• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 dan 2 proposal penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 1 dan 2 proposal penelitian"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih dari 90% usaha peternakan domba di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat dengan skala usaha kepemilikan 2-5 ekor (Sodiq dan Abidin, 2002). Pada masa mendatang, diharapkan pergeseran skala tipe usaha peternakan rakyat kearah industri peternakan yang lebih besar skala kepemilikan dombanya.

Daging merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan gizi berupa protein hewani, namun penyediaan daging belum mencukupi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah laju pertumbuhan perkembangan populasi domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk. Daging domba seperti halnya daging ayam, dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, berbeda halnya dengan daging sapi (Sudarmono dan Sugeng, 2003). Hal ini diketahui bahwa laju permintaan daging domba meningkat rata-rata 2,7% per tahun, tetapi tidak diikuti dengan ketersediaan ternak domba dalam negri (Mulyono dan Sarwono, 2004).

Kemampuan produksi ternak domba di Indonesia dapat tingkatkan bila tata cara pemeliharaan secara ekstensif diubah ke semiintensif atau intensif ( Mulyono dan Sarwono, 2004). Bila ditinjau dari aspek produksi, domba lokal mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang beriklim tropis termasuk pakan yang sangat jelek (Sodiq dan Abidi, 2003). Usaha penggemukan domba akan berhasil jika manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan sehingga akan diperoleh petambahan berat badan harian yang optimal.

(2)

Dengan melihat permintaaan akan konsumsi daging yang terus meningkat maka ini merupakan salah satu motivasi untuk terjun kedunia peternakan, tetapi jika melihat akan jumlah lahan pertanian dan lahan peternakan semakin tidak memungkinkan lagi terdapatnya kawasan berumput sebagai sumber hijauan bagi hewan ternak ruminansia. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah membuat pakan ternak yang berasal dari sumber hijauan dengan bahan lain ( ransum komplit/ complete feed) yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Pakan tersebut dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah industri pertanian, diantaranya yaitu limbah perkebunan sagu. Dari limbah tersebut yang dapat dimanfaatkan adalah Ampas Sagu. Fermentasi ampas Sagu (limbah sagu) pun dapat juga sebagai pakan ternak. Limbah sumber serat dari sagu dapat digunakan sebagai komponen pakan ternak bila disertai beberapa perlakuan untuk menaikkan kecernaan dan konsumsi oleh ternak, dan/atau suplementasi dengan bahan lain untuk menyeimbangkan ketersediaan zat-zat makanan di dalam rumen maupun untuk tujuan produksi.

Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas (>700.000 ha). Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu (McClatchey et al. 2006).

Ampas sagu merupakan limbah produksi industri sagu, mempunyai peluang dan potensi untuk digunakan sebagai salah satu alternatif sumber bahan pakan berserat, karena mempunyai kandungan bahan organik tinggi yang sangat potensial sebagai sumber energi. Namun demikian, sampai saat ini ampas sagu dikenal sebagai pakan berserat yang berkualitas rendah. Fermentasi merupakan salah satu upaya dalam peningkatan kualitas bahan pakan yang telah banyak dilakukan. Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan starter mikroorganisme (kapang atau bakteri) yang sesuai dengan substrat dan tujuan proses fermentasi.

(3)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk Mengetahui tingkat kelayakan produksi dan biaya produksi Domba Lokal Jantan terhadap pemberian pakan komplit fermentasi berbahan dasar Ampas Sagu.

1.3 Hipotesis Penelitian

H0 = Pemberian Pakan Komplit Fermentasi berbahan dasar Ampas Sagu sebagai pakan tidak layak terhadap kelayakan produksi dan biaya produksi.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Daging Di Indonesia

Dengan perkembangan populasi ternak potong yang relatif masih rendah tersebut, maka jumlah produksi daging yang dapat diproduksi dari dalam negeri juga sangat terbatas. Pada tahun 2004 produksi daging hanya meningkat 7,9% dari tahun 2003, yaitu dari 1,9 juta ton menjadi 2,0 juta ton dan pada tahun 2005 sedikit meningkat menjadi 2,1 juta ton. Peningkatan produksi daging berasal dari daging sapi, kambing, babi dan daging ayam (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Produksi Daging (ribu ton)

No Jenis 2003 2004 2005*)

1 Sapi 369,7 447,6 463,8

2 Kerbau 40,6 40,2 40,8

3 Kambing 63,9 57,1 58,9

4 Domba 80,6 66,1 66,5

5 Babi 177,1 194,7 198,2

6 Kuda 1,6 1,6 1,7

7 Ayam Buras 298,5 296,4 310,0

8 Ayam Ras Petelur 48,2 48,4 51,2

9 Ayam Ras Pedaging 771,1 846,1 883,4

10 Itik 21,3 22,2 38,7

Jumlah 1.872,6 2.020,4 2.113,2

Sumber : Statistik Pertanian 2004 Keterangan : *) Angka Sementara

2.2 Deskripsi Domba

(5)

tandanya sangat beragam, bulunya kasar dan agak panjang, telinganya kecil dan pendek, domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk dan ekornya kecil dan pendek (Cahyono, 1998).

2.3 Nutrisi Pakan Dan Kebutuhan Nutrisi Pada Domba

Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk hewan yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (Hartadi Etal., 2005;Purbowati Et Al., 2008).

Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba

BB BK

ENERGI PROTEIN

Ca P

ME TDN Total DD

(Kg) (Kg) (%BB) (Mcal) (Kg) (g) (g) (g)

5 0,14 0,6 0,61 51 41 1,91 1,4

10 0,25 2,5 1,01 1,28 81 68 2,3 1,6

15 0,36 2,4 1,37 0,38 115 92 2,8 1,9

20 0,51 2,6 1,8 0,5 150 120 3,4 2,3

25 0,62 2,5 1,91 0,53 160 128 4,1 2,8

30 0,81 2,7 2,44 0,67 204 163 4,8 2,3

Sumber : NRC (1995)

2.4 Biaya Produksi/Total Cost

(6)

atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi ayam pedaging yang diusahakan. Semakin banyak ayam semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total (Rasyaf, 1995).

Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.

2.5 Pendapatan/Total Revenue

Pendapatan adalah jumlah nilai yang diterima dan diperoleh dari hasil usaha. Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990).

Nuraini (2003) mengatakan, besarnya pendapatan total akan tergantung kepada banyaknya penjualan produk atau jasa. Dengan demikian maka besarnya penerimaan pendapatan akan tergantung kepada dua variabel, yaitu variabel harga dan variabel jumlah yang dijual.

2.6 Analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha ditentukan dengan menggunakan konsep Benefit Cost Ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (Output) dengan total biaya (Input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

(7)

setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran.

B/C Ratio > 1 : Layak B/C Ratio = 1 : Impas B/C Ratio < 1 : Tidak layak

B/C-Ratio = T o t a l h a s il p r o duk s i(p e n d a p a t a n) T o t al b i a y a p r o duk s i(pengeluaran)

2.7 Analisa Laba-Rugi

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen et al., 2006).

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Ket : K = Keuntungan Total Revenue = Total penerimaan Total Cost = Total pengeluaran

(8)

pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir et al, 2005).

2.8 Ampas Sagu

Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan sumber daya hayati pertanian, baik jenis maupun jumlah yang sangat melimpah. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sagu. Indonesia merupakan negara utama penghasil sagu di dunia. Indonesia memiliki hutan sagu liar yang luas (>700.000 ha). Beberapa daerah penghasil sagu, di antaranya Irian Jaya terdapat sekitar 6 juta dan daerah Pidie di pantai timur Aceh memiliki 2012 ha lahan untuk produksi sagu dengan kapasitas produksi 527 ton sagu (McClatchey et al. 2006).

Ampas sagu dapat dijadikan sebagai pakan ternak sumber energi karena kandungan BETNnya cukup tinggi yaitu 70,35%, namun kurang baik untuk dipakai sebagai pakan tunggal karena ampas sagu berdasarkan bahan kering mengandung protein kasar rendah yaitu 3,15% oleh karena itu diperlukan penambahan pakan sumber protein seperti ampas tahu yang mengandung protein kasar sebesar 27,55% (Nuraini dkk, 2009).

Ampas mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada ampas sagu. Kiat (2006),

2.9 Dedak

(9)

Tabel 3. Kandungan nilai nutrisi dedak padi

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Berat kering 89,6

Protein kasar 13,8

Lemak kasar 7,2

Serat kasar 8

TDN 67

Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

2.10 Bungkil Kelapa

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk jenis tanaman palma yang memiliki multi fungsi karena hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Tanaman ini banyak dijumpai di Indonesia yang merupakan penghasil kopra terbesar kedua di dunia, sesudah Phillipina. Usaha budi daya tanaman kelapa melalui perkebunan terutama dilakukan untuk memproduksi minyak kelapa yang berasal dari daging buahnya dengan hasil samping berupa ampas kelapa (Miskiah, 2006).

Pada proses pembuatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), daging kelapa segar yang telah diparut kemudian dikeringkan dan dipres hingga minyaknya terpisah. Hasil samping dari proses pembuatan minyak kelapa murni ini adalah ampas kelapa. Ampas kelapa hasil samping pembuatan minyak kelapa murni masih memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan ampas kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi pakan ternak. Protein kasar yang terkandung pada ampas kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan ampas kelapa sebagai bahan pakan pedet (calf), terutama untuk menstimulasi rumen (Miskiah, 2006). Hasil analisis proksimat terhadap bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Bungkil Kelapa (dalam bahan kering).

Komposisi Kadar (%)

Protein kasar 21,6

Serat Kasar 12,10

Lemak kasar 10,20

Abu 6,40

(10)

Sumber : Wahyuni (2008).

2.11 Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Wahyu (1992), kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Zat Nutrisi Bungkil Kedelai

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) 48

Lemak Kasar (%) 0,51

Serat Kasar (%) 0,41

Kalsium (%) 0,41

Posfor (%) 0,67

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2290 Sumber: Scott (1982).

2.12 Kulit Ari Kedelai

Kulit ari kacang kedelai (ampas tempe) mempunyai kandungan zat nutrisi cukup tinggi yaitu mengandung protein 11,45-12,44%, serat kasar 34,74-42,29%, lemak kasar 2,67-4,03% dalam bahan kering. Selain itu mengandung asam amino metionin sebesar 0,4% dan lisin 0,2%. Kandungan proteinnya hampir sama dengan dedak padi, tetapi serat kasarnya cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor pembatas untuk menggunakan kulit ari kedelai dalam jumlah besar (Suci dan Sumiati, 1995). Lebih lanjut Wiryani (1991) menyatakan hasil analisis kulit ari kacang kedelai berdasarkan bahan kering terdiri dari protein 11,58%, lemak 2,10%, serat kasar 50,80% dan abu 2,61%.

2.13 Urea

(11)

konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea bila diberikan kepada ruminansia akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein bagi ternak, karena dapat membantu kerja mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984). Urea sebagai pakan ternak berfungi sebagai sumber NPN (Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehigga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentrasinya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan. Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 g untuk setiap bobot badan 100Kg ternak (Basri, 1990).

2.14 Mollases

Molases merupakan hasil samping pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasa, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996).

Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 – 60 persen sebagai gula) dan sangat disukai oleh ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak, sedangkan kelemahannya ialah apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan diare. (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. kandungan nilai gizi molases (dalam Bahan kering).

Kandungan Nilai Gizi (%)

Protein Kasar 3,94

Serat Kasar 0,40

Lemak Kasar 0,30

Abu 11,00

BETN 84,40

(12)

2.15 NaCL

Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan mengakibatkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivore daripada hewan lainnya. Menurut Parakkasi (1995), kebutuhan domba akan garam sebanyak 9% dalam pakan.

2.16 Mineral

Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses biologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pemebntukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel (Setiadi dan Inouno, 1991).

Tabel 7. Kebutuhan mineral esensial pada domba

Nutrien Kebutuhan Level Maksimum

Mineral Makro % BK % BK

Kalsiam (Ca) 0,20-0,80

-Fosfor (P) 0,16-0,36

-Kalium (K) 0,50-0,80

-Natrium (Na) 0,09-0,18

-Khlor (Cl) 0,16

-Sulfur (S) 0,14-0,26

-Magnesium (Mg) 0,12-0,18

-Mineral Mikro Ppm/Kg BK Ppm/Kg BK

Seng (Zn) 30-40 750

Besi (Fe) 30-50 500

Tembaga (Cu) 07-11 25

Mangan (Mn) 20-40 1000

Mineral Langka Ppm/Kg BK Ppm/Kg BK

Iodium (I) 0,10-0,80 50

Kobalt (Co) 0,10-0,20 10

Molibdenum (Mo) 0,50 10

Selenium (Se) 0,10-0,20 2

Sumber : NRC (1985)

(13)

Saus Burger Pakan (SBP) merupakan sebuah produk yang mengandung multi-mikroba seperti mikroba asam laktat dan mikroba baik lainnya serta asam asam bahan bahan alami yang memberikan zat-za untuk pertumbuhan dan kesehatan. Pemaka penyiraman, penyemprotan pada pakan at minuman ternak. Untuk pakan ternak rumin domba, “Saus Burger Pakan” pakan dapat d (jerami, rumput, tebon, jagung) sebaga digunakan dedak padi, pollard, tepung j kedelai, atau sejenisnya.

2.18 Probion

Probion adalah bahan pakan aditif ternak yang dapat digunakan secara langsung sebagai campuran pakan konsentrat atau untuk meningkatkan kualitas pakan melalui proses fermentasi. Probion merupakan konsorsia mikroba dari rumen ternak ruminansia yang diperkaya dengan mineral esensial untuk pertumbuhan mikroba tersebut. Bentuk fisik Probion adalah berupa serbuk sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Penggunaan Probion sebagai campuran pakan konsentrat sebanyak 0,3%, atau digunakan dalam proses fermentasi pakan dengan takaran 3 kg probion dan 3 kg urea untuk setiap satu ton pakan berserat (Haryanto, 2001).

2.19 EM-4

(14)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Kebun percobaan (Field Lab) jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang berlokasi di Desa Rukoh Darussalam Banda Aceh dari Bulan Desember sampai Februari.

3.2 Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor Domba Lokal Jantan.

3.3 Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat pemberian ransum, tempat pemberian air minum, timbangan, terpal tempat mengaduk ransum, kandang individu, lampu, label kandang, ember, buku catatan.

3.4 Bahan-Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 4 ekor Domba Lokal Jantan. pakan komplit fermentasi berbahan dasar ampas sagu dan Air.

3.5 Metode Penelitian Tabel 8. rancangan penelitian

Ulangan P0

(Kontrol)

P1 (0,3%)

P2 (0,6%)

P3 (0,9%)

1 1 1 1 1

2 1 1 1 1

3 1 1 1 1

4 1 1 1 1

(15)

P1 = perlakuan 0,3% SBP P2 = perlakuan 0,6% probion P3 = perlakuan 0.9% EM-4

Tabel 9. Susunan Ransum Penelitian Pemberian Pakan Fermentasi berbasis Ampas Sagu Pada Ternak Domba Lokal Jantan

No Bahan

Bahan Pakan

Ransum (%) F0

(Kontrol)

F1(SBP) F2(Probion) F3(EM-4)

1. Ampas sagu 40 40 40 40

2. Dedak Kasar 18,5 18,2 18,2 18,2

3. Bungkil Kelapa 18 18 18 18

4. Roti Kering 2,5 2,5 2,5 2,5

5. Bungkil Kedelai 8 8 8 8

6. Kulit Ari Kedelai 8 8 8 8

7. Urea 2 2 2 2

8. Molases 1,5 1,5 1,5 1,5

9. NaCl 0,5 0,5 0,5 0,5

10. Mineral* 1 1 1 1

11. Bahan

Fermentasi** 0 0,3 0,3 0,3

TOTAL 100 100 100 100

3.6 Prosedur Penelitian

Proses Fermentasi Pakan Komplit

(16)

bila diperlukan menambahkan air kembali, sehingga kandungan air mencapai 60%. Takarannya jika dipegang/dikepal bahan pakan basah di tangan, tapi air tidak menetes. Kemudian masukkan bahan pakan ternak tersebut dalam silo, atau tempat lainnya, ditekan agar padat, tidak ada udara(anaerob). Kemudian ditutup rapat selama 3 minggu.

Perlakuan pada Domba Lokal Jantan

Masing masing Domba ditempatkan dalam kandang individu yang berlokasi di Kebun percobaan (Field Lab) jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang berlokasi di Desa Rukoh Darussalam. Semua hewan coba terlebih dahulu di adaptasikan selama satu minggu. Selama masa adaptasi Domba di beri pakan dan air minum diberikan secara adlibitum. Setelah masa adaptasi Domba tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan.

3.7 Parameter yang Diamati 3.7.1 Biaya produksi

Biaya produksi dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya faktor-faktor produksi yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari tempat pakan dan tempat air minum, lampu, terpal, kandang,label kandang, ember. Sedangkan biaya tidak tetap terdiri dari biaya pembelian Domba, pengeluaran untuk pembelian bahan-bahan pakan, vitamin, obat-obatan dan lain sebagainya .

3.7.2 Nilai Pendapatan

Nilai pendapatan diperoleh dari hasil Produksi. Nilai pendapatan merupakan penerimaan kotor yang diperoleh dari perkalian antara hasil produksi ayam potong yang dihasilkan dengan harga yang berlaku.

3.7.3 Keuntungan

(17)

3.8 Alur Penelitian

3.9 Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat keuntungan pemeliharaan Domba dengan pemberian fermentasi pakan komplit berbahan dasar ampas sagu dari masing-masing perlakuan.

Minggu ke 12(Panen dan persiapan sampel

Pemeliharaan dan Perlakuan

Analisi Data

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Daging (ribu ton)
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba
Tabel 5. Kandungan Zat Nutrisi Bungkil Kedelai
Tabel 6. kandungan nilai gizi molases (dalam Bahan kering).
+4

Referensi

Dokumen terkait

future work orientation of class XI at Senior High School 6 Bandung on Academic Year 2015/2016 determined by school connectedness which perceived by student of 22,3%. This

Sementara sesekali sakit punggung atau leher sakit bukanlah alasan untuk alarm, jika rutin terjadi rasa sakit atau ketidaknyamanan diabaikan, kerusakan fisiologis

barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun persediaan

memperbaharui pelan-pelan perancangan semasa dalam jangka masa yang singkat terutamanya yang melibatkan KSAS. Walaupun penentuan KSAS dijalankan, ianya dimasukkan

There are five types of imagery speech encountered in the Song of Songs which are visual imagery, auditory imagery, gustatory imagery, olfactory imagery, and tactile imagery.

Dari enam faktor yang diteliti (sistem manajemen lingkungan, kinerja.. lingkungan, ukuran perusahaan, tipe industri, return on asset, dan leverage ), terbukti sistem

Disentrifus dengan kecepatan 1900 rpm selama 10 menit Diambil serumnya sebanyak 25 µl dan diteteskan ke dalam lubang microtitration plate 96.. Ditambahkan larutan PBS dan SDMS

Pada akhir siklus kedua hasil tes menunjukkan bahwa 27 mahasiswa atau sebanyak 90% mahasiswa sudah kompeten, sedangkan tiga mahasiswa lagi atau sebanyak 10%