• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING INDUSTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING INDUSTRI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1.1.

Latar Belakang

Sektor industri adalah komponen utama dalam pembangunan ekonomi

nasional. Dimana sektor tersebut yang bukan hanya menyumbang output yang besar

terhadap perekonomian, tetapi juga mampu menyumbang dalam penyerapan tenaga

kerja. Semakin mengglobalnya kondisi perekonomian telah berdampak pada

hubungan ekonomi antar negara di dunia semakin tidak mengenal batas-batas wilayah

secara geografis. Globalisasi telah menyebabkan hilangnya batas ekonomi antar

negara di dunia. Sehingga kondisi ini membuat dunia bisnis Indonesia semakin

menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun luar negeri.

Tantangan yang berasal dari dalam negeri ditandai oleh persaingan antar

perusahaan atau industri dalam bentuk perang harga, promosi, pelayanan purna jual,

dan sebagainya. Sedangkan tantangan yang berasal dari luar negeri, ditandai oleh

masuknya produk-produk luar negara ke Indonesia dengan harga lebih kompetitif,

kualitas lebih baik, desain lebih menarik, dan sebagainya. Menghadapi kondisi seperti

ini, setiap perusahaan harus efisien agar mampu bersaing dengan produk-produk dari

luar negeri tersebut. Keunggulan bersaing hanya akan diperoleh, jika mereka mampu

menyajikan proses yang lebih baik, produk yang lebih berkualitas dan dengan harga

lebih kompetitif.

(2)

2

pasar domistik lambat laun akan mengalami persaingan sengit, karena pasar domistik

tidak ada lagi kecuali hanyalah pasar global.

Menghadapi kondisi persaingan yang semakin sengit dan keras, setiap

perusahaan harus memiliki kemampuan membuat produk yang sesuai dengan

kebutuhn dan keinginan pasar. Dibanding pesaing, produk yang dihasilkan

perusahaan harus lebih berkualitas dan dijual dengan harga lebih kompetitif. Oleh

sebab itu, pembangunan daya saing industri harus mendapat perhatian dari pihak

pengusaha sendiri, pemerintah, industri pendukung dan industri terkait lainnya

(Wiyadi, 2008).

Pembangunan industri harus dilakukan secara terpadu dan saling terkait di

antara industri kecil, menengah dan besar. Sebab kebijakan pembangunan secara

sektoral oleh pihak pemerintah tidak dapat dibeda-bedakan menurut skala industri

(Tambunan, 2003). Dan dalam jangka panjang arah pembangunan industri

dimaksudkan untuk menciptakan peluang pasar baru di peringkat domestik ataupun

internasional, menambah kesempatan kerja, menciptakan nilai tambah dan

meningkatkan daya saing industri.

Persoalan daya saing perusahaan atau industri senantiasa terkait dengan

strategi bersaing yang berorientasikan kepada harga rendah dan pembedaan produk

(Porter, 1990). Dimana daya saing ialah kemampuan suatu industri atau perusahaan

untuk memperoleh keunggulan kompetitif dengan mendasarkan pada kondisi faktor;

kondisi permintaan; strategi perusahaan dan struktur persaingan; serta industri

pendukung dan industri terkait. Untuk mengetahui bagaimana suatu industri mampu

bersaing di pasar yang semakin kompetitif, maka perlu dilakukan pengukuran daya

saing. Pengukuran daya saing industri didasarkan pada model diamond Porter,

dengan pertimbangan:

1.

Model Porter bersifat dinamis dan komprehensif, dimana tidak hanya

mencakup kondisi faktor, tetapi juga dimensi penting lainnya secara simultan.

2.

Daya saing berkaitan dengan konsep keunggulan komparatif dan keunggulan

(3)

empat

diamond. Namun ia lebih mengutamakan pada konsep keunggulan

kompetitif.

3.

Model Porter berasumsi bahwa peranan pemerintah adalah kecil atau bahkan

tidak diperhitungkan. Sehingga dalam era globalisasi setiap perusahaan harus

mempunyai keunggulan kompetitif tanpa menggantungkan pada pemerintah.

4.

Satu kelemahan model Porter ialah tidak dapat diterapkan pada aktivitas

multinasional secara baik, sehingga model ini lebih sesuai untuk IKM.

5.

Walaupun Porter lebih memfokuskan pada daya saing peringkat negara,

namun juga dapat digunakan pada peringkat industri atau perusahaan.

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di kawasan Jawa Tengah, karena: (1)

kebanyakan sektor industri yaitu sebanyak 73.5 persen masih berada di Pulau Jawa

dan Bali, dimana 26.0 persen diantaranya berada di Jawa Tengah (BPS, 2004); (2)

Jawa Tengah berada di peringkat ke empat dalam daya saing daerah di Indonesia

setelah wilayah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Jawa Timur (Abdullah dkk,

2003); dan (3) Jawa Tengah berada pada posisi yang strategis di antara propinsi lain

di pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogyakarta.

Dalam rangka mengembangkan industri agar mampu bersaing di pasar global

perlu ditentukan daya saingnya. Penentuan daya saing industri menggunakan angka

indeks yang dibentuk berdasarkan model diamond Porter. Atas dasar ini, peneliti

melakukan penelitian dengan judul: “Model Penentuan Indeks Daya Saing Industri.”

1.2. Perumusan Masalah

(4)

4

yang tinggi di sepanjang rantai nilai produksi, serta kepemilikan sumber daya

produktif.

Peningkatan daya saing industri secara berkelanjutan mendasari struktur

ekonomi yang kuat dalam bentuk stabilitas ekonomi makro, iklim usaha dan investasi

yang sehat. Ke depan perkembangan industri harus dibarengi dengan peningkatan

kesejahteraan kepada para stake holders dengan tetap melestarikan lingkungan alam

di sekitarnya.

Pembangunan industri adalah bagian integral dari pembangunan nasional dan

harus mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap pembangunan ekonomi,

sosial-politik maupun budaya. Maka dalam pembangunan industri harus ditujukan

pula untuk mengatasi permasalahan nasional lainnya, seperti: tingginya angka

pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya

perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan kurangnya penguasaan

teknologi.

Peranan sektor industri terhadap perekonomian wilayah sangat tergantung

pada tingkat daya saingnya. Upaya meningkatkan daya saing industri perlu dilakukan

secara terpadu oleh para pelaku bisnis, pemerintah, maupun lembaga swasta lainnya

berdasarkan potensi yang dimiliki. Peningkatan daya saing industri dimaksudkan

untuk menciptakan peluang pasar, menambah kesempatan kerja, menciptakan nilai

tambah, meningkatkan nilai ekspor, dan sebagainya.

Beberapa persoalan yang sedang dihadapi sektor industri, yaitu: (1) tingginya

ketergantungan kepada impor bahan dan suku cadang; (2) masih lemahnya

keterkaitan antara sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya; (3) adanya

dominasi ekspor produk oleh beberapa cabang industri tertentu; (4) kebanyakan

kegiatan sektor industri berada di P. Jawa; (5) masih lemahnya peranan kelompok

industri (IKM) dalam sektor perekonomian. Berdasarkan penjelasan di atas,

permasalahan penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut:

1.

Bagaimana status daya saing industri berdasarkan indeks yang dibentuk

dengan merujuk pada model diamond Porter ?

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. 1989. Managing assets and skills: The key to a sustainable competitive

advantage.

California Management Review

, Winter: 91-106.

Adam Smith

.

1971 (1776),

An Inquairy into The Nature and Causes of the wealth of

Nation

. Oxford: Clarendon Press.

Ajitabh

Ambastha, K. Momaya. 2002. Competitiveness of Firms: Review of Theory,

frameworks, and Models.

Singapore Management Review

, Volume 26 No. 1,

pp 45-61

Alberto Petroni. 2000. The Future of Insurance Industry in Italy: Determinant of

Competitiveness in the 2000s.

Futures

32 (2000) 417 – 434.

Doz, Yves L, Dan C.K. Prahalad. 1987.

Multinational Mission.

The Free Press, New

York.

Franke, Richard H., G Hofstede, and M Bond. 1991. Cultural roots of economic

performance: A research note.

Strategic Management Journal

, 12: 165-173.

Grant

,

R.M. 1991. The Resource-Based Theory of Competitive Advantage:

Implications for Strategy Formulation.

California Management Review

.

33(3), P.114-135.

Grant R.M. 1991. Porter’s Competitive Advantage of Nation: An Assessment.

Strategic Management Journal

12 (7): 535-548.

Grossman, G.M. dan E. Helpman

.

1993.

Innovation and Growth in the Global

Economy

, Cambridge, Mass.: the MIT Press

Hashi, Iraj. Hajdukovic, D and Luci, Erjon. 2005.

Can Government Policy Influence

Industrial Competitiness: Evidence From Poland and the Cech Republic

.

Kertas kerja dibentang di end-of-project Conference as a factor of

Integration: Indetifiying Challengers of European Market. Brussel

November 2005.

Heckscher dan Ohlin. 1949.

The effect o foreign trade on distribution of income

. In

Howard. S. Ellis & Lioyd A. Metzle, editors, Reading in the theory on

international trade. Homewood Irwin.

(6)

64

Hofstede

,

G. 1983.

Dimensions of national cultures in fifty countries and three

regions

, in Expiscations in Crosscultural Psychology, J. B. Deregowski, S.

Dziurawiec, and R. C. Annis, eds., Lisse, Netherlands: Swets and Zeitlinger:

335-355. 131.

Hofstede, G. and M. H. Bond. 1988. The Confucius connection: From cultural roots

to economic growth,

Organizational Dynamism

, 16: 4-21.

Kennedy, Paul. 1987.

The Rise and Fall of Great Powers

. New York: Random

House.

Klaus Frohberg, Monica Hartman. 1997.

Comparing Measures of Competitiveness

.

Discussion Paper No. 2. pp 1-16. Institute of Agricultural Development in

Central and Eastern Europe.

Krugman

.

1979. Increasing Returns, Monopolistic Competition and International

Trade.

Journal of International Economics

, 9 : 469-479.

Leontief. 1953. Domestic Production and Foreign Trade. The American Capital

Position Reeximained.

Proceeding of The American Phisophical Society

97 :

331 – 349.

Lancaster,

Kevin J. 1979.

Variety, equity and efficiency

. New York: Columbia

University Press.

Linder,

S. 1961.

An Essay on Trade Transformation

. New York: John Wiley.

Mahmoud

,

Essam, Gillian Rice, and Gary Anders. 1992. Quality improvement

programs: Tools for international competitive advantage.

International

Executive

, 34 (4): 305-320.

Mahoney, Joseph T. and Pandian, J. Rajendran. 1992. The resource based view

within the conversation of strategic management.

Strategic Management

Journal

, 13: 363-380.

Mathur, Shiv Sahai. 1992. Talking straight about competitive strategy.

Journal of

Marketing Management

, 8:199-217.

Moon, Rugman, dan Verbeke. 1998. The Generalized Double Diamond Approach to

The Global Competitiveness of Korea and Singapure.

International

Business Review

, 7: 135-150.

(7)

Nelson, R. 1992. Recent Writings on Competitiveness: Boxing the Compass.

California Management Review

, 34(2), P.127-137.

Ohlin, B. 1933.

Interregional and International Trade

, Harvard University Press,

Cambridge, Mass.

Ozlem Oz

.

2002. Assessing Porter’s framework for national advantage: the case of

Turkey.

Journal of Business Research

55 (2002) 509– 515.

Pi-ying, P. and Lai. 2005.

The Competitiveness of Real Estatte Industry in Taiwan

.

National Pingtung Institut of Commerce. Taiwan.

Porter

,

M.E. 1985.

Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior

Performance.

The Free Press,

New York.

Porte

r,

M.E. and Miller, V. 1985. How information gives you

competitive advantage.

Harvard Business Review

,

63

, 4, 149-160.

Porter

,

M.E. 1986.

Competition in global industries: A conceptual framework

. In

M.E. Porter (Ed).

Competition in global industries. Boston, MA: Harvard

Business School Press.

Porter, M.E. 1990.

The Competitive Advantage of Nations,

Free Press, New York.

Powell

,

Thomas C. 1992a. Organizational alignment as competitive advantage.

Strategic Management Journal

, 13: 119-134.

Powell

,

Thomas C. 1992b. Strategic planning and competitive advantage, Strategic

Management Journal, 13: 551-558.

Ricardo, David. 1971 (1817).

The Principles of Political Economic and Taxation

.

Baltimore, Penguin.

Rugman dan D’Cruz. 1993. The Double Diamond Model of International

Competitiveness: Canada’s Exsperience.

Management International Review

,

33 (3):17-39.

Saaty, T. L. 1980.

The Analytical Hierarchy Process

, New York: McGraw-Hill.

(8)

66

UNDP. 2002.

Human Development Report

, United Nation, Oxford University Press,

NY.

Van Dijk. 2000.

Beyond the informal elephant : competitiveness of micro and small

enterpises in the MENA region

.

Van Rooyen, C.J. Esterhuizen, D. Haese, L.D’. 2000.

Determinant of

Competitiveness in The South Africa Agro-Food and Fibre Complex

.

Agricultural Business Chamber (ABC) and the Agricultural Research

Council (ARC), Pretoria.

Vernon

,

Raymond. 1996. International

investment nad international trade in the

product cycle.

Quarterly Journal of Economic

. Mei: 190-207.

Waheeduzzaman, A.N.M. and Ryans, J.J.Jr. 1996. Definition, Perspectives, and

Understanding of International Competitiveness: a Quest for a Common

Ground.

Competitiveness Review

, 6(2), P.7-26.

Williams

,

Jeffrey R. 1992. How sustainable is your competitive advantage?

California Management Review

(Spring), 29-51.

Wiyadi. 2007.

Kajian daya saing industri batik di Surakarta sebagai sentra penghasil

komoditi unggulan daerah

. Laporan Hasil Penelitian P3SWOT. Depdiknas.

Jakarta.

Wiyadi. 2008. Daya

Saing Industri Skel Kecil dan Sederhana di Jawa Tengah

Indonesia

. Disertasi Program Doktor Falsafah Ekonomi. Fakuti Ekonomi

dan Perniagaan Universiti Kebangsaan Malaysia.

Yip, George S. 1989. Global strategy: In a world of nations.

Sloan Management

Review

, 29-40.

(9)
(10)

LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH

FUNDAMENTAL

MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING

INDUSTRI

Oleh

Drs. Wiyadi, MM, Ph.D

Dra. Rina Trisnawati, Msi, Ak, Ph.D

Dra. Erma Setiawati, Ak., MM

DIBIAYAI OLEH DP2M

DENGAN SURAT PERJANJIAN NO: 074/SP2H/PP/DP2M/IV/2009

DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN TINGGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RI

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(11)
(12)

RINGKASAN DAN SUMMARY

Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari “Kajian daya saing industri batik di Surakarta sebagai sentra penghasil komoditi unggulan daerah”. Secara umum penelitian bertujuan membentuk model penentuan indeks daya saing industri. Secara khusus bertujuan menentukan indeks dan menganalisis status daya saing industri menurut dimensi dan kelompok industri, dimana para peneliti terdahulu belum ada yang melakukannya. Sebuah industri berdaya saing tinggi, jika memiliki indeks lebih dari 200. Demikian pula setiap dimensi berdaya saing tinggi, jika memiliki indeks lebih dari 50. Penelitian ini juga menganalisis perbedaan daya saing di antara kelompk industri yang diteliti. Penelitian dilakukan dengan direct survey terhadap 399 IKM penghasil produk unggulan daerah di Jawa Tengah dengan mendasarkan pada model diamond Porter. Peneliti berhasil membentuk sebuah model penentuan indeks daya saing industri (penelitian tahun pertama) dan mengembangkan model pemberdayaan industri yang berdaya saing (penelitian tahun kedua). Berdasarkan hasil analisis, status daya saing industri di Jawa Tengah tinggi dengan nilai indeks sebesar 262,83. Sedangkan secara parsial kelompok industri kecil memiliki indeks daya saing lebih besar dibanding dengan dengan industri menengah (264,48 > 261,31). Berarti kelompok industri kecil lebih berdaya saing dibanding dengan industri menengah. Selanjutnya dengan menggunakan analisis Independent Sample T test

ternyata tidak ada perbedaan rata-rata daya saing antara kelompok industri kecil dengan industri menengah. Berarti secara statistik rata-rata indeks daya saing kedua kelompok industri tersebut adalah sama.

(13)

This study is developed from the research which title is “The study of batik industrial competitiveness in Surakarta as the center of competitiveness commodity regions". The study aims to establish the determining model industry competitiveness index. Specifically, the study aims to determine the index status and analyze the industrial competitiveness from dimensions and industry groups, which previous studies did not do them. The highly competitiveness industry, if it has more than 200 index. Similarly, the dimension highly competitiveness, if it has more than 50 number index. This study also analyzes the differences of industrial competitiveness among industries. Research done by direct survey to 399 SMI which produce core products in the areas of Central Java based on Porter's diamond model. This study can form model for determining industry competitiveness index (the first year of research) and develop a model of empowerment competitive industry (the second year of research). Based on the results of the analysis, the status of industrial competitiveness in the Central Java have index value amount 262.83. It is highly competitiveness. By the way, the small industry groups have the index competitiveness more highly compared with medium industries (264.48 > 261.31). It shows that the small industry groups have more competitive than the medium industries. So, by used the Independent Sample T test, it shows there is no difference competitiveness average of small industry groups and medium industries. So the average of competitiveness index in both groups are same significantly

(14)

PRAKATA

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, peneliti telah menyelesaikan

Laporan Hasil Penelitian Hibah Fundamental dengan judul “Model Penentuan

Indeks Daya Saing Industri”. Peneliti merasa telah banyak memperoleh bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini peneliti ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak

yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga

terselesaikannya penulisan laporan penelitian hibah fundamental ini.

Ucapan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya,

peneliti sampaikan kepada:

1. DP2M Dirjen. Dikti. Depdiknas yang telah memfasilitasi penelitian ini.

2. Ketua LPPM UMS yang telah memberikan informasi serta membantu

kelancaran pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

3. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah

memotivasi demi terselesaikannya penyusunan laporan hasil penelitian.

4. Para pengusaha industri kecil dan menengah di kawasan propinsi Jawa Tengah

yang ditengah kesibukannya berkenan dijadikan responden dan sekaligus

membantu memberikan berbagai informasi dan data yang diperlukan melalui

kuesioner yang diberikan.

5. Berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

Dengan segala keterbatasan peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa

hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan. Namun peneliti berharap,

bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian berikutnya dan

dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan industri dan ilmu ekonomi

khususnya serta ilmu-ilmu yang lain pada umumnya.

Surakarta, 31 Oktober 2009

(15)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ………. i

RINGKASAN DAN SUMMARY ……… ii

PRAKATA ……….……… iv

DAFTAR ISI ……….………. v

DAFTAR TABEL ……….. vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……….. 35

BAB IV METODE PENELITIAN ……….... 36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……… 58

DAFTAR PUSTAKA ……… 63

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1: Berbagai Pengertian Daya Saing Industri atau Perusahaan ... 6

Tabel 4.1: Distribusi Sampel Penelitian ...………... 37

Tabel 5.1: Peran Industri manufaktur Terhadap Penciptaan PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Produksi, dan Nilai Investasi Tahun 2002 – 2006 ...………... 42

Tabel 5.2: Distribusi Responden Menurut Umur Pengusaha ... 43

Tabel 5.3: Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pengusaha .. 44

Tabel 5.4: Distribusi responden menurut pengalaman pengusaha ... 45

Tabel 5.5: Distribusi Responden Menurut Jenis Peralatan Yang Digunakan . 46

Tabel 5.6: Distribusi Responden Menurut Orientasi Strategi Bersaing ... 47

Tabel 5.7: Distribusi Responden Menurut Bantuan Pemerintah ... 48

Tabel 5.8: Distribusi Responden Menurut Skala Industri ... 49

Tabel 5.9: Peringkat Dimensi Daya Saing Industri di Jawa Tengah ... . 50

Tabel 5.10: Peringkat Unsur Setiap Dimensi Daya Saing Industri ... 51

(17)

Halaman

Gambar 2.1: Diamond keunggulan bersaing Porter ..……... 11

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Binomial Test

Lampiran 3. Independent Samples T Test

(19)

MODEL PENENTUAN INDEKS DAYA SAING INDUSTRI

Oleh: Wiyadi, Rina Trisnawati, dan Erma Setiawati

Sebagai upaya menindaklanjuti penelitian sebelumya mengenai “Kajian daya saing

industri batik di Surakarta sebagai sentra penghasil komoditi unggulan daerah” berikut ini

ditingkatkan dengan menggali lebih dalam penelitian daya saing industri dengan ruang

lingkup yang lebih luas. Secara umum tujuan penelitian adalah membentuk model

penentuan indeks daya saing industri, dimana para peneliti terdahulu belum ada yang

menggunakan indeks untuk mengukur daya saing industri. Selain menentukan indeks daya

saing penelitian ini juga bertujuan menganalisis status daya saing industri menurut

dimensi dan kelompok industri.

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai

pihak. Terutama bagi pemerintah untuk dapat dijadikan dasar dalam memberdayakan dan

memperkuat daya saing industri. Sedangkan bagi para pengusaha dapat menjadi pendorong

untuk meningkatkan daya saing perusahaannya di pasar global. Dan dapat pula dijadikan

rujukan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait dengan daya saing

industri di kawasan yang lebih luas.

Penelitian daya saing industri ini merupakan penelitian terhadap beberapa

kelompok industri penghasil produk unggulan daerah di Jawa Tengah. Penentuan daya

saing industri menggunakan indeks yang dibentuk berdasarkan kerangka model diamond

Porter. Jika nilai indeks daya saing industri lebih dari 200 berarti berdaya saing tinggi.

Demikian pula jika nilai indeks daya saing setiap dimensi lebih dari 50 berarti berdaya

saing tinggi. Setelah ditentukan besarnya nilai indeks daya saing industri secara

keseluruhan, perlu pula ditentukan besarnya indeks daya saing menurut kelompok industri

yaitu kelompok industri kecil dan industri menengah. Sehingga penelitian ini juga

menganalisis perbedaan rata-rata daya saing di antara kelompk industri kecil dengan

industri menengah.

Akhirnya peneliti telah berhasil membentuk sebuah model penentuan indeks daya

(20)

2

IKM yang menghasilkan produk unggulan daerah di Jawa Tengah) dan perlu dilanjutkan

pada penelitian periode berikutnya dengan judul model pemberdayaan industri yang

berdaya saing (penelitian tahun kedua).

Penelitian ini dilakukan dengan direct survey terhadap 500 pengusaha yang tersebar

di wilayah propinsi Jawa Tengah dengan memperbaiki model diamond Porter. Dari seluruh

kuesioner yang disebar hanya ada 457 responden yang mengembalikan. Namun karena ada

sebagian kesioner yang pengisiannya tidak lengkap, sehingga yang dapat dianalisis tinggal

399 responden. Perbaikan model diamond Porter dalam bentuk (1) menambah unsur

sumber tenaga kerja pada dimensi kondisi faktor, (2) menambah unsur kewirausahaan

pada dimensi strategi perusahaan dan struktur persaingan, (3) menambahkan unsur media

promosi dan unsur distributor pada dimensi industri pendukung dan industri terkait, (4)

mengganti unsur modal dan unsur biaya produksi dengan unsur sumber modal dan unsur

biaya per unit produk pada dimensi kondisi faktor, (5) mengganti dengan unsur ukuran dan

pertumbuhan pasar dengan unsur loyalitas pelanggan dan cakupan pasar pada dimensi

kondisi permintaan.

Penentuan besarnya indeks daya saing dilakukan pada setiap perusahaan yang

dijadikan sampel penelitian, baik untuk setiap dimensi maupun total dari keempat dimensi

daya saing. Penentuan indeks daya saing industri dilakukan dengan cara mencari rata-rata

indeks dari seluruh perusahan yang dianalisis.

Berdasarkan hasil penentuan indeks, status daya saing industri di Jawa Tengah

berstatus tinggi dengan nilai indeks sebesar 262,83. Sedangkan untuk per kelompok

industri, bahwa kelompok industri kecil memiliki indeks daya saing lebih besar dibanding

dengan dengan kelompok industri menengah (264,48 > 261,31). Berarti kelompok industri

kecil lebih berdaya saing dibanding dengan kelompok industri menengah.

Setelah indeks daya saing industri terbentuk, tahap berikutnya membandingkan

rata-rata indeks daya saing kelompok industri kecil dengan kelompok industri menengah.

Dengan menggunakan analisis Independent Sample T test diperoleh hasil tidak ada

perbedaan yang signifikan antara rata-rata daya saing kelompok industri kecil dengan

kelompok industri menengah. Berarti secara statistik rata-rata indeks daya saing kedua

Referensi

Dokumen terkait

Studi geodinamika dengan menggunakan data pengamatan GPS yang pernah dilakukan di Pulau Jawa kebanyakan memiliki distribusi titik pengamatan di bagian tengah Pulau

Danau tersebut tersebar merata di setiap pulau besar (Sumatra, Jawa, Kalimantan Sulawesi, Papua) kecuali Pulau Bali. Di Propinsi Jawa Tengah terdapat beberapa telaga /

Inflasi tahun kalender ibukota provinsi di Pulau Jawa tertinggi terjadi di Kota Serang sebesar 0,73 persen, diikuti Kota Surabaya sebesar 0,62 persen, Kota

Luas Kawasan Industri yang telah Dikembangkan di Jawa Timur Tahun

Terdapat 23 sektor industri di Provinsi Jawa Tengah yang laju pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan pada tingkat nasional yakni, industri makanan, industri minuman,

Sementara itu, sektor yang termasuk kategori sektor dengan pertumbuhan menonjol di propinsi Sulawesi Tengah tetapi belum menonjol di Kabupaten Morowali meliputi

bagian utara dengan kawasan perkotaan di Pulau Bali bagian selatan. Strategi untuk pengembangan sentra produksi di luar kawasan andalan yang berada. di Pulau Jawa bagian selatan

IDSD 2023 tersedia level provinsi saja 3.04 Pengguna internet a 2 SUSENAS BPS Persentase persen - Keterangan : a Level estimasi berada di level Provinsi b Level estimasi