Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Dengan mi saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta..
Jakarta, 30 April 2010
Muhammad Syambuzi.Z
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378
Pembimbing
Dr. Afifi Fauzi Abbas. M
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H/2010M
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan inayah-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
. Dalam penyusunan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda (Studi Kasus Di Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi), penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya disertai ucapan terima kasih kepada:
1.Dr. Afifi Fauzi Abbas,MA selaku Pembimbing, yang telah membimbing dan mencurahkan tenaga dan pikirannya secara tulus dan ihklas dalam penyelesaian skripsi ini.
2.Prof. DR. Komaruddin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Drs. H. Muhammad Amin Summa SH. MA. MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
4. Kepala Kelurahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di kelurahan yang dipimpinnya.
5.Mayarakat RT. 005/002 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas kepada penulis.
8. Ayahanda dan Ibunda serta adik-adiku tersayang, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Wasalammualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 30 April 2010
Penulis
KATA PENGANTAR ...……….. iii
DAFTAR ISI ………..………….…...………… v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ……….……….…... 1
A. Latar Belakang Masalah ………..……... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 7
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan..………... 8
D. Metodologi Penelitian……….…………... E. Sistematika Penulisan... 9 17 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DI USIA MUDA………. 19
A. Pengertian Pernikahan Pada Usia Muda... 19
B. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits………... 25 C Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis... 27
BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN JATI BENING... 41
A. Letak Dan Keadaan Wilayah …... 41
B. Keadaan Penduduk ………..……….. 41
C. Kondisi geografis Kelurahan jati Bening ……... 44
D. Letak Orbitasi …... 44
E. Program Kerja Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintahan di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi . 45 F. Potensi Perkembangan Pembangunan Masyarakat Kelurahan Jati Bening ………. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN ……… 64
A. Tradisi Pernikahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ………. 64
B. Faktor-Faktor Penyebab pernikahan Usian Muda di RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ...…….. 68
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ……… .. 82
A. Kesimpulan ……….……….. 82
C. Saran-saran ………..………….………….……..……….. 83
DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 85
v ii
Pencaharian... 42
Tabel 2 Jumlah penduduk Berdasarkan RW... …... 43
Tabel 3 Kondisi geografis Kelurahan Jati Bening………... 44
Tabel 4 Letak Orbitasi . ... 44
Tabel 5 Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Jati Benin ... 55
Tabel 6 Indikator jumlah penduduk………... 56
Tabel 7 Prasarana Pendidikan Formal…... 56
Tabel 8 Kondisi Pendidikan Non Formal ... 57
Tabel 9 Kondisi Perrekonomian Masyarakat ... 59
Tabel 10 Realisasi penerimaan PBB……... 60
Tabel 11 Daftar Kegiatan Proyek Tahun 2009 Kelurahan Jati Bening ... 61
[image:8.612.117.523.140.543.2]BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam hukum Islam dikenal istilah nikah. Menurut ajaran Islam
melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah. Melakukan perbuatan
ibadah berarti juga melaksankan ajaran agama. “barang siapa yang melaksnakan
nikah berarti ia melaksanakan saparuh ajaran agamanya, yang separuh lagi
hendaklah ia takwa kepada Allah“.1 Demikian sunnah Qauliyah (sunnah dalam
bentuk perkataan) Rasulullah. Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah
mempunyai kesanggupan, menikah hidup berumah tangga karena perkawinan atau
memeliharanya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah.2
Al-Ahkam Al-Khamsah atau lima kaidah, lima ukuran untuk menilai
perbuatan manusia dan benda. Nikah adalah suatu perbuatan dan sebagai
perbuatan manusia dapat juga dinilai menurut ukuran hukum yang lima tersebut.
Maka kaidah asalnya adalah jaiz atau mubah, atau ibahah yang di Indonesiakan
menjadi kebolehan. Tapi karena perbuatan illat mungkin kebolehan jaiz, mubah,
atau ibahah perkawinan dapat berubah menjadi sunnah, wajib makruh atau haram.
Perbuatan nikah yang dilakukan oleh orang yang telah cukup umurnya yang
hukum atau kaidah asalnya mubah atau kebolehan itu dapat berubah hukumnya
1
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 1997), Cet. 1, h.3
2
menjadi anjuran atau sunnah kalau dilakukan oleh seseorang yang pertumbuhan
rohani dan jasmaninya dianggap telah mampu untuk hidup berumah tangga.
Menurut Muhammad Daud Ali, bahwa nikah itu akan berubah hukumnya
menjadi wajib atau fard kalau seseorang dipandang telah mampu mendirikan
rumah tangga dan mengurus kehidupan rumah tangganya dan memenuhi
kebutuhan hidupnya baik rohani maupun jasmani. Perbuatan nikah berubah
hukumnya menjadi makruh atau celaan jika dilakukan oleh orang-orang yang
berusia relative muda (belum cukup umur) dan belum mampu mengurus rumah
tangga. 3
Tahap kehidupan manusia dalam hal seperti pernikahan sering dilakukan
pada usia muda atau pada usia yang belum ideal, terutama di daerah pedesaan.
Usia seseorang biasanya dijadikan salah satu ukuran untuk menilai kematangan
dirinya, baik ukuran fisik mental dan sosial. Kematangan diri seseorang
merupakan suatu proses pada tenggang waktu tertentu untuk belajar dari
pengalaman dalam kehidupan yang dijalani dengan segala problemmatika
kehidupan yang alami.
Faktor kematangan seseorang dan batas usia sangat diperlukan bila
sesesorang akan memasuki jenjang pernikahan, agar berhasil dalam membina
rumah tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan
tanggung jawab yang penuh.
3
Pernikahan bagi bangsa Indonesia adalah suatu yang amat sakral. Untuk
umat Islam pernikahan diatur secara baik, dalam arti pernikahan bukan suatu
peristiwa kehidupan biasa, karena dalam pernikahan perlu adanya perencanaan
dan pengaturan yang dapat mendatangkan kebaikan kepada semua pihak.
Dalam undang perkawinan pasal 7 ayat 1 dan 2 undang-undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa :
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami istri perlu melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan sepiritual dan material.
2. Calon suami istri harus telah siap jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya pernikahan calon suami istri yang masih diusia muda.4
Menurut Undang-undang perkawinan pasal 7 ayat 2 undang undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan
“Perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, yaitu batasan umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran menjadi lebih tinggi jika dihubungkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur minimum bagi pria yaitu berumur 19 tahun dan bagi wanita berumur 16 tahun.”5
Batas umur tersebut harus mendapat ijin dari kedua orang tua
masing-masing mempelai. Pernikahan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pertalian
dua manusia (laki-laki dan perempuan), yang berisi persetujuan hubungan dengan
maksud secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab,
4
Departemen Agama RI,Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002), ,h.110
5
Syamsu Alam berpendapat bahwa bagi orang-orang yang berdasarkan
pada titik berat pengesahan hukum Ilahi, pernikahan dalam teori dan prakteknya
merupakan suatu kontrak sosial yang berisi persetujuan bahwa mereka akan hidup
sebagai suami-istri untuk selama-lamanya atau untuk masa tertentu. Persetujuan
itu disetujui oleh undang-undang atau adat di dalam masyarakat pada suatu
daerah yang membolehkannya.6
Syamsu Alam menyatakan bahwa terwujud tidaknya kebahagian yang diharapkan itu tergantung pada saling pengertian oleh setiap pasangan.
Bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, saling terbuka, saling
mengalah, dan adanya pengertian antara keduanya. Apabila tidak didasari hal
tersebut, maka kebahagiaan tidak dapat diraih. Karena kebutuhan-kebutuhan yang
dihadapi dan dijalani dalam kehidupan sehari-hari akan selalu dihadapkan pada
dua masalah antara kebahagiaan dan ketidak bahagiaan, kemudahan dan kesulitan
akan selalu berjalan berkesinambungan dalam kehidupannya.7
6
Andi Syamsu Alam, Usia Ideal Untuk Kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006), h, 56
7
Pernikahan akan selalu membawa makna dan cerita dalam alur yang
panjang dan terpecah mengikuti jalannya kehidupan, kadang-kadang tanpa
disadari pernikahan merupakan dunia yang berbeda, akan tetapi lebih sering
pernikahan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun demikian
wajiblah bagi suami-istri untuk selalu optimis dalam menempuh mahligai
kehidupan.
Usia seseorang biasanya digunakan untuk menilai kematangan dirinya
baik fisik maupun mental dan sosial. Kematangan usia seseorang maupun suatu
proses pada tenggang waktu tertentu, belajar dari pengalaman hidup yang telah
dijalani dengan segala problematika yang di alami, seperti banyak mengalami
suka maupun duka. Kematangan seseorang dan batasan usia juga diperlukan
ketika seseorang memasuki jenjang pernikahan. agar berhasil membina rumah
tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan tanggung
jawab penuh.
Melihat fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa perceraian sering
terjadi dalam suatu pernikahan adalah disebabkan oleh faktor usia muda dan
belum mampu/mapan untuk membina rumah tangga, karena usia muda adalah
usia yang rawan, cara berfikir belum stabil, tingkat pendidikan dan tingkat
kemandiriannya yang rendah, maka pada umumnya mereka tergantung pada
Fenomena yang berkembang di RT. 005 RW. 002 Kelurahan Jati Bening
Kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi Barat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti faktor pendidikan, ekonomi, adat istiadat dan agama.
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat mengakibatkan
mereka berfikir, terutama orang tua beranggapan bahwa ketika anak-anak mereka
tidak melanjutkan sekolah, maka lebih baik menikah karena dapat meringankan
beban kedua orang tua. Selain itu ternyata perkawinan usia dini juga dapat
mendorong tinngginya angka perceraian.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda”
(Studi Kasus di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat.)
B.Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
a. Pada dasarnya perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat serta rukun
perkawinan menurut agama. Dan Dialami Oleh hukum di Indonesia apabila
dicatat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tapi pada kenyataannya
banyak perkawinan di kelurahan Jati Bening yang terjadi Pernikahan di Usia
b. pergaulan sek yang tidak dilandasi oleh adanya norma agama, dapat
mengakibatkan terjadinya perkawinan usia muda
c. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menjalin hubungan cinta
anaknya, sehingga anak tidak terkontrol dalam menjalin hubungan cinta. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pernikahan usia dini.
d. Belum matangnya kesadaran anak tentang arti pernikahan dan resiko yang akan
dihadapi dalam berumah tangga.
e. Adanya budaya asing melalui jalaur komunikasi yang dapat mempengaruhi pola
pikir dan prilaku remaja, khususnya yang berkaitan dengan pornografi dan
kebebasan sek.
f. Tradisi yang berlaku dalam masyarakat yaitu melangsungkan pernikahan pada
anak usia muda.
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis akan merumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana Hukum Pernikahan di usia muda dalam perspektif Islam dan
Undang-Undang No 1 Tahun 1974?
b. Apa faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di Kelurahan Jati
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penelitian
Tujuan dari peneltian ini antara lain:
a. Untuk mengetahui Hukum Pernikahan Di Usia Muda Dalam Perspektif
Islam dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974.
b. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di
Kelurahan Jati Bening.
c. Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat pada pernikahan
diusia muda di Kelurahan Jati Bening.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini antara lain
a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam
menambah khazanah ilmu pengetahuan, khusunya dalam Hukum
Acara Peradilan Agama di Indonesia.
b. Secara Praktis, diharapkan dapat memberikan manfaat atau
sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam menjawab
problematika Hukum
c. secara pragmatis, hasil penelitian ini merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan
D.Metodologi Penelitian 1. Obejek penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Jati
Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002
Kecamatan Pondok Gede Bekasi.
3. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan Januari sampai
[image:17.612.90.531.163.688.2]dengan bulan April tahun 2010, sebagai tabel berikut:
Tabel 1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Tahun 2010
NO KEGIATAN Januari Pebruari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penelitian Pendahuluan 2 Penyusunan Profosal 3 Persiapan penelitian 4 Mengadakan penelitian
5
Menyususun bab I, Bab II, dan bab III
6 Pengumpulan data 7 Analisis data
8 Menyusun bab IV dan V
4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang didasarkan
pada paradigma alamiah (naturalistic paradigm) yaitu paradigma alamiah yang
bersumber pada pandangan fenomenologis yaitu bersandar pada gejala-gejala
yang menampakan diri.8 Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan
dengan menggunakan pendekatan "penelaahan". Pendekatan deskriptif kuaiitatip
juga merupakan prosedur penelitian dengan cara melakukan penelaahan terhadap
beberapa literatur atau naskah yang dihubungkan dengan fenomena sosial yang
menjadi obyek penelitian dengan cara melakukan interpretasi, pembuktian, dan
ditarik kesimpulan. Dari penelaahan tersebut menurut Bogdan dan Tylor dalam
Moleong, "akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati". 9
5. Teknik Pengumpulan data a. Pengamatan
Sebagai peneliti yang melakukan tugas pengamatan terhadap
masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening
RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Peneliti berusaha
mendengarkan dan mengamati secara teliti berbagai kejadian yang berkaitan
8
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 2000), h. 1-12
9
dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menjaring informasi lebih banyak
terhadap fokus yang diteliti. Objek yang diamati adalah pernikahan usia dini di
Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi
Dalam melakukan pengamatan peneliti selalu berada dan bergabung
diantara subjek, berusaha menunjukan perasaan simpati kepada masyarakat
yang dijadikan subjek penelitian dan merasakan bersama apa yang dialami oleh
subjeknya sekaligus mencatat peristiwa yang terjadi. Dan hasil pengamatan
yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan dengan fokus aturan dan strategi
yang diterapkan serta hasil yang ditemukan di lapangan dalam hal ini tentang
pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan
Pondok Gede Bekasi, peneliti membuat catatan lapangan. Catatan lapangan
disusun berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dialami dan dipikirkan peneliti
selama berlangsungnya pengumpulan data serta direfleksikan.10
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk melengkapi dan
memperdalam hasil penelitian, untuk memperoleh data digunakan catatan. Hal
ini dilakukan dalam rangka mengetahui secara mendalam dan mengkaji apa
yang menjadi fokus bahasan dalam rumusan masalah dan mencari
kemungkinan apa yang belum dirumuskan. Dua bentuk wawancara yang
dilakukan yaitu wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman
wawancara, dimana pelaksanaannya sangat terikat pada pedoman yang ada.
Teknik kedua yakni wawancara bebas, dalam hal ini wawancara dilakukan
dengan cara penguasaan pokok persoalan oleh peneliti tanpa daftar pertanyaan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan
akrab, serta diharapkan dapat memberikan kebebasan dan ketentraman dalam
membeberkan permasalahan. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat di
Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.
c.Studi Dokumentasi
Menelaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data khususnya
dokumen yang berkaitan dengan tema dan fokus penelitian. Dalam
menganalisis dokumen, peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang
lengkap tentang kondisi dokumen tersebut, termasuk didalamnya hal-hal yang
tersurat maupun tersirat, teknik ini dikenal Dengan istilah "kajian isi" atau
content analysis.11 Kaitan dengan penelitian ini, peneliti menganalisis data yang
berhubungan dengan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening,
Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat.
11
Dokumen lain seperti alat rekam digunakan untuk memperlihatkan
suasana latar selama kegiatan penelitian belangsung. Perekaman dilakukan
beberapa kali untuk mendapat data yang lebih lengkap.
6. Tahap-Tahap Penelitian dan Sampling a. Tahap-tahap penelitian
Mengingat bahwa penulis merupakan alat penelitian dan reduksi data perlu
dilakukan sejak awal pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap seperti
berikut:
1). Tahap Pra lapangan
a). Menyusun rancangan penelitian
Rancangan penelitian disusun atas dasar tujuan yang telah ditetapkan
pada bab pendahuluan bahwa keinginan peneliti adalah mencari
masalah-masalah yang timbul dari proses pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening
RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi
b). Memilih Lapangan Penelitian
Memilih Lapangan penelitian penulis yaitu mayarakat di Kelurahan
Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi
a). Penulis berusaha memahami latar penelitian terlebih dahulu sekaligus
mempersiapkan baik secara fisik maupun secara mental dengan
mengedepankan peran etika, sehingga dapat dibina keakraban antara
peneliti dengan subjek penelitian.
b). Penulis berusaha menampilkan diri sesuai dengan latar. Kehadiran penulis
dalam hal ini tidak menjadi perhatian yang berlebihan.
c). Pembagian waktu di lapangan disesuaikan dengan jadwal kegiatan.
b. Sampling
Tempat dan situasi kajian sesuai dengan fokus penelitian yang diutamakan
adalah pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002
Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Dalam penelitian ini pemilihan sampel
dilakukan dengan bertujuan (purposive sampling) yang dalam pelaksanaannya
menggunakan teknik bola salju (snow ball) atau sampel yang dipilih bersifat
informasional yang tujuannya untuk memperkaya informasi. Pembatasan sampel
didasarkan atas kecukupan data yang diperlukan. Adapun sampel yang dipilih
adalah masyarakat di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan
Untuk mengungkapkan informasi melalui teknik bola salju dapat
digambarkan sebagai berikut : ketua RW sebagai informan 1 untuk mengadakan
wawancara guna mendapatkan informasi tentang pernikahan usia dini di
Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.
Hasil wawancara dicatat dan direkam oleh peneliti, selanjutnya peneliti meminta
kepadanya agar memberi tahu siapa lagi yang dapat memberikan informasi
tentang masalah yang sama, lalu ia menunjuk pengurus RT di Kelurahan Jati
Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi
Hasil wawancara dicatat dan direkam, diakhir wawancara peneliti
tersebut menyebutkan bahwa ibu/bapak bisa menanyakan kepada orang lain
sebagai informan 3 hasil wawancara yang dicatat menunjukkan informasi yang
sama. Demikian seterusnya pelacakan masalah tersebut kepada informan 4 dan 5,
sampai diperoleh gambaran bahwa hasil dari informasi yang diperoleh dari
informan 1,2,3,4 dan 5 tersebut sudah memiliki karakteristik, isi dan sifat yang
sama. Dengan demikian telah dicapai tingkat kepenuhan dan penarikan sampel
sudah dapat diakhiri.
Untuk menganalisis data, penulis menyesuaikan dengan permasalahan yang ada. Data yang diolah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede
Bekasi. Setelah data dikumpulkan, penulis mengadakan analisis secara induktif,
kemudian merumuskan makna atas dasar analisis hingga tanggapan selanjutnya
untuk menemukan tema.
Untuk mengklarifikasi hasil temuan, peneliti melakukan pengecekan
keabsahan data dengan sumber dan pengecekan keabsahan data dengan metode.
Pengecekan keabsahan data sumber dilakukan dengan cara membandingkan apa
yang dikatakan informan satu dengan informan lain. Hal ini dilakukan untuk
menghindari bias dan keraguan atau ketidakjelasan informasi yang telah
diperoleh, misalnya informasi yang diperoleh dari pengurus Rw dibandingkan
dengan informasi pengurus yang lainnya. Selanjutnya, melakukan pengecekan
keabsahan data dengan metode, yakni pertama, melakukan suatu metode yang
sama untuk mendapatkan informasi dari dua sumber yang berbeda tetapi sangat
dekat dengan informan, kedua, melakukan dua metode yang berbeda pada
informan yang sama, dan ketiga, melakukan dua teknik pengamatan yakni dengan
pengamatan langsung dan dengan rekaman audiovisual pada satu sumber yang
sama. Hal ini juga dilakukan untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh
Kedua jenis pengecekan keabsahan data di atas selain digunakan untuk
mengklarifikasi kebenaran data yang diperoleh melalui wawancara juga
digunakan untuk mengklarifikasi temuan melalui observasi, yakni dengan
membandingkan temuan melalui pengamatan langsung oleh peneliti dan hasil
wawancara dengan subjek penelitian.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran secara garis besar dan menyeluruh skripsi
ini disusun atas lima bab dan tiap-tiap bab dibagi menjadi beberapa bab meliputi:
Bab Pertama tentang Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek
Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab Dua berisi: tentang Kajian Teoritis Perkawinan Di Usia Muda Dalam
Bab ini penulis menguraikan serta menjelaskan mengenai Maksud Dan Tujuan
Pernikahan Dalam Perspektif Al-Quran Dan Hadis,Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis,Pernikahan Pada Usia Muda Dengan
Memberikan Beberapa Contoh.
Bab Tiga berisi tentang Keadaan Obyektif Kelurahan Jati Bening
Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat. Dalam bab ini dijabarkan mengenai
dalamnya diuraikan mengenai kondisi demografis,dan keadaan sosiologis
masyarakat.
Bab Empat berisi tentang Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan
Diusia Muda.bab Empat ini mengenai pernikahan didesa Jati Bening pondok gede
bekasi,Faktor-Faktor penyebab pernikahan Pada usia muda,dorongan
keluarga(orang tua), Motivasi Anak, Pendidikan,T radisi Masyarakat Yang Masih
Di Pertahankan,Pemahaman Masyarakat Tentang Hukum Pendidikan Yang Masih
Rendah,Faktor Ekonomi atau Struktur Mata Pencaharian,Analisis Penulisan.
Bab Lima merupakan Penutup. Bab lima merupakan bab terakhir yang
mengemukakan kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan dengan harapan skripsi
ini bermanfaat dan menambah kajian keilmuan dalam tinjauan fiqih dan
BAB II
KAJIAN TEORITIS PERKAWINAN DI USIA MUDA A. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan
Hadits
Islam menilai bahwa pernikahan mempunyai tempat dan kedudukan yang
suci dan mulia,oleh karena itu banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan
Haditsyang menganjurkan untuk menikah bagi mereka-mereka yang telah
memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di antara mereka, Surat Ar-Rum ayat
21 :
☯
☺
⌧
“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.”
Rumah tangga atau keluarga adalah satu unit masyarakat terkecil dari
suatu masyarakat yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak, ataupun anggota
keluarga yang lainya.12 Membina rumah tangga merupakan sunnatullah, yang di
awali dengan mengikat kedua bani adam, pria dan wanita dengan akad nikah,
yaitu ijab dan qabul dengan tata cara sesuai dengan ajaran Allah.
Didalam Hadits pun di jelaskan tentang anjuran menikah bagi orang yang
sudah mampu, yaitu sesuai dengan Hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh
Imam Bukhari :
“ Wahai segenap pemuda, barang siapa yang mampu memikul beban
keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih meredam
gejolak mata dan nafsu seksual, tetapi barang siapa yang belum mampu
hendaklah dia berpuasa ( karena ) puasa itu benteng ( penjagaan ) baginya.” 13
Adapun tujuan membina rumah tangga dalam Islam, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Hidup cinta mencintai dan kasih mengasihi.
2. Membina kehidupan keluarga yang tenang dan bahagia.
3. Melanjutkan dan memelihara keturunan.
12
M. Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, ( Jakarta : Gema Insani Press. 2002 ), h. 28 13
4. Bertaqwa kepada Allah SWT, dan membentengi diri dari
perbuatan maksiat.
5. Membina hubungan kekeluargaan dan mempererat silaturrahim
antar keluarga.
Menurut ajaran Islam ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai
adalah hakekat pernikahan Muslim yang di sebut sakinah. Untuk hidup bahagia
dan sejahtera manusia membutuhkan ketenagan hati dan jiwa yang aman damai.
Tanpa ketenagan dan keamanan hati, banyak masalah tidak terpecahkan,apalagi
kehidupan keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan
segala cita dan citranya. Disini jelas bahwa pernikahan pertama-tama berpungsi
sebagai ibadah atau taat kepada Allah dan Rasul Nya, dan setiap orang yang
akan menempuh mahligai rumah tangga bagi kehidupan manusia, sehingga
nilai itulah yang akan menjadi landasan dan dasar kehidupan suami istri
sesudah rumah tangga berjalan.
B. Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis
Di dalam hukum Islam masalah pembatasan usia untuk menikah memang
belum ada secara ekspilit. Namun para ahli fiqh memasukan permasalahan
tentang pembatasan usia untuk menikah di cantumkan sebagai syarat
perkawinan. Pada dasarnya kedudukan usia perkawinan dalam Islam adalah
Dalam konteks fiqh munakahat, ada beberapa pandangan ulama yang
berkaitan dengan usia perkawinan, antara lain:
1.Sayyid Sabiq
Di dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq berpendapat:
اﻰ و ا ﺎ و رﺪ ﻰ جاوﺰ ا
14
Artinya : Wajib hukumnya bagi orang yang telah mampu menikah atau berkeluarga dan mampu untuk membayar mahar dan takut melakukan dosa (zina).
Usia perkawinan dalam pemikiran Sabiq mengacu pada firman Allah
dalam QS. An-Nur (24) : 32 yang berbunyi :
☺
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nur/24 : 32)
Dari kandungan ayat ini, Sabiq berpendapat bahwa kemampuan untuk
kawin relatif ditentukan oleh aspek kejiwaan, setelah itu baru aspek kebutuhan
sosial ekonomi. Untuk itu, kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh batas
usia tertentu.
2. Muhammad Rasyid Ridho
14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah ,(Riyadh : Daar Al-Fath li Al- Alam Al- Arab, 1996), Jilid II. Cet II, h.14.
Dalam pengertian usia nikah Muhammad Rasyid Ridho berpendapat di
dalam bukunya Tafsir Al- Manar
لﻮ أ : ، ﺤ اغﻮ ﻮهو،جاوﺰ ا اًﺪ ءﺮ اﺎﻬ نﻮﻜ ا اﻰ إ لﻮ ﻮ ا ﻮه حﺎﻜ ا غﻮ نا او جﺎ اﺔ ﻰهوﺎﻬ هﺄ ةﺮﻈ ا ﺎ ا ﺬه ﺎ أوﺎ وزنﻮﻜ نأﻰ ا ﻮ ةﺮ ﺋرو برو . 15
Artinya : Sesungguhnya masa untuk menikah yaitu, sampainya umur yang mana seseorang telah siap untuk berkeluarga dan menikah yaitu sempurnanya umu,r maka pada sempurnya umur itu akan membutuhkan saluran biologis atau kebutuhan biologis.yaitu kebutuhan untuk reproduksi dan kebutuhan untuk mempunyai keturunan, maka dengan sampainya umur itu akan siap menjadi seorang bapak dan pemimpin keluarga.
Bulughul al-Nikah berarti sampainya seseorang kepada umur untuk
menikah, yakni sampai bermimpi, pada usia ini ditambahkan seseorang telah
bisa melahirkan anak dan menurunkan keturunan, sehingga tergerak hatinya
untuk menikah. Dalam usia ini kepadanya telah dibebankan hukum, hukum
agama, seperti ibadah dan muamalah serta ditetapkan hukum hudud, karena itu
makna rusyd adalah kepantasan seseorang untuk melakukan Tasharruf yang
mendatangkan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Hal ini merupakan bukti
kesempurnaan akalnya.
3. Quraish Shihab
Seseorang dikatakan telah dewasa dan dianggap telah mampu untuk
melakukan pernikahan setelah ia berumur 25 tahun16, dalil yang digunakan
adalah surah An-Nur 32.
15
Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al- Manar (Mesir Al- Manar, 1325 H) Juz IV h .387 16
☺
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian, diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ada beberapa pemikiran Islam tentang usia perkawinan, konsep
pemikiran Islam hanya dipersyaratkan telah mencapai balig antara kedua calon
suami-isteri, inheren dengan syarat-syarat perkawinan. Di samping itu, terdapat
rukun perkawinan, salah satu syarat sah perkawinan adalah telah mencapai usia
balig17.
Dalam hubungannya dengan usia perkawinan, maka sigah (lafal) ijab dan
kabul adalah bersifat kekal selamanya, sehingga haram hukumnya jika calon
suami hanya berkata “Saya nikahi engkau untuk selama satu tahun”, atau “Saya
nikahi engkau selama saya berada di kota ini”. Nikah dengan mensyaratkan
tenggang waktu tertentu, menurut ulama fiqh di sebut nikah mu’aqqat dan hal
itu diharamkan. Menurut hukum Islam, dilakukan bersifat selamanya, tanpa di
batasi oleh waktu, baik waktunya itu jelas atau tidak jelas.
Secara biologis, calon suami isteri telah mencapai usia balig karena di
tandai perubahan fisik, akan tetapi aspek mentalitasnya masih membutuhkan
17
pembinaan secara utuh, tidak perlu kondisi mental-psikologis yang labil, dan
masih dipengaruhi oleh faktor kecenderungan praktis dalam kaitan fisik
biologisnya18.
Demikian pula, asumsi yang harus dibangun bahwa usia baliq harus
mengacu pada dimensi yang komplementer, baik yang bersifat sosial maupun
yang bersifat ekonomi. Bahkan aspek ini seharusnya dimiliki oleh calon
suami-isteri sebagai konsekuensi sense of responsibility baik terhadap pribadi
masing-masing maupun bagi keturunan dan lingkungan masyarakatnya. Inheren dengan
kemampuan dari segi sosial ekonomis itu, juga merupakan indikasi adalah
syarat kerelaan (ridha) antara kedua belah pihak untuk melakukan perkawinan.
Kerelaan adalah sebagai salah satu ekspresi kesiapan mental untuk bertanggung
jawab membina rumah tangga, sehingga relatif penting, bahkan menjadi prinsip
atau asas dalam perkawinan.
Memahami keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usia
balig atau perkawinan menjadi bagian yang semakin penting. Karena
pertimbangan syarat-syarat yang demikian kompleks. Di dalam aspek lain yang
berkaitan dengan syarat khusus tentang usia perkawinan, ulama fiqh
menegaskan bahwa calon mempelai yang mencapai kedewasaan yakni mampu
dalam arti menafkahi baik lahir dan batin serta telah masak jiwanya dan sudah
18
terlihat dari fisik maka diwajibkan layak untuk menikah.. Alasannya, kedua
mempelai sudah dianggap mampu. Dari aspek sosial keduanya telah selesai
studi dari perguruan tinggi, yang sudah mungkin memiliki kemampuan
intelektual, kemampuan psikologis serta respek terhadap tanggung jawab secara
pribadi dan secara kolektif, lebih jelasnya pendapat ulama yang membolehkan
nikah muda dan melarang nikah muda yakni :
Pendapat para ulama fiqh yang memperbolehkan nikah muda ada dua
golongan yang menetapkan hukum boleh dan tidaknya nikah tanpa batasan
usia atau nikah muda19 :
1. Pandangan Jumhur Fuqoha, yang membolehkan pernikahan usia muda.
Walau demikian, kebolehan pernikahan muda ini tidak serta merta
membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan
mengakibatkan adanya dlarar, maka hal itu terlarang, baik pernikahan
pada usia dini maupun sudah dewasa.
Dalil yang di gunakan antara lain Al-Qur’an Surah Ath-Thalaaq (65) : 4
☺
⌧
19
Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaaq/65 : 4)
Pada ayat tersebut, Allah SWT menetapkan masa iddah bagi perempuan
yang belum haid selama tiga bulan.
Dalam terminilogi fikih, Iddah di definisikan sebagai berikut :
ﺎﻬ اﺮ وأﺎﻬـ وزةﺎـ وﺪـ وﺰ اةاﺮ اﺎﻬـ ﺮ ةﺪ 20
Artinya : Suatu masa dimana perempuan membersihkan rahim atau janin setelah ditinggal mati suaminnya.
Kaitanya dengan penetapan masa iddah baginya tidak mungkin terjadi
kecuali setelah terjadinya aqad pernikahan. Ayat ini juga menunjukan
keabsahan pernikahan anak kecil (oleh wali) tanpa izinnya, mengingat tidak
dianggapnya izin bagi anak kecil.21
Secara umum, mufasirrin sepakat bahwa " ﻀﺤ ﻷاو" menunjukan
penetapan masa iddah bagi anak perempaun yang masih kecil, yang telah
menikah kemudian pisah dengan suaminya.
20
Imam Al-Sohn’ani, Subulus salam : Syarah Bulughul Al-Maram, (Daru al-Fikr, Beirut Lebanon, 1991 M/1411 H), , Juz 3, h. 1491
21
2. Pendapat kedua, pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakaral Asham dalam
kitabnya Ahkam Zawaj al- shaghirah yang menyatakan bahwa pernikahan usia
muda hukumnya terlarang secara mutlak. Argument kelompok ini adalah
Al-Qur’an surah An-Nisa (4) : 6 :
☺
⌧ ⌧
⌧
☺
⌧ ⌧
Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS. An-Nisa/4 : 6)
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tanda berakhirnya masa kecil adalah
sampainya pada usia pernikahan. Seandainya pernikahan pada masa kecil di
pernikahan usia muda ini tidak ada faedahnya. Hal ini mengingat salah satu
tujuan pernikahan adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah serta
memperoleh keturunan yang baik dan tidak berakhir dengan perceraian, dan hal
ini mustahil tercapai dengan menikahi anak kecil. Bahkan bisa jadi akan
menimbulkan dlarar atau kerugian bagi kedua mempelai atau salah satunya.
Perlu di ketahui bahwa pernikahan yang tanpa memperhitungkan akibat
dari pernikahan usia muda akan berakibat fatal. Praktek pernikahan Nabi
Muhammad SAW dengan Aisyah r.a, adalah merupakan suatu kekhususan bagi
seorang Nabi, dan bukan menjadi suatu kewajiban atau menjadi suatu ketetapan
hukum22.
Dan inilah pemahaman dari istilah fiqh, dalam arti kedewasaan, usia
kecenderungan, dan kematangan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar atau
patokan usai dewasa pada para fuqoha-fuqoha Islam yakni :
1. Usia baliq di tentukan kepada kemampuan dalam bertanggung jawab.
2. Usia baliq lebih ditunjukan kepada wanita yakni dengan kesimpulan untuk
berkumpul atau senggama adalah kesiapan psikologis perempuan untuk
menjalani hidup bersama.
3. Ibn Qudamah dalam bukunya al-Mughni pasal 1124 halaman 415 bahwa
kondisi anak masih kecil dan dirasa belum siap maka tidak boleh untuk
menikah kalaupun sudah menikah maka walinya menahan untuk tidak
22
hidup bersama dengan suaminya terlebih dahulu, sampai si perempuan
mencapai kondisi yang sangat siap23.
Dari hal tersebut diatas bahwa sesungguhnya batasan usia aqil balig
dalam Islam tidak ditemukan akan tetapi Islam mebolehkan menikah ketika
sudah siap mental secara psikologisnya baik psikis dan fisik. Sedangkan
menurut peraturan perundang-undang perkawinan menikah di bolehkan jika
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan mempelai wanita sudah berusia
16 tahun.
Ada beberapa hal yang penting, jika usia kedewasaan ini penulis kaitkan
dengan pemahaman para ahli psikology yakni :
1. Hurclok , kedewasaan atau biasa disebut adult dalam ilmu psikology berasal
dari bahasa latinyang berarti “Tumbuh menjadi kedewasaan”. Definisi
kedewasaan adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan dan
siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa
lainnya24. Kemudian Hurlock mendefinisikan dewasa dan masa dini
merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan dan harapan
baru. Seperti menjadi suami, istri, bapak dari ayah atau kepala rumah tangga.
2. Feldmeen menjelaskan secara sederhana bahwa seseorang dapat dikatakan
dewasa apabila ia telah sempurna pertumbuhan fisiknya seperti laki- laki
23
Ibn Qudmah Al-Mugni (Al-Hijro At- Tauba’ah wa Nasr wa Taujia’ wa I’lan, Kairo, 1986) h. 415.
24
bertambahnya bulu, dan timbulnya jakun, dan perempuan bertambahnya
bulu, payudara juga pinggul dan sudah haid.dari segi sikap masa dewasa
adalah mampu menerima tanggung jawab dan mencapai kematangan dalam
hal bertindak.Umumnya para ahli psikology menetapkan usia dewasa sekitar
20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai 40 - 45 tahun25
Dalam hal ini penulis dapat menganalisa, bahwa jika dilihat dari ilmu
psikology jelas kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kesiapan fisik dan
psikisnya yaitu usia kedewasaanya berkisar 20 tahun maka tujuan dari
persyaratan pelaksanaan perkawinan yang terdapat pada UU No 1 Tahun 1974
pasal 7 ayat 2 yang syarat usia harus mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun
bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita, agar perkawinan tersebut
menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia secara baik tanpa berakhir
dengan perceraian, mendapat keturunan yang baik dan sehat akan dapat di
wujudkan, sangat bisa diterima dan cukup untuk melakukan pernikahan, Akan
tetapi dalam hukum Islam batas usia perkawinan tidak di atur secara eksplisit
atau tidak dijelaskan secara rinci, namun hal demikian konsep pemikiran Islam
hanya di persyaratkan telah mencapai aqil balig antara kedua calon
suami-isteri.
Menurut Abdurrahman Al- Jaziri dalam kitabnya Al- Fiqh Madzhabil Al-
Arba’ah mengatakan :
25
ﺔ وﺰ او
جوﺰ ا
ﺎ هو
ﺪ ﺎ ﺎ
ﺔ
ا
طوﺮ ا
ﺎ أو
:
ا
ﺎﻬ
–
دﺎ ا
ﻰ
طﺮ
ﻮهو
حﺎﻜ ا
–
أ
ىﺬ ا
ﻰ ا
نﻮ
ا
حﺎﻜ
ﺪ
.
ا
ﺎﻬ و
ﺔ ﺮﺤ او
غﻮ
نﺎ ﺮ ﺎ هو
.
ﺪ او
ﻰ ﻮ ا
ةزﺎ ﺎ
ا
ﺬ
و
ﺪ
ﺎ ه
ﺪ
نﺎ
ﺪ او
ىﺬ ا
ﻰ ا
ﺪ
نﺎ
.
26Artinya :Bahwa adapun syarat-syarat laki-laki dan perempuan yang menikah adalah :
1. Berakal sehat ( orang gila dan anak kecil yang belum baligh tidak
boleh melakukan akad)
2. Baligh
3. Merdeka
Apabila anak anak dan hamba sahaya ingin melakukan pernikahan maka
harus ada izin dari wali atau tuannya.
Maka dapat diartikan pendapat Abdurrahman Al-Jaziri tidak menentukan
berapa usia balig namun ada syarat yang boleh melakukan pernikahan adalah
usia aqil balig yakni yang sudah mempuanyai akal artinya sudah dewasa,
Dengan demikian konsekuensi soal batas usia bagi calon suami isteri
menurut hukum Islam jika diimplikasikan dengan syarat dan dasar perkawinan
untuk mencapai usia balig harus meliputi kemampuan fisik dan mental,
sehingga secara garis besar dan psikologis bahwa kematangan usia dan
kesiapan mental berkisar pada usia 25 tahun sebagaimana Quraiys Shihab,27
berpendapat dan pendapat tersebut sama dengan para ahli psikology yakni usia
26
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Mazhabihil Al-Arba’ah, (Maktabah Tijarah Al-Kubra) Jilid 4 Hal, 16. Mesir, 1969
27
dewasa adalah sekitar 20 tahun atau lebih dan manfaatnya adalah agar calon
suami-isteri dapat memahami lebih signifikansi perkawinan secara tepat. .Hal
ini menunjukkan adanya inheren dengan syarat-syarat perkawinan yang di
tuliskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan
prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan isteri harus telah
masak jiwa dan raganya. Namun sebaliknya apabila perkawinan dilakukan di
bawah usia yang telah ditetapkan undang-undang atau diistilahkan dengan
perkawinan dini mestilah dihindari karena membawa efek yang kurang
baik,terlebih dibawah umur yakni 19 tahun oleh undang undang perkawinan
dan 20 tahun atau lebih menurut ahli psikology28, terutama bagi pribadi yang
melaksanakannya dan akan cenderung berakhir dengan perceraian walaupun
menurut hukum Islam tidak ada pembatasan usia menikah,namun kematangan
fisik dan psikis juga kesiapan lahir dan batin adalah syarat yang dianjurkan
untuk menikah.
C. Pernikahan Pada Usia Muda : Beberapa Contoh
Pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga )
28
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.29 Pada
pembahasan ini kita bicarakan umum ideal menikah, disamping perlu juga
dipertimbangkan waktu pernikahan.
Ma’sum Djauhari menegaskan bahwa “ apabila seseorang yang hendak
menikah seyogyanya mengetahui empat hal :30
a. Pernikahan sangat perlu di persiapkan dengan sebaik-baiknya.
b. Pernikahan harus memperhitungkan waktu yang tepat sesuai dengan
umur seseorang.
c. Kita seyogyanya tahu prosedur dan tata cara melangsungkan
pernikahan.
d. Kita tahu siapa yang bakal menjadi calon pasangan kita.
Dengan berpatokan pada empat hal tersebut barulah seseorang
diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Disamping hal tersebut juga ada
yang perlu dipersiapkan usianya yang sudah mencukupi atau belum. Mengenai
pernikahan usia muda, di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
pernikahan dikatakan bahwa : pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.31
29
Nasarudin Latif,Ilmu Perkawinan, op. Cit. h. 13 30
Djauhari Ma’sum, Bimbingan Perkawinan Dan Berumah Tangga, ( Jakarta : cv. Aji sakti, 1994 ). h. 38.
31
Kalau sudah mencapai umur yang di tetapkan oleh undang-undang diatas
maka pihak KUA dapat menikahkan mempelai dengan syarat harus mendapat
izin dari orang tua masing-masing mempelai atau calon pengantin.
Melihat pernyataan tersebut, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun
untuk wanita sebelum kedua mempelai mencapai batasan usia yang telah
ditentukan disebut dengan pernikahan di usia muda. Kondisi seperti ini tidak
cocok dengan perkembangan zaman dan perubahan zaman, karena setiap
manusia dia harus mengembangkan intelektual dan pengalaman pada berbagai
aspek.
Pernikahan usia muda kebanyakan akan mengalami rasa penyesalan,
kesengsaraan dan kekacauan dalam membina rumah tangga karena belum siap
secara lahir yakni menikah pada usia yang terlalu muda. Satu kendala yang
membuat pernikahan usia muda semakin bermasalah adalah merebaknya
kebiasaan pernikahan di bawah tangan. Pernikahan dibawah tangan adalah
pernikahan yang tidak mengikuti prosedur peraturan pemerintah, atau ada
istilah pernikahan yang tidak di catat pada Kantor Urusan Agama ( KUA )
setempat. Karena pernikahan, adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
Islam. Sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
pernikahan.32
Pernikahan di usia muda mayoritas akan mengalami penyesalan yang
diakibatkan terlalu muda usianya, orang tua sendiri sering mendorong
32
pernikahan anaknya dalam usia yang sangat muda. Orang tua seperti ini
sebenarnya salah perhitungan dengan menganggap bahwa pernikahan dalam
usia muda mempunyai suatu faktor kematangan.
pernikahan dalam usia muda belasan tahun adalah keputusan-keputusan
yang sangat kompulsip, kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka yang
melangsungkan pernikahan di usia muda. Biasanya kedua anak laki-laki dan
perempuan yang tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka
ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli dengan akibat
apakah itu bencana.
Pengadilan Agama menentukan batasan umur bagi calon pengantin agar
tidak terjadinya pernikahan di usia muda yang memang mereka masih labil
emosinya dan dianggap masih belum mampu secara fisik dan mentalnya,
sehingga akan mengalami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam rumah
tangga. Apalagi pada usia yang belum matang secara lahir dan batin seperti
yang dijelaskan dalam undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang telah di
ungkapkan.
Dalam bukunya yang berjudul Mencegah Perkawinan yang Tidak
Bahagia, F Shappiro mengungkapkan beberapa kendala yang dialami akibat
menikah di usia yang masih muda.
a. Ketidak bahagiaan yang tidak dapat dielakkan.
Hal seperti ini sepertinya sudah sering terjadi pada pasangan yang
menikah di usia muda dikarenakan belum siapa mereka untuk membina rumah
tangga maka dari itu keputusan untuk melangsungkan pernikahan ini akan
menjaga segi emosional dan segi praktis dari kebahagiaan perkawinan. Batas
usia yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama tidak lain untuk mencegah
terjadinya pernikahan di usia muda.
Terlalu banyak pernikahan yang implusif ( hanya menurut kata hati ),Yng
mengakibatkan banyak perceraian yang implusif juga.banyaknya perceraian
yang di lakukan secara sembarangan mengakibatkan sangat meresahkan
masyarakat moderen.33 Jika kita semua dan para orang tua yang tidak
memaksakan anak-anak mereka untuk menikah di usia muda maka untuk
mencegah terjadinya perceraian harus di persiapkan secara matang bagaimana
agar tidak terjadi perceraian, dan tentunya akan mendapat kebahagiaan dalam
melakukan pernikahan di usia muda.
Perkawinan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan mereka secara
realitis dan mau mengadakan perbaikan atau konsensi yang di perlukan. Hal ini
menjadikan mereka bersedia menerima tanggung jawab sendiri dari
perselisihan perkawinan mereka. Suatu perkawinan yang tidak bahagia jarang
disebabkan oleh suatu pihak saja,yang bertanggung jawab dalam kebahagiaan
perkawinan atau pernikahan tidak hanya satu orang saja tetapi kedua-keduanya
yaitu suami istri, merupakan orang yang saling mempengaruhi, dan keduanya
33
pasangan mempunyai jalan dan komitmen yang menjadi bimbingan dan pelurus
bagi kesadaran, jika perkawinan itu tidak di selamatkan.
Dan hendaknya dengan keduanya jika menemukan permasalahan dalam
hidup berumah tangga saling mengingatkan kesalahan tersebut dasar sadar akan
kesalahan yang di lakukannya sehingga tercipta keluarga yang saling pengertian
dan harmonis berdasarkan tuntunan dalam agama Islam.
Didalam masyarakat Jati Bening Bekasi menjadikan pernikahan sebagai
suatu adat istiadat dalam kebudayaan setempat, tidak terkecuali usia muda.
Mayoritas warga masyarakat Jati Bening khususnya di RT005 RT. 005 RW.
002 melakukan pernikahan pada usia muda yang relatif muda dan hal ini
menjadikan kebiasaan penduduk setempat. Didasari oleh berbagai macam
faktor yaitu,
Pertama,Ekonomi. Dimana dalam sebuah keluarga yang berekonomi
lemah memposisikan anak sebagai beban dalam keluarganya oleh karena itu
anak yang berusia diatas lima belas tahun segera di nikahkan, dengan begitu
beban orang tua menjadi lebih ringan.
Kedua, Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah mendominasi setiap
warga kelurahan jati bening yang rata-rata hanya menyelesaika pendidikan
tingkat dasar saja. Jadi tingkat kedewasaan secara emosional dan pemahaman
Dan yang Ketiga adalah motifasi yang berasal dari orang tua atau dari
anak itu sendiri. Dorongan dari orang tua banyak terjadi untuk mendorong
anaknya untuk segera menukah jika mengetahui anaknya sudah mempunyai
pasangan,karna menurut mereka jika di biarkan lama berpasangan timbul
kehawatiran akan terjadi perbuatan negatif yang melanggar Agama. Dan bagi
anak itu yang melakukan pernikahan dengan keinginan sendiri hanya untuk
menyalurkan kebutuhan biologisnya saja dengan cara yang sah.
BAB III
KONDISI OBJEKTIF KELURAHAN JATI BENING KECAMATAN PONDOKGEDE RT. 005 RW. 002
A. Kondisi Demografis Desa Jati Bening
Untuk dapat meneliti suatu perilaku dalam masyarakat maka perlu di
ketahui juga keadaan Demografis wilayah tersebut. Masyarakat Jati Bening
merupakan salah satu wilayah kecamatan Pondok Gede, yang berada di sebelah
Barat dari pusat pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Bekasi.
Batasan Wilayah Jati Bening adalah Sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jati Keramat
b. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Jati Asih
c. Sebelah Barat perbatasan antara Bekasi dengan Jakarta
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikunir
Jati Bening mempunyai wilayah teritorial yang luasnya kurang lebih
sekitar 351 Hektar dengan jumlah penduduk 6086 jiwa. Disini penulis
membatasi pembahasan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002, yang
rinciannya adalah sebagai berikut :
Laki- laki : 301 orang
Permpuan : 299 orang
b. Jumlah penduduk menurut agama Islam : 544 orang
Kristen : 56 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian34 Pegawai Negri Sipil ( PNS ) : 15 orang
Kemiliteran ( TNI / POLRI ) : 2 orang
Karyawan :150 orang
Pedagang : 43 orang
Tani : 27 orang
Pertukangan : 18 orang
Buruh Tani : 23 orang
Pensiunan : 12 orang
Bidang Jasa : 87 orang
Desa Jati Bening ini walaupun berada di sebelah Timur dari pusat kota
kabupaten tidak terlalu sulit untuk menjangkaunya, dari pusat Kota Bekasi
sudah tersedia alat transportasi yang cukup banyak. Akan tetapi rata-rata
transportasi hanya sampai sebelah timur Desa Jati Bening yaitu Desa Cikunir,
ada juga beberapa mobil angkutan kota saja yang masih lewat kedaerah Jati
Bening itupun tergantung kepada jumlah penumpang yang ada pada kendaraan
34
tersebut. Untuk melanjutkan kesetiap Desa diteruskan dengan transportasi lain
seperti ojek motor.
Topograpi Desa Jati Bening berupa daratan 12 meter diatas permukaan
laut ( 12 dpl ) dengan kondisi awal tanah merupakan rawa-rawa jadi dapat
dikatakan tanah rawa, namun karena sudah berubah menjadi permukiman
penduduk kondisinya relatif kering dengan beberapa bagian yang masih
digenangi air atau masih pada sifat aslinya berupa rawa.
B. Keadaan Sosiologis Desa Jati Bening 1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pendidikan sering kali di hadapkan pada dua orientasi yang saling
bertolak belakang, satu sisi lebih menenkankan pada aspek humaniora dan di
sisi lain lebih menekankan pada penguasaan Hi- Tech – ilmu pengetahuan dan
teknologi pendidikan mengandung signifikansi bagi kehidupan manusia dan
masyarakat.
Pertama, pendidikan menyediakan wahana yang telah teruji untuk
mengimplementasikan nilai-nilai dan hasrat masyarakat yang telah berubah.
Kedua, Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah sosial.
Ketiga, Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk
menerima dan mengimplementasikan nilai-nilai baru. Keempat, pendidikan
Pendidikan memiliki bentuk yang dapat di bagi pada tiga bagian yaitu
pendidikan yang bersifat informal yang lebih di identikan dengan pendidikan
dalam keluarga, pendidikan yang brsifat formal yang lebih di kenal dengan
pendidikan sekolah dan pendidikan non formal atau di sebut juga pendidikan
luar sekolah.
Perkembangan ilmu pendidikan dewasa ini, sarana pendidikan dalam
melaksanakan aktifitas pendidikan mempunyai peran yang sangat dominan,
sebab tanpa adanya sarana proses pendidikan tidak akan dapat terlaksana
dengan baik apalagi mempunyai kualitas yang tinggi sangatlah sulit. Untuk
mencapai tujuan tersebut, desa Jati Bening termasuk Desa yang
mementingkan pendidikan terutama pendidikan agama,walaupun upaya
menyekolahkan anak termasuk menjadi permasalahan bagi kebanyakan
masyarakat desa ini.
Permasalahan tersebut dapat di maklumi karna masyarakat Jati Bening
rata-rata mata pencaharianya buruh tani bila dilihat dari sarana pendidikan
yang ada memang mengadai karena sudah ada sekolah madrasah Tsanawiyah
atau setingkat dengan SLTP. Sehubungan masyarakat yang tingkatan
ekonominya masih rendah maka banyak orang tua yang anak-anaknya tidak
melanjukan pendidikan dan para orang tua berfikir lebih baik menikahkan
Adaupun rincian data sarana dan perasarana pendidikan di Jati Bening
adalah sebagai berikut:35
a. Taman kanak-kanak : 1 buah
b. Sekolah dasar : 3 buah
c. Sekolah lanjutan tingkat pertama : 1 buah
d. Sekolah lanjutan tingkat atas : 1 buah
e. Pesantren : 1 buah
f. Madrasah : 1 buah
Dengan minimnya sarana pendidikan di desa Jati Bening maka rendah
pula tingkat pendidikan yang di peroleh masyarakat apalagi tingkat
perekonomian, masyarakat yang tidak menunjang dan memadai untuk
menyekolahkan anak-anak mereka dengan kondisi yang memperihatinkan.
Anak-anak yang tidak me;lanjutkan pendidikanya terpaksa harus bekerja
dipabrik-pabrik dan menjadi buruh tani atau di bidang jasa dan di bidang lainya,
hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bagi remaja wanita atau anak
yang masih muda sudah menikah karna salah satu faktor yang bisa dilakukan
yang dapat meringankan beban kebutuhan hidup yang semakin sulit.
2. Sarana Ibadah
Sarana ibadah pada zaman Rasulullah merupakan sentral kebudayaan
Islam, pusat organisasi masyarakat, pusat pendidikan, pusat permukiman, (
Community Centre ), serta sebagai sarana ibadah dan i’tikaf.sarana ibadah yang
35
berupa masjid dan musollah merupakan tempat terbaik untuk kegiatan
pendidikan Islam, yang merupakan lembaga kedua, setelah pendidikan keluarga
pada waktu yang bersamaan atau dapat pula dikatakan sebagai pendidikan non
formal.
Sarana ibadah yang tersedia di Desa Jati Bening cukup banyak di
bandingkan dengan Desa lainya, hal ini menjadikan masyarakatnya sebagai
komunitas religius dan lebih kental suasana yang berbuansa Islami.
Tempat peribadatan yang ada di desa Jati Bening dapat di kategorikan
pada dua tempat peribadatan yaitu :
Masjid sebanyak enam buah bangunan
Musholla ada enam belas bangunan
Dengan mengemplementasikan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam
dapat mendidik seseorang untuk tetap beribadat kepada Allah dengan
menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanam solideritas
sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban manusia sebagai insan pribadi dan
insan sosial. Selain itu masjid juga dapat memberikan rasa ketentraman,
kemakmuran dan kekuatan potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan
kesabaran, keberanian, kesadaran dan optimisme.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN PADA USIA MUDA A. Kebiasaan Pernikahan di Desa Jati Bening Kecamatan Pondok Gede
Kabupaten Bekasi dan Analisisnya
Setiap manusia mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat dan
membentuk rumah tangga yang di kukuhkan dalam sebuah pernikahan.
Pernikahan pada usia muda yang terjadi pada masyarakat terdapat beberapa
faktor. Menurut M. Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini
menganjurkan untuk menikah pada usia muda untuk menjaga aqidah mereka,
sedangkan di satu sisi mereka butuh pegangan bagaimana mereka bisa menikah
dengan prestasi yang bahagia. Sekalipun secara psikologis pernikahan usia
muda merupkan langkah terbaik, tetapi ini bukanlah alasan untuk menikah
muda.
Pernikahan adalah naluri hidup manusia normal. Bahkan anjuran agama
Islam dalam hal ini cukup di tegaskan, pernikahan adalah hak dan kehendak
seseorang yang tidak dapat di ganggu gugat. Namun pada pelaksanaanya tidak
Pengaturan dan pembinaan terhadap kegiatan pernikahan menjadi urusan
Departemen Agama. Departemen ini untuk selanjutnya untuk Kantor Urusan
Agama ( KUA ) yang berada di wilayah kecamatan. Kantor Urusan Agama (
KUA ) mengurus dan melayani masyarakat yang akan melangsungkan
pernikahan. Sedangkan bagi masyarakat yang ada masalah atau krisis dengan
kelangsungan pernikahan di urus atau di layani oleh Lembaga Peradilan.
Lembaga Peradilan ini mempunyai kewenangan dalam mengatasi permasalahan
[image:55.612.114.533.247.661.2]Talak dan Cerai.
Tabel I
Data Pernikahan Pada Usia Muda Masyarakat Desa Jati Bening Rt. 005/
Rw.002
Usia Pernikahan Frekuensi Prosentase (%)
11-15 7 orang 14 %
16-18 12 orang 85 %
18 tahun keatas 1 orang 1 %
Melihat data tersebut diatas, teryata masih banyak pasangan yang
menikah pada usia muda. Yuridis formal yang mengatur tata cara pernikahan
tersebut nampaknya tidak efektif untuk mereka dan pada giliranya
melaksakanya dengan jalan pintas yang di sebut kaein di bawah tangan ( tidak
tercatat di KUA ).
Kondisi pernikahan yang demikian, jelas tidak akan menguntungkan bagi
kedua belah pihak, karna tidak mempunyai landasan hukum positif yang
berlaku. Pernikahan tersebut hanya sah menurut Agama. Hal ini tentu akan
berpengaruh pula kepada Hukum Perdata lainya seperti Hukum Kewarisan.
Secara Yuridis Formal mereka tidak akan dapat perlindungan Hukum jika
masalah-masalah yang berhubungan dengan problematika rumah tangga atau
keluarga. Dengan kata lain mayoritas pasangan muda tersebut mengarungi
bahtera rumah tangga tanpa di bekali oleh pemikiran jangka panjang.
Dari data yang penulis amati, ternyata masyarakat desa Jati Bening masih
memandang pernikahan dalam konsep yang sederhana yakni sebagai salah satu
anjuran dalam ajaran agama selebinya tentang arti dan fungsi sebuah rumah
tangga mereka terlihat agak kurang persiapan mentalnya ketika menghadapi
gelombang rumah tangga. Pengetahuan dan tata cara berumah tangga yang baik
belum di pandang sebagai sesuatu yang perlu, karna mereka selalu berpendapat
bahwa kehidupan rumah tangga adalah persoalan manusia untuk beradaptasi
sedangkan jika di temukan ketidak cocokan mereka mengadukanya kepada
orang tua atau bila perlu mereka melakukan perceraian.
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan pada usia muda
baik yang berasal dari keluarga, pendidikan, ekonomi maupun dari lingkungan,
analisis penulis semua itu adalah merupakan perilaku dari masyarakat jati
bening yang mempunyai pengaruh negatif lebih banyak dari pada pengaruh
positifnya. Dengan terjadinya pernikahan dini yang tidak di siapkan dengan
matang akan merugika orang yang akan menjalaninya yaitu dapat
mengakibatkan kegagalan hidup berumah tangga dan ini tentunya dapat
menjadi image yang buruk bagi penduduk desa lainya karena desa tersebut akan
mudah tekenal adanya pernikahan dini yang sering di lakukan oleh para
anggota masyarakatnya. Oleh karna itu hendaknya masyarakat menyadari
berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut dan membuat suatu
tindakan yang bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai
penyebab pernikahan pada usia muda. Sehingga pada kehidupan pernikahan
selanjutnya tidak ada lagi perceraian atau hancurnya kehidupan rumah tangga
yang di sebabkan usia yang muda masyarakat lebih mengerti arti dan fungsi
pernikahan dengan sesungguhnya, pernikahan yang terjadi pada masyarakat Jati
Bening lebih terarah dan tercipta kehidupan perkawinan yang harmonis.
Keluarga adalah sebagai suatu kemasyaratan yang terkecil, didalamnya
terjadi hubungan yang erat antara manusia dengan manusia, didalam keluarga
terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengaruh orang tua terhadap anak mempunyai
arti yang besar dalam pembentukan pribadi anak.36
Yang dimaksud orang tua disini adalah bapak, ibu atau orang tua yang
dianggap berhak langkah si anak karena adanya hubungan darah atau jasa
misalnya, anak yang sejak kecil ikut paman bibinya dan membesarkan si anak
itu beranjak dewasa ikut pula menentukan langkah pernikahan anak tersebut.
Dalam hal ini masih banyak orang tua dari Masyarakat Jati Bening suka
memaksakan anaknya untuk menikah. Mereka berpendapat jika umur seseorang
sudah 20 tahun keatas akan menyebabkan aib bagi keluarganya yaitu akan
timbul istilah perawan tua dan perjaka tua, dan hal ini dapat mempermalukan
keluarga. Orang tua yang demikian biasanya didasari dengan pendidikan yang
rendah dan keadaan ekonomi keluarga yang rendah atau yang kurang
menguntungkan. Orang tua yang dapat mewakili mayoritas masyarakat Jati
Bening tersebut masih sangat sederhana. Menika