KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA
HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ANDI BAGUS PRIBADI
20120310142
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA
HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
ANDI BAGUS PRIBADI
20120310142
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Andi Bagus Pribadi
NIM : 20120310142
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 22 Maret 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
Karya Tulis Ilmiah ini dipersembahkan kepada,
Kedua orang tua tercinta, Abdul Hamid dan Nurindah Sutarsih yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang tak pernah habis kepada penulis.
Saudara tercinta, Ayu Mareta dan Alwan Zaky Nauval yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam menggapai keinginan.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis ucapan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Perbedaan Kadar kreatinin darah
antara Hemodialisa 2 kali dengan 3 kali per minggu pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin pada pasien gagal
ginjal kronik yang mengalami hemodialisa dengan frekuensi yang berbeda di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2015. Hemodialisa
merupakan terapi dari penyakit gagal ginjal yang sudah sampai pada stadium
terminal dengan kata lain kronik.
Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana
kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis
llmiah.
2. dr. Hj. Niarna Lusi, Sp.PD selaku pembimbing dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran
vi
3. Kedua orang tua penulis yaitu, H. Abdul Hamid dan Hj. Nurindah Sutarsih
yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah.
4. Sahabat-sahabat penulis, Achmad Yasin Mustamin, Ahmad Zaki Romadlon
Bagus Ridho Setiadi, Ray Ramadhan, Ibrahim Fattah Hudiyah, Ayudia
Mayang Putri, Firda Atiya Rahmi, dan Adinda yang memberi semangat dan
ilmunya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Teman-teman sebimbingan KTI, Bagus Ridho Setiadi, Eric Frapanca, dan
Lisna Maladewi yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya
Tulis Ilmiah ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi
para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama
ilmu kedokteran.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
INTISARI xii
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
E. Keaslian Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e. Patofisiologi 9
f. Komplikasi 11
2. Kreatinin 11
a. Definisi 11
b. Metabolisme 12
c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin 14
3. Hemodialisa 15
a. Definisi 15
b. Indikasi 16
c. Adekuasi 16
d. Proses Hemodialisa 18
e. Komplikasi 19
B. Kerangka Konsep 21
viii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian 22
B. Populasi dan Sampel 22
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 24
D. Variabel Penelitian 24
E. Definisi Operasional 24
F. Alat dan Bahan Penelitian 25
G. Jalannya Penelitian 26
H. Analisis Data 27
I. Kesulitan Penelitian 27
J. Etika Penelitian 27
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 28
B. Pembahasan 29
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 34
B. Saran 34
ix DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian Penelitian 5
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit 8 Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar diagnosis etiologi 9
Tabel 4. Analisa data 27
Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu 28
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh 14
xi
DAFTAR LAMPIRAN
PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Email: ab.pribadi@gmail.com
2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.
Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik
purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.
Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.
Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.
THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN
HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK
IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE
AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL
Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2
1. Medical Student at Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta
2. Departement of Internal Medicine on Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta
ABSTRACT
Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.
Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic.
Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.
Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen
(Mohammed, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia dan kini diakui sebagai suatu kondisi umum yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit dari GGK. Berdasarkan estimasi
Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami
penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup
bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun
2007 (Rachmat, 2009). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal yang cukup tinggi. Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia
mencapai angka 20% (Suwitra, 2010). Berdasarkan Pusat Data & Informasi
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal kronik
diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60 % nya adalah usia dewasa
dan usia lanjut. Pada peringatan Hari Ginjal Sedunia bahwa hingga saat ini di
Indonesia terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal kronik yang
memerlukan penanganan terapi cuci darah (Depkes RI, 2009)
Selanjutnya, salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah
dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya
2
senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin
yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra,
2004).
Ureum dan Kreatinin merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi
ginjal normal. Oleh karena itu, tes ureum kreatinin selalu digunakan untuk melihat
fungsi ginjal kepada pasien yang diduga mengalami gangguan pada organ ginjal.
Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni
menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk
menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal.
Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis)
yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan
darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan
cara menyaringnya. Jika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya (tahap akhir
penyakit ginjal), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh sel normal akan
kembali masuk ke dalam darah (uremia) (Theresia, 2011).
Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Bagi penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas
metabolik atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal
3
sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi
pencangkokan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pengobatan Penyakit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa sudah sesuai
menurut ajaran Islam. Hal tersebut sesuai dengan hadist,
ِكُل ُّ َُِء د َاء ، ف َُُُِف ََُاَِ ا دَا َُِّ ا ُّاَُُِ اُء ،ُب ََِا ُُّه َاُه و كدل
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya
maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda:
دنُ ُ َُاُِْ ِْ ِ َْاُه ا َاُّأ اُْ ُد َِ ِ دنُا ًُل الُم دنُا ًُل ُّ دنُه اُء الُم دنُه اُء ََْاُه ُ
“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan
menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.”
Berdasarkan hadist di atas hemodialisa merupakan obat (terapi) penyakit
ginjal kronik dengan menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak bekerja secara
maksimal.
Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialyzer. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan
lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali
tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).
Dari penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada
4
gagal ginjal kronik yang telah mengalami terapi hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/
minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik di RS PKU
Muhammadiyah yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin darah
antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien yang
didiagnosis penyakit gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi upaya
pertimbangan terkait jumlah dosis dalam hal penanganan pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian perbedaan kadar kreatinin darah
antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien gagal ginjal
kronik ini belum pernah dilakukan. Namun ada beberapa penelitian relevan yang
5
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Nama Judul Hasil Perbedaan
Penelitian dilakukan di 11 Universitas dan 54 pusat hemodialisa di Amerika utara.
Pada penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan massa ventrikel kiri di jantung, sedangkan yang akan dilakukan peneliti adalah untuk mengetahui
Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka
1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai GFR
25%-10% dari nilai normal (Price, 2005). The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) mendifinisikan penyakit gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau
laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3
bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, penghancuran massa
ginjal dengan skeloris yang ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan
penurunan LFG secara progresif (Verrelli, 2006).
Selanjutnya, gagal ginjal adalah tahap akhir dari penyakit ginjal
kronik yang ditandai dengan kerusakan ginjal secara permanen dan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dengan GFR < 15 mL/min/1,73
7
b. Etiologi
Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Etiologi penyakit ginjal kronik
sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya. Penyebab
utama penyakit gagal ginjal paling banyak adalah Diabetes Mellitus, diikuti
dengan hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar serta penyebab
lainnya (Farida, 2010).
c. Gejala klinis Penyakit ginjal kronik (berdasarkan Suwitra, 2006)
1) Pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum.
2) LFG sebesar 30%, pasien mulai menunjukkan keluhan seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan berat badan turun.
3) LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual muntah, dan lain
sebagainya. Pada nilai LFG ini pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, napas maupun cerna.
4) LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius
sehingga pasien harus melakukan terapi pengganti ginjal antara lain
8
d. Klasifikasi gagal ginjal kronis
Penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang
dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit.
Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m2) 1 kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 kerusakan ginjal dengan LFG ringan atau ↓ 60-89
3 kerusakan ginjal dengan LFG sedang atau ↓ 30-59
4 kerusakan ginjal dengan LFG berat atau ↓ 15-29
5 gagal ginjal < 15 atau dialysis
9
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non
diabetes
Penyakit glomerular
(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular
(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointersitial
(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
keracunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010 e. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
10
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantai oleh growth factor seperti transforming growth factor�
(TGF-�). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk
terjadinya sklerosis dan fibriosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah,
mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti, infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
11
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).
f. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2001) yaitu :
1) Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
2) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiostensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
2. Kreatinin a. Definisi
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir
12
konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin
diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,
konsentrasinya relatif konstan dalam plasma. Kenaikan serum kreatinin 1-2
mg/dL dari normal menandakan penurunan LFG ± 50% (Guyton & Hall,
2008). LFG adalah kecepatan pembentukan ultrafiltrat oleh glomerulus.
Dalam keadaan normal, LFG sekitar 80-120 mL/menit/1,73 m2. LFG antara
30-80 mL/menit/1,73 m2 menggambarkan adanya gangguan fungsi ginjal dan
bila kurang dari 30 mL/menit/1,73 m2 menandakan adanya gagal ginjal
(Nankivell, 2001). Pada laki-laki dewasa, tingkat konsentrasi serum keratinin
normal adalah 0,8 sampai 1,3 mg/dL, sedangkan pada wanita dewasa nilai
konsentrasi serum kreatinin adalah 0,6 sampai 1,0 mg/dL (Rennke, 2007).
b. Metabolisme
Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh
tubulus proksimal ginjal. Kreatinin yang diekskresi dalam urin
terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga jumlah
kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh (Levey, 2003; Remer
et al. 2002; Henry, 2001). Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot
(sampai dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri
tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan
biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal
biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin
dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin secara hampir
13
Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk
kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari
kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh
tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi
lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk
menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan
ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi
glomerulus. Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang
terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi
kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami
degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri
akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk
kembali ke darah (enteric cycling). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan
metilguanidin (Wyss, 2000).
Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi kreatinin
tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun
pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan
ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan (Wyss, 2000).
14
Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh
(Modifikasi Wyss, 2000)
c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah
(berdasarkan Sukandar, 1997) diantaranya adalah :
1) Perubahan massa otot.
2) Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam
setelah makan.
Intake Protein
Diserap Usus
Sintesis Kreatin oleh Hepar
Diserap oleh Otot
Metabolisme Otot menghasilkan Kreatinin
15
3) Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin
darah.
4) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole
dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar
kreatinin darah.
5) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.
6) Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi
daripada wanita.
3. Hemodialisa a. Definisi
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan seluruh
semipermeabel membran sepanjang gradien konsentrasi elektrokimia
(Depnar, 2013). Tujuan utama dari hemodialisis adalah untuk memulihkan
lingkungan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan
karakteristik dari fungsi ginjal yang normal (Himmelfarb & Ikizler, 2010).
Hemodialisa merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam
pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut
dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005) Hemodialisa adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut
16
menuju kompartemen cair lainnya yaitu cairan dialisat melewati membran
semipermeabel dalam dialyzer. b. Indikasi
Menurut Brian J.G Pereira (2005) bahwa cuci darah dapat dilakukan
sementara waktu apabila kerusakan fungsi ginjal bersifat sementara,
biasanya sering terjadi pada kasus gagal ginjal akut. Tetapi, pada kasus
gagal ginjal kronik dimana kerusakan fungsi ginjal bersifat permanen,
maka cuci darah dilakukan seumur hidup pasiennya. Tidak ada klasifikasi
seragam pada tahap penyakit gagal ginjal kronik.
Secara umum indikasi dilakukan Hemodialisa pada gagal ginjal kronik
(berdasarkan Farida, 2010) adalah:
1) LFG kurang dari 15 mL/menit
2) Hiperkalemia
3) Asidosis
4) Kegagalan terapi konservatif
5) Kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L
6) Kelebihan cairan
7) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari.
c. Adekuasi hemodialisa
Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien
17
Untuk mencapai adekuasi hemodialisa, (berdasarkan Septiwi, 2010) maka
besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut:
1) Time of Dialysis
Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisa yang idealnya 10-12
jam per minggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama
waktu tiap kali hemodialisa adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan
3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisa adalah 4-5 jam.
2) Interdialytic Time
Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisa yang
berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya
hemodialisa dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap
sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi
4-5 jam.
3) Quick of Blood (Blood flow)
Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang
besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada
mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh
bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400
ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit.
Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien,
ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor
18
d. Proses hemodialisa
Sebelum Hemodialisa dilakukan pengkajian pradialisi, dilanjutkan
dengan menghubungkan pasien dengan mesin Hemodialisa dengan
memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh
(Farida, 2010). Arteri Venous (AV) Fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi
pasien (Thomas, 2003)
Setelah Blood line dan akses vaskuler terpasang, proses Hemodialisa dimulai. Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
dialiser (Farida, 2010). Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Infus
heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang
digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah mengalir dari tubuh melalui
akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat
sisa. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke
pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis
(pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut)
suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara
memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat)
melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati
membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui
19
akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan
molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut
dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus
membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat
perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik
akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007).
Gambar 2. Skema mekanisme kerja hemodialisa
(Bieber dan Himmelfarb, 2013)
e. Komplikasi Hemodialisa 1) Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
20
punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,2007;
Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering
terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun
hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah
sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade
jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et
al.,2007).
2) Komplikasi kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah:
Penyakit jantung, Malnutrisi, Hipertensi / volume excess, Anemia,
21
B. Kerangka Konsep
Keterangan:
: yang diteliti
: yang : tidak diteliti
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan kadar kreatinin darah antara Hemodialisa 2 x per
minggu dengan 3 x per minggu pada pasien gagal ginjal kronik. Gagal ginjal
kronik
Kenaikan jumlah kreatinin Kelainan
Massa Otot Kelainan
Kardiova skular
Kelainan Endokrin
Kelainan Hemapoeisis
Hemodialisa
Dengan Penyakit Penyerta
Tanpa Penyakit Penyerta
- Malnutrisi
- Kanker
- Perdarahan
22 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penilitian ini adalah observational analitik yang dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach dan
pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian (Anggun, 2012).
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta yaitu sebanyak 107 pasien, dan subjek penelitiannya adalah setiap
pasien hemodialisa yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.
Besar sampel adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang
memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi :
1. Usia pasien antara 18 – 60 tahun
2. Menjalani hemodialisa rutin dengan dosis 2 kali dan 3 kali/
minggu selama 3 bulan
b. Kriteria Eksklusi :
1. Malnutrisi
23
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan salah satu cara
Non-Probability Sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri atau kriteria tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi. Sehingga setiap subjek pada populasi yang memenuhi syarat
kriteria inklusi dan eksklusi dapat ditetapkan sebagai subjek penelitian (Arief,
2004).
Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sampling akan ditentukan besar
sampel. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka rumus besar sampelnya adalah:
(� √ + � √ + )2
n1=n2 =
− 2
Keterangan : n1 dan n2 : jumlah sampel untuk masing-masing kelompok
Zα : nilai Z untuk α = 0,05 , Zα = 1,96
Zβ : nilai Z untuk β = 0,2 , Zβ = 0,842
P1 : proporsi pasien hemodialisa 2 kali/minggu
P2 : proporsi pasien hemodialisa 3 kali/minggu
Jadi, dengan menggunakan Rumustersebut didapatkan:
( , 6 √ . , . , + , 4 √ ,6 . ,4 + ,4 . ,6)2
n1=n2 =
, 2
= 52
24
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta unit II dalam kurun waktu periode Oktober sampai Desember 2015.
D. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas (independent) : frekuensi Hemodialisa per minggu b. Variabel terikat (dependent) : kadar kreatinin darah
c. Variabel penggangu (intervening) : usia, jenis kelamin dan malnutrisi
E. Definisi Operasional
Variabel Definisi opreasional Pengukuran Skala Frekuensi
Hemodialisa per minggu
25
Usia Masa hidup pasien yang dihitung sejak ia lahir sampai dengan
dilakukannya penelitian yang dinyatakan dalam bentuk tahun.
Berdasarkan usia pasien yang tertera pada rekam medik
Rasio
Jenis kelamin Identitas seksual pasien sejak lahir.
Berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada rekam medik
Nominal
Malnutrisi Keadaan gizi pasien yang rendah dan
dimanifestasikan pada suatu keadaan fisik tertentu sehingga dapat
F. Alat dan Bahan penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa 2 kali dan 3
kali/minggu di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta serta arsip pemeriksaan
26
G. Jalannya Penelitian
Data rekam medik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta
Sampel penelitian Pasien gagal
ginjal kronik
Menjalani hemodialisa
Kriteria
Inklusi
Kriteria
Eksklusi
Analisis data
Hasil penelitian Hemodialisa
2x/minggu
Hemodialisa 3x/minggu
27
H. Analisis Data
Data yang telah terkumpul sebelum dianalisis, terlebih dahulu di masukkan
ke dalam tabel berukuran 2 x 2. Dengan deskripsi tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Analisa data
Kadar Kreatinin Serum
< 3 mg/dL > 3 mg/dL
Frekuensi Hemodialisa
2 kali/minggu
3 kali/minggu
Kemudian di analisis statistik menggunakan chi-square.
I. Kesulitan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa kesulitan, seperti:
1. Sulitnya memperoleh izin penelitian di Rumah Sakit karena pengurusan yang
memakan waktu sangat lama
2. Sulitnya memperoleh data rekam medik milik pasien yang kurang lengkap.
J. Etika Penelitian
Penelitian ini berpedoman pada prinsip-prinsip etika penelitian, salah
satunya adalah confidentially. Peneliti disini menjamin kerahasiaan responden dengan tidak akan memberitahukan ke pihak lain dan tidak menulis nama
responden pada data penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti
mengajukan ethical clearance kepada komisi etik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta agar dapat dikaji sebelum penelitian berjalan sehingga tidak
28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2
kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan
Hemodialisa 2 kali/minggu, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok pasien
yang melakukan Hemodialisa 3 kali/minggu. Seluruh kelompok adalah pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik dan rutin melakukan Hemodialisa di unit Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pasien pada kelompok pertama
(Hemodialisa 2 kali/minggu), didapatkan 18 orang dan pada kelompok kedua
(Hemodialisa 3 kali/minggu), didapatkan 34 orang.
Setiap pasien diukur kadar kreatinin darahnya kemudian dicatat.
Pengukuran kadar kreatinin dilakukan di laboratorium Rumah Sakit setiap 3 bulan
sekali. Hasil pengukurannya kemudian dibagi menjadi 2 yaitu kadar kreatinin < 3
mg/dL dan kadar kreatinin > 3 mg/dL. Berikut ini hasil pengukuran kadar kreatinin
darah masing-masing kelompok 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu.
Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu kadar
hemodialisa
Kreatinin
Total < 3 mg/dL > 3 mg/dL
2 kali/minggu 3 15 18
3 kali/minggu 8 26 34
Total 11 41 52
29
Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa kadar kreatinin darah pasien
Hemodialisa 2 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 3 orang dan lebih dari 3
mg/dL sebesar 15 orang. Pada pasien Hemodialisa 3 kali/minggu kurang dari 3
mg/dL sebesar 8 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 26 orang. Setelah diperoleh
data jumlah kadar kreatinin dari masing-masing kelompok, kemudian data diuji
dengan Pearson Chi-Square yang digunakan untuk menguji keterkaitan antara dua variabel.
Tabel 6. Analisis Pearson Chi-square
Variabel Kategori
Variabel
Kadar Kreatinin
Darah P
< 3 > 3
Hemodialisa 2X 3 15
0,564
3X 8 26
Berdasarkan analisis statistik pada tabel 6, Variabel Hemodialisa nilai p
adalah 0.564, yang artinya p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara variabel tergantung dan variabel bebas. Sehingga
secara statistik kadar kreatinin darah pasien yang lebih dari 3 mg/dL pada
Hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak dibanding dengan Hemodialisa 2
kali/minggu.
B. Pembahasan
Hemodialisa adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi
darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan
menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisa merupakan salah satu bentuk
30
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan bagian lain untuk cairan dialysate. Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis.
Sel-sel darah, protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena
mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati membran.
Produk limbah yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui
membran dan dibuang. Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk
limbah bisa bersih kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).
Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel
terbagi menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto
& Roshto, 2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang
berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah.
Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam
membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi ke arah yang lebih rendah (Curtis, Roshto., & Roshto, 2008)
Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada
pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami
peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal
yang tidak berfungsi lagi.
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan
31
oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan
dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).
Sumber utama kreatinin dalam plasma adalah metabolime normal keratin
fosfat dalam otot. Sebagian besar kreatin (94%) ditemukan dalam jaringan otot.
Pada laki-laki kecepatan metabolisme 20-25 mg/kgBB/hari sementara pada
perempuan 15-20 mg/kgBB/hari. Pada keadaan stabil, eksresi kreatinin urin
sebanding dengan kecepatan produksinya. Otot tidak tidak memiliki kemampuan
membuat kreatin, kreatin diambil dari darah melawan gradien konsentrasi melalui
kreatin transporter yang tergantung Na dan Cl. Kebutuhan kreatin didapat dari
absospsi usus dari makanan atau de novo biosintesis kreatin. Biosintesis kreatin
terjadi terutama pada ginjal dimana hati merupakan organ yang menyelesaikan
metilasi asam guanidinoasetik (GAA) menjadi kreatin. Kreatin dan fosfokreatin
otot diubah secara nonenzimatik menjadi kreatinin yang nantinya akan berdifusi
keluar sel dan diekskresikan oleh ginjal (Wyss, 2000).
Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3
kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih banyak
dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan
statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan
kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat
mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang
32
Meningkatnya kadar kreatinin bisa disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar
kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktifitas fisik yang berlebihan dapat
meningkatkan kadar kreatinin darah, obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton,
aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga
meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi
kreatinin interna, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada
wanita (Sukandar E, 1997)
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kreatinin yaitu, senyawa -
senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga
menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20% adalah : askorbat, bilirubin,
asam urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut
dapat memberi reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk senyawa yang
serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi
atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari
ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu
dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil (Sodeman,
1995).
Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil
laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat
33
yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi
34 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang perbedaan kadar kreatinin darah antara
hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik
di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta dan pembahasan yang telah diuraikan
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang
bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian
yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek
lebih banyak.
2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain
35
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mochmmad T.Q. (2004). Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).
Brunner dan Suddath (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th Edition. Philadelphia: Lippincott.
Depner, T. (2013). Factors that Affect Postdialysis Rebound in Serum Urea Concentration, Including the Rate of Dialysis: Result from Hemo study. Journal of the American Society of Nephrology
Erwinsyah. (2009). Hubungan antara Quick of blood dengan penurunan ureum dan kreatinin post dialysis pada pasien CKD yang menjalani hemodialysis di RSUD Raden Mattaher Jambi. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.
Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup di RS Fatmawati Jakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan.
Glenn M. Chertow, M.D., M.P.H., Nathan W. Levin, M.D., Gerald J. Beck, Ph.D., et al. (2010). In-Center Hemodialysis Six Times per Week versus Three Times per Week. The new england journal of medicine.
Hastono, Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hermawan, Asep. (2005). Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif. PT. Grasindo:
Jakarta.
Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2010). Medical Progress Hemodialysis. Engl J Med ,363
Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A., (2010). Hemodialysis. The new england journal of Medicine 363.
Hudak, Gallo. (1999). Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta: EGC.
36
Hemodialisis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar.
Ketut, Suwitra. (2010). Buku Ajar. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II , Ed , .Balai Penerbit FK UI Jakarta.
National Kidney Foundation I, Kidney-Dialysis Outcome Quality Initiative. K/DOQI clinical practice guidelines : anemia. Am J Kidney Dis 2001.
Noer, Mohammad Sjaifullah. (2006). Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik. Surabaya: Lab-SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Pereira, Brian J.G. et.al. (2005). Does Predialysis Nephrology Care Influence Patient Survival After Initiation of Dialysis?, Official Journal of The International Society of Nephrology 67.
Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.
Rennke. (2007). Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Edisi VII. Jakarta: EGC
Riswanto. (2010). Pemeriksaan Laboratorium Kreatin-Kinase, (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/kreatin-kinase.html, diakses 10 April 2016).
Septiwi, Cahyu. (2010). Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta.
Smeltzer dan Bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. EGC: Jakarta.
Sukandar, E. (1997). Nefrologi Klinik, Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB
Sukmaretnawati, Chaerunisa. (2010). Perbedaan Kadar Kreatinin pre dan post hemodialisis usia dewasa dan usia lanjut pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.
Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana. Verelli. (2006). Chronic Renal failure, (Online), (http://emedicine.com, diakses 5
37
Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.
Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.
Wyss, M. And Kaddurah-daouk, R. (2000). Creatine and creatinine metabolism, Physiological reviews.
38
Lampiran 1. Analisis Data Crosstabs
Hemodialisa * Kreatinin Crosstabulation
Kreatinin
Total Kreatinin <=3 Kreatinin >3
Hemodialisa 2 kali Count 3 15 18
Continuity Correctionb ,048 1 ,826
Likelihood Ratio ,342 1 ,559
Fisher's Exact Test ,727 ,422
Linear-by-Linear
Association ,326 1 ,568
N of Valid Cases 52
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,81.
PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN
HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL
Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter 2012, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Email: ab.pribadi@gmail.com
2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.
Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic.
Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.
Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.
INTISARI
Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.
Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.
Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.
Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.
Kata Kunci: Hemodialisa, Frekuensi Hemodialisa, Kadar Kreatinin
PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen (Mohammed, 2006). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup
bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007 (Rachmat, 2009).
semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra, 2004).
Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal. Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis) yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya (Theresia, 2011).
Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah di keluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialyzer. Frekuensi tindakan Hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan Hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik dan sedang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.
Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 52 sampel. Tempat penelitian dilakukan di unit hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medik serta arsip pemeriksaan laboratorium yang dimiliki pasien.
Analisis data yang digunakan pada penelitian observasional analitik ini adalah analisis Chi-square tabel 2 x 2.
HASIL
Distribusi jumlah pasien berdasarkan frekuensi hemodialisa. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan HD 2X/ minggu sebanyak 18 orang, sedangkan HD 3X/ minggu sebanyak 34 orang. Kemudian dari data di atas, pasien dikelompokkan lagi berdasarkan kadar
kreatininnya, yaitu kreatinin <3 dan kreatinin >3. Selanjutnya data dianalisis. Hasil uji Pearson Chi-square
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Variabel Kategori
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal yang tidak berfungsi lagi.
Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).
Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3 kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih
banyak dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.
daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar E, 1997)
Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah disampaikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu. Itu dapat dilihat dari jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak
dibandingkan dengan hemodialisa 2 kali/minggu.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek lebih banyak.
2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain mengenai pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mochmmad T.Q. (2004).
Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).
Brunner dan Suddath(2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis
4th Edition. Philadelphia:
Lippincott.