• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PROSES PENGELOLAAN SAMPAH

ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN MIKROBA

YULITA IIN ASTIYAWATI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YULITA IIN ASTIYAWATI. Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba. Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan IMAN RUSMANA

UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah merupakan suatu landasan yang mendasari pentingnya mengelola sampah. Belakangan ini untuk mengelola sampah banyak digunakan mikroorganisme sebagai perombak bahan organik. Sehingga melatar belakangi penelitian ini untuk dapat menghasilkan suatu rancangan proses pengelolaan sampah organik yang dapat diterapkan secara sederhana di masyarakat dan memiliki manfaat ekonomi. Metode penelitian ini dimulai dari pembiakan bakteri, pengaplikasian bakteri sehingga dapat digunakan untuk mendekomposisi sampah organik. Perlakuan terbaik yang dipilih yaitu perlakuan pemberian bakteri pada minggu ke-2 (POC2) dengan komposisi bakteri ditingkatkan menjadi 20%, sehingga diasumsikan laju dekomposisi dapat mencapai 0.43%/hari. Rancangan yang dibuat berupa unit sederhana dengan ukuran panjang 3 m lebar 2 m dan tinggi 0.75 m dan dapat menampung timbulan sampah 100 jiwa selama 14 hari, setelah 14 hari kemudian dilakukan penambahan bakteri dan pada hari ke 28 hasil olahan sampah organik berupa pupuk cair dapat dimanfaatkan. Rasio C/N akhir yang diperoleh adalah sebesar 17.115 masih memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Rancangan gundukan windrow juga dibuat sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum masuk ke unit pengolahan. Kata kunci: bakteri, C/N rasio, sampah organik, pengelolaan sampah

ABSTRACT

YULITA IIN ASTIYAWATI. Design of Organic Solid Waste Management Processes by Using Microbes. Supervised by M. YANUAR J. PURWANTO and IMAN RUSMANA

Law No.18/2008 on Waste Management is a basis of the importance of waste management. Lately to manage waste, microorganisms as decomposer of organic matter is often. So that the objective of this research is to produce a design process organic waste management that can be implemented simply in the community and give economic benefits. This research method starts from the breeding of bacteria, treatment of bacteria that can be used to decompose organic waste,and making a simple design. The best treatment that is chosen is the treatment giving the bacteria at 2nd week ( POC2 ) with bacterial composition was increased to 20% so that the assumed rate of decomposition can achieve 0.43%/day. Design created a simple unit with a length of 3 m, wide 2 m, and high and 0.75 m and can accommodate 100 people waste for 14 days, after 14 days from the addition of bacteria and on day 28 the processed organic waste in the form of liquid fertilizer can be used. C/N ratio is obtained at the end of the 17.115 still acceptable in SNI 19-7030-2004. Windrow pile design is also created as a temporary storage area before entering the processing unit.

(5)

RANCANGAN PROSES PENGELOLAAN SAMPAH

ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN MIKROBA

YULITA IIN ASTIYAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba

Nama : Yulita Iin Astiyawati NIM : F44090024

Disetujui Oleh:

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si NIP. 19650720 199103 1 002 Dosen Pembimbing I

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2013 dengan judul Rancangan Proses Pengelolaan Sampah Organik dengan Menggunakan Mikroba.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga atas doa, motivasi, dan restunya yang begitu besar.

2. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S., IPM selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada penulis.

3. Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada penulis.

4. Allen Kurniawan, S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik kepada penulis.

5. Ety Herawati Dipl. Kim atas arahan dan bimbingan selama melakukan penelitian ini.

6. Muhammad Indarto Budiono, serta rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009 terutama untuk Renny, Yani, dan Lia, atas motivasi dan sumbangsih tenaga yang diberikan selama pengerjaan penelitian ini.

7. Rekan-rekan Wisma Afifah dan keluarga besar Pertamina Foundation atas semangat dan motivasi serta dukungannya selama menyelesaikan tugas akhir ini.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan dalam karya ilmiah ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Bakteri 3

Pengelolaan Sampah 4

Teknologi Dekomposisi Sampah Organik 4

Rasio C/N sebagai Parameter Laju Dekomposisi 5

METODOLOGI 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan 6

Alat 7

Prosedur Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Jumlah bakteri pendegradasi C dan N 14

Kadar air dan pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme 16

Laju dekomposisi C 17

Laju dekomposisi N 19

Perbandingan Rasio C/N 21

Rancangan unit pengelolaan sampah organik 22

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 29

(12)

DAFTAR TABEL

1. Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM serta peranannya 3

2. Jumlah bakteri pada setiap perlakuan 15

3. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan 17 4. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-0 sampai

dengan minggu ke-4 18

5. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-4 sampai

dengan minggu ke-12 19

6. Laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan 20 7. Laju dekomposisi rasio C/N pada setiap perlakuan 21

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir penelitian 7

2. Bahan baku pembiakan bakteri 8

3. Fermentasi bakteri biakan secara anaerob 8 4. Perlakuan olahan sampah pada jerigen tertutup 9

5. Tabung untuk pengenceran 10

6. Contoh uji pada cawan petri (A), bobot contoh uji ditimbang pada

neraca analitik (B) 11

7. Blanko sebagai pembanding hasil reaksi (A), hasil titrasi (B) 11 8. Peralatan untuk proses destruksi nitrogen 12

9. Destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta] 13

10. Grafik laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan 16 11. Grafik laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan 17 12. Grafik laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan 20

13. Laju dekomposisi rasio C/N 21

14. Rancangan unit pengelolaan sampah organik 23 15. Gundukan windrow tampak atas, potongan penampang, dan potongan

memanjang 24

16. Skema proses pengolahan sampah dengan minggunakan mikroba 25

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil perhitungan jumlah mikroba 30

2. Data perhitungan nilai kadar air 31

3. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah tanpa perlakuan

(Bahan Kompos) 32

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, sampah telah menjadi persoalan serius dan merupakan fakta dari konsekuensi kehidupan modern yang dijalani saat ini. Hampir di setiap tempat, sampah dihasilkan dari dalam rumah, sekolah, tempat bekerja hingga seluruh fasilitas umum dan sosial. Peningkatan volume sampah sendiri tidak dapat dihindari sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakatnya yang sangat konsumtif, sehingga sangat berpengaruh pada kecepatan peningkatan volume sampah. Begitu juga pada kegiatan pertanian yang juga berpengaruh pada peningkatan volume sampah khususnya limbah organik. Limbah organik sisa dari kegiatan pertanian seringkali dibuang begitu saja tanpa mengalami pengolahan menjadi produk yang lebih bermanfaat.

Masalah sampah mutlak harus ditangani secara bersama-sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam penanganan limbah organik yaitu pengomposan. Menurut Yenie (2008), pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah atau merubah komposisi dan bentuk sampah menjadi produk yang bermanfaat. Pengolahan sampah tersebut dapat dilakukan langsung pada sumbernya, pada tempat yang dirancang khusus, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dalam SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, pengomposan didefinisikan sebagai sistem pengolahan sampah organik dengan bantuan mikroorganisme sehingga terbentuk pupuk organik (pupuk kompos). Oleh karena itu melihat pentingnya pengelolaan sampah organik maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rancangan proses pengelolaan sampah organik dengan menggunakan mikroba dan menghasilkan produk sampingan berupa pupuk kompos dan pupuk organik cair.

Material bahan baku kompos adalah limbah padat organik yang mempunyai sifat mudah dibiodegradasi, seperti sampah perkotaan, limbah peternakan, dan limbah pertanian (Benito et al. 2003). Parameter utama bahan baku kompos yang dapat mempengaruhi proses pengomposan antara lain rasio C/N, pH, kadar air, dan suhu (Mylavarapu et al. 2009). Penelitian ini terfokus pada laju dekomposisi C dan N, sehingga didapat proses pengelolaan sampah yang terbaik dan menghasilkan rasio C/N sesuai SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Kemudian dilanjutkan dengan merancang suatu unit pengelolaan sampah yang sesuai untuk lingkup pemukiman setingkat RT (Rukun Tetangga). Data pengukuran dan kajian teori tentang timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah yang terbentuk diperlukan untuk dapat merancang unit pengelolaan sampah organik dalam rangka mengurangi dampak lingkungan (Sokka et al. dalam Yogaswara 2013).

Perumusan Masalah

(14)

2

sampah organik yang memberikan manfaat ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah bakteri yang digunakan pada beberapa perlakuan pengelolaan sampah organik.

2. Pengukuran kandungan C-Organik, Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) pada setiap perlakuan.

3. Laju dekomposisi C-Organik dan Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) serta hubungannya dengan waktu pemberian bakteri dan jumlah bakteri.

4. Rekomendasi proses pengelolaan sampah terbaik dari beberapa perlakuan 5. Rancangan unit pengelolaan sampah organik yang dapat menunjang

penerapan proses pengelolaan sampah organik untuk cakupan wilayah setingkat RT.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Adapun tujuan-tujuan tersebut sebagai berikut :

1. Mengetahui kinerja bakteri dan pengaruhnya terhadap laju dekomposisi C dan N.

2. Menganalisis proses pengelolaan sampah terbaik dengan menggunakan bakteri yang dapat diterapkan secara sederhana di masyarakat

3. Merancang unit pengelolaan sampah organik sebagai penunjang proses pengelolaan sampah yang direkomendasikan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu :

1. Memberikan data mengenai laju dekomposisi C dan N pada proses pengelolaan sampah organik dengan menggunakan bakteri pada waktu yang berbeda.

2. Memberikan rekomendasi proses pengelolaan sampah terbaik dengan menggunakan bakteri yang dapat diterapkan secara sederhana di masyarakat. 3. Memberikan rekomendasi rancangan unit pengelolaan sampah organik

sebagai penunjang proses pengelolaan sampah yang direkomendasikan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini :

1. Kajian jumlah dan kelompok jenis bakteri pendegradasi C dan N pada setiap perlakuan

2. Pengaruh bakteri sebagai salah satu bahan perombak sampah organik terhadap laju dekomposisi sampah organik

(15)

4. Metode dan rancangan unit pengelolaan sampah organik sebagai penunjang proses pengelolaan sampah organik yang direkomendasikan

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri

Menurut Nurhidayat (2006), bakteri merupakan makhluk hidup berukuran kecil (mikroskopik) yang melakukan aktivitas hidup dengan menguraikan sisa makhluk hidup lainnya. Berdasarkan fungsinya, bakteri secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu bakteri menguntungkan dan bakteri merugikan (bakteri patogen)

Bakteri menguntungkan memproses bahan organik menjadi senyawa yang dibutuhkan tanaman, hewan, atau manusia. Jenis-jenis mikroba/bakteri yang menguntungkan karena menghasilkan zat-zat hara yang diperlukan tumbuhan diantaranya Rhizobium, Azolla, dan Mikoriza. Sementara dalam hal pengelolaan sampah organik terdapat beberapa jenis bakteri yang bersinergi satu sama lain membentuk sebuah komuni yang disebut efektif mikroorganisme (EM) seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM serta peranannya

Jenis Mikroorganisme Peranan

Bakteri fotosintesis (Rhodopseudomonas sp.)

Mensintesis bahan-bahan organik menjadi asam amino, asam nukleik, zat bioaktif, dan gula dengan bantuan sinar matahari

Bakteri asam laktat Menghasilkan asam laktat dari gula, menekan pertumbuhan jamur yang merugikan seperti Fusarium, dan mempercepat penguraian bahan-bahan organik menjadi humus

Ragi/yeast (Saccharomyces sp.) Membentuk zat antibakteri, meningkatkan jumlah sel akar dan perkembangan akar

Actinomycetes Menghasilkan zat-zat bioaktif yang berfungsi menghambat jamur dan bakteri patogen seperti Fusarium

Jamur fermentasi (Aspergillus sp)

Menguraikan bahan organik (selulosa, karbohidrat) dan mengubahnya menjadi alkohol, ester, dan zat antimikroba serta dapat menghilangkan bau

Sumber: (Nurhidayat 2006)

(16)

4

suasana aerobik, yakni dalam keadaan terdapat udara, atau anaerobik dalam keadaan tidak terdapat oksigen. Seluruh proses dapat berlangsung secara anaerobik, seperti yang terjadi pada kakus air (aqua privy), tangki pembusukan (septi tank), atau pada dasar lubang yang dalam, atau secara aerobik seperti pada dekomposisi tertentu. Di samping itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu tahap, sebagian aerobik dan sebagian lainnya anaerobik, tergantung kondisi fisik yang ada. Sebagai contoh, proses anaerobik berlangsung dalam tangki pembusukan, efluen cair meresap ke dalam tanah melalui saluran peresapan dan meninggalkan banyak bahan organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara aerobik oleh bakteri saprofit yang mampu menembus tanah sampai kedalaman tanah 60 cm.

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan menjadi enam elemen terpisah, yaitu Pertama, pengendalian bangkitan (control of generation). Kedua, penyimpanan (storage). Ketiga, pengumpulan (collection). Keempat, pemindahan dan pengangkutan (transfer and transport). Kelima, pemrosesan (processing), dan keenam, yaitu pembuangan (disposal) (Tchobanoglous dalam Hindom 2012). Sampah dalam hal ini berupa bahan-bahan padat yang tidak berharga, tidak dikehendaki, sehingga dibuang oleh pemiliknya (Miller dalam Hindom 2012). Pengelolaan sampah dengan keenam elemen tersebut harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang dapat menjamin kesehatan masyarakat serta dilaksanakan menurut kaidah ekonomi, teknis, konservasi, estetika, dan pertimbangan lainnya.

Teknologi Dekomposisi Sampah Organik

Teknologi dekomposisi sampah organik yang sebagian besar diterapkan oleh masyarakat meniru proses terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan mikroorganisme. Menurut Damanhuri (2004), proses dekomposisi aerobik merupakan proses dekomposisi sampah organik yang membutuhkan oksigen selama proses berlangsung. Transformasi biokimia proses ini dapat digambarkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut :

CHON + O2 + Nutrien  Sel - Sel Baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4-2 + Panas + Produk Padatan

Pada prinsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air, amoniak, sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang berupa padatan dan dapat digunakan sebagai pupuk. Menurut Metcalf dan Eddy (2004) terdapat tiga jenis metode berdasarkan sistem pendekomposisian sampah organik, yaitu metode aerated static piled, windrow, dan in-vessel composting.

(17)

ii. Aerated Static Pile Composting, yakni udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.

iii. In-veseel Composting System, merupakan suatu sistem pendekomposisian sampah organik yang dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu dan konsentrasi oksigen.

iv. Vermicomposting, merupakan langkah pengembangan pendekomposisian sampah organik secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama atau dekomposer, inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal 4 (empat) marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, Perethima dan Peryonix.

Hingga saat ini banyak metode pendekomposisian sampah organik yang telah berkembang. Metode ini banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi perkembangannya. Namun demikian masing-masing metode tersebut merupakan manipulasi agar faktor-faktor yang mampu mempercepat laju dekomposisi dapat tercapai. Idealnya, teknologi yang mampu meningkatkan laju dekomposisi sampah yang cepat merupakan teknologi yang dianggap lebih baik untuk digunakan sebagai alternatif pengelolaan sampah organik. Tetapi pemilihan teknologi dan modifikasinya akan lebih banyak tergantung kepada jenis sampah yang akan diolah dan ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya.

Rasio C/N sebagai Parameter Laju Dekomposisi

Menurut Kusuma (2012), pokok dari proses pengomposan adalah menurunkan perbandingan C/N bahan organik sehingga menjadi mirip atau mendekati perbandingan C/N tanah. Perbandingan C/N pada tanah berkisar antara 10-12 (Setyorini 2006). Bila kompos mempunyai perbandingan C/N yang mirip atau mendekati tanah, maka kompos tersebut dapat langsung digunakan tanaman untuk memenuhi proses pertumbuhannya. Rasio C/N merupakan parameter yang banyak berkorelasi dengan karakteristik kimia material selama proses pengomposan. Sehingga parameter rasio C/N adalah parameter utama yang dapat menggambarkan kematangan dan stabilitas kompos. Rasio C/N menggambarkan mikroorganisme dalam kompos mengoksidasi karbon sebagai sumber energi, dan memakan nitrogen untuk sintesis protein (Bernal et al. 1998).

(18)

6

keadaan seperti ini sebagian dari nitrogen akan berubah menjadi gas amoniak yang menyebabkan bau dan keadaan ini merugikan, karena menyebabkan nitrogen yang diperlukan akan hilang (Kardin 2010)

British Columbia Ministry of Agriculture and Food dalam Kusuma (2013) menyebutkan bahwa proporsi C/N bahan baku kompos berdasarkan perkiraan harus 30 bagian untuk karbon terhadap satu bagian untuk nitrogen berdasarkan berat C/N dalam rentang dari 25/1 ke 40/1 menghasilkan proses yang efisien. Serutan kayu, serbuk gergaji dan jerami adalah sumber karbon yang baik, sumber karbon lainnya adalah limbah perkotaan dan parutan kertas atau karton, sumber-sumber tersebut mudah ditemukan di sekitar masyarakat. Sedangkan pupuk kandang adalah sumber nitrogen. Pendapat lain menurut Bernal et al. (2009), rasio C/N pada awal proses pengomposan sebesar 40-44 masih menghasilkan proses efisien yang dapat mereduksi C/N mencapai 54%. Reduksi tersebut disebabkan oleh dekomposisi karbon dan nitrogen.

Karbon merupakan sumber energi dekomposisi mikroba. Dekomposisi karbon yang terjadi adalah dekomposisi karbon organik yang larut dalam air dan terjadi pada kondisi kadar air yang cukup (Sparling et al. 1998). Nitrogen digunakan mikroba sebagai nutrisi untuk mensintesis material sel, asam amino, dan protein. Sintesis tersebut membutuhkan lingkungan yang berkadar air tertentu untuk mentransportasikan nutrisi dan sebagai media untuk reaksi kimia (Dougherty dalam Kusuma 2012).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yaitu bulan Maret-Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di tiga tempat, yakni lahan University Farm IPB kebun Cikarawang, Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi IPB dan laboratorium Limbah Padat Bahan Berbahaya Beracun Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Diagram alir penelitian dapat dilihat di Gambar 1.

Bahan

Bahan yang digunakan selama melakukan penelitian ini antara lain sampah organik yang terdiri dari sisa makanan dan limbah pertanian, bakteri LB10, sampah yang sudah dikeringkan pada pengujian kadar air, bakteri x, aquades, susu skim, agar bacto, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), pati, wrapping plastic, kapas, karet, plastik tahan panas, dan kertas bekas.

(19)

Alat

Alat yang digunakan selama melakukan penelitian ini terdiri dari seperangkat mesin kompos, jerigen, sarung tangan, garpu/garuk sampah, timbangan analitik [OHAUS; Aventuror Pro], cawan petri [Ø=80 mm], desikator, oven [Memmert Beschickung – Loading Modell 100 – 800], buret mikro 25 ml, labu ukur, labu erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, gelas piala, mortar [Haldenwanger 5.5’-6’], tabung kjeldahl [J.P. Selecta], bloc digest 6 [J.P. Selecta], vortex autoclav, fume extraction [J.P. Selecta], destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta], tabung Reaksi, danpautoclave.

Gambar 1 Bagan alir penelitian

Selesai Data

Pengolahan dan analisis data

Menganalisis korelasi antara jumlah bakteri dengan laju

dekomposisi C dan N

Menganalisis proses pengelolaan sampah organik yang terbaik

berdasarkan rasio C/N akhir

Simpulan dan Saran Mulai

Studi Literatur

Perumusan Masalah

Pengambilan Data

Mengukur nilai C dan N secara berkala pada masing-masing

perlakuan Menghitung jumlah bakteri

pendegradasi C dan N

Memulai proses pengelolaan sampah

organik dengan beberapa perlakuan Pembiakan Bakteri

(20)

8

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan kompilasi data dari hasil pengukuran di laboratorium dan studi literatur. Data dari hasil pengukuran di Laboratorium berupa jumlah bakteri pendegradasi selulosa dan pati serta jumlah bakteri pendegradasi protein, nilai C dan N serta rasio C/N secara berkala dari minggu pertama sampai pada minggu ke 12. Sebelum dilakukan pengukuran C dan N juga dilakukan pengukuran kadar air. Studi literatur digunakan untuk merancang suatu bangunan untuk pengelolaan sampah organik dalam cakupan wilayah tertentu sebagai pendukung rancangan proses pengelolaan sampah organik yang didapat dari penelitian sebelumnya di laboratorium.

Pembiakan Bakteri

Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri LB10 yang dijual di pasaran (Gambar 2.A). Bakteri murni LB10 kemudian dibiakkan dengan cara pemberian beberapa bahan tambahan meliputi air kelapa, gula merah (Gambar 2.B), mengkudu (Gambar 2.C), dan air sumur. Sebanyak 10 ml bakteri LB10 ditambah dengan gula merah 500 gram dan air kelapa 0.5 liter dan air sumur sampai memenuhi jerigen dengan kapasitas 5 liter. Campuran bahan tersebut kemudian dihomogenkan dan difermentasi secara anaerob di dalam jerigen (Gambar 3) selama 2 minggu dan selanjutnya digunakan untuk proses pengolahan sampah organik dengan komposisi 10% penambahan bakteri biakan.

Gambar 2 Bahan baku pembiakan bakteri

(21)

Pengaplikasian Biakan Bakteri pada Sampah Organik

Bakteri hasil biakan yang berumur 2 minggu kemudian dicampur dengan sampah organik yang akan diolah. Perbedaan perlakuan yaitu pada waktu penambahan bakteri biakan. Sampah organik yang tidak diberi perlakuan disebut dengan bahan kompos. Sebanyak 10% biakan bakteri dimasukkan ke dalam jerigen tertutup berkapasitas 10 liter (Gambar 4), 75% berisi sampah organik dan 15% diisi dengan air sumur. Kode POC2 diberikan pada sampah yang diberi penambahan bakteri pada minggu ke-2. Kode POC6 diberikan pada sampah yang diberi penambahan bakteri pada minggu ke-6. Kode POC8 diberikan pada sampah yang diberi penambahan bakteri pada minggu ke-8. Perlakuan terakhir yaitu penambahan bakteri pada minggu ke-10 dengan kode POC10.

Gambar 4 Perlakuan olahan sampah pada jerigen tertutup

Penghitungan Jumlah Bakteri

(22)

10

1 ml untuk dimasukkan ke pengenceran selanjutnya. Contoh uji dituang pada masing-masing media dan disebar bakteri menggunakan batang sebar, kemudian ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi terbalik. Media yang telah diisi contoh uji kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2 sampai 3 hari. Bakteri yang tumbuh dihitung secara manual. Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba adalah sebagai berikut :

(Lukman et al. 2009)

Gambar 5 Tabung untuk pengenceran Pengukuran kadar air

Pengujian di laboratorium diawali dengan analisis kadar air. Kadar air dari sampah organik yang didekomposisikan merupakan salah satu sifat fisis sampah organik tersebut. Kadar air menunjukkan kandungan air yang ada dalam sampah organik. Dalam pengukuran kadar air sampah organik, metode yang biasa dilakukan adalah metode pengukuran berat basah dan berat kering. Metode pengukuran berat basah menyatakan kandungan air sampah sebagai persentase berat basah material, sedangkan metode pengukuran berat kering menyatakan kandungan air sampah organik sebagai persentase berat kering material. Langkah pertama yang dilakukan pada pengukuran kadar air di laboratorium yaitu persiapan alat yang mencakup cawan petri yang dikeringkan di oven pada temperatur 105 °C selama ± 10 menit, desikator, oven, dan pinset. Contoh uji dibuat duplo dan ditimbang ± 10 gram diatas cawan yang sudah ditimbang lebih dulu (Gambar 6.A). Pengeringan dilakukan dalam oven pada temperatur 105 °C selama ± 4 jam. Setelah dikeringkan di oven, ketiga contoh uji didinginkan di desikator selama 15 menit. Bobot contoh uji ditimbang pada neraca analitik (Gambar 6.B). Pengukuran kadar air belum selesai dilakukan jika bobot contoh uji belum tetap. Bobot yang belum tetap menunjukkan masih ada air yang akan menguap. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Keterangan :

a : berat cawan kosong (g)

(23)

Gambar 6 Contoh uji pada cawan petri (A), bobot contoh uji ditimbang pada neraca analitik (B)

Rasio C/N

Proses pengukuran rasio C/N terbagi menjadi dua metode, yakni prosedur pengukuran nilai karbon menggunakan Walkley-Black Method dan prosedur pengukuran nilai nitrogen menggunakan Metode Nitrogen Kjeldahl (Direct Method) JP Selecta.

Menentukan nilai Karbon (C) dengan metode Walkley-Black Method

Proses penentuan nilai karbon (C) dimulai dari tahap pembuatan larutan. Larutan yang dibuat terdiri dari larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) dan larutan Defimilamine. Tahap selanjutnya contoh uji ditimbang sebanyak ±0.02 gram dan dimasukan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Blanko dibuat sebagai pembanding hasil reaksi (Gambar 7.A). Sebanyak 10 ml larutan dikromat 1 N dan 20 ml H2SO4 pekat dimasukan ke dalam gelas erlenmeyer sambil digoyang-goyang dengan tangan selama 1 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit. Air destilasi sebanyak 200 ml ditambahkan pada masing-masing erlenmyer dan 5 ml asam fosfat pekat serta 1 ml larutan difenilamine. Contoh uji dan blanko dititrasi dengan larutan FeSO4 sehinga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah bata (Gambar 7.B). Perhitungan nilai karbon digunakan persamaan :

(24)

12

Metode Pengukuran Nilai Nitrogen

Penentuan Nitrogen Kjeldahl (Direct Method) JP Selecta. Metode ini terdiri dari mineralisasi contoh uji dengan H2SO4 terkosentrasi (Destruksi) dan proses alkalinisasi dengan NaOH. Nitrogen yang didapatkan adalah lewat proses distilasi dan pengikatan oleh asam boric. Jumlah nitrogen yang terdapat dalam contoh uji dapat dihitung dengan proses titrasi menggunakan HCL yang tepat.

Proses preparasi contoh uji adalah tahap pertama dalam penentuan nilai nitrogen. Bahan ditimbang dengan contoh uji sebanyak 1 sampai 2 gram (pada contoh uji yang kandungan nitrogennya kecil seperti air limbah, sebaiknya ditimbang lebih banyak). Contoh uji kemudian digiling dan diaduk sehingga menjadi homogen atau tercampur, kemudian contoh uji ditaruh ke dalam contoh uji tube glass.

Tahap kedua yaitu proses digestion/destruksi. Tube yang telah berisi contoh uji diletakan ke dalam rak set digestion tube. Unit water circulation vacuum pump dan Tempertature controller RAT – 2 kemudian dinyalakan. Katalis kjeldahl ditambahkan ke dalam masing-masing uji contoh, 15 sampai 25 ml H2SO4 96% dan beberapa butir batu didih. Kemudian set digestion tube dipindahkan ke dalam Block-Digest dan ditutup dengan tutup fume extraction. Pada Temp. Controller RAT – 2 dipilih program yang akan dijalankan, sesuai dengan panduan SOP, kemudian tombol START (R/S) ditekan. Pada akhir proses digestion/destruksi, hasil larutan akan berwarna hijau atau biru jernih atau kuning (bergantung jenis contoh uji dan katalis yang dipakai). Haruslah tidak terdapat sisa yang berwarna hitam menempel pada dinding tube. Gambar perlatan destruksi disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peralatan untuk proses destruksi nitrogen

Tahap ketiga adalah proses pelarutan dan pendinginan. Contoh uji dari Digestion Block dikeluarkan dan ditaruh di rak (beserta tutup fume exhaust) kemudian dibiarkan hingga dingin sampai dengan temperatur ruangan (selama kurang lebih 15-20 menit). Tutup fume exhaust dipindahkan ke rak tempatnya dan Water Circulator Vac. Pump dimatikan dan dibiarkan sampai dingin. Secara perlahan 25 sampai 50 ml aquadest ditambahkan ke masing-masing tube, sambil digoyang perlahan (agar tidak terjadi endapan). Kembali dibiarkan dingin sampai benar-benar pada suhu ruangan.

(25)

dalam unit distilasi (Jika diperlukan sebelumnya ditambahkan indikator titrasi ke dalam erlenmeyer). Sebanyak 40 sampai 50 ml Asam Boric dan 50 sampai 70 ml NaOH ditambahkan kedalam tube. Contoh uji kemudian didistilasi selama 5 sampai 10 menit sampai terkumpul 250 ml larutan pada erlenmeyer (200 ml distilat + 50 ml Asam Boric). Setelah proses distilasi contoh uji selesai, dilanjutkan dengan membuat blank test, yaitu dengan mendistilasi memakai 5 ml aquadest sebagai contoh uji. Pada proses alkalisasi (penambahan NaOH) contoh uji akan berubah warna menjadi biru, bila tidak tambahkan lagi NaOH. Gambar perlatan destruksi disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Destilator Pro-Nitro S [J.P. Selecta]

Tahap akhir yaitu proses titrasi. Titrasi contoh uji yang dihasilkan pada erlenmeyer dengan HCL 0.25 N sampai warna berubah keunguan (pada end point pH 4.65).

Perhitungan rancangan unit pengelolaan sampah

Unit pengelolaan sampah yang dirancang adalah bangunan sederhana yang dapat menampung timbulan sampah organik rumah tangga dan sampah pertanian khususnya jerami padi dalam skala pengembangan 1 RT = 100 jiwa dengan asumsi jumlah KK 25 dan masing-masing KK terdiri dari 4 jiwa. Menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, bila data pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan nilai timbulan sampah sebagai berikut : satuan timbulan sampah kota besar adalah 2 sampai 2.5 (liter/orang)/hari, atau 0.4 sampai 0.5 (kg/orang)/hari dan satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1.5 sampai 2 (liter/orang)/hari, atau 0.3 sampai 0.4 (kg/orang)/hari.

(26)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah bakteri pendegradasi C dan N

Organisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Adanya aktivitas organisme perombak bahan organik seperti mikroba dapat mendukung keberlangsungan proses siklus hara. Belakangan ini, mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengandung lignin dan selulosa, selain untuk meningkatkan biomassa dan aktivitas mikroba tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume bahan buangan, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah yang merupakan kebutuhan pokok untuk meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah (Saraswati et al. 2010).

Penelitian kali ini menggunakan bakteri dari produk pasaran LB10 yang dibiakkan dengan beberapa campuran bahan seperti air kelapa, mengkudu, dan gula merah. Hasil biakan dari bakteri LB10 ini kemudian digunakan dalam proses pengelolaan sampah organik dengan harapan mikroorganisme yang ada dapat berguna sebagai perombak bahan organik dan dapat mempercepat proses dekomposisi sampah organik. Jenis bakteri tidak menjadi pokok bahasan pada penelitian kali ini, sehingga data yang digunakan yaitu jumlah mikroba (Tabel 2).

Jumlah mikroba yang dihitung dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu bakteri pendegradasi pati dan selulosa yang merupakan kandungan dari karbon dan jumlah bakteri pendegradasi protein yang merupakan kandungan dari nitrogen, sehingga dari jumlah masing-masing bakteri akan tampak pengaruhnya pada laju degradasi karbon dan nitrogen pada sub bab berikutnya. Menurut Endah et al. (2007), senyawa karbon bersumber dari gula sederhana yaitu pati dan selulosa, sehingga jumlah bakteri yang dihitung meliputi jumlah bakteri pendegradasi pati dan selulosa. Bakteri selulolitik adalah bakteri yang tepat untuk mendegradasi selulosa. Pemakaian bakteri selulolitik memiliki banyak keuntungan antara lain yaitu hemat biaya, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, mudah ditemukan. Bakteri selulolitik biasanya hidup dalam saluran pencernaan. Hasil isolasi dari saluran pencernaan kumbang tinja (Dung beetles) pada penelitian Wiparnaningrum (2010) mendapatkan bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas, Pseudomonas, dan Cellvibrio.

Penghitungan jumlah mikroba diklasifikasikan berdasarkan kelompok pendegradasi pati, selulosa, protein karena bahan baku yang digunakan pada pengolahan sampah ini adalah campuran dari jerami padi dan sisa bahan makanan. Menurut Legowo (2004), pada umumnya bahan makanan tersusun oleh tiga komponen, yaitu protein, karbohidrat, dan lemak serta turunannya. Campuran bahan baku yang merupakan bahan organik merupakan dasar penentuan klasifikasi 3 kelompok pendegradasi. Menurut Suryani (2007), bahan organik yang mudah terdekomposisi karena tersusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H termasuk di dalamnya senyawa selulosa, pati, gula, dan protein.

(27)

bentuk nitrogen biologis yang terdapat dalam bahan organik adalah protein, penyusun dinding sel mikroba (Sutanto dalam Ekawati 2005). Hal ini yang mendasari klasifikasi kelompok pendegradasi menjadi 3 kelompok, yaitu pendegradasi selulosa, pati, dan protein karena hasil akhir yang akan dianalisis berkaitan dengan nilai C dan N.

Tabel 2 Jumlah bakteri pada setiap perlakuan

Bakteri Pendegradasi Pati

Murni LB10 8.1 x 102 cfu/ml

Biakan LB10 1.1 x 105 cfu/ml

Aplikasi LB10 umur 2 Minggu 6.2 x 106 cfu/ml Bakteri Pendegradasi Protein

Murni LB10 6 x 102 cfu/ml

Biakan LB10 1.4 x 105 cfu/ml

Aplikasi LB10 umur 2 Minggu 1.6 x 108 cfu/ml Bakteri Pendegradasi Selulosa dari produk pasaran tanpa campuran apapun. Bakteri tersebut dihitung jumlah bakterinya menurut jenis pendegradasinya dengan menggunakan metode Total Plate Count. Biakan LB10 merupakan bakteri dari hasil biakan bakteri murni yang telah diberi tambahan beberapa macam campuran seperti gula merah, air kelapa dan mengkudu. Aplikasi LB10 umur 2 minggu adalah bakteri biakan LB10 yang telah dicampurkan pada olahan sampah dan telah difermentasi bersama sampah organik yang telah diolah selama 2 minggu. Hasil perhitungan jumlah bakteri secara lengkap disajikan pada Lampiran 1.

Jumlah bakteri pada produk asli LB10, setelah dibiakkan, dan setelah proses aplikasi rata-rata mengalami peningkatan seperti pada Tabel 2. Jumlah bakteri setelah dibiakkan mengalami peningkatan daripada bakteri murni LB10 hal ini disebabkan karena penambahan beberapa bahan baku seperti air kelapa, dan gula merah. Air kelapa mengandung gula yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Glukosa dan fruktosa yang terkandung di dalam air kelapa merupakan gula sederhana (monosakarida) sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh bakteri (Fardiaz et al. 1996). Gula merah merupakan sumber karbohidrat untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan. Selain itu, gula merah merupakan sumber energi dan sumber makanan berbagai bentuk mikroba yang dapat menciptakan kesuburan tanah alami yang lebih besar (Dewi 2013). Penggunaan buah mengkudu pada bahan pembiakan bakteri bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak diinginkan, sehingga bakteri yang dapat mendegradasi C dan N dapat tumbuh sempurna, selain itu pada aplikasinya sebagai pupuk organik cair mengkudu dapat berperan sebagai insektisida alami. Menurut Hasnah dan Nasril (2005), salah satu tanaman yang bersifat sebagai insektisida nabati adalah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

(28)

16

Selisih jumlah bakteri yang diperoleh pada bakteri murni, biakan, dan aplikasi umur 2 minggu untuk bakteri pendegradasi protein memiliki nilai yang berebeda. Selisih jumlah bakteri murni dan biakan adalah sebesar 1.09 x105, sedangkan selisih bakteri biakan dan aplikasi umur 2 minggu adalah sebesar 1.26x109. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi aktivitas pendegradasian protein yang lebih cepat pada aplikasi umur 2 minggu. Selisih jumlah bakteri untuk pendegradasi pati dan selulosa pada bakteri murni dan biakan yaitu berturut-turut sebesar 1.09 x105 dan 3.9x105. Pada bakteri pendegradasi pati dan selulosa juga didapatkan selisih terbesar yaitu antara bakteri biakan dan aplikasi umur 2 minggu yaitu berturut-turut sebesar 6.09x106 dan 3.9x105. Jumlah bakteri tertinggi didapat pada aplikasi bakteri umur 2 minggu menunjukkan bahwa bakteri yang telah diaplikasikan pada sampah organik melakukan kegiatan pendegradasian protein, pati, dan selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya proses degradasi protein, pati, dan selulosa merupakan indikasi terjadi proses degradasi C dan N sehingga selanjutnya dapat dihitung nilai rasio C/N.

Kadar air dan pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme

Gambar 10 Grafik nilai kadar air pada setiap perlakuan

Nilai kadar air awal bahan sebesar 52.54%. Persentasi nilai kadar air awal bahan ditentukan oleh bahan yang digunakan sebagai campuran. Bahan campuran jerami padi dan sampah dapur campur mendapatkan nilai kadar air terukur sebesar 52.54%. Nilai ini masih dalam kisaran nilai kadar air ideal (CPIS dalam Elia 2004). Dekomposisi bahan organik oleh mikroba terjadi pada selaput air (water film) yang melapisi partikel bahan organik dan sekaligus merupakan habitat dari jasad renik tersebut. Reaksi dekomposisi ini membutuhkan (O2) dan air (H2O). Meningkatnya poulasi mikroba dalam selaput air akan mempercepat proses pengomposan (Elia 2004).

Pengaruh kadar air terhadap aktivitas mikroorganisme dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Mikroorganisme membutuhkan air dalam kehidupan dan pertumbuhannya. Proses pengomposan berjalan baik pada kadar air awal bahan sekitar 50-60%, karena pengaruh peningkatan suhu maka kadar air

(29)

akan meningkat lagi. Hal tersebut disebabkan karena aktivitas mikroorganisme. Apabila kadar air meningkat menjadi 80% (20-25 hari) proses menjadi anaerobik (EPA 1989). Pengolahan sampah pada penelitian ini dibuat dalam kondisi anaerobik sehingga kadar air akhir pada setiap perlakuan lebih besar dari 70%. Perhitungan kadar air secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Laju dekomposisi C

Karbon merupakan bagian penting dari material organik, sehingga karbon merupakan parameter yang penting dalam proses dekomposisi kompos (Tchobanoglous et al. dalam Kusuma 2012). Selain itu, karbon merupakan salah satu parameter penentu kematangan kompos karena ketersediaan kadar karbon dibutuhkan untuk proses dekomposisi (Mehl 2008). Pada penelitian kali ini sampah organik yang didekomposisikan memiliki nilai %C awal sebesar 27.39. Pemberian bakteri yang dilakukan pada minggu ke-2, 6, 8, dan 10 menghasilkan laju dekomposisi yang berbeda (Gambar 11).

Gambar 11 Grafik laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan Untuk mengetahui laju dekomposisi karbon pada sampah organik yang diolah, maka dapat dibuat persamaan. Persamaan yang paling memungkinkan adalah persamaan logaritma. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Kusuma (2013). Keputusan tersebut diambil berdasarkan nilai R2 rata-rata tertinggi dari keseluruhan perlakuan. Laju dekomposisi karbon pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Sampah organik yang tidak diberikan perlakuan atau pun yang diberikan penambahan bakteri pada minggu ke-2, 6, 8 dan 10 tetap mengalami dekomposisi. Namun, laju dekomposisi sampah organik yang tidak diberi perlakuan memiliki nilai paling kecil yaitu 0.236%/hari. Laju dekomposisi yang paling tinggi yaitu pada pemberian bakteri pada minggu ke-8 (POC8) yaitu sebesar 0.283%/hari (Tabel 3). Laju dekomposisi C pada perlakuan yang diberi penambahan mikroba lebih besar karena mikroba mengambil energi untuk kegiatannya, dari kalori yang dihasilkan dalam reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati terutama bahan

0 5 10 15 20 25 30

0 2 4 6 8 10 12 14

%

Kar

b

o

n

Minggu Ke-

Bahan Kompos

POC 2

POC 6

POC 8

(30)

18

zat karbohidrat, terus menerus sehingga kandungan zat karbon sampah turun makin rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan H2O yang menguap. Nitrogen digunakan oleh mikroorgansme untuk mensintesis protein (Bernal et al. 1998). Nilai akhir dari %C yang memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah yaitu minimal 6% hanya perlakuan POC10, yaitu perlakuan dengan pemberian bakteri pada minggu ke 10 yaitu sebesar 6.413% dan pada sampah organik yang tidak diberikan perlakuan sebesar 7.372%.

Tabel 3 Laju Dekomposisi Karbon Setiap perlakuan Laju Dekomposisi Karbon Setiap Perlakuan Perlakuan Persamaan Laju

Hasil perhitungan nilai karbon secara keseluran pada setiap perlakuan (Lampiran3-7) menunjukkan perbedaan laju dekomposisi yang berbeda pada minggu awal sampai dengan minggu ke-4 dan pada minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-12. Pada awal pengomposan grafik pada Gambar 2 menunjukkan laju dekomposisi yang sangat signifikan pada minggu 0 sampai dengan minggu ke-4, sedangkan pada minggu selanjutnya sampai dengan minggu ke-12 tidak terjadi perubahan yang signifikan, sehingga laju dekomposisi dapat dibuat dengan 2 periode. Periode minggu ke-0 sampai minggu ke-4 disajikan pada Tabel 4 dan periode minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-12 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Laju dekomposisi karbon setiap perlakuan untuk minggu ke-0 sampai

(31)

memiliki kadar air yang ideal, aerasi yang dilakukan dengan membolak-balikkan kompos dapat mengurangi CO2 dan menambah O2 sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba. Pada periode minggu ke-0 sampai dengan minggu ke-4 POC2 memiliki laju dekomposisi tertinggi yaitu sebesar 0.233 %/hari karena perlakuan POC2 diberikan penambahan biakan bakteri pada minggu ke-2, sedangkan perlakuan yang lain masih memiliki nilai dekomposisi yang sama karena masih dalam satu bahan baku dan tidak diberi perlakuan apa pun sampai dengan minggu ke-4.

Laju dekomposisi pada minggu ke-4 sampai dengan minggu ke-12 menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan, akan tetapi tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan. Hal ini dikarenakan aktivitas mikroba pada periode ini sudah mulai berkurang karena bahan organik yang mudah dirombak mulai habis. Pada Tabel 5 nilai akhir dari %C yang memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah yaitu minimal 6% hanya perlakuan POC10, yaitu perlakuan dengan pemberian bakteri pada minggu ke 10 yaitu sebesar 6.413% dan pada sampah organik yang tidak diberikan perlakuan sebesar 7.372%.

(32)

20

Pada penelitian ini kadar nitrogen awal sama untuk keseluruhan karena perlakuan baru dimulai pada minggu ke-2. Kadar nitrogen awal yaitu sebesar 0.94%. Kadar nitrogen mengalami penurunan selama proses pengomposan berlangsung. Grafik penurunan kadar nitrogen dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar nitrogen menurun karena nitrogen digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesis material sel, asam amino, dan protein (Bernal et al. 1998).

Gambar 12 Grafik laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan Laju dekomposisi nitrogen yang diperoleh pada penelitian kali ini berada pada rentang 0.004%/hari sampai 0.008%/hari. Laju dekomposisi tertinggi diperoleh pada perlakuan POC8 yaitu pemberian bakteri pada minggu ke-8 dengan laju dekomposisi sebesar 0.008%. Namun perlakuan POC8 ini menghasilkan kadar N akhir sebesar 0.2%. Nilai ini terlalu kecil dan tidak memenuhi standar minimal nitrogen menurut SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik yaitu sebesar 0.4%. Laju dekomposisi nitrogen pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 6.

(33)

Perbandingan Rasio C/N

Rasio C/N menggambarkan mikroorganisme dalam kompos mengoksidasi karbon sebagai energi dan memakan nitrogen untuk sintesis protein (Bernal et al. 1998). Menurut Judoamidjojo et al. dalam Ayuningtyas (2009), aktivitas mikroorganisme dipertinggi dengan adanya nutrien yang cocok. Bahan yang paling penting dalam penyediaan nutrisi adalah karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai zat pembentuk protoplasma.

Pada penelitian kali ini rasio C/N bahan baku sampah organik yang diolah menjadi kompos yaitu sebesar 29.155. Perbandingan C dan N ini masih dalam rentang nisbah C/N optimum pengomposan. Nisbah optimum perbandingan C dan N yang efektif untuk pengomposan yaitu 25-35 (Judoamidjojo et al. dalam Ayuningtyas 2009).

Gambar 13 Laju dekomposisi rasio C/N

Pada Gambar 13, rasio C/N pada setiap perlakuan mengalami penurunan dengan laju dekomposisi yang berbeda. Perlakuan POC2 atau pemberian bakteri pada minggu ke-2 memiliki nilai rasio C/N akhir paling rendah yaitu 10.851 dan laju dekomposisi tercepat yaitu 0.215%/hari. Penurunan rasio C/N secara umum, disebabkan berkurangnya kandungan karbon organik (C-organik) karena terdekomposisi menjadi CO2, uap air, dan panas. Kadar nitrogen (N), juga mengalami penurunan akibat penguraian bahan organik karena penguapan senyawa N yang dihasilkan dalam bentuk gas. Namun, pengurangan senyawa N tidak banyak. Hal ini dikarenakan unsur N diikat oleh senyawa air untuk membentuk ion amonium (NH4+), nitrat (NO3-), dan nitrit (NO2), sehingga dapat diserap oleh tanaman. Ion-ion tersebut berasal dari penguraian senyawa protein (Indrasti et al. 2005)

(34)

22

(2010), pada saat perbandingan C dan N mencapai angka 15-25 berstatus kompos setengah matang, dan jika mencapai 10-15 sudah berstatus kompos matang. Rasio C dan N akhir pada setiap perlakuan memenuhi kriteria untuk bisa disebut kompos matang.

Tabel 7 Laju dekomposisi rasio C/N setiap perlakuan Perlakuan Persamaan Laju Rancangan unit pengelolaan sampah organik

Proses pengolahan sampah organik dengan beberapa perlakuan sehingga menghasilkan pupuk organik cair yang memiliki rasio C/N sesuai dengan rasio C/N tanah adalah POC 2, yaitu pemberian bakteri pada minggu ke-2. Pembuatan rancangan didasarkan pada perlakuan yang akan diberikan yaitu POC2. POC2 memiliki laju dekomposisi tertinggi yaitu sebesar 0.214%/hari. Nilai rasio C/N awal sebesar 29.155 dan selama 85 hari menghasilkan rasio C/N akhir sebesar 10.851. Nilai N pada akhir pemrosesan dengan perlakuan POC2 yaitu sebesar 0.408 nilai ini masih memenuhi standar minimal nitrogen menurut SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik yaitu sebesar 0.4%. Rancangan yang dibuat untuk dapat menunjang proses pengelolaan sampah organik dengan perlakuan POC2 namun tidak selama 85 hari, tetapi dibuat selama 28 hari. Hal ini karena perlakuan POC2 selama 85 hari menghasilkan nilai akhir C di bawah batas minimum. Nilai C akhir menurut peraturan pemerintah no 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah yaitu minimal sebesar 6%, sehingga rancangan unit pengelolaan sampah akan dibuat untuk menunjang proses pengolahan sampah organik dengan perlakuan POC2 selama 28 hari dengan penambahan bakteri menjadi 20% sehingga diharapkan dengan penambahan bakteri menjadi 2 kali lipat, maka laju dekomposisi rasio C/N dapat menjadi 0.43%/hari. Asumsi bahwa jika nilai rasio C/N awal adalah sama seperti pada peneilitan ini yaitu 29.155 dengan laju dekomposisi 0.43%/hari maka pada 28 hari akan menyebabkan penurunan rasio C/N sebesar 12.04 sehingga akan diperoleh nilai akhir rasio C/N sebesar 17.115. Nilai ini masih memenuhi standar rasio C/N menurut SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik yaitu sebesar 10 sampai 20.

(35)

diberikan pada minggu ke-2. Rancangan unit yang dibuat harus dapat menampung sampah organik dari masyarakat serta limbah pertanian jerami padi selama 14 hari. Berikut perhitungan timbulan sampah untuk wilayah pengembangan 1 RT dengan asumsi 1 RT terdiri dari 25 KK dan 100 jiwa.

Perhitungan timbulan sampah yaitu dengan mengalikan timbulan sampah, jumlah jiwa dan waktu penampungan sampah. Perhitungan pada rancangan ini yaitu 2 liter/orang/hari dikali 100 jiwa dikali 14 hari sehingga didapatkan hasil 2800 liter per 14 hari. Jumlah sampah organik rata-rata 60 sampai 70% dari timbulan sampah (Satori et al. 2010)

Rancangan yang akan dibuat harus cukup untuk menampung sampah organik rumah tangga 70% dikalikan 2800 liter per 14 hari sehingga didapatkan hasil 1960 liter per 14 hari, dan sampah pertanian jerami padi 1960 liter per 14 hari. Jadi jumlah total sampah yang akan diolah sebanyak 1960 ditambah 1960 adalah sebesar 3920 liter per 14 hari

Rancangan unit dibuat berbentuk kotak dengan volume maksimal dibuat melebihi kapasitas yang seharusnya ditampung, dipilih rancangan unit dengan volume maksimal 4500 liter atau sama dengan 4,5 m3 (Gambar 14). Dimensi dibuat dengan tinggi 0.75 m , panjang 3 m dan lebar 2 m, sehingga dapat menampung timbulan sampah sebanyak 4.5 m3.

Gambar 14 Rancangan unit pengelolaan sampah organik

(36)

24

cair yang kemudian dapat diambil manfaatnya setelah 2 minggu sejak pemberian bakteri dilakukan. Pada ujung pipa diberi saringan dengan tujuan untuk menyaring sisa-sisa sampah yang tidak terdekomposisi sempurna, sehingga yang dikeluarkan melalui pipa adalah pupuk organik cair tanpa ada sisa dari sampah organik yang belum terdekomposisi sempurna. Dimensi pipa yang dipilih adalah ukuran 5 inchi atau 12.7 m. Ukuran ini diambil dari ukuran pipa yang biasa digunakan sebagai buangan air dan tersedia di pasaran.

Pada awal pemrosesan, timbulan sampah organik selama 14 hari dimasukkan dalam unit pengelolaan sampah yang berbentuk kotak, limbah pertanian juga ditambahkan ke dalamnya sehingga pada hari ke-14 bakteri biakan dari LB10 dapat diberikan. Sampah yang telah ditambahkan bakteri ke dalamnya kemudian di fermentasi dalam keadaan anaerob selama 14 hari sampai mencapai nilai rasio C/N yang diinginkan, sehingga pupuk organik cair yang dihasilkan dapat dimanfaatkan langsung pada tanaman. Untuk menampung timbulan sampah 14 hari berikutnya dibuat rancangan open windrow composting yang dapat menampung timbulan sampah organik dari 100 jiwa. Rancangan open windrow composting yang berupa gundukan disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Gundukan windrow tampak atas, potongan penampang, dan potongan memanjang

(37)

pengelolaan sampah organik dengan mikroba ini dilakukan berulang. Skema alur proses pengolahan sampah disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Skema proses pengolahan sampah dengan minggunakan mikroba Pupuk organik cair yang dihasilkan dari proses pengelolaan sampah organik dengan sistem ini dapat langsung dimanfaatkan pada tanaman, karena rasio C/N akhir telah memenuhi standar yang ditentukan sesuai SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Sisa sampah organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna setelah 28 hari, dapat dijadikan bahan campuran batako. Sisa sampah organik yang tidak terdekomposisi sempurna memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sekam padi, karena sampah yang diolah merupakan campuran jerami padi dan sampah organik. Berdasarkan hasil penelitian Yulianto (2005), pemanfaatan sekam padi dapat dilakukan untuk pembuatan bata beton dengan semen sebagai perekat dan pasir sebagai penguat. Sekam padi berfungsi sebagai agregat kasar, mempunyai berat jenis sebesar 0.75, sehingga apabila dijadikan beton maka berat jenis beton akan berkurang karena bobot agregat menjadi lebih ringan. Hal ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya untuk membuat batako dari sisa sampah organik yang tidak terdekomposisi, sehingga luaran dari proses pengelolaan sampah organik menggunakan mikroba ini bisa dimanfaatkan seluruhnya menjadi pupuk organik cair dan bahan baku pembuatan batako atau bata beton.

(38)

26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang didapat dari penelitian ini antara lain :

1. Kinerja dekomposisi dari bakteri pendegradasi pati, protein, dan selulosa memiliki perbedaan laju dekomposisi yang dapat dilihat dari selisih jumlah bakterinya. Selisih terbesar didapat pada bakteri yang telah diaplikasikan pada sampah organik. Laju dekomposisi C/N terbesar yang terukur yaitu pada perlakuan POC2 sebesar 0.215 %/hari.

2. Proses pengolahan sampah yang terbaik yaitu dipilih POC2 yaitu pemberian bakteri dimulai pada minggu ke-2, dengan modifikasi mempercepat waktu pengolahan menjadi 28 hari, laju dekomposisi menjadi 0.43%/hari dan nilai minimal C dan N masih dapat dipenuhi serta rasio C/N akhir sesuai SNI 19-7030-2004 dapat dicapai.

3. Rancangan yang dibuat berbentuk dengan tinggi 0.75 m, panjang 3 m dan lebar 2 m sehingga dapat menampung timbulan sampah sebanyak 4.5 m3 dalam kurun waktu 14 hari. Bagian dasar unit dibuat miring menuju satu titik yang diberi pipa sebagai tempat mengalirnya pupuk organik cair yang dihasilkan dari proses pengolahan sampahnya. Sebagai pelengkap dibuat rancangan model gundukan windrow untuk menampung sampah 14 hari berikutnya selama unit masih diberi penambahan bakteri. Sisa sampah organik yang tidak dapat terurai bisa dijadikan campuran untuk bahan pembuatan batako. Begitu proses pengelolaan sampah organik berulang setiap 28 hari.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya antara lain:

1. Pengujian perlu dilakukan terhadap kualitas pupuk organik cair yang dihasilkan.

2. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan tentang pengolahan sisa sampah organik yang tidak terdekomposisi sempurna sebagai campuran bahan baku pembuatan batako.

3. Adanya perhitungan biaya operasional diperlukan untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah ini agar manfaat ekonomi bisa diperoleh semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

(39)

Bambang S, Ellianawati. 2010. Pengaruh waktu pengomposan terhadap rasio unsur C/N dan jumlah kadar air dalam kompos. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng dan DIY, Semarang 10 April 2010 hal 49-53 Bangun AP dan Sarwono B. 2005. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Agromedia

Pustaka. Tanggerang.

Benito M, Masaguer A, Moliner A, Arrigo N, Palma RM. 2003. Chemical and microbiological parameters for the characterisation of Stability and maturity of pruning waste compost. Bioresource Technology. 37:184-189. Bernal MP, Paredes C, Monedero MAS, Cegarra J. 1998. Maturity and stability

parameters of compost prepared with a wide range of organic wastes. Bioresource Technology. 63:91-99.

Christiana N. 2006. Uji aktivitas ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia Lin) sebagai biopestisida terhadap hama Bactrocera dorsalis [Skripsi]. Bandung (ID). Universitas Pendidikan Indonesia

Damanhuri dan Padmi. 2008. Diktat Kuliah Teknik Pengelolaan Sampah. Bandung (ID): Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.

Dewi S. 2013. Mikroba visi pertanian dan peternakan masa depan [Internet].

[Diunduh 2013 Sept 23]. Tersedia pada :

http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vie w=article&id=230&Itemid=150.

Ekawadi I. 2005. Mineralisasi nitrogen pada pengomposan jerami padi. Jurnal Agri Teknologi. 5:2

EPA. 1989. Municipal solid waste - reduce, reuse, and recycle [Internet].

[Diunduh 2013 Nov 23]. Tersedia pada :

http://www.epa.gov/epawaste/nonhaz/municipal/index.htm

Endah RD. 2007. Pengaruh kondisi fermentasi terhadap yield etanol pada pembuatan bioetanol dari pati.Gema Teknik. 2

Fardiaz S, Nuraeni ED, dan H. Kusumaningrum. 1996. Pemanfaatan air kelapa untuk produksi minuman sehat antidiare melalui proses fermentasi laktat. Teknik dan Industri Pangan. 7(2): 47-53

Febrian H. 2013. Profil Kecamatan Bogor Barat [Internet]. [Diunduh 2013 Okt 20]. Tersedia pada: http://profilwilayah.kotabogor.go.id/index.php/bogor-barat.

Hasnah dan Nasril. 2009. Efektivitas ekstrak buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Mortalitas Plutella xylostella L. pada tanaman Sawi. Fakultas Pertanian Unsyiah. Banda Aceh. J. Floratek 4: 29-40.

Hindom IDY. 2012. Evaluasi pengelolaan limbah padat domestik sebagi usaha memperbaiki sistem sanitasi lingkungan perdesaan [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Himanen M, Hanninen K. 2010. Composting of bio-waste, aerobic, and anaerobic sludges–effect of feedstock on the process and quality of compost. Bioresource Technology. 102:2842-2852.

(40)

28

Kardin D. 2010. Teknologi kompos [Internet]. [Diunduh 2013 Nov 17]. Tersedia pada:phttp://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/Teknologi_Kompos. docx.

Kusuma MA. 2012. Pengaruh variasi kadar air terhadap laju dekomposisi kompos sampah organik di kota Depok [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Legowo AM. 2004. Analisis pangan [Internet]. [Diunduh 2013 Nov 23]. Tersedia

pada : eprints.undip.ac.id/21246/1/1137-ki-fp-05.pdf.

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran hewan, IPB.

Mehl S. 2008. Pathogen destruction and aerobic decomposition in composting latrines : a study from rural Panama. [Internet]. Michigan Technological University. [Diunduh 2013 Sept 10]. Tersedia pada : www.cee.eng.usf.edu/2008mehl.pdf

Metcalf and Edy. 2004. Wastewater Engineering : Treatment and Reuse. 4th ed. Revised by Tchobanoglous G,Burton F, and Stensel HD. Metcalf & Eddy,Inc. McGraw-Hill. New York. USA.

Mylavarapu RS, Zinati GM. 2009. Improvement of soil properties using compost for optimum parsley production in sandy soils. Scientia Horticulturae. 1120 (3) : p.426-430 ISSN :0304-4238 DOI:10.1016/j.scienta.2008.11.038 Noor E, Rusli MS, Yani M, Halim A, Reza N. 2005. Pemanfaatan sludge limbah

kertas untuk pembuatan kompos dengan metode windrow dan cina. Jurnal Teknik Industri Pertanian. 15(2) : 67-71.

Nurhidayat SP. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk & Pestisida Organik. Jakarta : Penebar Swadaya.

Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nommor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta (ID): Sekretaris Negara.

Peraturan Menteri Pertanian nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair dan Padat.

Standar Nasional Indonesia (SNI) T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2897-1992 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan

Lokasi TPA.

Standar Nasional Indonwsia (SNI) 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik

Saraswati R, Santosa E, Yuniarti E. 2010. Organisme perombak bahan organik [Internet]. Jakarta (ID). Balai Penelitian Tanah. [Diunduh 2013 Sept 21]. Tersedia pada :www.balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/ pupuk/pupuk10.pdf

(41)

Suryani A. 2007. Perbaikan tanah media tanaman jeruk dengan berbagai bahan organik dalam bentuk kompos [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Wiparnaningrum LPM. 2010. Uji potensial bakteri selulolitik dari Kumbang Tinja (Dung beetles) sebagai Biotoilet [Skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.

Yenie E. 2008. Kelembaban bahan dan suhu kompos sebagai parameter yang mempengaruhi proses pengomposan pada unit pengomposan rumabi. Jurnal Sains dan Teknologi. 7 (2): 58-61.

Yogaswara G. 2013. Karakterisasi dan desain instalasi pengomposan sampah padat tradisional di pasar Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yulianto. 2005. Perilaku mekanik beton ringan sekam padi dengan kandungan semen portland [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada

LAMPIRAN

(42)

30

No Kode Sampel

Hasil rata-rata koloni/ml

10^(-1) 10^(-2) 10^(-3) 10^(-4) 10^(-5) 10^(-6)

Murni LB10

Koloni bergelombang TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD 16/12

(43)

Lampiran 2. Perhitungan nilai kadar air

(44)

32

Lampiran 3. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah tanpa perlakuan (Bahan Kompos)

Tanggal Minggu ke- Kadar Air Berat Sampel (g)

52.53681138 0.052 10 1 5.3 0.488998 26.98023845 0.1006 15 6 0.0251 0.275 0.949152899 28.42559769

52.53681138 0.0508 10 1 5.2 0.488998 27.79986109 0.1009 15 5.9 0.0251 0.275 0.929801043 29.89872007

53.35309372 0.0536 10 1 10 0.488998 17.7440981 0.1024 15 6.1 0.0251 0.275 0.932439313 19.02976188

53.35309372 0.0508 10 1 10 0.488998 18.72211925 0.1042 15 6.2 0.0251 0.275 0.932062937 20.08675436

72.9817 0.0516 10 1 10.3 0.510204 9.913068127 0.2523 15 16 0.0253 0.3 0.59550989 16.64635348

72.9817 0.0504 10 1 10.2 0.510204 10.2582236 0.2529 15 17 0.0253 0.3 0.631937632 16.23296838

67.3951 0.0512 10 1 12.1 0.5076 9.802853975 0.1003 15 5.6 0.0251 0.275 0.60827968 16.11570187

67.3951 0.0509 10 1 12.1 0.5076 9.86063111 0.1022 15 5.7 0.0251 0.275 0.60818188 16.21329316

63.74207819 0.0525 10 1 15.1 0.454545 8.64257009 0.1033 15 5.2 0.0251 0.275 0.607450059 14.22762244

63.74207819 0.0516 10 1 15 0.454545 8.920751905 0.1026 15 5 0.0251 0.275 0.586758132 15.20345679

65.97005489 0.0505 10 1 13.3 0.5076 8.735379632 0.1012 15 5.1 0.0251 0.275 0.570137768 15.32152425

65.97005489 0.0515 10 1 13.4 0.5076 8.431932135 0.1007 15 5.3 0.0251 0.275 0.596718636 14.13049908

71.1748003 0.0506 10 1 13.35 0.510204 7.248007759 0.1017 15 6 0.0251 0.25 0.572691812 12.65603525

71.1748003 0.0501 10 1 13.2 0.510204 7.496031402 0.1013 15 6.1 0.0251 0.25 0.584952367 12.81477232

14.71244595

Data Kadar Air Perhitungan C-Organik Rasio C/N

(45)

Lampiran 4. Data perhitungan C, N serta rasio C/N pada sampah perlakuan POC2

52.53681 0.052 10 1 5.3 0.489 26.9802 0.1006 15 6 0.025 0.275 0.949 28.4256

52.53681 0.0508 10 1 5.2 0.489 27.7999 0.1009 15 5.9 0.025 0.275 0.93 29.8987

53.35309 0.0536 10 1 10 0.489 17.7441 0.1024 15 6.1 0.025 0.275 0.932 19.0298

53.35309 0.0508 10 1 10 0.489 18.7221 0.1042 15 6.2 0.025 0.275 0.932 20.0868

86.1508 0.0509 10 1 6 0.5076 7.54987 0.2501 15 24 0.025 0.3 0.465 16.2417

86.1508 0.0506 10 1 6.1 0.5076 7.5392 0.2514 15 24.2 0.025 0.3 0.466 16.1666

86.66022 0.0502 10 1 6 0.5076 7.37356 0.1016 15 10 0.025 0.275 0.449 16.4335

86.66022 0.0506 10 1 6 0.5076 7.31527 0.1001 15 10.1 0.025 0.275 0.46 15.8994

85.97489 0.0514 10 1 9 0.489 6.09576 0.1018 15 9 0.025 0.275 0.422 14.4312

85.97489 0.0506 10 1 9.1 0.489 6.13806 0.1001 15 8.9 0.025 0.275 0.425 14.4543

84.65193 0.0504 10 1 10 0.5102 5.95129 0.1013 15 8 0.025 0.275 0.411 14.4699

84.65193 0.0504 10 1 10 0.5102 5.95129 0.1 15 8.2 0.025 0.275 0.427 13.9238

82.08933 0.0514 10 1 15 0.45455 4.42381 0.1 15 6.8 0.025 0.25 0.412 10.731

82.08933 0.0512 10 1 15 0.45455 4.4411 0.1003 15 6.7 0.025 0.25 0.405 10.9728

14.1968

Data Kadar Air Perhitungan Total Kjeldahl Nitrogen

Gambar

Tabel 1 Jenis mikroorganisme yang terdapat dalam kultur EM serta peranannya
Gambar 1 Bagan alir penelitian
Gambar 3 Fermentasi bakteri biakan secara anaerob
Gambar 7 Blanko sebagai pembanding hasil reaksi (A), hasil titrasi (B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

; Untuk menjamin formula pupuk organik atau formula pembenah tanah dapat memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal dilakukan uji mutu dan uji efektifitas oleh

Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya

Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas

Pembenaman jerami dengan pemberian pupuk hayati dan atau pupuk organik serta reduksi dosis pupuk NPK hingga 50 % mampu meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah,

ANTON APRIYANTONO.. Ketentuan lulus uji efektivitas pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah meliputi ketentuan lulus uji efektivitas secara teknis dan

(1) Formula pupuk organik, formula pupuk hayati atau formula pembenah tanah yang memenuhi standar mutu dan efektivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

KESIMPULAN Kualitas biosludge hasil olahan sudah setara dengan pupuk organik atau minimal dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Permentan

Menurut Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan