• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Studio 1 Sosial Budaya Desa Cibodas Kec. Cibitung Kab. Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II Studio 1 Sosial Budaya Desa Cibodas Kec. Cibitung Kab. Sukabumi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teori Perencanaan Desa

2.1.1 Proses Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Desa

Perencanaan tata ruang merupakan metode-metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa.

Menurut Permen PU No. 16 tahun 2009 Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."

Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.

(2)

untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini undang-undang Tata Ruang yang terbaru adalah UU No. 26 tahun 2007.

2.1.2 Elemen-Elemen Tata Ruang dan Pola Permukiman Desa

Unsur permukiman terdiri dari unsur Wisma (tempat tinggal), karya (tempat berkarya), suka (tempat rekreasi/bersantau/hiburan) dan penyempurna (peribadatan, pendidikan, kesehatan dan utilitas umum) atau berintegrasi didalam suatu lingkungan dan hubungan satu sama lain oleh unsure marga (Jaringan Jalan) . Pola permukiman umumnya diartikan sebagai susunan sifat persebaran permukiman dan sifat hubungan antara faktor – faktor yang menentukan terjadinya sifat persebaran permukiman tersebut. Pola permukiman penduduk desa merupakan salah satu aspek yang dapat menggambarkan keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Karakteristik permukiman penduduk desa secara umum ditandai oleh permukiman yang cenderung berkelompok membentuk suatu perkampungan. Ada 6 pola desa menurut Bintaro (dalam Daldjoeni 1998) yaitu:

1. Pola memanjang jalan 2. Pola memanjang sungai 3. Pola radial

4. Pola tersebar

5. Pola memanjang pantai

6. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api

Pola permukiman dipedesaan dibagi menjadi 3 menurut Johara antara lain: 1. Pola permukiman menyebar (disseminated rural settlement)

a. Farmstead : rumah petani terpencil yang dilengkapi gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung dan kandang ternak.

b. Homestead : rumah terpencil

c. Road site : bangunan terpencil ditepi jalan (restoran, pompa bensin, motel, dan lain – lain)

Ciri – cirri dari pola permukiman ini adalah jarak antara permukiman penduduk yang satu dengan yang lain relative jauh. Hal ini menyebabkan tipe permukiman pola menyebar tidak kondusif lagi bagi perhubungan desa dan dapat menggangu evolusi dari desa yang baru terbentuk menjadi komunitas fungsional.

1. Pola permukiman terpusat

(3)

umumnya, warganya masih satu kerabat. Pemusatan tempat tinggal tersebut didorong oleh adanya rasa kegotong royongan. Jika jumlah penduduk bertambah, pemekaran permukiman mengarah kesegala arah dan tanpa adanya rencana. Sementara itu, pusat – pusat kegiatan penduduk dapat bergeser mengikuti pemekaran. Ciri – cirri permukiman terpusat adalah : a. Plot rumah saling berhubungan

b. Jarak rumah penduduk dengan lahan pertanian mereka agak jauh c. Areal pertanian pribadi dapat tersebar luas.

2. Pola permukiman linier

Permukiman penduduk didataran rendah umumnya membentuk pola permukiman linier, dengan rentangan jalan raya yang menembus desa. Jika terjadi pemekaran, tanah pertanian menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran menuju kearah pedalaman. Untuk memudahkan transportasi dibuatkan jalan baru mengelilingi desa, semacam ring road. Ada lima unsur ekistik pembentuk pola permukiman, antara lain :

1. Nature (fisik alam), meliputi tanah/geologi, kelerengan, ketinggian, iklim hidrologi/sumberdaya air, vegetasi/tanaman dan hewan

2. Man (manusia), meliputi kebutuhan ruang kegiatan manusia, sensasi dan persepsi, kebutuhan emosional dan nilai – nilai moral.

3. Society, meliputi komposisi dan kepadatan penduduk, stratifikasi masyarakat, bentuk – bentuk kebudayaan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan kesejahteraan serta hukum dan administrasi.

4. Shell, meliputi rumah, pelayanan masyarakat, pusat perdagangan dan pasar, fasilitas rekreasi, masyarakat dan pusat kegiatan, sector industri, dan pusat pergerakan. 5. Network, meliputi sistem jaringan air, sistem jaringan listrik, sistem transportasi,

sistem komunikasi, sistem pembuangan dan drainase, dan bentuk fisik.

Secara kronologis kelima elemen ekistik tersebut membentuk lingkungan permukiman. Nature (unsur alami) merupakan “wadah” manusia sebagai individu (man) berada didalamnya dan membentuk kelompok – kelompok social yang berfungsi sebagai suatu masyarakat (society). Kelompok social tersebut membutuhkan perlindungan sebagai tempat untuk dapat melaksanakan kehidupannya, maka mereka menciptakan shell. Shell berkembang menjadi bertambah besar dan semakin kompleks, sehingga membutuhkan network untuk menunjang berfungsinya lingkungan permukiman tersebut. Berdasarkan pengertian terdiri dari “isi” (content) berupa manusia baik secara individual maupun dalam masyarakat dan “wadah” (container) berupa lingkungan fisik permukiman.

2.1.3 Elemen-Elemen Pembangunan Perdesaan

(4)

adalah merupakan bagian dari rangkaian pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan secara berkesinambungan yang melipu

ti seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan pembangunan desa yang terencana, maka pemerintah desa dan seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam proses perencanaan pembangunan. Bentuk perencanaan pembangunan, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa dan Rencana Kerja Tahunan (RKT), merupakan beberapa contoh perencanaan pembangunan tersebut.

Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program, dengan memperhatikan RPJMD, program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pasal 2 (ayat 3) menyatakan bahwa RPJMDes memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa.

RPJMDes sebagai suatu rencana pembangunan desa harus melibatkan segenap komponen masyarakat desa didalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasannya. Rencana pembangunan desa semestinya menerapkan prinsip:

a. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

b. Partisipatif, yaitu kikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan;

c. Berpihak kepada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;

d. Terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa

e. Akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggung jawabkan dengan benar, baik pada pemerintah di desa maupun pada masyarakat;

f. Selektif, yaitu semua potensi dan masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal;

(5)

h. Keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara berkelanjutan;

i. Cermat, yaitu data yang diperoleh cukup objektif, teliti, dapat dipercaya, dan menampung

j. Proses berulang, yaitu pengkajian terhadap sesuatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik;

k. Penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan atau sumber informasi utama dari masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) adalah merupakan dokumen.

2.2

Tinjauan Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Tata Ruang dan

Pembangunan Kawasan Perdesaan

2.2.1 Undang-Undang 6 Tahun 2014 tentang Desa

Desa adalah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk dan merupakan organisasi pemerintah yang terendah. Wilayah Desa terdiri dari atas beberapa dusun,atau kampung. Dusun atau kampung terdiri atas beberapa RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga).

Pada pasal 1 menjelaskan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdsarakan prakarsa masyarakat, hak asal-usul atau hak tradisional yang diakui dalam system Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal ini juga menyebut di dalam Desa ada pemerintah desa, Badan Pemusyawaratan Desa, Musyawarah Desa, Badan Usaha Milik Desa, Peraturan Desa.

Penetapan DesaPengaturan Perdesaan bertujuan untuk :

 Melestarikan dan memajukan adat, tradisi dan budaya masyarakat desa

 Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa

 Memajukan perekonomian masyarakat desa Penataan desa meliputi antara lain :

Dalam pembangunan kawasan perdesaan pada pasal 80 ayat 4 menjelaskan prioritas pembangunan desa yaitu :

 Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar

 Pembangunan dan pemiliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya local yang tersedia

 Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif

(6)

Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentaraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhan masyarakat desa setempat

2.2.2 Peraturan Pemerintah No.72/2005 tentang Desa

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manadi maksu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :

 Jumlah penduduk

 Luas wilayah

 Bagian wilayah kerja

 Perangkat

 Sarana dan prasarana pemerintahan

Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersanding atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih atau pembentukan desa diluar desa yang telah ada. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memnuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihapus atau digabung. Dalam wilayah desa dapat dibentuk Dusun atau sebutan lain yang merupakan bagian wilayah kerja pemerintah desa dari ditetapkan dengan peraturan desa. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintahan Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapatan masyarakat setempat. Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan persyaratan :

 Luas wilayah

 Jumlah penduduk

 Prasarana dan sarana pemerintahan

 Potensi ekonomi

 Kondisi sosial budaya masyarakat

Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib mengakui dan menghormati hak asal-usul, adat istiadat desa dan sosial budaya masyarakat setempat.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup :

(7)

 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa

 Tugas pembentukan dari pemerintahan, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota

 Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa

2.2.3 Permendagri No.04/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa Pengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindah-tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Kekayaan Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Tanah Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa yang tidak dipergunakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status Kekayaan Desa. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Kekayaan Desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah pemanfa.atan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan. dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan Kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan. bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

Jenis Kekayaan Desa sebagai berikut : (1) Jenis kekayaan Desa terdiri atas

a. tanah Kas Desa; b. pasar Desa; c. pasar Hewan; d. tambatan Perahu; e. bangunan Desa;

f. pelelangan Ikan yang dikelola oleh Desa dan; g. lain-lain kekayaan milik Desa.

(8)

b. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan atau lembaga dari pihak ketiga.

c. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

d. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraluran perundangan yang berlaku.

e. hak Desa dari Dana Perimbangan, Pajak Daerah dan Retribusi Daera/l; f. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota; g. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan

h. hasil kerjasama desa.

Kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi milik desa. Kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada lio/at (1) harus mendapatkan persetujuan BPD.

Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperoleh melalui:

a. pembelian; b. sumbangan;

c. bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan

d. bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.2.4 Permendagri No. 05/2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan Desa

(9)

adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang secara fungsional dibina dan dikembangkan oleh Departemen Sosial.

Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.

Di desa dan di kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk atas prakarsa masyarakat dan/atau alas prakarsa masyarakat yang difasilitasi Pemerintah melalui musyawarah dan mufakat. Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Tugas Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

 menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;

 melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;

 menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan swadaya masyarakat; dan

 menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) mempunyai fungsi:

 penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.

 Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

 Peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;

 Penyusunan rencana, pelaksana, pengendali, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;

 Penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi serta swadaya gotong royong masyarakat;

 Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan

 Pemberdayaan hak politik masyarakat

(10)

 peningkatan pelayanan masyarakat;

 peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;

 pengembangan kemitraan;

 pemberdayaan masyarakat; dan

 pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat

Jenis Lembaga Kemasyarakatan terdiri dari:

 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan

 Masyarakat Desa atau Kelurahan (LKMD/LKMK) atau sebutan nama lain;

 Lembaga Adat;

 Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan;

 RT/RW;

 Karang Taruna; dan

 Lembaga Kemasyarakatan lainnya

2.2.5 Permendagri No. 12/2007 Tentang Pedoman Penyusunan dan Pendayagunaan Data Profil Desa dan Kelurahan

Profil Desa dan Kelurahan adalah gambaran menyeluruh tentang karakter desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana serta perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa dan kelurahan. Penyusunan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan dan publikasi data profil desa dan kelurahan yang meliputi data dasar keluarga, data potensi desa dan kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Pendayagunaan adalah berbagai upaya memanfaatkan data dasar keluarga, data potensi desa dan kelurahan serta tingkat perkembangan desa dan kelurahan dalam

system perencanaan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.

(11)

mencerminkan tingkat kemajuan dan/ataukeberhasilan masyarakat, pemerintrahan desa dan kelurahan serta pemerintahan daerah dalam melaksanakan pembangunan di desa dan kelurahan. Profil desa dan kelurahan terdiri atas data dasar keluarga, potensi desa dan kelurahan, dan tingkat perkembangan desa dan kelurahan. Data dasar keluarga berisikan gambaran menyeluruh potensi dan perkembangan keluarga yang meliputi:

 potensi sumber daya manusia;

 perkembangan kesehatan;

 perkembangan pendidikan;

 penguasaan aset ekonomi dan sosial keluarga;

 partisipasi anggota keluarga dalam proses pemerintahan, pembangunan dankemasyarakatan;

 berbagai permasalahan kesejahteraan keluarga; dan

 perkembangan keamanan dan ketertiban di lingkungannya Data sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

 potensi umum yang meliputi batas dan luas wilayah, iklim, jenis dan kesuburan tanah,

 orbitasi, bentangan wilayah dan letak;

 pertanian;

 perkebunan;

 kehutanan;

 peternakan;

 perikanan;

 bahan galian;

 sumber daya air;

 kualitas lingkungan ruang publik/taman; dan

 wisata.

Data sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

 jumlah;

 usia;

 pendidikan;

 mata pencaharian pokok;

 agama dan aliran kepercayaan;

 kewarganegaraan;

 etnis/suku bangsa;

(12)

 tenaga kerja.

Data sumber daya kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

 lembaga pemerintahan desa dan kelurahan;

 lembaga kemasyarakatan desa dan kelurahan;

 lembaga social kemasyarakatan;

 organisasi profesi;

 partai politik;

 lembaga perekonomian;

 lembaga pendidikan;

 lembaga adat; dan

 lembaga keamanan dan ketertiban.

Data prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

 transportasi;

 informasi dan komunikasi;

 prasarana air bersih dan sanitasi;

 prasarana dan kondisi irigasi;

 prasarana dan sarana pemerintahan;

 prasarana dan sarana lembaga kemasyarakatan;

 prasarana peribadatan;

 prasarana olah raga;

 prasarana dan sarana kesehatan;

 prasarana dan sarana pendidikan;

 prasarana dan sarana energi dan penerangan;

 prasarana dan sarana hiburan dan wisata; dan

 prasarana dan sarana kebersihan

Tipologi desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

 Tipologi desa dan kelurahan persawahan;

 Tipologi desa dan kelurahan perladangan;

 Tipologi desa dan kelurahan perkebunan;

 Tipologi desa dan kelurahan peternakan;

 Tipologi desa dan kelurahan nelayan;

 Tipologi desa dan kelurahan pertambangan/galian;

 Tipologi desa dan kelurahan kerajinan dan industri kecil;

(13)

 Tipologi desa dan kelurahan jasa dan perdagangan

2.2.6 Permendagri No. 37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaran pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuknya kekayaan yang berhubung dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasaan keuangan desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBD.

Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, mempunyai kewenangan:

 menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes

 menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa

 menetapkan bendahara desa

 menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; dan

 menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari:

 Sekretaris Desa; dan

(14)

Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari:

 Pendapatan Desa;

 Belanja Desa; dan

 Pembiayaan Desa

Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh persetujuan. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala ,Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.

2.2.7 Permendagri No.51/2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat

Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masayarakat adalah hasil perencanaan pembangunan yang dilakukan bukan berdasarkan unit administrative desa, melainkan atas dasar kesamaan fungsi kawasan perdesaan.Pusat Pertumbuhan Terpadu Antar Desa yang selanjutnya disingkat PPTAD adalah pusat pertumbuhan yang direncanakan dan difokuskan pada desa atau beberapa desa yang memiliki potensi andalan dan unggulan sebagai sentra pertumbuhan terpadu antar desa dan penggerak perkembangan ekonomi desa sekitarnya.

Pola Tata Desa adalah tata penggunaan lahan atau ruang desa untuk keperluan kegiatan ekonomi dan budidaya masyarakat, sarana dan prasarana pemerintahan desa, dan pusat layanan sosial.Pemberdayaan Masayarakat adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya secara optimum untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta berpartisipasi dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi Sumber Daya Alam.

(15)

untuk menggerakan masyarakat berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif.Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat PKPBM adalah pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan atas prakarsa masyarakat meliputi penataan ruang secara partisipatif, pengembangan pusat pertumbuhan terpadu antar desa, dan penguatan kapasitas masyarakat, kelembagaan dan kemitraan.

PKPBM dilakukan berdasarkan prinsip : a. Adil;

b. Partisipatif; c. Holistic;

d. Keseimbangan; e. Keanekaragaman; f. Keterkaitan ekologis; g. Sinergis;

h. Keberpihakan ekonomi rakyat; i. Transparan dan

j. Akuntabel

PKPBM dilakukan dengan memperhatikan :

a. Aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa di kawasan perdesaan; b. Kewenangan desa;

c. Potensi desa;

d. Kelancaran investasi ke kawasan perdesaan;

e. Kelestarian lingkungan dan konservasi Sumber Daya Alam;

f. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum; dan g. Kondisi sosial budaya dan ciri ekologi kawasan perdesaan

Penataan ruang partisipatif meliputi : a. Perencanaan tata ruang; b. Pemanfaatan ruang; dan

c. Pengendalian pemanfaatan ruang.

Penataan ruang partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atau bersama masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa. Penataan ruang partisipatif dilakukan di :

a. Area baru atau lokasi baru; b. Desa desa yang sudah ada; dan c. Di luar desa

(16)

Pembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya di wilayah Indonesia. Perencanaan pembangunan desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan RPJM-Desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa. RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dijabarkan dalam RKP-Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RKP-Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka ekonomi desa, prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu pada rencana kerja pemerintah daerah.

Rencana pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Rencana pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

a. pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

b. partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan;

c. berpihak pada masyarakat, yaitu seluruh proses pembangunan di pedesaan secara serius memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin;

d. terbuka, yaitu setiap proses tahapan perencanaan pembangunan dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh masyarakat desa;

e. akuntabel, yaitu setiap proses dan tahapan-tahapan kegiatan pembangunan dapat dipertanggungjawabkan dengan benar, baik pada pemerintah di desa maupun pada masyarakat;

f. selektif, yaitu semua masalah terseleksi dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal;

g. efisiensi dan efektif, yaitu pelaksanaan perencanaan kegiatan sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia;

h. keberlanjutan, yaitu setiap proses dan tahapan kegiatan perencanaan harus berjalan secara berkelanjutan;

(17)

j. proses berulang, yaitu pengkajian terhadap suatu masalah/hal dilakukan secara berulang sehingga mendapatkan hasil yang terbaik; dan

k. penggalian informasi, yaitu di dalam menemukan masalah dilakukan penggalian informasi melalui alat kajian keadaan desa dengan sumber informasi utama dari peserta musyawarah perencanaan

Kegiatan penyusunan RPJM-Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan berdasarkan:

a. masukan b. proses

c. hasil dan dampak

Perencanaan pembangunan desa bersumber dari dana:

a. APBN

b. APBD Provinsi;

c. APBD Kabupaten/Kota;

d. APB-Desa dan Sumber lain yang sah dan tidak mengikat

RPJM-Desa dan RKP-Desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. RPJM-Desa dan RKP-Desa;

b. penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa; dan c. pelaksanaan RPJM-Desa dan RKP-Desa

2.2.9 Permendagri No.67/2007 tentang Pendataan Program pembangunan Desa/Kelurahan

Pendataan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat. Program pembangunan adalah instrumen kebijakan pembangunan yang berisi kegiatan yang dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan bertujuan untuk mengetahui potensi sumber daya yang dimiliki Desa/Kelurahan dan kegiatan-kegiatan yang menyeluruh, lengkap, dan akurat.Data program pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan kabupaten/ kota untuk:

a. mensinergikan pelaksanaan pembangunan desa/kelurahan sesuai dengan kebutuhan Desa/Kelurahan;

b. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam mengelola program pembangunan Desa/Kelurahan; dan

(18)

d. Pelaksanaan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan dilakukan oleh Tim Pelaksana Pendataan. Tim Pelaksana Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Dinas/Badan/Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan

perangkat daerah Kabupaten/Kota terkait. Tim Pelaksana Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Tim Pelaksana Pendataan dalam melaksanakan pendataan program pembangunan Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan kepada Bupati/Walikota. Pendataan rencana program pembangunan Desa/Kelurahan berupa:

a. peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan; b. pengembangan lembaga ekonomi perdesaan;

c. peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa; d. peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa;

e.peningkatan peran perempuan di perdesaan; dan f. program lainnya yang dilaksanakan desa/kelurahan

Pendataan rencana program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a berupa:

a. pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakat perdesaan;

b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat; c. penyelenggaraan diseminasi bagi masyarakat desa; dan

d. kegiatan lainnya

Pendataan rencana program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b berupa:

a. pelatihan ketrampilan usaha budi daya tanaman;

b. pelatihan ketrampilan manajemen badan usaha milik desa; c. pelatihan ketrampilan usaha industri kerajinan;

d. pelatihan ketrampilan usaha pertanian dan peternakan;

e. fasilitasi permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah di perdesaan; f. fasilitasi kemitraan swasta dan usaha mikro kecil dan menengah di perdesaan; g. monitoring, evaluasi dan pelaporan;dan

h. kegiatan lainnya

2.3

Tinjauan Agropolitan

2.3.1 Definisi Konsep Agropolitan

(19)

konsep pembangunan kawasan agrolitan. sebelum membahas lebih jauh tentang kawasan agropolitan. terlebih dahulu kita bahas asal kata dan pengertian dari agropolitan. agropolitan berasal dari dua kata, yaitu agro berarti pertanian dan politan yaitu kota, sehingga pengertian agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang, mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. agribisnis adalah berbagai jenis kegiatan yang berkait dengan pertanian dari hulu hingga ke hilir, termasuk kegiatan penunjangnya sedangkan agropolitan adalah kawasan dimana kegiatan agribisnis tersebut berkembang. kawasan agropolitan merupakan kota pertanian mandiri, yang mencukupi sendiri semua kebutuhan agribisnis dalam kawasan yang bersangkutan pada skala terbatas.

Kehidupan masyarakatnya seperti di kota, meskipun terbatas dan dalam lingkungan agribisnis dengan kehidupan ekonomi yang bergairah. pada kawasan tersebut terdapat komoditas unggulan, yang dikembangkan dalam berbagai sentra kegiatan produksi, pengolahan, distribusi, dan usaha agribisnis, serta usaha penunjang lainnya, sehingga mendorong kawasan tersebut berkembang menjadi kawasan agropolitan. Pengembangan kawasan agropolitan sebaiknya berbasis pada peningkatan daya saing produk agribisnis unggulan yang dikembangkan dalam kegiatan agribisnis. perlu komitmen kuat pemerintah daerah untuk membangun fasilitas pendukung guna mempercepat berkembangnya kawasan agropolitan. pengembangan kawasan agropolitan sangat perlu bagi negara agraris seperti indonesia, guna mewujudkan kesejahteraan rakyat, mengatasi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi yang tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan perkotaan. melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian. melalui pendekatan sistem kawasan agropolitan, produk pertanian akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.

Pada konsep agropolitan, strategi pengembangan harus menciptakan perekonomian perdesaan yang mandiri dan hubungan yang minimal pada ekonomi metropolis. Strategi ini mengharuskan setiap daerah memiliki otonomi dan sumber daya yang cukup untuk

merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri.

Kunci keberhasilan pengembangan agropolitan adalah dengan memposisikan wilayah ini dalam suatu unit pemerintahan yang mempunyai otonomi sendiri dan mampu merencanakan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Pemerintah pusat lebih berperan untuk mendorong melalui dukungan material, keuangan, dan sumber daya teknis terhadap inisiatif pembangunan yang berasal dari daerah.

(20)

diperlukan untuk keberhasilan pengembangan agropolitan atau strategi untuk menafsirkan ide pembangunan perdesaan dipercepat dari konsep agropolitan adalah sebagai berikut:

1. mengubah daerah perdesaan dengan cara memperkenalkan gaya hidup kota (urbanism) yang telah disesuaikan pada lingkungan perdesaan tertentu. Ini berarti bahwa tidak lagi mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, dengan menanam modal di daerah perdesaan dan dengan demikian merubah tempat pemukiman yang sekarang ini untuk dijadikan suatu bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang. Atau dengan kata lain mentransformasikan fasilitas-fasilitas perkotaan ke pedesaan;

2. memperluas hubungan sosial pedesaan sampai ke luar batas-batas daerahnya, sehingga terbentuk ruang sosio ekonomi, dan politik yang lebih luas, atau agropolitan distrik (agropolitan district dapat disesuaikan untuk dipakai sebagai dasar satuan tempat pemukiman untuk kota-kota besar atau pusat kota-kota tertentu yang berada di sekitarnya dan yang selalu berkembang);

3. memperkecil keretakan sosial (social dislocation) dalam proses pembangunan, memelihara kesatuan keluarga, memperteguh rasa aman, dan memberikan kepuasan pribadi dalam sosial dalam membangun suatu masyarakat baru;

4. menstabilkan pendapatan antara masyarakat desa dengan kota melalui penambahan kesempatan kerja yang produktif dan khususnya mendukung kegiatan pertanian dengan kegiatan non pertanian di dalam lingkungan masyarakat yang sama;

5. memanfaatkan tenaga kerja secara efektif dan mengarahkan pada usaha pengembangan sumber-sumber daya alam secara luas di tiap agropolitan district, termasuk peningkatan hasil pertanian, proyek-proyek untuk memelihara dan mengendalikan air, pekerjaan umum di pedesaan, memperluas pemberian jasa-jasa untuk pedesaan dan industri yang berkaitan dengan pertanian;

6. merangkai agropolitan districts menjadi jaringan regional dengan cara membangun dan memperbaiki sarana hubungan agropolitan districts dan yang ke kota-kota besar, dan menempatkan pada daerah (regional) jasa-jasa tertentu dengan kegiatan-kegiatan penunjang yang dapat menbutuhkan tenaga kerja yang lebih besar daripada yang terdapat dalam satu district;

(21)

orang yang berkecimpung dalam pembangunan agropolitan dan memupuk rasa persatuan dari penduduk setempat dengan bagian masyarakat yang lebih besar; Untuk menyediakan sumber-sumber keuangan untuk membangun agropolitan dengan cara: 1) menanam kembali bagian terbesar dari tabungan setempat pada tiap-tiap district, 2) menerapkan sistem bekerja sebagai pengganti pajak bagi semua anggota masyarakat yang telah dewasa, 3) mengalihkan dana pembangunan dari pusat-pusat kota dan kawasan industri khusus untuk pembangunan agropolitan, dan 4) memperbaiki nilai tukar barang-barang yang merugikan antara petani dan penduduk kota agar lebih menguntungkan petani.

Petani atau masyarakat desa tidak perlu pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan sehari-hari. Pusat pelayanan diberikan pada tingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik budidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.

Besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan factor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi, peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian disekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran anatara lain berupa input produksi (bibit, pupuk, obat-obatan dan lain sebagainya), sarana penunjang (lembaga, perbankan, koperasi, listrik dan lain sebagainya) serta pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi dan lain sebagainya).

Kota agropolitan dapat merupakan kota menengah atau kota kecil atau kota kecamatan atau kota perdesaan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland dan atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas seperti usaha pertanian (on farm danoff farm), industri kecil, kepariwisataan, jasa pelayanan dan lain-lain.

Kawasan agropolitan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian (agribisnis)

(22)

hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan

 Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland/daerah-daerah sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat interdependensi/timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, model, teknologi, informasi pengolahan hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian.

 Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan di kota. Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan bila dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha dari komoditi unggulannya.

 Memiliki berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis, yaitu:

o Pasar, baik pasar untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, gudang tempat penyimpanan dan prosesing hasil pertanian sebelum dipasarkan;

o Lembaga keuangan sebagai sumber modal untuk kegiatan agribisnis;

o Memiliki kelembagaan petani yang dinamis dan terbuka terhadap perkembangan teknologi,

o Balai penyuluhan pertanian yang berfungsi sebagai klinik konsultasi agribisnis;

o Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan agropolitan;

o Jaringan jalan yang memadai dan aksesbilitas dengan daerah lainnya serta sarana irigasi yang kesemuanya untuk mendukung usaha pertanian yang efesien;

o Memiliki sarana dan prsarana kesejahteraan sosial yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi dan lain-lain;

(23)

Menurut Badrudin (1999) untuk mengurangi efek polarisasi maka konsep agropolitan disarankan memerlukan suatu pola pertumbuhan yang spesifik yaitu:

 dirancang untuk daerah pertumbuhan yang mempunyai luas relatif sempit untuk ukuran Indonesia yaitu pada sekitar kecamatan;

 adanya kemandirian dalam penyusunan dan penetapan perencanaan pembangunan di wilayah tersebut;

 terdapat pembagian yang jelas antara tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian;

 terdapat sumber daya di wilayah tersebut yang dapat dikembangkan untuk kegiatan sektor industri;

 ketersediaan teknologi lokal serta kemungkinan pemanfaatannya.

Kendala yang ditemui dalam pengembangan konsep ini diantaranya adalah tidak meratanya potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah, akibatnya ada daerah yang berkembang lebih pesat dibanding daerah sekitarnya, sehingga kota yang kurang beruntung tersebut akan berperan sebagai daerah pendukung. Kondisi tersebut membawa konsekuensi adanya perbedaan peran dan fungsi dari kota.

Menurut Wibisono, et.al. (1993) bahwa potensi yang dimiliki oleh suatu kota akan berkait erat dengan fungsi dari kota tersebut. Apakah kota akan menjadi pusat petumbuhan wilayah ataukah hanya sebagai hinterland. Kota akan menjadi pusat pertumbuhan disebabkan dua macam proses yang dialaminya.

Proses formal, peran suatu kota sebagai pusat pertumbuhan akibat dari struktur adminitrasi wilayah.

Proses alamiah, munculnya kota tersebut menjadi pusat pertumbuhan karena pelayanan komersial yang telah diberikannya, hubungan ini dengan pertimbangan efisiensi ekonomi. Kota yang mempunyai efisiensi ekonomi yang lebih baik akan berkembang menjai pusat pertumbuhan wilayah.

2.3.2 Syarat Lokalitas Agropolitan

Pembangunan agropolitan merupakan wilayah terpadu melalui pembangunan sektor pertanian primer dalam arti luas (pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, kehutanan) pemasaran dan sektor jasa penunjang dalam satu kelompok pembangunan. Pengembangan agropolitan bukanlah membangun kota-kota baru di wilayah pertanian, melainkan menjadikan kota di wilayah pertanian pedesaan secara keseluruhan. Pengembangan agropolitan juga bukan menggantikan budaya agraris dengan budaya industri, melainkan memodernisasikan budaya agraris menjadi budaya industri.

(24)

a) Suatu hamparan lahan pertanian (satu desa atau beberapa desa dalam bentuk klutser) dengan luas 1000–1500 Ha, memiliki kesamaan agroekosistem dengan jenis komoditas unggulan tertentu yang sudah berkembang atau yang akan dikembangkan.

b) Memiliki usahatani individu, teorganisir dalam kelompok-kelompok tanaman sehamparan.

c) Memiliki usaha kelompok/koperasi yang bergerak dalam pengadaan bibit pupuk, dan mesin pertanian, usaha grading dan standarisasi, serta usaha packaging dan sortasi. d) Memiliki sistem kelembagaan dan organisasi kerjasama sehamparan dalam sistem

pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta sistem manajemen mutu. e) Memiliki kelembagaan dan sistem penyuluhan agribisnis.

f) Memiliki lembaga keuangan mikro, dan atau jaringan ke perbankan. g) Memiliki sumber teknologi dan jaringan informasi pasar.

Referensi

Dokumen terkait

Deli Serdang sebagai penelitian yang berkaitan dengan diversifikasi okupasi dan strategi peningkatan status sosial ekonomi Pegawai Negri Sipil di Desa Tandem Hilir II Kec..

Desa guna meningkatkan SDM. Pemberian keterampilan dan keahlian pada masyarakat. Rencana Pembangunan Dusun Bobok Tempel. Program pembangunan yang dilakukan di Dusun Bobok

PERENCANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIVIDUAL KULIAH KERJA NYATA REGULER UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN. Periode Ke-61 Tahun

Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi6. dan memberikan pertolongan pertama

Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004