• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 AKSESIBILITAS TAMAN-TAMAN KOTA DI MALANG BAGI PENYANDANG DISABILITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 1 AKSESIBILITAS TAMAN-TAMAN KOTA DI MALANG BAGI PENYANDANG DISABILITAS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Ruang terbuka hijau dan taman kota

Pada saat ini, perkembangan perekonomian mengakibatkan Kota-kota besar di Indonesia bersaing dan berusaha tumbuh menjadi kota yang lebih moderen dengan membangun banyak bangunan tinggi (High-rise building). Salah satu permasalahan yang muncul dari perkembangan kota adalah berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH) dimana sebenarnya ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan sebuah kota besar sesuai dengan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun kenyataannya, pembangunan kota lebih terfokus pada bidang perekonomian ataupun pemukiman. Ruang terbuka hijau disini bisa berbentuk hutan kota atau taman kota.

Pengertian dan definisi hutan kota sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2: Hutan kota sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan taman kota menurut Laurie (1986) adalah sebuah tanah yang berpagar atau memiliki pembatas yang digunakan untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan dan kenyamanan. Kota sendiri merupakan kawasan pemukiman yang didominasi oleh kumpulan rumah-rumah yang terdapat pada tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas umum yang berfungsi sebagai sarana yang mewadahi kebutuhan masyarakat didalamnya secara mandiri (wikipedia). Maka dari itu, dapat diartikan bahwa taman kota adalah sebidang tanah yang berada di dalam sebuah kota yang diperuntukan bagi penghijauan lingkungan sehingga menciptakan kota yang layak huni dan merupakan fasilitas yang diperuntukan untuk masyarakat kota tersebut.

Fungsi dari ruang terbuka yang di dalamnya termasuk taman kota menurut Hakim (1993) memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan ekologi. Fungsi sosial yang dimaksud antara lain: Sebagai tempat bermain, berolahraga, interaksi sosial atau sekedar bersantai mendapatkan udara segar; Fungsi ekologi yang dimaksud antara lain: Penyerap air hujan sekaligus penanggulangan banjir, memperbaiki kualitas udara perkotaan, dan lain-lain. Jika dilihat dari dua fungsi ruang terbuka hijau itu, maka untuk ruang terbuka dengan fungsi sosial haruslah memiliki aksesibilitas yang baik agar dapat dinikmati semua kalangan masyarakat termasuk penyandang disabilitas.

(2)

1.1.2 Taman kota di Malang

Media Online “SOROTNEWS” pada tanggal 23 Juni 2012 (Lampiran 1) pernah membahas tentang ruang terbuka hijau di Kota Malang yang masih belum sesuai standar yaitu 30% dari luas kota sesuai dengan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rata-rata ketersediaan ruang terbuka hijau di kota-kota Indonesia berkisar antara 10-11% dari luas kabupaten/kota. Mengacu pada Masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang (2012), Jumlah RTH di Kota Malang masih 18,14% dari luasan Kota Malang, dari data tersebut dapat dilihat bahwa Kota Malang kekurangan ruang terbuka hijau yang seharusnya 30% dari luasan kota. Walikota Malang bekerjasama dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang akhir-akhir ini mulai memperhatikan ruang terbuka hijau di dalam kota. Banyak tanah kosong yang sebelumnya tidak diperhatikan atau berupa ruang terbuka hijau dirubah menjadi taman kota. Selain bertujuan sebagai sarana rekreasi baru di Kota Malang yang dapat dinikmati secara gratis sekaligus penambah luasan ruang terbuka hijau di Malang.

Jenis-jenis RTH di Kota Malang antara lain: hutan kota, taman, makam, lapangan, jalur hijau jalan seperti median dan boulevard jalan, sempadan sungai, sempadan REL KA dan sempadan SUTT (area di sekitar pengantar listrik jenis SUTET). Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Kondisi eksisting luasan ruang terbuka hijau di Kota Malang menurut data Masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang (2012), dari delapan jenis ruang terbuka seperti yang dijelaskan diatas, taman di Kota Malang hanya 175,49 Ha atau 1,82%. Hasil rekapitulasi dari jenis dan luasan RTH di Kota Malang dapat dilihat pada lampiran. (Lampiran 2).

1.1.3 Program P2KH dan Program CSR di Kota Malang

(3)

merupakan salah satu kota yang mengikuti Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dimana program ini bertujuan untuk menambah RTH di tiap kota menjadi 30% dari luas kota/kabupaten (Undang-Undang No.26 Tahun 2007). Sampai saat ini hanya 26 kota yang mengikuti Program dari Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurut data yang diperoleh dari Masterplan RTH Kota Malang (2012), Kota Malang membutuhkan RTH seluas 3.329,13 Ha. Perhitungan tersebut didapat dari beberapa kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk, kebutuhan oksigen, dan kebutuhan air ditiap-tiap wilayah. Wilayah yang dimaksud antara lain: Malang Barat, Malang Tengah, Malang Timur, Malang Timur Laut, Malang Tenggara, dan Malang Utara. Untuk pengembangan RTH di Kota Malang sendiri, diarahkan pada kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan sosial dan budaya. Upaya tersebut dimaksudkan untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan.

Seperti yang telah diterangkan pada Masterplan RTH Kota Malang (2012) BAB IV tentang Rencana Pembangunan RTH Kota Malang, Pemerintah Kota Malang berencana menyediakan dan memanfaatkan RTH di Kawasan Kota Malang seperti berikut: Pengembangan Taman Anggrek di Kedungkandang yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana; Pengembangan Taman Pintar di kawasan perumahan Dieng, Araya, dan Permata Jingga; Pengembangan Taman Teknologi di Alun-alun Merdeka, Alun-alun Tugu, Velodrom yang dilengkapi dengan fasilitas gazebo dan shelter; Rehabilitasi kawasan taman sebagai pendukung monumen kota, dan lain-lain (Lampiran 3).

(4)

pembangunan Taman Merjosari tersebut dilakukan secara bertahap dan dimulai tahun 2012 membangun seluas 5000m2 dari total 29.012m2. Lahan tersebut memanfaatkan lahan aset Pemkot Malang di Jalan Mertojoyo Selatan, Kel.Merjosari, Kec.Lowokwaru tepatnya di depan Pasar Dinoyo (Lampiran 4).

Untuk konsep pengembangan bentuk ruang terbuka hijau berupa taman kota, Kota Malang menggunakan konsep kenyamanan lingkungan kota. Taman kota diharapkan mampu untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk Kota Malang, yang tentu saja harus memiliki nilai kebersihan, keindahan, kenyamanan dan dapat digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga. Sebuah taman kota juga harus memiliki ruang aktif dan ruang pasif. Ruang aktif digunakan sebagai tempat olahraga, bermain dan rekreasi dan ruang pasif digunakan untuk landscape atau tempat penataan tanaman, Seperti contohnya: Taman Merjosari, Taman Merbabu dan Alun-alun Merdeka bisa dikategorikan sebagai taman dengan konsep seperti pada penjelasan di atas. Salah satu indikasi taman dengan konsep kenyamanan lingkungan kota adalah taman tersebut dapat/mudah dimanfaatkan oleh semua jenis masyarakat tidak dibatasi oleh usia dan kemampuan, sehingga banyak masyarakat melakukan kegiatan/beraktifitas di dalamnya, karena itu pembangunan taman kota haruslah dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat termasuk di dalamnya penyandang disabilitas.

1.1.4 Kota Malang sebagai Kota Inklusif

Di bidang penataan kota, Kota Malang saat ini memiliki beberapa program baru yang berbeda dari kepemimpinan walikota terdahulu, mulai penataan ruang terbuka hijau yang difungsikan sebagai tempat rekreasi dan perbaikan trotoar jalan agar berstandarkan aksesibilitas. Selain itu, di bidang sosial Kota Malang saat ini memiliki program jangka panjang berupa rencana Kota Malang untuk menjadi “Kota inklusif” pada tahun 2015, hal ini diutarakan oleh Fadillah Putra anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Kota Malang kepada wartawan media online “SOLIDER” ketika mengikuti workshop di Ruang Sidang Balai Kota Malang pada 21 November 2014.

(5)

memperbaiki jalur pejalan kaki di jalur-jalur utama di dalam kota dengan cara mengganti material trotoar dan penambahan material untuk membantu tunanetra berjalan. Beberapa taman kota di Malang seperti Taman Merbabu di Jalan Merbabu dirancang untuk dapat dinikmati kaum penyandang disabilitas khususnya tunadaksa. Taman tersebut dapat diakses secara mandiri dengan meminimkan kemungkinan meminta bantuan orang lain karena pembangunan tersebut memperhatikan split level

lantai.

Berdasarkan dua isu tersebut, maka dapat dipahami bahwa taman kota dengan standar aksesibilitas sangatlah penting dan merupakan salah satu dari solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ruang terbuka hijau dan kurangnya fasilitas umum dengan standar aksesibilitas bagi kaum difabel. Saat ini kondisi beberapa taman aktif di Kota Malang masih kurang menerapkan standar aksesibilitas, hal ini dapat diamati di Alun-alun Tugu depan Balai Kota dan Taman Trunojoyo utara di depan Stasiun Kota Baru. Pada taman tersebut dapat di lihat ketersediaan ramp yang kurang dan perbedaan ketinggian (split level) dari jalan menuju kedalam taman.

Menurut Harris & Dines (1998), fasilitas umum yang ramah harus menerapkan aksesibilitas pada tempat parkir, tempat bermain, taman dan fasilitas publik pada umumnya. Banyak dari kaum disabilitas yang tidak dapat menggunakan ruang terbuka karena memiliki penghalang, penghalang yang dimaksud seperti: Permukaan tanah atau material lantai yang susah digunakan oleh pengguna kursi roda, kurangnya pegangan

(handrails) dan ramp pada setiap tanjakan dan peletakan tempat sampah yang susah dijangkau kaum disabilitas. Menurut Story (2001) standar aksesibilitas haruslah memiliki prinsip-prinsip seperti: bisa diakses oleh semua jenis pengguna; fleksibel dan mudah digunakan; Ukuran ruang yang sesuai sehingga mengurangi usaha fisik, dan lain-lain. Prinsip tersebut juga serupa dengan isi PERMEN PU No.30/PRT/M/2006, pada peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa asas fasilitas dan aksesibilitas ada empat, yaitu: asas keselamatan, asas kemudahan, asas kegunaan dan asas kemandirian. PERMEN PU No.30/PRT/M/2006 juga merupakan peraturan yang mengharuskan setiap gedung, termasuk ruang terbuka dan penghijauan yang dikunjungi dan digunakan oleh masyarakat haruslah memiliki standar aksesibilitas. Penerapan prinsip standar aksesibilitas tersebut pada: Ukuran dasar ruang, jalur pedestrian, area parkir, pintu,

ramp, toilet, dan lain-lain.

(6)

Difabel merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris yaitu “diffable” dan dipermudah pengucapannya menjadi “difabel” yang merupakan kependekan dari

differently able atau yang juga sering disebut sebagai different ability. Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat, difabel dibedakan menjadi 3 macam, antara lain :

a. Difabel fisik b. Difabel mental

c. Difabel ganda, memiliki difabel fisik dan difabel mental

Menurut Kepala Bidang Rehabilitasi Disabilitas Dinas Sosial Kota Malang, data terakhir tahun 2013 jumlah penyandang disabilitas di Kota Malang menurut jenis kecacatannya: Tunanetra 21 orang, tunarungu-wicara (RUWI) 36 orang, tunagrahita 73 orang, dan tunadaksa 120 orang. Menurut data dinsos, kaum difabel usia dibawah 17 tahun berjumlah 46 anak dan 486 anak merupakan anak didik dalam panti di Kota Malang, data tersebut bukan yang terbaru karena masih dalam tahap pengolahan data.

Menurut PERDA No.2 Tahun 2014 tentang disabilitas, ruang lingkup perlindungan penyandang disabilitas meliputi: Kesamaan kesempatan, Aksesibilitas, Rehabilitasi, Pemeliharaan taraf kesejahteraan dan perlindungan khusus. Taman kota menjadi objek yang tepat ketika membahas tentang ruang terbuka hijau yang bersifat publik. Jika dikaitkan dengan isu Kota Malang sebagai Kota Inklusif yang berarti fasilitas umum (termasuk didalamnya taman kota) harus berstandar aksesibilitas. Selain itu pemanfaatan open space juga sering digunakan sebagai media terapi atau penyembuhan yang dikenal dengan istilah therapeutic garden. Namun kenyataannya menurut Anggota DPRD Koordinator Pokja Sosial dan Politik Kota Malang ketika di wawancarai media online “SOLIDER” tanggal 21 November 2014, pelayanan publik yang ramah bagi penyandang disabilitas hanya memenuhi 1% dari total kebutuhan penyandang disabilitas di Kota Malang dan diharapkan setidaknya Kota Malang memiliki 30% fasilitas umum yang aksesibel. Maka dari itu, taman-taman kota yang sudah ada perlu dievaluasi atau diteliti sejauh mana fasilitas umum tersebut dapat dinikmati oleh semua golongan usia dengan perbedaan kemampuan yang dimiliki, termasuk didalamnya standar aksesibilitas bagi kaum difabel untuk merealisasikan Kota Malang sebagai Kota Inklusif pada 2015.

(7)

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka permasalahan yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Saat ini luasan ruang terbuka hijau di Kota Malang belum mencapai standar minimal 30% dari total luasan kota, namun telah ada rencana penambahan ruang terbuka hijau di Kota Malang.

b. Mayoritas fasilitas umum termasuk taman kota belum memenuhi standar aksesibilitas dan hanya 1% yang sudah memenuhi, sementara peraturan pemerintah mengharuskan minimal 30% dari total fasilitas umum yang ada harus menerapkan standar aksesibilitas, apalagi Kota Malang berencana menjadi kota inklusif pada tahun 2015.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah sebelumnya, dapat disimpulkan rumusan masalah dari kajian ini adalah : Bagaimana aksesibilitas taman-taman kota di Malang untuk penyandang disabilitas?

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Lokasi kajian penelitian adalah taman-taman kota aktif yang pembangunannya menggunakan proyek Coorporate Social Responsibility (CSR) dan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di Kota Malang.

b. Kajian aksesibilitas melingkupi semua elemen pembatas dan pengisi taman,berupa: Massa bangunan, ruang terbuka, furniture taman, sirkulasi di dalam dan terluar tiap taman kota.

c. Pemilihan subjek penelitian dibatasi pada penyandang disabilitas fisik (tunadaksa, tunanetra, dan tunarungu-wicara).

d. Acuan standar aksesibilitas untuk penelitian ini menggunakan standar aksesibilitas bagi tunadaksa dan tunanetra berdasarkan PERMEN PU No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan yang dilengkapi dengan standar aksesibilitas dari beberapa text-book.

(8)

Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui aksesibilitas di taman-taman Kota Malang untuk dapat dimanfaatkan oleh penyandang disabilitas.

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:

a. Bagi peneliti

Untuk mengetahui kondisi aksesibilitas di taman-taman kota sekaligus penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan merancang taman kota yang aksesibel.

b. Bagi pengembangan Ilmu Arsitektur

Dalam bidang arsitektur, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian/perancangan lain yang berkaitan dengan fasilitas umum terutama taman kota agar sesuai dengan standar aksesibilitas. Selain itu dapat menjadi bahan rujukan bagi ilmu pengetahuan dan acuan untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas.

c. Bagi Penyandang Disabilitas

Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan gambaran kondisi aksesibilitas pada fasilitas taman-taman kota di Malang dan nantinya jika hasil penelitian ini terealisasi, maka taman-taman kota di Malang sesuai dengan kebutuhan/keinginan penyandang disabilitas.

d. Bagi Pemerintah

Kajian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah dan instansi terkait dalam mencari solusi desain untuk renovasi taman kota di Malang yang sudah ada sejak lama atau sebelum program kota inklusif ditetapkan. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi acuan evaluasi purna huni dari taman-taman kota di Malang untuk Pemerintah Daerah.

1.7 Sistematika Penulisan

(9)

a. BAB I : PENDAHULUAN

Pada pendahuluan dijelaskan latar belakang yang melandasi dilakukannya penelitian. Pada latar belakang menjelaskan tentang isu yang dipilih untuk diteliti dan memunculkan suatu rumusan masalah. Perumusan masalah tersebut diikuti dengan tujuan, batasan masalah, dan kontribusi penelitian pada pihak-pihak terkait. Pada penelitian ini latar belakang yang telah diungkapkan adalah kondisi ruang terbuka di Kota Malang yang belum memenuhi standar untuk sebuah kota, pembangunan di Kota Malang yang semakin pesat membuat persentase ruang terbuka hijau di Kota Malang berkurang. Selanjutnya adalah mengemukakan tentang rencana pemerintahan Kota Malang untuk menambah ruang terbuka hijau menggunakan program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan harapan Kota Malang menjadi kota layak huni. Isu selanjutnya adalah Kota Malang berencana menjadi kota inklusif, yaitu kota dimana fasilitas umumnya dapat digunakan/diakses penyandang disabilitas, maka dari itu karena ruang terbuka/taman kota merupakan salah satu fasilitas umum, maka seharusnya taman kota memiliki standar aksesibilitas.

b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Isi dari bab II ini adalah kajian beberapa teori yang berasal dari berbagai pustaka maupun dari sumber-sumber lain terkait dengan tema dan permasalahan. Selain kajian teori, digunakan pula kajian objek penelitian sejenis sebagai masukan dalam penelitian yang akan dilakukan. Kajian teori ini mencangkup teori umum tentang taman kota sebagai ruang terbuka hijau, kemudian membahas tentang elemen-elemen taman yang nantinya akan di identifikasi kondisinya pada taman kota yang dijadikan objek penelitian, selanjutnya adala pembahasan mengenai aksesibilitas yang nantinya akan menjadi tolok ukur evaluasi elemen-elemen taman yang telah ditentukan. Sedangkan tinjauan studi terdahulu menggunakan studi yang memiliki kaitan dengan bahasan penelitian. Teori-teori dan studi terdahulu yang sudah didapatkan akan dikontribusi dalam mendukung penelitian untuk menentukan variabel, metode yang digunakan dalam penelitian dan kontribusi lainnya yang membantu menjawab rumusan masalah penelitian.

(10)

Pada bab III menguraikan metode secara umum, lokasi dan objek penelitian, jenis dan variabel penelitian, serta tahapan penelitian yang digunakan. Uraian mengenai metode yang akan digunakan dalam penelitian, secara umum metode yang nantinya akan digunakan adalah deskriptif kualitatif. Lokasi dan objek penelitian mencangkup gambaran kondisi taman kota yang menjadi objek kajian ini. Jenis dan variabel penelitian mencakup penjabaran mengenai subjek penelitian, variabel yang akan diteliti menggunakan indikator-indikator yang telah ditentukan. Waktu dan instrumen penelitian adalah penjabaran mengenai alat-alat yang digunakan dan waktu penelitian adalah penjabaran mengenai waktu yang tepat untuk memperoleh data secara maksimal yang dibantu oleh instrumen penelitian. Tahapan penelitian mencangkup tahap perumusan gagasan, persiapan, analisis, sintesis, dan rekomendasi. Pada tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan data primer dan sekunder, tahap analisis dibagi menjadi beberapa bagian mengikuti variabel-variabel yang dikaji. Pada tahap sintesis memaparkan simpulan dari kondisi aksesibilitas yang diperoleh dari data analisis pada pembahasan sebelumnya yang nantinya hasil tersebut akan diolah menjadi rekomendasi desain.

d. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab IV, diuraikan analisis data secara menyeluruh yang dikaitkan dengan teori-teori yang telah dijelaskan pada bab tinjauan pustaka. Pembahasan dimulai dari tinjauan umum tentang taman kota di Malang, kemudian pembahasan mengenai rencana pengembangan taman kota di Malang menurut data dari pemerintah atau instansi terkait, pada bagian ini menjelaskan tentang rencana-rencana pembangunan taman-rencana face-off beberapa taman kota dan hutan kota yang nantinya akan menambah persentase ruang terbuka hijau di Kota Malang. Selanjutnya menganalisis eksisting dari Taman Merjosari dan Taman Trunojoyo Utara, setelah menganalisis kondisi eksisting taman kajian, selanjutnya adalah mengevaluasi variabel penelitian sesuai dengan variabel asas aksesibilitas yang akan digunakan sebagai landasan untuk mengevaluasi data yang diperoleh sebelumnya. Kemudian hasil bahasan dan evaluasi tersebut disimpulkan sehingga didapatkan hasil berupa sintesis aksesibilitas dari Taman Merjosari dan Taman Trunojoyo Utara, dari hasil sintesis tersebut digunakan untuk menghasilkan sebuah rekomendasi desain sebagai hasil akhir dari analisis.

(11)
(12)
[image:12.595.97.543.112.606.2]

Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiran

AKSESIBILITAS TAMAN-TAMAN KOTA DI MALANG BAGI PENYANDANG DISABILITAS

Rumusan Masalah:

Bagaimana aksesibilitas taman-taman kota di Malang untuk penyandang disabilitas? Identifikasi Masalah:

 Saat ini luasan ruang terbuka hijau di Kota Malang belum mencapai standar minimal 30% dari total luasan kota, namun telah ada rencana penambahan ruang terbuka hijau di Kota Malang.

 Mayoritas fasilitas umum termasuk taman kota belum memenuhi standar aksesibilitas dan hanya 1% yang sudah memenuhi, sementara peraturan pemerintah mengharuskan minimal 30% dari total fasilitas umum yang ada harus menerapkan standar aksesibilitas, apalagi Kota Malang berencana menjadi kota inklusif pada tahun 2015.

Latar Belakang:

 Perkembangan sebuah kota cenderung mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau.  Indikator kota yang layak huni adalah kota yang memiliki luasan 30% ruang terbuka hijau.

 Penambahan ruang terbuka hijau berupa taman kota di Malang didorong oleh Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dan Coorporate Social Responsibility (CSR).

 Kota Malang berencana menjadi kota inklusif tahun 2015, kota inklusif adalah kota dengan fasilitas umum berstandart aksesibilitas yang ramah terhadap penyandang disabilitas.

Tujuan Penelitian:

Gambar

Gambar 1.1 Diagram kerangka pemikiranTujuan Penelitian:

Referensi

Dokumen terkait

“Ini juga penting untuk mengurangi sampah plastik, Kek,” kata Dino lagi. Memilih produk dengan kemasan kaca atau kardus,” balas

Dalam hal ini peneliti mencari informasi dari narasumber yang mempunyai informasi tentang objek yang diteliti. Informan yang disebut disini antara lain kepala desa,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal SA ayat (2) dan Pasal 13 ayat (la)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek keuangan (modal sendiri dan modal pinjaman) memberikan peranan di dalam perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) KSP Artha Jaya pada

Sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang terpandang di Indonesia, Universitas Brawijaya sudah sejak tujuh tahun telah melakukan adaptasi dan implementasi teknologi

Baik LAPORAN maupun JURNAL HASIL PENELITIAN disajikan/ditampilkan menggunakan semua MODEL PENELITIAN dengan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS [Panjang Alt, Sedang Alt,

Penelitian terdahulu tersebut memberikan hasil penelitian yang tidak konsisten sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kembali, pada unit yang berbeda yaitu

Pada penelitian ini, yield biodiesel hasil reaksi esterifikasi minyak mikroalga dengan katalis sintesis dari abu vulkanik yang telah diaktivasi dengan H 2 SO 4 2M adalah