• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN NHT BERBANTUAN ALAT PERAGA SISTEM PERNAPASAN MANUSIA DI SMA EFATA SOE KABUPATEN TTS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN NHT BERBANTUAN ALAT PERAGA SISTEM PERNAPASAN MANUSIA DI SMA EFATA SOE KABUPATEN TTS"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DAN NHT BERBANTUAN ALAT PERAGA

SISTEM PERNAPASAN MANUSIA DI SMA EFATA SOE

KABUPATEN TTS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Oleh

Nonci M. Uki

0402513103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

(2)
(3)
(4)

Kekuatan TUHAN nyata dalam hidup kita saat kita menghadapi masalah tanpa putus asa”

Tesis ini dipersembahkan kepada:

1. Almamater tercinta Universitas Negeri Semarang 2. STKIP SoE

3. Keluarga tercinta

(5)

NHT Berbantuan Alat Peraga Sistem Pernapasan Manusia Di SMA Efata

SoE Kab. TTS” Tesis, Program Studi pendidikan ilmu pengetahuan alam,

program pascasarjana, Universitas negeri semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Priyantini Widiyaningrum, M.S., pembimbing II Dr. Ir. Dyah. R. Indriyanti, M.P.

(6)

Models Assisted with Learning Tools about Human Respiratory System in Efata Senior High School, SoE, TTS" Department of natural science education, Thesism graduate programs, Semarang State University. Supervisor I Prof. Dr. Priyantini Widiyaningrum, M.S. supervisor II Dr. Ir. Rini Dyah Indriyanti , M.P.

Keywords: Learning tools, learning outcomes, motivation, NHT, STAD

The observation results in some schools in Timor Tengah Selatan (TTS) shows that student learning results obtained are still below the minimum completeness criteria ( KKM ). This is because the limitless of teachers’ in selecting appropriate methods in learning process, and there are many teachers who do not utilize the learning medium so the students feel bored and ultimately affect the students’ motivation and learning outcomes. This study aimed to analyze the effectiveness of cooperative learning STAD model, NHT and Conventional assisted with learning tools toward students’ motivation and learning outcomes about human respiratory system. The method used is Quasi- Experiment with design Nonequivalent control group design involving three classes, which use the model of STAD, NHT and Conventional. The data were analyzed using ANOVA test one lane at α = 0.05. The results showed that the average results of the study group STAD (36.47), NHT group (41.20) and Conventional (34.84) , show significant differences at the 0.05 significance level . The use of cooperative learning model NHT assisted with learning tools is more effectively improve

students’ learning outcomes compared with STAD and conventional models. The

average students’ motivation STAD class ( 50.20 ) , class NHT ( 52.07 ) and Conventional ( 50.11 ) , did not show a difference at a significance level of 0.05 thus be concluded that all three models applied learning did not affect students' motivation .

(7)

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan NHT

Berbantuan Alat Peraga Sistem Pernapasan di SMA Efata SoE Kabupaten TTS”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan sebelum memulai penelitian dalam meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para pembimbing: Prof. Dr. Priyantini Widiyaningrum, M.S (Pembimbing I) dan Dr. Ir. Dyah Rini Indriyanti M.P (Pembimbing II) yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk penyusunan tesis ini.

Ucapan terimakasih peneliti sampaikan pula kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Direksi pascasarjana Universitas Negeri Semarang atas dukungan kelancaran

yang diberikan bagi pebulis dalam menempuh studi.

3. Ketua Program studi IPA Universitas Negeri Semarang yang menyediakan

kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

4. Ketua STKIP SoE dan seluruh citivitas akademika yang telah mendukung

penulis dalam menyelesaikan studi dan pelaksanaan penelitian.

5. Ketua Yayasan Perguruan Tinggi SoE yang mengijinkan penulis mengikuti

program perkuliahan pada Pascasarjana Unnes.

6. Ketua Yayasan Victory Kupang yang telah memberikan bantuan biaya

perkuliahan bagi penulis selama masa studi di Pascasarjana Unnes.

7. Teman-teman mahasiswa S2 program studi Pendidikan IPA Konsentrasi

Biologi Reguler Pascasarjana Universitas Negeri Semarang atas segala

(8)

8. Teman-teman S2 dari STKIP SoE atas segala motivasi dan dukungannya

selama perkuliahan di Semarang.

9. Orang tua tercinta Bapak Mesakh Uki, Ibu Yuliana Uki Sanam, Kak Mel

bersama Kak Uce, Amon, Anja & yang terkasih kak Sisko, terimakasih atas

doa dan dukungannya sehingga saya dapat menyelesaikan studi di program

magister.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan program magister

di Pascasarja Universitas Negeri Semarang

Penulis sadar bahwa dalam tesis ini mungkin masih terdapat kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil tesis ini bermanfaat dan merupakan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, November 2015

Nonci M. Uki

(9)

HALAMAN JUDUL………

2.3 Kerangka Berpikir………...

2.4 Hipotesis Penelitian……….

BAB III METODE PENELITIAN………..

3.1 Desain Penelitian……….

3.2 Populasi dan Sampel………...

3.3 Variabel Penelitan……….…………..

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data………..

3.5 Teknik Analisis Data………...

(10)

n………. 33

4.2 Pembahasan……….. 39

BAB V PENUTUP……… 46

5.1 Simpulan………... 46

5.2 Saran………. 46

DAFTAR PUSTAKA………. 47

LAMPIRAN……… 51

(11)

3.1 Pola Rancangan Penelitian………. 23

3.2 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……… 25

3.3 Kriteria Indeks Gain……… 30

4.1 Rata-rata Nilai Pretest dan Postest dari Kelas STAD, NHT

dan Konvensional……… 32

4.2 Rata-Rata Hasil Belajar Kognitif Siswa Antara Nilai Postets –

pretest pada kelas STAD, NHT dan Konvensional………… 33

4.3. Perbedaan Rata-rata N-Gain Nilai Kognitif Siswa………… 34

4.4 Rata-rata Total Skor Sikap Siswa………... 35

4.5 Uji Regresi Model Pembelajaran STAD, NHT dan

Konvensional terhadap Sikap Siswa……….. 37

4.6 Rata-Rata Total Skor Psikomotorik Siswa………. 37

4.7 Uji Regresi Model Pembelajaran STAD, NHT dan

Konvensional terhadap Psikomotorik Siswa………. 38

4.8 Analisis Data Deskriptif Motivasi Belajar Siswa……… 39

(12)

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir 21

(13)

Lampiran Halaman

1. Silabus………... 52

2. Lembar Validasi Silabus………. 55

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 59

4. Lembar Validasi RPP……… 87

5. Bahan Ajar………. 91

6. Lembar Validasi Bahan Ajar………. 118

7. Lembar Kerja Siswa (LKS)……… 122

8. Lembar Validasi LKS………. 130

9. Alat evaluasi……….. 133

10. Skor Hasil Uji Coba Soal……… 139

11. Uji Validitas Dan Releabilitas Soal………. 142

12. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Dan Tingkat Kesukaran Soal……… 145

13. Hasil Akhir Pretest……… 146

14. Hasil Akhir Postest……….. 151

15. Uji Homogenitas dan Normalitas Nilai Pretest dan Postest……… 156

16. Uji Anova Satu JalurNilai Pretest dan Posttest……… 157

17. Nilai Akhir Selisih Posttest-Pretest……….. 158

18. Homogenitas dan Normalitas selisih Nilai Posttest-Pretest……….. 161

(14)

Hoc……… 163

21. Perhitungan N-Gain untuk Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa…. 164

22. Angket Motivasi Belajar Siswa………. 168

23. Skor Motivasi Belajar Siswa………. 170

24. Normalitas, Homogenitas dan Rata-Rata, Motivasi Belajar siswa……... 174

25. Angket Sikap Siswa………... 176

26. Skor Hasil sikap Siswa……….. 178

27. Normalitas, Homogenitas dan Rata-Rata, Hasil Sikap Siswa………….. 182

28. Uji Beda Rata-Rata Sikap Siswa………... 183

29. Angket Psikomotorik Siswa……….. 184

30. Skor Hasil Psikomotorik Siswa………. 185

31. Normalitas, Homogenitas dan Rata-Rata Psikomotorik siswa…………. 188

32. Uji Beda Rata-Rata Psikomotorik Siswa………... 189

33. Analisis Regresi Model Pembelajaran STAD, NHT dan Konvensional

Terhadap Psikomotorik Siswa………... 190

34. Foto-foto Penelitian………... 193

(15)

1.1 Latar Belakang

Hasil observsi di beberapa sekolah di Kabupaten Timor Tengah

Selatan (TTS) menunjukkan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa masih

di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM). Hal ini disebabkan karena

sarana prasarana dalam proses pembelajaran yang kurang memadai,

keterbatasan kreativitas guru dalam memilih metode yang tepat dalam proses

pembelajaran, keterbatasan guru dalam mengembangkan berbagai strategi

pembelajaran yang menarik siswa untuk belajar, dan masih banyak guru yang

belum memanfaatkan media pembelajaran sehingga siswa merasa bosan dan

pada akhirnya berpengaruh pada motivasi dan hasil belajar siswa. Oleh

Karena itu, guru diharapkan untuk menggunakan model pembelajaran yang

bervariasi serta menggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran sehingga

dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar secara mandiri dan bekerja

sama dengan peserta didik yang lain.

Materi sistem pernapasan pada manusia merupakan materi yang

bersifat abstrak dan berkaitan dengan mekanisme serta proses yang terjadi di

dalam tubuh, sehingga sulit bagi siswa untuk memahami materi tersebut.

Oleh karena itu, untuk membantu siswa dalam memahami materi sistem

pernapasan pada manusia maka dalam proses pembelajarannya diperlukan

bantuan alat peraga.

(16)

Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga merupakan suatu

rangkaian kegiatan untuk menyampaikan materi pelajaran yang bertujuan

memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar, sehingga

memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan serta menumbuhkan motivasi

siswa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi seperti bertanya

terhadap sesuatu yang belum dipahami.

Alat peraga dapat menjelaskan/menunjukkan/membuktikan

konsep-konsep atau gejala-gejala yang dipelajari. Pemanfaatan alat peraga

diharapkan mampu mengurangi kesulitan yang dialami siswa dan membantu

guru dalam pembelajaran sehingga penyampaian konsep lebih bermakna dan

dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajarinya,

dengan demikian akan tercipta suatu proses pembelajaran yang berkualitas.

Hasil observasi di SMA Efata SoE dalam pembelajaran biologi

terutama materi sistem pernapasan pada manusia, ternyata proses

pembelajarannya berpusat pada buku paket yang sudah ada, belum

memanfaatkan media pembelajaran berupa alat peraga dan kurang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas dalam proses

pembelajaran sehingga motivasi dan hasil belajar siswa rendah.

Katili (2009) mengemukakan bahwa kebiasaan guru dalam

menyampaikan materi pelajaran masih cenderung menggunakan metode

konvensional yaitu guru sebagai pusat pembelajaran. Guru cenderung

menulis di papan tulis, ceramah, dan siswa mencatat, sehingga motivasi dan

(17)

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran yang semula teacher

centered menjadi student centered. Pembelajaran secara klasikal yang berubah

menjadi pembelajaran kooperatif, bertujuan untuk memaksimalkan kerja

sama antar siswa dengan latar belakang dan kemampuan yang heterogen

dalam kelompok-kelompok kecil. Oleh karena itu, guru diharapkan

mengurangi dominasi di dalam kelas, siswa harus aktif berpartisipasi

menemukan dan membentuk sendiri pengetahuannya. Ada berbagai model

pembelajaran kooperatif, di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif

tipe Student Team Achievement Division (STAD ) dan pembelajaan kooperatif

tipe Numbered Head Together (NHT).

Metode STAD merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif yang sederhana untuk permulaan bagi guru yang menggunakan

pendekatan kooperatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif STAD dapat mengubah pembelajaran dari teacher centered

menjadi student centered. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin (2008) yang

menyatakan bahwa pada model STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar

beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, dan

jenis kelamin. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim

dan memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran

tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada

(18)

Metode NHT yang merupakan metode belajar kelompok yang

diawali dengan pemberian nomor kepada setiap anggota kelompok, nomor-

nomor tersebut yang akan menjadi identitas siswa dalam proses pembelajaran.

Ciri khas dari NHT yaitu guru hanya menunjuk siswa dengan menyebutkan

salah satu nomor yang mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil

kerja kelompoknya. Hal ini merupakan upaya sangat baik untuk meningkatkan

tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok, serta adanya saling

ketergantungan antara sesama individu dalam kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian Balfakih (203) menyimpulkan bahwa

hasil belajar siswa yang menggunakan model kooperatif tipe STAD lebih baik

dari pada dengan model konvensional. Sedangkan hasil belajar siswa yang

menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih baik dari pada dengan model

konvensional (Jamalong 2012). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dan NHT

memberikan hasil belajar yang lebih baik dari pada dengan model

konvensional (Sunandar 2008). Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan

penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

NHT berbantuan alat peraga sistem pernapasan manusia di SMA Efata Soe

Kabupaten TTS. Dari kedua model ini, manakah yang lebih efektif dalam

(19)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka

dapat diidentifikasi beberapa permasalahan khususnya di SMA Efata SoE

sebagai berikut;

a. Kurangnya motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran biologi pada

materi sistem pernapasan pada manusia

b. Hasil belajar siswa tidak mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM).

c. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga

siswa menjadi malas dan jenuh.

d. Kurangnya pemanfaatan alat peraga dalam proses pembelajaran

1.3 Cakupan Masalah

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu diberikan

cakupan masalah sebagai berikut:

a. Keefektivan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu, besarnya pengaruh

penerapan metode pembelajaran STAD dan NHT berbantuan alat peraga

dilihat dari hasil belajar kognitif siswa.

b. Model pembelajaran STAD lebih menekankan kepada pembentukan

kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk

menyelesaikan suatu permasalahan.

c. Pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan ciri utamanya penomoran

dengan adanya penomoran maka siswa akan merasa bertanggungjawab

(20)

d. Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar,

dimana alat peraga membuat materi ajar yang abstrak menjadi

konkrit.Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat peraga

mekanisme pernapasan pada manusia dan alat peraga untuk mengetahui

efek rokok bagi kesehatan, yang akan dibuat oleh siswa.

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga,

lebih efektif dari pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT

berbantuan alat peraga terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada

materi sistem pernapasan pada manusia?

b. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga,

lebih efektif dari pada model konvensional terhadap motivasi dan hasil

belajar siswa pada materi sistem pernapasan pada manusia ?

c. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga,

lebih efektif dari pada model konvensional terhadap motivasi dan hasil

belajar siswa pada materi sistem pernapasan pada manusia ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

a. Menganalisis keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(21)

terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada materi sistem pernapasan

pada manusia.

b. Menganalisis keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

berbantuan alat peraga dengan model konvensional terhadap motivasi dan

hasil belajar siswa pada materi sistem pernapasan pada manusia.

c. Menganalisis keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

berbantuan alat peraga dengan model konvensional terhadap motivasi dan

hasil belajar siswa pada materi sistem pernapasan pada manusia.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai pertimbangan

dalam pemilihan model pembelajaran sebagai upaya untuk menyajikan

materi pelajaran agar lebih menarik.

b. Bagi siswa, pengembangan proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT berbantuan alat

peraga diharapkan dapat memberikan sumbangan bermanfaat untuk

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmayanti dan Amaria

(2013) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STADpada

materi koloid, menunjukkan bahwa, rata-rata ketuntasan belajar siswa

mengalami peningkatan dari pretest ke posttestyaitu sebesar 35% menjadi

80%. Respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD

sebesar 78% yang dinyatakan kuat. Kemampuan guru mengelola model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mendukung peningkatan ketuntasan

belajar siswa. Guru yang mampu mengelola model pembelajaran kooperatif

dengan baik membuat siswa bersemangat dan mengalami proses belajar

dengan maksimal, sehingga ketuntasan belajar siswa pun meningkat. Hal ini

didukung oleh penelitian Lailiyah et al. (2013) yang menunjukkan bahwa

ketuntasan klasikal siswa meningkat seiring dengan meningkatnya

kemampuan guru mengelola model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Penelitian yang dilakukan oleh Balfakih (2003) tentang

STADdengan menggunakan dua kelompok, kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen dilakukan di provinsi Timur

dengan hasil 8, 97 poin, sedangkan kelompok kontrol dilakukan di provinsi

Utara dengan hasil 8,75 poin. Dari data yang diperoleh terdapat perbedaan

antara group kontrol dan group eksperimen. Dat (2013) menyimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif efektif dalam meningkatkan tingkat prestasi

(23)

akademik siswa dan meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika di

sekolah menengah Vietnam.

Siregar (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh secara

signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan

nilai rata-rata postestdi kelas eksperimen sebesar 77,4. Sedangkan di kelas

kontrol diperoleh nilai rata-rata postest sebesar 69,9. Artinya terdapat

perbedaan rata-rata nilai postest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Selain meningkatkan hasil belajar siswa, model pembelajaran kooperatif tipe

NHT ternyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini ditunjukkan

dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer, diperoleh bahwa

aktivitas siswa mengalami peningkatan yang positif.

Menurut Tiya dan Anggo (2012), model pembelajaran kooperatif

tipe NHT dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa pada

pokok bahasan statistika dan hasil belajar yang dicapai siswa menunjukkan

peningkatan yang signifikan, dengan nilai rata-rata 34,83 menjadi 55,00 pada

akhir siklus 1, pada akhir siklus II 77,67, dan pada akhir siklus III 80,83.

Menurut Jamalong (2012), hasil belajar siswa sebelum

diterapkannya metode pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak ada satu pun

siswa yang mencapai tingkat ketuntasan. Setelah diterapkan metode kooperatif

tipe NHT pada siklus I terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang mencapai

ketuntasan sebanyak 11 siswa (34,38%) dan pada siklus II terdapat 20 siswa

(24)

kooperatif tipe NHT sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Intani (2009), hasil belajar dapat ditingkatkan dengan model

pembelajaran NHT, hal ini ditunjukan oleh rata-rata nilai tes akhir siklus I dari

64,11 menjadi 68,4% dan pada siklus 2 ketuntasan belajar klasikal meningkat

dari 68,4% menjadi 77,5%.

Menurut Anidityas et al. (2012) hasil penelitinnya menunjukkan

bahwa keaktifan siswa termasuk kategori sangat baik yaitu sebesar 93%.

Secara klasikal ketuntasan belajar siswa termasuk dalam kriteria sangat baik

yakni sebesar 89,58%, serta tanggapan siswa selama proses pembelajaran

termasuk kriteria sangat baik, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat

peraga sistem pernapasan manusia dapat mengoptimalkan kualitas belajar

siswa.

Menurut Prasetyarini et al. (2013), hasil penelitian menunjukan

bahwa pemanfaatan alat peraga IPA dapat meningkatkan pemahaman konsep

fisika siswa. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pemahaman konsep fisika

siswa pada tiap siklus.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut maka perlu

dilakukan penelitian bagaimana keefektifan metode pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan NHT berbantuan alat peraga terhadap motivasi dan hasil

belajar siswa SMA.

2.2 Kerangka Teoretis

2.2.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008) adalah

(25)

dijadikan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang

untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Menurut Riyanto

(2010) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang

dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik, sekaligus

keterampilan sosial. Sementara itu, Hayati (2002) menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang

melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling

berinteraksi.

Pembelajaran sistem kooperatif, siswa belajar bekerja sama

dengan anggota lainnya. Model pembelajaran kooperatif siswa memiliki

dua model tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan

membantu sesama anggota kelompok kecil dan mereka melakukan

seorang diri (Rusman, 2011). Model pembelajaran kelompok adalah

rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-

kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan (Riyanto, 2010). Disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya

terdiri atas 4-5 orang siswa dengan struktur kelompok yang bersifat

heterogen.

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri yaitu: a)

setiap anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung

(26)

belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, d) guru membantu

mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, e)

guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya

tiga tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan

terhadap individu, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim,

2000).

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif

adalah: 1) teori psikologi kognitif (Piaget dan Vygotsky), dan 2) teori

psikologi sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin)

1. Teori psikologi kognitif

a. Teori Piaget

Pieget memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin

tahu bahwa yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan

lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkunan sosialnya.

Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan

pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan

kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial

dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan

berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya

dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis. Melalui pertukaran

ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki

(27)

pemikirannya menjadi objektif. Aktivitas berpikir anak seperti itu

terorganisasi dalam suatu struktur kognitif (mental) yang disebut

dengan scheme atau pola berpikir (patterns of behavior or thinking)

Riyanto (2010).

b. Teori Vygotsky

Vygotsky dalam memandang perkembangan kognitif anak

secara akuisisi (sistem isyarat) terjadi dalam sekuen tahapan yang

invarian untuk setiap anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget.

Namun, Vygotsky berbeda dalam memandang perkembangan

kognitif anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak

terkait sangat kuat dengan masukan dai orang lain. Vygotsky

mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama,

perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari

konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua,

perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system)

dimana ia tumbuh (Hayati, 2002).

Teori Vygotsky mempunyai dua implikasi utama dalam

pembelajaran yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara

kooperatif dengan pengelompokan peserta didik secara heterogen

dari sisi kemampuan akademik, dan pendekatan pembelajaran yang

menekankan pentingnya scaffolding, dengan menekankan

pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas belajarnya

(28)

2. Teori psikologi sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Teori John Dewey menyatakan bahwa, kelas seharusnya

merupakan cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagi

laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan

bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan

demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta

didik dalam kelas. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi

peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan

masalah-masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam

aktivitasnya memecahkan masalah dalam kelompoknya, peserta

didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan

peserta didik lain (Arends, 1997).

b. Teori Gordon Allport

Allport berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup

untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan

secara baik antar kelompok. Pandangan Allport dikenal dengan the

nature of prejudice. Untuk mengurangi kecurigaan dan

meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan

mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi,

(29)

c. Teori Kurt Lewin

Lewin sangat tertarik pada masalah-maslah pergerakan

yang dinamis dalam kelompok (group dynamic movement),

terutama tentang resolusi konflik sosial yang terjadi di antara

peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada dua kemungkinan yang

dapat terjadi, yaitu mendorong penerimaan sosial atau

meningkatkan jarak/ketegangan sosial. Banyak hasil penelitian

Lewin yang mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif dalam

kelompok untuk mempelajari keterampilan baru, mengembangkan

sikap baru, dan memperoleh pengetahuan (Rusman, 2011)

2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari

pembelajaran kooperatif yang sederhana. Pembelajaran ini peserta didik

akan belajar bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang

untuk mengusai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin

(2008) gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD

adalah untuk memotivasi peserta didik supaya dapat saling mendukung

dan membantu satu sama lain dalam mengusai kemampuan yang diajarkan

oleh guru. Komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif

tipe STAD menurut Slavin (2008) yaitu: a) presentasi kelas, b) tim, yang

terdiri dari 4-5 orang yang heterogen, c) kuis, dilakukan setelah satu atau

(30)

d) skor kemajuan individual, e) rekognisi tim, tujuan dari pemberian skor

adalah memberi penghargaan pada tiap-tiap kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut

Slavin (2008) adalah sebagai berikut: a) persiapan,b) menyampaikan

tujuan dan memotivasi siswa,c) menyajikan/menyampaikan informasi,d)

mengorganisasikan siswa dalam kelompk-kelompok belajar, guru

membagi siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang,

e) membimbing kelompok bekerja dan belajar,f) evaluasi,g) memberikan

penghargaan.

Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai

beberapa keunggulan yaitu: a) siswa aktif membantu dan memotivasi

untuk berhasil bersama, b) berinteraksi secara aktif dan positif sehingga

kerja sama antar kelompok menjadi lebih baik, c) membantu siswa untuk

menjalin pertemanan yang lebih banyak, d) siswa bekerja sama untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Selain keunggulan tersebut metode

pembelajaran STAD juga memiliki kekurangan yaitu model pembelajaran

STAD ini memerlukan kemampuan khusus guru, dimana guru dituntut

sebagai fasilitator, motivator dan evaluator (Slavin, 2008)

2.2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu tipe

pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan

bertanggung jawab penuh dalam memahami materi pelajaran baik seara

(31)

bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan

kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan

jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa

untuk meningkatan semangat kerja sama mereka.

Metode pembelajaran NHT mempunyai beberapa keunggulan

yaitu: a) siswa terlibat secara aktif dalam proses belajarnya, b) dapat

melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, c) siswa yang pandai dapat

mengajari siswa yang kurang pandai, d) tidak ada siswa yang

mendominasi dalam kelompok. Selain keunggulan tersebut metode

pembelajaran NHT juga memiliki kekurangan-kekurangan yaitu: a)

kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, b) tidak

semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, Trianto (2011). Adapun

langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu: a) pembagian

kelompok dan penomoran, b) mengajukan pertanyaan, c) berpikir

bersama, d) menjawab, e) tanggapan, f) kesimpulan

2.2.4 Pembelajaran Konvensional

Metode pembelajaran konvensional adalah metode

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah,

karena sejak dulu metode ini dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan

antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.

Pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan

penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Pembelajaran konvensional

(32)

dalam pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori, kegiatan

guru yang pertama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau

mencatat apa yang telah disampaikan guru (Suprijono, 2009).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan pembelajaran biologi secara konvensional adalah suatu kegiatan

belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru lebih

mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya

menerima apa-apa saja yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa

menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena

lebih banyak hafalan.

2.2.5 Motivasi Belajar

Membahas mengenai motivasi tentu tidak lepas dari kata motif.

Motif adalah keadaan didalam orang yang mendorong untuk melakukan

aktivitas dan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari

adanya suatu kebutuhan (Hamalik, 1995). Menurut Sardiman (2007),

motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.

Berawal dari kata motif maka motivasi dapat diartikan sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat

tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan

atau mendesak. Menurut Sagala (2003) motivasi adalah motif atau hal

yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk

(33)

motivasi adalah dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan

perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar

adalah usaha keras yang dilakukan oleh masing-msing individu untuk

meningkatkan kecakapan diri dalam semua aktivitas. Dalam diri individu

motivasi belajar akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat, akan

menumbuhkan individu-individu yang bertanggung jawab dan dengan

motivasi belajar yang tinggi juga akan membentuk individu menjadi

pribadi yang kreatif, sehingga dapat mencapai kemajuan yang teramat

cepat.

Adapun fungsi motivasi dalam belajar menurut Sardiman

(2007) yaitu: 1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai

penggerak atau motor yang melepaskan energi, 2) menentukan arah

perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai, 3) menyeleksi

perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Berdasarkan Fathurrohman dan Sutikno (2007) terdapat beberapa

cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa yaitu: 1) menjelaskan

tujuan kepada peserta didik, 2) hadiah, 3) saingan/kompetisi, 4) pujian,

5) hukuman, 6) membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk

belajar, 7) membentuk kebiasaan belajar yang baik , 8) membantu

(34)

9) menggunakan metode yang bervariasi, 10) menggunakan media

pembelajaran yang baik, serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2.2.6 Hasil Belajar

Belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah

melakukan aktivitas tertentu. Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari

segi hasil, proses belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik

pula, Pupuh dan Sobry (2009). Menurut Syah (2004) dalam psikologi,

belajar juga menguraikan tentang karakteristik perubahan sebagai hasil

belajar yaitu: 1) perubahan intensional, 2) perubahan positif aktif, 3)

perubahan efektif fungsional.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku

pada diri siswa, yang dapat diamati dan ukur dalam bentuk perubahan

pengetahuan sikap dan keterampilan Hamalik (2005). Ada tiga aspek yang

harus dinilai untuk mengetahui beberapa besar pencapaian kompetensi,

yaitu:

a. Ranah kognitif, merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan

kegiatan mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang

proses berfikir, mulai dari tingkatan rendah sampai yang tinggi, yakni

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi.

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai, berorientasi pada

penguasaan dan pemilihan kecakapan proses atau metode. Pada ranah

(35)

perhatian, tangapan, penilaian, pengorganisasi, dan karakteristik

terhadap suatu atau beberapa nilai.

c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotorik terdiri dari

persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan

kompleks, penyesuaian pola gerakan, kreativitas atau keaslian.

2.3 Kerangka Berpikir

Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, akan

menggunakan alur berpikir yang terdapat pada Gambar 2.1 di bawah ini :

Kondisi Awal Guru Masih

Menggunakan Metode Ceramah

Motivasi & Hasil Belajar Rendah

STAD Tindakan NHT

Meningkatkan:

Kognitif

Hasil Belajar Afektif

Psikomotorik

Motivasi Belajar

Kondisi Akhir Yang Efektif Metode NHT

(36)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini yaitu :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih

efektif dari pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan

lata peraga terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada materi sistem

pernapasan pada manusia.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan alat peraga lebih

efektif dari pada model pembelajaran konvensional berbantuan lata

peraga terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada materi sistem

pernapasan pada manusia.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga lebih

efektif dari pada model pembelajaran konvensional berbantuan lata

peraga terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada materi sistem

(37)

3.1 Desain Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian menggunakan Quasi Experimental.Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen untuk

membandingkan perlakuan belajar mengajar pada kelas imen dan kelas

kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control

Group Design, Sugiyono (2012).

Tabel 3.1 Pola rancangan penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

E O X1 O

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X1 SMA Efata

Soe yang terdiri dari empat kelas yang berjumlah 90 siswa.

(38)

3.2.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Cluster

randomsampling diambil 3 kelas yang berjumlah 60 siswa, untuk

menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas IPA1

mendapatkan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD, kelas IPA2 mendapatkan perlakuan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT sedangkan kelas IPA3 dengan pembelajaran

konvensional.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan NHT berbantuan alat peraga.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi dan hasil belajar

siswa kelas XI SMA Efata SoE pada materi sistem pernapasan pada

manusia.

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Tabel di bawah ini menggambarkan rincian mengenai jenis data,

teknik pengumpulan data dan instrumen yang digunakan.

Tabel 3.2. Teknik dan instrumen pengumpulan data No Data Teknik Instrumen

pengumpulan data 1 Hasil belajar

(39)

2 Psikomotorik

Uji normalitas menggunakan data hasil belajar siswa sebelum

perlakuan, untuk mengetahui sampel yang diteliti berdistribusi normal atau

tidak. Setelah dilakukan uji normalitas ketiga sampel menggunakan SPSS

maka nilai sig.= 0,133 > 0,05 maka data ketiga sampel berdistibusi

normal, Lampiran 36.

3.5.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas menggunakan data hasil belajar siswa sebelum

perlakuan, dengan tujuan untuk mendapatkan asumsi bahwa sampel yang

digunakan berawal dari kondisi yang sama atau homogen.

Hipotesis untuk uji homogenitas adalah:

H0 : ��2 = ��2 ( varians populasi adalah homogen),

(v1,v2)didapat dari daftar distribusi F dengan peluang ½ α, sedangkan derajat

(40)

Setelah dilakukan uji homogenitas ketiga sampe menggunakan

SPSS maka nilai sig. = 0,756 > 0,05 maka data ketiga sampel berdistribusi

homogen, Lamppiran 36.

3.6 Analisis Instrumen Soal

a. Validitas

Untuk menentukan validitas tiap soal (item) digunakan rumus

product moment (Arikunto, 2006) sebagai berikut.

N XY

X Y

r

xy

=

N X

2

X

2

N Y

2

Y

2

Keterangan :

rxy = Korelasi produk moment

N = Banyak peserta tes X = Skor item soal Y = Skor total.

X2 = Jumlah kuadrat skor item Y2 = Jumlah kuadrat skor total

XY = Jumlah perkalian skor item dan skor total

Kriteria korelasi adalah sebagai berikut: 0,80 < rxy≤ 1,00 = sangat tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,79 = tinggi 0,40 < rxy ≤ 0,59 = cukup 0,20 < rxy ≤ 0,39 = rendah

Setelah dilakukan uji validitas instrumen diperoleh data yang valid

sebanyak 27 dari 40 soal. Perhitungan dan dasar penentuan kriteria

validitas butir soal terdapat pada Lampiran 12.

(41)

)

Penghitungan reliabilitas skor tes dilakukan untuk mengetahui

tingkat ketepatan dan keajegan skor tes. Pada penelitian ini reliabilitas

diukur dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson K-R 20 karena alat

evaluasi berbentuk tes pilihan ganda (Arikunto, 2006). n q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah(q=1-p)

Σpq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q

S2 : Varians total

Kriteria reliabilitas soal adalah sebagai berikut.

0,81 < r ≤ 1,00 = sangat tinggi 0,71 < r ≤ 0,90 = tinggi 0,41 < r ≤ 0,70 = cukup 0,21 < r ≤ 0,40 = rendah 0,00 < r ≤ 0,20 = sangat rendah

Setelah dilakukan uji releabilitas dengan SPSS 16 dihasilkan nilai sebesar

0.854 yang memenuhi kriteria sangat tinggi (Lampiran 12)

c. Taraf Kesukaran

Soal dapat dikatakan baik apabila soal tersebut merupakan soal

yang tidak terlalu sukar atau tidak terlalu mudah yang dapat dilihat melalui

nilai indeks kesukaran soal. Indeks kesukaran soal adalah bilangan yang

menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besar indeks kesukaran

antara 0,00 sampai 1,00. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi).

Kriteria indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut: 0,00 < P ≤ 0,30 = Sukar

(42)

0,71< P≤ 1, 00 = Mudah

Rumus mencari P menurut Arikunto (2012) untuk tes pilihan

ganda adalah: � = ���

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan berhasil JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Setelah dilakukan uji taraf kesukaran untuk setiap butir soal

sebanyak 27 soal termasuk kategori sedang (Lampiran 13).

d. Daya Pembeda

Untuk menghitung besarnya daya beda soal harus menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Selururuh siswa test dibagi dua yaitu kelas atas dan kelas bawah,

b. Seluruh pengikut tes diurutkan mulai dari skor teratas sampai

terbawah

c. Menghitung indeks diskriminasi soal dengan rumus: � = �� �� =

−� � �

Keterangan:

JA= banyaknya peserta kelompok atas

JB= banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar.

BB= Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar.

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar D = Daya pembeda soal

Kriteria daya pembeda soal adalah sebagai berikut:

(43)

0,71 < D ≤ 1,00 = Sangat Baik

Setelah dilakukan uji daya pembeda soal diperolah hasil sebanyak 21

soal kategori cukup dan 6 soal kategori baik (Lampiran 13).

3.7 Analisis Hasil Belajar

3.7.1 Analisis Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif yang dihitung adalah selisih antara nilai

Posttest – nilai Pretest. Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

diperoleh signifikansi hasil belajar kognitif model pembelajaran STAD,

NHT, Konvensional berturut-turut (0,158), (0,079), (0,106) > 0,05 artinya

H0 diterima dan Ha ditolak, maka disimpulkan bahwa ketiga data

berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas atau uji kesamaan varians rata-

rata hasil belajar kognitif diperoleh signifikansi ketiga model pembelajaran

0,266 > 0,05 maka disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif ketiga model

pembelajaran berdistribusi homogen. Hasil belajar kognitif siswa

berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji anavo satu jalur,

Lampiran 19.

3.7.2 Analisis Hasil Belajar Afektif (Sikap)

Data sikap siswa terhadap model pembelajaran diperoleh dari

angket dan diukur menggunakan Rating Scale dengan perincian: skor 1 =

sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju , skor 4 = sangat

setuju. Data sikap siswa dianalisis menggunakan uji anova satu jalur.

(44)

Data psikomotorik atau keterampilan diukur menggunakan Rating

Scale, dengan perincian : skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak

setuju, skor 3 = setuju, skor 4 = sangat setuju. Data hasil belajar

psikomotorik dianalisis menggunakan uji anova satu jalur.

3.8 Analisis Gain

Analisis gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif

siswa sebelum dan setelah perlakuan diberikan.

Skor postes − Skor pretes g = Skor maksimum

Skor pretes

Keterangan:

Spost : skor tes akhir Spre : skor tes

Smaks : skor maksimum

Tabel 3.3 Kriteria indeks Gain

Batasan Kategori

0,7 < g ≤ 1 Tinggi 0,3 < g ≤ 0,7 Sedang 0,0 < g ≤ 0,3 Rendah

3.9 Uji Keefektifan

Uji keefektifan digunakan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, NHT dan Konvensional terhadap sikap dan

psikomotorik siswa, digunakan uji statistik regresi linear sederhana.

� = � + ��

Keterangan:

(45)

� = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)

� = angkah arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.

� = subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.

Dengan hipotesis:

H0 : b = 0, tidak ada pengaruh linear variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ha : b ≠ 0, ada pengaruh linear variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji keefektifan dengan regresi linear sederhana bias menggunakan

aplikasi SPSS dengan pertimbangan SPSS dapat mempermudah dalam

mengoperasikan dan mudah menjalankannya.

3.10 Analisis Motivasi Belajar Siswa

Data motivasi belajar siswa diukur menggunakan Rating Scale,

dengan perincian : skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 =

setuju, skor 4 = sangat setuju. Data motivasi belajar siswa dianalisis

menggunakan uji anova satu jalur.

3.11 Uji Hipotesis

Uji hipotesis dimaksudkan untuk menjawab hipotesis yang telah

diajukan. Pengujian hipotesis ini menggunakan uji anova satu jalur untuk

membandingkan rataan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol dengan uji anava satu jalur. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan antara motivasi dan hasil belajar kognitif siswa

(46)

H1 : Terdapat perbedaan antara motivasi dan hasil belajar kognitif siswa yang diajar dengan metode STAD, NHT dan Konvensioanl.

Ho diterima jika F hitung < F tabel, sebaliknya tolak Ho jika F hitung > F

tabel. Pada penggunaan SPSS sudah memfasilitasi nilai signifikan yang dapat

digunakan untuk menolak dan menerima hipotesis nol. Terima Ho jika

sig>5% jika sebaliknya Ho ditolak.

Dengan menerima Ho berarti rataan dari kelas eksperimen1, kelas

eksperimen2 dan kelas kontrol adalah sama. Sebaliknya dengan menolak Ho dan menerima H1 berarti rataan minimal salah satu kelompok berbeda. Jika

H1 diterima dilakukan uji lanjut Post Hoc menggunakan SPSS. Dalam uji

tersebut akan melihat sepasang-sepasang apakah ada perbedaan antara ketiga

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1Hasil belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif siswa sebelum dan setelah diberikan

perlakuan dengan kooperatif tipe STAD, NHT, dan Konvensional

disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Rata-rata Nilai Kognitif Pretest dan Postest dari Kelas STAD, NHT dan Konvensional

Perlakuan

STAD NHT Konvensional

Pretest Postest Pretest Postest Pretest Postest

Jumlah

Tabel 4.1 menunjukan bahwa skor rata-rata sebelum perlakuan

(Pretest) lebih rendah dibandingkan rata-rata setelah perlakuan (Postest).

Uji rata-rata menggunakan uji anava satu jalur untuk mengetahui apakah

kemampuan awal siswa dari ketiga perlakuan sama atau tidak. Hasil

analisis rata-rata data pretest diperoleh nilai F = 0.037; df = 2; P = 0,964,

nilai P > 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa

kemampuan awal siswa antara kelas yang diajar dengan metode STAD,

NHT dan Konvensional tidak berbeda nyata, Lampiran 17.

Perbedaan hasil belajar kognitif siswa ketiga kelas, dilakukan uji

statistik antara selisih nilai Postest – Pretest disajikan pada tabel 4.2.

(48)

Tabel 4.2 Rata-Rata Hasil Belajar Kognitif Siswa Antara Nilai PostetsKurang Nilai Pretest pada kelas STAD, NHT dan Konvensional

Model Jumlah Rata-rata

Pembelajaran siswa

STAD 30 36,47a

NHT 30 41,20b

Konvensional 30 34,84c

Keterangan:

Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukan ada

berbeda nyata menurut uji beda Tukey pada taraf signifikansi α =

0,05.

Hasil belajar kognitif siswa ketiga kelas penelitian berdistribusi

normal dan mempunyai variansi yang homogen (Lampiran 19), maka untuk

pengujian perbedaan rata-rata menggunakan uji parametrik. Uji statistik

yang digunakan adalah uji anova satu jalur dengan taraf signifikansi α =

0,05. Berdasarkan hasil uji anova diperoleh nilai F = 8,743; df = 2; P =

0,000, nilai P < 0,05 maka nilai rata-rata hasil belajar kognitif ketiga model

pembelajaran berbeda secara signifikan. Hasil belajar siswa kognitif salah

satu kelas berbeda dengan yang lain maka dilanjutkan uji Post-Hocuntuk

mengetahui perbedaan ketiga model pembelajaran (Lampiran 21).

Berdasarkan hasil uji Post Hocdengan menggunakan uji Tukey

diperoleh nilai sebagai berikut:

Hasil uji beda antara model STAD dan NHT diperoleh nilai P = 0,000 <

0,05, sehingga dapt dikatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil

belajar kognitif model pembelajaran STAD dengan NHT. Hasil uji beda

(49)

ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan peningkatan hasil

belajar kognitif model pembelajaran NHT dengan Konvensional. Hasil uji

beda antara model NHT dengan Konvensional diperoleh nilai P = 0,000 <

0,05 hal ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan peningkatan

hasil belajar kognitif model pembelajaran NHT dengan Konvensional

(Lampiran 21).

Ketiga model pembelajaran berbeda secara signifikan maka

untuk membuktikan perbedaan rata-rata ketiga model pembelajaran dapat

dilihat pada Lampiran 21. Jadi disimpulkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan hasil belajar kognitif model pembelajarn STAD, NHT, dan

Konvensional. Berdasarkan nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa

diperoleh model pembelajaran NHT lebih efektif untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dari model STAD dan Konvensional.

4.1.2 Peningkatan Hasil Belajar Kognitif

Peningkatan hasil belajar kognitif siswa dapat dibuktikan dengan

analisis gain (Lampiran 22). Perbedaan rata-rata nilai ketiga kelas perlakuan

disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perbedaan Rata-Rata N-Gain Nilai Kognitif Siswa

Model Pembelajaran

Jumlah siswa

Rata-rata Kriteria

NHT 30 0,70 Tinggi

STAD 30 0,62 Sedang

(50)

Tabel 4.3 menunjukan bahwa berdasarkan analisis gain diperoleh

model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan dengan

STAD dan konvensional, dilihat dari kriteria N-Gain.

4.1.1.2 Hasil Belajar Afektif (Sikap)

Berdasarkan hasil uji statistik skor rata-rata hasil belajar afektif

siswa pada kelas STAD, kelas NHT, dan kelas Konvensional menggunakan

uji Anova dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Rata-Rata Total Skor Sikap Siswa

Model Pembelajaran

Jumlah siswa

Rata-rata Total

Std. Devision Skor

STAD 30 66,17a 6,908

NHT 30 68,57b 4,918

Konvensional 30 54,80c 2,917

Keterangan:

Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukan ada berbeda nyata menurut uji beda Tukey pada taraf signifikansi α = 0,05.

Dari Tabel 4.4 menunjukan bahwa berdasarkan hasil uji anova satu

jalur diperoleh nilai F = 60,930; df = 2; P 0,000, nilai P < 0,05 maka

disimpulkan bahwa nilai rata-rata sikap siswa terhadap model pembelajaran

yang digunakan berbeda secara signifikan. Hasil belajar siswa afektif

(sikap) salah satu kelas berbeda dengan yang lain maka dilanjutkan uji Post-

Hoc untuk mengetahui perbedaan ketiga model pembelajaran disajikan pada

Lampiran 29. Data hasil belajar afektif siswa dilanjutkan dengan uji regresi

(51)

terhadap sikap siswa (Lampiran 34). Hasil uji keefektifan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT, STAD dan Konvensional terhadap

siskap siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Uji Regresi Model Pembelajaran STAD, NHT, dan Konvensional Terhadap Sikap Siswa

MODEL PEMBELAJARAN

STAD NHT Konvensional

Signifikansi 0,000 0,000 0,000

A 77,533 82,333 70,967

B 11,367 13,767 2,400

R Square 0,55 0,75 0,40

Tabel 4.5 berdasarkan hasil analisis regresi menunjukan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap sikap siswa lebih efektif

dari pada model pembelajaran STAD dan konvensional.

4.1.1.3 Hasil Belajar Psikomotorik (Keterampilan)

Berdasarkan hasil uji statistik skor rata-rata hasil belajar

psikomotorik kelas STAD, kelas NHT dan kelas konvensional setelah

dianalisis menggunakan uji anova dapat disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.6 Rata-Rata Total Skor Psikomotorik Siswa

Deskriptif Model

Pembelajaran

Jumlah Siswa

Rata-rata Total

Std. Devision Skor

STAD 30 23,57a 4,15

NHT 30 26,73b 2,24

(52)

Keterangan:

Huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukan ada berbeda nyata menurut uji beda Tukey pada taraf signifikansi α = 0,05.

Dari Tabel 4.6 berdasarkan hasil uji anova satu jalur diperoleh nilai

F = 20,507; df = 2; P = 0,000, nilai P < 0,05 maka disimpulkan bahwa nilai

rata-rata psikomotorik siswa selama proses pembelajaran berbeda secara

signifikan. Hasil belajar siswa psikomotorik (keterampilan) salah satu kelas

berbeda dengan yang lain maka dilanjutkan uji Post-Hoc untuk mengetahui

perbedaan ketiga model pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 33. Data

hasil belajar psikomotorik siswa dilanjutkan dengan uji regresi untuk

menentukan keefektifan model pembelajaran yang digunakan terhadap

psikomotorik siswa (Lampiran 35). Hasil uji keefektifan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT, STAD dan Konvensional terhadap

Psikomotorik siswa dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Uji Regresi Model Pembelajaran STAD, NHT, dan Konvensional Terhadap Psikomotorik Siswa

Model Pembelajaran

NHT STAD Konvensional

Signifikansi 0,000 0,000 0,000

A 44,500 33,233 38,000

B 12,133 6,500 5,633

R Square 0,54 0,42 0,27

Tabel 4.7 berdasarkan hasil analisis regresi menunjukan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap psikomotorik siswa lebih

(53)

4.1.1.4 Motivasi Belajar

Analisis skor motivasi belajar siswa pada kelas STAD, kelas NHT,

dan kelas konvensional setelah dianalisis menggunakan uji anova satu jalur

disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Analisis Data Deskriptif Motivasi Belajar Siswa

Deskriptif Model

Pembelajaran

Jumlah Siswa

Rata-rata Total

Std. Devision Skor

STAD 30 50,20a 6,025

NHT 30 52,07a 4,226

Konvensional 30 50,11a 5,191

Keterangan:

Huruf yang sama dalam kolom menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji beda tukey pada taraf signifikansi α = 0,05.

Data dapat disimpulkan bahwa motivasi siswa ketiga model pembelajaran

tidak berbeda nyata.

4.2 Pembahasan

Peningkatan hasil belajar siswa dapat dibuktikan dengan analisis

gain. Terlihat pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa rata-rata peningkatan

hasil belajar kognitif siswa yang diajar dengan metode NHT memiliki

peningkatan yang lebih efektif dibandingkan dengan kelas STAD dan

Konvensional. Hal ini dimungkinkan karena pada saat proses

pembelajaran kooperatif pada tahap diskusi, kelompok STAD dan

konvensional siswa cenderung melakukan keributan dalam kelompoknya

(54)

kelompoknya. Kelompok NHT pada pembelajaran kooperatif adalah

penomoran dimana guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili

kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang mewakili

kelompoknya tersebut. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa

dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab

individual dalam diskusi kelompok. Keterlibatan total semua siswa

tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

Peningkatan hasil belajar kognitif juga tidak terlepas dari

penggunaan media pengajaran berupa alat peraga sederhana pada materi

sistem pernapasan. Penggunaan alat peraga sederhana, siswa lebih mudah

memahami materi pelajaran. Selain itu siswa lebih termotivasi untuk

belajar karena pembelajaran yang tidak monoton. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sudjana (2000) bahwa media pengajaran dalam proses belajar

menyebabkan pengajaran lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh siswa dan memungkinan siswa menguasai dan mencapai

tujuan pengajaran serta membuat pengajaran lebih menarik perhatian siswa

sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Hasil belajar yang diperoleh dimungkinkan dipengaruhi oleh

adanyan faktor eksternal yang berupa media pembelajaran dan lingkungan

yang mendukung. Kondisi internal siswa pun mempengaruhi hasil belajar

misalnya jika siswa mempunyai kondisi fisik yang baik, emosional yang

baik, dan kemampuan bersosialisasi yang baik maka siswa tersebut tidak

(55)

pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tercapainya hasil belajar

siswa yang optimal dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh kondisi

internal serta eksternal siswa. hal tersebut sesuai dengan pendapat Anni et

al (2005), bahwa kondisi eksternal seperti variasi pembelajaran dan

lingkungan belajar serta kondisi internal yang mencakup fisik, kemampuan

intelektual, emosional dan kondisi sosial akan mempengaruhi kesiapan,

proses, dan hasil belajar.

Hasil uji regresi menunjukan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe NHT terhadap sikap siswa lebih efektif dibandingkan

dengan model pembelajaran STAD dan Konvensional, dilihat dari

persentase setiap model pembelajaran (Tabel 4.5).

Hal ini dimungkinkan karena pada kelas NHT dengan penomoran

menjadikan siswa lebih aktif dan bertanggungjawab dengan segala

aktivitasnya. Pengajaran kooperatif lebih menekankan pembelajaran yang

berpusat pada siswa (student centered learning) disertai unsur-unsur

penanaman sikap siswa antara lain, jujur, peduli, disiplin, tanggung jawab,

berani, menghargai, aktif, percaya diri, dan kerjasama dalam kelompok.

Campbell (2013) menyatakan nilai-nilai moral atau sikap siswa harus

benar-benar menyatu dan diterapkan dalam keseharian siswa dan juga

didalam kelas. Sikap, aktif, berani dan tanggung jawab siswa pada

kegiatan diskusi presentasi terlihat dengan banyak siswa yang terlibat aktif

bertanya, menjawab pertanyaan maupun memberikan tanggapan terkait

(56)

Rustaman (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif dan menarik

dapat merangsang tumbuhnya sikap ilmiah, jujur, kerja sama dan

bertanggung jawab.

Hasil uji regresi menunjukan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe NHT terhadap psikomotorik siswa lebih efektif

dibandingkan dengan model pembelajaran STAD dan Konvensional,

dilihat dari persentase setiap model pembelajaran (Tabel 4.7). Hal ini

disebabkan karena pada kelas NHT siswa benar-benar siap mengikuti

kegiatan praktikum dengan menggunakan alat peraga sederhana.

Motivasi belajar siswa pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata

(Tabel 4.8). Hal ini dimungkinkan karena ketiga kelas perlakuan baik itu

kelas STAD, NHT dan Konvensional, ternyata siswa memiliki motivasi

yang tinggi untuk belajar namun tidak dapat meningkatkan hasil belajar

kognitif. Hal ini dibuktikan dengan pengisian angket oleh siswa, setelah

dianalisis ternyata siswa tertarik untuk belajar, mengerjakan tugas, dan

selalu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, sehingga rata-rata

siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Tercapainya hasil

belajar kognitif siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang

digunakan dalam kelas.

Berdasarkan hasil uji Post Hocuntuk mengetahui kelompok yang

berbeda signifikan pada hasil kognitif siswa serta menjawab ketiga

hipotesis maka hipotesis yang pertama adalah signifikansi antara model

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.3 Kriteria indeks Gain
Tabel 4.2 Rata-Rata Hasil Belajar Kognitif Siswa Antara Nilai PostetsKurang Nilai Pretest pada kelas STAD, NHT dan Konvensional
Tabel 4.3 Perbedaan Rata-Rata N-Gain Nilai Kognitif Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik, ketangguhan, kekerasan dan struktur mikro las SMAW dengan elektroda

Pengukur Watt atau Kwatt, yang pada umumnya disebut watt-meter/kwatt meter disusun sedemikian rupa, sehingga kumparan tegangan dapat berputar dengan bebasnya,

Indonesia adalah strategi yang digunakan eksternal relations agar informasi dapat. disebarkan seluas-luasnya agar masyarakat Luwu Timur maupun

Ada Ushr’ unt uk ist ilah pajak t anah yang dim iliki oleh kaum M uslim (Pajak Tanah bagi non-m uslim Kharaj).. Dan Ushr’ unt uk pajak perdagangan sebagai bea im por at

ekonomi Rapih Dhoho yang tidak sesuai dengan harapan pelanggan untuka. itu diharapkan PT.KAI mampu memberikan positioning yang tepat

“Tahapan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pengurus BUMDes dan perangkat desa Tunggangri awalnya menggali potensi masyarakat desa. Masyarakat memiliki ide

dengan hasil uji statistik bernilai p=0.891 lebih besar dari alpha berarti tidak terdapat terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan