• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran Indigenous

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran Indigenous"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA

SAYURAN

INDIGENOUS

FAIQOTUL HIMMA A24060230

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Influence of Plant Spacing on Yield of Three Indigenous Vegetables

Faiqotul Himma1, Bambang S. Purwoko2

1

Student of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur IPB (A24060230)

2

Lector of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur, IPB

Abstract

The purpose this research was to determine the effect of plant spacing

(population) on growth and yield of some indigenous vegetables (kemangi,

kenikir, and katuk). The research was conducted at Cikabayan experiment garden

in Darmaga, Bogor from April until November 2010. The experiment design was

a Randomized Complete Design Group one factor with four treatments plant

spacing of population [P1] 25 cm × 13:33 cm (population 300 000 plants/ha),

[P2] 25 cm × 16 cm (population 250 000 plants/ha), [P3] 25 cm × 20 cm

(population 200 000 plants/ha), and [P4] 25 cm × 26.67 cm (population 150 000

plants/ha), with three replications. Observations included plant height, number of

leaves, number of branches, weight yields/plant and weight yield/plot. Theresult

of the experiment showed that plant spacing of kemangi did not influence

vegetative growth, weight yields/plant and weight yield/plot. Plant spacing of

kenikir influenced number of leaves, number of branches, weigth yields/plant and

proned influence weight yield/plot on plan spacing 25 cm × 13:33 cm (population

300 000 plants/ha). Plant spacing of katuk did not influence vegetative growth,

weight yields/plant and weight yield/plot.

(3)

RINGKASAN

FAIQOTUL HIMMA. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran Indigenous. Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan jarak tanam (populasi) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa sayuran indigenous

(kemangi, kenikir, dan katuk). Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2010 di kebun percobaan Cikabayan, Darmaga Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak tanam dan tiga ulangan yaitu: [P1] 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha), [P2] 25 cm × 16 cm (populasi 250 000 tanaman/ha), [P3] 25 cm × 20 cm (populasi 200 000 tanaman/ha), [P4] 25 cm × 26.67 cm (populasi 150 000 tanaman/ha). Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak.

Jarak tanam pada tanaman kemangi tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak. Jarak tanam terhadap tanaman kenikir berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan jumlah daun dan jumlah cabang, serta dapat meningkatkan bobot panen per tanaman dan cenderung meningkatkan bobot panen per petak pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha). Pada tanaman katuk jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan bobot panen per tanaman maupun bobot panen per petak.

(4)

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA

SAYURAN

INDIGENOUS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

FAIQOTUL HIMMA A24060230

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA SAYURAN INDIGENOUS

Nama : FAIQOTUL HIMMA NRP : A24060230

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. NIP. 19610218 1984031 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.ScAgr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 24 April 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ibu Istiqomah dan Bapak Afiffudin.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal dari TK Kusuma Mulia, Bunut tahun 1994, kemudian melanjutkan ke MI Miftahul Huda, Bunut tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000. Penulis selanjutnya menempuh pendidikan di MTs.

Ma‟arif, Pare dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan di

SMA Negeri 1, Pare dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran

Indigenous”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Sarjana pada Mayor Agronomi dan Hortikultura dengan Minor Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Orang tua dan semua pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan antara lain kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc. sebagai pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan arahan bagi penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Juang Gema Kartika, SP, M.Si. dan Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama kuliah.

4. Imas Rohmawati, Dan Baskoro, dan Wening Prabawati selaku rekan penelitian, Kustiyana, Silvia, Hendi, Hatipah, Himmah, Endah, dan Atika atas bantuan, semangat, dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi. 5. Seluruh pegawai KP Cikabayan yang telah membantu dalam pelaksanaan

penelitian di lapangan.

6. Teman-teman AGH 43, Wisma Nerita, dan Wisma Vamdi secara langsung dan tidak langsung dalam membantu penulis pada saat penelitian.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2011

(8)

DAFTAR ISI

Katuk (Sauropus androgynus L.) ... 4

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ... 5

Kemangi (Ocimum americanun L.) ... 7

Pengaturan Jarak Tanam ... 8

Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 16

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ... 20

Katuk (Sauropus androgynus L.) ... 24

Pembahasan ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman

Kemangi ... 16

2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi ... 17

3. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kemangi ... 17

4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi ... 18

5. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kemangi ... 18

6. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kenikir ... 20

7. Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir ... 21

8. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kenikir ... 21

9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir ... 22

10. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kenikir... 22

11. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Katuk ... 24

12. Rata-rata Tinggi Tanaman Katuk ... 25

13. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Katuk ... 25

14. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Katuk ... 26

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hama dan gejala serangan pada tanaman kemangi dan kenikir: (a) kutu daun pada kemangi dan daun mengerut, (b) telur ulat penggulung daun, (c) kutu daun pada kenikir dan daun mengerut, (d) ulat penggulung daun kemangi, (e) ulat pemakan tangkai daun dan daun katuk. ... 15 2. Kondisi tanaman kemangi umur 6 MST di lapangan; (a) P1: 25cm×13.33cm,

(b) P2: 25 cm × 16 cm, (c) P3: 25 cm × 20 cm, (d) P4: 25 cm × 26.67 cm. ... 19 3. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kemangi per petak ... 19 4. Kondisi tanaman kenikir umur 4 MST di lapangan; (a) P1: 25cm×13.33cm, (b)

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Klimatologi Daerah Dramaga Bogor Selama Percobaan di Lapangan pada

Tahun 2010 ... 35

2. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan ... 35

3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kemangi ... 36

4. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kemangi... 37

5. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kemangi ... 37

6. Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Tanaman dan per Petak ... 38

7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kenikir ... 38

8. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kenikir ... 39

9. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kenikir... 39

10. Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Tanaman dan per Petak ... 40

11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Katuk ... 40

12. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Katuk ... 41

13. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Katuk ... 42

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran indigenous merupakan sayuran lokal yang sudah dibudidayakan dan dikonsumsi sebagai pelengkap makanan utama di daerah tertentu meskipun tanaman berasal dari luar daerah. Jenis-jenis sayuran indigenous yang ada di Indonesia meliputi tanaman perdu sampai merambat seperti kemangi, kenikir, katuk, beluntas, mangkokan, dan kecipir. Bermawie (2006) menyatakan bahwa banyak jenis sayuran indigenous yang ada di Indonesia dan belum dikenal oleh masyarakat, sehingga pemanfaatannya terbatas untuk sayuran pelengkap.

Sayuran indigenous bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi (sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral), antioksidan, dan bahan baku industri obat herbal, karena beberapa sayuran indigenous mengandung minyak esensial yang bermanfaat untuk kesehatan. Namun, ketersediaan sayuran indigenous untuk konsumsi dan sebagai bahan baku industri obat herbal masih rendah. Menurut Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat konsumsi sayuran di masyarakat Indonesia masih rendah yaitu sebesar 37.94 kg/kapita/tahun, sedangkan untuk tingkat konsumsi standar FAO yaitu 65.75 kg/kapita/tahun.

Sayuran indigenous sudah mulai dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sayuran tersebut banyak ditemukan di pasar tradisional dan pasar modern seperti swalayan dan supermarket. Sayuran indigenous tersebut antara lain sayuran dari jenis tanaman perdu yaitu kemangi (Ocimum americanun

L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk (Sauropus androgynus L.). Potensi pasar dari beberapa sayuran ini sangat baik karena memiliki nilai komersial yang tinggi. Budidaya tanaman kemangi, kenikir, dan katuk harus dilakukan secara intensif agar produktivitasnya tinggi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Salah satu faktor penentu dalam budidaya ialah pemanfaatan ruang secara optimal dengan pengaturan jarak tanam.

(13)

Harjadi (1996) umumnya populasi tanaman yang tinggi pada suatu lahan dapat meningkatkan produksi tanaman, tetapi banyaknya tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari dapat mempengaruhi bentuk tanaman seperti tinggi tanaman, lebar tajuk tanaman dan bobot panen tanaman. Pambayun (2008) dalam penelitian sayuran indigenous menyatakan bahwa jarak tanam pada tanaman katuk dan kenikir memberikan respon kuadratik, yaitu semakin sempit jarak tanam (populasi rapat) produksi daun akan semakin besar sampai populasi titik tertentu. Namun jika populasi tanaman ditingkatkan lagi maka produksi akan menurun. Peningkatan populasi kemangi memberikan respon linier yaitu semakin rapat populasi tanaman maka semakin besar produksinya. Musa et al. (2007) dalam penelitian tentang jagung manis menyatakan bahwa usaha untuk peningkatan produksi tanaman pada luasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman yaitu dengan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, dibutuhkan jarak tanam optimum untuk memperoleh hasil yang optimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam yang optimal terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sayuran indigenous kemangi

(Ocimum americanum L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk

(Sauropus androgynus L. Merril).

Hipotesis

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Indigenous

Sayuran adalah tanaman yang ditumbuhkan untuk mendapatkan bagian tanaman yang biasa dikonsumsi mentah atau dimasak sebagai bagian dari makanan (Somantri, 2006). Sayuran merupakan makanan pelengkap yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Sayuran dapat menyediakan nutrisi, salah satu komponen diet yang tidak dapat ditinggalkan dan bukan makanan tambahan untuk menambah rasa. Menurut Duriat et al. (1999) apabila manusia kurang mengkonsumsi sayuran maka akan kekurangan vitamin dan mineral sehingga akan berpengaruh pada kesehatannya.

Engle dan Altoveros (1999) menyatakan bahwa jumlah sayuran sudah tercatat di Asian Vegetable Research and Development Center (AVRDC) lebih dari 45 000 aksesi meliputi sayuran biji, sayuran daun, dan sayuran buah, 90 % dari 45 000 aksesi tersebut merupakan sayuran yang dapat tumbuh di berbagai wilayah dan sisanya merupakan sayuran indigenous. Tanaman sayuran indigenous

banyak terdapat di daerah tropis dan dikonsumsi oleh penduduk aslinya yaitu Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Menurut Hossain dan Razzaque (1999) sayuran indigenous adalah sayuran pribumi atau sayuran yang tumbuh di suatu negara dan dikonsumsi di daerah tertentu.

Awal pengembangan sayuran indigenous dilakukan dengan cara eksplorasi di daerah-daerah kemudian dikoleksi untuk dikembangkan. Koleksi plasma nutfah diprioritaskan untuk dipelihara dan dipertahankan karena plasma nutfah penting untuk meningkatkan manfaat tanaman pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Koleksi bertujuan untuk menyediakan bahan genetik secara luas yang dapat memenuhi kebutuhan pemulia berupa genotipe-genotipe yang diinginkan sebagai bahan pemuliaan tanaman. Oleh karena itu, bahan-bahan yang tersedia dalam gene bank dapat digunakan oleh pemulia, sehingga data karakterisasi dan evaluasi dapat tersedia (Engle, 1992).

(15)

tergolong sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat seperti kemangi, kenikir, katuk, kecipir, koro (roay), gambas, dan paria. Keberadaan sayuran tersebut di atas perlu dilestarikan, karena selain mempunyai nilai ekonomi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan (Putrasamedja, 2009).

Katuk (Sauropus androgynus L.)

Katuk memiliki nama ilmiah Sauropus androgynus L. Merr. dari famili Euphorbiaceae. Nama daerahnya antara lain memata, mata-amata, cekop manis, simani (Sumatera), katuk, babing, katukan (Jawa), dan karetur (Madura). Jenis sayur ini banyak tumbuh di dataran rendah hingga 1 300 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan struktur tanah ringan dan menyukai tempat terbuka atau sedikit terlindung. Katuk banyak ditanam di kebun, ladang, atau pekarangan (Van den Bergh, 1994).

Tanaman ini merupakan sejenis tanaman perdu yang tumbuh menahun. Penampilan tanaman ramping sehingga sering ditanam sebagai tanaman pagar. Tinggi tanaman sekitar 1-2 m dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan bercabang jarang. Batang tanaman berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kelabu keputihan saat sudah tua. Daun katuk merupakan daun majemuk genap. Bunga berkelopak keras berwarna putih semu kemerahan dan bersifat majemuk tandan, uniseksual, dan monoecious (terdapat dua macam bunga dalam satu tanaman yaitu bunga jantan dan bunga betina). Buah berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih, dan berbiji tiga buah. Tanaman katuk mulai berbunga pada 48 hari setelah tanam dan daun muda dapat dipanen pada 124 hari setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan secara berkelanjutan sebulan sekali (Bermawie, 2006). Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa pasar tradisional dan pasar modern, tanaman katuk dipanen dengan ukuran 27-30 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 8-10 helai daun.

(16)

dikenal dua jenis katuk, yaitu katuk hijau dan katuk merah. Katuk hijau juga disebut katuk baster. Jenis katuk ini produktif menghasilkan daun, dengan warna daun hijau. Jenis katuk ini biasa dibudidayakan oleh masyarakat. Katuk merah kurang produktif menghasilkan daun dan memiliki daun-daun yang berwarna hijau kemerah-merahan (Rukmana dan Harahap, 2004).

Tanaman katuk diperbanyak dengan stek batang. Stek batang diambil dari batang yang mulai berkayu, stek batang yang digunakan dengan panjang kira-kira 20-30 cm. Umumnya katuk ditanam oleh petani dengan jarak tanam rapat dan dilakukan pemeliharaan sampai produksi berumur kurang lebih 3 bulan dan dapat dilakukan panen selanjutnya setelah 1 bulan (Kusmana dan Suryadi, 2004).

Katuk merupakan sayuran daun yang memiliki kandungan protein dan vitamin yang tinggi. Dalam 100 g daun katuk terdapat 79. 8 mg air, 7.6 g protein, 1.8 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.9 g serat, 2 g abu 10000 IU vitamin A, 0.23 mg vitamin B1, 0.15 mg vitamin B2, 136 mg vitamin C, 234 mg kalsium, 64 mg phospor, 3.1 mg zat besi, dengan total energi 310 kJ (Van den Bergh, 1994). Kandungan nutrisi lain pada daun dan akar katuk antara lain klorofil, saponin, flavonoid, tanin, dan asam folat. Kandungan nutrisi tersebut bermanfaat untuk memperlancar ASI, mengobati borok atau bisul, memperlancar saluran pencernaan, dan mencegah konstipasi serta sebagai antioksidan (Wirakusumah, 2006).

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) merupakan tanaman dari famili Asteraceae yang berasal dari daerah tropis Amerika yang kemudian dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina. Di Filipina kenikir dikenal dengan nama cosmos, di Malaysia kenikir disebut ulam raja dan di Thailand kenikir disebut

daoruang-phama (Van den Bergh, 1994).

(17)

Bunga kenikir berwarna merah muda biasanya untuk dikonsumsi dan bunga kenikir berwarna kuning sebagai tanaman hias. Kenikir mempunyai buah berbentuk lonceng yang mengandung banyak biji berwarna hitam seperti jarum (Sastrapradja, 1979).

Van den Bergh (1994) menyatakan bahwa tanaman kenikir dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan sinar matahari penuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1 600 m dpl. Perbanyakan kenikir dapat dilakukan melalui biji yang disemai terlebih dahulu kemudian dipindahkan ke lapangan setelah tiga minggu. Pengaturan drainase dan irigasi yang baik dapat mendukung pertumbuhan kenikir. Kondisi tanah yang terlalu lembab dapat memicu perkembangan cendawan yang mengganggu pertumbuhan tanaman kenikir. Pemanenan daun kenikir dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam minggu. Apabila daun-daunnya dipetik, tunas baru akan cepat tumbuh untuk menggantikannya. Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa pasar tradisional dan pasar modern, tanaman kenikir dipanen dengan ukuran 27-30 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 6-8 helai daun.

(18)

Kemangi (Ocimum americanun L.)

Menurut Sunarto (1994) kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan tanaman dari famili Lamiaceae (Labiatae) yang berasal dari daerah Afrika dan Asia tropik kemudian dikenalkan ke daerah Amerika tropik dan kepulauan India barat. Tanaman kemangi di Indonesia dikenal dengan beberapa nama lokal yaitu seraung, lampes (Sunda), kemangi (Jawa), kemangek (Madura), uku-uku (Bali), lufe-lufe (Ternate), dan bramakusu (Minahasa/Manado).

Kemangi merupakan tanaman herba aromatik dan tahunan, dan memiliki karakteristik umum tumbuh tegak dengan batang berwarna hijau atau ungu, daun berbentuk lanset (panjang: 1.7-6.4 cm dan lebar: 1-3 cm) warna hijau tua, memiliki aroma yang khas, bunga tersusun pada ujung batang utama dan cabang samping berwarna putih, biji lonjong berwarna coklat gelap hitam terdapat dalam kapsul (Bermawie, 2006). Tanaman kemangi berbunga ketika berumur 8-12 minggu (Sunarto, 1994). Pengamatan morfologi tanaman diamati secara visual terhadap karakter: habitus (penampilan/tipe pertumbuhan), karakter batang (warna, bentuk, ada tidaknya bulu batang), daun (warna, bentuk, ada tidaknya bulu di permukaan daun, ada tidaknya gerigi tepi daun), bunga (warna rangkaian bunga, warna mahkota bunga, tipe rangkaian, warna putik sari), biji (bentuk, warna).

(19)

Pengaturan Jarak Tanam

Keberhasilan pengelolaan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan sumber daya lingkungan tumbuh tanaman. Melalui pengaturan jarak tanam yang tepat tingkat persaingan antar maupun inter tanaman dapat ditekan serendah mungkin. Persaingan intensif antar tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan morfologi pada tanaman, seperti jumlah organ tanaman yang terbentuk berkurang sehingga berdampak kurang baik terhadap perkembangan dan hasil tanaman (Harjadi, 1996).

Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu teknik penting untuk budidaya tanaman setelah pemilihan varietas tanaman yang baik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) penanaman dengan jarak tanam rapat dapat meningkatkan serangan penyakit dan jumlah benih yang dibutuhkan, sehingga perlu dilakukan pengaturan jarak tanam yang tepat. Rosliani dan Sumarini (2002) menyatakan bahwa jarak tanam akan mempengaruhi penggunaan cahaya, air, unsur hara, dan ruang yang akan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Sutapradja (2008) menyatakan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam, sehingga berpengaruh pada biomassa tanaman budidaya.

Pengaturan jumlah populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi efisiensi tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari, air, hara, dan ruang tumbuh. Efisiensi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Peningkatan produksi tanaman pada luasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman mencapai batas dimana persaingan internal tanaman dalam pemanfaatan hara, air, dan cahaya tidak terlalu kuat yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.

(20)

pada akhirnya penampilan masing-masing individu menurun karena persaingan untuk mendapatkan cahaya dan faktor-faktor lainnya.

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga Kabupaten Bogor. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 250 m dpl dan jenis tanah latosol. Penelitian dimulai pada bulan April sampai November 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan adalah beberapa jenis sayuran indigenous

yaitu bibit katuk yang berasal dari stek batang (Aksesi Ciampea), bibit kemangi (Aksesi Kediri), dan bibit kenikir (Aksesi Cilebut). Media yang digunakan untuk pembibitan adalah pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:1. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing 5 ton/ha, hormon perangsang akar (Rootone F), urea 135 kg/ha, KCl 135 kg/ha, SP-18 270 kg/ha, dan NPK Mutiara (16-16-16) 62.5 kg/ha. Peralatan yang digunakan terdiri dari tray, polybag, cangkul, kored, gembor, penggaris, alat tulis, timbangan, dan sarana pertanian lain yang umum digunakan pada budidaya sayuran.

Metode Penelitian

Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak tanam yaitu:

P1: 25 cm× 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha) P2: 25 cm × 16 cm (populasi 250 000 tanaman/ha) P3: 25 cm × 20 cm (populasi 200 000 tanaman/ha) P4: 25 cm × 26.67 cm (populasi 150 000 tanaman/ha)

(22)

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij = μ + αi + βj + εij

Keterangan:

Yij = hasil pengamatan perlakuan jarak tanam ke-i dan kelompok ke-j

µ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan jarak tanam ke-i, (i = 1, 2,3,4) βj = pengaruh kelompok ke-j, (j = 1, 2, 3)

εij = pengaruh acak pada perlakuan jarak tanam ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SAS untuk uji F, apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan analisis regresi dan Uji Beda Nyata Jujur (Tukey)taraf 5 % dan 10 %.

Pelaksanaan Penelitian Pembibitan

Pembibitan tanaman kemangi, kenikir, dan katuk dilakukan 3-4 minggu. Bibit kemangi dan kenikir berasal dari benih, bibit katuk berasal stek batang yang panjangnya ± 25 cm. Pembibitan katuk diletakkan di polybag berukuran 15 cm × 10 cm dengan media tanah dan pupuk kandang 1:1. Stek batang katuk sebelum ditanam dalam polybag dilakukan perendaman dengan 10% Rootone F selama 2 menit. Pada 2 minggu setelah semai kemangi dilakukan pengendalian hama pengorok daun dengan penyemprotan pestisida sistemik. Kemudian bibit kemangi berumur 4 minggu dan bibit kenikir berumur 3 minggu dipindahtanamkan ke lapangan.

Pengapuran

(23)

Penanaman

Luas lahan yang digunakan sebesar 300 m2, bedengan dibuat sebanyak 36 bedeng dengan ukuran 4 m × 1 m dan ukuran jarak antar bedeng 50 cm. Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan pengolahan tanah. Bibit kemangi, kenikir, dan katuk ditanam sebanyak satu bibit per lubang. Penyulaman tanaman dilakukan 1-2 minggu setelah tanam (MST). Kemangi, kenikir, dan katuk ditanam dengan pengaturan jarak tanam masing-masing yaitu P1, P2, P3, dan P4.

Pemupukan

Pemupukan tanaman kemangi, kenikir, dan katuk menggunakan pupuk kandang, pupuk P2O5, pupuk KCl, dan pupuk urea. Dosis pupuk kandang yang

digunakan pada tanaman kemangi dan kenikir masing-masing per bedeng (4 m × 1 m) ialah 5 ton/ha (2 kg/4 m2) dan untuk tanaman katuk dosisnya 10 ton/ha (4 kg/4 m2). Pupuk kandang diaplikasikan ke lapangan 3 minggu sebelum penanaman. Dosis pupuk dasar yang digunakan untuk tanaman kemangi, kenikir, dan katuk masing-masing per bedeng (4 m × 1 m) adalah 270 kg/ha (108 gram/4 m2) pupuk SP-18, 135 kg/ha (54 gram/4 m2) pupuk KCl, dan 135 kg/ha (54 gram/4 m2) pupuk urea. Aplikasi pupuk dasar pada katuk, kemangi, dan kenikir dilakukan pada 1 MST. Pupuk SP-18 diaplikasikan semuanya pada minggu pertama, sedangkan pupuk KCl dan urea diaplikasikan dua kali pada 1 MST dan 3 MST. Aplikasi NPK Mutiara (16-16-16) dilakukan pada 3, 5, 7, dan 11 MST dengan dosis 62.5 kg/ha (25 gram/4 m2) per aplikasi.

Pemeliharaan

(24)

Pemanenan

Pemanenan pada tanaman kemangi, kenikir, dan katuk dilakukan pada daun yang telah menampakkan ciri-ciri umum untuk dipanen. Tanaman katuk dipanen ketika panjang batang telah mencapai ukuran 20 cm, dengan cara memotong bagian tunas muda sepanjang 25 cm dan dan terdapat 8-10 daun pada cabang utama. Tanaman kemangi dan kenikir dipanen ketika cabang memiliki daun muda 8-10 helai dengan panjang batang berukuran 20-25 cm.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada tanaman contoh pada setiap petak tanaman menggunakan pengamatan kuantitatif, tanaman contoh diambil dari dua baris di dalam bedengan secara acak. Peubah-peubah yang diamati meliputi:

1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh pada tanaman yang tegak. Pengukuran dilakukan saat 2-6 MST untuk tanaman kemangi dan kenikir, untuk tanaman katuk pada 6 MST.

2. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka sempurna. Pengukuran dilakukan terhadap tanaman kemangi, kenikir, dan katuk.

3. Jumlah cabang, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat dipanen pada tanaman kemangi dan kenikir.

4. Bobot panen pertanaman, tajuk pucuk (20-25 cm) dipanen pada masing-masing tanaman contoh ditimbang bobot segarnya.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Selama penelitian berlangsung kondisi curah hujan rata-rata per bulan cukup tinggi yaitu 403.85 mm/bulan (Lampiran 1). Kondisi pertumbuhan tanaman kemangi dan kenikir pada awal penanaman di lapangan secara umum tumbuh dengan baik dan seragam. Pertumbuhan tanaman katuk ulangan 1 tidak seragam dengan ulangan 2 dan 3. Hal ini ditunjukkan pada pertumbuhan tanaman katuk ulangan 1 memiliki tinggi tanaman yang pendek karena penanaman stek batang dari tanaman induknya kemungkinan tidak terklasifikasi dengan baik, sehingga tanaman katuk pada ulangan 1 tumbuh lebih lambat dibanding ulangan 2 dan 3 serta kondisi bedengan pada ulangan 1 lebih lembab karena pintu masuk pengairan di dekat bedengan ulangan 1.

Analisis tanah yang dilakukan sebelum penanaman di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan menunjukkan bahwa pH tanah yang digunakan sebagai media tanam sebelum dilakukan pengapuran pada kemasaman sedang yaitu 5.10 (Lampiran 2). Kandungan hara tanah tersebut tergolong rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan persentase tekstur tanah yang digunakan untuk menanam termasuk tanah liat, sehingga tanaman kemangi tumbuh agak lambat.

Pengamatan pertumbuhan tanaman kemangi dan kenikir dilakukan pada minggu kedua setelah ditanam, sedangkan pengamatan tanaman katuk dilakukan pada minggu keenam. Pengamatan tanaman kemangi dilakukan sampai 6 MST dan pengamatan tanaman kenikir dilakukan sampai 5 MST. Pada minggu pertama setelah penanaman ada beberapa tanaman kemangi, kenikir, dan katuk yang mati, tingkat kematian tanaman masing-masing mencapai 10% (108 tanaman kemangi, 84 tanaman kenikir, dan 106 tanaman katuk).

(26)

terkena hama dan penyakit. Hama yang menyerang kemangi antara lain kutu daun dan ulat penggulung daun, hama yang menyerang kenikir lebih banyak kutu daun, dan hama pada tanaman katuk adalah rayap dan ulat pemakan tangkai daun katuk sehingga menyebabkan daun-daun katuk gugur dan kering. Penyakit yang menyerang pada tanaman kemangi yaitu penyakit belang (yang terinfeksi virus) dan penyakit pada tanaman kenikir yaitu busuk batang bawah. Penyakit tanaman tersebut sebagian besar menyerang pada perlakuan jarak tanam sempit karena bedengan menjadi lembab. Gejala serangan kutu daun ditandai dengan daun mengerut dan gejala serangan ulat penggulung daun ditandai daun menggulung dan berlubang. Gejala serangan hama dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

(d) (e)

(27)

Kemangi (Ocimum americanum L.)

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam kemangi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksinya yaitu pada bobot panen per petak (Lampiran 3–6). Nilai uji Fdan koefisien keragaman pertumbuhan vegetatif katuk disajikan pada Tabel 1.

Koefisien keragaman pada beberapa pertumbuhan vegetatif menunjukkan rata-rata kurang dari 20 %. Pada waktu bibit kemangi dipindahtanamkan ke lapangan terdapat 10% bibit (± 108 bibit) tumbuh tidak seragam sehingga berpengaruh pada pertumbuhan selanjutnya dan dilakukan penyulaman kemangi pada minggu pertama dengan tinggi bibit yang tidak seragam dengan bibit utama yang ditanam. Kemangi dipindahtanamkan ke lapangan pada umur 4 minggu setelah semai.

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kemangi

Bobot Panen per Tanaman 0.27tn 19.68

Bobot Panen per Petak 1.28tn 10.40

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(28)

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Pertumbuhan cabang kemangi muncul pada 3 MST dan jumlah cabang mulai diamati pada 4 MST, karena pada 3 MST cabang kemangi masih berukuran pendek berkisar 3 cm. Berdasarkan hasil uji F perlakuan jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan jumlah cabang pada setiap minggu. Jumlah cabang tanaman kemangi pada umur 6 MST hampir sama dengan minggu sebelumnya. Nilai rata-rata jumlah cabang tanaman kemangi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Kemangi

Jarak Tanam Umur Tanaman (MST)

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(29)

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kemangi tanaman dan bobot panen kemangi per petak, namun peningkatan produksi panen secara kuantitas meningkat lebih dari 10% pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm. Panen kemangi dilakukan sebanyak dua kali, panen pertama dilakukan pada umur 6 MST dan panen kedua dilakukan pada 8 MST. Hal ini dilakukan karena kemangi memiliki pertumbuhan yang cepat pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm, sehingga terjadi kompetisi antar tanaman untuk mendapatkan sinar matahari. Nilai rata-rata bobot panen per tanaman dan rata-rata bobot panen per petak tanaman kemangi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kemangi

Jarak Tanam Bobot Panen per Bobot Panen per (populasi tanaman/ha) Tanaman (g) Petak (g) 25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha) 66.57 7034.6 25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha) 72.12 6224.7 25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha) 67.12 6637.2 25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha) 75.28 6049.1

Respon tn tn

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α =5 %

(30)

y = 0.005x + 5341.

menyebar. Jarak tanam lebar menyebabkan kemangi tumbuh tegak dan cabang-cabangnya menyebar. Bentuk tanaman kemangi dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2. Kondisi tanaman kemangi umur 6 MST di lapangan; (a) P1: 25cm×13.33cm, (b) P2: 25 cm × 16 cm, (c) P3: 25 cm × 20 cm, (d) P4: 25 cm × 26.67 cm.

Berdasarkan grafik pengaruh populasi tanaman pada Gambar 3, diperoleh persamaan regresi y = 0.005x + 5341 (R2 = 0.185). Persamaan regresi yang diperoleh berbentuk persamaan linier sehingga populasi tanaman kemangi tidak dapat diduga dengan tepat, karena respon membentuk hubungan linier.

(31)

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam kenikir tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan vegetatif dan produksinya (Lampiran 7–10). Nilai uji F dan koefisien keragaman pertumbuhan vegetatif kenikir disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Uji Fdan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kenikir

Karakter F Hitung KK (%)

Tinggi Tanaman 2 MST 0.16tn 9.73

Tinggi Tanaman 3 MST 1.34 tn 11.56

Tinggi Tanaman 4 MST 0.78tn 12.39y

Tinggi Tanaman 5 MST 2.03 tn 6.90

Bobot Panen per Tanaman 18.05* 5.87

Bobot Panen per Petak 3.76+ 11.21

Keterangan:

y

: data setelah ditransformasi dengan metode

*: data berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5% tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 % + : cenderung berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 10 %

(32)

Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Kenikir

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada 5 MST terhadap pertumbuhan jumlah cabang kenikir. Pada jarak tanam 25 cm × 26.67 cm, kenikir menghasilkan jumlah cabang rata-rata yang paling banyak diantara perlakuan jarak tanam lainnya. Jumlah cabang pada perlakuan 25 cm × 20 cm dan 25 cm × 26.67 cm berbeda nyata. Nilai rata-rata jumlah cabang kenikir disajikan pada

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan respon berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(33)

Tabel 9. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Kenikir

Keterangan: tn: Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Angka yang diikuti dengan huruf menunjukkan respon berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Kenikir dipanen pertama pada saat berumur 5 MST. Bobot panen kenikir per petak cenderung dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata sedangkan bobot panen kenikir per tanaman berbeda nyata. Bobot panen kenikir per tanaman terus meningkat pada jarak tanam lebih lebar atau pada populasi rendah. Bobot panen kenikir rata-rata per petak paling banyak yaitu pada perlakuan 25 cm × 13.33 cm dengan populasi tanaman 300 000 tanaman/ha dan bobot panen kenikir per tanaman pada perlakuan 25 cm × 26.67 cm dengan populasi tanaman 150 000/ha. Nilai rata-rata bobot panen kenikir disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Kenikir

Jarak Tanam Bobot Panen per Bobot Panen per (populasi tanaman/ha) Tanaman (g) Petak (g) 25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha) 49.75b 8101.63 25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha) 52.13b 7223.17 25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha) 56.91b 6507.97 25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha) 68.16a 6105.73

Respon +

Keterangan: + : Cenderung berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 10%

(34)

y = 0.013x + 3968.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

b

Gambar 5. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kenikir per petak

(35)

Katuk (Sauropus androgynus L.)

Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam terhadap produksi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan vegetatif dan produksinya (Lampiran 11–14). Hasil uji F dan koefisien keragaman pertumbuhan vegetatif katuk disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Katuk

Karakter F Hitung KK (%)

Tinggi Tanaman 6 MST 0.33tn 10.58y

Tinggi Tanaman 7 MST 0.78tn 19.13

Tinggi Tanaman 8 MST 0.36tn 18.52

Tinggi Tanaman 9 MST 0.6tn 9.96

Tinggi Tanaman 10 MST 1.61tn 12.88

Jumlah Daun 6 MST 0.01+ 18.02

Bobot panen per tanaman 1.69tn 14.91

Bobot panen per petak 1.77tn 6.92y

Keterangan:

y

: data setelah ditransformasi dengan metode

+

: data berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 10 % tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(36)

Tabel 12. Rata-rata Tinggi Tanaman Katuk

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Perlakuan jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan jumlah daun pada setiap minggu pengamatan. Jumlah daun tanaman katuk meningkat seiring dengan bertambahnya umur, pada umur 7-9 MST jumlah daun katuk meningkat dengan pesat namun pada 10 MST pada perlakuan 25 cm × 16 cm, 25 cm × 20 cm, dan 25 cm × 26.67 cm menurun karena kering dan gugur. Jumlah daun tanaman katuk pada setiap perlakuan pada 10 MST memiliki jumlah hampir sama. Nilai rata-rata jumlah daun tanaman katuk disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Katuk

Jarak Tanam Umur Tanaman (MST)

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(37)

Tabel 14. Rata-rata Jumlah Cabang Tanaman Katuk

Jarak Tanam Umur Tanaman (MST)

(populasi tanaman/ha) 8 9 10

25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha) 0.8 1.5 1.6 25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha) 1.1 1.5 1.6 25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha) 1.5 1.6 1.6 25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha) 1.5 1.8 1.8

Respon tn tn tn

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

Katuk dipanen pertama pada saat berumur 10 MST. Bobot panen katuk per petak dan bobot panen per tanaman katuk tidak dipengaruhi oleh jarak tanam secara nyata. Nilai rata-rata bobot panen katuk disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-rata Bobot Panen Tanaman Katuk

Jarak Tanam Bobot Panen per Bobot Panen per (populasi tanaman/ha) Tanaman (g) Petak (g) 25 cm × 13.33 cm (300 000 tanaman/ha) 7.69 821.8 25 cm × 16 cm (250 000 tanaman/ha) 6.657 555.3 25 cm × 20 cm (200 000 tanaman/ha) 7.443 748.3 25 cm × 26.67 cm (150 000 tanaman/ha) 9.237 875.4

Respon tn tn

Keterangan: tn: tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf nyata α = 5 %

(38)

y = -0.00071x + 908.7

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

b

Gambar 6. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen katuk per petak

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman merupakan bertambahnya ukuran tanaman dan bobot tanaman yang tidak dapat balik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang paling primer meliputi tanah, cahaya matahari, suhu, kelembaban, dan air. Apabila salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi maka akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sehingga akan mempengaruhi bobot produksi tanaman, misalnya pada salah satu unsur faktor cahaya tidak terpenuhi karena populasi yang terlalu padat sehingga penerimaan cahaya pada daun tidak mencukupi (Harjadi, 1996).

(39)

dimanfaatkan seefisien mungkin maka akan diperoleh hasil fotosintesis yang semakin besar. Fotosintat tersebut sangat menentukan hasil bobot panen daun karena sebagian fotosintat ditimbun dalam daun (Salisbury dan Ross, 1992).

Pertumbuhan vegetatif tanaman kemangi, kenikir, dan katuk pada tinggi tanaman menunjukkan rata-rata paling tinggi terjadi pada jarak tanam rapat (25 cm × 13.33 cm). Menurut Budiastuti (2000) beberapa penelitian tentang jarak tanam menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam, maka semakin tinggi tanaman tersebut dan secara nyata berpengaruh pada jumlah cabang dan jumlah daun. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi penerimaan gelombang cahaya pada fitokrom terhadap pertumbuhan tanaman, gelombang cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu cahaya merah dan merah jauh. Cahaya merah umumnya diserap di atas permukaan tajuk tanaman dan cahaya merah jauh diteruskan sampai ke tanaman yang di bawahnya dan cahaya merah jauh mengaktifkan gen yang merespon pemanjangan batang.

Harjadi (1996), Guillen et al. (1999), dan Mualim et al. (2009) menyatakan bahwa kerapatan tanaman mempengaruhi penampilan dan produksi tanaman, terutama karena keefisienan penggunaan cahaya. Hasil analisis regresi pada bobot per petak tanaman kemangi menunjukkan terjadi peningkatan produksi tanaman secara linier. Hal ini menunjukkan jika tanaman ditanam dengan populasi tinggi maka produksi akan meningkat seiring dengan jumlah populasi yang ditanam. Bobot panen tanaman kemangi pada populasi tinggi memberi hasil tinggi. Pengaturan jarak tanam kemangi ini sesuai dengan penelitian Pambayun (2008) dimana tanaman kemangi memiliki bobot panen per petak paling tinggi pada populasi tinggi yaitu bobot tanaman kemangi meningkat secara linier.

(40)

petak pada jumlah populasi tinggi pada jarak tanam 50 cm × 10 cm (200 000 tanaman/ha). Pada tanaman kenikir diduga jarak tanam 25 cm × 13.33 cm dapat meningkatkan bobot tanaman karena pada waktu dipanen dengan cara memetik 20 cm dari tunas paling atas dan masih menyisakan cabang kenikir yang di ruas paling bawah sehingga panen selanjutnya menjadi tinggi dan setiap ruas yang telah dipetik tumbuh cabang baru dan tumbuh menyamping seperti tanaman kemangi.

Hasil analisis regresi bobot panen per petak tanaman katuk pada jarak tanam rapat memberikan respon linier negatif, yaitu apabila tanaman katuk ditingkatkan populasi 300 000 tan/ha, maka bobot panen per petak tanaman katukmenurun. Menurut Janick (1972) persaingan populasi tinggi menyebabkan perubahan bentuk tanaman dan dimungkinkan terjadi penurunan ukuran dan bobot tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Supriyono (2000) dan Sumarni et al.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jarak tanam pada tanaman kemangi tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak. Jarak tanam pada tanaman kenikir berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan jumlah daun dan jumlah cabang, serta dapat meningkatkan bobot panen per tanaman dan cenderung meningkatkan bobot panen per petak pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha). Pada tanaman katuk jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan bobot panen per tanaman maupun bobot panen per petak.

Saran

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Bermawie, N. 2006. Sayuran Indigenous sebagai Sumber Nutrisi dan Obat-Obatan Keluarga. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.

Budiastuti, M.S. 2000. Penggunaan triakontanol dan jarak tanam pada tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus l.). Jurnal Agrosains. 2(2): 53- 59.

Duriat, A.S., A. Asgar, and Z. Abidin. 1999. Indigenous Vegetables in Indonesia: Their Conservation and Utilization. p. 29-42. In: L.M. Engle and N.C. Altoveros (Eds). Collection, Conservation, and Utilization of Indigenous Vegetables. AVRDC. Taiwan.

Engle, L.M. 1992. Characterization of germplasm, collection, evaluation, documentation, and concervation. AVRDC. Tainan-Taiwan. 41-43.

Engle, L.M. and N.C. Altoveros. 1999. Collection, Conservation, and Utilization of Indigenous Vegetables. AVRDC. Taiwan.

Guillen, F.R., D.D. Baltensperger, and L.A.Nelson. 1999. Plant population influence on yield and agronomic traits in „Plainsman‟ grain amaranth. Journal Nebraska Agriculture No.12130. J. Janick (Eds). ASHS Press Alexandria.190-193.

Harjadi, M.M.S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 197 hal.

Hossain, S.M. dan M.A. Razzaque. 1999. Collection, Conservation, and Utilization of Indigenous Vegetables in Bangladesh. P. 21-28. In: L.M. Engle and N.C. Altoveros (Eds.). Collection, Conservation, and Utilization of Indigenous Vegetables. AVRDC. Taiwan.

Janick, J. 1972. Horticultural Science. Second Edition.W.H. Freeman and Company. USA. 586 p.

Kusmana dan Suryadi. 2004. Mengenal Sayuran Indejenes. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 28 hal.

(43)

Muhammad, R. Rahaju, dan H. Supradja. 1993. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi tempuyung (Sonchus arvensis l.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.

Muliasari,A.A. 2009. Optimasasi Jarak Tanam dan Umur Bibit pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Skripsi. Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hal.

Musa Y., Nasaruddin, dan M.A. Kuruseng. 2007. Evaluasi produktivitas jagung melalui pengelolaan populasi tanaman, pengolahan tanah, dan dosis pemupukan. Agrisistem 3 (1): 21 – 33.

Noverita. 2005. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair NIPKA Plus dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman baby kailan (Brasicca oleraceae L. Var. Acephala DC.) secara vertikultur. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Vol. 3(1).1-10.

Pambayun, R. 2008. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Produksi Beberapa Sayuran

Indigenous. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal.

Puslitbang Gizi dan Makanan. 2007. Tingkat Konsumsi Sayur Masyarakat Indonesia. Puslitbang Gizi dan Makanan. Jakarta. 54 hal.

Putrasamedja, S. 2005. Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di Kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Lembang. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 (1):16-20.

Rosliani, N.S. dan Sumarini R. 2002. Pengaruh kerapatan tanaman dan konsentrasi NPK 15-15-15 terhadap umbi bawang merah. Jurnal Hortikultura. Vol. 12:12-13.

Rukmana, R. dan I. Harahap. 2004. Katuk: Potensi dan Manfaatnya. Kanisius. Jakarta. 36 hal.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi, dan Gizi Jilid 2. Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values. Penerjemah: Catur Herison. Penerbit: ITB Press. Bandung. 320 hal.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. 4th Ed. Wadsworth Publishing Company Bellmount, California.681 p.

Sastrapradja, S. 1979. Tanaman perkarangan. Lembaga Biologi Nasional - LIPI. Bogor. 97 hal.

(44)

Somantri, I.H. 2006. Pentingnya Melestarikan Sayuran Indigenous. Balai Besar dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Balai Penelitian Sayuran. Bandung.

Sumarni, E., Sumiati, dan Suswandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat pengatur tumbuh terhadp produksi umbi bibit bawang merah asal kultivar bima. Jurnal Hortikultura. Vol: 15(3). 208-214 hal.

Sunarto, A.T. 1994. Ocimum americanum L., p 218-220. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia. No.8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor.

Supriyono. 2000. Pengaruh dosis urea tablet dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai kultivar Sindoro. Agrosains. Vol: 2 (2). 65-71 hal.

Sutapradja, H. 2008. Pengaruh jarak tanam dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan dan hasil kentang varietas Granola untuk bibit. Jurnal Hortikultura. 18(2): 155-159 hal.

Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. 3th Ed. Sinauer Associates.690 p. http://3e.plantphys.net.[Diakses 4 Maret 2011].

Tejasarwana, R. dan I.B. Rahardjo. 2009. Pengaruh formula pupuk dan jarak tanam terhadap hasil dan kualitas bunga mawar potong. Jurnal Hortikultura. Vol 19(3). 287-293 hal.

Van den Bergh, M.H. 1994. Cosmos caudatusKunth., p 152-153. In: J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia. No.8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor.

Van den Bergh, M.H. 1994. Sauropus androgynus (L.) Merr., p. 244-246. In:J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia. No.8. PROSEA: Vegetables. Prosea. Bogor.

Wirakusumah. 2006. Kandungan Gizi dan Non Gizi serta Pengolahan Sayuran

(45)
(46)

Lampiran 1. Data Klimatologi Daerah Dramaga Bogor Selama Percobaan di Lapangan pada Tahun 2010

Bulan Temperatur Kelembaban Curah Hujan Hari Hujan

(C⁰) (%) (mm) (hari)

Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah Sebelum Percobaan

Parameter Metode Ekstrasi Satuan Nilai

pH H2O 5.10

(47)

Lampiran 3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kemangi

Umur SK Db JK KT Fhit Pr>F

2 MST Ulangan 2 17.47 8.74 0.81 0.49

Perlakuan 3 61.59 20.53 1.89 0.23

Galat 6 65.09 10.85

KK(%) 20.61

3 MST Ulangan 2 16.17 8.08 1.05 0.41

Perlakuan 3 101.62 33.87 4.40 0.06

Galat 6 46.14 7.69

KK(%) 13.26

4 MST Ulangan 2 33.96 16.98 1.21 0.36

Perlakuan 3 110.22 36.74 2.61 0.15

Galat 6 84.50 14.08

KK(%) 12.38

5 MST Ulangan 2 30.06 15.03 1.13 0.38

Perlakuan 3 52.39 17.46 1.31 0.35

Galat 6 79.93 13.32

KK(%) 9.80

6 MST Ulangan 2 6.79 3.39 0.72 0.53

Perlakuan 3 26.63 8.88 1.87 0.24

Galat 6 28.43 4.74

(48)

Lampiran 4. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kemangi

Lampiran 5. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kemangi

(49)

Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Panen Kemangi per Tanaman dan per Petak

Panen SK db JK KT Fhit Pr>F

per tanaman Ulangan 2 554.22 277.11 1.45 0.31

Perlakuan 3 156.37 52.12 0.27 0.84

Galat 6 1147.64 191.27

KK(%) 19.68

per petak Ulangan 2 750377 375188 0.83 0.482 Perlakuan 3 1748898 582966 1.28 0.363

Galat 6 2728346 454724

KK(%) 10.40

Lampiran 7. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Kenikir

Umur SK Db JK KT Fhit Pr>F

2 MST Ulangan 2 9.83 4.92 7.13 0.026

Perlakuan 3 0.33 0.11 0.16 0.919

Galat 6 4.13 0.69

KK(%) 9.73

3 MST Ulangan 2 9.63 4.82 2.35 0.176

Perlakuan 3 8.24 2.75 1.34 0.347

Galat 6 12.30 2.05

KK(%) 11.56

4 MST Ulangan 2 3.05 1.52 4.45 0.07

Perlakuan 3 0.80 0.27 0.78 0.55

Galat 6 2.06 11.12

KK(%) 12.39

5 MST Ulangan 2 39.53 19.76 2.77 0.141

Perlakuan 3 43.50 14.50 2.03 0.212

Galat 6 42.89 7.15

(50)

Lampiran 8. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Kenikir

Lampiran 9. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Kenikir

(51)

Lampiran 10. Sidik Ragam Bobot Panen Kenikir per Tanaman dan per Petak

Lampiran 11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Katuk

(52)

Lampiran 12. Sidik Ragam Jumlah Cabang Tanaman Katuk

Umur SK db JK KT Fhit Pr>F

8MST Ulangan 2 0.28 0.14 1.00 0.422

Perlakuan 3 1.16 0.39 2.75 0.135

Galat 6 0.85 0.14

KK(%) 31.06

9 MST Ulangan 2 0.21 0.10 0.57 0.593

Perlakuan 3 0.22 0.07 0.41 0.751

Galat 6 1.09 0.18

KK(%) 26.88

10 MST Ulangan 2 0.12 0.06 0.37 0.705

Perlakuan 3 0.08 0.03 0.17 0.915

Galat 6 0.99 0.16

KK(%) 24.43

Data setelah ditransformasi

8MST Ulangan 2 0.06 0.03 1.02 0.41

Perlakuan 3 0.21 0.07 2.30 0.18

Galat 6 0.19 0.03

KK(%) 13.68

9 MST Ulangan 2 0.02 0.01 0.40 0.69

Perlakuan 3 0.03 0.01 0.38 0.77

Galat 6 0.13 0.02

KK(%) 10.36

10 MST Ulangan 2 0.01 0.01 0.37 0.71

Perlakuan 3 0.01 0.00 0.15 0.93

Galat 6 0.12 0.02

(53)

Lampiran 13. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Katuk

Lampiran 14. Sidik Ragam Bobot PanenTanaman Katuk

(54)

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI TIGA

SAYURAN

INDIGENOUS

FAIQOTUL HIMMA A24060230

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(55)

Influence of Plant Spacing on Yield of Three Indigenous Vegetables

Faiqotul Himma1, Bambang S. Purwoko2

1

Student of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur IPB (A24060230)

2

Lector of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agricultur, IPB

Abstract

The purpose this research was to determine the effect of plant spacing

(population) on growth and yield of some indigenous vegetables (kemangi,

kenikir, and katuk). The research was conducted at Cikabayan experiment garden

in Darmaga, Bogor from April until November 2010. The experiment design was

a Randomized Complete Design Group one factor with four treatments plant

spacing of population [P1] 25 cm × 13:33 cm (population 300 000 plants/ha),

[P2] 25 cm × 16 cm (population 250 000 plants/ha), [P3] 25 cm × 20 cm

(population 200 000 plants/ha), and [P4] 25 cm × 26.67 cm (population 150 000

plants/ha), with three replications. Observations included plant height, number of

leaves, number of branches, weight yields/plant and weight yield/plot. Theresult

of the experiment showed that plant spacing of kemangi did not influence

vegetative growth, weight yields/plant and weight yield/plot. Plant spacing of

kenikir influenced number of leaves, number of branches, weigth yields/plant and

proned influence weight yield/plot on plan spacing 25 cm × 13:33 cm (population

300 000 plants/ha). Plant spacing of katuk did not influence vegetative growth,

weight yields/plant and weight yield/plot.

(56)

RINGKASAN

FAIQOTUL HIMMA. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produksi Tiga Sayuran Indigenous. Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaturan jarak tanam (populasi) terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa sayuran indigenous

(kemangi, kenikir, dan katuk). Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2010 di kebun percobaan Cikabayan, Darmaga Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan empat perlakuan jarak tanam dan tiga ulangan yaitu: [P1] 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha), [P2] 25 cm × 16 cm (populasi 250 000 tanaman/ha), [P3] 25 cm × 20 cm (populasi 200 000 tanaman/ha), [P4] 25 cm × 26.67 cm (populasi 150 000 tanaman/ha). Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak.

Jarak tanam pada tanaman kemangi tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, bobot panen per tanaman, dan bobot panen per petak. Jarak tanam terhadap tanaman kenikir berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan jumlah daun dan jumlah cabang, serta dapat meningkatkan bobot panen per tanaman dan cenderung meningkatkan bobot panen per petak pada jarak tanam 25 cm × 13.33 cm (populasi 300 000 tanaman/ha). Pada tanaman katuk jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan bobot panen per tanaman maupun bobot panen per petak.

(57)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran indigenous merupakan sayuran lokal yang sudah dibudidayakan dan dikonsumsi sebagai pelengkap makanan utama di daerah tertentu meskipun tanaman berasal dari luar daerah. Jenis-jenis sayuran indigenous yang ada di Indonesia meliputi tanaman perdu sampai merambat seperti kemangi, kenikir, katuk, beluntas, mangkokan, dan kecipir. Bermawie (2006) menyatakan bahwa banyak jenis sayuran indigenous yang ada di Indonesia dan belum dikenal oleh masyarakat, sehingga pemanfaatannya terbatas untuk sayuran pelengkap.

Sayuran indigenous bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi (sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral), antioksidan, dan bahan baku industri obat herbal, karena beberapa sayuran indigenous mengandung minyak esensial yang bermanfaat untuk kesehatan. Namun, ketersediaan sayuran indigenous untuk konsumsi dan sebagai bahan baku industri obat herbal masih rendah. Menurut Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat konsumsi sayuran di masyarakat Indonesia masih rendah yaitu sebesar 37.94 kg/kapita/tahun, sedangkan untuk tingkat konsumsi standar FAO yaitu 65.75 kg/kapita/tahun.

Sayuran indigenous sudah mulai dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sayuran tersebut banyak ditemukan di pasar tradisional dan pasar modern seperti swalayan dan supermarket. Sayuran indigenous tersebut antara lain sayuran dari jenis tanaman perdu yaitu kemangi (Ocimum americanun

L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk (Sauropus androgynus L.). Potensi pasar dari beberapa sayuran ini sangat baik karena memiliki nilai komersial yang tinggi. Budidaya tanaman kemangi, kenikir, dan katuk harus dilakukan secara intensif agar produktivitasnya tinggi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Salah satu faktor penentu dalam budidaya ialah pemanfaatan ruang secara optimal dengan pengaturan jarak tanam.

(58)

Harjadi (1996) umumnya populasi tanaman yang tinggi pada suatu lahan dapat meningkatkan produksi tanaman, tetapi banyaknya tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari dapat mempengaruhi bentuk tanaman seperti tinggi tanaman, lebar tajuk tanaman dan bobot panen tanaman. Pambayun (2008) dalam penelitian sayuran indigenous menyatakan bahwa jarak tanam pada tanaman katuk dan kenikir memberikan respon kuadratik, yaitu semakin sempit jarak tanam (populasi rapat) produksi daun akan semakin besar sampai populasi titik tertentu. Namun jika populasi tanaman ditingkatkan lagi maka produksi akan menurun. Peningkatan populasi kemangi memberikan respon linier yaitu semakin rapat populasi tanaman maka semakin besar produksinya. Musa et al. (2007) dalam penelitian tentang jagung manis menyatakan bahwa usaha untuk peningkatan produksi tanaman pada luasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman yaitu dengan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, dibutuhkan jarak tanam optimum untuk memperoleh hasil yang optimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam yang optimal terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sayuran indigenous kemangi

(Ocimum americanum L.), kenikir (Cosmos caudatus Kunth.), dan katuk

(Sauropus androgynus L. Merril).

Hipotesis

(59)

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Indigenous

Sayuran adalah tanaman yang ditumbuhkan untuk mendapatkan bagian tanaman yang biasa dikonsumsi mentah atau dimasak sebagai bagian dari makanan (Somantri, 2006). Sayuran merupakan makanan pelengkap yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Sayuran dapat menyediakan nutrisi, salah satu komponen diet yang tidak dapat ditinggalkan dan bukan makanan tambahan untuk menambah rasa. Menurut Duriat et al. (1999) apabila manusia kurang mengkonsumsi sayuran maka akan kekurangan vitamin dan mineral sehingga akan berpengaruh pada kesehatannya.

Engle dan Altoveros (1999) menyatakan bahwa jumlah sayuran sudah tercatat di Asian Vegetable Research and Development Center (AVRDC) lebih dari 45 000 aksesi meliputi sayuran biji, sayuran daun, dan sayuran buah, 90 % dari 45 000 aksesi tersebut merupakan sayuran yang dapat tumbuh di berbagai wilayah dan sisanya merupakan sayuran indigenous. Tanaman sayuran indigenous

banyak terdapat di daerah tropis dan dikonsumsi oleh penduduk aslinya yaitu Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Menurut Hossain dan Razzaque (1999) sayuran indigenous adalah sayuran pribumi atau sayuran yang tumbuh di suatu negara dan dikonsumsi di daerah tertentu.

Awal pengembangan sayuran indigenous dilakukan dengan cara eksplorasi di daerah-daerah kemudian dikoleksi untuk dikembangkan. Koleksi plasma nutfah diprioritaskan untuk dipelihara dan dipertahankan karena plasma nutfah penting untuk meningkatkan manfaat tanaman pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Koleksi bertujuan untuk menyediakan bahan genetik secara luas yang dapat memenuhi kebutuhan pemulia berupa genotipe-genotipe yang diinginkan sebagai bahan pemuliaan tanaman. Oleh karena itu, bahan-bahan yang tersedia dalam gene bank dapat digunakan oleh pemulia, sehingga data karakterisasi dan evaluasi dapat tersedia (Engle, 1992).

(60)

tergolong sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat seperti kemangi, kenikir, katuk, kecipir, koro (roay), gambas, dan paria. Keberadaan sayuran tersebut di atas perlu dilestarikan, karena selain mempunyai nilai ekonomi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan (Putrasamedja, 2009).

Katuk (Sauropus androgynus L.)

Katuk memiliki nama ilmiah Sauropus androgynus L. Merr. dari famili Euphorbiaceae. Nama daerahnya antara lain memata, mata-amata, cekop manis, simani (Sumatera), katuk, babing, katukan (Jawa), dan karetur (Madura). Jenis sayur ini banyak tumbuh di dataran rendah hingga 1 300 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan struktur tanah ringan dan menyukai tempat terbuka atau sedikit terlindung. Katuk banyak ditanam di kebun, ladang, atau pekarangan (Van den Bergh, 1994).

Tanaman ini merupakan sejenis tanaman perdu yang tumbuh menahun. Penampilan tanaman ramping sehingga sering ditanam sebagai tanaman pagar. Tinggi tanaman sekitar 1-2 m dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan bercabang jarang. Batang tanaman berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kelabu keputihan saat sudah tua. Daun katuk merupakan daun majemuk genap. Bunga berkelopak keras berwarna putih semu kemerahan dan bersifat majemuk tandan, uniseksual, dan monoecious (terdapat dua macam bunga dalam satu tanaman yaitu bunga jantan dan bunga betina). Buah berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih, dan berbiji tiga buah. Tanaman katuk mulai berbunga pada 48 hari setelah tanam dan daun muda dapat dipanen pada 124 hari setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan secara berkelanjutan sebulan sekali (Bermawie, 2006). Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa pasar tradisional dan pasar modern, tanaman katuk dipanen dengan ukuran 27-30 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 8-10 helai daun.

(61)

dikenal dua jenis katuk, yaitu katuk hijau dan katuk merah. Katuk hijau juga disebut katuk baster. Jenis katuk ini produktif menghasilkan daun, dengan warna daun hijau. Jenis katuk ini biasa dibudidayakan oleh masyarakat. Katuk merah kurang produktif menghasilkan daun dan memiliki daun-daun yang berwarna hijau kemerah-merahan (Rukmana dan Harahap, 2004).

Tanaman katuk diperbanyak dengan stek batang. Stek batang diambil dari batang yang mulai berkayu, stek batang yang digunakan dengan panjang kira-kira 20-30 cm. Umumnya katuk ditanam oleh petani dengan jarak tanam rapat dan dilakukan pemeliharaan sampai produksi berumur kurang lebih 3 bulan dan dapat dilakukan panen selanjutnya setelah 1 bulan (Kusmana dan Suryadi, 2004).

Katuk merupakan sayuran daun yang memiliki kandungan protein dan vitamin yang tinggi. Dalam 100 g daun katuk terdapat 79. 8 mg air, 7.6 g protein, 1.8 g lemak, 6.9 g karbohidrat, 1.9 g serat, 2 g abu 10000 IU vitamin A, 0.23 mg vitamin B1, 0.15 mg vitamin B2, 136 mg vitamin C, 234 mg kalsium, 64 mg phospor, 3.1 mg zat besi, dengan total energi 310 kJ (Van den Bergh, 1994). Kandungan nutrisi lain pada daun dan akar katuk antara lain klorofil, saponin, flavonoid, tanin, dan asam folat. Kandungan nutrisi tersebut bermanfaat untuk memperlancar ASI, mengobati borok atau bisul, memperlancar saluran pencernaan, dan mencegah konstipasi serta sebagai antioksidan (Wirakusumah, 2006).

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) merupakan tanaman dari famili Asteraceae yang berasal dari daerah tropis Amerika yang kemudian dibawa oleh orang Spanyol ke Filipina. Di Filipina kenikir dikenal dengan nama cosmos, di Malaysia kenikir disebut ulam raja dan di Thailand kenikir disebut

daoruang-phama (Van den Bergh, 1994).

(62)

Bunga kenikir berwarna merah muda biasanya untuk dikonsumsi dan bunga kenikir berwarna kuning sebagai tanaman hias. Kenikir mempunyai buah berbentuk lonceng yang mengandung banyak biji berwarna hitam seperti jarum (Sastrapradja, 1979).

Van den Bergh (1994) menyatakan bahwa tanaman kenikir dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan sinar matahari penuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1 600 m dpl. Perbanyakan kenikir dapat dilakukan melalui biji yang disemai terlebih dahulu kemudian dipindahkan ke lapangan setelah tiga minggu. Pengaturan drainase dan irigasi yang baik dapat mendukung pertumbuhan kenikir. Kondisi tanah yang terlalu lembab dapat memicu perkembangan cendawan yang mengganggu pertumbuhan tanaman kenikir. Pemanenan daun kenikir dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam minggu. Apabila daun-daunnya dipetik, tunas baru akan cepat tumbuh untuk menggantikannya. Berdasarkan pengamatan kriteria panen di beberapa pasar tradisional dan pasar modern, tanaman kenikir dipanen dengan ukuran 27-30 cm dari tanaman yang paling muda dan terdapat 6-8 helai daun.

Gambar

Gambar 1. Hama dan gejala serangan pada tanaman kemangi dan kenikir: (a)
Tabel 1. Rekapitulasi Uji F dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kemangi
Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Kemangi
Gambar 3. Pengaruh jarak tanam (populasi) terhadap bobot panen kemangi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun berdasarkan hasil penelitian Anwar Sitepu (2014) ada lima faktor yang menyebabkan kesalahan dalam penetapan sasaran, yaitu: 1) basis data terpadu yang digunakan sebagai

Kemampuan motorik kasar anak usia dini dalam kegiatan tari dapat diberikan dengan peniruan gerakan melalui inovasi atau kreasi baru yang merupakan kreativitas

Ketercapaian proses evaluasi atau penilaian pembelajaran IPA berbasis pendidikan karakter kelas VIII di SMP Alam Lam- pung dilakukan dengan optimal oleh guru bidang

Strategi untuk meningkatkan pemahaman petani dalam program Sekolah Lapang Iklim di Desa Wonosari yaitu dengan menggunakan analisis SWOT, dengan mempertimbangkan faktor

Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran alur

Tujuan Mengetahui pengaruh pemberian jus buah alpukat ( Persea americana Mill. ) terhadap motilitas spermatozoa tikus wistar yang dipapar asap rokok. Metode : Penelitian

Pada rancangan STD dari menu utama Aplikasi Pembelajaran budaya nusantara untuk Sekolah Dasar (SD) berbasis Android dimana terdapat 8 Button dalam Menu Utama

Hal ini menggambar- kan bahwa meskipun spesies-spesies yang terdapat pada tingkat pancang dan semai dari kedua plot penelitian sedikit jumlah spesies yang sama tetapi