atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.Sudah
sepantasnya penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mama dan papaku tersayang yang selalu siap membantu dan mendukung penulis dalam berbagai hal dan juga tidak pernah lelah
membimbing penulis. Untuk kedua saudaraku mba' Olip & lwan yang telah menjadi saudara sekaligus sahabat yang hebat.
2. lbu Ora. Netty Hartati, M. Si, dekan Fakultas Psikologi dan sekaligus pembimbing I penulis, yang telah berkenan meluangkan waktu dan pi!<irannya. Serta dengan sabar membimbing dan selalu memberikan masukkan yang sangat berarti bagi penulis
3. lbu Liany Luzvinda, M. Si, selaku pembimbing 11, yang clengan sabar memberikan petunjukan dan arahan serta motivasi dalam rnenyelesaikan skripsi ini.
4. lbu Ora. Zahrotun Nihayah, M. Si Pudek I dan bapak Prof. DR.
ikhlas selalu membantu dan melayani penulis.
6. Bapak Sadeli kepala bagian Kepegawaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh pegawai Administratif Syarif Hidayatullah jakarta terimakasih telah memberikan izin dan bersedia menjadi responden. Terimakasih atas kerja samanya.
7. Bapak Asep Haerul Gani dan teman-teman di "Pesantren Hipnoterapi" termakasih atas motivasinya dan ilmunya.
8. Seluruh teman-teman psikologi angkatan '03, especially untuk kelas A, terima kasih atas persahabatan dan semua keceriaan yang sudah kita jalani selama ini.
9. Vivi, lta, Maya, Sekar, Leni, Fira, Alq, Cinday, terimakasih atas persahabatan, dukungan dan motivasinya selama ini. Jadikanlah semua cerita yang telah kita ukir menjadi kisah klasik untuk masa depan. Untuk Resti terimakasih telah menjadi pendengar dan tempat bercerita yang baik bagi penulis.
10. Raiep terimakasih untuk pinjaman literaturnya. Untuk Ayi dan mas UQ terima kasih telah menjadi editor bagi penulis.
11. Seluruh satria ESQ 165 tetap GO ... FIGHT ... \/\/IN ... . 12. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Terimakasih atas bantuannya, Semoga Allah memberikan ganjaran yang berlipat ganda.
Ciputat, Agustus 2007
Halaman Pengesahan ... .ii
Motto dan persembahan ... iv
Abstrak... ... ... ... ... ... . . ... ... ... . . ... ... ... ... ... . . ... v
Kata pengantar ... vii
Daftar isi. ... Daftar Table .. Daftar Gambar ... ... ix
. ... xii
. .xiii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-12 1.1 Latar Belakang Permasalahan ...... 1
1.2 ldentifiksi Masalah... . .... 8
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah... ..8
1.3.1 Pembatasan masalah... . .... 8
1.3.2 Rumusan Masalah... . .. 9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1 O 1.5 Sistematika Penulisan.. . ... 11
BAB 2 KAJIAN TEORl.. ... 13-38 2.1 Pengertian Emosi. ... 13
2.2 Pengertian Kecerdasan Emosi. ... 14
2.2.1 Ciri-ciri Kecerdasan Emosi... . ... 19
2.3 Kecemasan .. . ... 23
2.3.1 Pengertian Kecemasan ... 23
2.3.2 Macam-macam kecemasan... . ... 25
2.4 Pensiun ... 32
2.4.1 Pengertian Pensiun ... 32
2.4.2 Jenis-Jenis Pensiun ... 33
2.5 Kerangka Berpikir ... 35
2.6 Hipotesa Penelitian ... 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 39-50 3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian ... 39
3.1.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel. ... .40
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... .41
3.2.1 Populasi penelitian ... .41
3.2.2 Sampel penelitian ... .42
3.2.3 Metode pengambilan sampel. ... .43
3.3 lnstrumen Penelitian ... .43
3.4 Teknik Uji lnstrumen ... .47
3.5 Prosedur Penelitian ... 50
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA ... 54-71 4.1.Gambaran Um um Responden ... 55
4.1.1 Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55
4.1.2 Gambaran Umum Berdasarkan Usia ... 56
4.1.3 Gambaran Umum Berdasarkan golongan jabatan ... 57
4.2. Uji Jnstrumen Penelitian ... 57
4.2.1 Hasil Uji Validitas kecerdasan emosi ... 58
4.3.2. Uji homogenitas ... 66 4.4 Hasil penelitian ... 67
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN ... 71-76
5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Diskusi. ... 72 5.3 Saran ... 75
Taoel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3
Tabel 3.4 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6
Tabel 4.7
Blue Print Skala try out Kecerdasan Emosi. ... .45
Babat Skar Skala ... .45
Blue Print Skala try out Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ... .46
Babat Skar Skala ... .47
Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin ... 54
Kategori sampel berdasarkan Usia ... 55
Kategori sampel berdasarkan Golongan jabatan ... 56
Blue Print Skala try out Kecerdasan Emosi. ... 57
Blue Print Penelitian Skala Kecerdasan Emosi.. ... 58
Blue Print Skala try out Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ... 59
Blue Print Penelitian Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun ... 60
Tabel 4.8 Norma Reliabilitas ... 62
Tabel 4.9 Tabel hasil penghitungan Uji Korelasi Pearson Product Moment ...... 67
Tabel 4.9 Tabel perbedaan kecemasan menghadapi masa pensiun berdasarkan jenis kelamin ... 68
Gambar 4.1 Q-Q Plot Skala Kecerdasan Emosi.. ... 63 Gambar 4.2 Q-Q Plot Skala
[image:13.595.44.435.136.497.2]PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Permasalahan
Setiap individu pasti mengalami suatu siklus yang biasa d1sebut sebagai siklus kehidupan. Siklus kehidupan dimulai dari kelahiran, masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Pada setiap siklus kehidupan, di dalamnya terdapat tugas-tugas perkembangan masing-masing.
Disadari atau tidak, seiring dengan berjalannya waktu, usia manusia terus bertambah. Pertambahan usia membawa individu melaju dari satu periode kehidupan masuk ke dalam periode kehidupanya selanjutnya dan ditandai oleh peristiwa-peristiwa yang mencerminkan adanya ーイッウ・セウ@ transisi dalam rentan kehidupan.
Tidak jauh berbeda dengan masa pubertas yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja (adolescence) dan masa dewasa, usia setengah baya juga merupal(an suatu masa transisi. Elagi orang dewasa dalam usia setengah baya, sebagian ciri-ciri fisik dan perilaku
lainnya memperlihatkan ciri-ciri baru sebagai orang yang sudah tua. Semua orang sepanjang masa hidupnya telah melakukan berbagai bentuk
penyesuaian terhadap perubahan fisik dan psikis yang dilaluinya (Mapiarre, 1983).
Masa dewasa tengah diawali oleh peristiwa ketika seseorang harus berhenti dari aktivitas secara formal yang disebabkan oleh bertambahnya usia. Pada masa ini, secara alamiah terjadi penurunan fungsi-fungsi fisiologis yang dipandang dapat menurunkan produktivitas kerja. Kondisi ini menyebabkan adanya pergantian posisi yang diduduki oleh karyawan yang memasuki batas usia pensiun dengan karyawan yang lebih muda, untuk mempertahankan atau meningkatkan produktivitas dari organisasi di mana mereka bekerja.
tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pedoman Kepegawaian, 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1979 tentang Pemberhentiaan Pegawai Negeri Sipil, pasal 28" Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan dibebaskan tugaskan dari jabatan organiknya pada saat ia mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil, dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Banyak orang mempersepsikan secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi, karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak
menguntungkan lagi bagi perusahaan atau organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi lebih sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi inilah yang membuat orang menjadi sakit-sakitan saat pensiun tiba
Oleh karena itu, banyak pegawai yang akan memasuki masa pensiun mengalami kecemasan. Kecemasan itu sendiri menurut Atkinson (1993) adalah sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai istilah-istilah seperti kekhawatiran, ketegangan, keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang dialami dalam tingkat yang berbeda antara individu satu dengan individu lain. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, sehingga menjelang masanya sebagian orang merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak.
Dalam era modern sekarang ini, pekerjaan memang merupakan faktor
penting yang bisa mendatangkan kepuasan, karena uang, jabatan dan harga diri. Uang, status, dan reputasi adalah tiga sasaran bagi sebagian orang selama fase kerja. Sebagian dari pegawai tidak akan berhenti untuk
mencapai setidaknya salah satu dari tiga sasaran ini, walaupun mereka lebih suka apabila dapat mencapai ketiganya. Oleh karenanya, seringkali para pensiunan bukannya menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya malah mengalami problem kejiwaan atau fisik, bahkan mungkin post power syndrome, yaitu semacam kekecewaan terhadap hidup, karena tidak lagi dihormati dan dipuji-puji seperti ketika masih menjabat.
memikirkan kelangsungan hidup bagi dirinya sendiri dan keluarganya setelah pensiun, hal tersebut dikarenakan mata pencarian utama mereka sudah tidak ada lagi. Hal lain yang bisa menjadi penyebab pegawai negeri ataupun pegawai lainnya merasa cemas dalam menghadapi masa-masa pensiun adalah, mereka tidak tahu apa yang akan mereka lakukan untuk mengisi hari-hari mereka, karena selama bertahun-tahun mereka sudah terbiasa dengan rutinitas bekerja. Oleh karena itu, datangnya masa pensiun bisa juga
diasosiasikan sebagai hilangnya aktivitas utama yang telah ditekuni, yang akhirnya berperan besar pula bagi timbulnya perasaan cemas menjelang masa pensiun.
Selain itu banyak individu merasa tidak optimis tentang rnasa depan dirinya. Seligman (dalam Goleman, 2000), mendefinisikan optimisme dalam
kerangka bagaimana seseorang memandang keberhasilan dan kegagalan merelca. Optimisme, seperti harapan berarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara umum dalam kehidupan akan beres, kendati di timpa
terungkap dengan tepat, hal ini rnerupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.
Kecerdasan ernosi (EQ) dan kecerdasan intelektual (IQ) bagaikan dua sisi rnata uang yang yang tidak dapat dipisahkan. Setiap orang pasti rnernpunyai kedua sisi rnata uang tersebut. Hal inilah yang sangat rnempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan seseorang dalarn rnenjalani hidupnya. Narnun setiap orang rnernpunyai tingkat IQ dan EQ yang berbeda-beda. Seseorang yang rnerniliki IQ yang tinggi belurn tentu dapat rnenjalani kehidupannya dengan sukses, selarna ia tidak rnernpedulikan kecerdasan ernosi. Hal tersebut dikarenakan banyak sisi kehidupan yang rnenuntut seseorang
rnenyelesaikan suatu perrnasalahan dengan keterarnpilan ernosi.
Menjelang rnasa pensiun banyak individu yang rnerasakan cernas, seperti yang ditulis oleh Dr. H. M Surya :
menurut pengamatan yang di Jakukan oleh peneliti baik dari artikel koran, internet ataupun dalam kehidupan sehari-hari, kejadian yang dialami oleh tuan A juga banyak dialami oleh pegawai Jainnya yang akan menghadapi pensiun. Oleh karena itu diperlukan pula kecerdasan dan pengelolaan emosi yang baik, agar individu yang bersangkutan terhindar dari berbagai emosi yang tidak menyenangkan. Menurut Goleman (2000). emosi dikatakan berhasil dikelola apabila : mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk
kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.
Melihat kenyataan - kenyataan tentang kecemasan men9hadapi masa pensiun dan tentang pentingnya kecerdasan emosi yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merasa perlu di lakukan penelitian rnengenai " Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan menghadapi Masa Pensiun"
1.2
ldentifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, terdapat masalah-masalah yang muncul, yaitu a. Apakah menjelang masa pensiun, Pegawai Negeri meingalami
kecemasan?
b. Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan antara pegawai pria dan wanita menjelang masa pensiun?
c. Bagaimana kecerdasan emosi membantu mengatasi rasa cemas pada seorang pegawai yang akan pensiun?
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan masalah
Untuk menghindari meluasnya dan lebih terarahnya penelitian mengenai Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan menghadapi Masa Pensiun,
maka masalah penelitian ini dibatasi sebagai berikut :
a. Kecemasan menjelang masa pensiun adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan kekhawatiran , ketegangan, keprihatinan, dan rasa takut ketika menjelang masa pensiun.
b. l<ecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi dengan baik.
c. Pegawai Negeri Sipil adalah Golongan masyarakat yang bekerja dalam kesatuan organisasi pemerintahan dan memasuki masa pensiun pada usia 56 tahun.
1.3.2 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini ada!ah untuk mengetahui :
" Apakah ada hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan menghadapai Masa Pensiun?"
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.
Manfaat TeoritisHasil penelitian ini turut memberikan sumbangan pada ilmu pengetahuan, khususnya pada Psikologi Perkembangan dan Psikologi lndustri serta bidang lain yang dapat digunakan sebagai informasi bagi peneliti
selanjutnya yang berkaitan dengan kecerdasan emosi dan kecemasan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
1.5 Sistematika Penulisan
Pada penulisan tugas ini, penulis menggunakan kaidah buku pedoman penulisan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan sistematika sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini, penulis membaginya kedalam beberapa bagian, yaitu latar belakang penelitian. ldentifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta teknik penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka
Pada bab ini, penulis menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Diantaranya teori tentang kecerdasan emosi, teori tentang kecemasan, serta teori mengenai pensiun. Selain itu, dalam kajian pustaka ini juga terdapat kerangka berpikir dan hipotesa.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Pada bagian ini penulis juga membagi kedalam beberapa bagian.
BAB 4 Presentasi dan Analisa Data
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan hasil penelitian akan mendiskripsikan hasil penelitian mengenai gambaran umum subjek penelitian mengenai gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian.
BAB 5 Kesimpulan, diskusi dan saran.
KAJIAN
TEORI
2.1
Pengertian Emosi
Dalam kamus besar filsafat dan psikologi, emosi diartikan sebagai setiap keadaan pada seseorang yang disertai dengan warna afektif, kepekaan seseorang menangkap dan menghayati isi perasaan (Sudarsono, 1993). Sedangkan menurut JB. Watson (dalam Gunarsa, 1983), emosi merupakan reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi yang eセュ・イァ・ョ」ケN@
Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang meluap-luap. Daniel Goleman (2000), mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi ke dalam golongan-golongan besar. Goleman (2000) mengikuti pemikiran Ekman dan para ahli lainnya mengolongkan emosi sebagai berikut :
2. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, rnengasiahnai diri, kesepian, ditolak, putus asa.
3. Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, fobia, panik, dll.
4. Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhobur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, senang.
5. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan kasmaran, rasa dekat,
6. Terkejut : malu, terkesiap, takjub, terpana.
7. Jengkel : hina, benci, tidak suka, ingin muntah.
8. Malu : rasa bersalah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib.
2.2. Pengertian Kecerdasan Emosi
Salovey (dalam Goleman, 2000), memberi definisi kecerdasan emosi sebagai berikut : "Emotional lntelegence refer to set or skill hypotesized to contribute, to accurate apprpraisal of emotion inse/fand others, and use of
feelings to motivate, plan and achive in one's life."
Dari clefinisi di atas, Salovey mengatakan bahwa kecerdasan emosi
merupakan serangkaian keterampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan orang lain, serta memakai perasaan itu untuk memotivasi, merencanakan dan mencapai sesuatu dalam kehidupan seseorang.
Menurut Robet K. Cooper dan Ayman (2000), kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan
pengaruh yang manusiawi. Sedangkan menurut Goleman (2000), kecerdasan emosi adalah kemampuan yang mencakup pengendalian cliri, semangat dan ketekuan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.
Dari pengertian-pengertian yang telall dijelaskan, maka dapat ditarik
Le Doux (dalam Goleman, 2000), menjelaskan bahwa amigdala merupakan inti kecerdasan emosi. Beberapa reaksi emosional dan ingatan emosional dapat terbentuk tanpa partisipasi kognisi dan kesengajaan apa pun. Amigdala mampu menyimpan ingatan dan repetoar khusus, sehinmia kita bertindak tanpa kita betul-betul menyadari mengapa kita melakukannya.
Pada tahun-tahun belakangan ini muncul metode ilmiah untuk otak emosional yang menjelasakan betapa banyak hat yang kita lakukan di dorong oleh
emosi, bagaimana kita dapat begitu rasional disatu saat, dan menjadi begitu tidak rasional pada saat lainnya. Paul Ekman dan Seymour Epstein (dalam Goleman 2000), menjelaskan macam-macam reaksi emosional, reaksi-reaksi tersebut adalah :
1. Respons yang cepat tetapi ceroboh.
2. Pertama adalah perasaan, kedua adalah pemikiran.
Karena pikiran rasional membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk mendata dan menanggapi dari pada waktu yang dibutuhkan oleh pikiran emosional, maka "dorongan pertama " dalam suatu situasi emosional adalah dorongan hati, bukan dorongan kepala. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih menonjol dalam situasi-situasi yang mendesak yang mendahulukan tindakan penyelamatan diri.
3. Realitas simbolik yang seperti kanak-kanak.
Logika pikiran emosional itu bersifat asosiatif, mengangap bahwa unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas, atau memicu kenangan
terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut. Acla banyak segi di mana akal emosional itu mirip perilaku anak-anak. Salah satu seginya adalah pemikiran kategoris dimana segala sesuatu menjadi hitam dan putih tidak ada warna kelabu. Cara ini bersikap menegaskan diri, dengan menekankan atau mengabaikan ingatan atau fakta yang akan menggoyahkan keyakinan dan memanfaatkan ingatan serta fakta yang mendukung. Keyakinan akal rasional bersifat sementara, petunjuk baru dapat menyingkirkan sebuah anggapan dan
4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang.
Apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi, akal emosi
menanggapinya dengan memicu perasaan-perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang diingat itu. Apabila perasaan itu amat kuat, maka reaksi yang dipicunya akan tampak nyata. Tetapi apabila kabur atau tersamar, barangkali kita tidak menyadari sepenuhya reaksi emosional yag kita rasakan. Apabila penilaian terhadap suatu peristiwa terlalu cepat
dan
automatis,
individu tidak menyadari bahwa apa yang dahulu memangseperti itu, sekarang tidak lagi. Pikiran dan reaksi pada masa sekarang akan diwarnai oleh pikiran dan reaksi dimasa lalu.
5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Bekerjanya akal emosi itu untuk sebagian besar ditentukan oleh keadaan, didiktekan oleh perasan tertentu yang sedang menonjol pada saat
2.2.1 Ciri-ciri Kecerdasan Emosi
Menurut Daniel Goleman (2000) terdapat lima ciri kecerdasan emosi, ciri-ciri tersebut adalah :
Ciri pertama adalah Kemampuan mengenali emosi diri (self awareness) artinya mengetahui keadaan dalam diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompentensi dalam ciri pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Seseorang yang mampu mengenali emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan merel<a yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-l<eputusan secara rnantap. Dalam hal ini misalnya sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan, seperti memilih pekerjaan sampai pemilihan pasangan hid up.
Ciri kedua adalah Kemampuan mengelola emosi (self regulation), artinya mengelola keadaan dalam diri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi diciri kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, m13njaga norma kejujL1ran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan.Termasuk juga kemarnpuan seseorang untuk
dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. termsuk juga kemampuan dalam mengatasi ketegangan.
Ciri ketiga adalah, kemampuan memotivasi diri (motivation oneself) adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan, inisiatif dan optimisme yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Percaya diri, serta mempunyai dorongan untuk berprestasi.
Ciri kelima adalah kemampuan membina hubungan (interpersonal
relationship) adalah kemampuan memahami orang lain, dan memelihara hubungan kita dengan orang lain. Disebut juga seni sosial atau kecerdasan sosial. Kita bisa mengerti apa yang memotivasi orang lain, bagaimana mereka bekerja, bagaimana kita bisa bekerja bahu memb.ahu dengan orang lain.
lntinya, kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk membedakan dan menanggapi suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain. Termasuk di sini kemampuan kepemimpinan kemampuan membina hubungan dan mempertahankan persahabatan, kemampuan menyelesaikan konflik, ketrampilan analisis sosial. Termasuk juga kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain. Diantaranya adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat.
Salovey dan Mayer (dalam Hepi Wahyu Ningsih, 2003) mengatakan bahwa kecerdasan emosi meliputi empat kemampuan yang tersusun secara herarki, dimulai dari kemampuan yang memerlukan proses psikolonis yang
osi
Kemampuan untuk mengelola emosi untuk mencapai pertumbuhan
emosional dan intelektual.
I w セ@ w
Kemampuan Kemampuan Kemampuan Kemampuan untuk terbuka untuk lepas untuk untuk pada perasaan dari emosi memonitor mengelola
negatif emosi diri dan emosi diri dan orang lain orang Jain
Kemampuan mengerti dan menganalisis emosi
v
'V w"'
..,
Kemampuan Kemampuan Kemampuan Kemampuan memberi nama mengerti mengerti emosi memahami emosi penyebab yang kompleks perpindahan
timbulnya emosi
l
emosiBBセMk⦅・⦅ュ⦅。⦅ュLNLNLー⦅オ⦅。⦅ョ⦅ュセ・⦅ョ⦅ァ⦅ァ⦅オ⦅ョ⦅。⦅ォイイN。セョ⦅・⦅ュ⦅ッ⦅ウ⦅ゥ⦅オ⦅ョ⦅エ⦅オ⦅ォ⦅「⦅・オイイーMゥォ⦅ゥイセMMセセセセL@
o/ o/ o/
.
Kemampuan Kemampuan Kemampuan Kemampuan untuk untuk untuk menggunakan/ memusatkan mengatisipasi mengubah memanfaatkan perhatian keadaan yang mood emosi positif
akan ditemui
Kemampuan mempersepsi menilai dan mengekspresikan emosi
I
"'
"'
"'
'VKemampuan Kemampuan Kemampuan Kemampuan mengidentifika mengidentifika mengekspresik membaedakan si emosi si emosi an emosi emosi positif
orang lain secara tepat dan negatif
Empat cabang diagram disusun mulai dari proses psikologis dasar ke proses
psikologi yang lebih tinggi. Level yang paling rendah adalah kemampuan
yang tertinggi adalah kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan emosi dan intelektual. Masing-masing cabang mempunyai empat kemampuan.
Kemampuan-kemampuan tersebut timbul dari hasil perkembangan. Secara perkembangan, kemampuan yang timbul lebih dulu adalah kemampuan yang terletak di sebelah kiri. Kemampuan ini biasanya lebih sederhana dibanding kemampuan di sebelah kanan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang tingkat kecerdasan emosi yang tinggi adalah mereka yang menguasai kemampuan-kemampuan yang membutuhkan proses psikologis mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2.3
Kecemasan
2.3.1 Pengertian Kecemasan
Bila seseorang dihadapkan kepada sesuatu dan hal itu dapat mengancam dirinya atau setidaknya dapat menimbulkan hal yang tidak menyenangkan dalam dirinya maka ia dapat dikatakan mengalami kecemasan, bail< dalam taraf rend ah ataupun taraf tinggi yang sudah dikatakan perilaku kecemasan yang abnormal.
kekhwatiran yang yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tapi sebagian besar sumbernya tidak diketahui. Menurut Davidoff (1991) mengatakan kecemasan sebagai emosi yang diantisipasi, termasuk ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya sistem saraf simpatik.
Maramis (1998), menyebutkan bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990), adalah,
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yan terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin.
Menurut Kaplan, Sadock dan Greb (dalam Fitri dan Julianti, 2005),
kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam
menemukan identitas diri dan arti hidup.
dapat ditarik kesimpulan, bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosi seseorang. Dalam hal perasaan yang tidak menyenangkan, obyek yang dihadapi bisa disadari ataupun tidak, dan muncul keadaan yang bersifat somatik dan psikologis.
Dalarn keadaan biasa, sulit membedakan antar kecemasan dan ketakutan. Menurut Davidoff (1997), kecemasan dan ketakutan dapat dibedakan menjadi dalam dua dimensi, yaitu:
a. Objek suatu ketakutan biasanya mudah dispefikasi, sedangkan objek kecemasan biasanya tidak jelas.
b. lntensitas rasa takut itu sendiri sesuai dengan besar kecilnya ancaman. Sedangkan intensitas kecemasan seringkali jauh lebih besar daripada obyeknya yang belum begitu jelas.
2.3.2
Macam-macam kecemasanFreud (dalam Mustafa Fahrni, 1987), berpendapat bahwa kecemasan ada tiga macam, yaitu :
a. Cemas Objektif
langit. Awan gelap itu menyebabkan seseorang merasa takut, karena hal tersebut merupakan pertanda akan terjadi badai.
b. Cemas Penyakit
Freud berpendapat cemas penyakit tampak dalam tiga bentuk pokok : Pertama adalah cemas umum. Cemas ini adalah cemas yang paling sederhana, karena tidak berhubungan dengan sesuatu hal tertentu. Hal yang terjadi adalah individu merasakan takut yang samar dan umum serta tidak menentu. Rasa cemas itu mempengaruhi seluruh dirinya. Yang kedua adalah cemas penyakit, cemas ini menyangkut pengenalan terhadap obyek tertentu atau takut akan hal-hal tertentu, misalnya takut pada serangga, atau takut pada ketinggian. Ketakutan yang seperti ini tidak seimbang dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh benda atau keadaan yang berhubungan dengan kecemasan tersebut. Yang ketiga adalah cemas dalam bentuk ancaman, adalah kecemasan yang menyertai gangguan-gangguan dan pen ya kit jiwa. Seseorang merasa cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga ia merasa
terancam oleh sesuatu itu.
c. Cemas moral dan dosa
Cemas moral dan rasa dosa kecemasan yang diakibatl<an oleh perasaan berdosa karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hati nurani atau keyakinan (Mustafa Fahrni, 1987: 27)
2.3.3 Gejala-gejala Kecemasan
Menurut Mustafa Fahrni (1987), cemas mempunyai penampilan atau gejala yang bermacam-macam, antara lain :
a. Gejala Jasmaniah (fisiologis) yaitu : ujung-ujung jari kaki dan tangan dingin, keringat berpicikan, ganguan pencernaan, jantung berdebar cepat, kepala pusing, hilang nafsu makan dan pernafasan ter9anggu.
b. Gejala kejiwaan, antara lain sangat takut, merasa akan terjadi sesuatu bahaya aatu penyakit. Tidak mampu memusatkan perhatian, hilang kepercayaan terhadap orang lain, dan ingin lari dari kehidupan (Mustafa Fahrni, 1987 :29)
Menurut David Sue (dalam Lalili Nafilah, 2005), individu yang mengalami kecemasan sering kali tidak mengakui bahwa dirinya cemas, tetapi dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ia mengalami
Kecemasan dapat dimanifestasikan dalam empat hal :
1 ). Secara kognitif (dalam pikiran) : dapat bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai rasa panik. lndividu terus-menerus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali
berkonsentrasi atau mengambil keputusan, dan apabila ia mengambil keputusan, maka akan menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut. lndividu juga akan mengalami kesulitan tidur (insomnia).
2). Secara motorik (tingkah laku) : seperti gemetar dengan goncangan tubuh yang berat. lndividu mengalami kesukaran dalam berbicara.
3). Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis) : dapat berupa ganguan pernafasan atau ganguan pada organ tubuh seperti jantung berdebar-dEbar, berkerinagat, tekanan darah meninggi dan gangguan pencernaan, kelelahan badan seperti pingsan.
4). Secara afektif: individu tidak dapat tenang dan mudah tersingung sehingga memungkinkan ia terkena depresi.
Spielberger (1966) menyebutkan bahwa terdapat lima komponen terjadinya kecemasan, yaitu :
2. Perseption of situation, individu menganggap bahwa situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul, kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respons fisiologis seperti denyut jantung dan tekanan darah.
3. Anxiety State reaction, individu menganggap bahwa situasi yang berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul
4. Cognitif reapprasial follow, individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut, untuk individu menggunakan pertahanan diri
(defence mechanism) atau dengan menggunal<an aktivitas kognisi atau motoril<nya.
5. Coping, individu menemukan jalan keluar dengan ュ・ョセュオョ。ャ\。ョ@ defence mechanism seperti proyeksi atau rasionalisasi.
2.3.4 Strategi Menanggulangi Kecemasan
Kecemasan dan rangsangan fisiologis yang dirasakan oleh individu
menyebabkan ketidal<nyamanan, hal tersebut memotivasi individu melakukan sesuatu guna menghilangkannya. Setiap individu mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi situasi yang menimbull<an kecemasan tersebut.
Menurut Atkinson (1996), ada dua cara utama untuk menanggulangi l<ecemasan.
Cara-cara tersebut adalah :
1. Cara yang menitikberatkan pada masalah. lndividu rnenilai situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindrinya.
2. Cara yang menitik beratkan pada emosi. lndividu berusha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan tersebut.
Menurut Zakiah darajat (1990). cara yang terbaik untuk menghilangkan kecemasan adalah dengan cara menghilangkan sebab-sebabnya. Namun tidak semua orang sanggup mengatasi dengan cara-cara tersebut, dan mencari jalan lain yang kurang sehat, yaitu berupa usaha-usaha yang tidak disadari.
Cara-cara tersebut antara lain :
2. Proyeksi, adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya kepada orang lain, terutama tindakan, pikiran tau dorongan-dorongan sehingga dapat diterima dan kelihatan masuk akal. Misalnya seorang karyawan yang menghadapi kegagalan pada pekerjanya, namun ia idak mengetahui
kelemahan dan kesalahannya dan mencari kesalahan tersebut pada orang lain, atau sesuatu di luar dirinya untuk dipersalahkan agar ia dapat
menghindari rasa gelisah pada dirinya.
3. ldentifikasi. Adalah kebalikan dari proyeksi, dimana orang turut merasakan sebagian dari tindakan atau sukses yang dicapai orang lain. Dengan
identifikasi orang mencapai kepuasan dengan apa yang dicapai oleh orang lain, walaupun ia sendiri tidak mampu mencapainya.
4. Hilang hubungan (disassosiasi). Disasosiasi dapat dibagi mrenjadi dua macam, yaitu tindakan terpaksa (compulsive) dan tindal<an pengganti exessive). Dalam hal pertama individu merasa terdorong atau terpal<sa melal<ukan sesuatu tindakan, tanpa disadari dengan jelas apa sebabnya. Dalam hal kedua individu berpikir dan berbicara tentang sesuatu sebagai ganti dari melal<ul<annya guna menutupi ketidak mampuannya
mengerjakan sesuatu tersebut.
tersebut terjadi secara tidak disadari. Dalam represi, individu berusaha mengingkari kenyataan atau faktor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadan tersebut disadarinya.
6. Subsitusi, adalah cara pembelaan diri yang paling baik. Subsitusi tersebut ada dua macam. Pertama adalah sublimasi, yaitu pengungkapan dari dorongan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat clengan cara yang dapat diterima. Jenis sublimasi yang kedua adalah kompensasi, yaitu usaha untuk mencapai sukses dalam bidang lain, setelah gagal dalam suatu bidang.
2.4
Pensiun
2.4.1 Pengertian Pensiun
Secara umum dalam dunia kerja, pensiun adalah berhentinya seseorang dari pekerjaan formal. Namun demikian pensiun adalah suatu peristiwa yang menimbulkan konsekuensi tertentu yang akhirnya turut memberikan makna bagi peristiwa sendiri.
yang telah maupun akan pensiun, karena beberapa hal harus diubah sesuai dengan perkembangan usia. Menurut Turner & Helms (1983), "Retirement mean the and of the formal work and the beginning of a nerole in life, one that
has its own behavioural expectations and requires are definition of the self'
Pensiun berarti berakhirnya pekerjaan yang formal dan permulaan suatu peran baru dalam hidup, dimana ia mempunyai harapan tingkah laku tersendiri dan membutuhkan adanya pendefinisian kembali identitas diri.
2.4.2 Jenis-Jenis Pensiun
Menurut Hurlock (1997), mundurnya seseorang dari dunia kerja dilakukan dengan dua cara, dimana pada keduanya memilki konskuensi sendiri berdasarkan latar belakang dan situasi yang dihadapinya, yaitu :
1. Pensiun sukarela (voluntary retirenment)
2. Wajib pensiun I pensiun karena adanya peraturan (mandatory retirenment).
Pada jenis ini perusahaan atau organisasi telah menetapkan batas usia pensiun para pekerja yang sudah menginjak usia tersebut wajib pensiun tanpa mempertimbangkan suka atau tidak. Pensiun jenis ini didasarkan pada peraturan yang mengikat pegawai, dimana terdapat batas usia tertentu yang menandakan berakhirnya masa kerja individu secara formal tanpa memperhatikan apakah individu menghendaki atau tidak.
Sampai saat ini, pensiun masih merupakan masalah yang mempengaruhi sebagian pekerja. Orang-orang lanjut usia merasa bahwa tunjangan pensiunnya tidak mencukupi untuk memungkinkan mereka hidup sesuai dengan rencana dan harapan mereka. Akibatnya mereka rnerasa perlu mencari pekerjaan guna menambah pendapatan mereka.
Havighurst dalam Hurlock (1997), membagi orang usia lanjut dalam dua kategori umum atas dasar sikap mereka terhadap pensiun.
kecuali mengembangkan hobi, melakukan perjalanan, ataupun aktif dalam berbagai pertemuanyang diadakan masyarakat.
Kategori yang kedua disebut pemeliharaan peran (mainteners) mereka terus bekerja dengan melakukan pekerjaan penggal waktu seteiah pensiun. Apa yang mereka kerjakan merupakan lanjutan dari apa yang mereka lakukan selama bertahun-tahun sebelumnya.
2.5
Kerangka Berpikir
Menurut Schwartz ( dalam Hurlock, 1997), pensiun dapat diartikan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola baru, selalu menyangkut perubahan peran, perubahan nilai dan keinginan, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hi9up individu. Hal ini berarti menuntut suatu penyesuian diri individu yang telah maupun akan pensiun, karena beberapa hal harus diubah sesuai dengan perkembangan usia.
diamati. Namun ada pula individu yang mengelak mengatakan dirinya tidak cemas dalam menghadapi masa pensiun, tetapi pada kenyataannya ia memang merasa cemas. Tiap-tiap orang rnemiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Dimulai dari yang paling ringan, seperti rasa khawatir yang ringan, sampai rasa cemas yang berat seperti depresi.
Disinilah kecerdasan emosi berperan ketika kecerdasan intelektual tidak lagi mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan emosi lebih menekankan pada kematangan jiwa yang dapat dibentuk dengan latihan untuk mendapatkan sikap-sikap yang diinginkan, seperti kemampuan untuk mengatasi masalah, dapat berfikir jernih, dapat bangkit dari kegagalan, mampu membina hubungan sosial, bersikap jujur, dan dapat mengatasi rasa cemas yang sedang dihadapinya. Kecerdasan emosi sendiri menurut Robet K. Cooper dan Ayman (2000), adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi.
Bagi pegawai yang akan menghadapi masa pensiun, jika ia memiliki
sendiri. Kompetensi diciri kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan, dan terbuka te1rhadap ide-ide serta informasi baru. Namun sebaliknya, apabila seorang pegawai yang akan memasuki masa pensiun tidak memiliki kecerdasan emosi, maka yang terjadi adalah ia akan merasa cemas bahkan pegawai tersebut dapat terkena
depresi karena tidak siap menghadapi masa pensiun.
Berikut ini adalah skema kerangka dari berpikir :
Pegawai
•
•
Kecerdasan emosi Kecerdasan emosi
(tinggi) (rendah)
'
.
Kecemasan Kecemasan
Menghadapi Masa Menghadapi Masa
2.6
Hipotesa Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti ュ・ョセQ。ェオォ。ョ@ hipotesis secara umum dala penelitian ini, sebagai berikut :
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi masa pensiun.
3.1
Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian
Jenis pendekatan pada penelitian ini adalah kuantitatif, pendekatan tersebut digunakan karena dalam penelitian ini lebih menekankan pada data yang dapat dihitung, untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh. Asumsi dari penelitian kuantitatif adalah bahwa fakta-fakta dari obyek penelitian memilki realitas dan variabel-variabel dapat diidentifikasikan, serta
hubungannya dapat diukur. Sedangkan metode yang dipakai adalah metode deskriptif yaitu serangkaian tehnik yang meliputi tehnik pengumpulan data, penyajian, dan peringkasan data (Bambang Kustianto, 1994). Jadi penelitian ini menggunakan pendekatan statistik deskriptif dengan jenis penelitian korelasional
Penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel yang berbeda dalam suatu
besamya arah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993)
3.1.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
1 . Definisi konseptual variabel
Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Goleman (2000).
Kecemasan sebagai emosi yang diantisipasi, termasuk ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya sistem saraf simpatik. Davidoff (1991 ).
2. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian dapat ditentukan variabel bebas adalah kecerdasan emosil, sedangkan variabel terikatnya adalah kecemasan menghadapi pensiun. Definisi operasional dalam variabel penelitian ini adalah ;
Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang didapat dari skala kecemasan menghadapi kecemasan. lndikator yang digunakan dalam skala kecemasan menghadapi masa pensiun dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat pengukuran David Sue terhadap empat komponen kecemasan , yaitu kognitif, rnotorik somatik dan afektif. Maka keempat komponen tersebut yang dijadikan indikator kecemasan
menghadapi pensiun.
3.2
Populasi dan Sample
3.2.1 Populasi Penelitian
Dalam metode penelitian kata populasi amat popular digunakan untuk menyebut serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran
penelitian. Oleh karena itu, kata populasi merupakan l<eseluruhan(universum) dari objek penelitian yang dapat dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya. Sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin,
2006).
kecemasan menghadapi masa pensiun, maka sample yang diambil adalah para pegawai yang berusia 50-55 tahun, dengan jumlah sampel sebanyak 34 pegawai.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi. Pada umumnya kita tidak bisa mengadakan penelitian kepada seluruh anggota dari populasi karena jumlahnya terlalu banyak. Apa yang kita biasa lakukan adalah mengambil
beberapa representatif dari suatu populasi kemudian diteliti. Representatif dari populasi ini yang dimaksud dengan sampel (Kountur, 2005).
Maka sampel penelitian yang diambil adalah sebanyak 34 orang pegawai administartif UIN yang berusia 50-55 tahun. Hal tersebut ju9a sesuai dengan teori Gay seperti yang dikutip Sevilla (1993) subjek dalam penelitian
3.2.3 Metode Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu semua anggota atau subyek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sarnpel. Beberapa bagian tertentu dalam semua kelompok secara sengaja tidak dimasukan dalam pemilihan untuk mewakili sub kelompok. Teknik ini dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Pengambilan sampel purposif digunakan karena peneliti memilih sampel berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya,adapun karakteristik dari sampel pada penelitian ini adalah :
Pegawai Administratif Universitas Islam Negeri Jakarta. Berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Berusia 50-55 tahun.
3.3 lnstrumen Penelitian
terhadap setiap penyataan yang ada (Bambang Prasetyo & Jannah L. m, 2005).
lnstrumen penelitian terdiri dari dua skala, yaitu skala kecerdasan emosi dan skala kecemasan menghadapi masa pensiun.
1. Skala Kecerdasan Emosi
Peneliti akan membuat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi, Skala kecerdasan Emosi disusun berdasekan teori Goleman (2000), yang terdiri dari ciri-ciri kecerdasan emosi yaitu: Kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi,
kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengeilali emosi orang lain dan kemampuan membina hubungan.
Berikut penjelasan dalam tabel.
Tabel 3.1
Blue Print Skala TRY OUT Kecerdasan Emosi
N Item
Aspek Jumlah
0 Favorable Unfavorable
1 Mengenali emosi diri
1,2,19,46
8, 15, 24, 38 82
Mengelola emosi 5, 10,9, 17, 4, 6, 7, 11, 16,12
20,26 25
3 Memotivasi diri 12, 33, 39, 44, 13, 18,21,27,
10
47 28
4
Mengenali emosi 14,29,30,40, 22, 23, 31, 50,12
orang Jain 42,43 51, 52
--5
fv1embina hubungan 3, 34, 35, 36,10
41, 32, 45, 48, 37 49
Jumlah
26
26
52
Cara :o;koring dari skala Kecerdasan Emosi ini adalah ウ・「。Aセ。ゥ@ berikut :
Tabel 3.2 : Bobot Skor Skala
Jawaban Favorable Unfavorable
--
SS (Sangat Setuju) 4 1- -
-S (-Setuju) 3 2
-TS (Tidak Setuju) 2 3
[image:58.595.22.432.150.473.2] [image:58.595.32.428.546.651.2]2. Skala kecemasan
. Dalam skala kecemasan, peneliti akan membuat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kecemasan. Skala ini berdasarkan dalam teori David Sue yang mengemukakan bahwa kecemasan dapat dimanifestasikan dalam empat hal, yaitu secara kognitif, motorik afektif dan somatil<. Keempat hal tersebut dihubungkan dengan hal-hal yang berkaitan den9an kecemasan
menghadapi pensiun. Skala yang digunakan sama seperti pada skala · kecerdasan emosional, yaitu model skala Liker!. Adapun jumlah item yang terdapat pada skala ini sebanyak 40 item sebelum diujicobakan.
Berikut penjelasan dalam label.
Tabel 3.3
Blue Print Skala TRY OUT Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
セ@ ..
Item
No Aspek -
- -
JumlahFavorable Unfavorable
·-l<',ognitif
1 2, 8, 12, 13 1,17,23,33,34 9
Afektif 3, 19, 25, 26, 27
2 4, 9, 14, 15, 16 10
3 Somatik 5, 6, 10, 21
7,20,28,29,30,40 10
4 Motorik 22, 31, 37, 38, 39 11
11, 18, 24, 32, 35, 36
[image:59.595.19.432.167.673.2]Cara skoring dari skala Kecemasan menghadapi masa pensiun ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4: Bobet Skor Skala
Jawaban Favorable Unfavorable
..
SS (Sangat Setuju) 4
1
S (Setuju) 3 2
TS (Tidak Setuju) 2 3
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4
3.4 Teknik Uji lnstrumen
bentuk penelitian ini adalah peneltian korelasional yaitu me!lihat hubungan antara dua variabel, yaitu kecerdasan emosional dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Hubungan antar variabel dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi. Perhitungan statistik yang digunakan untuk melihat validitas dan reabilitas skala adalah sebagai berikut :
1. Uji Validitas
Validitas sebuah tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu dapat mengukur (Anastasi dan Urbina,2003) perhitungan ini
[image:60.595.23.435.154.489.2]Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : Product Moment Pearson:
Keterangan rumus :
rxy
=
Koefisien korelasi vaiabel X dengan variabel Y L:xy=
Jumlah hasil perkalian skor X dan skor Y L:x = Jumlah nilai tiap butirL:y = Jumlah nilai skor total N
='
Jumlah subjek penelitianNilai validitas item yang didapat akan dibandingkan dengan koefisien korelasi pada r table untuk taraf signifikasi 0,05.
2. Uji Reliabilitas
Alpha-Cronbach :
Keterangan rumus :
a
= Reliabilitas instrumentK = Jumlah belahan tes
Sj 2 = Jumlah varians dari skor item
Sx 2 = Jumlah varians dari skor tes
Adapun klasifikasi reliabilitas adalah : > 0, 90 = sangat reliable
0,70 - 0,89 =reliable
0,40 - 0,69 = cukup reliable 0,20 - 0, 39
=
kurang reliable.3. Teknik Analisa Data
diperoleh dan mengatahui ada tidaknya korelasi antar dua variabel penelitian, maka digunakan teknik korelasi product moment Pearson.
Product Moment Pearson:
keterangan :
X = Skor skala kecerdasan emosional
Y
=
Skor skala kemasan menghadapi masa pensiun N=
Banyaknya subjek [image:63.595.30.436.157.497.2]Hasil penelitian dihitung dengan menggunakan system komputerisasi SPSS versi ·12,0. Hasil penelitian akan di interpretasikan dengan menunjuk pada tabel nilai r, dan mengacu pada kelompok signifikan sebesar 5%. Jika hasil perhitungan lebih besar dari r table, maka korelasi dianggap tidak signifikan atau Ho ditolak dan Ha diterima. Namun jika hasil perhitungan lebih kecil dari r table, korelasi dianggap tidak signifikan atau Ho di terima dan Ha ditola
3.5
Prosedur Penelitan
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis yang tepat, menentukan, menyusun, dan menyiapl<an alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kecerdasan emosional dan skala kecemasan menghadapi masa pensiun berupa skala sikap model Likert.
2. Tahap Uji coba (try out) a) Skala kecerdasan emosional
Skala ini terdiri dari 52 item yang mewakili 5 indikator セZ・」・イ、。ウ。ョ@ emosil. Kemudian diperoleh hasil bahwa 35 pernyataan valid yang mewakili 5 indikator kecerdasan emosi. Item yang valid adalah nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 17, 18, 20,21,22,23,24, 25,26,28,29, 31, 33, 34, 35, 38,40,41,42, ,43,47, 50, 51, 52,
Kemudian item-item yang valid diuji reabilitasnya menggunakan Alpha
b) Skala kecemasan menghadapi masa pensiun
skala ini terdiri dari 40 item yang mewaklili dari 4 indikator terhadap kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Selanjutn11a skala inidiuji cobakan dan n diperoleh hasil bahwa 25 pernyataan valid yang mewakili 4 indikator kecemasan menghadapi masa pensiun. item-item yand valid adalah item nomor 2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 26, 27, 30, 31, 33, 35,38, 39,40
Selanjutnya item-item yang valid diuji reabilitasnya menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil koefisien reliablitas sebesar 0,88 yang berarti bahwa skala tersebut cukup reliable, sebagaimana dalam Azwar (2005) senakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1.00 berarti t:>emakin tinggi tingkat reliabilitas dan sebaliknya.
3.Tahap pengambilan data
4. Tahap pengolahan data
4.1.Gambaran Umum Responden
Adapun pengambilan responden sebagai sampel penelitian adalah
sebanyak 34 orang, pegawai administratif UIN Syarif Hid8lyatullah Jakarta yang memenuhi karakteristik sampel, yaitu pegawai yang berusia 50-55 tahun dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Berdasarkan identitas responden yang didapatkan, maka gambaran umum dari subyek
penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia dan golongan jabatan. Adalah sebagai berikut :
[image:67.595.46.431.103.617.2]4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin BHrdasarkan jenis kelamin, sampel dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 22 64,7%
Perempuan 12 35,3%
•..
Total 34 100%
···---Tabel 4.1 menunjukan bahwa sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin diperoleh 64,7% sampel pria dan 35,3% sampel wanita.
4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
[image:68.595.45.437.192.488.2]Berdasarkan usia, sampel dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4.2
Kategori sampel berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
50 9 :::!6,47%
51 4 11,76%
- - - · - · - - · - · · · - ---ᄋᄋMセM --·--- --- .. MセMMMM .. --
----52 8 23,53%
··--- --- . .
53 3 8,82%
--·-- _. __ --
---'
54 4 11,76%
· - · - - -セM MMMMMMᄋMMMᄋMMMMMMMセMM -·- ---·-·
55 6 17,65%
I
Total 34 100%%Tabel 4.3
Kategori sampel berdasarkan Golongan j.abatan Golongan Jabatan Frekuensi Persentase (%)
Pembina 10 29,41%
Penata
22
64,70%Pengatur
2
5,88%Jumlah 34 100%
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sample penelitian berdasarkan golongan jabatan diperoleh sample dengan gologan jabatan pembina sebanyak 29.41 %, sample dengan gologan jabatan penata sebanyak 64. 70%, dan sample dengan gologan jabatan pengatur sebanyak 5.88%
4.2. Uji lnstrumen Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan ujiinstrumen dengan 92 item dari dua skala yaitu skala kecerdasan emosi 52 item dan skala
kecemasan mengahadapi masa pensiun sebanyak 40 item. Adapun tujuan dari pelaksanaan Uji instrumen ini dilakukan dengan maksud :
1. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.
4.2.1 Hasil Uji Validitas Kecerdasan Emosi
Berdasarkan uji instrumen validitas dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson pada skala kecerdasan emosi, dari 52 item yang diujicobakan diperoleh 35 item yang valid dan 17 item yang gugur.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 4.4
Blue Print Skala TRY OUT Kecerdasan Emosi
N ' Item
Aspek Jumlah
0 Favorable Unfavorable
--- f--- ---'\ 1 Mengenali emosi diri 1* ' 2 ' 19, 46 8*, 15, 24*,
8
38*
______
, _ _____----
--·---2 Mengelola emosi 5, IO*, 9*, 4*,
<>*,
7*, 12 17*,20*,26* 11*,16*,25*3 Memotivasi diri 12*, 33*, 39, 13, 18*,21*, 10 44,47* 27,28*
4 Mengenali emosi 14, 29*, 30, 22*, 23*, 31*, 12 orang lain 40*, 42*, 43* 50*,51*,52*
5 Membina hubungan 3*, 34*, 35*, 10
41*,32, 45,
36,37 48,49
·-Jumlah 26 26 52
[image:70.595.29.433.166.630.2]N
0
1
2
3
4
5
Tabel 4.5
Blue Print Penelitian Skala Kecerdasan l:mosi Item
Aspek
Favorable Unfavorablei
Mengenali emosi diri 1 5, 10, 30 4
Mengelola emosi 12,13,17,22, 2,3,4, 14,32,, 11
23 35
-Memotivasi diri 15, 24, 31 28,33,34 6
Mengenali emosi 6, 7, 8, 9 18, 19' 21,22, 10
orang lain 25,26
Membina hubungan I I 16,27.29 4
Jumlah
MMMセMセMMセ@ - -ᄋMMMセMセNMMMMMセMMMMM セMMMセMMMNLMM
---Jumlah 14 21 35
--4.2.2 Hasil Uji Validitas Kecemasan menghadapi Masai Pensiun
[image:71.595.23.433.150.473.2]Lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini : Tabel 4.6
Blue Print Skala TRY OUT Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Item
No Aspek Jumlah
Favorable Unfavorable
Kognitif
1 2*, 8, 12, 13* 1, 17,23,33*,34 9
l\fektif 3*, 19*,25,26*,27*
2 4, 9*, 14, IS*, 16* 10
3
Somatik 7*, 20*, 28*, 29*, S*,6*, 10,21* 1030*,40*
---- MGMMMᄋMMセMMMᄋMᄋᄋMMMMMMMMMM --- , -
---4 Motorik 11 *, 18*, 24. 32. 22.31*.37.38*,39* 11
35*.]6
---""·--- --·
-Jumlah 21 19
Ket * : item valid
I
40
Tabel 4.7
Blue Print Penelitian Skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Item
No Aspek Jumlah
Favorable Unfavorable
Kognitif
1 1, 6 23 3
l\fektif 5, 13, 16, 35
2 3, 10, 11 7
- - - - · - - - -
-3 Somatik
4, 8, 12, 14,19, 24
7,17,21
9
4 Motorik 15, 20, 22 6
2, 9, 18,
-MセMMMMMMMMMMMᄋᄋᄋMᄋ@
-[25]
Jumlah 14 11
4.2.3. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi dan Kecemasan
Menghadapi masa Pensiun
[image:73.595.22.434.157.473.2]Uji reliabilitas yang dilaksanakan dengan sample uji instrument sebanyak 34 responden. Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji statistik Alpha Croncbach dengan menggunakan program SPSS versi 12.0. Hasil uji reliabilitas skala berpikir dan orientasi masa depan, maka diperoleh hasil :
1. Koefisien reliablitas skala kecerdasan emosi sebesar adalah 0,913 yang berarti bahwa skala tersebut sangat reliable.
2. Koefisien reliablitas skala kecemasan menghadapi masa pensiun adalah sebesar 0.898 yang berarti bahwa skala tersebut cukup reliable.
Berikut norma reliabilitas yang dijelaskan Guilford & Fruchter pada table di bawah ini:
Koefisien >0.90
Tabel 4.8 Norma Reliabilitas
0.70 sampai 0.90 0.40 sampai 0.70 0.20 sampai 0.40
< 0.20
4.3. Uji Persyaratan
4.3.1 Uji Normalitas
Kriteria Sangat reliabel
Reliabel Cukup reliabel Kurang reliabel
Tidak reliabel
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakana uji
[image:75.595.28.438.149.476.2]sedikit, untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi sec:ara normal atau tidak (Bhuono Adi Nugroho, 2005).
Berdasarkan uji kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi hitung pada skala kecerdasan emosi sebesar 0,390. Nilai signifikansi ini lebih dari pada signifikansi alpha 5 %, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang pada berdasarkan skala kecerdasan emosi berdistribusi normal.
Normalitas data berdasarkan skala kecerdasan emosi ini juga dapat dilihat
berdasarkan gambar diagram Q-Q plot keluaran SPSS 12.0 berikut ini;
[image:76.595.31.433.219.646.2]Gambar4.1
Normal Q·O Plot of kecerdasan emosi
'"'
0
'"
• 0
" 0 0
セ@ 0
m 110 0
E
0
z
$100
u0
1l.
"
00w 0
0 0
"'
00
0
..
60..
"'
'"
'"
Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa sebaran data variabel kecerdasan emosi berada di sekitar garis uji yang mengarah ke kanan, dengan demikian data tersebut dapat dikatakan normal.
Berdasarkan uji kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi hitung pada skala kecemasan menghadapi pensiun sebesar 0,825. Nilai signifikansi ini lebih dari pada signifikansi alpha 5 %, maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang pada berdasarkan skala kecemasan
[image:77.595.24.429.225.665.2]menghadapi pensiun berdistribusi normal. Normalitas data berdasarkan skala kecernasan menghadapi masa pensiun ini juga dapat dilihat berdasarkan gambar diagram Q-Q plot keluaran SPSS 12.0 berikut ini;
60
0
0
Gambar4.2
Normal Q-0 Plot of kecomasan
0 0 0
0 0
0 0
Observed Value
0
0 0
Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa sebaran data variable kecemasan menghadapi pensiun berada disekitar garis uji yang men9arah ke kanan atas dengan demikian data tersebut dapat dikatakan normal.
4.3.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variabilitas mean dari data dalam suatu kelompok. Homogenitas item berkaitan dengan isi dari suatu tes. Tes yang bermaksud mengukur suatu aspek seharusnya terdiri dari item-item yang juga mengukur hal yang sama. Semakin homogen item- itemnya, maka koefisien reliabilitas tes tersebut akan semakin tinggi pula. Sebaliknya,
semakin heterogen item-item tes maka reliabilitasnya juga akan berkurang,
Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan rumus One-ll\lay Anova. Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :
Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan melalui program SPSS versi 12.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Hasil uji homogenitas pada data diperoleh angka probabilitas sebesar 0.997 dan pada skala kecerdasan emosi diperoleh angka probabilitas sebesar 0.997 dengan menggunakan taraf signifikansi alpha 5 %, maka diketahui bahwa nilai probabilitas skala kecerdasan emosi adalah sebesar 0.997 dan skala kecemasan menghadapi masa pesiun adalah sebesar 0.251,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua skala tersebut Ho ditolak yang berarti varians kedua data bersifat homogen.
4.4 Hasil Penelitian
Pada tabel berikut disajikan nilai hasil uji korelasi.
Tabel
4.9
Tabel hasil penghitungan Uji Korelasi Pearson Product Moment
Correlations
kecerdasan
emosi kecemasan
kecerdasan emosi Pearson Correlation 1 -,583( .. )
Sig. (2-tailed) ,000
N 34 34
Kecemasan Pearson Correlation -,583( .. ) 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 34 34
.. Correlation 1s significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai r hitung (r Pearson product moment) yang dihasilkan adalah sebesar -0.583. Sementara nilai r tabel dengan N sebesar 34 dengan taraf signifikansi alpha 5% adalah sebes