• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dayasaing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur."

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World Tourism Organizaton (UNWTO) melaporkan pertumbuhan industri pariwisata dunia secara agregat tumbuh sebesar 4,5 persen dengan jumlah kunjungan internasional wisatawan mencapai angka 980 juta kunjungan. Jumlah kunjungan wisatawan ini menunjukkan peningkatan sebesar 4-5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

(2)

tahun 2008. Kontribusi GDP meningkat dari Rp.128,31 triliun menjadi Rp.232,93 triliun. Berbeda dengan indikator lainnya, kesempatan kerja mengalami pertumbuhan negatif dimana kontribusi kesempatan kerja sektor pariwisata yang sebelumnya sebanyak 7,36 juta orang di tahun 2000 turun menjadi 7,02 juta orang di tahun 2008.

Tabel 1.1. Share Indikator-indikator Pariwisata Terpilih Terhadap Indikator-indikator Makro Ekonomi Indonesia (%)

Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Sumber: BPS dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2009

(3)

Tabel 1.2. Pertumbuhan Devisa Komoditas Unggulan Nasional periode 2005-2009

Jenis Komoditas

Nilai (Juta USD)

2005 2006 2007 2008 2009

Minyak dan gas bumi 19.231,59 21.209,50 22.088,60 29.126,30 19.018,30 Pariwisata 4.521,90 4.447,97 5.345,98 7.377,00 6.298,02 Pakaian Jadi 4.966,91 5.608,16 5.712,87 6.092,06 5.735,60 Alat listrik 4.364,11 4.448,74 4.835,87 5.253,74 4.580,18

Tekstil 3.703,95 3.908,76 4.177,97 4.127,97 3.602,78

Minyak kelapa sawit 3.756,28 4.817,64 7.868,64 12.375,57 10.367,62 Kayu olahan 3.086,16 3.324,97 2.264,00 2.821,34 2.272,32 Karet olahan 3.545,68 5.465,14 6.179,88 7.579,66 4.870,68 Kertas dan barang dari

kertas 2.324,66 2.859,22 3.374,84 3.796,91 3.405,01

Bahan kimia 2.079,91 2.697,38 3.402,58

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Pada saat terjadi krisis global di tahun 2008, industri pariwisata dapat secara konsisten tetap memperlihatkan kinerja yang positif. Total nilai ekspor nasional turun sampai dengan 14 persen, tetapi industri pariwisata tetap mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,36 persen. Lebih lanjut, dampak dari krisis global juga dirasakan oleh penerimanaan devisa dimana nilai devisa dari industri pariwisata turun menjadi $6.298,02 juta di tahun 2009. Meskipun demikian, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung meningkat menjadi 6,4 juta wisatawan.

Pertumbuhan industri pariwisata yang positif di masa krisis menunjukkan bahwa sektor pariwisata dapat bertahan di masa krisis sekali pun. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih memerhatikan sektor ini dengan mengoptimalkan potensi pariwisata yang ada di daerah-daerah. Salah satu daerah yang menjadikan pariwisata sebagai program unggulan daerah adalah Kabupaten Cianjur.

(4)

dilakukan dengan melihat adanya potensi alam yang masih dapat dikembangkan sebagai objek dan dayatarik wisata serta kontribusi terhadap pendapatan asli daerah yang cukup besar saat ini.

Kabupaten Cianjur memiliki kekayaan alam yang lengkap yang berpotensi menjadi objek wisata yang menarik. Cianjur bagian utara terdapat daerah pegunungan, perkebunan, dan persawahan. Kondisi yang sangat cocok untuk dijadikan tempat wisata alam dan agrowisata. Cianjur bagian tengah difokuskan sebagai lokasi pusat cenderamata dan oleh-oleh khas Cianjur bagi wisatawan. Terakhir, Cianjur bagian selatan terdapat bukit-bukit kecil dan juga kawasan pantai yang juga berpotensi sebagai dayatarik wisata alam.

Beberapa objek wisata di Kabupaten Cianjur sudah berkembang dan menjadi primadona bagi wisatawan. Diantaranya, Taman Bunga Nusantara di Kecamatan Sukaresmi dan Kebun Raya Cibodas di Kecamatan Cipanas. Saat ini, keduanya menjadi tempat wisata favorit di akhir pekan bagi wisatawan domestik, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan Jabodetabek. Daerah-daerah lain pun sudah mulai mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki. Objek wisata danau Cirata dan Jangari di Cianjur bagian tengah sudah mulai dikembangkan oleh pemerintah daerah, tetapi pengembangan tersebut masih belum optimal sehingga belum dapat menarik wisatawan yang datang secara masiv.

(5)

dari tahun 2006 hingga 2010, sektor tersier menunjukkan share yang terus meningkat terhadap PDRB Kabupaten Cianjur dengan kisaran 48,87 persen hingga 54,11 persen. Berbanding terbalik dengan perkembangan kontribusi sektor primer yang share-nya terus menurun. Hal ini memperlihatkan bahwa perekonomian Kabupaten Cianjur mulai bertransformasi dari sektor pertanian ke sektor jasa/tersier.

Tabel 1.3. Distribusi PDRB Kabupaten Cianjur Menurut Kelompok Sektor (%)

Peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Cianjur juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi industri pariwisata ini dapat dilihat melalui pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan. Data yang ada menunjukkan kontribusi industri pariwisata terhadap pembentukan PAD Kabupaten Cianjur cukup tinggi. Kontribusi pariwisata terhadap pembentukan PAD berkisar antara 34,03 persen hingga 36,76 persen. Tingginya kontribusi sektor pariwisata terhadap pembentukan PAD menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor yang penting bagi Kabupaten Cianjur.

Tabel 1.4. Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Cianjur dari Sektor Pariwisata Periode 2006-2010 (Rupiah)

Sektor 2006 2007 2008 2009 2010

Hotel 2.633.117.053 2.822.859.491 3.559.646.814 3.692.571.019 3.878.915.132

Restoran 1.910.237.490 1.917.292.522 1.980.937.123 2.272.440.320 2.349.772.470

Hiburan 579.660.875 645.160.100 664.202.061 674.121.165 704.833.850

Jumlah 5.266.234.106 5.645.718.982 7.119.293.628 7.385.142.038 7.757.830.264

(6)

Lebih lanjut, pertumbuhan share dari sektor pariwisata terhadap PAD terus mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Laju pertumbuhan share yang dicapai sektor pariwisata pada periode 2006-2010 berkisar -3,25 persen hingga 5,11 persen. Meskipun laju pertumbuhan share sektor pariwisata berfluktuatif, tetapi nilainya terus menunjukkan peningkatan. Hal ini memperlihatkan bahwa kinerja sektor pariwisata cukup baik.

Pariwisata sudah menjadi suatu industri yang populer terutama karena manfaat-manfaat ekonomisnya. Sehingga, setiap daerah sudah mulai bersaing untuk mengembangkan potensi daerah yang dimiliki agar menjadi tujuan wisata. Dayasaing pariwisata memiliki peran yang penting dalam meningkatkan penerimaan daerah. Daerah yang memiliki dayasaing pariwisata yang lebih unggul dari daerah lain tentunya akan lebih menarik minat wisatawan untuk datang. Keunggulan dayasaing ini dapat dilihat dari pengembangan potensi yang dimiliki, sarana dan prasarana yang memadai, serta pelayanan yang baik dan memuaskan (Sholeh, 2010).

(7)

1.2. Perumusan Masalah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata, dengan pendekatan melalui pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan, memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Cianjur. Pada tabel 1.4 dapat dilihat bahwa nilai dari kontribusi PAD Pariwisata selalu meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan kontribusi yang positif ini ternyata menunjukkan pertumbuhan semu dari sektor pariwisata. Pertumbuhan ini ternyata tidak diikuti oleh peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke objek wisata di Kabupaten Cianjur.

Jumlah kunjungan wisatawan yang datang berkunjung ke objek-objek wisata di Kabupaten Cianjur terus mengalami penurunan. Pada tahun 2003, jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek dan dayatarik wisata mencapai 1.888.531 wisatawan; jumlah ini meningkat menjadi 2.538.574 wisatawan di tahun 2005. Pada tahun 2007, jumlah wisatawan yang berkunjung mengalami penurunan yang signifikan menjadi 1.761.730 wisatawan atau turun hingga 69,40 persen. Penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung masih terus terjadi hingga tahun 2011, dimana jumlah wisatawan yang datang hanya berjumlah 813.769 wisatawan. (Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Cianjur).

(8)

wisatawan ke objek wisata yang dikelola pemerintah daerah berada kisaran 72-79 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa objek wisata di kawasan Cianjur Selatan dan Tengah masih kurang menarik wisatawan.

Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Salah satunya adalah persaingan dalam menarik wisatawan dengan objek wisata di daerah destinasi lain. Kabupaten Bogor sebagai daerah yang berdekatan tentunya menjadi pesaing utama bagi Kabupaten Cianjur untuk menarik wisatawan. Karakteristik objek wisata yang ditawarkan di kedua destinasi wisata memiliki kesamaan yaitu dayatarik wisata alam. Karakteristik wisatawan yang datang pun memiliki kesamaan, dimana mayoritas wisatawan berasal dari Jabodetabek. Karakteristik yang sama ini memerlihatkan bahwa kedua destinasi tersebut menawarkan daya tarik wisata yang sejenis ke pasar yang sama.

Dayasaing pariwisata memiliki peranan yang sangat penting terhadap kunjungan wisatawan. Dayasaing pariwisata bisa dilihat dari beberapa indikator, seperti infrastuktur, kondisi lingkungan, tingkat harga, kenyamanan dan keamanan, keterbukaan, serta teknologi. Posisi dayasaing yang semakin baik akan semakin meningkatkan dayatarik wisata sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung pun meningkat. Implikasinya pendapatan daerah dari sektor pariwisata akan meningkat akibat kenaikan wisatawan yang datang.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

(9)

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi industri pariwisata di Kabupaten Cianjur?

3. Kebijakan apa yang telah diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Cianjur untuk meningkatkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis perkembangan dayasaing sektor industri pariwisata Kabupaten Cianjur dengan daerah di sekitarnya khususnya Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur.

3. Menganalisis kebijakan yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk meningkatkan kinerja sektor pariwisata.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sumber informasi dan referensi bagi masyarakat mengenai potensi pariwisata Kabupaten Cianjur.

(10)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penulisan dan pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah pada tujuan yang hendak dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan pada ruang lingkup penelitian, yaitu:

1. Analisis tentang dayasaing industri pariwisata difokuskan untuk melihat dayasaing industri pariwisata Kabupaten Cianjur yang kemudian dibandingkan dengan dayasaing pariwisata daerah lainnya, yaitu Kabupaten Bogor. Analisis ini difokuskan terhadap beberapa indikator yang dianggap dapat merepresentasikan dayasaing industri pariwisata, antara lain; pendapatan asli daerah, infrastruktur, lingkungan, harga, teknologi, keterbukaan, dan keamanan serta kenyamanan tempat wisata. Namun, indikator teknologi tidak dibahas dalam penelitian ini karena keterbatasan data yang tersedia. Periode waktu yang digunakan dalam analisis dayasaing adalah dari tahun 2006 hingga 2010. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana perkembangan indikator-indikator yang dianalisis.

(11)

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Pariwisata

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Lebih lanjut, Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain.

(12)

tempat/akomodasi, dan dalam melakukan perjalanan tersebut, menggunakan alat transportasi darat, laut atau udara.

2.1.2. Industri Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Gomang, 2003). Istilah industri pariwisata (Tourism

Industry) lebih banyak bertujuan memberikan dayatarik agar pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara, terutama pada negara-negara sedang berkembang. Gambaran pariwisata sebagai suatu industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara konkret, dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas (Yoeti, 2008). Industri pariwisata berbeda dengan industri manufaktur. Industri wisata tidak berdiri sendiri seperti industri semen, garmen, atau industri sepatu. Melainkan lebih bersifat tidak berwujud (intangible), sehingga industri pariwisata sering disebut sebagai industri tanpa cerobong asap (smokeless industry).

Industri wisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata (Freyer, 1993) dalam Damanik & Webber. Industri pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:

(13)

paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti oleh biro perjalanan.

2. Pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan sebagainya.

Batasan pariwisata sebagai industri, seperti dijelaskan oleh Yoeti (2008), dimana kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Tanpa bantuan kelompok perusahaan ini, wisatawan tidak akan memeroleh kenyamanan (comfortable), keamanan (security), dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari kesenangan yang diinginkan. Perusahaan-perusahaan dimaksudkan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata

Sumber: Yoeti, 2008

No Jenis Perusahaan Fungsi dan tugasnya

1 Tour operator / Wholesaler Memberi informasi/advis/paket wisata 2 Maskapai Penerbangan Menyediakan seats dan baggages services 3 Angkutan Pariwisata Melayani transfer service dari dan ke

airport 4 Akomodasi Hotel, Motel,

Inn, dll

Menyediakan kamar, laundry, dll 5 Restoran dan sejenisnya Menyediakan makanan dan minuman 6 Impresariat, Amusement, dll Menyediakan atraksi wisata dan hiburan 7 Lokal tour operator Menyelenggarakan city-sighseeing & tours 8 Shopping Center/Mall, dll Menyediakan cenderamata dan oleh-oleh 9 Bank/Money Changer Melayani penukaran valuta asing

(14)

2.1.3. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan, restoran, dan jasa hiburan. Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam Febriawan (2009)).

World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):

1. Peningkatan perolehan devisa negara.

2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha. 3. Memperluas kesempatan kerja.

(15)

7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:

1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan pembaharuan suprasarana pariwisata.

2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.

3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah pemakaiannya.

4. Memperluas pasar barang-barang lokal.

5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional. 6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata

(16)

2.1.4. Pariwisata dari Sisi Permintaan

Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand) dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata (karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup). Sedangkan yang dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.

World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata.

2.1.5. Pariwisata dari Sisi Penawaran

(17)

Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri dari triple A, yang terdiri dari:

1. Atraksi

Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi pemandangan alam, seperti Danau Kelimutu atau Gunung Bromo, udara sejuk dan bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur lain yang melekat dalam atraksi adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Moda transportasi layak ditawarkan adalah angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).

3. Amenitas

(18)

buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat digolongkan ke dalam unsur ini.

2.1.6. Teori Dayasaing

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, mendefinisikan dayasaing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampunan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

(19)

2.1.7. Competitiveness Monitor

Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing. Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):

1. Indikator Pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.

2. Indikator Persaingan Tingkat Harga, menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.

3. Indikator Perkembangan Infrastruktur, menunjukkan perkembangan infrastruktur di daerah tujuan wisata.

4. Indikator Lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya.

5. Indikator Kemajuan Teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk berteknologi tinggi di daerah tujuan wisata.

6. Indikator Sumberdaya Manusia Pariwisata, menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis.

(20)

8. Indikator Sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pariwisata dan dayasaing sudah banyak dilakukan sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas sektor/industri pariwisata, antara lain :

Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang menganalisis faktor-faktor penentu dayasaing dan preferensi wisatawan dalam berwisata dengan menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai pengingkatan kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.

(21)

promosi pariwisata serta koordinasi dengan pihak swasta yang lebih intens untuk memajukan kepariwisataan kota Bogor.

Trisnawati, et al (2007) dalam penetiannya dalam analisis dayasaing industri pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakara dengan menggunakan alat analisis competitiveness monitor menyatakan indeks dayasaing pariwisata di Yogyakarta memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Price Competitiveness Indicator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator (IDI) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata. Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta lebih tinggi. Human Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess Indicator (OI) dayasaing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan angka yang lebih tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indicator (SDI) menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta.

Dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah dibandingkan Yogjakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan bahwa pariwisata Yogjakarta lebih unggul.

(22)

dengan menggunakan tabel Input-Output tahun 2007 transaksi domestik atas harga produsen. Penelitian ini memperlihatkan sektor pariwisata memiliki peran yang relatif besar terhadap struktur perekonomian Provinsi Bali. Hal ini dapat dilihat dari permintaan total sektor pariwisata pada tahun 2007 yang mencapai 36,00 persen dari jumlah total permintaan seluruhnya. Dalam permintaan akhir, sektor pariwisata memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 40,25 persen dari total permintaan akhir.

Sedangkan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, sektor pariwisata juga menempati posisi tertinggi sebesar 30,75 persen dari total pengeluaran rumah tangga terhadap output domestik. Investasi terhadap sektor pariwisata mencapai 8,79 persen dari total investasi provinsi Bali. Struktur ekspor dan impor pariwisata menempati posisi tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 69,30 persen dan nilai impor 26,29 persen.

Sektor pariwisata di Provinsi Bali memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor lainnya dari hulu hingga ke hilir. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan nilai terbesarnya ditempati oleh subsektor hotel bintang. Sedangkan pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, subsektor travel dan biro yang memiliki nilai terbesar.

(23)

perkembangan dayasaing dan metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi PAD Pariwisata Kabupaten Bogor.

Analisis dayasaing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human Tourism Indicator, Price Competitiveness Indicator, Human Resources Indicator, dan Social Development Indicator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat. Environtment Indicator dan Technology Advancement Indicator mengalami perkembangan yang berfluktuatif. Openess Indicator memiliki perkembangan yang konstan.

Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap pembentukan PAD menggunakan beberapa variabel, antara lain jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulianti (2009) dan Santri (2009) adalah metode yang digunakan. Yulianti (2009) dalam melihat posisi dayasaing pariwisata Kota Bogor menggunakan pendekatan Porter’s Diamond sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Competitiveness Monitor. Yulianti (2009) menggunakan analisis Tabel Input-Ouput untuk melihat peranan serta pengaruh pariwisata terhadap perekonomian.

(24)

2.3. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Cianjur mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan daerah. Kabupaten Cianjur sangat kaya akan potensi alam yang beraneka ragam. Di bagian utara, terdapat kawasan Cipanas-Puncak dengan daerah pegunungan dan bukit. Wilayah bagian selatan terdapat pantai yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata.

Tabel 2.2. Objek-objek Wisata di Kabupaten Cianjur

No Obyek Wisata Lokasi Keterangan

1 Kebun Raya Cibodas Cipanas Sudah berkembang

2 Bumi Perkemahan Mandala Kitri Cipanas Sudah berkembang 3 Wanasata Mandalawangi Cipanas Sudah berkembang 4 Pendakian Gunung

Gede-Pangrango

Cipanas Sudah berkembang

5 Istana Cipanas Cipanas Sudah berkembang

6 Taman Bunga Nusantara Sukaresmi Sudah berkembang

7 Wisata Tirta Jangari Mande Sudah berkembang

8 Wisata Tirta Calincing Ciranjang Sudah berkembang 9 Wisata Ziarah Makam Dalam

Cikundul

Cikalongkulon Sudah berkembang

10 Pantai Jayanti Cidaun Sudah berkembang

11 Pantai Apra Sindangbarang Sudah berkembang

12 Sumber Air Panas Sukasirna Agrabinta Potensi 13 Air Terjun Citambur Pagelaran Potensi 14 Situs Megalith Gunung Padang Campaka Potensi 15 Agrowisata Perkebunan Teh

Gedeh

Pacet Potensi

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2009

(25)

2006). Objek wisata yang sudah berkembang membuat sektor-sektor pendukung pariwisata sepeti hotel dan restoran ikut berkembang di kawasan ini. Bahkan, semua hotel berbintang yang berada di Kabupaten Cianjur pun berada di kawasan Puncak-Cipanas.

Kemajuan objek wisata di kawasan Puncak-Cipanas yang notebene merupakan bagian dari Cianjur bagian Utara tidak diikuti oleh perkembangan objek wisata di kawasan timur dan selatan. Pemerintah daerah harus lebih fokus dalam pembangunan pariwisata di kawasan timur dan selatan Kabupaten Cianjur.

Potensi objek pariwista Kabupaten Cianjur masih besar untuk bisa dikembangkan. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dibutuhkan agar potensi yang ada dapat berkembang secara optimal.

Analisis perkembangan dayasaing industri pariwisata penting untuk dilakukan. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta memaksimalkan potensi yang ada.

Selain itu, analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata pun diperlukan. Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor atau variabel apa saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap industri pariwisata. Sehingga dapat membantu pemerintah daerah Kabupaten Cianjur untuk mengambil kebijakan dengan menjadikan hasil analisis ini sebagai acuan.

(26)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan: --- = Ruang Lingkup Penelitian

Potensi Objek Pariwisata yang cukup banyak tetapi masih

kurang berkembang

Analisis Perkembangan

Dayasaing

Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah untuk

Meningkatkan Kinerja Industri Pariwisata Meningkatkan Kontribusi

Industri Pariwisata Perkembangan Industri

Pariwisata Kabupaten Cianjur

Analisis faktor-faktor yang

(27)

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan untuk analisis dayasaing merupakan data sekunder dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Sedangkan, analisis faktor-faktor yang memengaruhi pariwisata menggunakan data time series dari tahun 2001 sampai dengan 2011.

Data-data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari berbagai dinas pemerintahan Kabupaten Cianjur, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Pendapatan Daerah, dan Kantor Lingkungan Hidup. Selain itu, data juga diperoleh dari literatur yang ada di perpustakaan IPB, media massa, dan internet.

Data yang digunakan dalam pembentukan variabel dependen dan independen untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata dalam penelitian ini bisa dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Data, Satuan, dan Sumber Data

Variabel Satuan Simbol Sumber

PAD Pariwisata Rupiah PADPar Dispenda Kab.Cianjur Jumlah Hotel dan

Akomodasi lainnya

Unit JHot Budpar dan BPS Kab.Cianjur Jumlah Restoran Unit JRes Disbudpar Kab. Cianjur Jalan Beraspal Kualitas

Baik

Km JKB BPS Kab. Cianjur Tingkat Pendidikan

Tenaga Kerja Pariwisata

(28)

3.2. Metode Analisis Dayasaing

3.2.1. Analisis Competitiveness Monitor

Metode yang digunakan dalam penelitian dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur adalah metode Competitiveness Monitor (CM). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks dayasaing pariwisata yang dibentuk dari delapan indikator penentu dayasaing pariwisata yang telah ditetapkan oleh World Tourism Organization (WTO). Kedelapan indikator tersebut adalah sebagai berikut (World Tourism Organization, 2008),:

1. Indikator Pengaruh Pariwisata

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Indikator ini diukur dengan menggunakan Tourism Impact Index (TII). Besarnya TII dapat dihitung dengan rumus berikut:

��

=

PAD Pariwisata PDRB Total

2.Indikator Dayasaing Tingkat Harga (IDTH)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah Purchasing Power Parity (PPP) dan rata-rata tarif minimum hotel berbintang.

(29)

3. Indikator Perkembangan Infrastruktur (IPI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur di daerah tujuan wisata. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah panjang jalan beraspal dan kualitas jalan. Rumus dari indikator ini adalah sebagai berikut: IPI = f (panjang jalan beraspal, kualitas jalan)

4. Indikator Lingkungan

Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks kepadatan penduduk, dan indeks kualitas udara.

Kepadatan Penduduk = Jumlah Penduduk Luas Wilayah

Kualitas Udara = f (kadar CO, kadar debu, temperatur, kebisingan) 5. Indikator Sumberdaya Manusia (ISM)

Indikator ini menunjukkan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks pendidikan yang dapat diukur dengan rumus berikut:

ISM = f (angka melek huruf, rata-rata lama sekolah) 6. Indikator Keterbukaan (IK)

Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap perdagangan internasional dan turis internasional. Rumus untuk mengukur Indikator Keterbukaan adalah sebagai berikut:

(30)

7. Indikator Sosial

Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah rata-rata masa tinggal turis di daerah destinasi.

SDI = Rata-rata masa tinggal turis. 8. Indikator Kemajuan Teknologi

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk-produk berteknologi tinggi. Pengukuran yang digunakan untuk indikator ini adalah indeks ekspor, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

Indeks Ekspor = Jumlah Ekspor elektronik ,obat−obatan ,dan kamera Jumlah Ekspor Total

Metode Competitiveness Monitor tidak memiliki standar baku untuk melihat tinggi atau rendahnya nilai dayasaing dari setiap indikator. Analisis ini hanya membandingkan hasil pengukuran dayasaing Kabupaten Cianjur dengan daerah pembandingnya, yaitu Kabupaten Bogor. Pemilihan Kabupaten Bogor sebagai daerah pembanding dilakukan secara sengaja dengan justifikasi bahwa daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Bogor memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Kabupaten Cianjur.

3.2.2. Uji t Dua Sampel Independen.

(31)

dayasaing di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Uji t yang dilakukan menggunakan software Minitab 14.

Hipotesis:

H0 : β1 0 i = 1,2,3,....0

H1 : β1 < 0

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut: Jika t-hitung t/2(�− ) maka tolak H0

Jika t-hitung < t/2(�− ) maka terima H0

Jika t-hitung > t-tabel (t/2(�− )), maka tolak H0, artinya dayasaing

Kabupaten Cianjur lebih rendah dibandingkan dayasaing Kabupaten Bogor. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t/2(�− )), maka terima H0, hal ini berarti

dayasaing Kabupaten Cianjur relatif sama atau lebih tinggi dibandingkan dayasaing Kabupaten Bogor.

3.3. Metode Analisis

3.3.1. Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur. Metode analisis yang digunakan adalah metode Regresi Linear Berganda (Ordinary Least Square) dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan software Minitab.

(32)

yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel, namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya.

Menurut Walpole (1995), model regresi linier berganda adalah sebagai berikut:

Y = � =�0+�1 1+�2 2+�� � keterangan:

r = 1, 2, 3, ..., N �0= intersep

3.3.2. Model Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Sektor Pariwisata Kabupaten Cianjur.

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi industri pariwisata Kabupaten Cianjur menggunakan Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata sebagai variabel dependen. Variabel independen yang digunakan antara lain jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata. Setelah melalui beberapa tahapan spesifikasi, model persamaan terbaik yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Sektor Pariwisata adalah sebagai berikut:

PADPart = α0+ α1JHott +α2JKBt +α3JRest + α4TPPart + α5THHt + εt

keterangan:

PADPart = Jumlah Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada Periode

(Rupiah)

JHott = Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya pada Periode t (Unit)

(33)

JRest = Jumlah Restoran pada Periode t (Unit)

TPPart = Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata pada Periode t (Persen)

THHt = Tingkat Hunian Hotel pada Periode t (Persen)

εt = Error Term

Langkah selanjutnya adalah merubah data-data yang berada pada persamaan tersebut ke dalam bentuk logaritma untuk mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel dependen.

LnPADPart = α0+ α1LnJHott +α2LnJKBt +α3LnJRest + α4TPPart + α5THHt + εt

keterangan:

LnPADPart = Jumlah Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata pada Periode

(Persen)

LnJHott = Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya pada Periode t (Persen)

LnJKBt = Jalan Beraspal Kualitas Baik pada Periode t (Persen)

LnJRest = Jumlah Restoran pada Periode t (Persen)

TPPart = Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pariwisata pada Periode t

(Persen)

THHt = Tingkat Hunian Hotel pada Periode t (Persen)

εt = Error Term

(34)

3.4. Identifikasi Model 3.4.1. Uji Kriteria Statistik

Tujuan pengujian kriteria adalah untuk melihat korelasi antar variabel persamaan, yaitu dengan menggunakan uji t, uji F, dan uji Koefisien Determinasi. 1. Uji Koefisien Regresi secara Individual (Uji-t)

Uji t dilakukan untuk melihat tingkat signifikansi variabel bebas, apakah variabel bebas berpengaruh atau tidak tehadap variabel tak bebas. Perbandingan antara nilai t-statistik dengan nilai t-tabel dapat menunjukkan daerah atau wilayah penolakan. Selain itu, uji ini digunakan untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak.

Hipotesis:

H0 : β1 = 0 i = 1,2,3,....0

H1 : β1 ≠ 0

Statistik uji yang dilakukan dalam uji t adalah sebagai berikut:

t-hitung = b−B

Sb

Kemudian hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel (t-tabel = 1,96). Keterangan:

b = koefisien regresi parsial sampel B = koefisien regresi parsial populasi Sb = Simpangan baku koefisien dugaan

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji t adalah sebagai berikut: Jika t-hitung > t/2(�− ) maka tolak H0

(35)

Jika t-hitung > t-tabel (t/2(�− )), maka tolak H0 hal ini berarti variabel

bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata α. Sedangkan apabila t-hitung < t-tabel (t/2(�− )), maka terima H0,

hal ini berarti variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel bebasnya pada taraf α.

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara keseluruhan dengan menggunakan pengujian F-hitung. Uji F juga digunakan untuk mengetahui kelayakan model yang diajukan untuk menduga parameter yang ada pada persamaan.

Hipotesis:

H00 = β1 = β2= ⋯= βn = 0 (variabel bebas tidak

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas)

H1: minimal ada salah satu β1 ≠ 0 (paling sedikit ada satu

variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas)

β = dugaan parameter

Statistik uji yang dilakukan dalam uji F adalah sebagai berikut:

F-hitung = R2/k−1

1−R2/n−k

(36)

Keterangan:

R2 = Koefisien determinasi n = Banyaknya data

K = Jumlah koefisien regresi dugaan

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji F adalah sebagai berikut : Jika F-hitung > (F( 1,�− )), maka tolak H0

Jika F-hitung < (F( 1,�− )) maka terima H0

Jika hasil F-hitung > F-tabel (F( −1,�− )), maka tolak H0, hal ini seperti

minimal terdapat variabel bebas yang nilainya tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel (F( 1,�− )),

maka terima H0 hal ini berarti tidak ada variabel bebas yang dapat menjelaskan

secara nyata keragaman dari variabel bebas. 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) dan Adjusted R2

Koefisien determinasi (R2) dan Adjusted R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas dan untuk melihat seberapa kuat variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel tak bebas dan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan pada model dapat menerangkan model tersebut. Menurut Gujarati (1995) terdapat dua sifat R-squared, yaitu:

a. Merupakan besaran non-negatif

b. Batasnya adalah 0 R2 1. Jika R2 bernilai 1 ada suatu kecocokan sempurna,

(37)

Nilai koefisien determinasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

R2 =�

dimana :

ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square) TSS = Jumlah kuadrat total (total sum square)

Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai baik buruknya suatu model adalah akan selalu mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga Adjusted R-squared juga bisa digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menerangkan keragaman variabel bebas. Adjusted R-squared secara umum memberikan hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai Adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R-squared, bahkan dapat menurunkan daya prediksi jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu.

R2 = 1−�22

dimana :

�2 = Variabel residual

2 = Varian sampel dari Y

3.4.2. Uji Kriteria Ekonometrika

(38)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu asumsi statistik dimana error term terdistribusi secara normal (Firdaus, 2004). Model regresi seperti ini disebut model regresi linear normal klasik. Regresi normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ϵi didistribusikan secara normal dengan:

1. Rata-rata : E (ϵi) = 0

2. Varians : E (ϵi) = σ2

3. Cov (ϵi, ϵj) : E (ϵi, ϵj) = 0, i ≠ j

2. Uji Autokorelasi

Masalah yang sering ditemukan pada berbagai penelitian adalah adanya hubungan serius antara gangguan estimasi satu observasi dengan gangguan estimasi obserbasi yang lain. Nisbah antara obserbasi inilah yang disebut sebagai menjadi tidak bias, nilai galat baku terkorelasi sehingga ramalan menjadi tidak efisien, dan ragam galat berbias.

Uji Durbin Watson (Uji DW) biasa digunakan untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi pada model. Nilai hitung statistik d dibandingkan dengan d tabel, yaitu dengan bataas bawah (dL) dan batas atas (dU). Hasil pebandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Jika d < dL, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika d > 4-dL, berarti ada autokorelasi negatif.

3. Jika dL < d < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif 4. Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan.

(39)

a. Menghilangkan variabel bebas yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

b. Apabila terjadi kesalahan dalam hal spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linier menjadi model non-linier atau sebaliknya.

3. Uji Heteroskedastisitas

Suatu model dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians yang minimum (efisiensi). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut :

a. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varian yang minimum atau estimator tidak efisien.

b. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varian yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. c. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan

menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varian.

(40)

Hipotesis :

H0 : � = 0 (homoskedastisitas) H1 ∶ � ≠0 (heteroskedastisitas)

Jika nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata yang digunakan maka hipotesis H0 diterima yang berarti tidak terdpat gejala heteroskedastisitas

pada model. Jika nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata yang digunakan, maka hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat gejala heteroskedastisitas pada model.

Solusi dari masalah ini adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error term dengan varian yang konstan.

4. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna antara beberapa atau semua variabel yang ada pada model. Multikolinearitas menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standard error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Multikolinearitas dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain; 1) Kesalahan teoritis dalam pembentukan model fungsi regresi yang digunakan, 2) Terlampau kecilnya jumlah pengamatan yang akan dianalisis dalam model. Gujarati (1993) mengemukakan tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut :

a. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan.

b. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata.

c. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (r tinggi)

(41)

Solusi untuk mengatasi masalah multikolinieritas menurut Gujarati (1993) adalah sebagai berikut :

a. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya.

b. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu. c. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi.

d. Mentransformasikan data.

(42)

4.1. Kondisi Umum Kabupaten Cianjur

Kabupaten Cianjur secara geografis terletak di antara 6021-7025 Lintang Selatan dan 106042 – 107025 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

1. sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, 2. sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, 3. sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia,

4. sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

Kabupaten Cianjur memiliki luas 350.148 Ha yang secara administratif pemerintahan terdiri dari 30 Kecamatan, 342 Desa, dan 6 Kelurahan. Secara geografis, Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu:

1. Cianjur Bagian Utara, terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter dengan kombinasi pegunungan, perkebunan dan pesawahan.

2. Cianjur Bagian Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil.

3. Cianjur Bagian Selatan, merupakan dataran rendah yang diselingi bukit-bukit dan pegunungan yang melebar sampai dengan Samudra Indonesia

Visi Kabupaten Cianjur adalah “Cianjur Lebih Sejahtera dan Berakhlakul

Karimah”, yang diikuti oleh beberapa misi, antara lain:

1. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Pelayanan Pendidikan yang Bermutu.

(43)

3. Meningkatkan Dayabeli Masyarakat.

4. Memantapkan Pelasanaan Reformasi Birokrasi.

5. Aktualisasi Nilai-nilai Akhlakul Karimah dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.

Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 mencapai 2.168.514 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,09 persen. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Pacet dan Kecamatan Cianjur, masing-masing sebanyak 170.224 jiwa dan 140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa antara lain; Kecamatan Cibeber, Kecamatan Warungkondang, dan Kecamatan Karangtengah. Sedangkan, Kecamatan yang jumlah penduduknya terendah adalah Kecamatan Cikandu dengan jumlah penduduk 36.212 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Cianjur mencapai 123 jiwa per km dengan sex rasio 106,93. Beberapa kecamatan memiliki kepadatan penduduk di antara 3.000 sampai 6.000 penduduk per km2.. Kecamatan-kecamatan yang memiliki kepadatan yang tinggi tersebut mayoritas berada di Cianjur bagian utara antara lain; Kecamatan Cianjur, Kecamatan Karangtengah, dan Kecamatan Cilaku. Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah adalah kecamatan Naringgul, yaitu sebanyak 92 sampai 159 jiwa per km2 (BPS Kabupaten Cianjur, 2010). Perbedaan ini sangat menunjukkan ketimpangan kepadatan penduduk antara Cianjur bagian Utara, Tengah, dan Selatan.

(44)

mengandung keanekaragaman kekayaan sumberdaya alam yang potensial. Dari total luas wilayah sebesar 350.148 Ha, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71%) berupa hutan produktif dan konservasi, 58.101 Ha (16,59%) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76%) berupa lahan pertanian kering tegalan 57.735 Ha (16,49%) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,1%) berupa tanah dan penggembalaan/pekarangan, 1.239 Ha (0,035%) berupa tambak/kolam, 25.261 Ha (7,2%) berupa pemukiman/pekarangan dan 22.483 Ha (6,42%) berupa penggunaan lain-lain.

Kabupaten Cianjur mempunyai lima fokus pembangunan unggulan yang diharapkan mampu memacu pertumbuhan perekonomian wilayah, penetapan keenam sektor unggulan tersebut dilakukan dengan melihat kontribusi sektor-sektor tersebut saat ini dan potensi serta peluang pengembangan yang dimiliki. Fokus pembangunan perekonomian Kabupaten Cianjur, antara lain:

1. Agribisnis, 2. Pariwisata,

3. Kerajinan Rumah Tangga, 4. Industri Manufaktur, dan 5. Perdagangan dan Jasa.

4.2. Potensi Pariwisata Kabupaten Cianjur

(45)

1. Satuan Kawasan Pengembangan I (SKPP I), merupakan wilayah bagian utara Kabupaten Cianjur yang meliputi kawasan Puncak-Cipanas.

2. Satuan Kawasan Pengembangan II (SKPP II), meliputi bagian tengah Kabupaten Cianjur.

3. Satuan Kawasan Pengembangan III (SKPP III), meliputi bagian selatan Kabupaten Cianjur.

Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Cianjur, daya tarik wisata menurut sumberdayanya dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya dan daya tarik wisata buatan. Berikut ini adalah objek dan daya tarik wisata yang terdapat di Kabupaten Cianjur:

4.2.1. Daya Tarik Wisata Alam

1. Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP)

Taman Nasional Gede Pangrango terletak di Kecamatan Cipanas dengan jarak 17 km dari Kota Cianjur dan 103 km dari ibukota Jakarta. Pengelolaannya berada di bawah naungan PHPA dan Kementerian Kehutanan. Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang memiliki keragaman flora, seperti bunga edelweiss dan fauna. Atraksi wisata lain yang menarik untuk dikunjungi adalah air terjun, kawah-kawah yang aktif dan beberapa puncak gunung yang digemari oleh para pendaki. TNGP memiliki luas 15,96 Ha dengan ketinggian Gunung Gede 2.958 mdpl dan Gunung Pangrango 3.019 mdpl.

(46)

Aktivitas pendakian dapat dikategorikan sebagai aktivitas minat khusus dengan jalur-jalur pendakian yang cukup sulit dan dapat dijangkau melalui tiga pintu masuk yang terdapat di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.

2. Bumi Perkemahan Mandala Wangi

Lokasi Bumi Perkemahan Mandalah Wangi terletak di kawasan administrasi Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas. Bumi perkemahan ini dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cianjur. Bumi Perkemahan Mandala Wangi berada di kawasan Wana Wisata milik Perum Perhutani. Daya tarik wisata utamanya adalah area perkemahan seluas ± 10 Ha dengan iklim sejuk, pemandangan pegunungan Gunung Gede Parango dalam lingkungan ekosistem hutan pinus, kayu putih dan damar. Dengan kontur lahan yang berbukit-bukit dan suasana alam yang teduh menjadikan bumi perkemahan ini menarik. Atraksi wisata berupa danau dan pemandian alam menambah nilai daya tarik wisata alam di kawasan ini.

3. Bumi Perkemahan Mandala Kitri.

(47)

Aktivitas wisata yang dapat dilakukan selain berkemah adalah jungle survival yaitu kegiatan pengujian fisik dan mental dengan area khusus yang tidak terlalu luas, wall climbing yaitu kegiatan mendaki dengan alat bantu dinding yang menyerupai dinding batuan yang terdapat di dekat pintu masuk dan aktivitas outbond yang dimanfaatkan untuk latihan kepemimipinan dan kerjasama kelompok.

4. Kebun Raya Cibodas

Kebun Raya Cibodas terletak di Kaki Gunung Gede Pangrango, tepatnya di Cibodas, Rarahan, Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas dengan jarak 17 km dari pusat Kota Cianjur. Pengelolaannya berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kebun Raya Cibodas merupakan kawasan konservasi alam/cagar alam dengan luas 125 Ha. Koleksi pepohonan langka dan spesies, serta fauna kera dan babi hutan. Daya tarik wisata lainnya adalah Air Terjun Cibodas, rumah kaca dengan koleksi kaktus (350 spesies), anggrek (360 spesies), dan tanaman langka yang beraneka ragam, serta taman air mancur. Kebun raya yang terletak pada ketinggian 150 mdpl ini memiliki iklim yang sejuk dan lingkungan alam yang bersih serta tertata.

5. Calincing – Waduk Cirata.

(48)

terbatas pada berperahu melayari danau, membeli ikan, dan memancing. Kegiatan lain yang biasa dimanfaatkan sebagai kegiatan wisata potensial adalah berperahu mengunjungi area-area jaring terapung.

Sebagai objek wisata alam, Danau Waduk Cilincing belum tertata sebagai tempat wisata. Kondisi danau yang dipenuhi oleh jaring apung dan tempat tinggal nelayan yang terapung di atas air menyebabkan perairan danau sebagai daya tarik utama tertutup peralatan dan bangunan sementara yang kurang sedap dipandang mata. Secara umum, kualitas lingkungan alam di kawasan tersebut sangat rendah karena jumlah dan tata letak fasilitas yang tidak teratur dan pemanfaatan sumberdaya air untuk budidaya ikan yang berlebihan menyebabkan daya tariknya menurun.

6. Jangari – Waduk Cirata.

Objek wisata Jangari – Danau Cirata terletak di Desa Bobojong, Kecamatan Mande. Berjarak ±17 km dari pusat Kota Cianjur. Pengelolaan kawasan wisata ini berada di bawah naungan Badan Pengelola Waduk Cirata, bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Peternakan serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur.

Danau Cirata – Waduk Jangari merupakan danau buatan yang terbentuk dari bendungan Sungai Citarum. Objek wisata ini merupakan daya tarik utama yang sama dengan objek wisata Danau Cilincing yaitu berupa danau/waduk yang dimanfaatkan sebagai tempat pembudidayaan ikan yang menggunakan jaring apung.

(49)

tinggal nelayan. Secara umum, kualitas lingkungan alam di kawasan tersebut sangat rendah karena jumlah dan tata letak fasilitas yang tidak teratur dan pemanfaatan sumberdaya air untuk budidaya ikan yang berlebihan.

7. Pantai APRA

Pantai ini terletak di Desa Seganten, Kecamatan Sindangbarang dengan jarak tempuh ±110 km dari pusat Kota Cianjur. Pemberian nama APRA di pantai ini didasarkan karena dulu pada masa revolusi pantai ini merupakan tempat pendaratan pasukan Belanda, yaitu pasukan APRA. Objek wisata ini berada pada rangkaian wisata pantai selatan bagian tengah yang meliputi Pantai APRA – Pantai Sereg – Pantai Karangtopong.

Pantai APRA yang berada pada muara Sungai Cisadea yang membentuk laguna, memiliki daya tarik berupa pantai yang masih alami berpotensi dikembangkan sebagai atraksi wisata bahari. Objek wisata ini memiliki luas ±4 Ha, memiliki hamparan pantai yang luas dengan panjang pantai ±2 km dan lebar 50-100 m, berpasir abu-abu kecoklatan dan bertekstur halus. Kondisi perairan yang mempunyai kekayaan biota laut dengan ketinggian gelombang 1-3 m dengan karakteristik umum sebagai kawasan pantai. Daerah belakang pantai yang masih alami dengan dominasi kelapa dan semak, material tanah berpasir serta tingkat pencemaran yang rendah dan visibilitas bebas serta kualitas bentang alam yang cukup mempesona.

8. Pantai Ciwidig, Pantai Batukukumbung, Pantai Jayanti dan Hutan Cagar Alam Jayanti-Bojonglarang.

(50)

±130km dari pusat Kota Cianjur. Dari ketiga rangkaian wisata pantai ini, Pantai Jayanti lebih berkembang dibandingkan kedua pantai lainnya.

Daya tarik wisata pada kegiatan ini memiliki karakteristik iklim dan topografi yang sama yaitu pantai yang landai dan berpasir coklat abu-abu halus, memiliki lebar ±50-100 m dan daerah belakang pantai yang didominasi oleh perkebunan kelapa dan semak, serta daya pandang yang bebas. Perbedaannya, pada Pantai Jayanti terdapat daya tarik wisata Cagar Alam Bojong Lorong yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dan teluk yang dijadikan sebagai pelabuhan nelayan atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pangkalan Pelelangan Ikan (PPI). Sementara itu, di Pantai Baku Kukumbung terdapat situs sejarah berupa bekas telapak kaki manusia tempo dulu pada batu karang besar dan seperangkat meja dan kursi terbuat dari batu karang peninggalan jaman dahulu.

9. Sumber Air Panas Sukasirna

Sumber air panas Sukasirna merupakan objek wisata potensial yang belum dikembangkan. Terletak di Desa Sukasirna Kecamatan Agrabinta dengan jarak ±169 km dari pusat Kota Cianjur. Dengan mengutamakan sumber air panas sebagi daya tarik wisata, objek ini menjadi satu-satunya daya tarik wisata di Kabupaten Cianjur yang menawarkan sumber air panas dengan lingkungan ekosistem yang masih alami.

10. Agrowisata Perkebunan Teh Gedeh

(51)

luas 910,95 Ha. Selain itu atraksi wisata lain yang dapat dinikmati wisatawan adalah proses pemetikan dan pembuatan teh, serta pemandangan alam perkebunan serta iklim yang sejuk.

11. Curug Citambur dan Rawa Leuwi Soro

Curug Citambur dan Rawa Leuwi Soro terletak dalam kawasan wana wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Cianjur, yaitu di Desa Karangjaya Kecamatan Pagelaran yang berjarak ±85 km dari pusat Kota Cianjur. Daya Tarik Utama di kawasan wisata ini adalah air terjun yang cukup deras dengan ketinggian 40 m serta lingkungan/ekosistem rawa. Daya tarik lainnya adalah legenda mengenai pohon kiara dan rawa leuwi sowo; dikatakan pohon dan rawa tersebut merupakan tempat bersemayam roh-roh karuhun dan cerita legenda tersebut masih dipercaya oleh masyarakat setempat. Atraksi wisata yang terdapat di Curug Citambur ini adalah lahan untuk berkemah dengan kapasitas 5-10 tenda.

4.2.2. Daya Tarik Wisata Budaya 1. Istana Cipanas.

Istana Cipanas merupakan Istana Kepresidenan, terletak di kaki Gunung Gede, Kecamatan Cipanas. Luas areal komplek istana ini lebih kurang 26 Ha, dengan 7.760 m2 digunakan untuk bangunan. Sisanya dipenuhi dengan tanaman dan kebun tanaman hias yang asri, kebun sayur, dan tanaman lain yang ditata seperti hutan kecil.

(52)

bertahap pada tahun 1916. Di bagian belakang terdapat Gedung Bentol yang dibangun pada 1954. Terakhir, dua bangunan terbaru yang dibangun pada tahun 1983 adalah Paviliun Nakula dan Paviliun Sadewa.

Setiap ruangan di Istana ini dilengkapi dengan perabot yang terbuat dari kayu. Selain itu, tersimpan berbagai koleksi ukiran Jepara dan lukisan dari maestro seni lukis Indonesia seperti Basuki Abdullah, Dullah Sujoyono, dan Lee Man Fong.

2. Situs Megalith Gunung Padang

Situs Gunung Padang merupakan peninggalan sejarah yang terletak di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka. Berjarak ±50 km dari Pusat Kota Cianjur. Daya tarik utama dari Situs Gunung Padang ini adalah peninggalan megalitik berbentuk punden berundak berupa bangunan seluas 900 m2 dengan luas lahan sekitar 3 Ha. Punden berundak Gunung Padang dibangun dengan batuan jenis vulkanik berbentuk persegi panjang. Kondisi Punden berundak pada saat ini sudah tidak utuh, hanya menyisakan kerangka suatu bangunan yang terpecah menjadi kepingan batuan yang berserakan hampir menutupi puncak bukit Gunung Padang. Punden berundak ini memiliki nilai daya tarik arkeologis, historis, dan geologis.

(53)

3. Wisata Ziarah Makam Dalam Cikundul

Makam Dalem Cikundulk yang memiliki luas sebesar 2,5 Ha terletak di Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon atau ±22 km dari pusat Kota Cianjur dan dikelola oleh Yayasan Wargi Cikundul. Daya tarik utama adalah makam Sembah Dalem Cikundul yang dikenal gelar Raden Aria Wira Tanu yang merupakan pendiri Cianjur. Nilai sejarah yang terkandung pada makam ini berkaitan dengan pendirian Cianjur pada abad XVII dengan pusat kepemerintahan di Cikundul, sehingga menambah daya tarik wisata tersendiri. Daya tarik lainnya adalah Upacara Tawasul setiap malam Jumat.

3. Kesenian dan Upacara Adat Cianjur

Kabupaten Cianjur memiliki kesenian tradisional yang bervariasi. Pemeliharaan dan pengembangan seni tari, seni musik, seni vokal, seni beladiri, serta upacara-upacara yang berkaitan dengan adat-istiadat Cianjur berada dibawah pembinaan Dewan Kesenian Cianjur dan sanggar-sanggar budaya. Kesenian daerah yang merupakan ciri khas Kabupaten Cianjur antara lain; tari Goong Rentang, Pencak Silat, Mamaos, dan Upacara adat helaran.

4. Kerajinan Cianjur

Kerajinan Cianjur sudah cukup dikenal oleh wisatawan. Daya tarik wisata kerajinan ini cukup potensial bila dikembangkan dan dikemas dengan lebih menarik. Kerajinan yang terdapat di Cianjur adalah sebagai berikut:

- Kerajinan Sangkar Burung - Kerajinan Bambu

- Kerajinan Lampu Gentur

(54)

- Beras Cianjur. - Ayam Pelung.

4.2.3. Daya Tarik Wisata Buatan 1. Taman Bunga Nusantara

Taman Bunga Nusantara merupakan salah satu objek pariwisata yang menjadi unggulan Kabupaten Cianjur. Objek wisata ini berjarak 100 km dari Jakarta, atau 90 km dari Bandung. Koleksi bunga yang terdapat di Taman Bunga mencapai 300 variates bunga dari seluruh dunia. Taman yang terbentang diatas lahan seluas 45 Ha terletak di sisi jalur menuju Puncak, tepatnya di Desa Kawung Luwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur. Disini terdapat 10 taman dengan tema-tema yang terdiri dari aneka jenis bunga yang ditata dengan sangat harmonis. Taman-taman tersebut terlihat asri dan tradisional yang meliputi Taman Prancis, Taman Mediterania, Taman Jepang, Taman Bali, Taman Amerika, dan taman dengan spesifikasi jenis bunga seperti taman air, taman mawar, taman palem, dan taman labyrint. Tumbuh-tumbuhan yang berasal dari mancanegara mendominasi kesepuluh taman tersebut.

(55)

2. Taman Rekreasi Kota Bunga

Kota Bunga terletak di Kecamatan Pacet, tidak berjauhan dengan lokasi Taman Bunga Nusantara. Taman ini dikelola oleh Developer Perumahan Real estate Kota Bunga yang pada awalnya merupakan kawasan rekreasi yang diperuntukkan bagi para penghuni perumahan real estate Kota Bunga. Daya tarik wisata yang dimiliki mampu memenuhi kebutuhan rekreasi keluarga, sehingga mampu menarik pengunjung dari luar Kabupaten Cianjur untuk berkunjung.

4.3. Perkembangan Jumlah Wisatawan

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah unggulan destinasi pariwisata di Jawa Barat dengan dibuktikan oleh prestasi sebagai salah satu dari 10 Kabupaten/Kota Terfavorit se-Indonesia pada ajang Indonesia Tourism Award di tahun 2010. Namun secara faktual, daya tarik wisata yang terdapat di Kabupaten Cianjur menurun. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya kunjungan wisatawan yang datang berkunjung ke objek wisata yang ada di Kabupaten Cianjur.

Tabel 4.1. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata Kabupaten Cianjur

Tahun Jumlah Wisatawan (Orang)

2006 2.862.325

2007 1.761.730

2008 1.175.071

2009 2.150.778

2010 748.661

2011 813.769

(56)

Tabel diatas menunjukkan penurunan jumlah wisatawan yang sangat signifikan dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Pada tahun 2006, wisatawan yang berkunjung mencapai 2.862.325 wisatawan. Namun, jumlah tersebut berkurang sangat signifikan pada tahun 2011 dengan jumlah wisatawan yang datang ke Objek Wisata di Kabupaten Cianjur hanya berjumlah 813.769 wisatawan.

4.4. Akomodasi Pariwisata Kabupaten Cianjur

Akomodasi pariwisata tidak dapat dipisahkan dari aktivitas wisata. Akomodasi pariwisata merupakan salah satu faktor penarik wisatawan untuk datang berkunjung ke suatu objek wisata. Hotel, restoran, penginapan, kafe, dan sarana pendukung lainnya yang terdapat di kawasan wisata merupakan bagian dari industri pariwisata.

Tabel 4.2. Akomodasi Pariwisata yang terdapat di Kabupaten Cianjur pada Tahun 2011

No Jenis Akomodasi Jumlah (Unit)

1. Hotel Bintang 15

2. Hotel Melati/Non-Bintang 65

3. Pondok Wisata 90

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2011

(57)

sebelumnya dengan jumlah 683.503. Rata-rata masa tinggal wisatawan berkisar 1,34 hingga 1,51 hari.

Tabel 4.3. Jumlah Wisatawan dan Lamanya Menginap di Kabupaten Cianjur Tahun 2008-2010

Tahun Jumlah Tamu Menginap (Orang) Rata-rata Tamu Menginap (Hari)

2008 500.773 1,34

2009 684.491 1,29

2010 867.979 1,51

(58)

Gambar

Tabel 1.2. Pertumbuhan Devisa Komoditas Unggulan Nasional periode 2005-
Tabel 2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 4.3. Jumlah Wisatawan dan Lamanya Menginap di Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

The cost of land under development consists of the cost of land for development, direct and indirect real estate development costs and capitalized borrowing

Mata kuliah pada kelompok ini wajib diambil oleh seluruh mahasiwa Program Studi Sosio Ekonomi Perikanan Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Bukti

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

Tujuan penelitian peng- embangan ini adalah menghasilkan modul interaktif dengan menggunakan learning content development system pada materi pokok usaha dan energi untuk

[r]

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga