• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Coro Instan Minuman Khas Pati Jawa Tengah"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUCTION OF INSTANT

CORO

A TRADITIONAL BEVERAGE FROM

PATI, CENTRAL JAVA

Puji Setiyoningrum

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology and Engineering, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West

Java, Indonesia

Phone +62 8564 000 5227, email : p.setiyoningrum@gmail.com

ABSTRACT

Coro is traditional beverage from Pati, Central Java made from spices. In this reseacrh, Coro was processed with co-crystallization to form instant Coro. First step is determining of red and white sugar combination in co-crystallization process. Three sugar combination (80:20, 70:30, and 60:40) are resulting granulated sugar with moisture content around 2% but combination 60:40 need less cooling time than two other. Then this combination (60:40) use to make instant Coro. There are three formulation (X, Y, Z) with different amount of ginger extract. The choosen formula was decided by hedonic rating evaluation. The result of sensory evaluation showed that there are significant differences on product appearance rating but not for taste, flavor, and overall. Formula X was chosen because it is the most economical formula. The chemical and physical properties of instant Coro made with co-crystallization method are 5.47% of water content, 2.33% of ash content, 2.81% of fat content, 2.12% of protein content, 87.42% of carbohydrat content, 95.03% of total sugar,and 80.12 mgEq ascorbic acid/100 gr antioxidant capacity with L= 46.48, a=+4.47, b= +12.81 representating the color. This instant Coro has 6.57% of dissoluble part and 1 minute 50 second for dispersion time. The feasibility study based on investment criteria showed the production of instant Coro was feasible to be done.

(2)

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak suku. Tiap daerah memiliki makanan dan minuman khas yang hanya dapat ditemui di daerah tersebut atau bahkan menjadi ciri khas dari daerah. Minuman tradisional sering kali menggunakan rempah-rempah sebagai bahan bakunya. Minuman tradisional yang terbuat dari rempah-rempah memiliki potensi sebagai minuman yang memiliki sifat fungsional bagi kesehatan.

Minuman tradisional biasanya dijajakan secara langsung oleh pedagang ke rumah-rumah konsumen atau dengan membuka warung. Cara distribusi seperti ini masih menjadi andalan untuk mengkomersialkan minuman tradisional. Metode distribusi seperti ini yang menjadikan minuman tradisional susah berkembang dari segi konsumennya. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pengembangan agar minuman tradisional dapat dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas. Selain itu, minuman tradisional berpotensi sebagai minuman fungsional sehingga minuman tradisional merupakan komoditas yang patut dikembangkan. Sayangnya, upaya pengembangan minuman masih sangat terbatas. Minuman tradisional Indonesia biasanya terbuat dari rempah-rempah. Menurut Antara (1996), untuk jenis minuman sehat, pada formulasi produk umumnya ditambahkan bahan-bahan seperti serat makanan, vitamin, asam amino, ekstrak rempah atau ginseng dan sebagainya yang telah diyakini memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Melihat potensi ini, maka sangat diperlukan upaya pengembangan minuman tradisional.

Pengembangan minuman tradisional dari segi pengemasan minuman dibutuhkan untuk mencapai usaha pelestarian minuman tradisional. Selain itu, dengan pengemasan yang mampu memberi kemudahan bagi konsumen serta yang mampu memberi umur simpan yang lebih panjang maka minuman tradisional dapat didistribusikan ke area yang lebih luas. Salah satu usaha untuk dapat mengangkat kembali minuman tradisional adalah dengan mengemasnya menjadi minuman yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja, yaitu dengan mengemasnya dalam bentuk minuman instan. Beberapa minuman tradisonal telah diupayakan dikemas dalam bentuk yang lebih praktis, baik dengan mengemasnya dalam bentuk ready to drink ataupun serbuk instan. Sebagai contoh adalah bir pletok minuman khas Betawi telah dikemas dalam bentuk ready to drink, bandrek dan bajigur minuman khas Jawa Barat yang telah dikemas dalam bentuk serbuk instan.

Coro adalah salah satu minuman khas daerah Juwana, Pati, Jawa Tengah. Minuman ini biasa dijajakan setiap pagi hari dalam keadaan hangat. Penjual Coro yang biasanya adalah ibu-ibu yang menjajakan Coro dengan menggunakan kuali tanah liat yang dipanggul (Gambar 1). Secara tradisional, minuman Coro dibuat dengan merebus semua bahan yang digunakan. Minuman ini terbuat dari campuran rempah-rempah, gula merah, dan santan. Rempah yang digunakan ada 12 jenis rempah. Bentuk penggunaan berbagai macam rempah ini ada dua macam, yatu rempah yang diolah dari campuran 10 macam rempah yang dibuat dalam bentuk serbuk campuran rempah serta 2 macam rempah yang diolah dalam bentuk segar. Rempah-rempah telah banyak diteliti dan banyak yang dinyatakan memiliki khasiat fungsional bagi kesehatan, misalnya adas memiliki efek diuretik dan analgesik (Tanira et al.1996 diacu dalam De Marino S et al. 2007). Beberapa minuman yang terbuat dari rempah-rempah juga telah dinyatakan memiliki efek bagi kesehatan, seperti minuman Cinna-ale. Selain menggunakan rempah-rempah, minuman Coro juga menggunakan santan. Oleh karena itu, minuman ini memiliki umur simpan yang sangat singkat, yaitu sekitar enam jam. Hal ini ditunjukkan dengan berubahnya citarasa minuman Coro saat siang hari.

a b c d

(3)

2 Proses pengolahan minuman instan biasanya menggunakan teknologi seperti spray drying. Akan tetapi, pengolahan menggunakan spray drying membutuhkan investasi mesin yang cukup besar sehingga penggunaan teknologi ini kurang cocok bagi industri rumah tangga. Oleh karenanya dalam pembuatan minuman instan Coro digunakan teknik yang mudah diterapkan di industri rumah tangga serta murah dari segi biaya. Teknik kokristalisasi dianggap paling cocok digunakan.

B.

Tujuan Penelitian

(4)

3

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Minuman Tradisional

Makanan/minuman tradisional adalah makanan atau minuman, termasuk jajanan serta bahan campuran atau ingredient yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Yusuf 2002). Biasanya makanan/minuman tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang diperoleh dari sumber lokal dan memiliki cita rasa yang relatif sesuai dengan masyarakat setempat. Disadari atau tidak, banyak makanan/minuman tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya, yaitu berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan/minuman tradisional yang dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman fungsional (Fardiaz 1997).

Minuman tradisional Indonesia umumnya memanfaatkan rempah-rempah sebagai bahan bakunya. Menurut Widowati (2004), minuman tradisional Indonesia mempunyai potensi untuk dijadikan minuman fungsional. Sebagai minuman fungsional, minuman tradisional Indonesia juga memiliki khasiat yang penting bagi kesehatan, antara lain dapat menghangatkan tubuh, mencegah masuk angin, batuk, influenza, reumatik, meningkatkan stamina tubuh dan anti diare.

Minuman yang terbuat dari rempah hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tak lain disebabkan karena rempah-rempah terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa minuman Indonesia yang terbuat dari rempah-rempah, antara lain bir plethok (Jakarta), bandrek dan bajigur (Jawa Barat), wedang ronde dan wedang uwuh (Jawa Tengah), dan sarabba (Sulawesi). Minuman-minuman ini dapat dilihat pada Gambar 2.

a b c d e f

Gambar 2. (a) bir plethok, (b) bandrek, (c) bajigur, (d) wedang ronde, (e) wedhang uwuh, (f) sarabba

Sumber: a http://www.flickr.com/photos/ar_riel/3971859131/in/set-72157607400395173 b

http://id.wikibooks.org/wiki/Bandrek c

(Anonim 2010) d

http://kuliner.mitrasites.com/gambar/wedang-ronde.html e

http://jogjanesia.com/foods-drinks/drinks-foods-drinks/wedang-uwuh/ f

http://unieqmunisah.blogspot.com/2008/06/jajanan-khas-makassar.html

B.

Minuman

Coro

Minuman Coro merupakan minuman khas Pati yang terbuat dari beberapa macam rempah-rempah dan biasanya dijual saat pagi hari. Minuman ini dijual dalam keadaan panas atau hangat. Ibu-ibu penjual biasanya menjajakan Coro dengan berkeliling dari rumah ke rumah menggunakan kuali tanah liat yang dibalut dengan lapisan kantung plastik tebal untuk mempertahankan suhu Coro agar tetap hangat. Cara penjualan minuman Coro dpaat dilihat pada Gambar 3. Minuman ini terdiri dari 12 macam rempah. Sepuluh macam rempah dicampur dalam keadaan kering seperti bubuk sedangkan dua rempah lain dicampur pada saat pengolahan (perebusan).

Menurut UNIDO dan FAO (2005), rempah-rempah biasa digunakan untuk flavour, warna, aroma, dan preservatif pada makanan dan minuman. Rempah-rempah dapat berasal dari berbagai bagian tanaman: kulit kayu, pucuk tanaman, bunga, buah, daun, rhizoma, akar, biji, stigma dan styles

(5)

4 penyulingan rempah-rempah (segar maupun kering), atau dengan melakukan ekstraksi menggunakan pelarut tertentu untuk memperoleh oleoresin dan produk-produk lainnya yang terstandarisasi.

Gambar 3. Penjual minuman Coro dan minuman Coro

Dahulu, setiap penjual Coro membuat serbuk campuran rempah sendiri. Akan tetapi, sekarang hampir setiap pedagang Coro menggunakan serbuk campuran rempah yang dijual oleh pedagang rempah di pasar tradisional. Rempah-rempah yang diolah dalam bentuk bubuk diantaranya adas, pulosari, pala, kulit pala, pekak, cabai jawa, kayu mesoyi, kapulaga, merica, dan manis jangan. Sedangkan rempah yang dicampur dalam bentuk segar pada saat perebusan adalah jahe dan sereh. Rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman Coro dapat dilihat pada Gambar 4. Selain rempah-rempah, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan minuman Coro adalah gula merah dan santan.

1. Jahe

Jahe (Zingiber officinale Roscoe, Zingiberacae) adalah tanaman obat yang telah banyak digunakan sebagai obat herbal di banyak negara karena kemampuanya untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti artritis, reumatik, keseleo, sakit otot, sakit tenggorokan, kram, konstipasi, gangguan pencernaan, mual, hipertensi, dementia, demam, infeksi, dan helminthiasis (Ali et al. 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen yang ditemukan dalam jahe efektif untuk meredakan simptom inflamatori kronik (Srivastava dan Mustafa 1992).

Kandungan utama dalam jahe sangat beragam dan sangat tergantung darimana jahe berasal serta kondisi kesegaran rimpang, apakah segar atau kering (Ali et al. 2008). Senyawa kimia yang menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah gingerol, zingeron, dan shogaol (Syukur dan Hernani 2002). Rimpang jahe dan ekstrak jahe mengandung senyawa fenolik (6-gingerol dan turunanya) dengan aktivitas antioksidan yang tinggi (Chen et al. 1986).

Gambar 4. Rempah-rempah bahan minuman Coro : (a) jahe, (b) sereh, (c) adas, (d) merica, (e) kulit pala, (f) cabai jawa, (g) pekak, (h) kayu manis, (i) pulosari, (j) pala, (k) kayu mesoyi, (l) kapulaga

2. Sereh

Sereh termasuk dalam familia Gramineae. Yang tumbuh di Indonesia yaitu dari spesies

Cympogon nardus Rendle dan Cympogon winterianus Jowitt, yang biasa digunakan untuk masak dan yang dibudidayakan di kebun-kebun khusus untuk diambil minyaknya. Kedua spesies tersebut dapat diambil minyaknya, produk ini banyak diperlukan industri obat-obatan dan hanganya cukup tinggi (Sutedjo 1990).

a b c d e f

(6)

5 Sereh mengandung minyak atsiri dengan komponen seperti citranelal, citral, geraniol, metil hepton, eugenol, kardinen dan limonen. Sereh dapat dimanfaatkan untuk mengobati sakit kepala, otot dan sendi ngilu, diare, anti radang dan memperlancar sirkulasi darah (Wijayakusuma et al.

1996).

3. Adas

Adas atau Foeniculum vulgare termasuk dalam famili Umbelliferae (Apiaceae) telah dikenal dan digunakan sejak zaman dahulu. Adas dibudidayakan hampir di seluruh kawasan Laut Mediterania karena flavornya yang disukai (Muckensturm et al. 1997). Daun dan buahnya sering digunakan sebagai bumbu yang memberikan flavor yang kuat pada daging dan ikan. (Ruberto et al. 2000, Ozbek et al. 2003). Tanaman Adas (Foeniculum vulgare Mill.) adalah tanaman herba tahunan dari familii Umbelliferae dan genus Foeniculum.

Aktifitas diuretik, analgesik, dan antipyretic ditemukan dalam buah adas (Tanira et al. 1996). Aktivitas antioksidan juga ditemukan dalam buah adas (Oktay et al. 2003). Daun dan buahnya banyak digunakan untuk flavor ikan dan daging yang memberikan aroma dan rasa yang sangat kuat, juga digunakan untuk bahan kosmetik. Komponen adas yang paling sering diteliti adalah minyak esensialnya yang menunjukkan adanya aktivitas antioksidan, antimikroba dan

hepatoprotektif (Ruberto et al. 2000, Ozbek et al. 2003). Minyak esensial adas memiliki aroma dan rasa yang unik dan terkonsentrasi pada bagian mericarp (buah). Minyak ini terdiri atas beberapa monoterpen dan fenilpropanoid, yang terdiri atas trans anethole, estragol, fenchone, dan limonene sebagai komponen penyusunnya. Komponen yang biasanya paling banyak adalah

trans anethole yang memberikan rasa khas adas, fenchone yang memberikan rasa pahit, dan estragol (metil-chavicol) yang memberikan rasa manis (Guillen dan Manzanos 1994).

Selain sebagai bumbu masak, tanaman adas mempunyai banyak kegunaan mulai dari akar, daun, batang dan bijinya. Daun adas digunakan sebagai diuretik (pelancar air seni) dan memacu pengeluaran keringat. Akarnya berkhasiat sebagai obat batuk, pencuci perut dan sakit perut sehabis melahirkan. Tanaman muda digunakan juga sebagai obat gangguan saluran pernapasan dan dari ekstrak buah adas dapat digunakan untuk mengobati mulas (Balittro 2010).

4. Pulosari

Pulosari (Alyxia stellata A.) merupakan tanaman merambat dengan ketinggian mencapai 10 m dan bercabang-cabang. Daun mempunyai helaian yang tipis, berbentuk lonjong, dan terdapat pada pucuk cabang yang berjumlah 3-4 daun setiap cabang. Bunga malai berjumlah satu atau berpasangan berukuran kecil dan berwarna putih (Mursito 2002). Pulosari termasuk dalam famili Apocynaceae (Wakidi 2003). Tanaman yang memiliki batang berwarna putih ini tergolong tanaman liar yang sering dijumpai di hutan, ladang, ataupun daerah pegunungan. Aromanya wangi rempah mirip seperti aroma jamu dengan rasa yang sedikit pahit (Septia 2009).

Meskipun begitu, tanaman ini sangat berkhasiat untuk kesehatan dan dapat menjadi obat untuk beberapa jenis penyakit seperti untuk mengobati sariawan, merangsang nafsu makan, obat batuk, mengurangi rasa mulas, menurunkan demam pada anak-anak (Septia 2009). Bagian tanaman yang digunakan adalah kulit batang/cabang (Mursito 2002). Kandungan kimia pulosari diataranya zat samak, zat pahit, kumarin, dan alkaloida (Wakidi 2003).

5. Pala

Tanaman pala meurut Rismunandar (1990) termasuk tanaman keras dan dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tergolong ke dalam famili Myristiceae yang terdiri dari 15 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Sistematika tanaman pala adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plant Sub kingdom : Vacular plant Class : Angiospermae Ordo : Remales Family : Myristicaceae Genus : Myristica

Species : fragrans (HOUTT)

(7)

6 obat pencahar, sembelit, mencret, dan dapat membuat rasa mengantuk (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Rismunandar (1990), daging buah pala mengadung zat aromatik flavor yang terdiri dari dua komponen minyak atsiri, yaitu myristicin dan monoterpen. Komponen monoterpen dalam daging buah pala dapat menimbulkan rasa ngantuk.

6. Cabai Jawa

Lada panjang (Piper retrofractum Vahl.) atau lebih dikenal dengan nama cabai jawa atau cabai puyang merupakan tanaman asli Indonesia dan tumbuh menyebar dimana-mana (Emmyzar 1992). Ada dua jenis lada panjang yang dikenal, yaitu lada panjang Indonesia sebagai cabai jawa (P. retrofractum Vahl, P. longum BL) dan lada panjang yang tumbuh di India (P. longum L.). Cabai jawa dikenal juga dengan nama ilmiah lain, yaitu Chavia officinarum Miq. dan C. Retrofracta Miq (Syukur dan Hernani 2002). Tanaman ini termasuk dalam famili Piperaceae. Cabe jawa tergolong tanaman yang merambat dan melilit dengan panjang mencapai 10 m. Buahnya berbentuk silinder dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter 6 mm. Buah mudanya berwarna hijau dan keras serta beraroma tajam dan pedas yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning gading dan akhirnya berwarna merah (Emmyzar 1992).

Rasa cabai jawa ini lebih pedas dibandingkan dengan jenis lada panjang lainnya, disebabkan oleh senyawa piperin dan piperanin (Leung 1980 di dalam Sait et al. 1992). Cabai jawa banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan obat tradisional, obat modern, dan untuk campuran mimuman. Rasa pedas yang dikeluarkan dari buahnya berasal dari senyawa piperin dengan kandungan sekitar 4.6% (Syukur dan Hernani 2002). Menurut Syukur dan Hernani (2002), cabai jawa memiliki beberapa nama daerah diantaranya, lada panjang (Sumatera), cabe jawa (Jawa), cabi solak (Madura), dan cabai (Sulawesi).

7. Pekak

Pekak (Illicium verum) termasuk dalam famili Magnoliaceae. Aroma dan flavor ekstrak pekak sangat mirip dengan aroma dan flavor adas manis. Kandungan minyak volatil pekak berkisar 8-9%, sedangkan fixed oil kurang lebih 20%. Pekak diidentifikasikan mengandung dua macam komponen utama, yaitu trans-anetol 88-90% dan limonen 5% (Farrel 1990).

Pekak memiliki efek carminativ, stomachic, stimulan dan diuretik. Di negara Timur pekak digunakan sebagai obat reumatik dan obat sakit perut. Selain itu, pekak juga biasa digunakan sebagai teh obat, campuran obat batuk dan pastiles. Buah keringnya mengandung 5-8% minyak esensial, dengan kandungan paling banyak anethol (85-90%). Komponen lainnya meliputi

peladrene, safrole, dan terpineol, yang hanya sedikit berpengaruh terhadap aroma. Kandungan 1,4 cineolnya yang rendah merupakan hal yang membedakan pekak dengan adas.

8. Kayu Mesoyi

Tanaman Masoyi atau Massoia Aromatica Becc. tumbuh di Indonesia, terutama di daerah Jawa dan Irian Jaya, tanaman tersebut termasuk familia Lauraceae. Bagian dari tanaman ini yang berkhasiat obat yaitu kulit batang dan kulit cabang batangnya (Sutedjo 1990). Mesoyi merupakan pohon tegak, berkayu dan tingginya mencapai 5 meter. Kayu dan kulitnya mengeluarkan bau aromatis yang khas. Kulit kayu berwarna kelabu di bagian luar dan kemerah-merahan di bagian dalam. Setelah dikeringkan, kulit ini akan menyebabkan gatal-gatal dan lapuk di kulit. Tanaman ini banyak ditemukan di daerah Irian Jaya dan Maluku. Bau aromatis yang dihasilkan menyebabkan bahan tanaman ini sering digunakan untuk bedak bersama-sama dengan cengkeh. Selain itu kayu mesoyi bersifat iritant (membebaskan pembuluh darah kapiler) dan dapat digunakan sebagai pewangi (Delimarta 1998). Simplisia mesoyi mengandung atsiri (total sekitar 0.5%) yang mengandung sinamilaldehid, asam sinamat, eugenol, zat penyamak dan damar. Kayu mesoyi banyak digunakan untuk mengatasi karminativa dan diaforetika serta digunakan pula sebagai bahan pewangi (Sutedjo 1990).

9. Manis Jangan

(8)

7 Selain itu dapat juga digunakan untuk mengobati muntah-muntah, asma, masuk angin, dan sebagai anti diare (Mardisiswojo 1985).

10. Merica/Lada Hitam

Lada hitam adalah buah lada yang masih mempunyai kulit yang berwarna hitam hasil fermentasi dan penjemuran. Lada adalah buah dari pohon Piper ningrum L. , yang berasal dari famili Piperaceae. Lada hitam mengandung sekitar 1.5% minyak volatil dan lebih dari 6% oleoresin (Farrel 1990). Minyak atsiri lada hitam mengandung karen, simen, limonen,

phellandren, pinen, sabinen, bisabolen, kariopillen, kopaen, elemen, humulen dan terpinen-4-ol. Lada secara umum dapat digunakan untuk mengobati haid yang tidak teratur, masuk angin, influensa, demam dan tekanan darah rendah (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso 1985).

11. Gula Merah/Gula Palma

Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira palma, yaitu aren (Arenga pinata, merr), kelapa (Cocos nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula palma dapat dilihat pada Tabel 1.

Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara penyaringan dengan menggunakan ijuk, kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut akan mendidih dan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik.

Tabel 1. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Cetak Butiran/granula

1 Keadaan

1.1 Bentuk Normal Normal

1.2 Rasa dan aroma Normal, khas Normal, khas

1.3 Warna Kuning kecoklatan

sampai coklat

Kuning kecoklatan sampai coklat 2 Bagian yang tidak larut

dalam air

% b/b Maks. 10 Maks. 0.2

3 Air % b/b Maks. 10.0 Maks. 3.0

4 Abu % b/b Maks. 2.0 Maks. 2.0

5 Gula pereduksi % b/b Maks. 10.0 Maks. 6.0

6 Jumlah gula sebagai sakarosa

% b/b Maks. 77 Maks. 90.0

7 Cemaran logam

7.1 Seng mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0

7.2 Timbal mg/kg Maks. 2.0 Maks. 2.0

7.3 Tembaga mg/kg Maks. 10.0 Maks. 10.0

7.4 Raksa mg/kg 0.03 0.03

7.5 Timah mg/kg 40.0 40.0

8 Arsen mg/kg 1.0 1.0

(BSN 1995)

(9)

8 Tabel 2. Komposisi gula palma

Komponen SNI 01-3743-1995 Menurut Santoso

(1988)

Menurut Imanda

(2007)

Kadar air (% bb) Maks. 10.0 11.95 8.8

Kadar abu (% bb) Maks. 2.0 2.47 3.6

Kadar lemak (% bb) - 1.42 1.9

Kadar protein (% bb) - 1.77 2.9

Kadar karbohidrat (%bb) - 91.53 82.8

Bagian tak larut (%) Maks. 1.0 2.54 0.2

C.

Minuman Instan

Sediaan instan adalah sediaan yang siap dikonsumsi (siap saji) dengan penambahan air hangat atau air panas dan penambahan satu atau lebih bahan tambahan, sehingga sediaan instan lebih disukai oleh masyarakat dan rasanya juga lebih enak. Instanisasi membuat produk mudah dibawa, dapat disimpan sehingga dapat mempermudah pendistribusian produk, dan memperpanjang umur simpan produk. Serbuk instan yang diperoleh harus memenuhi syarat yaitu mudah dituang tanpa tersumbat, tidak higroskopis dan tidak menggumpal, mudah dibasahi dan cepat larut. Sediaan instan berlangsung melalui proses berulang serbuk yang diperoleh dan diakhiri dengan pengeringan. Pembuatan sediaan instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan tambahan pangan seperti gula. Penambahan gula digunakan untuk kristalisasi, bahan pengawet, pemanis, serta penambah energi. Menurut Iskandar dan Tajudin (1990), kristalisasi adalah suatu proses pemisahan dengan cara pemekatan larutan sampai konsentrasi bahan yang terlarut (solut) menjadi lebih besar daripada pelarutnya pada suhu yang sama.

Menurut Bennion dan Scheule (2004), proses kokristalisasi dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan jenis instan. Chen dan Chou (1993), menyatakan bahwa kristalisasi spontan dapat terjadi dengan adanya pengadukan larutan gula murni superjenuh secara cepat yang akan menghasilkan agregrat kristal yang berukuran mikro. Bahan lain dapat disisipkan atau disusun dalam sebuah kristal sukrosa berukuran mikro yang merupakan hasil dari kristalisasi spontan. Sukrosa dengan tingkat kemurnian yang tinggi berperan sebagai bahan utama dimana bahan lain ditambahkan untuk membentuk struktur yang baru, sehingga akan terbentuk aglomerat dengan fungsionalitas yang baru. Larutan sukrosa yang ditambah dengan bahan lain dipekatkan hingga mencapai fase superjenuh dan dipertahankan pada temperatur yang cukup tinggi untuk mencegah kristalisasi. Sementara itu, sejumlah bahan lainnya yang merupakan bahan kedua dapat ditambahkan setelah penguapan/pemekatan. Larutan gula pekat kemudian diberi perlakuan pengadukan mekanis, yang mendorong nukleasi sehingga terbentuk kristal campuran gula dan bahan lain. Begitu larutan gula mencapai suhu dimana terjadi transformasi dan dimulainya kristalisasi, sejumlah besar panas mulai dipancarkan. Pengadukan diteruskan dengan tujuan mendorong dan memperpanjang transformasi/kristalisasi hingga aglomerat akan terlepas dari vessel secara cepat, dan tersaring menjadi ukuran yang sama. Produk kokristalisasi mengandung semua bagian padatan dari bahan baku. Konsep kokristalisasi dapat dilihat pada Gambar 5.

(10)

9 Gambar 5. Konsep kokristalisasi

D.

Analisis Kelayakan Bisnis berdasar Kriteria Investasi

Industri pengolahan pangan skala kecil dan menengah memberikan kesempatan yang baik bagi seseorang menjadi entrepreneur. Pada saat memulai suatu bisnis atau usaha, seseorang mungkin akan mengalami hambatan, sehingga perlu diantisipasi sejak awal faktor-faktor yang dapat membawa ke arah kegagalan. Seorang calon entrepreneur tidak cukup hanya mengetahui bagaimana memproduksi suatu produk pangan mutu tinggi, tetapi juga harus mengetahui bagaimana cara menjual produk tersebut secara efektif dan bagaimana mengontrol aspek keuangan dari bisnis tersebut (Kusnandar et al. 2009)

Dalam pengkajian aspek finansial (keuangan) diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan kegiatan bisnis. Dana untuk membangun usaha lazim disebut dana modal tetap, dipergunakan antara lain untuk membiayai kegiatan pra-investasi, pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan bisnis serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri, misalnya bunga pinjaman selama masa pembangunan usaha. Dana yang dibutuhkan untuk memutar roda operasi bisnis setelah selesai dibangun disebut dana modal kerja. Dalam perhitungan jumlah dana keseluruhan usaha, jumlah modal kerja dihitung secara netto dalam arti jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh harta lancar dikurangi dengan jumlah hutang jangka pendek yang diharapkan dapat diperoleh dana tersebut dari pihak ketiga (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009).

Setelah diketahui jumlah dana yang dibutuhkan kemudian dipelajari dari mana kemungkinan dana tersebut diperoleh. Berapa banyak investor akan menanamkan dananya dalam kegiatan bisnis, dari mana dan dalam jumlah berapa pinjaman dapat diperoleh bilamana dana dari investor tidak mencukupi, bagaimana persyaratan pinjaman tersebut, bagaimana pula kemampuan bisnis di masa depan memenuhi persyaratan tersebut. Langkah selanjutnya adalah mencari jawaban apakah penghasilan yang diperoleh selama masa kehidupan bisnis dapat memberikan keuntungan yang memadai kepada perusahaan dan pemilik bisnis. Tidak kalah pentingnya untuk dikaji adalah besar peranan bisnis dalam menyumbang pembangunan ekonomi dan sosial daerah sekitar serta negara secara keseluruhan baik secara langsung maupun tidak (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009).

Untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan, maka dapat digunakan beberapa kriteria. Setiap penilaian layak, perlu diberikan nilai yang standar untuk usaha yang sejenis dengan cara membandingkan dengan rata-rata industri atau target yang telah ditentukan. Kriteria yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan investasi adalah payback periode (PP), net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan profitability index (PI) (Kusnandar et al.

(11)

10

METODE PENELITIAN

A.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi diantaranya gula merah, gula pasir, jahe, sereh, air, kelapa parut, dan serbuk campuran rempah yang terdiri atas adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Sedangkan bahan untuk analisis diantaranya CaCO3, Na-oksalat, larutan Pb asetat jenuh, larutan glukosa standar, pereaksi Anthrone, metanol, larutan DPPH, air destilata, HCl, H2SO4, toluena, alkohol, H3BO3, K2SO4, NaOH-Na2S2O3 dan metanol.

Alat yang digunakan adalah kompor, panci, wajan, blender, ayakan, sudip, cawan, desikator, oven, tanur, labu Kjeldahl, labu lemak, gelas piala, labu takar 100 ml, tabung reaksi bertutup, pipet, penangas air, kuvet spektrofotometer, Chromameter CR-300 Minolta.

B.

Metode Penelitian

1.

Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir

Tahap awal penelitian dilakukan untuk menentukan perbandingan antara gula merah dan gula pasir yang digunakan dalam proses pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Sukrosa yang merupakan komponen penyusun gula pasir digunakan sebagai bahan penyalut dalam proses kokristalisasi. Tetapi, minuman Coro menggunakan gula merah sebagai bahan bakunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan kombinasi gula pasir dan gula merah. Ada tiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang diujikan, yaitu 80:20, 70:30, dan 60:40.

Hal pertama yang dilakukan adalah penimbangan gula sesuai dengan kombinasi yang ditentukan dengan basis total gula adalah 100 gram. Gula yang telah ditimbang jumlahnya kemudian ditambahkan air dengan perbandingan gula dan air 1-3:1 (Cahyono 2005). Selanjutnya dilakukan pemanasan larutan gula dengan api sedang sehingga terbentuk larutan yang lewat jenuh. Setelah terbentuk larutan yang lewat jenuh, pemanasan dihentikan dan dilakukan proses pendinginan dengan disertai pengadukan hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan ayakan 1050 mesh. Diagram proses pembuatan serbuk gula dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perbandingan gula merah dan gula pasir yang digunakan untuk tahap selanjutnya didasarkan pada waktu pembentukan kristal dan kadar air serbuk yang dihasilkan. Perbandingan yang terpilih akan digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu pembuatan instan

Coro.

2.

Formulasi Minuman Instan

Coro

(12)

11 tujuan memperoleh ektrak jahe dengan flavor yang kuat jika dibanding dengan ekstrak jahe dengan air sebagai pelarut karena selain sebagai media pelarut, air juga dapat menjadi media pengencer. Sedangkan untuk pembuatan ekstrak sereh digunakan air sebagai pelarut. Sereh yang telah dibersihkan kemudian dipotong-potong untuk selanjutnya direbus dengan air hingga mendidih. Setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh ekstrak sereh. Air digunakan dalam pembuatan ekstrak sereh karena tidak seperti jahe yang dapat menghasilkan banyak cairan (ekstrak) hanya dengan penghalusan dan penyaringan, sereh tidak banyak menghasilkan cairan jika hanya dihaluskan dan disaring. Selain ekstrak jahe dan ekstrak sereh, perlu disiapkan santan sebelum membuat instan Coro. Proses pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan santan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Proses pembuatan minuman instan Coro dilakukan sama seperti proses pembuatan serbuk gula pada tahap satu, yang membedakan adalah adanya penambahan bahan lain selain gula. Proses pembuatan minuman instan Coro diawali dengan pembuatan larutan gula dengan bantuan sedikit air untuk melarutkan gula. Pembuatan larutan gula ini juga dibantu dengan proses pemanasan. Proses selanjutnya adalah menambahkan bahan-bahan lain ke dalam larutan gula. Serbuk campuran rempah ditambahkan sejak awal proses pemanasan sedangkan ekstrak jahe dan ekstrak sereh ditambahkan ditengah proses pemanasan. Selain itu, santan juga ditambahkan di akhir proses pemanasan. Setelah tercapai kondisi superjenuh kemudian dilakukan proses pendinginan yang disertai dengan pengadukan. Proses pendinginan yang disertai pengadukan ini akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang cukup kecil.

Ada tiga formulasi yang digunakan dalam tahapan formulasi minuman instan Coro. Ketiga formulasi ini memiliki perbedaan dari jumlah ekstrak yang digunakan. Pemilihan perbedaan ini didasarkan pada karakteristik minuman yang paling menonjol yaitu rasa pedas yang memiliki efek menghasilkan sensasi hangat. Rasa pedas ini ditimbulkan karena adanya jahe dan merica dalam minuman Coro. Akan tetapi, karena merica digunakan dalam bentuk serbuk campuran rempah maka akan lebih mudah jika formulasi dilakukan berdasar perbedaan jumlah ekstrak jahe.

Setelah dilakukan pembuatan minuman instan Coro dengan masing-masing formulasi maka dilakukan uji organoleptik untuk menentukan formula yang terpilih sebagai formula akhir minuman instan Coro. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik menggunakan uji rating skala kategorik dengan skala dari 1 sampai 7 yang merepresentasikan tingkat kesukaan panelis dari sangat suka hingga sangat tidak suka. Panelis yang digunakan sebanyak 70 orang. Atribut yang diujikan antara lain rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Uji organoleptik dilakukan terhadap minuman instan Coro yang merupakan hasil seduhan dari serbuk Coro hasil kokristalisasi. Minuman disajikan dalam kondisi masih hangat.

Worksheet dan skorsheet uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 6.

C.

Metode Analisis Formula Terpilih

Produk minuman instan yang dihasilkan kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan antara lain analisis kadar air, kadar abu, kadar gula, analisis antioksidan, dan uji kelarutan serbuk instan.

1.

Rendemen (Kusnandar

et al.

2006)

Rendemen = 100

2.

Analisis Kadar Air metode Azeotropik (BSN 1995)

Labu didih dan labu Bidwell-Sterling dikeringkan dalam oven 105oC hingga kering kemudian dikeringkan dalam desikator. Tiga gram contoh dimasukkan dalam labu didih (Ws) dan ditambahkan 60-80 ml toluena. Rangkai labu didih dan labu Bidwell-Sterling pada alat pemanas. Refluks dengan suhu rendah (skala hot plate 4-5) selama 45 menit. Naikkan suhu (skala 8) dan lakukan pemanasan selama 60-90 menit. Baca volume air yang terdestilasi (Vs).

Penetapan faktor destilasi

(13)

12 FD =

Kadar air = x FD x 100%

Keterangan : FD = faktor destilasi (gr/ml)

W = berat air yang akan didestilasi (gr) V = volume air yang terdestilasi (ml) Ws = berat contoh (gr)

Vs = volume air yang didestilasi dari contoh (ml)

3.

Analisis Kadar Air metode Oven (AOAC 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar air (% bb) = ( ) 100%

Kadar air (% bk) = ( )

( ) 100%

Ket: bb = basis basah

bk = basis kering

4.

Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)

Cawan yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar abu (% bb) = 100%

Kadar abu (% bk) = ( % )

( % )

5.

Analisis Kadar Lemak Metode

Soxhlet

(AOAC 1995)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan ekstraksi soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dalam selongsong yang terbuat dari kertas bebas lemak, kemudian di refluks selama 6 jam. Pelarut yang ada di dalam labu didestilasi kemudian pelarutnya ditampung, selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven selama 2 jam sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu bersama lemak tersebut ditimbang (B). Rumus perhitungannya sebagai berikut :

Kadar lemak ( %) = A−B

berat contoh ( gr )× 100 Keterangan :

(14)

13

6.

Analisis Kadar Protein Metode Mikro Kjehldal (AOAC 1995)

Sebanyak 1-2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.9±0.1 gram K2SO4, 40±10 ml H2O, dan 2.0±0.1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl lalu dicuci dengan air kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi. Selanjutnya ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlemenyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol). Ujung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3 kemudian isi erlemenyer diencerkan sampai 50 ml lalu dititrasi dengan HCl 0.02% sampai terjadi perubahan warna menjadi abu. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus :

% Total nitrogen = ( HCl−blanko) ml × N HCl × 14.007 berat contoh ( mg) × 100 % Protein = % total N × FK

Keterangan : FK (faktor korelasi) = 6.25

7.

Analisis Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar kar bohidrat ( % bb) = 100%−% kadar ( air + abu + lemak + protein)

8.

Analisis Total Gula

Tahap persiapan contoh

Sebanyak 5 ml contoh dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambahkan 95 ml air destilata dan 1 g CaCO3. Contoh dididihkan selama 30 menit, didinginkan, dan ditambahkan larutan Pb-asetat jenuh hingga larutan menjadi jernih. Selanjutnya, larutan disaring. Tambahkan 1.5 g Na-oksalat kering ke dalam filtrat untuk mengendapkan Pb. Selanjutnya contoh kembali disaring. Sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan air destilata.

Tahap pembuatan kurva standar

Siapkan satu seri tabung reaksi bertutup. Pipet larutan glukosa standar 0.2 mg/100 ml sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml, kemudian ditambahkan air destilata hingga volume masing-masing tabung 1 ml. Buat larutan blanko dengan memipet 1 ml air destilata ke dalam tabung reaksi lain. Tambahkan 5 ml pereaksi Anthrone ke dalam masing- masing larutan glukosa standar dan blanko, dikocok hingga merata, dan dipanaskan di atas penangas air selama 12 menit. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan absorbansinya dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 630 nm. Selanjutnya dibuat hubungan kurva standar antara konsentrasi dan absorbansi.

Tahap analisis contoh

Ambil 5 ml larutan hasil persiapan sampel ke dalam labu ukur 100 ml dan tepatkan volume dengan air destilata hingga tanda tera. Sebanyak 1 ml contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan diperlakukan seperti pada tahap pembuatan kurva standar.

Total gula (%) = 100

Ket : G = kandungan glukosa dalam sampel (gr) FP = faktor pengenceran

W = berat contoh (gr)

9.

Analisis Kapasitas Antioksidan metode DPPH

(15)

14 DPPH (sehingga konsentrasi akhir larutan DPPH menjadi 0.2 mM) lalu divortex. Diamkan selama 30 menit dalam suhu ruang. Ukur absorbansi larutan pada 517 nm. Nyatakan aktivitas antioksidan dalam bentuk presentase penghambatan terhadap radikal DPPH (scavenging activity).

Kapasitas antioksidan (%) = [ ]× 100%

AEAC (mg asam askorbat/100 g) = jumlah asam askorbat (mg) x ( ) x (

( ))

10.

Analisis Warna

Kalibrasi alat

Alat dipersiapkan dan dihubungkan dengan arus listrik. Tekan “calibrate” kemudian masukkan data kalibrasi Y, x, dan z yang terdapat pada penutup bagian dalam plat kalibrasi. Letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih. Tekan measure atau tekan tombol pada measuring head. Alat akan melakukan tiga kali pengukuran. Alat akan menyimpan data kalibrasi dalam memorinya.

Pengukuran warna contoh

Analisis warna menggunakan Chromameter CR-300 Minolta dilakukan dengan meletakkan

measuring head pada contoh yang akan diukur kemudian dilakukan pengukuran dengan menekan tombol measure. Hasil pengukuran ditampilkan dalam notasi L*a*b*.

11.

Waktu Rehidrasi

Timbang 0.1 g contoh. Masukkan contoh ke dalam 100 ml air dan catat waktu yang dibutuhkan contoh untuk terdispersi.

12.

Bagian yang Tak Larut dalam Air

Timbang lebih kurang 20 g contoh, masukkan ke dalam gelas piala 400 ml, tambah 200 ml air panas, aduk hingga larut. Saring ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dalam keadaan panas. Bilas gelas piala dengan air panas dan saring air bilasan. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam, dinginkan dan timbang sampai bobot tetap.

Bagian yang tak larut dalam air = × 100% Keterangan:

w = bobot sampel

w1 = bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak dapat larut w2 = bobot cawan + kertas saring kosong

D.

Analisis Kelayakan Usaha berdasarkan kriteria Investasi (Nurmalina,

Sarianti, dan Karyadi 2009)

a) NPV

NPV= ∑ / ( ) − ∑ / ( )

Keterangan:

Bt = manfaat pada tahun t Ct = biaya pada tahun t

t = tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya.

(16)

15 Indikator: Jika NPV>0 (positif), maka bisnis layak untuk dilaksanakan

Jika NPV<0 (negatif), maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

b) Gross Benefit-Cost Ratio

Gross B/C=

( )

/

∑ / ( )

Keterangan:

Bt= manfaat pada tahun t Ct= biaya pada tahun t

t= tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya.

i= tingkat discount rate (%)

Indikator: Jika Gross B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Gross B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

c) Net Benefit-Cost Ratio

Net B/C=

( )

/

∑ / ( )

(( ))

Keterangan:

Bt= manfaat pada tahun t Ct= biaya pada tahun t

t= tahun kegiatan bisnis (t= 0, 1, 2, 3,...n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya.

i= tingkat discount rate (%)

Indikator: Jika Net B/C>1, maka bisnis layak untuk dilaksanakan Jika Net B/C<1, maka bisnis tidak layak untuk dilaksanakan

d) Internal Rate of Return (IRR)

IRR= + ( − )

Keterangan:

i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1= NPV positif

NPV2= NPV negatif

(17)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir

Coro merupakan minuman tradisional khas Pati Jawa Tengah. Minuman Coro terbuat dari bahan dasar dua belas macam rempah, santan, dan gula merah. Selain sebagai pemberi rasa manis, gula merah juga berkontribusi pada warna coklat kemerahan minuman Coro. Tidak hanya gula merah, warna minuman Coro juga dipengaruhi oleh serbuk campuran rempah dan santan. Teknik kokristalisasi yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro adalah sebuah teknik enkapsulasi menggunakan sukrosa yang berasal dari campuran gula merah dan gula pasir. Gula pasir digunakan karena hampir semua komponennya adalah sukrosa dan tidak banyak mengandung komponen pencemar (komponen lain selain sukrosa). Meskipun banyak mengandung pencemar (gula lain selain sukrosa, pecahan kelapa, serta pecahan kulit kelapa), gula merah digunakan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan gula pasir. Hal ini untuk mempertahankan rasa khas pada minuman

Coro.

Tahap pertama pada penelitian ini adalah pemilihan kombinasi gula merah dan gula pasir yang akan digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro. Pemilihan didasarkan pada waktu pembentukan kristal dan kadar air serbuk gula yang dihasilkan. Ada tiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang diujikan, yaitu jumlah gula merah dan gula pasir dengan perbandingan 80:20, 70:30, dan 60:40. Teknik yang dilakukan pada tahap pertama merupakan teknik kokristalisasi, hanya saja kokristalisasi dilakukan tanpa penambahan bahan lain selain gula.

Proses kokristalisasi dapat diterapkan pada kristalisasi sukrosa. Dalam proses kokristalisasi, kristalisasi spontan larutan gula murni superjenuh akan tercapai dengan pengadukan cepat, menghasilkan agregrat kristal berukuran mikro sebagai hasil dari proses pendinginan. Agregrat yang dihasilkan memiliki kenampakan seperti spons, dengan ruang kosong cukup besar dan luas permukaan yang meningkat. Kehadiran bahan lain akan menjadikan terciptanya dispersi tak terbatas hampir diseluruh area permukaan dari agregrat sukrosa (Bennion and Scheule 2004).

Gula dapat larut dalam air dan akan mencapai level jenuh pada konsentrasi 66.6%. Tetapi, sangatlah mungkin melarutkan lebih banyak gula dalam air hingga mencapai kondisi superjenuh dengan bantuan panas (Lees 1999). Tahapan kokristalisasi diawali dengan melarutkan campuran gula dalam air dengan perbandingan gula dan air 2:1. Selanjutnya campuran gula dipanaskan hingga mencapai kepekatan tertentu. Menurut Bhandari et al. (1998), kristalisasi spontan larutan gula superjenuh tercapai pada suhu tinggi (120oC) dan kadar air rendah (95-97obrix), komponen aroma dapat ditambahkan saat kristalisasi spontan.

Ketercapaian tingkat kepekatan larutan gula dapat diamati dengan cara meneteskan larutan gula dalam air. Jika larutan gula mengeras di dalam air maka tingkat kepekatan larutan gula sudah tercapai. Setelah larutan gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan kemudian dilakukan pendinginan larutan gula. Pendinginan cukup dilakukan pada suhu ruang dengan disertai pengadukan hingga terbentuk kristal gula. Kristal gula yang terbentuk kemudian dihaluskan dan disaring dengan saringan ukuran 1050 mesh.

Secara umum tahapan proses pembuatan minuman instan dengan teknik kokristalisasi meliputi penyiapan larutan gula jenuh dan dipertahankan pada suhu tersebut untuk menghindari pengkristalan, penambahan bahan yang akan dienkapsulasi, pengadukan untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengkristalan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran (Antara 1997).

Tahap pertama penelitian diawali dengan pembuatan serbuk gula dengan ketiga kombinasi gula merah dan gula pasir yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan pengukuran waktu pembentukan kristal secara spontan. Pembentukan kristal secara spontan terjadi saat proses pendinginan yang disertai pengadukan. Hasil pengukuran waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula dapat dilihat pada Tabel 3.

(18)

17 Tabel 3. Waktu pendinginan larutan gula hingga menjadi kristal gula

Kode

sampel

Kombinasi gula

(gula merah : gula pasir)

Waktu pendinginan

(detik)

A 80:20 283.00

B 70:30 233.67

C 60:40 207.67

Geary (2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dari larutan gula adalah ada tidaknya faktor pencemar (impurities). Keberadaan bahan pencemar (impurities) dalam larutan sukrosa berpengaruh pada kecepatan pembentukan kristal sukrosa. Telah diketahui bahwa beberapa monosakarida dapat mendorong efek yang memperlambat kecepatan pertumbuhan kristal sukrosa dari larutan. James (1999) menyebutkan bahwa gula invert merupakan salah satu dari bahan pencemar (impurities) dalam gula.

Campuran gula invert dan sukrosa lebih mudah larut dibanding larutan sukrosa serta lebih sulit terbentuk kristal, proses kristalisasi campuran gula akan lebih mudah dikontrol jika campuran gula tidak mengandung gula invert (Bennion and Scheule 2004). Sukrosa mengalami proses hidrolisis sehingga ikatan glikosidik pecah dan menghasilkan campuran glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa dikenal sebagai gula invert yang merupakan komposisi utama dari madu (Geary 2008). Gula merah mengandung jenis gula selain sukrosa. Jenis gula yang menyusun gula merah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pemisahan jenis gula pada gula merah menggunakan HPLC

Jenis Gula (%) Gula Kelapa Gula Aren Gula Semut

Sukrosa 85.27 90.40 91.27

Fruktosa 6.67 3.77 2.04

Glukosa 4.88 2.50 2.93

Maltosa 3.19 3.68 3.76

(Santoso 1988)

Gula pasir kemungkinan adalah bahan pangan paling murni yang pernah diketahui, mengandung 99.95% (bk) sukrosa (James 1999). Jika dibandingkan dengan gula merah, gula pasir memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Gula pasir merupakan komponen proses yang sangat mempengaruhi pembuatan minuman instan Coro menggunakan teknik kokristalisasi. Hal ini terbukti dengan makin singkatnya waktu pendinginan dengan makin banyaknya jumlah gula pasir yang ditambahkan.

(19)

18 Tabel 5. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi

Kode Kombinasi

gula merah : gula pasir

Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi

(% bb) (% bk)

A 80:20 2.31 2.37

B 70:30 2.22 2.27

C 60:40 2.21 2.26

Komposisi gula yang akan digunakan untuk proses selanjutnya ditentukan dengan mempertimbangkan waktu pendinginan dan kadar air akhir serbuk gula. Berdasarkan hasil pengujian waktu pendinginan dan kadar air serbuk gula, kombinasi C memerlukan waktu pendinginan yang lebih singkat dan memilki kadar air serbuk gula yang paling rendah dibanding dua komposisi yang lain. Oleh karena itu, pada proses selanjutnya akan digunakan kombinasi gula C, yaitu komposisi gula dengan perbandingan gula merah dan gula pasir 60:40.

B.

Formulasi Minuman

Setelah memperoleh komposisi gula merah dan gula pasir yang digunakan, tahapan selanjutnya adalah formulasi minuman. Minuman Coro terbuat dari 12 rempah. Berdasarkan bentuknya setelah diolah, ada dua macam rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro, yaitu rempah dalam bentuk kering serta rempah dalam bentuk segar. Rempah yang berbentuk kering diantaranya adas, kulit pala, merica, cabai jawa, manis jangan, pekak, pulosari, pala, kayu mesoyi, dan kapulaga. Kesepuluh rempah ini diolah dengan penyangraian dan penghalusan hingga menjadi serbuk campuran rempah. Pembuatan serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Serbuk campuran rempah diperoleh dari pedagang rempah di pasar Juwana, Pati. Komposisi serbuk campuran rempah dapat dilihat di Lampiran 2. Penggunaan serbuk rempah ini dimaksudkan untuk memaksimalkan flavor yang terkandung di dalam rempah mengingat proses yang digunakan merupakan proses dengan suhu tinggi yang dapat merusak bahkan menghilangkan flavor rempah. Selain itu digunakan pula rempah dalam kondisi segar, yaitu jahe dan sereh. Jahe dan sereh digunakan dalam bentuk segar untuk diambil ekstraknya.

Proses kokristalisasi merupakan proses dimana terjadi pelapisan atau penggabungan bahan kedua dalam lapisan kristal sukrosa berukuran mikro dengan kristalisasi spontan (Bennion dan Scheule 2004). Kokristalisasi adalah proses enkapsulasi dimana terjadi pengubahan struktur kristal sukrosa yang teratur menjadi kristal aglomerasi yang tidak teratur, sehingga terbentuk matriks berpori yang dapat disisipi ingredient lain (Chen et al 1988). Proses kokristalisasi sudah diterapkan dalam proses enkapsulasi ingredient yang mengandung flavor khas, diataranya minyak kulit jeruk (Beristain et al.

1996), pulp buah jeruk (Antara 1997), ektrak yerba mate (Deladino et al. 2010), dan madu (Bhandari

et al. 1998). Selain itu, menurut Barbara dan Scheule (2004), penyatuan campuran bahan dalam matriks kristal sukrosa dapat juga digunakan dalam pembuatan produk instan yang memiliki keunggulan sifat fungsional, seperti fungsi gelling, aerasi, dan emulsifikasi seperti campuran puding, campuran gelatin untuk dessert, campuran minuman beraroma, dan campuran icing.

Pembuatan minuman instan Coro diawali dengan pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental. Proses pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh dan santan kental dapat dilihat pada Lampiran 3. Setelah pembuatan ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan santan kental, proses selanjutnya adalah proses pembuatan minuman instan Coro dengan teknik kokristalisasi. Air, gula, dan serbuk rempah dipanaskan bersama hingga gula terlarut semua. Larutan gula terus dipanaskan hingga konsentrasi gula mencapai tingkat kepekatan yang diinginkan. Penambahan ekstrak jahe dan ekstrak sereh ke dalam larutan gula dilakukan ditengah-tengah proses pemanasan. Hal ini merupakan upaya mengurangi hilangnya komponen volatil akibat pemanasan. Sedangkan santan kental ditambahkan saat pemanasan sudah hampir selesai untuk mencegah kemungkinan overheating santan.

(20)

19

overheating santan dikhawatirkan akan memperbanyak total padatan tidak larut dalam produk minuman instan Coro.

Tahap formulasi dilakukan dengan menggunakan tiga formula. Formulasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah ekstrak jahe yang digunakan. Pemilihan jumlah ekstrak jahe sebagai variasi formula dilakukan dengan menilik pada karakteristik minuman yang pedas. Karakter utama yang menonjol dari jahe adalah rasa pedasnya. Menurut Wohlmuth et al. dalam Ali et.al (2008), rasa pedas pada jahe segar terutama disebabkan oleh senyawa gingerol yang merupakan seri homolog dari fenol. Dibandingkan dengan bahan rempah lainnya, jahe paling mempengaruhi karakter pedas minuman

Coro. Meski demikian, selain jahe, merica juga memberikan pengaruh pada rasa pedas minuman. Rasa pedas dari merica disebabkan oleh keberadaan senyawa piperin. Akan tetapi karena merica digunakan dalam bentuk sudah tercampur dalam serbuk campuran rempah maka variasi jahe lebih memungkinkan untuk dilakukan. Tiga formula yang diujikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formulasi minuman instan Coro

Bahan Formula

X Y Z

Gula merah (gram) 180 180 180

Gula pasir (gram) 120 120 120

Serbuk rempah (gram) 9 9 9

Ekstrak jahe (ml) 90 120 150

Ekstrak sereh (ml) 30 30 30

Santan kental (ml) 30 30 30

Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan formula mana yang terpilih untuk selanjutnya dilakukan uji produk akhir. Uji organoleptik menggunakan uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap produk. Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji kesukaan disebut juga uji hedonik, dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di antara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing.

Pada uji rating hedonik minuman instan Coro, atribut yang diujikan meliputi rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan. Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategori dengan skala 1 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat suka hingga skala 7 yang menyatakan tingkat kusukaan sangat tidak suka. Uji rating hedonik dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro. Penggunaan panelis yang bukan merupakan konsumen minuman tradisional Coro sangat mungkin memberikan hasil yang tidak mewakili konsumen asli minuman ini. Akan tetapi, justru dapat menunjukkan apakah minuman ini dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas atau tidak. Sebagai pelengkap hasil uji organoleptik dilakukan survey untuk mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah ataupun jahe. Survey ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan panelis yang digunakan sehingga dapat dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Diharapkan bahwa hasil uji organoleptik tidak dipengaruhi oleh ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah atau jahe. Survey dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada panelis apakah panelis tidak menyukai rempah-rempah atau jahe setelah panelis melakukan uji hedonik. Hasil yang diperoleh adalah dari 70 panelis yang melakukan penilaian produk terdapat 50 panelis menyatakan suka terhadap rempah-rempah atau jahe, 8 panelis menyatakan agak suka, dan 12 panelis menyatakan tidak suka. Dari hasil pemetaan panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe maka dapat dinyatakan bahwa komposisi panelis tidak akan memberikan pengaruh negatif terhadap uji kesukaan minuman instan Coro. Hal ini tidak lain dikarenakan jumlah panelis yang menyatakan tidak suka terhadap rempah-rempah kurang dari setengah dari total panelis.

Atribut Rasa

(21)

20 antara komponen pangan dengan jaringan indera perasa pada lidah dan daerah lain dalam mulut. Biasanya, kita menyebutnya dengan pucuk perasa (Shachman 2005).

Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka terhadap atribut rasa. Hal ini tidak hanya terjadi untuk satu formula saja tapi juga pada dua formula yang lain dengan rata-rata rating kesukaan berkisar dari 3.04-3.29 (agak suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 6. Pengolahan data menggunakan Anova menunjukkan bahwa rasa ketiga formula sampel tidak berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sampel. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig. sampel (0.520) yang lebih besar dibanding nilai signifikansi yang dipilih (0.05). Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa perbedaan formulasi ketiga sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap atribut rasa minuman instan Coro.

Gambar 6. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut rasa ketiga formula

Atribut Aroma

Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga sangat suka terhadap atribut aroma minuman instan Coro formula X dan Y. Sedangkan, untuk minuman instan Coro formula Z, lebih dari 50% panelis memberikan rating kesukaan yang berkisar antara agak suka hingga sangat suka. Rata-rata rating kesukaan panelis terhadap ketiga formula berkisar antara 2.63-2.80 (suka-agak suka). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 7.

Pengolahan data uji rating hedonik atribut aroma minuman instan Coro menggunakan Anova menunjukkan bahwa nilai sig. sampel (0.516) lebih besar dibanding nilai signifikansi yang digunakan (0.050). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman Coro.

Gambar 7. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula

Atribut Kenampakan

Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap atribut kenampakan. Atribut ini dipilih dengan mempertimbangkan karakter minuman, yaitu adanya padatan yang masih terdapat dalam minuman. Padatan ini tak lain adalah padatan serbuk campuran rempah yang tidak larut air serta padatan dari santan yang digunakan. Dengan diujikannya atribut ini, diharapkan panelis akan menilai berdasar apa yang ditangkap oleh indera penglihatannya secara keseluruhan bukan hanya warna minuman saja. Hasil uji organoleptik menunjukkan penyebaran rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan yang merata dengan rata-rata rating kesukaan untuk formula Z adalah 3.06, formula Y 3.54, dan

0 5 10 15 20 25

X Y Z

3

8 8

23 22 23 22

18 13 12 5 7 5 11 10 4 5 9

1 0 1

F r e k u e n si r a ti n g k e su k a a n Formula sangat suka suka agak suka netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka

0 5 10 15 20 25 30 35

X Y Z

7 5 7

35

32

27

12 15

22

11 10 9

(22)

21 formula X 3.59. Pada formula X panelis yang menyatakan suka jumlahnya sama dengan panelis yang menyatakan agak tidak suka. Pada formula Y banyaknya panelis yang menyatakan suka, agak suka, netral, dan agak suka jumlahnya hampir sama. Sedangkan pada formula Z, rating yang paling banyak diberikan oleh panelis adalah suka. Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula

Hasil Anova menunjukkan sig. sampel (0.001) lebih kecil dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan formulasi minuman memiliki pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap kenampakan. Panelis menilai formula Z memiliki atribut kenampakan yang berbeda nyata dengan formula X dan Y, sedangkan formula X dan Y memiliki atribut kenampakan yang tidak berbeda nyata. Formula Z memiliki rata-rata skor kesukaan atribut kenampakan paling kecil dibanding dengan dua formula lainnya. Makin rendah skor kesukaan berarti makin besar kesukaan panelis terhadap produk. Hal ini berarti diantara ketiga formula, formula Z memilik kenampakan yang lebih disukai dibanding dua formula lainnya. Meski demikian skor ketiga formula masih terletak pada kisaran kesukaan yang sama, yaitu antara agak suka dan netral.

Atribut Keseluruhan

Penilaian minuman secara keseluruhan (overall) digunakan untuk mengetahuai kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman. Menurut Shachman (2005), sensori keseluruhan tidak hanya dinilai dari satu indera perasa saja. Sering kali ada perpaduan antara indera perasa dengan beberapa indera lainya, seperti olfactory (aroma), penglihatan, sentuhan, dan terkadang pendengaran (bunyi). Hasil uji organoleptik menunjukkan lebih dari 50% panelis memberikan skor kesukaan yang berkisar antara suka hingga agak suka terhadap atribut keseluruhan minuman instan Coro untuk ketiga formula dengan rata-rata skor kesukaan berkisar antara 2.99 hingga 3.13 (suka-netral). Distribusi frekuensi rating kesukaan panelis terhadap rasa ketiga formula dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula

Nilai sig. sampel hasil analisis kesukaan atribut keseluruhan menggunakan Anova adalah 0.638 atau lebih besar dibanding dengan nilai signifikansi yang digunakan (0.05). Dengan demikian, dapat

0 5 10 15 20 25 30

X Y Z

2 3 3

20 16 26 13 14 17 10 18 14 20 15 8 5 4 2

0 0 0

F r e k u e n si r a ti n g k e su k a a n Formula sangat suka suka agak suka netral agak tidak suka tidak suka sangat tidak suka

0 5 10 15 20 25 30

X Y Z

3 4 2

20

24

28

2218 23 18

9 9

5 8 7

2 2

6

0 0 0

(23)

22 disimpulkan bahwa perbedaan formulasi ketiga minuman tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap keseluruhan (overall) minuman.

Hasil uji organoleptik yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan hasil survey komposisi panelis berdasar ketidaksukaan terhadap rempah-rempah. Survey panelis menunjukkan bahwa 71.43% panelis menyatakan suka rempah atau jahe, 11.43% menyatakan agak suka dengan rempah-rempah atau jahe, dan 17.14% panelis menyatakan tidak menyukai rempah-rempah-rempah-rempah atau jahe. Presentase pemetaan panelis berdasarkan ketidaksukaan terhadap rempah-rempah atau jahe dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil ini kemudian dihubungkan dengan presentase rating yang diberikan panelis terhadap produk. Penggolongan respon rating yang diberikan panelis dilakukan untuk mempermudah dalam penentuan presentase respon rating. Rating 1-3 (sangat suka-agak suka) digolongkan dalam kategori suka, rating 4 (netral) dalam kategori agak suka, dan rating 5-7 (agak tidak suka-sangat tidak suka) digolongkan dalam kategori tidak suka. Rating 3 (agak suka) dan rating 5 (agak tidak suka) tidak digolongkan dalam satu kategori agak suka tetapi digolongkan dalam kategori terpisah, yaitu kategori suka dan tidak suka karena rating 4 (netral) dianggap sebagai pembatas antara suka dan tidak suka. Hasil penghitungan respon rating berdasarkan kategori suka, agak suka, dan tidak suka menunjukkan bahwa terdapat 66.67% yang menyatakan suka, 15.71% agak suka, dan 17.62% tidak suka. Respon pemberian rating oleh panelis ini memiliki kecocokan dengan komposisi panelis berdasar ketidaksukaannya terhadap bahan baku pembuatan produk. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.

a b

c

Gambar 10. (a) presentase komposisi panelis (b) presentase respon panelis, (c) perbandingan presentase komposisi panelis dan respon panelis

Hasil uji organoleptik menunjukkan perbedaan jumlah jahe ketiga formula tidak berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada atribut rasa, aroma, serta keseluruhan. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan atribut kenampakan. Berdasarkan hasil uji organoleptik maka formula yang dipilih adalah formula X. Pemilihan ini didasarkan karena dengan hasil uji terhadap rasa dan aroma ketiga formula yang tidak berpengaruh nyata. Demikian pula atribut keseluruhan yang tidak berpengaruh nyata meskipun hal serupa tidak terjadi pada atribut kenampakan. Oleh karena itu, dipilihlah formula yang paling ekonomis dari segi bahan baku, yaitu formula X dengan jumlah ekstrak jahe paling sedikit dibanding kedua formula lainnya.

C.

Formula Terpilih Minuman Instan

Coro

Setelah memperoleh formula yang dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik maka dilakukan penghitungan rendemen pada proses pembuatan minuman instan Coro. Proses pembuatan minuman instan Coro memiliki rendemen akhir sebesar 71.98% seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 8. Selain penghitungan rendemen, dilakukan pula analisis kimia dan fisik minuman instan. Analisis

71.43 % 11.43 % 17.14 %

suka agak suka tidak suka

66.67 % 15.71 % 17.62 %

suka agak suka tidak suka

0% 20% 40% 60% 80%

suka agak suka tidak suka 71.43%

11.43% 17.14% 66.67%

15.71% 17.62% komposisi panelis

(24)

23 kimia meliputi analisis proximat yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat, analisis total gula, serta analisis kapasitas antioksidan. Sedangkan analisis fisik meliputi analisis warna, analisis bagian tidak larut air, serta analisis waktu kelarutan minuman instan Coro. Hasil analisis formula terpilih dapat dilihat pada Tabel 7.

Analisis Proximat

Hasil analisis proximat menunjukkan bahwa minuman instan Coro mengandung kadar air 5.47% (bb), kadar abu 2.33% (bb), kadar lemak 2.81% (bb), kadar protein 2.12% (bb) dan kadar karbohidrat 87.42% (lihat Tabel 7). Kadar air minuman instan Coro lebih tinggi dibanding kadar air serbuk gula pada tahap pertama penelitian (2.21%). Hal ini disebabkan adanya ingredient lain selain serbuk gula di dalam minuman instan Coro, yaitu serbuk campuran rempah. Serbuk campuran rempah diduga mempengaruhi kadar air akhir minuman instan Coro. Serbuk campuran rempah yang digunakan dalam pembuatan minuman instan Coro memiliki kadar air 8.25%. Selain itu, ekstrak jahe, ekstrak sereh, serta santan akan menambah waktu pemanasan. Lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap pembentukan gula invert akibat proses inversi. Menurut Bennion dan Scheule (2004), inversi sering kali terjadi dan sulit dikendalikan saat sukrosa dipanaskan dengan air dan asam. Kecepatan pemanasan dan lamanya waktu pemanasan akan berpengaruh pada jumlah gula invert yang terbentuk. Jika jumlah asam yang ditambahkan terlalu banyak, atau waktu pemanasan terlalu lama, akan terjadi inversi yang berlebihan, yang akan berakibat pada kegagalan kristalisasi. Selain itu, menurut Jackson dan Howling dalam Jackson (1999), keberadaan gula invert dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan masalah terkait dengan sifat alaminya yang higroskopis akibat jumlah fruktosa yang terbentuk selama inversi cukup besar, yang akan menarik air dari lingkungan.

Tabel 7. Sifat fisikokimia minuman Coro instan hasil analisis formula terpilih

Analisis Hasil

Kadar air (% bb) 5.47

Kadar abu (% bb) 2.33

Kadar lemak (% bb) 2.81

Kadar protein (% bb) 2.12

Kadar karbohidrat (% bb) 87.42

Total gula (%) 95.03

Kapasitas antioksidan (mgEq AA/100 gr) 80.12

Warna

L 46.48

a +4.47

b +12.81

Bagian tak larut (%) 6.57

Waktu dispersi (menit) 1’50

Analisis Total Gula

Selain analisis proximat, dilakukan pula analisis untuk mengetahui total gula minuman instan

Coro. Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman instan Coro memiliki total gula sebesar 95.03%. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Akan tetapi, dengan melihat pada komposisi minuman yang sebagian besar adalah gula maka besarnya angka total gula minuman Coro dianggap sesuai dengan komposisi penyusunnya.

A

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995
Gambar 5. Konsep kokristalisasi
Tabel 4. Hasil pemisahan jenis gula pada gula merah menggunakan HPLC
Tabel 5. Kadar air serbuk gula hasil kokristalisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu contoh minuman kesehatan yang dapat dijumpai adalah minuman instan ekstrak kacang hijau dengan penambahan jahe, dimana produk tersebut umumnya dibuat dengan

minuman serbuk secang yang rendah kalori karena gula yang digunakan adalah. sorbitol, sehingga diharapkan juga minuman serbuk instan kayu secang

PEMBUATAN MINUMAN SERBUK INSTAN BUAH SENDUDUK AKAR ( Melastoma malabathricum L .) DENGAN VARIASI TWEEN 80 DAN

Oleh karena itu, kegiatan pengabdian dan penelitian ini akan difokuskan dalam pembuatan standar minuman jahe merah instan dari formulasi yang telah ada, dengan memperbaiki

Penambahan tepung kacang hijau sebesar 10%, 20% dan 30% pada minuman instan beras merah organik yang dikombinasikan dengan susu coklat bubuk dan gula halus bertujuan

Oleh karena itu, kegiatan pengabdian dan penelitian ini akan difokuskan dalam pembuatan standar minuman jahe merah instan dari formulasi yang telah ada, dengan memperbaiki

Penggunaan sukrosa sebagai bahan tambahan dalam pembuatan gula semut bertujuan untuk meningkatkan kandungan sukrosa pada gula merah sehingga

Pada minuman instan kunir putih variasi penambahan jahe mendapatkan kadar lemak lebih tinggi di bandingkan dengan minuman instan jahe merah, Hal ini karena adanya perpaduan dari ke dua