• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA

HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ANDI BAGUS PRIBADI

20120310142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA

HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ANDI BAGUS PRIBADI

20120310142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Andi Bagus Pribadi

NIM : 20120310142

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 22 Maret 2016

Yang membuat pernyataan,

(4)

iv

Karya Tulis Ilmiah ini dipersembahkan kepada,

Kedua orang tua tercinta, Abdul Hamid dan Nurindah Sutarsih yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang tak pernah habis kepada penulis.

Saudara tercinta, Ayu Mareta dan Alwan Zaky Nauval yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam menggapai keinginan.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis ucapan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Perbedaan Kadar kreatinin darah

antara Hemodialisa 2 kali dengan 3 kali per minggu pada Pasien Gagal Ginjal

Kronik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin pada pasien gagal

ginjal kronik yang mengalami hemodialisa dengan frekuensi yang berbeda di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2015. Hemodialisa

merupakan terapi dari penyakit gagal ginjal yang sudah sampai pada stadium

terminal dengan kata lain kronik.

Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana

kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis

llmiah.

2. dr. Hj. Niarna Lusi, Sp.PD selaku pembimbing dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran

(6)

vi

3. Kedua orang tua penulis yaitu, H. Abdul Hamid dan Hj. Nurindah Sutarsih

yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah.

4. Sahabat-sahabat penulis, Achmad Yasin Mustamin, Ahmad Zaki Romadlon

Bagus Ridho Setiadi, Ray Ramadhan, Ibrahim Fattah Hudiyah, Ayudia

Mayang Putri, Firda Atiya Rahmi, dan Adinda yang memberi semangat dan

ilmunya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Teman-teman sebimbingan KTI, Bagus Ridho Setiadi, Eric Frapanca, dan

Lisna Maladewi yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya

Tulis Ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi

para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama

ilmu kedokteran.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Penulis

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

INTISARI xii

ABSTRACT xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Keaslian Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

e. Patofisiologi 9

f. Komplikasi 11

2. Kreatinin 11

a. Definisi 11

b. Metabolisme 12

c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin 14

3. Hemodialisa 15

a. Definisi 15

b. Indikasi 16

c. Adekuasi 16

d. Proses Hemodialisa 18

e. Komplikasi 19

B. Kerangka Konsep 21

(8)

viii

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian 22

B. Populasi dan Sampel 22

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 24

D. Variabel Penelitian 24

E. Definisi Operasional 24

F. Alat dan Bahan Penelitian 25

G. Jalannya Penelitian 26

H. Analisis Data 27

I. Kesulitan Penelitian 27

J. Etika Penelitian 27

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 28

B. Pembahasan 29

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 34

B. Saran 34

(9)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian 5

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit 8 Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar diagnosis etiologi 9

Tabel 4. Analisa data 27

Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu 28

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh 14

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

(12)
(13)

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: ab.pribadi@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.

Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik

purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.

Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.

(14)

THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN

HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK

IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE

AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Medical Student at Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta

2. Departement of Internal Medicine on Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.

Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic.

Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.

Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen

(Mohammed, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan

masyarakat di seluruh dunia dan kini diakui sebagai suatu kondisi umum yang

dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit dari GGK. Berdasarkan estimasi

Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami

penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup

bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun

2007 (Rachmat, 2009). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita

gagal ginjal yang cukup tinggi. Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia

mencapai angka 20% (Suwitra, 2010). Berdasarkan Pusat Data & Informasi

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal kronik

diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60 % nya adalah usia dewasa

dan usia lanjut. Pada peringatan Hari Ginjal Sedunia bahwa hingga saat ini di

Indonesia terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal kronik yang

memerlukan penanganan terapi cuci darah (Depkes RI, 2009)

Selanjutnya, salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah

dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya

(16)

2

senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin

yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra,

2004).

Ureum dan Kreatinin merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi

ginjal normal. Oleh karena itu, tes ureum kreatinin selalu digunakan untuk melihat

fungsi ginjal kepada pasien yang diduga mengalami gangguan pada organ ginjal.

Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni

menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk

menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal.

Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis)

yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan

darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan

cara menyaringnya. Jika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya (tahap akhir

penyakit ginjal), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh sel normal akan

kembali masuk ke dalam darah (uremia) (Theresia, 2011).

Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Bagi penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan

mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau

memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas

metabolik atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal

(17)

3

sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi

pencangkokan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Pengobatan Penyakit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa sudah sesuai

menurut ajaran Islam. Hal tersebut sesuai dengan hadist,

ِكُل ُّ َُِء د َاء ، ف َُُُِف ََُاَِ ا دَا َُِّ ا ُّاَُُِ اُء ،ُب ََِا ُُّه َاُه و كدل

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya

maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda:

دنُ ُ َُاُِْ ِْ ِ َْاُه ا َاُّأ اُْ ُد َِ ِ دنُا ًُل الُم دنُا ًُل ُّ دنُه اُء الُم دنُه اُء ََْاُه ُ

“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan

menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.”

Berdasarkan hadist di atas hemodialisa merupakan obat (terapi) penyakit

ginjal kronik dengan menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak bekerja secara

maksimal.

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari

tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialyzer. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan

lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali

tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).

Dari penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada

(18)

4

gagal ginjal kronik yang telah mengalami terapi hemodialisa di RS PKU

Muhammadiyah.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/

minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik di RS PKU

Muhammadiyah yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin darah

antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien yang

didiagnosis penyakit gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi upaya

pertimbangan terkait jumlah dosis dalam hal penanganan pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian perbedaan kadar kreatinin darah

antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien gagal ginjal

kronik ini belum pernah dilakukan. Namun ada beberapa penelitian relevan yang

(19)

5

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Nama Judul Hasil Perbedaan

Penelitian dilakukan di 11 Universitas dan 54 pusat hemodialisa di Amerika utara.

Pada penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan massa ventrikel kiri di jantung, sedangkan yang akan dilakukan peneliti adalah untuk mengetahui

Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang

progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai GFR

25%-10% dari nilai normal (Price, 2005). The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) mendifinisikan penyakit gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau

laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3

bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, penghancuran massa

ginjal dengan skeloris yang ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan

penurunan LFG secara progresif (Verrelli, 2006).

Selanjutnya, gagal ginjal adalah tahap akhir dari penyakit ginjal

kronik yang ditandai dengan kerusakan ginjal secara permanen dan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dengan GFR < 15 mL/min/1,73

(21)

7

b. Etiologi

Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat

menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Etiologi penyakit ginjal kronik

sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya. Penyebab

utama penyakit gagal ginjal paling banyak adalah Diabetes Mellitus, diikuti

dengan hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar serta penyebab

lainnya (Farida, 2010).

c. Gejala klinis Penyakit ginjal kronik (berdasarkan Suwitra, 2006)

1) Pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan

(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum.

2) LFG sebesar 30%, pasien mulai menunjukkan keluhan seperti nokturia,

badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan berat badan turun.

3) LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual muntah, dan lain

sebagainya. Pada nilai LFG ini pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, napas maupun cerna.

4) LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius

sehingga pasien harus melakukan terapi pengganti ginjal antara lain

(22)

8

d. Klasifikasi gagal ginjal kronis

Penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang

dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit.

Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010

Derajat Penjelasan LFG

(ml/mn/1.73m2) 1 kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 kerusakan ginjal dengan LFG ringan atau ↓ 60-89

3 kerusakan ginjal dengan LFG sedang atau ↓ 30-59

4 kerusakan ginjal dengan LFG berat atau ↓ 15-29

5 gagal ginjal < 15 atau dialysis

(23)

9

Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non

diabetes

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointersitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

keracunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010 e. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan

(24)

10

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas

tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,

sebagian diperantai oleh growth factor seperti transforming growth factor

(TGF-�). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk

terjadinya sklerosis dan fibriosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi

penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan

kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah,

mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di

bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata

seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor

dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi seperti, infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun

infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti

hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain

(25)

11

komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi

pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan

sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).

f. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare

(2001) yaitu :

1) Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diet berlebihan.

2) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

renin-angiostensin-aldosteron

4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

2. Kreatinin a. Definisi

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

(26)

12

konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin

diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,

konsentrasinya relatif konstan dalam plasma. Kenaikan serum kreatinin 1-2

mg/dL dari normal menandakan penurunan LFG ± 50% (Guyton & Hall,

2008). LFG adalah kecepatan pembentukan ultrafiltrat oleh glomerulus.

Dalam keadaan normal, LFG sekitar 80-120 mL/menit/1,73 m2. LFG antara

30-80 mL/menit/1,73 m2 menggambarkan adanya gangguan fungsi ginjal dan

bila kurang dari 30 mL/menit/1,73 m2 menandakan adanya gagal ginjal

(Nankivell, 2001). Pada laki-laki dewasa, tingkat konsentrasi serum keratinin

normal adalah 0,8 sampai 1,3 mg/dL, sedangkan pada wanita dewasa nilai

konsentrasi serum kreatinin adalah 0,6 sampai 1,0 mg/dL (Rennke, 2007).

b. Metabolisme

Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh

tubulus proksimal ginjal. Kreatinin yang diekskresi dalam urin

terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga jumlah

kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh (Levey, 2003; Remer

et al. 2002; Henry, 2001). Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot

(sampai dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri

tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan

biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal

biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin

dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin secara hampir

(27)

13

Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk

kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari

kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh

tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi

lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk

menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan

ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi

glomerulus. Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang

terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi

kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami

degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri

akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk

kembali ke darah (enteric cycling). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan

metilguanidin (Wyss, 2000).

Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi kreatinin

tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun

pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan

ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan (Wyss, 2000).

(28)

14

Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh

(Modifikasi Wyss, 2000)

c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah

(berdasarkan Sukandar, 1997) diantaranya adalah :

1) Perubahan massa otot.

2) Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam

setelah makan.

Intake Protein

Diserap Usus

Sintesis Kreatin oleh Hepar

Diserap oleh Otot

Metabolisme Otot menghasilkan Kreatinin

(29)

15

3) Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin

darah.

4) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole

dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar

kreatinin darah.

5) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.

6) Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi

daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi

daripada wanita.

3. Hemodialisa a. Definisi

Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan seluruh

semipermeabel membran sepanjang gradien konsentrasi elektrokimia

(Depnar, 2013). Tujuan utama dari hemodialisis adalah untuk memulihkan

lingkungan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan

karakteristik dari fungsi ginjal yang normal (Himmelfarb & Ikizler, 2010).

Hemodialisa merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa

metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam

pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut

dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005) Hemodialisa adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut

(30)

16

menuju kompartemen cair lainnya yaitu cairan dialisat melewati membran

semipermeabel dalam dialyzer. b. Indikasi

Menurut Brian J.G Pereira (2005) bahwa cuci darah dapat dilakukan

sementara waktu apabila kerusakan fungsi ginjal bersifat sementara,

biasanya sering terjadi pada kasus gagal ginjal akut. Tetapi, pada kasus

gagal ginjal kronik dimana kerusakan fungsi ginjal bersifat permanen,

maka cuci darah dilakukan seumur hidup pasiennya. Tidak ada klasifikasi

seragam pada tahap penyakit gagal ginjal kronik.

Secara umum indikasi dilakukan Hemodialisa pada gagal ginjal kronik

(berdasarkan Farida, 2010) adalah:

1) LFG kurang dari 15 mL/menit

2) Hiperkalemia

3) Asidosis

4) Kegagalan terapi konservatif

5) Kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L

6) Kelebihan cairan

7) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari.

c. Adekuasi hemodialisa

Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang

direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien

(31)

17

Untuk mencapai adekuasi hemodialisa, (berdasarkan Septiwi, 2010) maka

besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut:

1) Time of Dialysis

Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisa yang idealnya 10-12

jam per minggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama

waktu tiap kali hemodialisa adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan

3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisa adalah 4-5 jam.

2) Interdialytic Time

Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisa yang

berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya

hemodialisa dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap

sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi

4-5 jam.

3) Quick of Blood (Blood flow)

Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang

besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada

mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh

bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400

ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit.

Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien,

ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor

(32)

18

d. Proses hemodialisa

Sebelum Hemodialisa dilakukan pengkajian pradialisi, dilanjutkan

dengan menghubungkan pasien dengan mesin Hemodialisa dengan

memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh

(Farida, 2010). Arteri Venous (AV) Fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi

pasien (Thomas, 2003)

Setelah Blood line dan akses vaskuler terpasang, proses Hemodialisa dimulai. Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam

dialiser (Farida, 2010). Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Infus

heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang

digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah mengalir dari tubuh melalui

akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat

sisa. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke

pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis

(pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).

Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut)

suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara

memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat)

melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati

membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui

(33)

19

akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan

molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut

dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus

membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat

perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik

akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007).

Gambar 2. Skema mekanisme kerja hemodialisa

(Bieber dan Himmelfarb, 2013)

e. Komplikasi Hemodialisa 1) Komplikasi akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama

hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:

(34)

20

punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,2007;

Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering

terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun

hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah

sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade

jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,

neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et

al.,2007).

2) Komplikasi kronik

Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan

hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah:

Penyakit jantung, Malnutrisi, Hipertensi / volume excess, Anemia,

(35)

21

B. Kerangka Konsep

Keterangan:

: yang diteliti

: yang : tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar kreatinin darah antara Hemodialisa 2 x per

minggu dengan 3 x per minggu pada pasien gagal ginjal kronik. Gagal ginjal

kronik

Kenaikan jumlah kreatinin Kelainan

Massa Otot Kelainan

Kardiova skular

Kelainan Endokrin

Kelainan Hemapoeisis

Hemodialisa

Dengan Penyakit Penyerta

Tanpa Penyakit Penyerta

- Malnutrisi

- Kanker

- Perdarahan

(36)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penilitian ini adalah observational analitik yang dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach dan

pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian (Anggun, 2012).

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yaitu sebanyak 107 pasien, dan subjek penelitiannya adalah setiap

pasien hemodialisa yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

Besar sampel adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang

memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi :

1. Usia pasien antara 18 – 60 tahun

2. Menjalani hemodialisa rutin dengan dosis 2 kali dan 3 kali/

minggu selama 3 bulan

b. Kriteria Eksklusi :

1. Malnutrisi

(37)

23

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan salah satu cara

Non-Probability Sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri atau kriteria tertentu yang berkaitan dengan

karakteristik populasi. Sehingga setiap subjek pada populasi yang memenuhi syarat

kriteria inklusi dan eksklusi dapat ditetapkan sebagai subjek penelitian (Arief,

2004).

Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sampling akan ditentukan besar

sampel. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka rumus besar sampelnya adalah:

(� √ + � √ + )2

n1=n2 =

− 2

Keterangan : n1 dan n2 : jumlah sampel untuk masing-masing kelompok

Zα : nilai Z untuk α = 0,05 , Zα = 1,96

Zβ : nilai Z untuk β = 0,2 , Zβ = 0,842

P1 : proporsi pasien hemodialisa 2 kali/minggu

P2 : proporsi pasien hemodialisa 3 kali/minggu

Jadi, dengan menggunakan Rumustersebut didapatkan:

( , 6 √ . , . , + , 4 √ ,6 . ,4 + ,4 . ,6)2

n1=n2 =

, 2

= 52

(38)

24

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta unit II dalam kurun waktu periode Oktober sampai Desember 2015.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independent) : frekuensi Hemodialisa per minggu b. Variabel terikat (dependent) : kadar kreatinin darah

c. Variabel penggangu (intervening) : usia, jenis kelamin dan malnutrisi

E. Definisi Operasional

Variabel Definisi opreasional Pengukuran Skala Frekuensi

Hemodialisa per minggu

(39)

25

Usia Masa hidup pasien yang dihitung sejak ia lahir sampai dengan

dilakukannya penelitian yang dinyatakan dalam bentuk tahun.

Berdasarkan usia pasien yang tertera pada rekam medik

Rasio

Jenis kelamin Identitas seksual pasien sejak lahir.

Berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada rekam medik

Nominal

Malnutrisi Keadaan gizi pasien yang rendah dan

dimanifestasikan pada suatu keadaan fisik tertentu sehingga dapat

F. Alat dan Bahan penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa 2 kali dan 3

kali/minggu di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta serta arsip pemeriksaan

(40)

26

G. Jalannya Penelitian

Data rekam medik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta

Sampel penelitian Pasien gagal

ginjal kronik

Menjalani hemodialisa

Kriteria

Inklusi

Kriteria

Eksklusi

Analisis data

Hasil penelitian Hemodialisa

2x/minggu

Hemodialisa 3x/minggu

(41)

27

H. Analisis Data

Data yang telah terkumpul sebelum dianalisis, terlebih dahulu di masukkan

ke dalam tabel berukuran 2 x 2. Dengan deskripsi tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Analisa data

Kadar Kreatinin Serum

< 3 mg/dL > 3 mg/dL

Frekuensi Hemodialisa

2 kali/minggu

3 kali/minggu

Kemudian di analisis statistik menggunakan chi-square.

I. Kesulitan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa kesulitan, seperti:

1. Sulitnya memperoleh izin penelitian di Rumah Sakit karena pengurusan yang

memakan waktu sangat lama

2. Sulitnya memperoleh data rekam medik milik pasien yang kurang lengkap.

J. Etika Penelitian

Penelitian ini berpedoman pada prinsip-prinsip etika penelitian, salah

satunya adalah confidentially. Peneliti disini menjamin kerahasiaan responden dengan tidak akan memberitahukan ke pihak lain dan tidak menulis nama

responden pada data penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti

mengajukan ethical clearance kepada komisi etik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta agar dapat dikaji sebelum penelitian berjalan sehingga tidak

(42)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan

Hemodialisa 2 kali/minggu, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok pasien

yang melakukan Hemodialisa 3 kali/minggu. Seluruh kelompok adalah pasien yang

menderita penyakit ginjal kronik dan rutin melakukan Hemodialisa di unit Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pasien pada kelompok pertama

(Hemodialisa 2 kali/minggu), didapatkan 18 orang dan pada kelompok kedua

(Hemodialisa 3 kali/minggu), didapatkan 34 orang.

Setiap pasien diukur kadar kreatinin darahnya kemudian dicatat.

Pengukuran kadar kreatinin dilakukan di laboratorium Rumah Sakit setiap 3 bulan

sekali. Hasil pengukurannya kemudian dibagi menjadi 2 yaitu kadar kreatinin < 3

mg/dL dan kadar kreatinin > 3 mg/dL. Berikut ini hasil pengukuran kadar kreatinin

darah masing-masing kelompok 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu.

Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu kadar

hemodialisa

Kreatinin

Total < 3 mg/dL > 3 mg/dL

2 kali/minggu 3 15 18

3 kali/minggu 8 26 34

Total 11 41 52

(43)

29

Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa kadar kreatinin darah pasien

Hemodialisa 2 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 3 orang dan lebih dari 3

mg/dL sebesar 15 orang. Pada pasien Hemodialisa 3 kali/minggu kurang dari 3

mg/dL sebesar 8 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 26 orang. Setelah diperoleh

data jumlah kadar kreatinin dari masing-masing kelompok, kemudian data diuji

dengan Pearson Chi-Square yang digunakan untuk menguji keterkaitan antara dua variabel.

Tabel 6. Analisis Pearson Chi-square

Variabel Kategori

Variabel

Kadar Kreatinin

Darah P

< 3 > 3

Hemodialisa 2X 3 15

0,564

3X 8 26

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 6, Variabel Hemodialisa nilai p

adalah 0.564, yang artinya p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel tergantung dan variabel bebas. Sehingga

secara statistik kadar kreatinin darah pasien yang lebih dari 3 mg/dL pada

Hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak dibanding dengan Hemodialisa 2

kali/minggu.

B. Pembahasan

Hemodialisa adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisa merupakan salah satu bentuk

(44)

30

Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan bagian lain untuk cairan dialysate. Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis.

Sel-sel darah, protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena

mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati membran.

Produk limbah yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui

membran dan dibuang. Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk

limbah bisa bersih kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).

Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel

terbagi menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto

& Roshto, 2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang

berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses

perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah.

Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam

membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi ke arah yang lebih rendah (Curtis, Roshto., & Roshto, 2008)

Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada

pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami

peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal

yang tidak berfungsi lagi.

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan

(45)

31

oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan

dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal

mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).

Sumber utama kreatinin dalam plasma adalah metabolime normal keratin

fosfat dalam otot. Sebagian besar kreatin (94%) ditemukan dalam jaringan otot.

Pada laki-laki kecepatan metabolisme 20-25 mg/kgBB/hari sementara pada

perempuan 15-20 mg/kgBB/hari. Pada keadaan stabil, eksresi kreatinin urin

sebanding dengan kecepatan produksinya. Otot tidak tidak memiliki kemampuan

membuat kreatin, kreatin diambil dari darah melawan gradien konsentrasi melalui

kreatin transporter yang tergantung Na dan Cl. Kebutuhan kreatin didapat dari

absospsi usus dari makanan atau de novo biosintesis kreatin. Biosintesis kreatin

terjadi terutama pada ginjal dimana hati merupakan organ yang menyelesaikan

metilasi asam guanidinoasetik (GAA) menjadi kreatin. Kreatin dan fosfokreatin

otot diubah secara nonenzimatik menjadi kreatinin yang nantinya akan berdifusi

keluar sel dan diekskresikan oleh ginjal (Wyss, 2000).

Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3

kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih banyak

dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan

statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan

kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat

mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang

(46)

32

Meningkatnya kadar kreatinin bisa disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar

kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktifitas fisik yang berlebihan dapat

meningkatkan kadar kreatinin darah, obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton,

aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga

meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi

kreatinin interna, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi

daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada

wanita (Sukandar E, 1997)

Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kreatinin yaitu, senyawa -

senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga

menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20% adalah : askorbat, bilirubin,

asam urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut

dapat memberi reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk senyawa yang

serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi

atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari

ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu

dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil (Sodeman,

1995).

Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil

laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat

(47)

33

yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi

(48)

34 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang perbedaan kadar kreatinin darah antara

hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik

di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta dan pembahasan yang telah diuraikan

maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang

bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian

yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek

lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain

(49)

35

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mochmmad T.Q. (2004). Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).

Brunner dan Suddath (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th Edition. Philadelphia: Lippincott.

Depner, T. (2013). Factors that Affect Postdialysis Rebound in Serum Urea Concentration, Including the Rate of Dialysis: Result from Hemo study. Journal of the American Society of Nephrology

Erwinsyah. (2009). Hubungan antara Quick of blood dengan penurunan ureum dan kreatinin post dialysis pada pasien CKD yang menjalani hemodialysis di RSUD Raden Mattaher Jambi. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.

Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup di RS Fatmawati Jakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan.

Glenn M. Chertow, M.D., M.P.H., Nathan W. Levin, M.D., Gerald J. Beck, Ph.D., et al. (2010). In-Center Hemodialysis Six Times per Week versus Three Times per Week. The new england journal of medicine.

Hastono, Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hermawan, Asep. (2005). Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif. PT. Grasindo:

Jakarta.

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2010). Medical Progress Hemodialysis. Engl J Med ,363

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A., (2010). Hemodialysis. The new england journal of Medicine 363.

Hudak, Gallo. (1999). Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta: EGC.

(50)

36

Hemodialisis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar.

Ketut, Suwitra. (2010). Buku Ajar. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II , Ed , .Balai Penerbit FK UI Jakarta.

National Kidney Foundation I, Kidney-Dialysis Outcome Quality Initiative. K/DOQI clinical practice guidelines : anemia. Am J Kidney Dis 2001.

Noer, Mohammad Sjaifullah. (2006). Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik. Surabaya: Lab-SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Pereira, Brian J.G. et.al. (2005). Does Predialysis Nephrology Care Influence Patient Survival After Initiation of Dialysis?, Official Journal of The International Society of Nephrology 67.

Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.

Rennke. (2007). Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Edisi VII. Jakarta: EGC

Riswanto. (2010). Pemeriksaan Laboratorium Kreatin-Kinase, (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/kreatin-kinase.html, diakses 10 April 2016).

Septiwi, Cahyu. (2010). Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta.

Smeltzer dan Bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. EGC: Jakarta.

Sukandar, E. (1997). Nefrologi Klinik, Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB

Sukmaretnawati, Chaerunisa. (2010). Perbedaan Kadar Kreatinin pre dan post hemodialisis usia dewasa dan usia lanjut pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.

Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana. Verelli. (2006). Chronic Renal failure, (Online), (http://emedicine.com, diakses 5

(51)

37

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wyss, M. And Kaddurah-daouk, R. (2000). Creatine and creatinine metabolism, Physiological reviews.

(52)

38

Lampiran 1. Analisis Data Crosstabs

Hemodialisa * Kreatinin Crosstabulation

Kreatinin

Total Kreatinin <=3 Kreatinin >3

Hemodialisa 2 kali Count 3 15 18

Continuity Correctionb ,048 1 ,826

Likelihood Ratio ,342 1 ,559

Fisher's Exact Test ,727 ,422

Linear-by-Linear

Association ,326 1 ,568

N of Valid Cases 52

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,81.

(53)

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN

HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter 2012, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: ab.pribadi@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.

Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic.

Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.

Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.

(54)

INTISARI

Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.

Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.

Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.

Kata Kunci: Hemodialisa, Frekuensi Hemodialisa, Kadar Kreatinin

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen (Mohammed, 2006). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup

bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007 (Rachmat, 2009).

(55)

semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra, 2004).

Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal. Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis) yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya (Theresia, 2011).

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah di keluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialyzer. Frekuensi tindakan Hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan Hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik dan sedang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

(56)

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 52 sampel. Tempat penelitian dilakukan di unit hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medik serta arsip pemeriksaan laboratorium yang dimiliki pasien.

Analisis data yang digunakan pada penelitian observasional analitik ini adalah analisis Chi-square tabel 2 x 2.

HASIL

Distribusi jumlah pasien berdasarkan frekuensi hemodialisa. didapatkan bahwa jumlah pasien dengan HD 2X/ minggu sebanyak 18 orang, sedangkan HD 3X/ minggu sebanyak 34 orang. Kemudian dari data di atas, pasien dikelompokkan lagi berdasarkan kadar

kreatininnya, yaitu kreatinin <3 dan kreatinin >3. Selanjutnya data dianalisis. Hasil uji Pearson Chi-square

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel Kategori

(57)

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal yang tidak berfungsi lagi.

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).

Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3 kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih

banyak dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

(58)

daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar E, 1997)

Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah disampaikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu. Itu dapat dilihat dari jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak

dibandingkan dengan hemodialisa 2 kali/minggu.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain mengenai pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mochmmad T.Q. (2004).

Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).

Brunner dan Suddath(2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis

4th Edition. Philadelphia:

Lippincott.

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi
Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh
Gambar 2. Skema mekanisme kerja hemodialisa
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasien Gagal Ginjal Kronik

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku pasien gagal ginjal kronik stadium V dalam mempertahankan kadar normal BUN dan kreatinin yang

Hasil uji statistik dengan t-test berpasangan didapatkan nilai p=0,001 (p &lt; 0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar Hb pra dan post hemodialisa pada pasien Gagal

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara hasil pemeriksaan kadar klorida pada penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah

Dengan nilai r = 0,615 yang berarti memiliki kekuatan hubungan “kuat” dan arah hubungan positif, artinya semakin tinggi kadar kretinin serum, maka tekanan darah akan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan tekanan darah intradialisis pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.. Metode

Jika ginjal gagal menjalankan fungsinya maka hasil metabolisme yang diproduksi sel normal akan kembali ke dalam darah (uremia) 4.3 Perbandingan Kadar Ureum Pada Pasien Gagal

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Hemodialisa Terhadap Penurunan Kadar Glukosa darah Pada