• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Danau Lido merupakan danau yang terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Danau ini adalah danau buatan yang mendapat masukan air dari beberapa aliran sungai, seperti Cileteuh, Ciketing, Pereng, dan rembesan-rembesan dari areal perkebunan Pondok Gedeh.

Kegiatan budidaya di Danau Lido dikembangkan secara intensif dengan memberikan pakan buatan sebagai pakan utama. Hal ini menyebabkan banyak bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan sisa ekskresi terakumulasi di dasar perairan. Selanjutnya, hal tersebut akan mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik. Pemanfaatan oksigen yang terlalu besar akan menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik sehingga menyebabkan defisit oksigen.

Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh seluruh jasad hidup organisme akuatik untuk respirasi, pertumbuhan, perkembangbiakan, proses metabolisme dan untuk dekomposisi bahan organik. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis, proses difusi, dan dari aliran air yang masuk ke badan perairan.

Perairan stagnan seperti danau, kandungan oksigen terlarut akan mengalami stratifikasi. Kandungan oksigen terlarut akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Di dasar perairan, proses dekomposisi akan membutuhkan banyak oksigen agar bahan organik dapat terurai. Kandungan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion sangat sedikit dan bahkan mencapai nol sehingga jika dekomposisi terjadi pada keadaan anaerobik maka akan dihasilkan gas-gas beracun seperti H2S, NH3, dan CH4.

(2)

1.2. Perumusan Masalah

Oksigen terlarut di perairan berperan dalam aktivitas organisme akuatik. Penyediaan oksigen terlarut dapat berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton, difusi dan oksigen bawaan dari aliran air yang masuk ke badan perairan. Bentuk aktivitas utama dalam pemanfaatan oksigen terlarut adalah respirasi dan dekomposisi yang akan mempengaruhi keseimbangan oksigen terlarut (Gambar 1).

Kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang akan meningkatkan aktivitas dekomposisi. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya laju konsumsi oksigen di perairan hingga melebihi laju produksi oksigen sehingga dapat menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik di kolom perairan. Menipisnya lapisan oksik di perairan dapat menyebabkan timbulnya LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrome) terhadap ikan (Nastiti et al. 2001 in Satria 2007). Kondisi LODOS terjadi pada waktu menjelang pagi, ketika kondisi oksigen telah mencapai titik kritis akibat pemanfaatan oksigen terlarut pada malam hari tanpa diimbangi dengan produksi oksigen.

Apabila laju pemanfaatan oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan laju produksi oksigen, maka akan sangat dimungkinkan terjadinya defisit oksigen. Selanjutnya, lapisan anoksik akan semakin tebal, sedangkan lapisan oksik akan semakin menipis. Lapisan permukaan perairan memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi karena adanya proses fotosintesis dan difusi oleh udara secara langsung, sedangkan pada lapisan dasar perairan kadar oksigen sangat sedikit bahkan mencapai nol dan proses dekomposisi tetap berjalan. Terakumulasinya bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme akan meningkatkan pemanfaatan oksigen untuk dekomposisi, sedangkan pada umumnya dasar perairan dalam kondisi anoksik. Jika proses dekomposisi bahan organik terjadi pada kondisi anaerobik, maka akan dihasilkan gas-gas beracun seperti H2S,

NH3, dan CH4.

(3)

proses fotosintesis masih mencukupi. Fotosintesis sebagai penghasil oksigen terbesar dapat berlangsung. Berbeda halnya dengan kondisi malam hari, fotosintesis tidak dapat berlangsung, serta muncul potensi kondisi defisit oksigen, karena pemanfaatan oksigen tetap berlangsung.

Keterangan:

(+) proses produksi oksigen terlarut di perairan (-) proses pemanfaatan oksigen terlarut di perairan

Gambar 1. Skema perumusan masalah

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi oksigen terlarut secara vertikal dalam berbagai kedalaman selama 24 jam.

Hidrodinamik : difusi, aliran yang masuk ke badan perairan

Fotosintesis Keseimbangan

O2

Terjadi defisit atau surplus O2

Respirasi dan dekomposisi

+

+

(4)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Boyd 1982). Oksigen berperan penting sebagai indikator dalam penentuan kualitas suatu perairan (Satria 2007).

2.1.1. Sumber oksigen terlarut dalam perairan

Oksigen terlarut di perairan bersumber dari proses fotosintesis dan proses difusi dari udara bebas (Boyd 1982). Menurut Schmittou (1990), sebagian besar (90-95%) oksigen masuk ke perairan waduk atau danau melalui proses fotosintesis kemudian oleh difusi dari udara, dan yang paling kecil oleh aliran air yang memasuki badan perairan. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika (Boyd 1982). Secara umum proses fotosintesis dapat ditunjukkan pada reaksi berikut.

6CO2 + 6H2O  C6H12O6 + 6O2 (Cole 1983)

Faktor pengontrol yang mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis dan konsentrasi oksigen terlarut di perairan adalah suhu, cahaya, konsentrasi nutrien, spesies dari fitoplankton yang hidup di perairan, kelimpahan plankton, turbulensi, dan faktor lainnya. Pada lapisan permukaan hingga perairan kolam, konsentrasi oksigen terlarut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kelimpahan plankton (Boyd 1982).

(5)

(Boyd 1982). Oksigen bawaan yang masuk ke dalam badan perairan dapat terjadi karena adanya inflow (Wetzel 2001).

Odum (1993) menyatakan bahwa perairan tergenang biasanya memiliki stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu secara vertikal pada kolom perairan. Bila dibagi berdasarkan ada tidaknya cahaya pada suatu lapisan perairan, maka ada dua kelompok lapisan, yaitu lapisan fotik (eufotik, kompensasi, dan disfotik) dan lapisan afotik. Berdasarkan perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan menggenang dikelompokkan sebagai berikut.

a. Lapisan eufotik, yaitu lapisan yang masih mendapatkan cukup matahari. Pada lapisan ini oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih besar daripada oksigen yang digunakan untuk respirasi.

b. Lapisan kompensasi, yaitu lapisan dengan intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya permukaan atau yang dicirikan oleh hasil fotosintesis yang sama dengan hasil respirasi.

c. Lapisan profundal, yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi dengan intensitas cahaya sangat kecil (disfotik) atau sudah tidak ada lagi cahaya (afotik).

2.1.2. Pemanfaatan oksigen terlarut

(6)

konsentrasi oksigen dan tingkat konsumsi sangat berguna untuk menggambarkan sebab dan akibat terjadinya eutrofikasi di perairan (Carlsson et al. 1999).

2.1.3. Penurunan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion

Dalam berbagai stratifikasi, oksigen terlarut akan semakin menurun hingga lapisan hipolimnion. Penurunan ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi dari pemukaan hingga dasar perairan. Proses yang terjadi pada lapisan hipolimnion adalah proses dekomposisi oleh bakteri serta proses respirasi (Sumawidjaja 1974).

Pengurangan kandungan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion yang semakin meningkat selama terjadi stratifikasi bukan hanya karena faktor kedalaman atau pun bertambah tebalnya volume lapisan hipolimnion, melainkan juga karena faktor waktu selama periode stratifikasi. Perbedaan kadar oksigen terlarut awal, selama, dan akhir periode stratifikasi pada suatu kedalaman tertentu dinyatakan sebagai defisit oksigen. Defisit oksigen pada areal hipolimnetik pada sejumlah danau atau waduk dapat mengindikasikan bahwa (Wetzel 2001).

a. Defisit oksigen berkorelasi positif dengan produktivitas primer alga fitoplankton.

b. Defisit berkebalikan secara proporsional terhadap transparansi epilimnetik (kedalaman Secchi disk).

c. Danau dengan konsentrasi total fosfor lebih tinggi memiliki nilai defisit oksigen lebih tinggi pula.

d. Defisit cenderung lebih besar terjadi pada danau yang memiliki rata-rata temperatur hipolimnetik musim panas lebih tinggi.

e. Defisit oksigen lebih besar pada danau dengan kedalaman rata-rata hipolimnetik yang tebal.

Danau dengan hipolimnion tipis dapat memiliki nilai rata-rata deplesi oksigen per unit volume lebih besar namun rata-rata per unit arealnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan yang terjadi pada danau dengan hipolimnion tebal (Wetzel 2001).

(7)

a. Tipe orthograde: terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman perairan. Peningkatan oksigen pada kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman.

b. Tipe clinograde: terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.

c. Tipe heterograde positif dan negatif: pada tipe ini terlihat bahwa fotosintesis dominan terjadi di atas lapisan termoklin dan akan meningkatkan oksigen di bagian atas lapisan metalimnion.

d. Tipe anomali: tipe ini terjadi aliran air yang deras, dingin, kaya oksigen dan membentuk sebuah lapisan yang mempunya ciri-ciri sendiri.

Keterangan : (a). Tipe orthograde; (b). Tipe clinograde; (c). Tipe heterograde positif dan negatif; (d). Tipe anomali.

Gambar 2. Tipe distribusi vertikal oksigen (Goldman dan Horn 1983)

2.2. Parameter Pendukung Keberadaan DO

(8)

dan biologi tersebut merupakan faktor yang sangat mendukung keberadaan DO di perairan dan keberadaannya sangat berfluktuasi.

2.2.1. Suhu

Suhu suatu perairan sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan perairan, sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952). Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air. Suhu juga berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas dan juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4,

dan sebagainya (Haslam 1995). Suhu air yang selalu meningkat menyebabkan oksigen semakin berkurang karena laju konsumsi oleh organisme perairan semakin meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Fang dan Stefan 1997).

Tabel 1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mmHg (Cole 1983).

Suhu

(9)

dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah, melangsungkan proses fotosintesa. Menurut Odum (1993) penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Wetzel dan Likens 1991). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 2005).

Menurut Sumawidjaja (1974) kecerahan air mempengaruhi jumlah dan kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini mempengaruhi kualitas plankton melalui penyediaan energi untuk melangsungkan proses fotosintesis. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Peningkatan kepadatan fitoplankton akan meningkatkan suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, sehingga penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan menentukan produktivitas primer suatu perairan (Boyd 1982).

2.2.3. pH

Nilai pH merupakan salah satu komponen terpenting dan sering digunakan sebagai penentu dalam pengukuran parameter kimia perairan (APHA 2005). Nilai pH air menunjukkan apakah reaksi basa atau asam relatif terhadap titik netral pH 7,0. Nilai pH perairan secara normal berfluktuasi pada siklus siang hari atau diurnal secara primer dipengaruhi oleh kadar-kadar CO2, kepadatan fitoplankton dan

alkalinitas total serta tingkat kesadahan (Schmittou 1991).

(10)

maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus 2002).

2.2.4. Fitoplankton

Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan hidup bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme ini merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya (Schmittou 1991 in Astuti dan Satria 2009). Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen.

Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan merupakan sumber kehidupan bagi seluruh organisme akuatik lainnya. Di samping sebagai penghasil oksigen, fitoplankton merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton. Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan sinar matahari melalui proses

fotosintesis (Basmi 1999).

(11)

3. METODE PENELITIAN

3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido

berada pada koordinat 106° 48’ 26” - 106° 48’ 50” BT dan 6° 44’ 30” - 6° 44’ 58” LS (Gambar 3). Danau Lido terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Danau ini adalah danau buatan yang mendapat masukan air dari beberapa aliran sungai, seperti Cileteuh, Ciketing, Pereng, dan rembesan-rembesan dari areal perkebunan Pondok Gedeh.

Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan pengamatan lapang dan pengambilan contoh dilakukan pada tanggal 27-29 Mei 2011. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Peta lokasi Danau Lido

3.2. Pelaksanaan Penelitian 3.2.1. Penentuan stasiun

(12)

sekitar KJA. Adanya kegiatan KJA mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut di perairan terkait dengan aktivitas respirasi oleh mikroorganisme maupun makroorganisme dan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi. Adapun titik lokasi pengambilan contoh yang diamati berada pada koordinat 106° 48’ 42,9” BT

dan 06° 44’ 30,4” LS (Gambar 4).

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan air contoh

3.2.2. Penelitian pendahuluan

(13)

perhitungan kedalaman kompensasi (Beer-Lambert 1983 in www.lifescience.napier.ac.uk 2011).

Keterangan : a. Pengukuran DO dengan metode titrasi Winkler b. Pengukuran DO dengan alat DO meter

c. Pengukuran suhu perairan

Gambar 5. Distribusi DO dan Suhu pada pengamatan tanggal 16 April 2011

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ditentukan kedalaman yang dapat mewakili kebutuhan penelitian utama, yaitu 0 m sebagai lapisan permukaan, dikarenakan memiliki konsentrasi oksigen terlarut tertinggi, 0,6 m mewakili kolom perairan, 1,6-3,15 m mewakili kedalaman Secchi dan 4,25 m mewakili kedalaman kompensasi. Di kedalaman 0,6 m diambil sebagai kedalaman yang mewakili kolom perairan dikarenakan di kedalaman tersebut cenderung memiliki konsentrasi oksigen terlarut yang seragam antara permukaan hingga kedalaman 1 meter. Kedalaman 1,6 dan 3,15 m diambil sebagai kedalaman yang mewakili lapisan Secchi dikarenakan bahwa berdasarkan hasil pengukuran kedalaman Secchi pada penelitian pendahuluan pertama adalah di kedalaman 3,15 m dan pada penelitian pendahuluan kedua adalah di kedalaman 1,6 m. Kemudian kedalaman 4,25 m merupakan kedalaman yang mewakili kedalaman kompensasi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model Beer-Lambert atau rumus penentuan kedalaman kompensasi.

(14)

3.2.2.1. Kedalaman kompensasi

Intensitas cahaya matahari berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hubungan tersebut dijabarkan dalam bentuk kurva sebagaimana yang tampak pada Gambar 6. Pola keberadaan cahaya di kolom perairan digambarkan dengan menggunakan persamaan eksponensial (Beer-Lambert 1983 in www.lifescience.napier.ac.uk 2011). Persamaan eksponensial yang dimaksud adalah sebagai berikut.

= 0

Persamaan kadang-kadang juga ditulis sebagai

0

=

0

=

0

= ln 0,01 =

4,6 =

Penentuan kedalaman kompensasi dapat ditentukan dengan pendekatan kedalaman Secchi. Nilai 1,7 adalah nilai konstanta untuk menentukan koefisien peredupan yang sesuai untuk perairan yang tingkat kekeruhannya kecil. Dikarenakan nilai kekeruhan di Danau Lido sangat kecil, yaitu sebesar 2 NTU maka diambil konstanta sebesar 1,7.

=1,7

= 4,6

Keterangan:

kD = Koefisien peredupan cahaya matahari

Zs = Kedalaman Secchi

E z = radiasi pada kedalaman tertentu

E 0 = radiasi di permukaan

(15)

Gambar 6. Penurunan eksponensial cahaya menurut kedalaman (Beer-Lambert 1983 in www.lifescience.napier.ac.uk 2011)

3.2.3. Penelitian utama

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, bahwa kedalaman yang diamati pada penelitian utama ini adalah 0 m, 0,6 m, 1,6 m, 3,15 m, dan 4,25 m. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah DO sebagai parameter utama, produktivitas primer dengan menggunakan metode botol gelap dan terang serta parameter penunjang yang mempengaruhi ketersediaan DO, yaitu kecerahan, suhu, pH, klorofil-a, dan kelimpahan fitoplankton.

3.2.4. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh dan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan (APHA 2005).

Parameter Unit Metode/Alat Keterangan

Fisika

Suhu °C Termometer In situ

Kekeruhan NTU Turbidity meter Laboratorium

Kecerahan m Secchi disk In situ

Kimia

pH - Electrometric/pH meter In situ

DO mg/l Titrasi winkler In situ

Biologi

Fitoplankton Ind/l Mikroskop, SRC Ex situ

Klorofil-a mg/m3 Spektofotometrik Laboratorium

(16)

3.3. Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.3.1. Keberadaan oksigen

Oksigen terlarut merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Pengukuran oksigen terlarut juga digunakan untuk menduga besarnya produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis dan besarnya pemanfaatan oksigen untuk respirasi dan dekomposisi mikroorganisme. Pengambilan air sampel untuk analisis oksigen terlarut dilakukan menggunakan Van Dorn Water Sampler. Pengukuran terhadap DO dilakukan pada setiap kedalaman yang telah ditentukan dan setiap inkubasi.

Pengukuran fotosintesis dan respirasi dilakukan pada setiap kedalaman menggunakan 4 botol, 1 botol gelap dan 2 botol terang, serta 1 botol inisial. Botol gelap dan botol terang diinkubasi selama 4 jam. Waktu inkubasi selama 4 jam diharapkan dapat mewakili waktu pengamatan baik pada siang hari ataupun pada malam hari. Hal ini akan diperoleh untuk pengamatan pada malam hari sebanyak tiga kali amatan dan pada malam hari tiga amatan pula. Kandungan oksigen terlarut pada botol inisial langsung diukur sehingga menggambarkan oksigen saat itu. Pada botol terang terjadi proses fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi, sedangkan pada botol gelap terjadi respirasi dan dekomposisi. Pengamatan terhadap besarnya tingkat fotosintesis hanya dilakukan pada siang hari, sedangkan besarnya tingkat respirasi dan dekomposisi dilakukan sepanjang hari selama 24 jam.

3.3.2. Keberadaan fitoplankton

Untuk mengetahui keberadaan fitoplankton, air contoh diambil dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler pada interval kedalaman tertentu hingga mencapai kedalaman kompensasi. Kemudian air contoh disaring dengan menggunakan plankton net dan kemudian dituang ke dalam botol polyetilen 100 ml. Contoh plankton diawetkan dengan larutan Lugol 1% hingga berwarna cokelat seperti air teh.

(17)

3.3.3. Kualitas air penunjang a. Parameter fisika

a.1. Suhu

Suhu diukur dengan menggunakan termometer. Pengukuran suhu dilakukan setiap kedalaman dan setiap waktu inkubasi.

a.2. Kecerahan

Kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi disk sebanyak satu kali dalam 24 jam, yaitu ketika cahaya optimum antara pukul 09.00-15.00. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat matahari tidak tertutup awan.

b. Parameter kimia b.1. pH

Pengambilan air contoh untuk analisis pH menggunakan Van Dorn Water Sampler. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH stik pada setiap kedalaman dan setiap waktu inkubasi.

c. Parameter biologi c.1. Klorofil-a

Pengambilan air contoh dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler pada interval kedalaman yang telah ditentukan. Air contoh dimasukkan ke dalam botol Polyetilen 1 liter yang kemudian diteteskan dengan larutan MgCO3

sebanyak 1 ml sebelum air contoh disaring. Botol Polyetilen dilapisi dengan plastik hitam agar tidak terjadi proses fotosintesis. Analisis klorofil-a dilakukan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan Bagian Produktivitas Lingkungan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis tipe distribusi vertikal oksigen terlarut

(18)

3.4.2. Penentuan persen saturasi oksigen

Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi) akan tercapai jika konsentrasi oksigen yang terlarut di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis (Tabel 1). Konsentrasi oksigen tidak jenuh terjadi jika konsentrasi oksigen yang terlarut kurang dari konsentrasi oksigen secara teori (Jeffries dan Mills 1996). Selanjutnya, ketika kondisi oksigen di perairan sudah mencapai titik jenuh yang dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan konsentrasi ion, maka perlu dilakukan perhitungan persen saturasi. Kejenuhan oksigen di perairan dinyatakan dengan persen saturasi (Wetzel dan Likens 1991).

% saturasi = DO

DOt

x100% (Wetzel dan Likens 1991).

Keterangan:

DO : Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l)

DOt : Konsentrasi oksigen terlarut secara teori (mg/l)

3.4.3. Analisis besarnya laju fotosintesis dan respirasi

Nilai fotosintesis dapat memberikan gambaran seberapa besar sumbangan oksigen (NPP) yang dihasilkan fitoplankton terhadap perairan danau, sedangkan nilai respirasi dan dekomposisi menggambarkan seberapa besar pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme (plankton dan bakteri). Perbedaan konsentrasi oksigen pada botol terang dan inisial menunjukkan besarnya penambahan oksigen. Sebaliknya perbedaan kandungan oksigen pada botol inisial dan botol gelap menunjukkan besarnya pemanfaatan oksigen. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Wetzel dan Likens 1991).

= = = (Wetzel dan Likens 1991).

Keterangan:

NPP : Net Primary Productivity (mgO2/l/jam)

R : Respirasi dan dekomposisi (mgO2/l/jam)

GPP : Gross Primary Productivity (mgO2/l/jam)

L : konsentrasi oksigen dalam botol terang (mgO2/l)

D : konsentrasi oksigen pada botol gelap (mgO2/l)

I : konsentrasi oksigen pada botol inisial (mgO2/l)

(19)

3.4.4. Analisis dugaan besarnya pasokan oksigen dari aliran air dan difusi dari udara serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses ekologis

Sumber oksigen dalam perairan selain berasal dari fotosintesis, juga berasal dari difusi udara dan bawaan aliran air (inflow). Begitu pula dengan pemanfaatan oksigen dalam perairan selain oleh mikroorganisme air (plankton dan bakteri), juga dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh makroorganisme dalam air.

Oleh karena itu, perlu pendugaan untuk mengetahui besarnya masukan oksigen selain dari hasil fotosintesis dan besarnya konsumsi oksigen selain oleh plankton dan bakteri. Penentuan keduanya diperoleh dari selisih antara DO aktual t1

(oksigen terlarut pada saat pengamatan) dan DO sisa (besarnya cadangan oksigen pada waktu sebelumnya (t0) setelah ditambah besarnya produksi oksigen dari

fotosintesis dan dikurangi besarnya pemakaian untuk respirasi mikroorganisme selama inkubasi). Pendekatan yang dilakukan sebagai berikut (Boyd 1982).

DO aktual t1 = DO aktual t0 + F (t1- t0) + D (t1- t0)– R1 (t1- t0)– R2 (t1- t0)

R1 (t1- t0) : besarnya konsumsi O2 untuk respirasi mikroorganisme dan

dekomposisi bahan organik dari t0- t1

R2 (t1- t0) : besarnya konsumsi O2 untuk respirasi ikan dan proses

yang tidak terukur dalam botol gelap dari t0- t1

DO sisa : sisa DO pada saat t1 setelah pada t0 mendapat pasokan

dari fotosintesis dan dikurangi respirasi dan dekomposisi D (t1- t0)– R2 (t1- t0) : dugaan besarnya sumbangan oksigen selain yang berasal

dari proses fotosintesis dan konsumsi oksigen selain yang terukur dalam botol gelap.

Apabila DO aktual t1 lebih besar dari DO sisa (ditunjukkan oleh selisih DO

(20)

Apabila DO aktual t1 kurang dari DO sisa (ditunjukkan oleh selisih DO aktual

dan DO sisa yang menghasilkan nilai negatif), maka konsumsi oksigen oleh ikan atau proses lain yang membutuhkan oksigen selain yang terukur dalam botol gelap, lebih dominan dibandingkan masukan oksigen dari luar perairan. Konsumsi oksigen lainnya (oleh dasar perairan) tidak diperhitungkan (Boyd 1982). Perhitungan digunakan untuk setiap kedalaman yang diamati.

3.4.5. Analisis ketersediaan oksigen terlarut di perairan

Setelah dilakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut dan perhitungan fotosintesis dan respirasi, akan dapat dilihat ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan. Apabila konsentrasi oksigen pada waktu sebelumnya (cadangan oksigen) ditambah hasil fotosintesis lebih besar dari konsumsi oksigen untuk respirasi dan dekomposisi atau DO sisa lebih dari 0 mg/l, maka dalam perairan tidak terjadi defisit oksigen. Apabila fotosintesis sama dengan respirasi, maka produksi oksigen sebanding dengan pemakaian oksigen. Selanjutnya apabila konsentrasi oksigen pada waktu sebelumnya (cadangan oksigen) ditambah hasil fotosintesis kurang dari respirasi dan dekomposisi, sehingga DO sisa kurang dari 0 mg/l, maka dalam perairan terjadi defisit oksigen.

3.4.6. Analisis hubungan DO dengan parameter biologi

Klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton digunakan sebagai penunjang parameter utama yang merupakan penghasil oksigen yang berasal dari proses fotosintesis. Selanjutnya dilihat pengaruh dari masing-masing parameter terhadap keberadaan oksigen dengan menggunakan analisis regresi dengan persamaan sebagai berikut:

1. Keterkaitan DO dengan klorofil-a y = ax2 + bx +c

Keterangan:

y = Parameter utama (DO aktual, NPP, GPP) x = Klorofil-a.

2. Keterkaitan DO dengan kelimpahan fitoplankton y = a ln (x) + b

Keterangan:

(21)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi dan konsumsi oksigen terlarut selama 24 jam. Beberapa parameter penunjang seperti suhu, pH, klorofil-a, dan kelimpahan plankton yang masing-masing parameter tersebut diukur pada kedalaman 0; 0,6; 1,6; 3,15; 4,25 meter pada setiap 4 jam selama 24 jam.

4.1.1. Distribusi vertikal oksigen terlarut

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, oksigen terlarut pada umumnya menunjukan nilai yang semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman seperti yang tertera pada Lampiran 3 dan Gambar 7. Hal ini, dikarenakan proses fotosintesis semakin berkurang dan adanya tingkat konsumsi oksigen yang tinggi untuk respirasi dan proses dekomposisi bahan organik berupa sisa pakan, feses, limbah organik dari kegiatan manusia yang terakumulasi di dasar perairan.

Gambar 7. Distribusi oksigen terlarut (a. Pagi-sore b. Malam-pagi)

Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam berkisar antara 6,52-7,29 mg/l pada permukaan perairan dan 0,65-1,29 mg/l pada kedalaman 4,25 m (Lampiran 3 dan Gambar 7). Kisaran konsentrasi oksigen terlarut

(22)

pada pagi hingga sore hari di permukaan sampai kedalaman 4,25 m adalah berkisar antara 0,65-7,10 mg/l dan pada pengamatan malam hingga pagi hari berkisar antara 0,71-7,29 mg/l (Lampiran 3 dan Gambar 7). Nilai distribusi vertikal oksigen terlarut selama pengamatan dapat menunjukkan bahwa pada umumnya Danau Lido menggambarkan tipe perairan clinograde di setiap waktu pengamatan yang dilakukan. Terlihat bahwa semakin bertambah kedalaman, maka konsentrasi oksigen semakin menurun.

Gambar 8. Persen saturasi konsentrasi oksigen terlarut pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan

Pengamatan yang dilakukan tidak menunjukkan adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Pada umumnya perairan pada kedalaman 0-1,6 m hampir mencapai kondisi saturasi dibandingkan dengan di kedalaman 3,15-4,25 m. Hal ini terkait dengan adanya pasokan oksigen yang berasal dari difusi udara dan aktivitas fotosintesis yang optimal pada kedalaman 0-1,6 m. Berdasarkan data yang diperoleh persen saturasi tertinggi terdapat di permukaan perairan yaitu sebesar 91,48%, terjadi pada pukul 22.00 (Gambar 8).

4.1.2. Fluktuasi harian oksigen terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam (Gambar 9).

0

06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00

(23)

Gambar 9. Fluktuasi harian oksigen terlarut rata-rata

Berdasarkan pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di kedalaman 0 m pada pukul 22.00 sebesar 7,29 mg/l. Di kedalaman 0,6; 1,6 dan 4,25 m konsentrasi tertinggi terjadi pada pukul 14.00 yaitu masing-masing adalah sebesar 6,72; 6,14; dan 1,29 mg/l.

Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 1,6 meter menunjukkan nilai yang berbeda dari konsentrasi oksigen pada kedalaman sebelumnya. Nilai oksigen pada pengamatan pukul 10.00 di kedalaman 1,6 m menunjukkan nilai yang paling rendah yaitu sebesar 4,22 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 3,15 m dan 4,25 m umumnya berada di bawah nilai 3 mg/l (Gambar 9). Di kedalaman tersebut tetap menunjukkan adanya fluktuasi namun tidak sebesar di kedalaman 0-1,6 m. Konsentrasi oksigen terlarut mulai menurun pada pukul 14.00 WIB dan terus berkurang hingga pada hari berikutnya. Namun pada kedalaman 3,15 m meningkat pada pukul 02.00 hingga mencapai 2,88 mg/l.

4.1.3. Produksi primer

Berdasarkan nilai produksi primer yang diukur, secara umum waktu fotosintesis optimum terjadi pada pukul 10.00-14.00 WIB. Namun pengamatan di lapisan permukaan pada pengamatan pukul 10.00-14.00 (Gambar 10.b.), terjadi penurunan jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (GPP). Produksi bersih (NPP) atau sumbangan oksigen hasil dari proses fotosintesis mengalami peningkatan di kedalaman 1,6 m pada pukul 10.00-14.00 yaitu sebesar 2,30 mg/l

06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 02.00 06.00

(24)

Gambar 10. GPP dan NPP pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Nilai produksi bersih (NPP) di kedalaman 3,15 dan 4,25 m sudah mencapai nilai negatif (Gambar 10.a). Pengamatan di kedalaman 3,15 m pukul 06.00-10.00 WIB yaitu sebesar 0,10 mg/l dan di kedalaman 4,25 pada pukul 14.00-18.00 WIB, yaitu sebesar 0,25 mg/l. Nilai GPP yang diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan nilai yang tidak terlalu besar. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak terlalu cerah yang terjadi saat pengamatan. Nilai GPP yang kurang dari nilai NPP di kedalaman 1,6 m diduga karena tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang cenderung kurang dari produksi bersih oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis. Namun dari beberapa pengamatan di beberapa kedalaman seperti di kedalaman 0,6; 3,15 dan 4,25 m nilai GPP lebih besar dari nilai NPP (Gambar 10.b).

4.1.4. Rincian ketersediaan oksigen terlarut

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kondisi oksigen terlarut yang bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan. Dalam penelitian ini, produksi yang terukur adalah produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis

(25)

oleh fitoplankton yang terdapat pada botol terang. Tingkat konsumsi yang terukur adalah tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap yang berupa proses respirasi dan proses dekomposisi. Suplai oksigen dan konsumsi oksigen yang berasal dari luar perairan tidak diukur lebih lanjut dalam penelitian ini. Namun dilakukan dengan pendugaan yang berasal dari perhitungan selisih antara DO aktual T1 (pengamatan DO di waktu berikutnya) dengan DO sisa (hasil kegiatan

fotosintesis serta konsumsi oksigen yang terukur dari botol terang dan gelap). Nilai DO yang terukur pada pukul 10.00 merupakan akumulasi dari hasil suplai dan konsumsi oksigen dari waktu pengamatan sebelumnya atau DO T0 (pukul 06.00)

yang telah diinkubasi selama 4 jam. Konsentrasi nilai DO aktual pada pukul 06.00 (T0) di permukaan perairan adalah sebesar 6,52 mg/l. Konsentrasi yang dihasilkan

oleh proses fotosintesis yang terukur pada botol terang selama 4 jam adalah sebesar 1,73 mg/l dan konsentrasi oksigen yang terpakai oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap selama 4 jam adalah sebesar 1,34 mg/l (Gambar 11). Nilai DO sisa merupakan hasil penjumlahan dari nilai DO T0 dengan nilai fotosintesis dan

kemudian dikurangi dengan hasil respirasi mikroorganisme. Nilai DO sisa yang diperoleh adalah sebesar 5,56 mg/l. Konsentrasi DO pada pukul 10.00 (T1) adalah

sebesar 6,62 mg/l (Gambar 11 dan Lampiran 6).

Jika dilihat dari hasil pengamatan, pada pukul 06.00-10.00 WIB memiliki nilai selisih positif pada lapisan permukaan dan kedalaman 3,15 dan 4,25 m, yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kiri grafik DO aktual T1.

Adiwilaga et al. (2009) menyatakan bahwa kondisi tersebut dapat menduga suplai oksigen di lapisan permukaan lebih dominan diperoleh dari proses difusi serta aliran yang memasuki badan perairan. Pada kedalaman 0,6 dan 1,6 m menunjukkan nilai selisih negatif (yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kanan grafik DO aktual T1) yang berarti bahwa tingkat konsumsi oksigen oleh

(26)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 11. Grafik rincian ketersediaan oksigen terlarut (DO) rata-rata

(27)

Hasil pengamatan pada pukul 10.00-14.00 WIB, selisih DO aktual T1 (DO

pukul 14.00) dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 0; 0,6 dan 1,6 m (Gambar 11.b dan Lampiran 6), dengan pola grafik DO aktual T1 berada di

sebelah kiri DO sisa di kedalaman tersebut. Kemudian pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m menunjukkan nilai selisih positif, yang ditunjukkan dengan pola grafik DO aktual T1 berada di sebelah kanan DO sisa. Hasil fotosintesis yang ditunjukkan pada

pengamatan pukul 10.00-14.00 WIB cenderung lebih besar dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen terlarut. Begitu pula dengan hasil pengamatan pada pukul 14.00-18.00 WIB yang menunjukkan nilai selisih yang positif antara DO aktual T1

(DO pukul 18.00) dengan DO sisa di kedalaman 0; 0,6 dan 4,25 m, sedangkan nilai selisih negatif diperoleh di kedalaman 1,6 dan 3,15 m. Aktivitas pemanfaatan oksigen terlarut oleh mikroorganisme cenderung lebih kecil daripada tingkat produksi oksigen di seluruh kedalaman selama waktu pengamatan (Gambar 11.c dan Lampiran 6).

Pengamatan oksigen yang dilakukan pada malam hari tidak berbeda jauh. Namun suplai oksigen pada malam hari hanya berasal dari luar perairan seperti difusi dan aliran yang memasuki badan perairan. Tingkat konsumsi mikroorganisme dan makroorganisme tetap berlangsung sepanjang hari. Pada pengamatan malam hari (18.00-22.00; 22.00-02.00 dan 02.00-06.00) hampir di semua lapisan perairan menunjukkan nilai selisih DO aktual T1 dan DO sisa yang positif, sehingga

menunjukkan bahwa pada malam hari suplai DO yang berasal dari luar perairan lebih dominan dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang terukur di dalam botol gelap. Tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme cenderung lebih besar di kedalaman 4,25 m.

4.1.5. Produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam

(28)

mg/l/hari. Tingkat konsumsi oksigen yang digunakan untuk respirasi mikroorganisme dan proses dekomposisi menunjukkan nilai yang semakin menurun sampai pada kedalaman 3,15 meter dan kemudian meningkat kembali pada kedalaman 4,25 meter yaitu sebesar 2,94 mg/l/hari.

Tingkat konsumsi cenderung kurang dari tingkat produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis di kedalaman 0,6; 1,6 dan 3,15 m. Di kedalaman 4,25 m tingkat konsumsi oksigen cenderung lebih besar daripada produksi oksigen total.

Apabila suplai oksigen yang berasal dari proses lain (difusi udara dan aliran yang masuk ke badan perairan) tidak mencapai lapisan di bawah kedalaman 4,25 m dimungkinkan dapat terjadi defisit oksigen di lapisan dasar perairan. Pada kondisi seperti ini suplai oksigen yang berasal selain dari fotosintesis sangat dibutuhkan. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.b. dengan kondisi DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif.

Gambar 12. Grafik produksi dan konsumsi oksigen total rata-rata selama 24 jam Grafik DO sisa yang ditunjukkan pada Gambar 12.b. berada disebelah kiri DO aktual T1 di kedalaman 0; 3,15 dan 4,25 m, yang menunjukkan bahwa suplai oksigen

yang berasal dari luar perairan lebih dominan sepanjang hari di lapisan tersebut. Di kedalaman 0,6 dan 1,6 m grafik DO sisa berada di sebelah kanan grafik DO aktual T1, menunjukkan bahwa konsumsi oksigen untuk respirasi ikan dan proses lain yang

tidak terukur dalam botol gelap lebih dominan sepanjang hari. Jika tidak mendapat suplai oksigen dari proses lain, maka perairan akan mencapai kondisi anoksik.

(29)

Produksi dan konsumsi oksigen total selama satu hari dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m menunjukkan bahwa tingkat produksi oksigen selama satu hari lebih besar daripada tingkat konsumsi oksigen terlarut (Lampiran 8). Tingkat konsumsi sebesar 9859,62 mgO2/m2/hari, sedangkan tingkat produksi oksigen

adalah sebesar 13613,89 mgO2/m2/hari. DO sisa memiliki nilai yang lebih besar

dibandingkan dengan DO aktual T1 dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m yaitu

dengan nilai DO sisa sebesar 20527,54 mgO2/m2/hari dan nilai DO aktual T1 adalah

sebesar 19241,67 mgO2/m2/hari (Lampiran 8). 4.1.6. Parameter pendukung keberadaan DO a. Suhu

Suhu air di permukaan pada pagi hingga sore hari berkisar antara 26,95-28,05 °C dan pada malam hingga pagi hari berkisar antara 26,9-27,15 °C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Di kedalaman 4,25 m pada pagi hingga sore hari berkisar antara 25,65-26,1 °C dan pada malam hingga pagi hari suhu berkisar antara 25,35-25,5 °C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Pada malam hari, suhu di kedalaman 4,25 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang jauh.

Keterangan : (a). Pagi-Sore (b). Malam-Pagi

Gambar 13. Distribusi vertikal suhu rata-rata

Berdasarkan pengamatan, suhu air cenderung menunjukkan penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal ini terkait dengan perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan pada setiap waktu dan kedalaman. Suhu air pada siang dan malam saat pengamatan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang besar.

(30)

Variasi suhu terjadi perlahan-lahan dan perubahan suhu siang dan malam hari relatif kecil (Sumawidjaja 1974).

b. Kecerahan

Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengamatan, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan di Danau Lido adalah sebesar 2,41 meter. Semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal (Welch 1952).

c. pH

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, nilai pH yang diperoleh bervariasi pada setiap waktu dan kedalaman. Namun tidak menunjukkan adanya fluktuasi. Nilai pH yang diperoleh selama pengamatan adalah berkisar antara 5,5-6,5 pada titik kedalaman yang diamati (Tabel 3). Nilai pH secara keseluruhan menunjukkan adanya penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Nilai pH meningkat pada siang hari dan kembali turun pada malam hari.

Nilai pH yang meningkat pada siang hari diduga berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang memanfaatkan CO2, sedangkan penurunan pH pada malam hari

diduga berkaitan dengan aktivitas respirasi organisme perairan dan dekomposisi bahan organik yang menghasilkan CO2 yang bersifat asam yang tanpa diimbangi

dengan adanya proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan nilai pH yang cenderung turun dengan meningkatnya CO2.

Tabel 3. Nilai pH selama 24 jam pada beberapa waktu dan kedalaman

D (m) pH

(31)

d. Klorofil-a

Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan tingkat produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sklorofil-angklorofil-at terkklorofil-ait dengklorofil-an kondisi lingkungklorofil-an suklorofil-atu perklorofil-airklorofil-an. Beberklorofil-apklorofil-a pklorofil-arklorofil-ameter fisika dan kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien (terutama nitrat dan posfat).

Gambar 14. Konsentrasi klorofil-a

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap konsentrasi klorofil-a diketahui bahwa nilai konsentrasi klorofil-a dari setiap pengamatan dan setiap kedalaman yang diamati berkisar antara 88,93-385,69 g/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada kedalaman 0,6 m dan terendah terdapat pada kedalaman 4,25 m (Gambar 14).

e. Kelimpahan plankton

Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton yang berupa oksigen kemudian akan dilepas ke perairan dan ke atmosfer. Laju fotosintesis tidak hanya ditentukan oleh kelimpahan melainkan juga ditentukan oleh jenis dan ukurannya.

(32)

Tabel 4. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) yang mendominasi di perairan danau

Fitoplankton tersebut melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Dalam penelitian ini diduga masukan oksigen yang berasal dari fotosintesis hanya sampai pada pukul 14.00 karena cahaya optimum yang terjadi pada umumnya di waktu tersebut. Proses fotosintesis sudah tidak efektif lagi setelah waktu tersebut. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya yang semakin berkurang akibat cuaca yang redup.

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa fitoplankton memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan oksigen melalui proses fotosintesis, sedangkan di kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya matahari seperti pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m, fitoplankton tidak memberikan kontribusi yang nyata, karena terkait dengan cahaya yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sangat terbatas. Suplai oksigen pada kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya, maka suplai oksigen diperoleh dari hasil difusi dari permukaan yang mengalir ke kedalaman tersebut dan dari aliran yang masuk ke badan perairan. Suplai oksigen yang berasal dari luar perairan diduga terjadi selama 24 jam dan hampir di seluruh lapisan perairan.

4.2. Pembahasan

(33)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Danau Lido, konsentrasi oksigen terlarut pada umumnya semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 3 dan Gambar 7). Penurunan konsentrasi oksigen diakibatkan karena adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme maupun makroorganisme untuk respirasi dan dekomposisi bahan organik. Konsentrsasi oksigen yang berada di permukaan hingga kedalaman 1,6 m pada umumnya masih cenderung tinggi yaitu di atas 3 mg/l. Konsentrasi oksigen yang tinggi di permukaan hingga kedalaman 1,6 m sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masih dapat mencapai kedalaman tersebut sehingga proses fotosintesis masih dapat berlangsung secara optimum. Selain itu, suplai oksigen juga dipengaruhi oleh adanya difusi dari udara bebas. Pada kedalaman yang lebih dalam (3,15-4,25 m) konsentrasi oksigen cenderung menurun (kurang dari 3 mg/l). Hal ini dikarenakan proses fotosintesis di kedalaman tersebut sudah semakin berkurang. Intensitas cahaya yang masuk di kedalaman tersebut sangat sedikit dan hampir tidak ada, sehingga suplai oksigen di kedalaman tersebut lebih dipengaruhi dengan adanya aliran yang masuk ke badan perairan (inflow), sedangkan tingkat konsumsi oleh makroorganisme dan mikroorganisme tetap berlangsung di semua lapisan perairan dan sepanjang hari.

Boyd (1982) menyatakan bahwa difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated. Difusi oksigen dari udara bebas ke perairan berlangsung sangat lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di permukaan, konsentrasi saturasi dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland 1987). Oksigen yang memasuki badan perairan dapat terjadi karena adanya inflow.

(34)

yang berada di permukaan yang terlalu tinggi serta suhu yang meningkat sehingga beberapa jenis fitoplankton yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut bergerak menuju lapisan di bawah permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada hasil klorofil-a (Gambar 14), bahwa konsentrasi klorofil-a lebih besar di kedalaman 0,6 m yaitu

sebesar 385,69 g/l dan di kedalaman 1,6 m sebesar 362,96 dibandingkan dengan di kedalaman lainnya. Kelimpahan fitoplankton (Tabel 4) di kedalaman 0,6 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di lapisan permukaan. Intensitas cahaya yang sangat kuat menyebabkan laju fotosintesis terhambat (photo inhibition).

Pola distribusi oksigen terlarut secara vertikal selama 24 jam pada pengamatan yang dilakukan selama dua hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan antara siang dan malam (Lampiran 3 dan Gambar 7). Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi umumnya terjadi di permukaan perairan dan terendah terjadi pada kedalaman 4,25 m hingga dasar perairan sepanjang hari.

Distribusi vertikal oksigen terlarut selama dua hari, dapat menggambarkan bahwa di danau Lido adalah tipe clinograde pada setiap waktu pengamatan sepanjang hari. Menurut Goldman dan Horne (1983) bahwa tipe clinograde menggambarkan suatu danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Seller dan Markland (1987) menyatakan bahwa tipe ini menggambarkan suatu perairan yang eutrofik yaitu kondisi perairan yang memiliki unsur hara yang tinggi. Konsentrasi oksigen yang rendah pada lapisan bawah menunjukkan adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang intensif untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari lapisan atas.

(35)

adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Persen saturasi tertinggi tercapai ketika pengamatan pada pukul 22.00 WIB di permukaan perairan sebesar 91,48%. Hal ini diduga bahwa suplai oksigen di waktu tersebut lebih dominan terjadi akibat adanya difusi udara bebas yang mempengaruhi perairan, seperti yang ditunjukkan dari hasil selisih DO aktual T1 (DO 22.00) dan

DO sisa yang bernilai positif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut, sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan adanya defisit oksigen di lapisan tersebut pada malam hari.

Nilai kejenuhan (saturasi) oksigen menggambarkan kondisi oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen, maka semakin kecil defisit oksigen dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Tinggi dan rendah dari suatu nilai kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang terkandung di dalam badan air. Hal ini terkait dengan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi secara aerob. Semakin banyak senyawa organik yang terakumulasi di badan perairan, maka akan semakin besar tingkat pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme sehingga dapat memicu adanya defisit oksigen (Barus 2002).

Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam, baik siang maupun malam (Gambar 9). Konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada malam hari. Kondisi ini dikarenakan adanya intensitas cahaya matahari yang mencukupi untuk proses fotosintesis pada siang hari yang memberikan suplai oksigen yang lebih besar selain suplai yang berasal dari proses lain seperti difusi dan aliran yang masuk ke badan perairan. Pada malam hari, perairan hanya mendapat masukan oksigen berasal dari difusi dan adanya oksigen bawaan dari inflow. Selain itu, tingkat konsumsi oksigen pada malam hari tidak diimbangi dengan adanya pasokan oksigen dari fotosintesis, sementara tingkat konsumsi oksigen oleh organisme perairan terjadi sepanjang waktu sehingga konsentrasi oksigen semakin menurun.

(36)

pada pukul 10.00 WIB (Gambar 9), sedangkan hasil fotosintesis (GPP) dan produksi bersih (NPP) yang ditunjukkan pada Gambar 10 memiliki konsentrasi oksigen yang cukup besar. Hal ini diduga bahwa adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme selain yang terukur di dalam botol gelap seperti ikan yang lebih dominan sehingga keberadaan oksigen semakin menurun seperti yang dapat ditunjukkan oleh hasil selisih antara DO aktual T1 (DO pukul 10.00) dengan DO sisa

yang menunjukkan nilai negatif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut. Perlu diwaspadai adanya defisit oksigen jika hal ini berlangsung sepanjang hari.

Secara umum konsentrasi oksigen terlarut menurun setelah pukul 14.00 WIB pada lapisan permukaan hingga kedalaman 1,6 m (Gambar 9), diduga bahwa aktivitas fotosintesis sudah mulai menurun, sedangkan makroorganisme cenderung berkumpul di kedalaman tersebut dan melakukan aktivitas respirasi hingga malam hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang meningkat pada malam hingga pagi hari, seperti yang ditunjukkan pada pengamatan pukul 22.00 dan 06.00 di hari berikutnya (Gambar 9), di kedalaman 3,15 dan 4,25 m, lebih dipengaruhi oleh adanya suplai oksigen yang berasal dari luar perairan. Dapat diduga dari hasil selisih DO aktual T1

dengan DO sisa yang bernilai positif di waktu dan kedalaman yang telah disebutkan, yang dapat menduga bahwa perairan tersebut cenderung mendapat suplai oksigen dari luar perairan di waktu dan kedalaman yang disebutkan sehingga tidak akan terjadi defisit oksigen.

Produksi primer merupakan hasil dari proses fotosintesis oleh organisme autotrof yang berupa energi kimia dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh organisme lainnya. Gattuso dan Jauhert (1990) menjelaskan bahwa proses fotosintesis secara maksimum jarang tercapai dikarenakan adanya faktor pembatas di antaranya suhu, intensitas cahaya, konsentrasi nutrien, kelimpahan fitoplankton dan jenis dari fitoplankton yang terdapat di perairan tersebut. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika.

(37)

terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor (GPP/ Gross Primery Produtivity) atau yang disebut juga sebagai laju fotosintesis total, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran. Produktivitas primer bersih merupakan istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi. Produktivitas primer bersih (NPP/ Net Primery Productivity) ialah penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan yang merupakan kelebihan dari proses respirasi oleh organisme autotrof selama jangka waktu pengukuran. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Barus et al. 2008).

(38)

Oksigen terlarut di dalam perairan dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan maupun proses dekomposisi, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Selain itu oksigen juga dibutuhkan dalam proses oksidasi untuk perombakan (dekomposisi) bahan organik oleh mikroorganisme (Salmin 2005). Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa kondisi oksigen terlarut bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan (Gambar 11). Ketersediaan oksigen secara rinci selama 24 jam yang diamati masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk aktivitas organisme perairan. DO aktual T1 menggambarkan kondisi DO di waktu 4 jam berikutnya,

ketika aktivitas konsumsi dan produksi oksigen berlangsung selama waktu pengamatan. DO sisa menggambar seberapa besar hasil DO yang berada di perairan setelah adanya proses produksi yang dikurangi dengan konsumsi oksigen. DO sisa dapat pula menggambarkan bagaimana kondisi oksigen terlarut di waktu berikutnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa pada pengamatan yang dilakukan pada siang hari (pukul 06.00, 10.00 dan 14.00) oksigen di kolom perairan cenderung dikonsumsi oleh makroorganisme seperti ikan yang berada di kawasan KJA maupun ikan liar yang berada di sekitar perairan. Hal ini terlihat dari hasil selisih DO aktual T1 dan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif di kolom perairan, sedangkan

aktivitas respirasi dan dekomposisi pada siang hari cenderung lebih kecil. Hasil selisih di permukaan dan di kedalaman 4,25 m cenderung menunjukkan hasil yang positif selama waktu pengamatan di siang hari. Hal ini diduga bahwa proses lain yang dapat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut di perairan lebih dominan daripada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme. Terlihat bahwa pada pengamatan siang hari laju produksi (GPP) cenderung lebih besar darpada laju konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, sehingga dapat dimungkinkan tidak akan terjadi defisit oksigen di siang hari sehingga perairan di danau Lido tidak akan mencapai kondisi anoksik hingga di kedalaman 4,25 m.

Pengamatan yang dilakukan pada malam hari menunjukkan bahwa suplai oksigen tidak lagi berasal dari proses fotosintesis, dikarenakan intensitas cahaya yang tidak ada pada malam hari. Seperti yang terlihat pada pengamatan malam hari (pukul 18.00, 22.00 dan 02.00), bahwa hasil selisih antara DO aktual T1 dengan DO

(39)

mendapat pasokan oksigen dari luar perairan seperti adanya inflow dan difusi pada malam hari, sedangkan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme cenderung lebih kecil. Tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap cenderung lebih besar khususnya di kedalaman 3,15 dan 4,25 m pada malam hari. Hal ini diduga bahwa aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar sehingga pemanfaatan oksigen pun lebih besar.

Pengamatan yang dilakukan selama waktu inkubasi (setiap 4 jam), keberadaan oksigen masih dapat mencukupi untuk kebutuhan organisme perairan selama 24 jam. Namun pada produksi dan konsumsi total selama 24 jam, nilai selisih DO aktual T1 dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 4,25 m yaitu

(40)

Kemudian Huet (1970) in Salmin (2005) menyatakan bahwa idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Welch (1952) menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya penurunan kandungan oksigen dalam air di antaranya adalah respirasi organisme dalam air, baik hewan maupun tumbuhan, yang berlangsung sepanjang hari. Penyebab utama lainnya adalah proses dekomposisi bahan organik yang terlarut dan yang terakumulasi di dasar perairan. Konsentrasi oksigen yang rendah diduga terjadi pada malam hari, dikarenakan suplai oksigen yang hanya diperoleh dari proses difusi dan inflow, sehingga tidak mencukupi kebutuhan organisme lainnya dan dapat menimbulkan adanya defisit oksigen di kedalaman 4,25 m, sedangkan laju konsmusi berlangsung sepanjang hari di kedalaman tersebut.

(41)

perairan sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi.

Sebaran suhu yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tidak sesuai dengan hasil pengamatan DO yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman di perairan Danau Lido. Diduga terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keberadaan oksigen di perairan yaitu adanya aktivitas respirasi dan dekomposisi di kedalaman 4,25 m dan suplai oksigen yang tinggi di lapisan permukaan.

Tingkat kecerahan menjadi faktor penting dalam mengontrol produktivitas perairan, karena terkait dengan tingkat penetrasi cahaya yang akan menentukan laju fotosintesis dan produktivitas primer. Menurut Welch (1952) bahwa semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal. Berdasarkan nilai kecerahan, menurut Seller dan Markland (1987) berdasarkan tingkat kesuburannya bahwa perairan di Danau Lido dapat dikatakan termasuk ke dalam tipe Hiper-eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer yang sangat tinggi. Pada perairan ini tingkat kecerahan tinggi dan kondisi anoksik hanya terjadi di lapisan hipolimnion.

Aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton akan mempengaruhi nilai pH di suatu perairan. Nilai pH yang tinggi pada siang hari menunjukkan bahwa adanya pemanfaatan CO2 yang bersifat asam oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis,

sehingga konsentrasi CO2 akan semakin menurun. Nilai pH yang rendah pada

malam hari berkaitan dengan kandungan CO2 yang meningkat pada malam hari,

akibat aktivitas respirasi yang meningkat pada malam hari yang tidak termanfaatkan penggunaannya untuk proses fotosintesis, karena CO2 bersifat asam. Nilai pH yang

rendah di kedalaman 4,25 m diduga karena aktivitas dekomposisi bahan organik yang meningkat oleh bakteri sehingga jumlah CO2 tinggi.

(42)

klorofil-a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan perairan (Samawi 2001 in Rasyid 2009).

Konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada kedalaman 0,6 m dan 1,6 m, walaupun kelimpahan fitoplankton pada kedalaman tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan yang berada dipermukaan, diduga karena jenis fitoplankton yang berada di kedalaman 0,6 m mengandung konsentrasi klorofil-a yang paling banyak (Gambar 14 dan Lampiran 10).

Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil samping fotosintesis adalah berupa oksigen yang akan dilepaskan ke perairan dan ke atmosfer. Berdasarkan pengamatan, fitoplankton yang berasal dari kelompok Dinophyceae memiliki kelimpahan yang lebih tinggi di beberapa kedalaman (Tabel 8). Namun jenis dari fitoplankton kelas ini sangat sedikit (Lampiran 11). Menurut Lewis (1978) in Astuti dan Satria (2009), di danau daerah tropik di Filipina ditemukan Chlorophyceae, Dinophyceae, Cyanophyceae yang mempunyai kelimpahan yang lebih tinggi karena kondisi pencahayaan yang tinggi. Hal ini sesuai, dikarenakan Danau Lido berada di Indonesia yang beriklim tropis sehingga memiliki kondisi pencahayaan yang tinggi pula.

Kelimpahan fitoplankton di kedalaman 4,25 m masih terlihat cukup tinggi. Dapat diindikasikan bahwa pada kedalaman ini masih mendapat suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, karena kedalaman tersebut masih mencapai kedalaman kompensasi, sehingga cahaya masih dapat menembus kedalaman ini dan fotosintesis masih dapat berlangsung walaupun hanya sedikit. Kedalaman ini merupakan kedalaman kompensasi, yang memiliki kondisi produksi oksigen dari proses fotosintesis sama dengan kebutuhan oksigen untuk aktivitas respirasi oleh organisme di dalamnya. Intensitas cahaya yang mencapai di kedalaman tersebut hanya 1%.

(43)

oksigen sama, ketika konsentrasi klorofil-a sebesar 220,814 µg/l dan kelimpahan fitoplankton sebesar 41,75 ind/l yang terjadi di kedalaman antara 1,6-3,15 meter. Terlihat bahwa nilai GPP di kedalaman 3,15 m telah mencapai nilai sebesar 0,29 mg/l (Lampiran 5). Konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut sudah mencapai nilai dibawah 3 mg/l dan tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan ekologis. Tingkat konsumsi oksigen akan semakin bertambah hingga kedalaman yang semakin dalam, sehingga akan memacu adanya defisit oksigen di kedalaman yang semakin dalam. Dapat terlihat bahwa nilai DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif, yang menandakan terjadinya kondisi defisit oksigen (Gambar 12.b). Hal ini terjadi karena aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi oksigen.

Berdasarkan uraian yang dijelaskan, secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut di Danau Lido, khususnya pada lokasi pengamatan sudah mengalami defisit oksigen terlarut di kedalaman 4,25 meter. Kondisi ini diduga dapat berlangsung hingga dasar perairan. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut diduga akibat peningkatan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi bahan-bahan organik yang berasal dari kegiatan budidaya ikan pada KJA dan aktivitas pariwisata.

(44)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Secara vertikal, tipe sebaran oksigen terlarut di Danau Lido adalah tipe clinograde. Keberadaan DO yang berfluktuasi merupakan hasil dari proses produksi dan konsumsi oksigen selama 24 jam. Suplai oksigen di Danau Lido pada siang hari didominasi oleh aktivitas fotosintesis, sedangkan pada malam hari didominasi oleh difusi dan inflow. Di kedalaman 4,25 m, nilai produksi oksigen kurang dari konsumsi oksigen atau telah terjadi defisit oksigen.

5.2. Saran

(45)

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL

PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO,

BOGOR, JAWA BARAT

SITI NUR AMANAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(46)

RINGKASAN

Siti Nur Amanah. C24070013. Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Niken TM Pratiwi dan Enan M Adiwilaga.

Oksigen terlarut di perairan berperan dalam aktivitas organisme akuatik. Penyediaan oksigen terlarut dapat berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton, difusi dan oksigen bawaan dari aliran air yang masuk ke badan perairan (inflow). Bentuk aktivitas utama dalam pemanfaatan oksigen terlarut adalah respirasi dan dekomposisi yang akan mempengaruhi keseimbangan oksigen terlarut. Kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang akan meningkatkan aktivitas dekomposisi. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya laju konsumsi oksigen di perairan hingga melebihi laju produksi oksigen sehingga dapat menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik di kolom perairan. Parameter fisika dan kimia seperti suhu, pH, klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton akan sangat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi oksigen terlarut secara vertikal dalam berbagai kedalaman selama 24 jam.

Penelitian ini dilakukan di Danau Lido selama dua hari dengan kondisi alam yang relatif sama, yaitu pada tanggal 27 dan 28 Mei 2011. Kedalaman yang diamati secara vertikal adalah kedalaman 0; 0,6; 1,6; 3,15; 4,25 meter. Analisa data yang digunakan meliputi penentuan tipe distribusi vertikal oksigen terlarut, persen saturasi, laju fotosintesis dan respirasi, dugaan besarnya pasokan oksigen dari aliran air dan difusi dari udara serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses ekologis, serta ketersediaan oksigen terlarut di perairan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa secara umum konsentrasi DO di danau Lido bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Di lapisan permukaan, konsentrasi DO pada siang hari berkisar antara 6,52-7,10 mg/l dan pada malam hari antara 6,81-7,29 mg/l, sedangkan di kedalaman 4,25 m merata antara 0,65-1,29 mg/l. Secara vertikal tipe sebaran oksigen di danau Lido adalah tipe clinograde.

Keberadaan DO yang fluktuatif merupakan hasil dari proses produksi dan konsumsi oksigen selama 24 jam. Produksi oksigen yang berasal dari fotosintesis berkisar antara 1,91-4,22 mg/l/hari dan respirasi berkisar antara 1,73-3,65 mg/l/hari. Respirasi yang terukur adalah respirasi oleh mikroorganisme. Suplai oksigen di danau Lido pada siang hari didominasi oleh aktivitas fotosintesis, sedangkan pada malam hari didominasi oleh difusi dan inflow.

(47)

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL

PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO,

BOGOR, JAWA BARAT

SITI NUR AMANAH C24070013

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(48)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat Nama Mahasiswa : Siti Nur Amanah

NRP : C24070013

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Pembimbing I,

Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. NIP. 19680111 199203 2 002

Pembimbing II,

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga. NIP. 19481207 198012 1 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002

Gambar

Tabel 1.  Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan
Gambar 3.  Peta lokasi Danau Lido
Gambar 4.  Peta lokasi pengambilan air contoh
Gambar 5.  Distribusi DO dan Suhu pada pengamatan tanggal 16 April 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar diatas terlihat bahwa pemanenan menggunakan egrek pada lahan R2 dan R3 mempunyai laju konsumsi energi yang tinggi pada elemen kerja MoAT, kondisi ini

Berdasarkan hasil pengamatan, tingginya kelimpahan diatom epifitik pada titik sampling 2 plot ke-3 karena spesies yang menempel pada batang Avicennia sp memiliki

Hasil perhitungan padat penebaran (Tabel 1) yang diturunkan dari hubungan padat tebar dengan berat ikan menguatkan hipotesis sebelumnya yakni konsumsi oksigen terlarut

Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya konsentrasi oksigen pada perlakuan 3 yang diumpamakan sebagai pencampuran massa air sempurna (holomictic) serta tingginya

Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi tentang tingkat konsumsi oksigen sedimen tambak dan laju sedimentasi selama pemeliharaan udang vaname serta beberapa

Dari tabel 2 diatas juga terlihat bahwa kepadatan populasi dari Arthropoda dalam tanah pada tiap lapisannya berbeda dimana berdasarkan hasil pengamatan terhadap 4