BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi komunikasi era ini membuat masyarakat
memiliki banyak pilihan dalam mengakses informasi yang diingikannya. Televisi banyak digandrungi oleh masyarakat dalam mengakses informasi dan hiburan,
karena kemunculan televisi yang relatif lama. Media televisi tergolong memiliki jangkauan yang cukup luas hingga kepelosok negeri dan hampir setiap masyarakat dalam satu keluarga minimal memiliki satu televisi.
Media memiliki kemampuan untuk menyusun pemikiran seseorang, dan memiliki kemampuan untuk menata mental serta mengatur dunia kita sendiri.
Begitupun televisi sebagai wadah informasi dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku dan dapat menentukan sudut pandang seseorang. Individu khalayak media tidak pasif mereka memiliki kemampuan mengontrol, menyeleksi
informasi, serta memberikan pemaknaan atas informasi tersebut. Perlu digarisbawahi bahwa penerimaan dan pemaknaan informasi tersebut diseleksi
kedalam diri mereka masing-masing berdasarkan ideologi yang telah tertanam didalam diri mereka. Menurut Stuart Hall, media sebagai kekuatan kultural dan ideologis yang besar, yang berada dalam posisi dominan dalam kaitannya dengan
Pemilihan capres pada tahun 2014 ini, menimbulkan respon yang berbeda oleh berbagai kalangan. Banyak wacana yang beredar di televisi baik respon
positif maupun respon negatif tentang pemilihan calon presiden tahun ini. Banyak pula gegar-gegar politik yang digemborkan untuk menjatuhkan partai politik tertentu misalnya pemberitaan Partai Demokrat dan kadernya yang terjerat tindak
pidana serta pemberitaan PKS yang sedang bergemuruh karena suap daging impor. Hal tersebut mungkin dapat menimbulkan penilaian negatif masyarakat
tentang partai politik serta pemeran politik yang terkait. Disisi lain banyak pula figur politik yang selalu dielu-elukan karena kinerjanya atau karena kepentingan tertentu.
Banyak yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu 2014 mulai dari Farhat Abbas yang notabennya seorang pengacara, Rhoma Irama yang
merupakan penyanyi dan masih banyak lainnya. Ada pula calon presiden yang diusung oleh partai politik, seperti Golkar yang diwakilkan oleh Abu Rizal Bakrie, Nasional Demokrat oleh Surya Palloh, Hanura oleh Wiranto dan lainnya.
Beberapa figur politik diangkat namanya dan sering disebut di televisi seperti Jokowi, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, Mahfud MD dan lainnya. Nama-nama figur
politik yang tiba-tiba menjadi fenomenal tersebut tidak menuntut kemungkinan akan diusung oleh partai politik yang melamarnya menjadi calon presiden contohnya saja Mahfud MD yang sudah diusung oleh PKB. Calon-calon presiden
untuk pilpres 2014 telah banyak diperbincangkan di pemberitaan televisi baik perbincangan tentang isu-isu, maupun perbincangan yang bersumber dari hasil
Jokowi mendominasi percakapan media sosial di 31 provinsi, kecuali di dua provinsi lainnya yaitu Maluku dan Kalimantan Timur (Sundari. 2013. Capres,
Duet Jokowi-JK Terpopuler di Dunia Maya. http://www.tempo.co/read/news/. Diakses tanggal 24/09/13). Kepopuleran Jokowi mengalahkan pejabat publik di Indonesia dengan perolehan sebanyak 85,9 persen, mengalahkan Ibu Negara Ny.
Ani Yudhoyono di angka 78,5 persen. Pejabat lainnya, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono X 59,5 persen, Dahlan Iskan 42,6 persen, Mahfud MD 39,6
persen, Pramono Edhie Wibowo 20,2 persen, Djoko Suyanto 15,2 persen, Gita Wirjawan 8,4 persen, dan lainnya (Gatra, Sandoro. 2013. Survei CSIS: Jokowi Capres Teratas. http://nasional.kompas.com. Diakses tanggal 17/03/2014).
Melambungnya nama Jokowi dipengaruhi oleh kesederhanaan dan ketegasan Jokowi (Fiansyah, Rahmat. 2014. Kesederhanaan dan Ketegasan Jokowi Pikat
Relawan Pendukungnya. http://nasional.kompas.com. Diakses tanggal 17/03/2014).
Mendekati Juli 2014 yang merupakan tahun pemilihan presiden pemuda
berpotensi menghasilkan suara terbanyak dalam pemilihan presiden nanti. Ada 32 juta potensi suara pemilih pemula pada Pemilu 2014. Hal itu menunjukan bahwa
suara potensial ini sangat signifikan guna memenangkan perhelatan pemilihan umum mendatang. (Rosit, M. 2014. Melirik Potensi Pemilih Pemula pada Pemilu 2014. http://news.liputan6.com/read/. Diakses tanggal 09/03/2012). Disisi lain
pemuda juga merupakan pelopor bagi sebuah perubahan. Dilihat dari sejarah pemuda Indonesia, pertama dimulai dari 100 tahun kebangkitan nasional pada 20
STOVIA dipimpin oleh Soetomo mendirikan Budi Oetomo di Jakarta. Kedua 28 oktober 2008 diperingati 80 tahun Sumpah Pemuda. Ketiga, 10 tahun Peristiwa
Trisakti pada tanggal 12 Mei 2008. Tidak kalah pentingnya pelengseran dinasti orde baru Soeharto dilengserkan oleh barisan muda yang dipelopori oleh Amin Rais pada waktu itu. Disimpulkanlah bahwa pemuda memiliki peran besar dalam
kepemimpinan yang ada di Indonesia.
Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor merupakan kubu
besar, dari kelompok muda yang sangat berperan andil dalam pembangunan bangsa. Pemuda sejatinya memiliki peran dan fungsi strategis dalam akselerasi pembangunan termasuk pula dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara,
dan sebagai aktor dalam pembangunan. Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor merupakan representasi dari kelompok muda yang akhirnya
berpotensi dalam pemilu 2014. Dilihat dari sejarahnya Pemuda Muhammadiyah yang merupakan gerakan keagamaan Muhammadiyah dan GP Ansor yang merupakan gerakan keagamaan NU telah berkecimpung dalam politik di Indonesia.
Melihat kepopuleran Jokowi dalam memimpin DKI Jakarta dapat menarik simpatik masyarakat, dan khususnya kaum muda dapat menentukan bahkan
memilih siapa saja yang terbaik menurut mereka yang akan membawa Indonesia menjadi lebih maju. Terpilihnya Jokowi atau figur politik lainnya dapat dibuktikan dengan menunggu hasil pemungutan suara pada pesta rakyat yang
digelar pada bulan Juli 2014.
Mendekati pemilu berbagai media massa seperti televisi telah menyoroti
di televisi dapat mengudang berbagai pandangan terhadap Jokowi. Setiap individu dalam masyarakat memiliki pandangan masing-masing. Sudut pandang seseorang
dalam menilai, memandang suatu fenomena sosial di lingkungannya tergantung atas nilai-nilai berita itu diterima sebagaimana berkaitan dengan ideologi yang tertanam didalam masing-masing individu. Isu tersebut disoroti manakala dinilai
penting atau tidak terhadap individu yang terkait dalam kelompok, institusi, partai politik dan pemerintahan.
Setiap individu bisa memiliki pandangan yang berbeda tentang kepemimpinan Jokowi. Dalam penelitian ini Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor merupakan subjek penelitan yang memiliki latar bekang
yang berbeda. Individu dalam dua gerakan tersebut masing-masing memiliki pemaknaan sendiri tentang apa yang dibaca apa yang dilihat, dan didengar.
Karena hasil konsumsi media bergantung pada susunan budaya dari berbagai komunitas.
Penelitian ini menekankan pada aspek individu yang ada dalam kelompok
Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor dengan latar belakang budaya yang dimiliki masing-masing individu dan tertanam menjadi patokan
dalam berpendapat. Perbedaan latar belakang sosio-kultural, pengalaman serta identitas audiens yang akan membuat pemaknaan yang berbeda oleh masing-masing audiens dalam menginterpretasi pesan. Melalui pendekatan ini dapat
dilihat mengapa audiens memaknai sesuatu secara berbeda serta faktor-faktor psikologis dan sosial apakah yang kemudian akan muncul dalam bentuk
diresepsi sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki audiens sebelumnya.
Hal ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian “Resepsi Organisasi Pemuda tentang Model Kepemimpinan Jokowi pada Pemberitaan Di Televisi (Studi Model Kepemimpinan Jokowi pada Program Berita Kabar Khusus dengan
Tema 100 Hari Kepemimpinan Jokowi+Ahok di TV ONE. Penelitian ini memiliki keunikan karena akan mengetahui resepsi dari golongan kaum muda yang
berlatarbelakang berbeda yaitu Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor dalam menaggapi isu tentang Jokowi yang beredar di Televisi. Keunikan lainnya karena penelitian ini membahas tentang Jokowi yang sekarang
mencalonkan sebagai Presiden sebelum habis masa jabatannya di DKI Jakarta. Dalam studi resepsi menekankan kepada individual subjek peneliti yang telah
terbentuk dalam diri mereka budaya masing-masing. Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Anshar sebagai subjek peneliti akan membentuk dan mentransformasi ideologi populer dalam diri mereka terhadap televisi sebagai
kekuatan kultural dan ideologis yang besar. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara, peneliti akan mengeksplorasi jawaban dari Subjek
yang diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumusankan masalah yaitu: Bagaimana resepsi organisasi pemuda di Kota Malang (Pemuda Muhammadiyah
pada program berita Kabar Khusus dengan tema 100 hari Kepemimpinan Jokowi-Ahok di TV ONE?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi resepsi organisasi
pemuda di Kota Malang (Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor) dalam menanggapi model kepemimpinan Jokowi pada program Berita Kabar
Khusus dengan tema 100 hari Kepemimpinan Jokowi-Ahok di TV ONE.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis :
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan untuk
penelitian selanjutnya khususnya berhubungan tentang resepsi khalayak menanggapi isu media. Peneltian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan stimuli bagi mahasiswa komunikasi untuk
lebih mencermati media dan khalayaknya. 2. Manfaat Praktis :
Penelitian ini mampu memberikan sumbangsih berupa informasi kepada tokoh politik agar berprilaku dan berbuat sesuai dengan yang diharapkan masyarakat karena masyarakat merupakan elemen penting yang menentukan
E. Tinjauan Pustaka E.1. Komunikasi Politik
Dari teori komunikasi yang diketahui secara umum “who says what, to whom, in which what channel, with what effect, Laswell mengembangkannya kedalam bidang politik. Tulisan Laswell dalam politik pada tahun 1963 yaitu,
Politics: Who Gets What, When, How. Definisi dari komunikasi politik sendiri datang dari berbagai sudut pandang. INT”L ENCYL OF Commuication (1989) mengambil kesimpulan bahwa: komunikasi politik adalah setiap penyampaian pesan yang disusun secara sengaja untuk mendapatkan pengaruh atas penyebaran atau penggunaan power didalam masyarakat yang didalamnya mengandung empat
bentuk komunikasi; (a) Elite communication, (b) Hegemonic communication, (c) Petitionary communication, (d) Associational communication (Arrianie, 2010:14). Menurut Almond dan Powell (dalam Arifin, 2003:9) komunikasi sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat
(prerequisite) bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain.
Ada empat komponen dalam komunikasi politik menurut Gurevitch dan
Blumler (1977:72) yaitu:
1. Lembaga-lembaga politik dalam aspek komunikasinya. 2. Institusi media dalam aspek politiknya.
3. Orientasi khalayak terhadap komunikasi.
Berkenaan dengan komponen diatas berbagai penelitian komunikasi politik yang pertama dilakukan berhubungan dengan kampanye politik dan
pemilihan umum. Mendekati pemilihan umum tahun ini banyak sekali aktor politik memerankan diri mereka baik untuk kepentingan kelangsungan jabatan ataupun untuk mencalonkan diri demi jabatan tertentu. Komunikasi politik dapat
dilakukan dengan berbagai cara dapat pula secara sengaja maupun tidak sengaja. Berkomunikasi secara sengaja dimaksudkan disini adalah pencitraan yang
dibuat-buat oleh sebagian aktor politik yang mencalonkan diri. Komunikasi politik yang tidak sengaja terjadi bisa jadi beberapa orang-orang yang berperan dalam kancah politik dapat menempatkan diri mereka dengan sebaik mungkin. Dua hal tersebut
banyak mengundang perhatian masyarakat. Pemberitaan di televisi oleh aktor politik baik pemberitaan setting-an ataupun pemberitaan murni dari media massa
mendapatkan penilaian yang bermacam-macam dari khalayak.
Pada saat itu hasil-hasil kampanye diukur dengan melihat opini publik lewat survey sikap, di Jerman penelitian ini disebut meinungforschung (demoskopie) dan latar belakang inilah penelitian komunikasi politik di Eropa sangat didominasi oleh opini publik (Nimmo, 2000:viii). Opini publik tersebut
tidak terlepas pada tokoh politik atau politisi yang berperan sebagai aktor politik. Pada dasarnya aktor politik memerankan diri untuk dan atas nama rakyat, namun pada realitasnya sangatlah bertolak belakang. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
kepentingan partai maupun kepentingan pribadi. Filosof Friedrich Nietzsche (dalam Nimmo, 1993:53) menyatakan bahwa politikus hanyalah aktor yang
mental yang halus dari berbagai sifat yang diproyeksikan oleh orang itu, dipersepsi dan diinterpretasikan rakyat menurut kepercayaan, nilai dan
pengharapan mereka.
E.2. Model Kepemimpinan
Setiap kepemimpinan memiliki ciri khas masing-masing dan tergantung pada pemimpinnya. Maju tidaknya sebuah kepemimpinan juga tergantung atas
saha dari pemimpinnya yang menjadi ujung tombak kepemimpinan. Ilmuan barat merangkum standar model kepemimpinan yaitu (Swaidan & Basyaril 2005:103): Kepemimpinan dengan rutinitas; kepemimpinan yang menumbuhkan;
kepemimpinan yang otokratis; kepemimpinan yang sopan santun; kepemimpinan yang menarik diri; kepemimpinan yang menyempurnakan; kepemimpinan yang
mengarahkan; kepemimpinan yang memberi dukungan; kepemimpinan yang melimpahkan; kepemimpinan dengan sifat bos; kepemimpinan yang menguasai; kepemimpinan memberi pengaruh; kepemimpinan yang stabil; kepemimpinan
yang konservatif; kepemimpinan yang berjiwa sosial; kepemimpinan yang labil; kepemimpinan yang resmi; kepemimpinan yang demokratis; kepemimpinan yang
partisipatif dan kepemimpinan yang menyibukkan diri.
Gaya seseorang pemimpin dalam memimpin akan tercermin selama kepemerintahannya. Gaya kepemimpinan tersebut terbentuk secara almiah tanpa
dibuat-buat, walaupun banyak isu yang beredar beberapa petinggi yang ada di Indonesia memiliki gaya kepemimpinan yang dibuat-buat demi pencitraan. Bila
tentang pemimpin-pemimpin yang ada di Indonesia, masyarakat sebagai audiens dapat menilai mana gaya kepemimpinan yang dibuat-dibuat dan mana gaya
kepemimpinan yang terbentuk dari karakter pribadi Si Pemimpin.
Prilaku-prilaku pemimpin berbeda-beda dalam menjalankan kepemimpinannya. Ada lima kategori prilaku pemimpin yang dijalankan seorang
pemimpin (Swaidan & Basyaril 2005:107):
1. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya tinggi sedangkan
perhatian terhadap kerjanya rendah.
2. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya rendah sedangkan perhatian terhadap kerjanya tinggi.
3. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya rendah dan perhatian terhadap kerjanya rendah.
4. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya sedang dan perhatian terhadap kerjanya sedang.
5. Perhatian terhadap manusia atau masyarakatnya tinggi dan perhatian
terhadap kerjanya tinggi.
Apabila seorang pemimpin melakukannya secara efektif antara kedua dua
hal tersebut maka akan terpentuk menjadi pemimpin yang ideal. Pemimpin yang efektif menurut teori kepemimpinan adalah pemimpin yang tahu bagaimana menjalankan dua model ini bersamaan dengan menjaga loyalitas, kesolidan tim,
E.3. Pemuda dan Politik
Pemuda merupakan agen perubahan bangsa dan tombak regenerasi
kepemimpinan di Indonesia. Dilihat dari sejarah pemuda Indonesia, pertama dimulai dari 100 tahun kebangkitan nasional pada 20 Mei 2008, sebelumnya seratus tahun yang lalu tahun 1908 sejumlah pelajar STOVIA dipimpin oleh
Soetomo mendirikan Budi Oetomo di Jakarta. Kedua 28 oktober 2008 diperingati 80 tahun Sumpah Pemuda. Ketiga, 10 tahun Peristiwa Trisakti pada tanggal 12
Mei 2008.
Dalam Sumpah Pemuda tertanamlah nilai dimana pemuda tidak hanya sebagai generasi penerus bangsa, tetapi sekaligus pemersatu bangsa. Di era
modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang tinggi, membutakan pemuda akan wawasan nusantara. Pemuda merupakan aspek krusial, ia juaga
merupakan elemen strategis dalam perjuangan mencapai maupun mengisi kemerdekaan. Di periode pergerakan nasional ada lima karekteristik kepemimpinan kaum muda di Indonesia (Hasibuan :25) :
1. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu diliputi dengan keinginan untuk mewujudkan Indonesia merdeka.
2. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu bereksperimen dengan berbagai ideologi yang berkembang saat itu. Pergerakan nasional arus ideologi mengalir mempengaruhi pola pikir kaum muda saat itu,
3. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, juga lebih banyak menampilkan watak radikalisme dari pada koorporatif.
4. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu menampilkan wajah koorporatif dengan berbagai perbedaan ideologi, apabila memiliki tujuan yang sama untuk kemerdekaan Indonesia.
5. Kepemimpinan pemuda masa pergerakan nasional, selalu memiliki cetak biru (blue print) Indonesia masa depan.
Pada saat itu seperti Jong Java tidak turut langsung ke politik akan tetapi diberi kebebasan untuk berpolitik. Perlu diingat kembali bahwa para pemudalah yang menculik Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Saat
kemerdekaan kaum muda juga menyoroti kebijakan pemerintah tentng kenaikan bensin, namun tidak dihiraukan oleh pemerintah. Kaum muda lalu membentuk
gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI). Aksi tersebut berjalan tanggal 10 Januari 1966 dimana mahasiswa berdemontrasi memprotes kenaikan harga untuk ditinjau kembali.
Keberadan KAMI dikhawatirkan karena mereka bukanlah dari kaum muda akan tetapi mereka yang berumur 30 tahun dan bukan lagi mahasiswa. Tepatnya
mereka bukan mahasiswa berpolitik akan tetapi politikus yang memiliki kartu mahasiswa. Banyak sekali pergelakan kaum muda ssat itu dan berakhir dengan lengsernya jaman orde baru.
Memasuki era reformasi yang dipimpin oleh BJ Habibie kaum muda juga belum merasa terpuaskan. Tahun 2000-an kaum mda masuk kedalam organisasi
Keadilan PKS, Pemuda Banteng PDIP. Hal yang menarik aktifis mahasiswa beberapanya masuk kedalam anggota parlemen (sebagian terpilih dalam Pemilu
2004). Hingga saat ini banyak sekali kaum muda yang terjun langsung ke dunia politik. Belum lama ini di salah satu program talk show Mata Najwa edisi “Pilih lah Aku” tanggal 19 Januari 2014, merupakan caleg dari kaum muda yang usianya relatif dini.
E.4. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah gerakan tajdid (pembaharuan) atau gerakan reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu
organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yangmenyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah memiliki tugas menegakkan amal ma’ruf nahyi munkar yaitu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran.
Muhammadiyah memiliki amal usaha yang bergerak dalam pendidikan,
kesehatan, dan umat usaha lainnya yang bergerak demi pelayanan masyarakat. Muhammadiyah adalah gerakan islam yang modern tanpa mazhab dan hanya berpegang pada Al-qur’an dan Sunnah. Konsep surat Al-Maun sebagai basis
gerakan Muhammadiyah dengan Ahmad Dahlan sebagai pelopornya. Hal ini menjadi spirit untuk menjadi organisasi islam yang sangat populis, kerakyatan dan
E.5. Politik Muhammadiyah
Muhammadiyah memang menyatakan tidak memiliki keterikatan politik
dengan partai politik manapun, tidak berpolitik praktis, dan membebaskan warganya untuk memilih dalam pemilihan umum. Muhammadiyah konsisten memperjuangkan aspirasi politik Muhammadiyah, maka kemudian Tanwir
Pemuda Muhammadiyah di Banjarbaru, Kalimantan Selatan memutuskan untuk mencoba membentuk partai politik alternatif bagi anggota persyarikatan
Muhammadiyah (Cahyono, Imam. 2004. Menimbang Partai Alternatif Muhammadiyah. http://www.islamlib.com/. Diakses pada tanggal 09/03/2014)
Muhammadiyah tidak alergi dengan aktivitas politik baik yang bersifat low
politics dalam bentuk struggle of power atau juga yang bersifat high politics dalam bentuk pejuangan politik yang berorientasi pada tujuan-tujuan moral
(Syafii Maarif; 200). Dalam konteks struggle of power menurut Haedar Nashir (2000 :36) ada tiga pola perjuangan politik Muhammadiyah adalah
1) Langsung membidani kelahiran partai-partai politik, dalam pola ini
Muhammadiyah secara kelembagaan ikut serta secara aktif dalam membidani kelahiran partai politik dan juga menggerakkan roda partai
politik. Saat itu KH. Mas Mansyur, ketika Muhammadiyah menjadi anggota istimewa Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), begitu juga ketika Muhammadiyah ikut membidani kelahiran Partai Muslim
Indonesia (Parmusi).
2) Keterlibatan secara personal dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, hubungan
sering terjadi dalam perserikatan Muhammadiyah, mulai dari generasi awal Muhammadiyah yang terlibat aktif di MIAI (Majlisul Islam A'la Indonesia), PII (Partai Islam Indonesia) dan sebagainya sampai masa Amien Rais, yang telah mengokohkan hubungan emosional antara warga Muhammadiyah dengan Partai Amanat Nasional PAN.
3) Hubungan yang betul-betul netral, dimana semua unsur persyarikatan harus menjaga jarak yang sama dengan kelompok-kelompok kepentingan
politik yang ada. Pola ketiga muncul dalam Muktamar Muhammadiyah tahun 1971 di Ujung Pandang.
Ketiga pola di atas sesungguhnya bisa dijadikan pijakan awal untuk
memetakan seperti apa politik Muhammadiyah dalam pandangan warga persyarikatan. Kelompok yang berusaha menjaga jarak sedemikian rupa dengan
proses low politics ini kemudian mengidentitas dalam kelompok Muhammadiyah cultural, yang di dalamnnya bercokol tokoh-tokoh intelektual dan budayawan Muhammadiyah. Kelompok ini melihat Muhammadiyah akan kehilangan
vitalitasnya dalam peran sosial kemasyarakatan jika harus memaksakan diri untuk melakukan struggle of power.
Kelompok kedua merupakan kelompok yang berusaha mencari jalan tengah, yaitu kelompok yang merasa Muhammadiyah sangat perlu memiliki saluran aspirasi politik, tapi tidak dengan serta merta menempatkan
Muhammadiyah terikat dengan satu atau beberapa kelompok kepentingan. Kelompok inilah yang kemudian menganggap aspirasi politik Muhammadiyah
Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menginginkan Muhammadiyah aktif melakukan perjuangan politik pada tingkat low politics untuk kepentingan mewujudkan aspirasi politik perserikatan. Kelompok ketiga ini beranggapan Muhammadiyah akan sulit merealisasikan aspirasi politik jika hanya mengandalkan hubungan emosional dengan partai politik, Muhammadiyah harus
berani membentuk partai politik.
Jelaslah bahwa Muhammadiyah ikut andil dalam kegiatan politik
walaupun didalamnya terdapat pro kontra. Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik tidak lain adalah untuk politik Indonesia. Indonesia membutuhkan pilar politik yang bersih untuk kemajuan negaranya dan kesejahtraan Masyarakat
disegala bidang, sesuai dengan tujuan gerakan Muhammadiyah didirikan.
E.6. Nahdatul Ulama (NU)
Nahdatul ulama merupakan oraganisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini pertama dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asyhari. Dari istilah
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beberapa usaha organisasi yaitu :
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi
luhur, berpengetahuan luas.
3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya
ekonomi rakyat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
E.7. Politik Nahdatul Ulama (NU)
NU memiliki tiga model politik yaitu, politik kenegaraan, politik
kerakyatan dan politik kekuasaan. Bagi NU politik kekuasaan atau yang bisa disebut dengan politik praktis merupakan tataran politik yang paling rendah karena politik ini cendrung mengakibatkan perpecahan. NU dalam sebagian
kalangan beranggapan bahwa politik kenegaraan dan politik kerakyatan akan meraih politik kekuasaan. Pada awal masa berdirinya NU belum bersinggungan
langsung dengan politik kenegaraan. Pasca kemerdekaan Indonesia NU mulai bersentuhan dengan politik kenegaraan atau politik kebangsaan. NU meletakkan komitmen kenegaraan diatas segala-galanya karena NU menyadari bahwa
eksistensi negara adalah hal utama bagi kehidupan agama dan manusia sesuai denga Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Politik kerakyatan dan politik kenegaraan merupakan konsep politik yang paling ideal bagi NU karena berorientasi pada kebaikan umum (mashlahah ‘ammah). Pada akhirnya NU tidak mampu mempertahankan kedua politik ini karena godaan politik kekuasaan baik dari golongan NU itu sendiri maupun dari golongan luar NU. Banyak pintu masuk yang dapat digunakan untuk lewat. Jika
tidak lewat struktur NU maka bisa lewat pintu kultur NU. Bila tokoh-tokoh NU masuk kedalam politik praktis maka akan mendapat dorongan baik dari masing-masing pintu. Hal tersebut diawali dengan sebagai penyangga Masyumi
tokoh-tokoh NU terlibat dalam kekuasaan jabatan baik didalam maupun diluar partai. Menurut Greg Fealy, tujuan politik NU saat menjadi parpol ialah : 1) penyaluran
irokrasi (Greg Fealy, Ijtihat Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. LKIS : Yogyakarta 2003). Saat inilah kinerja NU terpuruk. NU kemudian menjadi
penyokong utama PPP, yang menunjukan bahwa NU mengutamakan orientasi kepada politik kekuasaan dan saat itulah NU dicurangi. NU akhirnya memutuskan untuk kembali seperti tahun 1926 dimana berorientasi pada jam’aah serta jam’iyyah. Pada akhirnya NU kembali kepada Politik kekuasaan dengan gaya yang bereda. Hal tersebut dilakukan dengan cara dicalonkannya KH.
Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI pada tahun 1999 dan KH. Hasyim Muzadi oleh PDI-P untuk wakil Presiden RI 5 Juli 2004.
Jawa Timur sebagai basis NU kurang beruntung, justru di wilayah ini NU
belum mampu menempatkan kader-kadernya untuk jabatan politik, seperti bupati/wakil bupati dan wali kota/wawali kota. Dan yang sesungguhnya
merisaukan adalah karena kekalahan tersebut disebabkan oleh pudarnya soliditas warga NU dalam kompetisi politik. Tokoh NU masuk lewat pintu berbeda. Dan variasi pintu masuk tersebut juga memperoleh dukungan dari elit-elit NU.
E.8. Berita Televisi
Imaji media menajamkan kita tentang berbagai persoalan dunia. Kita harus
pintar memilih apa saja berita yang dapat berdampak positif maupun negatif. Kisah-kisah media memberikan berbagai cerita, karena itulah media merupakan tempat membangun kultur dan tempat kita untuk memasuki kultur baru. Media
selalu mendemontrasikan siapa kuat, siapa lemah, siapa yang berkuasa dan siapa yang tidak. Bagi si penguasa memiliki kekuatan untuk menjalankan segala
niatnya, tidak menutup kemungkinan televisi sebagai media massa merupakan alat terampuh untuk mempengaruhi khalayaknya. Santana K (2007 : 139) mengatakan, bahwa media kerap menjadi sumber pedagdogis ia mempengaruhi edukasi kita, ia
mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana memikirkannya, merasakannya, meyakininya, dan menyemangatinya. Banyak pemberitaan televisi
yang mengajak masyarakat Indonesia untuk pandai memilih dan jangan terjebak akan janji-janji politik. Bangsa Indonesia tentunya ingin kearah yang lebih maju. Hal yang perlu dikhawatirkan yaitu pemberitaan di televisi yang masih umum
ditonton oleh beberapa kalangan dapat menjadi influence terbesar dalam menentukan pilihan. Alih-alih pengaruh tersebut dilakukan oleh aktor politikus
yang berkompeten lalu bagaimana bagi aktor politik yang hanya mengejar pencitraan dan kekuasaan?
Di televisi banyak sekali iklan politik yang disiarkan mendekati pemilu.
Mendekati pilpres beberapa nama yang sering disebut antara lain Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Wiranto, Hatta Rajasa, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Hary
Puan Maharani, Rhoma Irama dan masih banyak lagi. Nama-nama tersebut ada yang sudah mengajukan diri sebagai calon presiden dan wakilnya menuju RI 1
dan ada pula menjadi calon presiden wacana. Calon presiden wacana yang sering diberitakan ditelevisi sebagian merupakan hasil poling masyarakat. Jokowi diantaranya salah satu aktor politik yang sering disorot oleh media. Televisi
banyak memberitakan kinerja Jokowi. Televisi bersinggungan secara lebih langsung dan memainkan peran pembentukan dan formatif dalam kaitan dengan,
ideologi populer, praktis para audiens.
Philip Elliott mengungkapkan bahasa bagaimana audiens menjadi sumber dan sekaligus penerima pesan televisi. Jurnalisme dalam televisi tampak dijadikan
semacam pengeras suara yang dengannya ide-ide berlaku umum diperkuat dan diterapkan secara umum di segenap kawasan formasi sosial. Alam pemberitaan
televisi terjadi kesatuan yang kompleks terjalin atara deskripsi fakta yang dihasilkan televisi dan deskripsi premier tentang fakta yang terbentuk dalam formasi sosial sebagai kejelasan presentasi visual dominan terkadang hegemonik
tentang antagoisme politik ekonomi.
Pemberitaan di televisi disusun sedemikian rupa dengan penentuan
topik-topik oleh praktik jurnalisme televisi, dibuat tampak sebagai pemahaman yang paling baik tentang fakta-fakta, oponi publik yang diperkuat dengan presentasi visual. Terkadang audiens hanya dijadikan saksi atas, tetapi bukan sebagai peserta
dalam, perebutan dan adu pendapat tentang pelbagai isu. Televisi kini menjadi alat penyusun agenda dalam lingkup opini publik. Televisi tanpa sengaja
tentang situasi politik. Peran tersebut dikelompokan dalam 1) penentuan isu yang akan memasuki lingkup kesadaran publik dan diskusi publik, 2) penentuan atasan
termasuk didalamnya isu-isu yang akan didiskusikan, 3) menetukan siapa yang akan berbicara tentang topik yang telah dipilih, 4) mengelola dan mengontrol perdebatan dan diskusi yang akan terjadi. Mendekati pemilu presiden banyak isu
tentang calon-calon yang secara tidak langsung terpilih dalam berbagai polling, baik di media televisi itu sendiri maupun media sosial yang telah banyak
dilakukan penelitian tentang percakapan calon presiden yang potensial. Jokowi merupakan isu publik yang terbanyak sebagai calon presiden yang berpotensi dan ini pula yang menjadi diskusi publik. Kemudian isu kinerjanya banyak tercuat
ditelevisi hingga akhirnya diapun muncul untuk diwawancarai tentang kinerjanya tokoh disalah satu program televisi seperti pada TV ONE tanggal 22 Januari edisi
100 Hari Jokowi+Ahok. Televisilah yang menjalankan peran sebagai pengontrol akan pro kontranya Jokowi sebagai calon Presiden.
Televisi memberikan liputan tentang pemilu dan peristiwa politik, dalam
pemberitaannya televisi menunjukan kemungkinan bahwa independensi yang lemah karena khalayak media tidak punya liputan televisi tentang pemilu, tetapi
E.9. Resepsi Pesan
Audiens terdiri dari beberapa komunitas yang memiliki nilai-nilai,
gagasan, dan ketertarikannya sendiri. Makna informasi yang ada di media ditafsirkan secara sosial dalam kelompoknya, dan individu lebih dipengaruhi oleh orang sekitarnya dari pada media itu sendiri. Makna pesan tidak ditanggapi secara
pasif, masyarakat bertindak seperti yang mereka lihat. Makna pesan yang terdapat di media tidak pernah ditentukan individu, melainkan ditafsirkan secara komunal.
Hal tersebut tergantung individu tersebut tergabung dalam keanggotaan secara turun-temurun.
Peran aktif khalayak di dalam memaknai teks media dapat terlihat pada
premis-premis dari model encoding/decoding Stuart Hall (2011:213) yang merupakan dasar dari analisis resepsi. Ada 3 kategorisasi encoding/decoding menurut Stuart Hall, yaitu :
1. Dominant-Hegemonic Position.
Yaitu, audience TV mengambil makna yang mengandung arti dari program TV dan meng-dekode-nya sesuai dengan makna yang dimaksud (preferred reading) yang ditawarkan teks media. Audience sudah punya pemahaman yang sama, tidak akan ada pengulangan pesan, pandangan komunikator dan komunikan sama, langsung menerima.
2. Negotiated Position.
Yaitu, mayoritas audience memahami hampir semua apa yang telah didefinisikan dan ditandakan dalam program TV. Audience bisa menolak
3. Oppositional Position.
Yaitu, audience membaca kode atau pesan yang lebih disukai dan membentuknya kembali dengan kode alternatif. Dalam bentuk ekstrem mempunyai pandangan yang berbeda, langsung menolak karena pandangan yang berbeda.
Dalam kelompok intrepretif (interpretive communities), masing-masing dengan pemaknaanya sendiri tentang apa yang dibaca apa yang dilihat, dan
didengar. Karena hasil konsumsi media bergantung pada susunan budaya dari berbagai komunitas.
Individu memiliki kesadaran tentang keuntungan berpartisipasi secara
personal dalam dan dengan kelompok termasuk kedalamnya terlibat gaya hidup atau bentuk budaya yang khas. Hall menjelaskan dalam karyanya tentang cultural
studies (2011:194-195) yaitu :
a. Media tidak hanya berpengaruh langsung. Media berperan sebagai pemicu kerangka berfikir dapat mendefinisikan sebagai peran ideologis media.
Media sebagai kekuatan kultural dan ideologis yang besar, berada dalam posisi dominan dalam kaitannya dengan cara berbagai relasi sosial dan
permasalahan politik didefinisikan dengan cara bagaimana pembentukan dan transformasi ideologi populer dalam diri audiens.
b. Pertentangan atas teks media sebagai pembawa makna yang transparan
c. Pemutusan atas konsepsi audiens pasif yang seragam yang dipengaruhi oleh media. Di era ini audiens lebih aktif dalam konsepsi, pembacaan, dan
konsepsi hubungan antara acara pesan media itu dikodekan .
d. Peran yang dimainkan media dalam menyebarluaskan dan membuat aman pelbagai definisi dan representasi ideologis dominan kedalam agenda
pembicaraan.
Media saat ini berperan menyusun peran dalam sirkulasi definisi sosial
dominan dan, produksi media berfokus pada komunikasi politik. Media terjebak dalam berbagai permasalahan dalam penyiarnnya yang muncul baik dari upaya untuk memahami bagaimana media memainkan peran ideologis dalam masyarakat
maupun dari pengonsepsian hubungan kompleks media itu dengan kekuasaan. Sekarang media sangat erat kaitannya dan membangun relasi yang kompleks
antara, media, politik dan masyarakat.
Teks mengkonstruksi berbagai posisi subjek tentang kritik yang menyeluruh terhadap realisme, mode naratifnya. Individu memiliki ideologis,
yang menurut Althusser merupakan sebuah representasi tentang relasi imajiner individu dengan kondisi real keberadaan mereka (Hall 2011 : 203).
Veron (dalam Hall 2011:209) menjelaskan bahwa ideologi adalah level penandaan yang melakukan pengoprasiannya melalui konotasi. Ideologi dalam diri individu melampaui dan melibatkan keseluruhan semesta tanda denotatif dan
konotatif. Bentuk pesan adalah bentuk yang nampak dan dibutuhkan dari suatu peristiwa dalam peralihannya dari sumber ke penerima. Kumpulan makna yang
konsekuensi tingkah laku, ideologis, emosional, kognitif, persepsi indrawi yang sangat kompleks. Kondisi persepsi adalah hasil dari sebuah pengoprasian yang
ada dalam kode, sekalipun secara tak sadar.
F. Metode Penelitian F.1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif. Menurut Nasution (2003:5) penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan, berinteraksi dengan mereka dan menafsirkan pendapat mereka tentang dunia sekitar. Dalam penelitian ini peneliti akan menafsirkan
resepsi dari subjek peneliti dalam memaknai pemberitaan televisi model Kepemimpinan Jokowi.
F.2. Tipe Dasar Penelitian
Tipe dasar penelitian yaitu deskriptif eksploratif yang bertujuan berusaha
menggambarkan dan mencari ide-ide atau hubungan-hubungan peristiwa-peristiwa kecil yang terjadi di lingkungan penonton dengan konteks sosial budaya
yang sedang terjadi, dimana praktik menonton itu berlangsung serta menghubungkan pengalaman menonton dengan pengalaman lain dalam kehidupan mereka sehari-hari. Peneliti mencari hubungan variabel atau hasil
data-data awal tentang sesuatu”. Penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto: 1989).
F.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dua tempat yaitu :
1. Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) cabang Kota Malang yang merupakan tempat dari Pemuda Muhammadiyah dan strukturnya.
PDM Kota Malang belokasi di Jl. Gajayana 28b, Kota Malang
2. Kantor Majelis Wakil Cabang (MWC) NU yang juga merupakan kantor Gerakan Pemuda Ansor, Kota Malang yang bertempat di JL. KH Hasyim
Asyhari 21, Kota Malang.
Adapun waktu penelitian dilakukan pada tanggal 24 Maret – 15 April
2014.
F.4. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan untuk mendeskripsikan bagaimana resepsi organisasi pemuda di Kota Malang (Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan
Pemuda Ansor) dalam menanggapi model kepemimpinan Jokowi pada program berita Kabar Khusus dengan tema 100 hari Kepemimpinan Jokowi-Ahok di TV ONE.
F.5. Subjek Penelitian / Informan
Moleong (2010: 132) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan,
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini digunakan purposive sampling dalam menentukan subjek peneliti. Purposive
sampling adalah taknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa apa yang diharapkan sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang yang
sedang diteliti (Sugiyono 2008:218).
Dalam penelitian kualitatif tidak ada jumlah patokan baku tentang berapa
informan diperlukan, karena yang menjadi patokan adalah informasi yang didapatkan dan dapat menjawab permasalahan penelitian. Sama halnya dengan analisis resepsi yang tidak mematok berapa jumlah informan yang diperlukan,
karena informan dilihat dari latar belakangnya bisa saja dari kalangan kaaryawan, birokrat, pengangguran dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menentukan
kriteria-kriteria yang dapat menjadikan dasar utama dalam pemilihan informan yaitu :
1. Tingkat pendidikan. Dalam penelitian analisis resepsi tingkat
pengetahuan dan pendidikan akan membedakan informan dalam menjawab pertanyaan dari penulis. Dalam kriteria ini penulis memilih
lagi informan kedalam tiga jenjang pendidikan.
2. Pernah menonton televisi setidaknya tentang pemberitaan Jokowi. Menjadi lebih penting ketika informan telah menonton program “Kabar
Khusus” di TV ONE Edisi 22 Januari 2013 tentang 100 Hari Kepemimpinan Jokowi+Ahok. Dalam program tersebut terdapat
3. Memiliki peran strategis dalam organisasi dimana posisi informan mengetahui banyak hal, yang akan berguna untuk jawaban-jawaban
yang diberikan.
4. Kesediaan untuk menjadi informan. Dalam penelitian ini jelas dibutuhkan waktu informan untuk memberikan informasi dalam
wawancara. Waktu yang dibutuhkan dalam mewawancarai informan cukup lama yaitu sekitar 20-60 menit. Dibutuhkan informan yang
memiliki waktu untuk wawancara sebelum batas waktu selesainya penelitian yang ditentukan oleh penulis. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tentang model kepemimpinan Jokowi ini tidak kadaluarsa
mengingat pemilihan Presiden akan dilakukan pada Juli 2014.
F.6. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer, yaitu data yang berkaitan langsung dengan subjek penelitian.
Data primer ini diperoleh dari wawancara dengan informan dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Wawancara atau percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moloeng, 2010: 186). Pencatatan sumber data primer melalui
dan kritik. Dalam penelitian ini peneliti akan mewawancarai fungsionaris Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor sebagai subjek penelitian.
2. Data Sekunder
Data penunjang yang didapat dari sumber tertulis yaitu studi kepustakaan, baik berupa buku, majalah, dokumen, laporan, catatan, dan sumber tertulis lainnya
maupun penelitian sebelumnya.
F.7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk analisis data kualitatif yang dipakai adalah analisis resepsi. Terdapat elemen dalam reception analysis, yaitu mengumpulkan
data, menginterpretasikan data dan preferred reading. Penjelasannya yaitu : 1. Mengumpulkan data berupa pesan, kata, frasa, maupun kalimat yang
diungkapkan oleh audiens, yakni dengan wawancara (Jensen dalam Jensen dan Jankowsky: 1993, 139-140)
2. Menginterpretasikan pengalaman/penerimaan audiens tentang media
yang didapatkan dari hasil wawancara. Data hasil dari wawancara dibuat transkrip, kemudian di buat kategorisasi berdasarkan tema-tema
yang muncul pada pemaknaan yang dilakukan subjek penelitian (makna yang dimunculkan) (Hall 2011 : 220).
3. Tema-tema yang muncul dibandingkan dengan preferred reading untuk
F.8. Teknik Keabsahan Data
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek
penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2010: 117). Pada penelitian ini uji validitas yang digunakan peneliti adalah triangulasi data.
Triangulasi ditempuh peneliti melalui beberapa cara, yaitu:
1. Menggunakan bahan referensi, yaitu pembuktian data yang di temukan oleh peneliti, misalnya dapat berupa rekaman. Dalam penelitian ini
untuk mendapatkan hasil analisa peneliti melihat ulang video rekaman dari setiap informan
2. Member check, adalah pengecekan data yang dilakukan oleh peneliti
kepada subjek penelitian atau narasumber. Peneliti melakukan beberapa kali wawancara contoh salah satunya peneliti kembali
menemui Informan Sarbini dari bagian Gerakan Pemuda Ansor untuk kejelasan struktural keanggotaan Gerakan Pemuda Ansor.
3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dengan pandangan orang seperti dengan rakyat biasa, ataupun orang yang berpendidikan. Dalam hasil penelitian ini peneliti
membandingkan jawaban dari masing-masing informan yang berbeda latar belakang.
4. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang
berkaitan. Peneliti juga memasukan data yang berkembang mengenai isu tentang Jokowi.
RESEPSI ORGANISASI PEMUDA TENTANG MODEL KEPEMIMPINAN JOKOWI PADA PROGRAM
“KABAR KHUSUS” DI TV ONE EDISI 22 JANUARI 2013
(Studi pada Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor Kota Malang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Disusun oleh : Noor Khalida Magfirah
201010040311339
Dosen Pembimbing: 1. Nurudin, M.Si 2. Himawan Sutanto, M.Si
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Noor Khalida Magfirah
NIM : 201010040311339
Konsentrasi : Jurnalistik
Judul Skripsi : Resepsi Organisasi Pemuda tentang Model Kepemimpinan Jokowi pada Program “Kabar Khusus” di TV ONE Edisi 22 Januari 2013 (Studi pada Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor Kota Malang)
Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
dan dinyatakan LULUS
Pada hari : Jum’at
Tanggal : 25 April 2014
Tempat : 605
Mengesahkan,
Dekan FISIP UMM
Dr. Asep Nurjaman, M.Si
Dewan Penguji:
1. Abdullah Masmuh, Drs, M.Si ( )
3. Nurudin, M.Si ( )
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Rasa syukur yang teramat ini tak henti-hentiya
saya haturkan kepada Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya kepada saya selaku
penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Resepsi Organisasi Pemuda
tentang Model Kepemimpinan Jokowi pada Program “Kabar Khusus” di TV ONE
Edisi 22 Januari 2013 (Studi pada Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda
Ansor Kota Malang)”.Sripsi ini disusununtuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
pada Program Studi Starata 1 pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik , Universitas Muhammadiyah Malang.
Suka maupun duka dalam penyelesaian skripsi ini penulis sadari bahwa itu
semua merupakan proses menuju hal yang baik, bukankah semakin sulit proses maka
akan banyak pula hikmah yang didapatkan dalam proses tersebut. Besar harapan
penulis agar skripsi ini bermanfaat bagi yang lain dan itu merupakan hal yang
sempurna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Hal tersebut merupakan
cita-cita penulis karena Khairunnasi Ahsanuhum Khuluqan wa 'anfauhum Linnaass,
“Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling
baik akhlaknya (budi pekertinya) dan bermanfaat bagi manusia lain.
Pada akhirnya skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya
uluran tangan orang-orang yang sangat berperan bagi penulis. Hanya ucapan rasa
terima kasih yang dapat diberikan penulis atas motivasi, saran, waktu, tenaga,
finansial, dan dukungannya. Ucapan terimakasi tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Muhadjir Effendi, M.AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
2. Bapak Dr. Asep Nurujaman, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Bapak Nurudin, M.Si selaku pembimbing I yang selalu mengarahkan saya agar
selalu belajar dan membaca dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak M. Himawan Sutanto, M.Si selaku pembimbing II yang penuh kesabaran
dalam membimbing, memberi saran, dan masukan sehingga skripsi ini dapat
tersusun.
5. Bapak Sugeng Winarno selaku wali dosen yang memberikan semangat serta
membantu kelancaran kuliah saya.
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Malang, terima kasih telah memberikan pengetahuannya kepada penulis,
sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada tujuh informan saya Pak Simen, Pak Sarbini, Pak Jainuri, Pak Berlian,
Pak Ahdor, Pak Mu’adz dan Pak Gonda terima kasih atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi informan saya, tanpa waktu kalian tidak akan
mungkin skripsi ini terselesaikan.
8. Kepada orang tua saya, ayahanda tercinta Drs. Hasan Basri Zainal Serta ibunda
Mudarokah, S.pd, terima kasih banyak atas doa, kerja keras, perhatian dan
dorongan baik berupa materil maupun moril, serta keikhlasan yang tak ternilai
atas kesabarannya selama ini.
9. Saudaraku satu-satunya Ade Hilman, terima kasih atas dorongan, segala
pelajaran yang telah diberikan sehingga adikmu menjadi lebih dewasa dan
10.Untuk Saean Hufron orang yang selalu ada saat saya membutuhkannya, dan hal
terbesar yang menjadi penyemangat dalam merampungkan skripsi ini.
11.Untuk sahabat-sahabatku Wina, Niny, Ganis, Yurike, Tashya, Astrid, Wulan,
Yuna, Chita, Sinyo dan Yusti, terima kasih atas support yang diberikan yang
membuat penulis menjadi semangat.
12.Untuk teman-teman angkatan 2010 Ilmu Komunikasi yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
13.Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun
hasil penelitian ini diyakini sebagai hasil paling maksimal dari penulis demi
tercapainya tujuan penelitian. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk penelitian lanjutan di masa mendatang. Akhir kata, semoga
skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Malang, April 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS... iii
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI... iv
ABSTRAK... v
LEMBAR PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Tinjauan Pustaka... 8
F. Metode Penelitian... 27
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN... 33
A. Pemuda Muhammadiyah... 33
B. Gerakan Pemuda Ansor... 39
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 49
A. Deskripsi Subjek Penelitian/Informan... 49
B. Pandangan terhadap Sosok Jokowi... 53
C. Model Kepemimpinan Jokowi... 60
D. Kinerja Jokowi... 67
E. Figur Jokowi... 73
F. Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor tentang Politik dan Jokowi...76
G. Analisis Isi “Kabar Khusus” 100 Hari Kepemimpinan Jokowi Ahok... 78
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...101 A. Kesimpulan...101 B. Saran...102
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi Strategi
Komunikasi Politik Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Arrianie, Lely. 2010. Komunikasi Politik: Politisi dan Pencitraan di Panggung
Politik.Jakarta: Widya Padjajaran.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Effendy, Mochtar. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Vol. 5. Palembang :
Penerbit Universitas Sriwijaya.
Gurevitch & Blumler. 1977. The Political Effect of Mass Communication. Yew
York : Muthuen.
Fealy, Greg. 2003. Ijtihat Politik Ulama Sejarah NU 1952-1967. LKIS :
Yogyakarta.
Hall, Stuart, 2011. “Encoding/Decoding”. Dalam Stuart Hall, Dorothy Hobson,
Andrew Lowe dan Paul Willis (eds.). Budaya Media Bahasa: Teks Utama
Pencanang Cultural Studies 1972-1979, terjemahan Saleh Rahmana,
Yogyakarta: Jalasutra.
Hamidi. 2010. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Press.
Hidajat, Imam. 2001. Teori-Teori Politik. Malang: Setara Press.
Hasibuan, Muhammad Umar Syadat. 2008. Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta
Jensen, Klaus Bruhn. (1993). Media Audiences Reception Analysis: Mass
Communication as The Social Production of Meaning. Dalam Klaus
Bruhn Jensen and Nicholas W. Jankowski, A Handbook of Qualitative
Methodologies for mass Communication Research. (2nd ed). London and
New York: Rotledge.
Kompas. 2010. Nahdlatul Ulama “Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan”,
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi : Teori of
Human Communication.Jakarta: Salemba Humanika.
Moleong, J Lexy. 2010.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : PT. Remaja
Rosdakaya.
Nashir Haedar. 2006. Dinamika politik Muhammadiyah. Malang : UMM Press.
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Inkuiri. Bandung: Penerbit
Tarsito.
Nimmo, Dan. 1993. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan
Media.Bandung: Remaja Rosdakarya
---. 2000. Komunikai Politik: Khalayak dan Effek.Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurudin. 2012. Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital. Malang: Aditya
Media Publishing.
Prasetyo, Bambang dan Lina M.Jannah. 2005. Metode Penelitian
Kualitatif.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Rahmat, Aulia A. 2006.Citra Khalayak tentang Golkar:Peta Permasalahan
Santana K, Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia.
Santoso, Edi & Mite Setiansah. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setianto, Widodo Agus. 2012. Jurnal : Penerimaan Khalayak Terhadap Berita-
Berita Politik di Internet.Yogyakarta.
Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
ALFABETA
As Suwaidan, Thariq M & Basyarahil, Faishal Umar. 2005. Melahirkan
Pemimpin Masa Depan. Jakarta : Gema Insani Press.
Zuriah, Nurul. 2009. Metodelogi Penelitaian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Sinar Grafika Offset.
Zuly Qodir. 2010. Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran
Memasuki Abad Kedua. Yogyakarta : KANISIUS.
Internet :
Burhani, Najib. 2010. Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah.
http://muhammadiyahstudies.blogspot.com/2010/04/sejarah-pemuda-muhammadiyah.html (Diakses pada 7 Mei 2014 pukul 11;00)
Cahyono, Imam. 2004. Menimbang Partai Alternatif Muhammadiyah.
http://www.islamlib.com/?site=1&aid=433&cat=content&cid=11&title=m
enimbang-partai-alternatif-muhammadiyah. (Diakses pada 24 Februari
2014 pukul 22:40 )
Fiansyah, Rahmat. 2014. Kesederhanaan dan Ketegasan Jokowi Pikat Relawan
Pendukungnya.
Ketegasan.Jokowi.Pikat.Relawan.Pendukungnya. (Diakses pada 17 Maret
2014 pukul 15:13)
Gatra, Sandoro. 2013. Survei CSIS: Jokowi Capres Teratas.
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/26/16380111/Survei.CSIS.Joko
wi.Capres.Teratas (diakses pada 17 Maret 2014, pukul 12:50)
Majalaya, AMM. 2012. Pemuda Muhammadiyah.
http://ammmajalaya.blogspot.com/2012/09/pemuda-muhammadiyah.html
(Diakses pada 16 Februari 2014, pukul 22:41)
Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor. 2014. Sejarah Berdirinya Ansor.
http://www.ansor.or.id/page-51-sejarah-berdirinya-ansor.html#.U2Jx66IwYuQ (Diakses pada 7 Mei 2014, pukul 10:33)
Rosit, M. 2014. Melirik Potensi Pemilih Pemula pada Pemilu 2014.
http://news.liputan6.com/read/558286/melirik-potensi-pemilih-pemula-pada-pemilu-2014 (Diakses pada 9 Maret 2014, pukul 10:55)
Sukma Listyanti, Agita. 2014. GP Ansor Minta Parpol Berhenti Bermain-main.
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/04/078542236/GP-Ansor-Minta-Parpol-Berhenti-Bermain-main (Diakses pada 9 Maret 2014, pukul 15:47)
Sukolilo, Ansor. Sejarah Ansor.
http://ansorsukolilo.blogspot.com/search?updated-min=2013-01-
01T00:00:00%2B09:00&updated-max=2014-01-01T00:00:00%2B09:00&max-results=4 (Diakses pada 31 Maret 2014
Sundari. 2014. Capres, Duet Jokowi-JK Terpopuler di Dunia Maya.
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/24/078516238/Capres-Duet
Jokowi-JK-Terpopuler-di-Dunia-Maya (Diakses pada 16 Februari 2014,
pukul 22:41)
Tim Administrasi PAC. GP. ANSOR Kec. Krian. Sejarah Gerakan Pemuda
Ansor.
http://gp-ansor.weebly.com/uploads/9/5/8/9/9589595/gp_ansor_masa_pra_dan_pasc
a_kemerdekaan.doc (Diakses pada 7 Mei 2014, pukul 11:00 )
Yusuf, Ali. 2014. Abu Rizal Bakrie Banyak Diberitakan Positif di TV ONE.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/04/07/n3maer-aburizal-bakrie-banyak-diberitakan-positif-di-tv-one (Diakses pada 17