• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor penyebab pernikahan pada usia muda (studi kasus kelurahan Jati Bneing Kecamatan Pondok gede Bekasi )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor penyebab pernikahan pada usia muda (studi kasus kelurahan Jati Bneing Kecamatan Pondok gede Bekasi )"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Dengan mi saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta..

Jakarta, 30 April 2010

Muhammad Syambuzi.Z

(3)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Muhammad Syambuzi Z NIM:105044101378

Pembimbing

Dr. Afifi Fauzi Abbas. M

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010M

(4)

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan inayah-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

. Dalam penyusunan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda (Studi Kasus Di Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi), penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya disertai ucapan terima kasih kepada:

1.Dr. Afifi Fauzi Abbas,MA selaku Pembimbing, yang telah membimbing dan mencurahkan tenaga dan pikirannya secara tulus dan ihklas dalam penyelesaian skripsi ini.

2.Prof. DR. Komaruddin Hidayat, sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Drs. H. Muhammad Amin Summa SH. MA. MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

4. Kepala Kelurahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di kelurahan yang dipimpinnya.

5.Mayarakat RT. 005/002 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syariah Dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas kepada penulis.

(5)

8. Ayahanda dan Ibunda serta adik-adiku tersayang, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Wasalammualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 30 April 2010

Penulis

(6)

KATA PENGANTAR ...……….. iii

DAFTAR ISI ………..………….…...………… v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ……….……….…... 1

A. Latar Belakang Masalah ………..……... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan..………... 8

D. Metodologi Penelitian……….…………... E. Sistematika Penulisan... 9 17 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERNIKAHAN DI USIA MUDA………. 19

A. Pengertian Pernikahan Pada Usia Muda... 19

B. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits………... 25 C Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis... 27

BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN JATI BENING... 41

A. Letak Dan Keadaan Wilayah …... 41

B. Keadaan Penduduk ………..……….. 41

C. Kondisi geografis Kelurahan jati Bening ……... 44

D. Letak Orbitasi …... 44

E. Program Kerja Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintahan di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi . 45 F. Potensi Perkembangan Pembangunan Masyarakat Kelurahan Jati Bening ………. 54

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN ……… 64

A. Tradisi Pernikahan Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ………. 64

B. Faktor-Faktor Penyebab pernikahan Usian Muda di RT 002/005 Kelurahan Jati Bening Kecamatan Pondok Gede Bekasi ...…….. 68

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ……… .. 82

A. Kesimpulan ……….……….. 82

C. Saran-saran ………..………….………….……..……….. 83

DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 85

(8)

v ii

Pencaharian... 42

Tabel 2 Jumlah penduduk Berdasarkan RW... …... 43

Tabel 3 Kondisi geografis Kelurahan Jati Bening………... 44

Tabel 4 Letak Orbitasi . ... 44

Tabel 5 Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Jati Benin ... 55

Tabel 6 Indikator jumlah penduduk………... 56

Tabel 7 Prasarana Pendidikan Formal…... 56

Tabel 8 Kondisi Pendidikan Non Formal ... 57

Tabel 9 Kondisi Perrekonomian Masyarakat ... 59

Tabel 10 Realisasi penerimaan PBB……... 60

Tabel 11 Daftar Kegiatan Proyek Tahun 2009 Kelurahan Jati Bening ... 61

[image:8.612.117.523.140.543.2]
(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam hukum Islam dikenal istilah nikah. Menurut ajaran Islam

melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan ibadah. Melakukan perbuatan

ibadah berarti juga melaksankan ajaran agama. “barang siapa yang melaksnakan

nikah berarti ia melaksanakan saparuh ajaran agamanya, yang separuh lagi

hendaklah ia takwa kepada Allah“.1 Demikian sunnah Qauliyah (sunnah dalam

bentuk perkataan) Rasulullah. Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah

mempunyai kesanggupan, menikah hidup berumah tangga karena perkawinan atau

memeliharanya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah.2

Al-Ahkam Al-Khamsah atau lima kaidah, lima ukuran untuk menilai

perbuatan manusia dan benda. Nikah adalah suatu perbuatan dan sebagai

perbuatan manusia dapat juga dinilai menurut ukuran hukum yang lima tersebut.

Maka kaidah asalnya adalah jaiz atau mubah, atau ibahah yang di Indonesiakan

menjadi kebolehan. Tapi karena perbuatan illat mungkin kebolehan jaiz, mubah,

atau ibahah perkawinan dapat berubah menjadi sunnah, wajib makruh atau haram.

Perbuatan nikah yang dilakukan oleh orang yang telah cukup umurnya yang

hukum atau kaidah asalnya mubah atau kebolehan itu dapat berubah hukumnya

1

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 1997), Cet. 1, h.3

2

(10)

menjadi anjuran atau sunnah kalau dilakukan oleh seseorang yang pertumbuhan

rohani dan jasmaninya dianggap telah mampu untuk hidup berumah tangga.

Menurut Muhammad Daud Ali, bahwa nikah itu akan berubah hukumnya

menjadi wajib atau fard kalau seseorang dipandang telah mampu mendirikan

rumah tangga dan mengurus kehidupan rumah tangganya dan memenuhi

kebutuhan hidupnya baik rohani maupun jasmani. Perbuatan nikah berubah

hukumnya menjadi makruh atau celaan jika dilakukan oleh orang-orang yang

berusia relative muda (belum cukup umur) dan belum mampu mengurus rumah

tangga. 3

Tahap kehidupan manusia dalam hal seperti pernikahan sering dilakukan

pada usia muda atau pada usia yang belum ideal, terutama di daerah pedesaan.

Usia seseorang biasanya dijadikan salah satu ukuran untuk menilai kematangan

dirinya, baik ukuran fisik mental dan sosial. Kematangan diri seseorang

merupakan suatu proses pada tenggang waktu tertentu untuk belajar dari

pengalaman dalam kehidupan yang dijalani dengan segala problemmatika

kehidupan yang alami.

Faktor kematangan seseorang dan batas usia sangat diperlukan bila

sesesorang akan memasuki jenjang pernikahan, agar berhasil dalam membina

rumah tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan

tanggung jawab yang penuh.

3

(11)

Pernikahan bagi bangsa Indonesia adalah suatu yang amat sakral. Untuk

umat Islam pernikahan diatur secara baik, dalam arti pernikahan bukan suatu

peristiwa kehidupan biasa, karena dalam pernikahan perlu adanya perencanaan

dan pengaturan yang dapat mendatangkan kebaikan kepada semua pihak.

Dalam undang perkawinan pasal 7 ayat 1 dan 2 undang-undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa :

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami istri perlu melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan sepiritual dan material.

2. Calon suami istri harus telah siap jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya pernikahan calon suami istri yang masih diusia muda.4

Menurut Undang-undang perkawinan pasal 7 ayat 2 undang undang no. 1 tahun 1974 dinyatakan

“Perkawinan juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, yaitu batasan umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran menjadi lebih tinggi jika dihubungkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Sehubungan dengan itu, maka undang-undang ini menentukan batas umur minimum bagi pria yaitu berumur 19 tahun dan bagi wanita berumur 16 tahun.”5

Batas umur tersebut harus mendapat ijin dari kedua orang tua

masing-masing mempelai. Pernikahan dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian pertalian

dua manusia (laki-laki dan perempuan), yang berisi persetujuan hubungan dengan

maksud secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab,

4

Departemen Agama RI,Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002), ,h.110

5

(12)

Syamsu Alam berpendapat bahwa bagi orang-orang yang berdasarkan

pada titik berat pengesahan hukum Ilahi, pernikahan dalam teori dan prakteknya

merupakan suatu kontrak sosial yang berisi persetujuan bahwa mereka akan hidup

sebagai suami-istri untuk selama-lamanya atau untuk masa tertentu. Persetujuan

itu disetujui oleh undang-undang atau adat di dalam masyarakat pada suatu

daerah yang membolehkannya.6

Syamsu Alam menyatakan bahwa terwujud tidaknya kebahagian yang diharapkan itu tergantung pada saling pengertian oleh setiap pasangan.

Bagaimana ia bisa saling memberikan kebahagiaan, saling terbuka, saling

mengalah, dan adanya pengertian antara keduanya. Apabila tidak didasari hal

tersebut, maka kebahagiaan tidak dapat diraih. Karena kebutuhan-kebutuhan yang

dihadapi dan dijalani dalam kehidupan sehari-hari akan selalu dihadapkan pada

dua masalah antara kebahagiaan dan ketidak bahagiaan, kemudahan dan kesulitan

akan selalu berjalan berkesinambungan dalam kehidupannya.7

6

Andi Syamsu Alam, Usia Ideal Untuk Kawin, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat bekerjasama dengan Kencana Mas Publishing Hause 2006), h, 56

7

(13)

Pernikahan akan selalu membawa makna dan cerita dalam alur yang

panjang dan terpecah mengikuti jalannya kehidupan, kadang-kadang tanpa

disadari pernikahan merupakan dunia yang berbeda, akan tetapi lebih sering

pernikahan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun demikian

wajiblah bagi suami-istri untuk selalu optimis dalam menempuh mahligai

kehidupan.

Usia seseorang biasanya digunakan untuk menilai kematangan dirinya

baik fisik maupun mental dan sosial. Kematangan usia seseorang maupun suatu

proses pada tenggang waktu tertentu, belajar dari pengalaman hidup yang telah

dijalani dengan segala problematika yang di alami, seperti banyak mengalami

suka maupun duka. Kematangan seseorang dan batasan usia juga diperlukan

ketika seseorang memasuki jenjang pernikahan. agar berhasil membina rumah

tangga atau keluarga diperlukan persyaratan serta kemampuan dan tanggung

jawab penuh.

Melihat fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa perceraian sering

terjadi dalam suatu pernikahan adalah disebabkan oleh faktor usia muda dan

belum mampu/mapan untuk membina rumah tangga, karena usia muda adalah

usia yang rawan, cara berfikir belum stabil, tingkat pendidikan dan tingkat

kemandiriannya yang rendah, maka pada umumnya mereka tergantung pada

(14)

Fenomena yang berkembang di RT. 005 RW. 002 Kelurahan Jati Bening

Kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi Barat disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti faktor pendidikan, ekonomi, adat istiadat dan agama.

Rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat mengakibatkan

mereka berfikir, terutama orang tua beranggapan bahwa ketika anak-anak mereka

tidak melanjutkan sekolah, maka lebih baik menikah karena dapat meringankan

beban kedua orang tua. Selain itu ternyata perkawinan usia dini juga dapat

mendorong tinngginya angka perceraian.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Pada Usia Muda”

(Studi Kasus di Kelurahan Jatibening Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat.)

B.Batasan Dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut:

a. Pada dasarnya perkawinan itu sah apabila memenuhi syarat serta rukun

perkawinan menurut agama. Dan Dialami Oleh hukum di Indonesia apabila

dicatat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tapi pada kenyataannya

banyak perkawinan di kelurahan Jati Bening yang terjadi Pernikahan di Usia

(15)

b. pergaulan sek yang tidak dilandasi oleh adanya norma agama, dapat

mengakibatkan terjadinya perkawinan usia muda

c. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menjalin hubungan cinta

anaknya, sehingga anak tidak terkontrol dalam menjalin hubungan cinta. Hal ini

mengakibatkan terjadinya pernikahan usia dini.

d. Belum matangnya kesadaran anak tentang arti pernikahan dan resiko yang akan

dihadapi dalam berumah tangga.

e. Adanya budaya asing melalui jalaur komunikasi yang dapat mempengaruhi pola

pikir dan prilaku remaja, khususnya yang berkaitan dengan pornografi dan

kebebasan sek.

f. Tradisi yang berlaku dalam masyarakat yaitu melangsungkan pernikahan pada

anak usia muda.

2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis akan merumuskan beberapa

masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana Hukum Pernikahan di usia muda dalam perspektif Islam dan

Undang-Undang No 1 Tahun 1974?

b. Apa faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di Kelurahan Jati

(16)

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penelitian

Tujuan dari peneltian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui Hukum Pernikahan Di Usia Muda Dalam Perspektif

Islam dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

b. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab pernikahan diusia muda di

Kelurahan Jati Bening.

c. Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat pada pernikahan

diusia muda di Kelurahan Jati Bening.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini antara lain

a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam

menambah khazanah ilmu pengetahuan, khusunya dalam Hukum

Acara Peradilan Agama di Indonesia.

b. Secara Praktis, diharapkan dapat memberikan manfaat atau

sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam menjawab

problematika Hukum

c. secara pragmatis, hasil penelitian ini merupakan syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Fakultas Syariah dan

(17)

D.Metodologi Penelitian 1. Obejek penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Jati

Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

2. Tempat penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002

Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

3. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan Januari sampai

[image:17.612.90.531.163.688.2]

dengan bulan April tahun 2010, sebagai tabel berikut:

Tabel 1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahun 2010

NO KEGIATAN Januari Pebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penelitian Pendahuluan 2 Penyusunan Profosal 3 Persiapan penelitian 4 Mengadakan penelitian

5

Menyususun bab I, Bab II, dan bab III

6 Pengumpulan data 7 Analisis data

8 Menyusun bab IV dan V

(18)

4. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang didasarkan

pada paradigma alamiah (naturalistic paradigm) yaitu paradigma alamiah yang

bersumber pada pandangan fenomenologis yaitu bersandar pada gejala-gejala

yang menampakan diri.8 Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan

dengan menggunakan pendekatan "penelaahan". Pendekatan deskriptif kuaiitatip

juga merupakan prosedur penelitian dengan cara melakukan penelaahan terhadap

beberapa literatur atau naskah yang dihubungkan dengan fenomena sosial yang

menjadi obyek penelitian dengan cara melakukan interpretasi, pembuktian, dan

ditarik kesimpulan. Dari penelaahan tersebut menurut Bogdan dan Tylor dalam

Moleong, "akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati". 9

5. Teknik Pengumpulan data a. Pengamatan

Sebagai peneliti yang melakukan tugas pengamatan terhadap

masyarakat yang melakukan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening

RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Peneliti berusaha

mendengarkan dan mengamati secara teliti berbagai kejadian yang berkaitan

8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 2000), h. 1-12

9

(19)

dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menjaring informasi lebih banyak

terhadap fokus yang diteliti. Objek yang diamati adalah pernikahan usia dini di

Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

Dalam melakukan pengamatan peneliti selalu berada dan bergabung

diantara subjek, berusaha menunjukan perasaan simpati kepada masyarakat

yang dijadikan subjek penelitian dan merasakan bersama apa yang dialami oleh

subjeknya sekaligus mencatat peristiwa yang terjadi. Dan hasil pengamatan

yang dilakukan selama pelaksanaan kegiatan dengan fokus aturan dan strategi

yang diterapkan serta hasil yang ditemukan di lapangan dalam hal ini tentang

pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan

Pondok Gede Bekasi, peneliti membuat catatan lapangan. Catatan lapangan

disusun berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dialami dan dipikirkan peneliti

selama berlangsungnya pengumpulan data serta direfleksikan.10

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk melengkapi dan

memperdalam hasil penelitian, untuk memperoleh data digunakan catatan. Hal

ini dilakukan dalam rangka mengetahui secara mendalam dan mengkaji apa

yang menjadi fokus bahasan dalam rumusan masalah dan mencari

kemungkinan apa yang belum dirumuskan. Dua bentuk wawancara yang

(20)

dilakukan yaitu wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman

wawancara, dimana pelaksanaannya sangat terikat pada pedoman yang ada.

Teknik kedua yakni wawancara bebas, dalam hal ini wawancara dilakukan

dengan cara penguasaan pokok persoalan oleh peneliti tanpa daftar pertanyaan.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan

akrab, serta diharapkan dapat memberikan kebebasan dan ketentraman dalam

membeberkan permasalahan. Wawancara dilakukan terhadap masyarakat di

Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

c.Studi Dokumentasi

Menelaah dokumen merupakan teknik pengumpulan data khususnya

dokumen yang berkaitan dengan tema dan fokus penelitian. Dalam

menganalisis dokumen, peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang

lengkap tentang kondisi dokumen tersebut, termasuk didalamnya hal-hal yang

tersurat maupun tersirat, teknik ini dikenal Dengan istilah "kajian isi" atau

content analysis.11 Kaitan dengan penelitian ini, peneliti menganalisis data yang

berhubungan dengan perkawinan usia dini di Kelurahan Jati Bening,

Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat.

11

(21)

Dokumen lain seperti alat rekam digunakan untuk memperlihatkan

suasana latar selama kegiatan penelitian belangsung. Perekaman dilakukan

beberapa kali untuk mendapat data yang lebih lengkap.

6. Tahap-Tahap Penelitian dan Sampling a. Tahap-tahap penelitian

Mengingat bahwa penulis merupakan alat penelitian dan reduksi data perlu

dilakukan sejak awal pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap seperti

berikut:

1). Tahap Pra lapangan

a). Menyusun rancangan penelitian

Rancangan penelitian disusun atas dasar tujuan yang telah ditetapkan

pada bab pendahuluan bahwa keinginan peneliti adalah mencari

masalah-masalah yang timbul dari proses pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening

RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

b). Memilih Lapangan Penelitian

Memilih Lapangan penelitian penulis yaitu mayarakat di Kelurahan

Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

(22)

a). Penulis berusaha memahami latar penelitian terlebih dahulu sekaligus

mempersiapkan baik secara fisik maupun secara mental dengan

mengedepankan peran etika, sehingga dapat dibina keakraban antara

peneliti dengan subjek penelitian.

b). Penulis berusaha menampilkan diri sesuai dengan latar. Kehadiran penulis

dalam hal ini tidak menjadi perhatian yang berlebihan.

c). Pembagian waktu di lapangan disesuaikan dengan jadwal kegiatan.

b. Sampling

Tempat dan situasi kajian sesuai dengan fokus penelitian yang diutamakan

adalah pernikahan usia dini di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002

Kecamatan Pondok Gede Bekasi. Dalam penelitian ini pemilihan sampel

dilakukan dengan bertujuan (purposive sampling) yang dalam pelaksanaannya

menggunakan teknik bola salju (snow ball) atau sampel yang dipilih bersifat

informasional yang tujuannya untuk memperkaya informasi. Pembatasan sampel

didasarkan atas kecukupan data yang diperlukan. Adapun sampel yang dipilih

adalah masyarakat di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan

(23)

Untuk mengungkapkan informasi melalui teknik bola salju dapat

digambarkan sebagai berikut : ketua RW sebagai informan 1 untuk mengadakan

wawancara guna mendapatkan informasi tentang pernikahan usia dini di

Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi.

Hasil wawancara dicatat dan direkam oleh peneliti, selanjutnya peneliti meminta

kepadanya agar memberi tahu siapa lagi yang dapat memberikan informasi

tentang masalah yang sama, lalu ia menunjuk pengurus RT di Kelurahan Jati

Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede Bekasi

Hasil wawancara dicatat dan direkam, diakhir wawancara peneliti

tersebut menyebutkan bahwa ibu/bapak bisa menanyakan kepada orang lain

sebagai informan 3 hasil wawancara yang dicatat menunjukkan informasi yang

sama. Demikian seterusnya pelacakan masalah tersebut kepada informan 4 dan 5,

sampai diperoleh gambaran bahwa hasil dari informasi yang diperoleh dari

informan 1,2,3,4 dan 5 tersebut sudah memiliki karakteristik, isi dan sifat yang

sama. Dengan demikian telah dicapai tingkat kepenuhan dan penarikan sampel

sudah dapat diakhiri.

(24)

Untuk menganalisis data, penulis menyesuaikan dengan permasalahan yang ada. Data yang diolah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yang

dilakukan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002 Kecamatan Pondok Gede

Bekasi. Setelah data dikumpulkan, penulis mengadakan analisis secara induktif,

kemudian merumuskan makna atas dasar analisis hingga tanggapan selanjutnya

untuk menemukan tema.

Untuk mengklarifikasi hasil temuan, peneliti melakukan pengecekan

keabsahan data dengan sumber dan pengecekan keabsahan data dengan metode.

Pengecekan keabsahan data sumber dilakukan dengan cara membandingkan apa

yang dikatakan informan satu dengan informan lain. Hal ini dilakukan untuk

menghindari bias dan keraguan atau ketidakjelasan informasi yang telah

diperoleh, misalnya informasi yang diperoleh dari pengurus Rw dibandingkan

dengan informasi pengurus yang lainnya. Selanjutnya, melakukan pengecekan

keabsahan data dengan metode, yakni pertama, melakukan suatu metode yang

sama untuk mendapatkan informasi dari dua sumber yang berbeda tetapi sangat

dekat dengan informan, kedua, melakukan dua metode yang berbeda pada

informan yang sama, dan ketiga, melakukan dua teknik pengamatan yakni dengan

pengamatan langsung dan dengan rekaman audiovisual pada satu sumber yang

sama. Hal ini juga dilakukan untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh

(25)

Kedua jenis pengecekan keabsahan data di atas selain digunakan untuk

mengklarifikasi kebenaran data yang diperoleh melalui wawancara juga

digunakan untuk mengklarifikasi temuan melalui observasi, yakni dengan

membandingkan temuan melalui pengamatan langsung oleh peneliti dan hasil

wawancara dengan subjek penelitian.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara garis besar dan menyeluruh skripsi

ini disusun atas lima bab dan tiap-tiap bab dibagi menjadi beberapa bab meliputi:

Bab Pertama tentang Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek

Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab Dua berisi: tentang Kajian Teoritis Perkawinan Di Usia Muda Dalam

Bab ini penulis menguraikan serta menjelaskan mengenai Maksud Dan Tujuan

Pernikahan Dalam Perspektif Al-Quran Dan Hadis,Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis,Pernikahan Pada Usia Muda Dengan

Memberikan Beberapa Contoh.

Bab Tiga berisi tentang Keadaan Obyektif Kelurahan Jati Bening

Kecamatan Pondok Gede Bekasi Barat. Dalam bab ini dijabarkan mengenai

(26)

dalamnya diuraikan mengenai kondisi demografis,dan keadaan sosiologis

masyarakat.

Bab Empat berisi tentang Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan

Diusia Muda.bab Empat ini mengenai pernikahan didesa Jati Bening pondok gede

bekasi,Faktor-Faktor penyebab pernikahan Pada usia muda,dorongan

keluarga(orang tua), Motivasi Anak, Pendidikan,T radisi Masyarakat Yang Masih

Di Pertahankan,Pemahaman Masyarakat Tentang Hukum Pendidikan Yang Masih

Rendah,Faktor Ekonomi atau Struktur Mata Pencaharian,Analisis Penulisan.

Bab Lima merupakan Penutup. Bab lima merupakan bab terakhir yang

mengemukakan kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan dengan harapan skripsi

ini bermanfaat dan menambah kajian keilmuan dalam tinjauan fiqih dan

(27)

BAB II

KAJIAN TEORITIS PERKAWINAN DI USIA MUDA A. Maksud dan Tujuan Pernikahan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan

Hadits

Islam menilai bahwa pernikahan mempunyai tempat dan kedudukan yang

suci dan mulia,oleh karena itu banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan

Haditsyang menganjurkan untuk menikah bagi mereka-mereka yang telah

memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di antara mereka, Surat Ar-Rum ayat

21 :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

(28)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir.”

Rumah tangga atau keluarga adalah satu unit masyarakat terkecil dari

suatu masyarakat yang terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak, ataupun anggota

keluarga yang lainya.12 Membina rumah tangga merupakan sunnatullah, yang di

awali dengan mengikat kedua bani adam, pria dan wanita dengan akad nikah,

yaitu ijab dan qabul dengan tata cara sesuai dengan ajaran Allah.

Didalam Hadits pun di jelaskan tentang anjuran menikah bagi orang yang

sudah mampu, yaitu sesuai dengan Hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh

Imam Bukhari :

“ Wahai segenap pemuda, barang siapa yang mampu memikul beban

keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih meredam

gejolak mata dan nafsu seksual, tetapi barang siapa yang belum mampu

hendaklah dia berpuasa ( karena ) puasa itu benteng ( penjagaan ) baginya.” 13

Adapun tujuan membina rumah tangga dalam Islam, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Hidup cinta mencintai dan kasih mengasihi.

2. Membina kehidupan keluarga yang tenang dan bahagia.

3. Melanjutkan dan memelihara keturunan.

12

M. Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, ( Jakarta : Gema Insani Press. 2002 ), h. 28 13

(29)

4. Bertaqwa kepada Allah SWT, dan membentengi diri dari

perbuatan maksiat.

5. Membina hubungan kekeluargaan dan mempererat silaturrahim

antar keluarga.

Menurut ajaran Islam ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai

adalah hakekat pernikahan Muslim yang di sebut sakinah. Untuk hidup bahagia

dan sejahtera manusia membutuhkan ketenagan hati dan jiwa yang aman damai.

Tanpa ketenagan dan keamanan hati, banyak masalah tidak terpecahkan,apalagi

kehidupan keluarga yang anggotanya adalah manusia-manusia hidup dengan

segala cita dan citranya. Disini jelas bahwa pernikahan pertama-tama berpungsi

sebagai ibadah atau taat kepada Allah dan Rasul Nya, dan setiap orang yang

akan menempuh mahligai rumah tangga bagi kehidupan manusia, sehingga

nilai itulah yang akan menjadi landasan dan dasar kehidupan suami istri

sesudah rumah tangga berjalan.

B. Pernikahan Pada Usia Muda : Tinjauan Agama Dan Psikologis

Di dalam hukum Islam masalah pembatasan usia untuk menikah memang

belum ada secara ekspilit. Namun para ahli fiqh memasukan permasalahan

tentang pembatasan usia untuk menikah di cantumkan sebagai syarat

perkawinan. Pada dasarnya kedudukan usia perkawinan dalam Islam adalah

(30)

Dalam konteks fiqh munakahat, ada beberapa pandangan ulama yang

berkaitan dengan usia perkawinan, antara lain:

1.Sayyid Sabiq

Di dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq berpendapat:

اﻰ و ا ﺎ و رﺪ ﻰ جاوﺰ ا

14

Artinya : Wajib hukumnya bagi orang yang telah mampu menikah atau berkeluarga dan mampu untuk membayar mahar dan takut melakukan dosa (zina).

Usia perkawinan dalam pemikiran Sabiq mengacu pada firman Allah

dalam QS. An-Nur (24) : 32 yang berbunyi :

Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. An-Nur/24 : 32)

Dari kandungan ayat ini, Sabiq berpendapat bahwa kemampuan untuk

kawin relatif ditentukan oleh aspek kejiwaan, setelah itu baru aspek kebutuhan

sosial ekonomi. Untuk itu, kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh batas

usia tertentu.

2. Muhammad Rasyid Ridho

14

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah ,(Riyadh : Daar Al-Fath li Al- Alam Al- Arab, 1996), Jilid II. Cet II, h.14.

(31)

Dalam pengertian usia nikah Muhammad Rasyid Ridho berpendapat di

dalam bukunya Tafsir Al- Manar

لﻮ أ : ، ﺤ اغﻮ ﻮهو،جاوﺰ ا اًﺪ ءﺮ اﺎﻬ نﻮﻜ ا اﻰ إ لﻮ ﻮ ا ﻮه حﺎﻜ ا غﻮ نا او جﺎ اﺔ ﻰهوﺎﻬ هﺄ ةﺮﻈ ا ﺎ ا ﺬه ﺎ أوﺎ وزنﻮﻜ نأﻰ ا ﻮ ةﺮ ﺋرو برو . 15

Artinya : Sesungguhnya masa untuk menikah yaitu, sampainya umur yang mana seseorang telah siap untuk berkeluarga dan menikah yaitu sempurnanya umu,r maka pada sempurnya umur itu akan membutuhkan saluran biologis atau kebutuhan biologis.yaitu kebutuhan untuk reproduksi dan kebutuhan untuk mempunyai keturunan, maka dengan sampainya umur itu akan siap menjadi seorang bapak dan pemimpin keluarga.

Bulughul al-Nikah berarti sampainya seseorang kepada umur untuk

menikah, yakni sampai bermimpi, pada usia ini ditambahkan seseorang telah

bisa melahirkan anak dan menurunkan keturunan, sehingga tergerak hatinya

untuk menikah. Dalam usia ini kepadanya telah dibebankan hukum, hukum

agama, seperti ibadah dan muamalah serta ditetapkan hukum hudud, karena itu

makna rusyd adalah kepantasan seseorang untuk melakukan Tasharruf yang

mendatangkan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Hal ini merupakan bukti

kesempurnaan akalnya.

3. Quraish Shihab

Seseorang dikatakan telah dewasa dan dianggap telah mampu untuk

melakukan pernikahan setelah ia berumur 25 tahun16, dalil yang digunakan

adalah surah An-Nur 32.

15

Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir Al- Manar (Mesir Al- Manar, 1325 H) Juz IV h .387 16

(32)

Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian, diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Ada beberapa pemikiran Islam tentang usia perkawinan, konsep

pemikiran Islam hanya dipersyaratkan telah mencapai balig antara kedua calon

suami-isteri, inheren dengan syarat-syarat perkawinan. Di samping itu, terdapat

rukun perkawinan, salah satu syarat sah perkawinan adalah telah mencapai usia

balig17.

Dalam hubungannya dengan usia perkawinan, maka sigah (lafal) ijab dan

kabul adalah bersifat kekal selamanya, sehingga haram hukumnya jika calon

suami hanya berkata “Saya nikahi engkau untuk selama satu tahun”, atau “Saya

nikahi engkau selama saya berada di kota ini”. Nikah dengan mensyaratkan

tenggang waktu tertentu, menurut ulama fiqh di sebut nikah mu’aqqat dan hal

itu diharamkan. Menurut hukum Islam, dilakukan bersifat selamanya, tanpa di

batasi oleh waktu, baik waktunya itu jelas atau tidak jelas.

Secara biologis, calon suami isteri telah mencapai usia balig karena di

tandai perubahan fisik, akan tetapi aspek mentalitasnya masih membutuhkan

17

(33)

pembinaan secara utuh, tidak perlu kondisi mental-psikologis yang labil, dan

masih dipengaruhi oleh faktor kecenderungan praktis dalam kaitan fisik

biologisnya18.

Demikian pula, asumsi yang harus dibangun bahwa usia baliq harus

mengacu pada dimensi yang komplementer, baik yang bersifat sosial maupun

yang bersifat ekonomi. Bahkan aspek ini seharusnya dimiliki oleh calon

suami-isteri sebagai konsekuensi sense of responsibility baik terhadap pribadi

masing-masing maupun bagi keturunan dan lingkungan masyarakatnya. Inheren dengan

kemampuan dari segi sosial ekonomis itu, juga merupakan indikasi adalah

syarat kerelaan (ridha) antara kedua belah pihak untuk melakukan perkawinan.

Kerelaan adalah sebagai salah satu ekspresi kesiapan mental untuk bertanggung

jawab membina rumah tangga, sehingga relatif penting, bahkan menjadi prinsip

atau asas dalam perkawinan.

Memahami keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usia

balig atau perkawinan menjadi bagian yang semakin penting. Karena

pertimbangan syarat-syarat yang demikian kompleks. Di dalam aspek lain yang

berkaitan dengan syarat khusus tentang usia perkawinan, ulama fiqh

menegaskan bahwa calon mempelai yang mencapai kedewasaan yakni mampu

dalam arti menafkahi baik lahir dan batin serta telah masak jiwanya dan sudah

18

(34)

terlihat dari fisik maka diwajibkan layak untuk menikah.. Alasannya, kedua

mempelai sudah dianggap mampu. Dari aspek sosial keduanya telah selesai

studi dari perguruan tinggi, yang sudah mungkin memiliki kemampuan

intelektual, kemampuan psikologis serta respek terhadap tanggung jawab secara

pribadi dan secara kolektif, lebih jelasnya pendapat ulama yang membolehkan

nikah muda dan melarang nikah muda yakni :

Pendapat para ulama fiqh yang memperbolehkan nikah muda ada dua

golongan yang menetapkan hukum boleh dan tidaknya nikah tanpa batasan

usia atau nikah muda19 :

1. Pandangan Jumhur Fuqoha, yang membolehkan pernikahan usia muda.

Walau demikian, kebolehan pernikahan muda ini tidak serta merta

membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan

mengakibatkan adanya dlarar, maka hal itu terlarang, baik pernikahan

pada usia dini maupun sudah dewasa.

Dalil yang di gunakan antara lain Al-Qur’an Surah Ath-Thalaaq (65) : 4

19

(35)

Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.(QS. Ath-Thalaaq/65 : 4)

Pada ayat tersebut, Allah SWT menetapkan masa iddah bagi perempuan

yang belum haid selama tiga bulan.

Dalam terminilogi fikih, Iddah di definisikan sebagai berikut :

ﺎﻬ اﺮ وأﺎﻬـ وزةﺎـ وﺪـ وﺰ اةاﺮ اﺎﻬـ ﺮ ةﺪ 20

Artinya : Suatu masa dimana perempuan membersihkan rahim atau janin setelah ditinggal mati suaminnya.

Kaitanya dengan penetapan masa iddah baginya tidak mungkin terjadi

kecuali setelah terjadinya aqad pernikahan. Ayat ini juga menunjukan

keabsahan pernikahan anak kecil (oleh wali) tanpa izinnya, mengingat tidak

dianggapnya izin bagi anak kecil.21

Secara umum, mufasirrin sepakat bahwa " ﻀﺤ ﻷاو" menunjukan

penetapan masa iddah bagi anak perempaun yang masih kecil, yang telah

menikah kemudian pisah dengan suaminya.

20

Imam Al-Sohn’ani, Subulus salam : Syarah Bulughul Al-Maram, (Daru al-Fikr, Beirut Lebanon, 1991 M/1411 H), , Juz 3, h. 1491

21

(36)

2. Pendapat kedua, pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakaral Asham dalam

kitabnya Ahkam Zawaj al- shaghirah yang menyatakan bahwa pernikahan usia

muda hukumnya terlarang secara mutlak. Argument kelompok ini adalah

Al-Qur’an surah An-Nisa (4) : 6 :

⌧ ⌧

⌧ ⌧

Artinya : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).(QS. An-Nisa/4 : 6)

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tanda berakhirnya masa kecil adalah

sampainya pada usia pernikahan. Seandainya pernikahan pada masa kecil di

(37)

pernikahan usia muda ini tidak ada faedahnya. Hal ini mengingat salah satu

tujuan pernikahan adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah serta

memperoleh keturunan yang baik dan tidak berakhir dengan perceraian, dan hal

ini mustahil tercapai dengan menikahi anak kecil. Bahkan bisa jadi akan

menimbulkan dlarar atau kerugian bagi kedua mempelai atau salah satunya.

Perlu di ketahui bahwa pernikahan yang tanpa memperhitungkan akibat

dari pernikahan usia muda akan berakibat fatal. Praktek pernikahan Nabi

Muhammad SAW dengan Aisyah r.a, adalah merupakan suatu kekhususan bagi

seorang Nabi, dan bukan menjadi suatu kewajiban atau menjadi suatu ketetapan

hukum22.

Dan inilah pemahaman dari istilah fiqh, dalam arti kedewasaan, usia

kecenderungan, dan kematangan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar atau

patokan usai dewasa pada para fuqoha-fuqoha Islam yakni :

1. Usia baliq di tentukan kepada kemampuan dalam bertanggung jawab.

2. Usia baliq lebih ditunjukan kepada wanita yakni dengan kesimpulan untuk

berkumpul atau senggama adalah kesiapan psikologis perempuan untuk

menjalani hidup bersama.

3. Ibn Qudamah dalam bukunya al-Mughni pasal 1124 halaman 415 bahwa

kondisi anak masih kecil dan dirasa belum siap maka tidak boleh untuk

menikah kalaupun sudah menikah maka walinya menahan untuk tidak

22

(38)

hidup bersama dengan suaminya terlebih dahulu, sampai si perempuan

mencapai kondisi yang sangat siap23.

Dari hal tersebut diatas bahwa sesungguhnya batasan usia aqil balig

dalam Islam tidak ditemukan akan tetapi Islam mebolehkan menikah ketika

sudah siap mental secara psikologisnya baik psikis dan fisik. Sedangkan

menurut peraturan perundang-undang perkawinan menikah di bolehkan jika

pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan mempelai wanita sudah berusia

16 tahun.

Ada beberapa hal yang penting, jika usia kedewasaan ini penulis kaitkan

dengan pemahaman para ahli psikology yakni :

1. Hurclok , kedewasaan atau biasa disebut adult dalam ilmu psikology berasal

dari bahasa latinyang berarti “Tumbuh menjadi kedewasaan”. Definisi

kedewasaan adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan dan

siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa

lainnya24. Kemudian Hurlock mendefinisikan dewasa dan masa dini

merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan dan harapan

baru. Seperti menjadi suami, istri, bapak dari ayah atau kepala rumah tangga.

2. Feldmeen menjelaskan secara sederhana bahwa seseorang dapat dikatakan

dewasa apabila ia telah sempurna pertumbuhan fisiknya seperti laki- laki

23

Ibn Qudmah Al-Mugni (Al-Hijro At- Tauba’ah wa Nasr wa Taujia’ wa I’lan, Kairo, 1986) h. 415.

24

(39)

bertambahnya bulu, dan timbulnya jakun, dan perempuan bertambahnya

bulu, payudara juga pinggul dan sudah haid.dari segi sikap masa dewasa

adalah mampu menerima tanggung jawab dan mencapai kematangan dalam

hal bertindak.Umumnya para ahli psikology menetapkan usia dewasa sekitar

20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai 40 - 45 tahun25

Dalam hal ini penulis dapat menganalisa, bahwa jika dilihat dari ilmu

psikology jelas kedewasaan seseorang dapat dilihat dari kesiapan fisik dan

psikisnya yaitu usia kedewasaanya berkisar 20 tahun maka tujuan dari

persyaratan pelaksanaan perkawinan yang terdapat pada UU No 1 Tahun 1974

pasal 7 ayat 2 yang syarat usia harus mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun

bagi pria dan 16 (enam belas) tahun bagi wanita, agar perkawinan tersebut

menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia secara baik tanpa berakhir

dengan perceraian, mendapat keturunan yang baik dan sehat akan dapat di

wujudkan, sangat bisa diterima dan cukup untuk melakukan pernikahan, Akan

tetapi dalam hukum Islam batas usia perkawinan tidak di atur secara eksplisit

atau tidak dijelaskan secara rinci, namun hal demikian konsep pemikiran Islam

hanya di persyaratkan telah mencapai aqil balig antara kedua calon

suami-isteri.

Menurut Abdurrahman Al- Jaziri dalam kitabnya Al- Fiqh Madzhabil Al-

Arba’ah mengatakan :

25

(40)

ﺔ وﺰ او

جوﺰ ا

ﺎ هو

ﺪ ﺎ ﺎ

ا

طوﺮ ا

ﺎ أو

:

ا

ﺎﻬ

دﺎ ا

طﺮ

ﻮهو

حﺎﻜ ا

أ

ىﺬ ا

ﻰ ا

نﻮ

ا

حﺎﻜ

.

ا

ﺎﻬ و

ﺔ ﺮﺤ او

غﻮ

نﺎ ﺮ ﺎ هو

.

ﺪ او

ﻰ ﻮ ا

ةزﺎ ﺎ

ا

و

ﺎ ه

نﺎ

ﺪ او

ىﺬ ا

ﻰ ا

نﺎ

.

26

Artinya :Bahwa adapun syarat-syarat laki-laki dan perempuan yang menikah adalah :

1. Berakal sehat ( orang gila dan anak kecil yang belum baligh tidak

boleh melakukan akad)

2. Baligh

3. Merdeka

Apabila anak anak dan hamba sahaya ingin melakukan pernikahan maka

harus ada izin dari wali atau tuannya.

Maka dapat diartikan pendapat Abdurrahman Al-Jaziri tidak menentukan

berapa usia balig namun ada syarat yang boleh melakukan pernikahan adalah

usia aqil balig yakni yang sudah mempuanyai akal artinya sudah dewasa,

Dengan demikian konsekuensi soal batas usia bagi calon suami isteri

menurut hukum Islam jika diimplikasikan dengan syarat dan dasar perkawinan

untuk mencapai usia balig harus meliputi kemampuan fisik dan mental,

sehingga secara garis besar dan psikologis bahwa kematangan usia dan

kesiapan mental berkisar pada usia 25 tahun sebagaimana Quraiys Shihab,27

berpendapat dan pendapat tersebut sama dengan para ahli psikology yakni usia

26

Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Mazhabihil Al-Arba’ah, (Maktabah Tijarah Al-Kubra) Jilid 4 Hal, 16. Mesir, 1969

27

(41)

dewasa adalah sekitar 20 tahun atau lebih dan manfaatnya adalah agar calon

suami-isteri dapat memahami lebih signifikansi perkawinan secara tepat. .Hal

ini menunjukkan adanya inheren dengan syarat-syarat perkawinan yang di

tuliskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Dengan demikian pengaturan tentang usia ini sebenarnya sesuai dengan

prinsip perkawinan yang menyatakan bahwa calon suami dan isteri harus telah

masak jiwa dan raganya. Namun sebaliknya apabila perkawinan dilakukan di

bawah usia yang telah ditetapkan undang-undang atau diistilahkan dengan

perkawinan dini mestilah dihindari karena membawa efek yang kurang

baik,terlebih dibawah umur yakni 19 tahun oleh undang undang perkawinan

dan 20 tahun atau lebih menurut ahli psikology28, terutama bagi pribadi yang

melaksanakannya dan akan cenderung berakhir dengan perceraian walaupun

menurut hukum Islam tidak ada pembatasan usia menikah,namun kematangan

fisik dan psikis juga kesiapan lahir dan batin adalah syarat yang dianjurkan

untuk menikah.

C. Pernikahan Pada Usia Muda : Beberapa Contoh

Pernikahan adalah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga )

28

(42)

yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.29 Pada

pembahasan ini kita bicarakan umum ideal menikah, disamping perlu juga

dipertimbangkan waktu pernikahan.

Ma’sum Djauhari menegaskan bahwa “ apabila seseorang yang hendak

menikah seyogyanya mengetahui empat hal :30

a. Pernikahan sangat perlu di persiapkan dengan sebaik-baiknya.

b. Pernikahan harus memperhitungkan waktu yang tepat sesuai dengan

umur seseorang.

c. Kita seyogyanya tahu prosedur dan tata cara melangsungkan

pernikahan.

d. Kita tahu siapa yang bakal menjadi calon pasangan kita.

Dengan berpatokan pada empat hal tersebut barulah seseorang

diperbolehkan melangsungkan pernikahan. Disamping hal tersebut juga ada

yang perlu dipersiapkan usianya yang sudah mencukupi atau belum. Mengenai

pernikahan usia muda, di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

pernikahan dikatakan bahwa : pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria

mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.31

29

Nasarudin Latif,Ilmu Perkawinan, op. Cit. h. 13 30

Djauhari Ma’sum, Bimbingan Perkawinan Dan Berumah Tangga, ( Jakarta : cv. Aji sakti, 1994 ). h. 38.

31

(43)

Kalau sudah mencapai umur yang di tetapkan oleh undang-undang diatas

maka pihak KUA dapat menikahkan mempelai dengan syarat harus mendapat

izin dari orang tua masing-masing mempelai atau calon pengantin.

Melihat pernyataan tersebut, yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun

untuk wanita sebelum kedua mempelai mencapai batasan usia yang telah

ditentukan disebut dengan pernikahan di usia muda. Kondisi seperti ini tidak

cocok dengan perkembangan zaman dan perubahan zaman, karena setiap

manusia dia harus mengembangkan intelektual dan pengalaman pada berbagai

aspek.

Pernikahan usia muda kebanyakan akan mengalami rasa penyesalan,

kesengsaraan dan kekacauan dalam membina rumah tangga karena belum siap

secara lahir yakni menikah pada usia yang terlalu muda. Satu kendala yang

membuat pernikahan usia muda semakin bermasalah adalah merebaknya

kebiasaan pernikahan di bawah tangan. Pernikahan dibawah tangan adalah

pernikahan yang tidak mengikuti prosedur peraturan pemerintah, atau ada

istilah pernikahan yang tidak di catat pada Kantor Urusan Agama ( KUA )

setempat. Karena pernikahan, adalah sah apabila dilakukan menurut hukum

Islam. Sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

pernikahan.32

Pernikahan di usia muda mayoritas akan mengalami penyesalan yang

diakibatkan terlalu muda usianya, orang tua sendiri sering mendorong

32

(44)

pernikahan anaknya dalam usia yang sangat muda. Orang tua seperti ini

sebenarnya salah perhitungan dengan menganggap bahwa pernikahan dalam

usia muda mempunyai suatu faktor kematangan.

pernikahan dalam usia muda belasan tahun adalah keputusan-keputusan

yang sangat kompulsip, kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka yang

melangsungkan pernikahan di usia muda. Biasanya kedua anak laki-laki dan

perempuan yang tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka

ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli dengan akibat

apakah itu bencana.

Pengadilan Agama menentukan batasan umur bagi calon pengantin agar

tidak terjadinya pernikahan di usia muda yang memang mereka masih labil

emosinya dan dianggap masih belum mampu secara fisik dan mentalnya,

sehingga akan mengalami ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam rumah

tangga. Apalagi pada usia yang belum matang secara lahir dan batin seperti

yang dijelaskan dalam undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang telah di

ungkapkan.

Dalam bukunya yang berjudul Mencegah Perkawinan yang Tidak

Bahagia, F Shappiro mengungkapkan beberapa kendala yang dialami akibat

menikah di usia yang masih muda.

a. Ketidak bahagiaan yang tidak dapat dielakkan.

(45)

Hal seperti ini sepertinya sudah sering terjadi pada pasangan yang

menikah di usia muda dikarenakan belum siapa mereka untuk membina rumah

tangga maka dari itu keputusan untuk melangsungkan pernikahan ini akan

menjaga segi emosional dan segi praktis dari kebahagiaan perkawinan. Batas

usia yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama tidak lain untuk mencegah

terjadinya pernikahan di usia muda.

Terlalu banyak pernikahan yang implusif ( hanya menurut kata hati ),Yng

mengakibatkan banyak perceraian yang implusif juga.banyaknya perceraian

yang di lakukan secara sembarangan mengakibatkan sangat meresahkan

masyarakat moderen.33 Jika kita semua dan para orang tua yang tidak

memaksakan anak-anak mereka untuk menikah di usia muda maka untuk

mencegah terjadinya perceraian harus di persiapkan secara matang bagaimana

agar tidak terjadi perceraian, dan tentunya akan mendapat kebahagiaan dalam

melakukan pernikahan di usia muda.

Perkawinan mampu menghadapi kesulitan-kesulitan mereka secara

realitis dan mau mengadakan perbaikan atau konsensi yang di perlukan. Hal ini

menjadikan mereka bersedia menerima tanggung jawab sendiri dari

perselisihan perkawinan mereka. Suatu perkawinan yang tidak bahagia jarang

disebabkan oleh suatu pihak saja,yang bertanggung jawab dalam kebahagiaan

perkawinan atau pernikahan tidak hanya satu orang saja tetapi kedua-keduanya

yaitu suami istri, merupakan orang yang saling mempengaruhi, dan keduanya

33

(46)

pasangan mempunyai jalan dan komitmen yang menjadi bimbingan dan pelurus

bagi kesadaran, jika perkawinan itu tidak di selamatkan.

Dan hendaknya dengan keduanya jika menemukan permasalahan dalam

hidup berumah tangga saling mengingatkan kesalahan tersebut dasar sadar akan

kesalahan yang di lakukannya sehingga tercipta keluarga yang saling pengertian

dan harmonis berdasarkan tuntunan dalam agama Islam.

Didalam masyarakat Jati Bening Bekasi menjadikan pernikahan sebagai

suatu adat istiadat dalam kebudayaan setempat, tidak terkecuali usia muda.

Mayoritas warga masyarakat Jati Bening khususnya di RT005 RT. 005 RW.

002 melakukan pernikahan pada usia muda yang relatif muda dan hal ini

menjadikan kebiasaan penduduk setempat. Didasari oleh berbagai macam

faktor yaitu,

Pertama,Ekonomi. Dimana dalam sebuah keluarga yang berekonomi

lemah memposisikan anak sebagai beban dalam keluarganya oleh karena itu

anak yang berusia diatas lima belas tahun segera di nikahkan, dengan begitu

beban orang tua menjadi lebih ringan.

Kedua, Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah mendominasi setiap

warga kelurahan jati bening yang rata-rata hanya menyelesaika pendidikan

tingkat dasar saja. Jadi tingkat kedewasaan secara emosional dan pemahaman

(47)

Dan yang Ketiga adalah motifasi yang berasal dari orang tua atau dari

anak itu sendiri. Dorongan dari orang tua banyak terjadi untuk mendorong

anaknya untuk segera menukah jika mengetahui anaknya sudah mempunyai

pasangan,karna menurut mereka jika di biarkan lama berpasangan timbul

kehawatiran akan terjadi perbuatan negatif yang melanggar Agama. Dan bagi

anak itu yang melakukan pernikahan dengan keinginan sendiri hanya untuk

menyalurkan kebutuhan biologisnya saja dengan cara yang sah.

(48)

BAB III

KONDISI OBJEKTIF KELURAHAN JATI BENING KECAMATAN PONDOKGEDE RT. 005 RW. 002

A. Kondisi Demografis Desa Jati Bening

Untuk dapat meneliti suatu perilaku dalam masyarakat maka perlu di

ketahui juga keadaan Demografis wilayah tersebut. Masyarakat Jati Bening

merupakan salah satu wilayah kecamatan Pondok Gede, yang berada di sebelah

Barat dari pusat pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Bekasi.

Batasan Wilayah Jati Bening adalah Sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jati Keramat

b. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Jati Asih

c. Sebelah Barat perbatasan antara Bekasi dengan Jakarta

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cikunir

Jati Bening mempunyai wilayah teritorial yang luasnya kurang lebih

sekitar 351 Hektar dengan jumlah penduduk 6086 jiwa. Disini penulis

membatasi pembahasan di Kelurahan Jati Bening RT. 005 RW. 002, yang

rinciannya adalah sebagai berikut :

(49)

Laki- laki : 301 orang

Permpuan : 299 orang

b. Jumlah penduduk menurut agama Islam : 544 orang

Kristen : 56 orang

c. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian34 Pegawai Negri Sipil ( PNS ) : 15 orang

Kemiliteran ( TNI / POLRI ) : 2 orang

Karyawan :150 orang

Pedagang : 43 orang

Tani : 27 orang

Pertukangan : 18 orang

Buruh Tani : 23 orang

Pensiunan : 12 orang

Bidang Jasa : 87 orang

Desa Jati Bening ini walaupun berada di sebelah Timur dari pusat kota

kabupaten tidak terlalu sulit untuk menjangkaunya, dari pusat Kota Bekasi

sudah tersedia alat transportasi yang cukup banyak. Akan tetapi rata-rata

transportasi hanya sampai sebelah timur Desa Jati Bening yaitu Desa Cikunir,

ada juga beberapa mobil angkutan kota saja yang masih lewat kedaerah Jati

Bening itupun tergantung kepada jumlah penumpang yang ada pada kendaraan

34

(50)

tersebut. Untuk melanjutkan kesetiap Desa diteruskan dengan transportasi lain

seperti ojek motor.

Topograpi Desa Jati Bening berupa daratan 12 meter diatas permukaan

laut ( 12 dpl ) dengan kondisi awal tanah merupakan rawa-rawa jadi dapat

dikatakan tanah rawa, namun karena sudah berubah menjadi permukiman

penduduk kondisinya relatif kering dengan beberapa bagian yang masih

digenangi air atau masih pada sifat aslinya berupa rawa.

B. Keadaan Sosiologis Desa Jati Bening 1. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan sering kali di hadapkan pada dua orientasi yang saling

bertolak belakang, satu sisi lebih menenkankan pada aspek humaniora dan di

sisi lain lebih menekankan pada penguasaan Hi- Tech – ilmu pengetahuan dan

teknologi pendidikan mengandung signifikansi bagi kehidupan manusia dan

masyarakat.

Pertama, pendidikan menyediakan wahana yang telah teruji untuk

mengimplementasikan nilai-nilai dan hasrat masyarakat yang telah berubah.

Kedua, Pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah sosial.

Ketiga, Pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk

menerima dan mengimplementasikan nilai-nilai baru. Keempat, pendidikan

(51)

Pendidikan memiliki bentuk yang dapat di bagi pada tiga bagian yaitu

pendidikan yang bersifat informal yang lebih di identikan dengan pendidikan

dalam keluarga, pendidikan yang brsifat formal yang lebih di kenal dengan

pendidikan sekolah dan pendidikan non formal atau di sebut juga pendidikan

luar sekolah.

Perkembangan ilmu pendidikan dewasa ini, sarana pendidikan dalam

melaksanakan aktifitas pendidikan mempunyai peran yang sangat dominan,

sebab tanpa adanya sarana proses pendidikan tidak akan dapat terlaksana

dengan baik apalagi mempunyai kualitas yang tinggi sangatlah sulit. Untuk

mencapai tujuan tersebut, desa Jati Bening termasuk Desa yang

mementingkan pendidikan terutama pendidikan agama,walaupun upaya

menyekolahkan anak termasuk menjadi permasalahan bagi kebanyakan

masyarakat desa ini.

Permasalahan tersebut dapat di maklumi karna masyarakat Jati Bening

rata-rata mata pencaharianya buruh tani bila dilihat dari sarana pendidikan

yang ada memang mengadai karena sudah ada sekolah madrasah Tsanawiyah

atau setingkat dengan SLTP. Sehubungan masyarakat yang tingkatan

ekonominya masih rendah maka banyak orang tua yang anak-anaknya tidak

melanjukan pendidikan dan para orang tua berfikir lebih baik menikahkan

(52)

Adaupun rincian data sarana dan perasarana pendidikan di Jati Bening

adalah sebagai berikut:35

a. Taman kanak-kanak : 1 buah

b. Sekolah dasar : 3 buah

c. Sekolah lanjutan tingkat pertama : 1 buah

d. Sekolah lanjutan tingkat atas : 1 buah

e. Pesantren : 1 buah

f. Madrasah : 1 buah

Dengan minimnya sarana pendidikan di desa Jati Bening maka rendah

pula tingkat pendidikan yang di peroleh masyarakat apalagi tingkat

perekonomian, masyarakat yang tidak menunjang dan memadai untuk

menyekolahkan anak-anak mereka dengan kondisi yang memperihatinkan.

Anak-anak yang tidak me;lanjutkan pendidikanya terpaksa harus bekerja

dipabrik-pabrik dan menjadi buruh tani atau di bidang jasa dan di bidang lainya,

hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bagi remaja wanita atau anak

yang masih muda sudah menikah karna salah satu faktor yang bisa dilakukan

yang dapat meringankan beban kebutuhan hidup yang semakin sulit.

2. Sarana Ibadah

Sarana ibadah pada zaman Rasulullah merupakan sentral kebudayaan

Islam, pusat organisasi masyarakat, pusat pendidikan, pusat permukiman, (

Community Centre ), serta sebagai sarana ibadah dan i’tikaf.sarana ibadah yang

35

(53)

berupa masjid dan musollah merupakan tempat terbaik untuk kegiatan

pendidikan Islam, yang merupakan lembaga kedua, setelah pendidikan keluarga

pada waktu yang bersamaan atau dapat pula dikatakan sebagai pendidikan non

formal.

Sarana ibadah yang tersedia di Desa Jati Bening cukup banyak di

bandingkan dengan Desa lainya, hal ini menjadikan masyarakatnya sebagai

komunitas religius dan lebih kental suasana yang berbuansa Islami.

Tempat peribadatan yang ada di desa Jati Bening dapat di kategorikan

pada dua tempat peribadatan yaitu :

Masjid sebanyak enam buah bangunan

Musholla ada enam belas bangunan

Dengan mengemplementasikan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam

dapat mendidik seseorang untuk tetap beribadat kepada Allah dengan

menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanam solideritas

sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban manusia sebagai insan pribadi dan

insan sosial. Selain itu masjid juga dapat memberikan rasa ketentraman,

kemakmuran dan kekuatan potensi-potensi rohani manusia melalui pendidikan

kesabaran, keberanian, kesadaran dan optimisme.

(54)

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN PADA USIA MUDA A. Kebiasaan Pernikahan di Desa Jati Bening Kecamatan Pondok Gede

Kabupaten Bekasi dan Analisisnya

Setiap manusia mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat dan

membentuk rumah tangga yang di kukuhkan dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan pada usia muda yang terjadi pada masyarakat terdapat beberapa

faktor. Menurut M. Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini

menganjurkan untuk menikah pada usia muda untuk menjaga aqidah mereka,

sedangkan di satu sisi mereka butuh pegangan bagaimana mereka bisa menikah

dengan prestasi yang bahagia. Sekalipun secara psikologis pernikahan usia

muda merupkan langkah terbaik, tetapi ini bukanlah alasan untuk menikah

muda.

Pernikahan adalah naluri hidup manusia normal. Bahkan anjuran agama

Islam dalam hal ini cukup di tegaskan, pernikahan adalah hak dan kehendak

seseorang yang tidak dapat di ganggu gugat. Namun pada pelaksanaanya tidak

(55)

Pengaturan dan pembinaan terhadap kegiatan pernikahan menjadi urusan

Departemen Agama. Departemen ini untuk selanjutnya untuk Kantor Urusan

Agama ( KUA ) yang berada di wilayah kecamatan. Kantor Urusan Agama (

KUA ) mengurus dan melayani masyarakat yang akan melangsungkan

pernikahan. Sedangkan bagi masyarakat yang ada masalah atau krisis dengan

kelangsungan pernikahan di urus atau di layani oleh Lembaga Peradilan.

Lembaga Peradilan ini mempunyai kewenangan dalam mengatasi permasalahan

[image:55.612.114.533.247.661.2]

Talak dan Cerai.

Tabel I

Data Pernikahan Pada Usia Muda Masyarakat Desa Jati Bening Rt. 005/

Rw.002

Usia Pernikahan Frekuensi Prosentase (%)

11-15 7 orang 14 %

16-18 12 orang 85 %

18 tahun keatas 1 orang 1 %

(56)

Melihat data tersebut diatas, teryata masih banyak pasangan yang

menikah pada usia muda. Yuridis formal yang mengatur tata cara pernikahan

tersebut nampaknya tidak efektif untuk mereka dan pada giliranya

melaksakanya dengan jalan pintas yang di sebut kaein di bawah tangan ( tidak

tercatat di KUA ).

Kondisi pernikahan yang demikian, jelas tidak akan menguntungkan bagi

kedua belah pihak, karna tidak mempunyai landasan hukum positif yang

berlaku. Pernikahan tersebut hanya sah menurut Agama. Hal ini tentu akan

berpengaruh pula kepada Hukum Perdata lainya seperti Hukum Kewarisan.

Secara Yuridis Formal mereka tidak akan dapat perlindungan Hukum jika

masalah-masalah yang berhubungan dengan problematika rumah tangga atau

keluarga. Dengan kata lain mayoritas pasangan muda tersebut mengarungi

bahtera rumah tangga tanpa di bekali oleh pemikiran jangka panjang.

Dari data yang penulis amati, ternyata masyarakat desa Jati Bening masih

memandang pernikahan dalam konsep yang sederhana yakni sebagai salah satu

anjuran dalam ajaran agama selebinya tentang arti dan fungsi sebuah rumah

tangga mereka terlihat agak kurang persiapan mentalnya ketika menghadapi

gelombang rumah tangga. Pengetahuan dan tata cara berumah tangga yang baik

belum di pandang sebagai sesuatu yang perlu, karna mereka selalu berpendapat

bahwa kehidupan rumah tangga adalah persoalan manusia untuk beradaptasi

(57)

sedangkan jika di temukan ketidak cocokan mereka mengadukanya kepada

orang tua atau bila perlu mereka melakukan perceraian.

Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan pada usia muda

baik yang berasal dari keluarga, pendidikan, ekonomi maupun dari lingkungan,

analisis penulis semua itu adalah merupakan perilaku dari masyarakat jati

bening yang mempunyai pengaruh negatif lebih banyak dari pada pengaruh

positifnya. Dengan terjadinya pernikahan dini yang tidak di siapkan dengan

matang akan merugika orang yang akan menjalaninya yaitu dapat

mengakibatkan kegagalan hidup berumah tangga dan ini tentunya dapat

menjadi image yang buruk bagi penduduk desa lainya karena desa tersebut akan

mudah tekenal adanya pernikahan dini yang sering di lakukan oleh para

anggota masyarakatnya. Oleh karna itu hendaknya masyarakat menyadari

berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut dan membuat suatu

tindakan yang bersifat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai

penyebab pernikahan pada usia muda. Sehingga pada kehidupan pernikahan

selanjutnya tidak ada lagi perceraian atau hancurnya kehidupan rumah tangga

yang di sebabkan usia yang muda masyarakat lebih mengerti arti dan fungsi

pernikahan dengan sesungguhnya, pernikahan yang terjadi pada masyarakat Jati

Bening lebih terarah dan tercipta kehidupan perkawinan yang harmonis.

(58)

Keluarga adalah sebagai suatu kemasyaratan yang terkecil, didalamnya

terjadi hubungan yang erat antara manusia dengan manusia, didalam keluarga

terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengaruh orang tua terhadap anak mempunyai

arti yang besar dalam pembentukan pribadi anak.36

Yang dimaksud orang tua disini adalah bapak, ibu atau orang tua yang

dianggap berhak langkah si anak karena adanya hubungan darah atau jasa

misalnya, anak yang sejak kecil ikut paman bibinya dan membesarkan si anak

itu beranjak dewasa ikut pula menentukan langkah pernikahan anak tersebut.

Dalam hal ini masih banyak orang tua dari Masyarakat Jati Bening suka

memaksakan anaknya untuk menikah. Mereka berpendapat jika umur seseorang

sudah 20 tahun keatas akan menyebabkan aib bagi keluarganya yaitu akan

timbul istilah perawan tua dan perjaka tua, dan hal ini dapat mempermalukan

keluarga. Orang tua yang demikian biasanya didasari dengan pendidikan yang

rendah dan keadaan ekonomi keluarga yang rendah atau yang kurang

menguntungkan. Orang tua yang dapat mewakili mayoritas masyarakat Jati

Bening tersebut masih sangat sederhana. Menika

Gambar

Tabel 1 Jumlah Penduduk Kelurahan jati Bening Menurut Mata
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel I Data Pernikahan Pada Usia Muda Masyarakat Desa Jati Bening Rt. 005/
GAMBARA UMUM KELURAHAN JATIBENING
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Kriteria maksimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta

Perubahan desain dan pengembangan harus ditunjukkan dan rekamannya dipelihara. Perubahan harus ditinjau, diverifikasi dan dibenarkan,secara sesuai, dan disetujui

memanfaatkan modal sahamnya untuk memperoleh laba. Semakin besar ROA maka usaha pemanfaatan modal saham yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan laba dapat

Today, after significant growth, we are known as Services Provider for Maintenance Services, Construction Services, Inspection Services and Equipment..

Untuk Kota Tegal, kelompok pengeluaran untuk bahan makanan memberikan andil yang paling nyata pada laju inflasi bulan Pebruari 2007 dengan sub kelompok padi-padian, umbi-umbian

Liponsos yang telah dipaparkan pada sub bab di atas, telah sesuai dengan arah, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan berdasar konteks Pelayanan Sosial Dasar

polymyxa , Trichoderma sp., dan fungisida berbahan aktif metalaksil tidak berpengaruh nyata terhadap keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung hibida NK22 berumur 19

Hindari pemijatan pada tulang rusuk atau ujung tulang rusuk. Gerakan ini hanya untuk bayi yang telah lepas tali pusat.. 1) Mengayuh sepeda, lakukan gerakan memijat pada perut