• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telah Infestasi Lipas (Insecta Dictyoptera) Pada Bus Dan Kaitannya Dengan Pengelolaan Moda Transportasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Telah Infestasi Lipas (Insecta Dictyoptera) Pada Bus Dan Kaitannya Dengan Pengelolaan Moda Transportasi"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH INFESTASI LIPAS (INSECTA:

DICTYOPTERA

)

PADA BUS DAN KAITANNYA DENGAN

PENGELOLAAN MODA TRANSPORTASI

ARI TJAHYADI RAFIUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Telaah Infestasi Lipas (Insecta: Dictyoptera) pada Bus dan Kaitannya dengan Pengelolaan Moda Transportasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ARI TJAHYADI RAFIUDDIN. Telaah Infestasi Lipas (Insecta: Dictyoptera) pada Bus dan Kaitannya dengan Pengelolaan Moda Transportasi.Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA.

Lipas adalah makhluk hidup yang tergolong serangga primitif yang hidup sejak 200-300 juta tahun lalu pada Zaman Kaboniferus, bahkan sebelum Zaman

Dinosaurus. Periode geologik ini kadang-kadang disebut Zaman Lipas (Age of Cockroaches) karena lipas yang sangat melimpah. Lipas mengalami

metamorfosis sederhana, kehidupan berawal dari telur, nimfa dan dewasa. Lipas aktif di malam hari, mengkontaminasi makanan, dan menginfestasi permukiman juga berbagai moda transportasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis lipas, menentukan sebaran dan derajat infestasi lipas, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas pada moda transportasi bus.

Penelitian dilaksanakan sejak Juli hingga September 2014, pada enam area pemberhentian akhir bus di Bogor.

Pengamatan lipas dilakukan pada 30% sampel bus yang ada pada setiap pool bus. Deteksi keberadaan lipas dilakukan pada lima spot di dalam bus yaitu pada kursi, lantai, celah, rak, jendela dan WC. Lipas dikoleksi secara manual, yaitu menyemprotkan aerosol secara langsung pada ke lima spot pengamatan. Lipas yang tertangkap baik dalam keadaan hidup maupun mati dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik dan diberi tanda. Pengamatan dilakukan selama 30 menit per bus pada malam hari sejak pukul 22.00 WIB. Selanjutnya lipas diidentifikasi dengan kunci identifikasi lipas. Derajat infestasi lipas diukur berdasarkan kategori negatif sampai dengan infestasi sangat tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas diukur menggunakan kuisioner tertutup yang meliputi biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua jenis lipas yang ditemukan di

setiap area pool bus yaitu Blattella germanica (1353 lipas) dan Periplaneta americana (273 lipas). Sebaran infestasi lipas tertinggi di dalam bus,

terdapat pada celah (48.68%) dan terendah pada rak (12.60%). Derajat infestasi lipas sangat tinggi ditemukan pada area pool bus 6 dengan infestasi 673 lipas. Terdapat hubungan yang lemah (-0.116) antara infestasi lipas dengan biosekuriti personal, korelasi sedang (-0.406) antara infestasi lipas dengan biosekuriti tempat/peralatan, dan sangat kuat (-0.841) dengan biosekuriti lingkungan.

(5)

SUMMARY

ARI TJAHYADI RAFIUDDIN. Review Cockroach Infestations (Insecta: Dictyoptera) on the Buses and the Relation to the Management of Transportation Mode. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA.

Cockroaches were classified as a primitive insects who live since 200-300 million years ago during the Age of Kaboniferus, even before the Age of Dinosaurs. This geological period was sometimes called the Age of Cockroaches because cockroaches were very abundant. Metamorphosed of cockroach was simple, life begin from the egg, nymph and adult. The cockroaches was nocturnal, food contaminating, and infested the settlement and various modes of transportation.

The purpose of this study was to identify of cockroaches, determine the distribution and the infestation degree of cockroaches, and analyze the factors that influence the infestation of cockroaches on bus transportation modes.

The study was conducted from July to September 2014, at six bus pool area in Bogor.

Observations of cockroaches was carried out on 30% of the bus samples that existing at any bus pool. The detection of cockroaches presence was carried out at five spots in the bus were on the seats, floor, gaps, shelves, windows and WC. Cockroach was collected manually, that sprayed an aerosol directly to five-spot of observations. Cockroach caught either alive or dead put in the plastic bags and labeled. Observations was carried out for 30 minutes per bus at night from 22:00 pm. Further cockroaches was identified using the identification keys. The degree of cockroach infestation was measured by the negative category up to very high infestations category. Factors affecting the cockroach infestation was measured using a closed questionnaire that includes personal biosecurity, place/equipment biosecurity and environment biosecurity.

The results of study showed that two species of cockroaches were found in every area of buses pools i.e. Blattella germanica (1353 cockroaches) and Periplaneta americana (273 cockroaches). The highest distribution of cockroaches infestations in the buses, were on the gap (48.68%) and the lowest on the shelf (12.60%). The highest degree of cockroaches infestations were found in the pool bus 6 area with 673 cockroaches. There was a weak correlation (-0116) between the infestation of cockroaches with personal biosecurity, moderate correlation (-0406) between the infestation of cockroaches with place/equipment biosecurity, and very strong (-0841) with environment biosecurity.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

TELAAH INFESTASI LIPAS (INSECTA:

DICTYOPTERA

)

PADA BUS DAN KAITANNYA DENGAN

PENGELOLAAN MODA TRANSPORTASI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhannahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Telaah Infestasi Lipas (Insecta: Dictyoptera) pada Bus dan Kaitannya dengan Pengelolaan Moda Transportasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS dan Ibu Dr drh Susi Soviana, MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, saudara serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan dukungannya. Selain itu ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr drh Singgih Harsojo Sigit, MSc, Bapak Dr drh FX. Koesharto, MSc, Ibu Dr drh Dwi Jayanti Gunandini, MSi, Bapak Dr drh Ahmad Arif Amin, MSc, yang selama ini telah memberikan ilmunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staf di Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Bapak Heri, Bapak Supriyono, Ibu Juju, Ibu Een dan teman-teman mahasiswa PEK yang telah memberi bantuan saran dan pemikiran. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Kristina Ivana Nainggolan, teman-teman yang telah banyak membantu selama penelitian, dan pihak pengelola area pool bus di Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Jenis-Jenis Lipas di Permukiman 2

Gangguan Akibat Infestasi Lipas 3

Upaya Pengendalian Lipas 4

3 METODE PENELITIAN 6 Lokasi dan Waktu 6

Metode 6

Analisis Data 6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Umum Area Pool Bus 7

Ragam Jenis Lipas yang Ditemukan 8

Rataan Jumlah Jenis Lipas di Setiap Bus 9

Sebaran dan Derajat Infestasi Lipas di Dalam Bus 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infestasi Lipas di Dalam Bus 13

5 SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 24

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata infestasi jenis lipas di setiap bus pada enam pool bus di

Bogor, September 2014 9

2 Sebaran infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor 11 3 Derajat infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor 13 4 Distribusi frekuensi total unsur-unsur variabel biosekuriti personal,

biosekuriti tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan 14

DAFTAR GAMBAR

1 Area pool bus; A: pool 1; B: pool 2; C: pool 3; D: pool 4; E: pool 5;

F: pool 6 7

2 Jenis lipas; A: Blattella germanica; B: Periplaneta americana 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Distribusi frekuensi unsur variabel biosekuriti personal dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas 24

2 Distribusi frekuensi unsur variabel biosekuriti tempat/peralatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas 25 3 Distribusi frekuensi unsur variabel biosekuriti lingkungan dengan

faktor-faktor penyebab infestasi lipas 26

4 Hasil UjiKorelasi Spearman hubungan infestasi lipas dengan

biosekuriti personal, tempat/peralatan dan lingkungan di enam area pool

bus di Bogor 27

5 Data umur bus yang positif terinfeksi lipas pada setiap area pool bus

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lipas adalah makhluk hidup yang tergolong cukup tua di muka bumi, dan sedikit sekali mengalami perubahan bentuk dalam evolusinya. Lipas tergolong serangga primitif yang hidup sejak 200-300 juta tahun lalu pada Zaman Kaboniferus, bahkan sebelum Zaman Dinosaurus. Periode geologik ini kadang-kadang disebut Zaman Lipas (Age of Cockroaches) karena populasi lipas sangat melimpah. Saat itu iklim di bumi hangat dan lembab, kondisi ideal bagi kehidupan lipas meski sekarang kondisi iklim lebih dingin dan kurang lembab. Jenis-jenis lipas zaman sekarang sama sekali mirip dengan fosil yang ditemukan pada masa lalu (Hadi 2006).

Lipas tumbuh dan berkembang secara metamorfosis sederhana, kehidupan berawal dari telur, nimfa dan dewasa. Generasinya tumpang tindih, sehingga semua stadium dapat ditemukan pada setiap saat dalam satu tahun. Sifatnya yang lincah, selalu berkeliaran mencari makan kesana kemari pada malam hari (nokturnal) baik di rumah maupun di tempat-tempat kotor di luar rumah (Hadi 2012). Lipas berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena bergerak bebas dari bangunan ke bangunan atau dari saluran pembuangan ke tempat tinggal manusia. Bahaya yang ditimbulkan termasuk kontaminasi makanan, reaksi dermatologis, reaksi asma, dan merupakan sumber penting alergen (Cochran 1999; Baumholtz et al. 1997; Lopata et al. 2005).

Lipas juga penting sebagai vektor mekanik berbagai jenis parasit, bakteri dan patogen lainnya (Lee et al. 2003; Etim et al. 2013). Bala dan Sule (2012) melaporkan di Sokota, Nigeria, dalam tubuh lipas ditemukan enam jenis parasit penting yaitu Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Schistosoma mansoni, Schistosoma haematobium dan Trichuris trichura.

Shahraki (2013) menyatakan lipas merupakan hama yang paling penting dalam masyarakat perkotaan. Di lokasi perumahan, apartemen dan asrama di Iran, Blattella germanica merupakan jenis yang paling banyak ditemukan (99.2%). Menasria et al. (2014) melaporkan di dalam dan di luar tubuh B. germanica ditemukan bakteri yang paling banyak yaitu Pseudomonas (23.5%) dan Serratia (13.2%). Patogen lainnya yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus, serta patogen oportunistik seperti Klebsiella dan bakteri pembusuk makanan seperti jenis Enterobacter dan Citrobacter di lingkungan rumah sakit di Aljazair. Carrasco et al. (2014) melaporkan di dalam usus belakang B. germanica ditemukan beberapa jenis mikroorganisme seperti Anaerofustis, Cetobacterium, Enterobacter, dan Hydrogenoanaerobacterium. Kassiri dan Kazemi (2012) di Khorramshahr, Iran, melaporkan Periplaneta americana mengandung mikroorganisme medis penting yang diisolasi dari permukaan tubuhnya, yaitu bakteri patogen Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia coli, Staphylococcus, Enterobacter, Streptococcus, Serratia, Bacillus, dan Proteus.

(14)

2

Asia lainnya dan negara di kawasan pasifik. Mouchtouri et al. (2008) melaporkan B. germanica pada 11 kapal ferry telah tersebar pada ruang utama kapal yang datang di Yunani, di ruang dapur dan lainnya tersebar di dalam bar, ruang makan, dan gudang makanan. Mandagie (2011) menemukan lipas dan vektor lainnya pada ruang gudang makanan, dapur, tempat penyajian makanan, tempat sampah pada kapal motor Ratu Maria di Manado-Talaud.

Moda transportasi udara juga dapat terjadi infestasi lipas. Song et al. (2003) mengemukakan bahwa pada tanggal 18 Juli 1989, 17 pesawat yang tiba di Bandara Guangzhou Baiyun, China, dilakukan disinseksi dengan insektisida residual spray karena telah terinfestasi oleh lipas sebanyak 13.262 B. germanica yang ditemukan dalam pesawat tersebut. Pada tanggal 24 Oktober 1987 ditemukan B. germanica sebanyak 43, dan tanggal 28 Oktober 1987 ditemukan B. germanica sebanyak 32 pada pesawat yang tiba di Bandara Beijing, China.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beragam moda transportasi. Transportasi darat yang terdiri atas bus, angkutan kota, kereta api. Transportasi laut yang terdiri atas kapal ferry, kapal barang. Transportasi udara yang terdiri atas pesawat terbang. Moda transportasi tersebut menjadi kebutuhan sehari-hari penduduk untuk berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Berbagai masalah pada moda transportasi tidak bisa dihindarkan, salah satunya adalah infestasi lipas.

Banyaknya alat transportasi bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang diketahui memiliki tempat pemberhentian akhir di Bogor, memungkinkan lipas terdapat pada salah satu alat transportasi darat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai lipas, selain karena laporan kajian mengenai infestasi lipas pada alat transportasi bus sampai saat ini belum ada di Indonesia.

Tujuan Penelitian

1 Mengidentifikasi jenis lipas pada moda transportasi bus.

2 Menentukan sebaran dan derajat infestasi lipas pada moda transportasi bus. 3 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas pada moda

transportasi bus.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai lipas pada moda transportasi bus dan kaitannya dengan pengelolaan bus, serta menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun strategi pengendalian.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Jenis-Jenis Lipas di Permukiman

(15)

3

antara tumbuhan pakis rendah, daerah lembab sepanjang tepi sungai dan rawa-rawa (Garfield 1990). Klass (2009) melaporkan lipas merupakan salah satu serangga tertua – terdapat sisa-sisa fosil lipas berasal dari 200 juta tahun. Lipas bertahan begitu lama karena telah menunjukkan kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan berbagai habitat. Lebih lanjut Moore (2008) menjelaskan lipas awalnya berukuran lebih besar dari yang ada saat ini, tetapi secara morfologis sedikit berubah sekitar 300 juta tahun. Tiga jenis lipas utama, P. americana, Blatta orientalis dan B. germanica, semua berasal dari Afrika Utara dan Afrika Barat. Tersebar di seluruh dunia dengan awalnya terbawa pada kapal perdagangan. B. germanica dan B. orientalis ditemukan dalam perjalanan dari Afrika ke Eropa di Abad Pertengahan, lalu P. americana beberapa abad kemudian awalnya melalui kapal dari Eropa.

Di Valencia, Spanyol Timur, P. americana adalah jenis lipas yang banyak ditemukan pada saluran pembuangan di daerah pemukiman (Mari et al. 2013). Di Ekuador, total terdapat 114 jenis, 6 famili dan 44 genus, dan laporan penelitian di Brasil, terdapat 3 jenis lipas yang umum dijumpaikan pada daerah permukiman, yaitu P. americana, B. germanica dan B. orientalis (Vidlicka 2013; Sarinho et al. 2004). Menurut Vargo et al. (2014) penyebaran B. germanica sering terjadi di kota-kota di Amerika Serikat dan Eurasia. Lopata et al. (2005) melaporkan lipas merupakan sumber alergen utama di berbagai negara, terutama daerah tropis. Prevalensi sensitivitas terhadap lipas bervariasi antara 30% dan 70%, dengan penyebaran alergen terhadap P. americana dan B. orientalis berada di daerah

beriklim sedang dan pesisir Afrika Selatan, sedangkan sensitivitas untuk B. germanica berada di daerah dataran tinggi seperti Pretoria dan Harare.

Jenis-jenis lipas yang paling banyak terdapat di lingkungan permukiman di Indonesia adalah B. germanica dan P. americana. Di samping itu terdapat juga jenis-jenis lain tetapi jarang, seperti Periplaneta australasiae, Periplaneta brunnea, Neostylopyga rhombifolia, Nauphoeta cinerea, Symploce Sp. dan B. orientalis (Hadi 2006). Di Malaysia, B. germanica merupakan hama yang paling penting di industri persiapan makanan. Di kota Busan dan Seoul, Republik Korea, B. germanica, P. americana dan Periplaneta fuliginosa ditemukan di apartemen, rumah hunian, villa. B. germanica adalah yang dominan dari semua tempat tinggal (Lee 1998; Lee et al. 2003).

Gangguan Akibat Infestasi Lipas

(16)

4

Penelitian di Afrika Selatan, melaporkan lipas penyebab alergi terdeteksi tidak hanya di rumah, tetapi juga di sekolah dan di tempat kerja (Lopata et al. 2005). Di Kota Sanandaj, Iran, menunjukkan bahwa dua jenis lipas utama B. germanica dan P. americana adalah jenis yang paling umum di rumah-rumah. Karena sebagian besar lipas terinfeksi bakteri, disimpulkan bahwa lipas memiliki peran penting dalam penularan agen patogen seperti bakteri. Di Addis Ababa, Ethiopia, peran lipas dinilai sebagai potensi vektor bakteri patogen terhadap makanan. Total 1600 lipas dewasa, dikoleksi dari empat rumah sakit dan empat restoran, diidentifikasi sebagai B. germanica. Pengkulturan bilasan/cucian permukaan luar usus dihomogenkan dengan menggabungkan sepuluh dari kumpulan lipas dihasilkan 12 isolat Salmonella spp., 2 Shigella flexneri, 2 Escherichiacoli O157, 17 Staphylococcusaureus, dan 25 Bacilluscereus (Vahabi et al. 2011; Tachbele et al. 2006).

Garfield (1990) menyampaikan gejala yang paling umum dari alergi lipas adalah bersin, asma, dan radang kulit. Penelitian di Thailand, Tungtrongchitr et al. (2004) melaporkan P. americana adalah lipas yang paling umum dan menyebabkan penyakit alergi, terutama asma. Lopata et al. (2005) laporan di Afrika bagian selatan, B. germanica, P. americana dan B. orientalis, merupakan faktor risiko utama rhinitis dan asma. Di Afrika, prevalensi sensitivitas terhadap lipas bervariasi antara 30% dan 70%. Shahraki et al. (2010) menjelaskan infestasi lipas berhubungan dengan sanitasi yang buruk. Program pendidikan yang komprehensif terhadap faktor-faktor tidak sehat seperti keadaan kotor dan berantakan, dan sisa makanan di tempat-tempat terbuka, menjadi penting karena mampu mengurangi infestasi lipas.

Upaya Pengendalian Lipas

Penguasaan pengetahuan akan bioekologi dan perilaku lipas merupakan hal utama dalam upaya pengendalian lipas. Pengendalian lipas yang efektif di dalam maupun di luar gedung atau bangunan biasanya bergantung kepada; upaya sanitasi dan higien yang dapat mengurangi makanan dan tempat-tempat berlindungnya lipas, dan aplikasi insektisida dengan cara yang dapat memungkinkan kontak dengan serangga sasaran (Hadi 2006). Oleh karena itu pengendalian dan manajemen infestasi lipas dilakukan untuk mengurangi penyebarannya, dengan pengosongan dan pembuangan sampah, penghilangan habitat lipas.

(17)

5

mengurangi jumlah lipas (Shahraki 2013; Kaakeh dan Bennett 1997; Cochran 1999). (3) Vacuum Cleaner, penggunaannya efektif dalam upaya pengendalian lipas, dengan melakukan penyedotan pada tempat yang teridentifikasi lipas sehingga dapat mengubah distribusi dan pola gerakan lipas. Sangat penting terutama bagi pengendalian lipas di pabrik makanan, restoran, farmasi dan rumah sakit serta fasilitas yang sensitif terhadap penggunaan pestisida. Di samping efisien dan aman, penggunaan alat ini juga membantu dalam menjaga kebersihan, serta dapat mengurangi 50% atau lebih populasi dalam satu aktifitas (Kaakeh dan Bennett 1997; Hadi 2006).

Teknik pengendalian lipas secara kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia (insektisida) residual dan nonresidual. Insektisida residual (Bendiocarb 50% WP, Chlorpyrifos 30% EC, Deltamethrin 1% SC, Permethrin 25% WP, Propoxur 20% EC, Propoxur 80% WP) dengan cara meninggalkan bahan residu pada permukaan yang disemprot sehingga membunuh lipas pada periode yang berbeda-beda. Insektisida nonresidual (Dichlorvos dengan formulasi aerosol/fogging tekanan tinggi, Pyrethrins dan Piperonyl Butoxide dengan formulasi aerosol/fogging tekanan tinggi, Hydroprene dengan formulasi sekali semprotan aerosol) membunuh lipas dengan cara kontak langsung dengan insektisida saat aplikasi (Hadi 2006).

Pengendalian lipas dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dust (insektisida bubuk) dengan bubuk asam borat 1% yang merupakan racun kontak, bermanfaat ditabur pada tempat-tempat yang sangat dalam di celah-celah, retakan dan lubang-lubang dinding. Tubuh lipas akan tertempel bubuk pada saat melintas daerah perlakuan dan juga akan tertelan ketika lipas melakukan proses grooming (Hadi 2006).

Penyemprotan bahan aerosol (insektisida semprotan) efektif bila digunakan melawan lipas yang bersembunyi di celah dan retakan. Keuntungan utamanya adalah mudah digunakan dan tersedia dengan mudah (Ogg et al. 2006; Cochran 1999). Penyemprotan aerosol ke daerah yang lebih rentan dari tubuh lipas, mesotoraks, efektif dalam melumpuhkan lipas. Di India, di perumahan daerah perkotaan, pengendalian infestasi B. germanica yaitu dengan menggunakan insektisida semprotan; propoxur (2%) dan piretroid sintetis (0.02% deltametrin dan 0.13% aletrin) (Sugiura et al. 2011; Agrawal et al. 2005).

Pengendalian lipas dengan metoda pengumpanan juga dapat dilakukan. Kebanyakan bahan bait (umpan) adalah zat yang dapat dimakan atau menarik, dicampur dengan bahan aktif terbaik, bertindak lambat yang memastikan umpan cukup untuk dimakan oleh lipas untuk membunuhnya. Bahan umpan mudah diterapkan dan dapat dihapus ketika pengendalian selesai (Cochran 1999; Nasirian 2007).

(18)

6

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada moda transportasi bus di enam area pemberhentian akhir bus (pool bus) di Bogor, yaitu area pool bus 1, area pool bus 2, area pool bus 3, area pool bus 4, area pool bus 5 dan area pool bus 6. Penelitian dilaksanakan sejak Juli hingga September 2014.

Metode

1. Pengamatan Jumlah Jenis Lipas, Sebaran dan Derajat Infestasi Lipas

Kegiatan pengamatan lipas dilakukan pada 30% sampel bus yang terdapat di enam area pool bus di Bogor. Deteksi keberadaan lipas dewasa dan lipas pradewasa dilakukan pada enam titik pengamatan lipas di dalam bus, yaitu 1) kursi, 2) lantai, 3) celah, 4) rak, 5) jendela, dan 6) WC.

Keberadaan lipas diamati dengan koleksi secara manual, yaitu dengan menyemprotkan aerosol secara langsung pada enam titik pengamatan lipas di dalam bus kemudian lipas dikumpulkan dengan bantuan senter. Lipas yang tertangkap baik dalam keadaan hidup maupun mati dimasukkan ke dalam kantung-kantung plastik yang telah disediakan dan diberi tanda per titik, per bus dan per pool. Pengamatan dilakukan dalam waktu 30 menit per bus. Kegiatan ini diamati pada malam hari pukul 22.00 WIB. Lipas yang terkoleksi dibawa ke laboratorium untuk dilakukan proses pinning, pelabelan dan identifikasi. Identifikasi lipas dilakukan dengan menggunakan Kunci Identifikasi Pratt (1953).

2. Pengamatan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infestasi Lipas

Faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus diukur dengan menggunakan kuisioner tertutup. Pertanyaan diajukan kepada pihak pengelola pool bus hingga para penumpang secara langsung. Aspek yang diamati meliputi identitas responden, pendidikan terakhir responden, serta hal-hal yang terkait dengan biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan dari pengelola pool bus.

Analisis Data

1. Rataan jumlah jenis lipas dalam bus dinyatakan dengan menghitung rata-rata jumlah setiap jenis lipas yang tertangkap pada setiap bus.

2. Sebaran lipas di 6 titik pengamatan lipas dalam bus dianalisis dalam bentuk persentase. Derajat infestasi lipas diukur berdasarkan kategori Hadi dan Rusli (2006), yaitu kategori 0 (nol) atau tanpa lipas untuk infestasi negatif, 1-5 ekor untuk infestasi ringan, 6-10 ekor untuk infestasi sedang, 11-20 ekor untuk infestasi tinggi, dan kategori ˃ 20 ekor lipas untuk infestasi sangat tinggi. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus dengan

(19)

7

16. Statistik Nonparametrik (uji korelasi Spearman) untuk mengetahui hubungan faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lipas. Colton dalam Dini et al. (2010) tentang tingkat hubungan kekuatan korelasi yaitu tidak ada hubungan/lemah (r = 0.00-0.25), sedang (r = 0.26-0.50), kuat (r = 0.51-0.75) dan sangat kuat/sempurna (r = 0.76-1.00).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum Area Pool Bus

Gambar 1 Area pool bus; A: pool 1; B: pool 2; C: pool 3; D: pool 4; E: pool 5; F: pool 6

A B

C D

(20)

8

Area pool bus 1 (Gambar 1 A) memiliki area pool bus yang sempit, berpagar dengan 1 pintu, jarak/tata parkir bus rapat, kurangnya fasilitas listrik, memiliki TPA (Tempat Pembuangan Air), lingkungan area bus dijumpai basah, tidak memiliki SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah) sehingga air kotor sisa pencucian bus tampak tergenang di sekitar area bus, tersedia sumber air yang cukup. Selain itu area pool bus ini juga dekat dengan area permukiman warga.

Kondisi area pool bus 2 (Gambar 1 B) memiliki halaman bus yang luas, tersedianya tempat sampah dan sumber air bersih, jarak/tata parkir bus rapat dan kurangnya fasilitas listrik. Area bus berpagar dengan 2 pintu, kantor/area bus ditata pada lokasi yang sama, memiliki TPA, lingkungan area bus terlihat basah dan memiliki SPAL sebagai tempat saluran air kotor sisa pencucian bus. Area pool bus berdekatan dengan permukiman dan aktifitas warga sekitar dan dijumpai keadaan yang kotor.

Lingkungan area bus yang luas salah satunya terdapat pada area pool bus ini dan dekat dengan area permukiman warga. Kondisi kotor terlihat dengan tampak sampah berserakan walau tersedianya tempat sampah. Area pool bus 3 (Gambar 1 C) memiliki sumber air bersih dalam kegiatan pencucian bus tetapi tidak memiliki SPAL yang baik sehingga genangan air sisa pencucian bus terlihat pada halaman parkir bus. Jarak dan tata parkir bus terlihat rapat dan kurangnya fasilitas listrik. Hal ini mengakibatkan gangguan infestasi lipas dapat terjadi di dalam bus.

Selanjutnya pada area pool bus 4 (Gambar 1 D) diketahui merupakan area pool dengan halaman parkir bus yang sempit sehingga terlihat rapat jarak/tata parkir antar bus. Area ini berhubungan langsung dengan area permukiman warga dan dekat dengan pasar. Suasana kotor tampak terlihat dengan ditemukannya sampah berserakan di sekitar halaman parkir bus. Hal lain bahwa pagar area pool bus dengan 2 pintu masuk dan kurangnya fasilitas listrik, juga berpengaruh terhadap kejadian infestasi lipas.

Umumnya infestasi lipas yang terjadi di area pool bus dipengaruhi oleh keadaan yang kotor. Area pool bus 5 (Gambar 1 E) terlihat memiliki area yang sempit dengan jarak/tata parkir antar bus tampak rapat dan kurangnya fasilitas listrik. Sampah tampak berserakan dan air sisa pencucian bus dibiarkan tergenang di halaman parkir bus sehingga mengindikasikan sanitasi yang buruk. Area pool bus ini diketahui berdekatan area permukiman warga.

Area pool bus 6 (Gambar 1 F) memiliki area pool bus yang luas, jarak/tata parkir bus rapat, kurangnya fasilitas listrik, dan lingkungan parkir bus terlihat basah. Kegiatan sanitasi pada area pool bus ini dinilai cukup buruk dengan tampak sampah yang berserakan. Area pool bus berpagar dengan 1 pintu, kantor/area bus ditata pada lokasi yang sama, memiliki TPA, tidak memiliki SPAL yang baik dan berdekatan dengan area permukiman warga.

2. Ragam Jenis Lipas yang Ditemukan

Ragam jenis lipas yang ditemukan pada moda transportasi di dalam bus di

enam area pool bus di Bogor adalah B. germanica (lipas Jerman) dan P. americana (lipas Amerika). Keberadaan kedua jenis lipas tersebut ditemukan

hampir di seluruh bus yang diamati di setiap pool bus.

(21)

9

pronotum berwarna coklat, terdapat dua garis longitudinal berwarna hitam pada pronotum yang dapat digunakan sebagai identifikasi, dan dua garis longitudinal mulai terlihat pada stadium nimfa. B. germanica terdiri atas 6-8 instar nimfa. Telur terdapat di dalam ooteka yang mempunyai panjang 7-9 mm dan terdapat 40 telur di dalamnya. Ooteka B. germanica ini terus menempel pada tubuh induknya sampai dengan telur siap untuk ditetaskan (Hadi dan Soviana 2012).

P. americana mempunyai panjang tubuh 27-40 mm, lebar 13-15 mm dan tubuh berwarna coklat kemerah-merahan dengan sayap yang berkembang baik. Pada daerah pronotum tidak terdapat garis vertikal yang khas untuk dapat membedakan dengan jenis lain. Telur terbungkus oleh ooteka yang mempunyai panjang 8-10 mm dan terdiri atas 16 telur. Lipas jenis ini hidup kosmopolit, sehingga hampir dapat ditemukan di seluruh dunia (Stankus et al. 1990). Serkus terlihat memanjang dan tipis pada ujung abdomen dengan bentuk ujungnya meruncing seperti cemeti. Fase instar nimfa P. americana memiliki tahapan sebanyak 13 instar nimfa (Hadi dan Soviana 2012).

Gambar 2 Jenis lipas; A: Blattella germanica; B: Periplaneta americana

3. Rataan Jumlah Jenis Lipas di Setiap Bus

Rata-rata infestasi jenis lipas di setiap bus pada enam pool bus di Bogor, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata infestasi jenis lipas di setiap bus pada enam pool bus di Bogor, September 2014

Area Jumlah bus

Blattella germanica Periplaneta Americana Jumlah Rata-rata±SD Jumlah Rata-rata±SD

Pool 1 2 1 0.5±0.71 38 19±1.41

Pool 2 10 275 27.5±30.85 37 3.7±3.23

Pool 3 10 338 33.8±25.12 0 0±0

Pool 4 3 4 1.3±2.31 37 12.3±12.06

Pool 5 6 71 11.8±14.01 152 25.3±25.73

Pool 6 10 664 66.4±56.07 9 0.9±1.91

(22)

10

Tabel 1 menunjukkan B. germanica ditemukan terbanyak pada bus di area

pool bus 6 (66.4±56.07), dengan rata-rata jumlah lipas 66.4, sedangkan P. americana ditemukan terbanyak pada bus di area pool bus 5 (25.3±25.73),

rata-rata jumlah lipas 25.3. Secara umum, B. germanica dominan ditemukan di setiap area pool bus.

B. germanica dijumpai sebagai lipas dengan jumlah tertinggi pada area pool bus 6. Area ini memiliki halaman parkir bus yang sangat luas dari area pool bus lainnya, dan dijumpai kondisi lingkungan area bus tampak basah dan kotor serta sampah tampak berserakan. Air sisa pencucian bus juga tampak dibiarkan menggenangi area parkir bus karena tidak memiliki SPAL yang baik. Area pool bus 5 yaitu kondisi lingkungan area busnya sempit dan tampak basah, serta kurangnya penerangan lampu. Air sisa pencucian bus juga diketahui dibiarkan menggenangi area parkir bus karena tidak memiliki saluran pembuangan SPAL yang baik. Permukiman warga yang berdekatan langsung dengan area pool bus mengakibatkan lipas ditemukan terinfestasi di dalam bus.

Rata-rata jumlah P. americana di area pool bus 1 tercatat tertinggi dari B. germanica. Halaman parkir bus terlihat sempit sehingga kondisi jarak tata parkir bus menjadi rapat. Infestasi lipas di dalam bus pada area pool bus ini dijumpai karena kurangnya fasilitas penerangan listrik di lingkungan area bus, selain itu tidak adanya SPAL yang baik menyebabkan air sisa pencucian bus sering menggenangi area bus. Area sekitar pool bus yang berdekatan dengan permukiman dan aktifitas warga sekitar terlihat juga menciptakan keadaan kotor. Hal ini sangat berpengaruh sehingga ditemukannya lipas di lingkungan area bus pool bus dan di dalam bus.

Jumlah lipas pada area pool bus 2 terhadap infestasi lipas di dalam bus didominasi oleh B. germanica, dan P. americana ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Kondisi area pool bus ini memiliki area bus yang luas, minim fasilitas penerangan listrik dan berdekatan langsung dengan area terminal bus. Lingkungan parkir bus sering basah karena diketahui air sisa pencucian bus dibiarkan menggenangi area parkir. Hal tersebut sangat mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus, khususnya B. germanica. Rata-rata jumlah lipas ini cukup tinggi sehingga mengindikasikan kegiatan sanitasi yang buruk.

B. germanica mendominasi area pool bus 3, yaitu terbanyak kedua setelah area pool bus 6, dengan tanpa ditemukan P. americana. Area pool bus ini cukup luas, tetapi kurang pada fasilitas penerangan listrik. Kondisi lingkungan area parkir bus sering basah karena tidak memiliki SPAL, menyebabkan air sisa pencucian bus langsung menggenangi area bus. Selain itu sampah masih dijumpai berserakan pada lingkungan area parkir. Tingginya nilai rata-rata infestasi B. germanica juga dipengaruhi oleh lingkungan karena berdekatan langsung dengan area permukiman warga. Selain itu, infestasi lipas di dalam bus dapat disebabkan oleh sisa sampah para penumpang sehingga lipas dijumpai melimpah jumlahnya.

Lipas pada area pool bus 4 memiliki jumlah terendah kedua setelah area

pool bus 1, rata-rata jumlah lipas didominasi P. americana daripada B. germanica. Area pool bus ini terhadap infestasi lipas, selain dipengaruhi oleh

(23)

11

oleh lipas. Sampah yang terlihat berserakan pada area pool bus, fasilitas listrik yang kurang dan air sisa pencucian bus yang dibiarkan tergenang, juga menyebabkan lipas dapat berkeliaran untuk mencari tempat bersembunyi dan mencari makan.

Aspek sanitasi menjadi penting dalam pengelolaan moda transportasi. Sanitasi yang buruk akan menimbulkan permasalahan baik secara fisik, kesehatan dan estetika. Sanitasi yang buruk seperti menumpuknya sampah, kebersihan lingkungan area bus dan ruang kendaraan, dan kebersihan air tidak diperhatikan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya lipas. Laporan penelitian menyatakan bahwa infestasi lipas juga terjadi pada moda transportasi lainnya, moda transportasi laut. Penyelidikan yang dilakukan Song et al. (2003) bahwa pemeriksaan 957 kapal, sebanyak 511 kapal (53.4%) terinfestasi lipas. Mouchtouri et al. (2008) menambahkan lipassebanyak 431 individu yang tersebar pada ruang utama kapal, ruang dapur sebanyak 394 individu, 37 individu lainnya tersebar di dalam bar, ruang makan, dan gudang makanan, diketahui sebagai B. germanica.

4. Sebaran dan Derajat Infestasi Lipas di dalam Bus

Data sebaran dan derajat infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 2 Sebaran infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor Titik

pengamatan

Jenis Lipas

Jumlah lipas yang ditemukan (%) Rata-rata

Keterangan: B.g. = Blattella germanica; P.a. = Periplaneta americana

Hasil penelitian menunjukkan lipas pada area pool bus 1, yaitu B. germanica, dan P. americana, sebagai jenis lipas yang mendominasi. Titik

(24)

12

terdapat mengalami penuaan/rusak, sehingga memungkinkan terjadinya infestasi lipas di dalam bus.

Area pool bus 2 ditemukan sebaran infestasi B. germanica tertinggi ditemukan pada celah (35.3%), P. americana pada lantai (35.1%), dan kondisi bus pada area pool bus ini diketahui dengan rata-rata umur bus yaitu 7 tahun. Sebaran infestasi kedua jenis lipas hampir dijumpai pada semua titik pengamatan, kecuali pada WC. Tingginya dominasi sebaran B. germanica pada area pool bus 2 diketahui juga dipengaruhi oleh kondisi umur bus. Lipas ini mampu hidup pada kondisi lingkungan yang kotor dan pada sumber-sumber makanan/sampah di dalam bus sehingga mampu menempati celah bersembunyi dan berkembangbiak.

Sebaran infestasi lipas di area pool bus 3 hanya terdapat satu jenis lipas

yang mendominasi yaitu B. germanica, tanpa ditemukan P. americana. B. germanica ditemukan tersebar pada semua titik pengamatan lipas, dan secara

umum sebaran infestasi tertinggi dijumpai pada lantai (30%). Kondisi rata-rata umur bus pada area pool bus ini yaitu 4 tahun, tetapi dijumpai sebaran lipas cukup tinggi di dalam bus. Hal ini selain disebabkan oleh kondisi faktor lingkungan area pool bus, juga dapat disebabkan oleh faktor penumpang bus. Sisa-sisa sampah/makanan di dalam bus dapat mempengaruhi lipas banyak dijumpai, selain ikut terbawa oleh barang bawaan para penumpang.

Area pool bus 4 menunjukkan P. americana adalah lipas yang dominan ditemukan hampir pada semua titik pengamatan lipas. Sebaran lipas di dalam bus pada area pool ini dijumpai B. germanica pada kursi dan celah dengan nilai sebaran lipas tertinggi (50%), sedangkan P. americana yaitu pada celah (49%). Kondisi bus kedua area pool bus ini diketahui memiliki rata-rata umur bus di bawah/sama dengan 5 tahun, masing-masing adalah 4 tahun dan 5 tahun. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian infestasi lipas di dalam bus diketahui dapat pula disebabkan oleh kondisi lingkungan area pool bus, bahwa lingkungan area parkir bus yang buruk akan sanitasi dan kebersihan memungkinkan adanya gangguan infestasi lipas.

P. americana ditemukan dominan dan tersebar hampir di semua titik pengamatan lipas pada area pool bus 5. Sebaran infestasi B. germanica tertinggi yaitu pada kursi (58%), dan P. americana pada lantai (48%). Kondisi area pool bus ini sama dengan area pool bus sebelumnya, area pool bus 1 dan area pool bus 2, yaitu memiliki rata-rata umur bus di atas 5 tahun (7 tahun). Kejadian infestasi lipas di dalam bus disebabkan oleh penuaan fisik bus, dan akibatnya lipas dapat menempati beberapa elemen bus yang tua/rusak untuk tinggal dan berkembangbiak. Hal lain dapat pula disebabkan karena area pool bus ini berdekatan langsung dengan area permukiman warga.

(25)

13

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sebaran infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus didominasi oleh B. germanica. Celah (48.68%) dengan nilai persentase tertinggi dari setiap area pool bus dan terendah pada rak (12.60%). Hadi (2006) menerangkan tingginya jumlah lipas di celah dikarenakan sifat alamiah lipas, thigmotactic, yaitu beristirahat di dalam celah-celah dinding/retakan dalam waktu lama (tiga per empat hari), dalam bentuk kelompok secara bersama-sama untuk dapat berlindung dengan baik.

Derajat infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor disajikan pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa area pool bus 6 secara umum memiliki derajat infestasi lipas tertinggi dari area pool bus lainnya dengan total 673 individu, dan terendah 39 individu pada area pool bus 1. B. germanica (664 individu) merupakan lipas yang dominan ditemukan pada area pool bus 6, dan P. americana (152 individu) mendominasi area pool bus 5 dari keseluruhan area pool bus. Derajat infestasi lipas di dalam bus rata-rata dijumpai hampir pada semua titik pengamatan. Lipas yang tidak ditemukan yaitu hanya pada area pool bus 3, dan merupakan P. americana.

Tabel 3 Derajat infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor

Area Jenis Titik pengamatan

lipas Kursi Lantai Celah Rak Jendela WC P.a. Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Pool 4 B.g. Ringan Negatif Ringan Negatif Negatif Negatif P.a. Ringan Sedang Tinggi Ringan Ringan Negatif Pool 5 B.g. Sangat

tinggi Sedang Sedang Ringan Sedang Negatif P.a. Sangat

tinggi

Sangat

tinggi Tinggi Ringan Tinggi Negatif Pool 6 B.g. Sangat

Keterangan: B.g. = Blattella germanica; P.a. = Periplaneta americana

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infestasi Lipas di Dalam Bus

Faktor-faktor yang mempengaruhi infestasi lipas pada penelitian diperoleh melalui kuisioner. Faktor yang mempengaruhi infestasi lipas diukur didasarkan atas jumlah jawaban responden, dengan alternatif jawaban “Ya” dan “Tidak”. Responden dengan jawaban “Ya” diketahui lebih banyak daripada jawaban

(26)

14

Spearman menunjukkan bahwa hubungan infestasi lipas dengan variabel biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan di enam area pool bus yaitu dengan hasil bervariasi (Lampiran 4).

Tabel 4 Distribusi frekuensi total unsur-unsur variabel biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan dan biosekuriti lingkungan

Jawaban responden

Biosekuriti personal

(%)

Biosekuriti tempat/ peralatan

(%)

Biosekuriti lingkungan

(%)

Jumlah infestasi

lipas

Area pool 1 Ya 95 98 93 39

(N = 6) Tidak 5 2 7

Area pool 2 Ya 90 92 92 312

(N = 6) Tidak 10 8 8

Area pool 3 Ya 91 94 90 338

(N = 8) Tidak 9 6 10

Area pool 4 Ya 91 94 99 41

(N = 7) Tidak 9 6 1

Area pool 5 Ya 71 82 90 223

(N = 9) Tidak 29 18 10

Area pool 6 Ya 94 93 88 673

(N = 10) Tidak 6 7 12

Hubungan Infestasi Lipas dengan Biosekuriti Personal

Area pool bus 1 merupakan area pool bus dalam penyelenggaraan biosekuriti personal akan sanitasi dan kebersihan bus para petugas kebersihan tanpa menggunakan seragam khusus, kaos tangan/masker, alas kaki (sepatu khusus), makan/merokok, dan tidak dipengaruhi rasa kantuk. Demikian halnya area pool bus 1, pada area pool bus 2 diketahui sama di dalam penyelenggaraan biosekuriti personal. Area pool bus 3 penyelenggaraan biosekuriti personal yaitu dengan menggunakan seragam khusus, tidak menggunakan kaos tangan/masker, memakai alas kaki (sepatu khusus), tidak makan/merokok dan tidak dipengaruhi rasa kantuk. Area pool bus 4 pun diketahui sama dengan area pool bus 1 dan area pool bus 2 dalam penyelenggaraan biosekuriti personal, sedangkan area pool bus 5 dan area pool bus 6 pada dasarnya juga sama dengan area pool bus sebelumnya, hanya di dalam kegiatan sanitasi dan kebersihan bus dijumpai para petugas kebersihan bertugas sambil merokok.

(27)

15

area pool bus. Area pool bus 5 yaitu responden menjawab “Tidak” sebesar 29%,

dan responden menjawab “Ya” sebesar 71% (Lampiran 1). Indikator unsur variabel biosekuriti personal yaitu mencuci tangan dan ganti seragam setelah pencucian bus, menggunakan alas kaki saat pencucian bus, memakai seragam khusus saat pencucian bus, dan mendapat pengarahan petugas kebersihan pool bus, merupakan indikator-indikator terhadap jawaban “Tidak” responden dan dapat menjadi salah satu penyebab kejadian infestasi lipas di bus, sehingga mempengaruhi program biosekuriti personal area pool bus terhadap kesehatan dan keselamatan kerja bagi personal pekerja. Jumlah lipas terbanyak ditemukan adalah P. americana (152 individu), daripada B. germanica (71 individu). Tingginya jumlah P. americana pada area pool bus 5 dikarenakan lingkungan sekitar area pool bus berdekatan langsung dengan permukiman warga. Kassiri dan Kazemi (2012) menjelaskan P. americana ditemukan berkaitan dengan permukiman tempat tinggal manusia dan memiliki penyebaran di seluruh dunia. Lebih lanjut Klass (2009) P. americana bersembunyi pada waktu siang hari di tempat yang terlindung. Keluar dalam bangunan untuk mencari makanan di malam hari, dan jika terganggu, berlari cepat untuk bersembunyi.

Taraf signifikan hasil uji korelasi Spearman yang menjelaskan hubungan korelasi infestasi lipas dengan biosekuriti personal (P = 0.827) lebih besar dari angka kepercayaan (α = 0.05), menunjukkan bahwa hubungan korelasi tidak signifikan. Walaupun demikian, indikator-indikator unsur variabel biosekuriti personal dapat berpengaruh terhadap infestasi lipas di area pool bus. Angka koefisien korelasi (R = -0.116) termasuk dalam kategori lemah. Tanda negatif (-) pada koefisien korelasi menunjukkan arah korelasi yang berlawanan.

Faktor biosekuriti personal tidak mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus, tetapi indikator yang menjadi bagian dari biosekuriti personal dapat mempengaruhi infestasi lipas di area pool bus. Hal ini menjelaskan bahwa rendahnya tingkat biosekuriti personal maka memungkinkan infestasi lipas semakin tinggi di area pool bus, dan demikian sebaliknya.

Variabel biosekuriti personal merupakan program perlindungan bagi personal dan erat kaitannya dengan higiene sanitasi dan kebersihan area pool bus. Petugas kebersihan bus dalam bertugas masih dijumpai dengan tanpa menggunakan seragam khusus, tanpa kaos tangan/masker, tanpa alas kaki (sepatu khusus), dan bahkan masih dijumpai beberapa petugas bekerja sambil merokok. Keadaan ini merupakan perilaku kurang baik dalam mengukur tingkat keberhasilan program karena dapat berdampak langsung terhadap bahaya dan kecelakaan kerja bagi personal petugas, dan higiene sanitasi dan kebersihan bus terhadap infestasi lipas di dalam bus. Hal ini sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Bab I Pasal 1 Ayat 2: keselamatan dan kesehatan kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Hubungan Infestasi Lipas dengan Biosekuriti Tempat/Peralatan

(28)

16

tersedianya sumber air bersih, penggunaan alat-alat untuk pembersihan bus setelah digunakan, tidak adanya program pengendalian lipas, rata-rata umur bus sudah tua (6 tahun), jarak/tata parkir bus sangat rapat, dan kurangnya fasilitas listrik. Area pool bus 2 diketahui memiliki area pool bus luas, kegiatan pembersihan area bus sebelum/sesudah beroperasi, tersedianya tempat sampah, tersedianya sumber air bersih, dan alat-alat untuk pembersihan bus setelah

digunakan, tidak adanya program pengendalian lipas, umur bus lebih tua (7 tahun), jarak/tata parkir bus rapat dan kurangnya fasilitas listrik. Area pool bus

3 adalah area pool bus luas, kegiatan pembersihan area bus sebelum/sesudah beroperasi, tersedianya tempat sampah, tersedianya sumber air bersih, penggunaan alat-alat dan pembersihannya setelah digunakan, menggunakan insektisida (regent), rata-rata umur bus adalah 4 tahun, jarak/tata parkir bus rapat dan kurangnya fasilitas listrik. Area pool bus 4 dan area pool bus 5 merupakan area pool bus yang sama halnya dengan area pool bus 1 dalam penyelenggaraan biosekuriti tempat/peralatan, hal yang membedakan terdapat pada rata-rata umur bus yaitu 5 tahun pada area pool bus 4 dan 7 tahun pada area pool bus 5. Area pool bus 6 diketahui sama halnya dengan area pool bus 2, hal yang beda dari kedua area pool bus adalah umur bus, dengan rata-rata umur bus 4,5 tahun.

Infestasi lipas area pool bus 5 (223 individu) terhadap unsur variabel biosekuriti tempat/peralatan, diketahui memiliki persentase responden menjawab

“Tidak” lebih besar daripada persentase responden menjawab “Tidak” lainnya pada setiap area pool bus. Area pool bus 5 yaitu responden menjawab “Tidak” sebesar 18%, dan responden menjawab “Ya” sebesar 82% (Lampiran 2). Indikator unsur variabel biosekuriti tempat/peralatan yaitu bus dibersihkan sebelum/sesudah beroperasi, menggunakan insektisida, umur bus antara 1-5 tahun, menjadi indikator-indikator terhadap jawaban “Tidak” responden dan diketahui dapat menjadi salah satu penyebab kejadian infestasi lipas di bus. Jumlah lipas yang mendominasi di area pool bus 5 adalah P. americana (152 individu), daripada B. germanica (71 individu). Tingginya jumlah P. americana yang ditemukan pada area pool bus 5 dikarenakan area pool bus ini berdekatan dengan lingkungan permukiman warga. P. americana menyukai tinggal di dalam bagian dasar rumah yang lembab dan gelap (Hadi 2006).

Taraf signifikan hasil uji Korelasi Spearman yang menjelaskan hubungan korelasi infestasi lipas dengan biosekuriti tempat/peralatan (P = 0.425) lebih besar

dari angka kepercayaan (α = 0.05), menunjukkan bahwa hubungan korelasi tidak

signifikan. Indikator-indikator unsur variabel biosekuriti tempat/peralatan dapat berpengaruh terhadap infestasi lipas di area pool bus, tetapi angka koefisien korelasi (R = -0.406) yang diperoleh termasuk dalam kategori sedang. Tanda negatif (-) pada koefisien korelasi menunjukkan arah korelasi yang berlawanan.

Faktor biosekuriti tempat/peralatan tidak mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus, tetapi indikator yang menjadi bagian dari biosekuriti tempat/peralatan dapat mempengaruhi infestasi lipas di area pool bus. Hal ini menjelaskan bahwa rendahnya tingkat biosekuriti tempat/peralatan maka memungkinkan infestasi lipas semakin tinggi di area pool bus, dan demikian sebaliknya.

(29)

17

jarak/tata parkir bus. Tidak adanya program pengendalian lipas, umur bus yang tua (> 5 tahun), dan kurangnya fasilitas penerangan listrik. Kondisi ini perlu perhatian khusus dari pihak pengelola demi penanganan yang lebih baik, karena adanya unsur-unsur lingkungan tersebut dapat menyebabkan infestasi lipas di dalam bus. Pengendalian lipas secara terpadu dapat dilakukan dengan kegiatan sanitasi, menghilangkan makanan dan tempat persembunyian lipas.

Hubungan Infestasi Lipas dengan Biosekuriti Lingkungan

Area pool bus 1 merupakan area pool bus dalam penyelenggaraan biosekuriti lingkungan diketahui memiliki area bus berpagar dengan 1 pintu, kantor/area bus ditata pada lokasi yang sama, tidak ada pembatasan barang bawaan penumpang, tidak membuang sampah sembarang tempat, memiliki TPA, lingkungan area bus basah, tidak memiliki SPAL sehingga air kotor sisa pencucian bus dibiarkan tergenang di sekitar area bus, tersedia cukup sumber air bersih/alat-alat kebersihan. Area pool bus 2 memiliki area bus berpagar dengan 2 pintu, kantor/area bus ditata pada lokasi yang sama, tidak ada pembatasan barang bawaan penumpang, tidak membuang sampah sembarang tempat, memiliki TPA, lingkungan area bus basah, memiliki SPAL sebagai tempat saluran air kotor sisa pencucuian bus, tersedia cukup sumber air bersih/alat-alat kebersihan. Area pool bus 3 merupakan area pool bus yang diketahui sama halnya dengan area pool bus 1, tanpa ada hal yang membedakan dari kedua pool bus tersebut. Area pool bus 4 merupakan area pool bus yang memiliki kesamaan dengan area pool bus 1 dan area pool bus 3, dan adapun hal yang membedakan yaitu area pool bus ini berpagar dengan 2 pintu. Area pool bus 5 memiliki kesamaan dengan area pool bus 1 dan area pool bus 3, sedangkan area pool bus 6 diketahui penyelenggaraan biosekuriti lingkungan sama halnya dengan area pool bus 1, area pool bus 3 dan area pool bus 5.

Infestasi lipas area pool bus 6 (673 individu) terhadap unsur variabel biosekuriti lingkungan, diketahui memiliki persentase responden menjawab

“Tidak” lebih besar daripada persentase responden menjawab “Tidak” lainnya pada setiap area pool bus. Area pool bus 6 yaitu responden menjawab “Tidak” sebesar 12%, dan responden menjawab “Ya” sebesar 88% (Lampiran 3). Indikator unsur variabel biosekuriti lingkungan yaitu pembatasan secara ketat barang bawaan penumpang yang dapat membawa lipas dan lingkungan area bus kering, merupakan indikator-indikator terhadap jawaban “Tidak” responden dan dapat menjadi salah satu penyebab kejadian infestasi lipas di bus, sehingga mempengaruhi program biosekuriti lingkungan area pool bus. Jumlah lipas

terbanyak yang ditemukan adalah B. germanica (664 individu), daripada P. americana (9 individu). Tingginya jumlah B. germanica pada area pool bus 6

(30)

18

tersembunyi secara berkelompok di bawah, di sekitar atau di dalam dinding hingga di sekitar tempat pembuangan.

Taraf signifikan hasil uji korelasi Spearman yang menjelaskan hubungan korelasi infestasi lipas dengan biosekuriti lingkungan (P = 0.036) lebih kecil dari

angka kepercayaan (α = 0.05), menunjukkan bahwa hubungan korelasi yang signifikan. Indikator-indikator unsur variabel biosekuriti lingkungan dapat berpengaruh terhadap infestasi lipas di area pool bus dengan angka koefisien korelasi (R = -0.841) yang termasuk dalam kategori sangat kuat. Tanda negatif (-) pada koefisien korelasi menunjukkan arah korelasi yang berlawanan. Semakin rendah tingkat biosekuriti lingkungan kemungkinan infestasi lipas di area pool bus semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat biosekuriti lingkungan maka infestasi lipas di area pool bus dimungkinkan semakin rendah.

Faktor biosekuriti lingkungan dapat mempengaruhi infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus, tetapi indikator yang menjadi bagian dari biosekuriti lingkungan dapat mempengaruhi infestasi lipas di area pool bus. Hal ini menjelaskan bahwa rendahnya tingkat biosekuriti lingkungan maka memungkinkan infestasi lipas semakin tinggi di area pool bus, dan demikian sebaliknya.

Variabel biosekuriti lingkungan merupakan program perlindungan terhadap lingkungan area pool bus dan memiliki peran sangat penting terhadap infestasi lipas di bus. Pengelolaan area pool bus yang berwawasan lingkungan menjadi syarat utama demi mewujudkan higiene dan sanitasi lingkungan karena berhubungan langsung dengan lalu lintas dan kegiatan operasional bus. Dampak nyata terhadap lingkungan area pool bus yang kurang terawat seperti buruknya kebersihan lingkungan. Keadaan lingkungan ini menjadi media yang baik dan habitat lipas untuk berkembang dan menjadikan populasinya bertambah sebagai hama pengganggu.

Kegiatan jasa transportasi dalam penyelenggaraan angkutan kendaraan umum, umur kendaraan bus adalah maksimum 5 tahun (Kepmenhub. No. KM. 35 RI. 2003). Umur bus dapat diketahui menjadi salah satu faktor penyebab infestasi lipas di dalam bus. Hal tersebut bahwa bus dengan umur tua beberapa bagian elemennya, seperti lantai, dinding, dan kursi bus, mengalami penuaan dan rusak sehingga dapat ditemukan terdapat celah/retakan. Hal ini sangat mendukung dan menjadi tempat kesukaan bagi lipas untuk bersembunyi dan berkembangbiak.

(31)

19

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Jumlah individu jenis lipas di enam titik pengamatan lipas di dalam bus setiap area pool bus adalah B. germanica (1353 individu) dan P. americana (273 individu), dengan jumlah total 1626 individu lipas.

2. Sebaran infestasi lipas tertinggi di dalam bus, terdapat pada celah (48.68%) dan terendah pada rak (12.60%). Derajat infestasi lipas sangat tinggi ditemukan pada area pool bus 6 dengan infestasi 673 individu lipas.

3. Terdapat hubungan yang lemah (-0.116) antara infestasi lipas dengan biosekuriti personal, korelasi sedang (-0.406) antara infestasi lipas dengan biosekuriti tempat/peralatan, dan korelasi sangat kuat (-0.841) dengan biosekuriti lingkungan.

Saran

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal VK, Tilak R, Gupta KKD. 2005. Efficacy of synthetic pyrethroid and propoxur aerosol in the control of German cockroaches (Dictyoptera: Blatellidae) in cookhouses. Journal of Vector Borne Diseases [Internet]. [diunduh 2014 Apr 5]; 42(3):117-121. Tersedia pada: http://www.mrcindia.org/journal/issues/423117.pdf.

Bala AY, Sule H. 2012. Vectorial potential of cockroaches in transmitting parasites of medical importance in Arkilla, Sokoto, Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science. 20(2):111-115. doi: 10.1.1.452.8639.

Baumholtz MA, Parish LC, Witkowski JA, Nutting WB. 1997. The medical importance of cockroaches. International Journal of Dermatology. 36:90-96. doi: 10.1046/j.1365-4362.1997.00077.x.

Carrasco P, Cobas AEP, van de Pol C, Baixeras J, Moya A, Latorre A. 2014. Succession of the gut microbiota in the cockroach Blattella germanica. InternationalMicrobiology. 17:99-109. doi: 10.2436/20.1501.01.212. Cochran DG. 1999. Cockroaches; their biology, distribution and control.

WHO/CDS/CPC/WHOPES [Internet]. [diunduh 2014 Mei 10]; 99(3):1-83. Tersedia pada: http://www.who.int/iris/handle/10665/65846.

Dini AMV, Fitriany RN, Wulandari RA. 2010. Faktor iklim dan angka insiden demam berdarah dengue di Kabupaten Serang. Makara, Kesehatan. 14(1):31-38. doi: 10.7454/mjhr.v14i1.644.

Etim SE, Okon OE, Akpan PA, Ukpong GI, Oku EE. 2013. Prevalence of cockroaches (Periplaneta americana) in households in Calabar. Journal of Public Health and Epidemiology. 5(3):149-152. doi: 10.5897/JPHE12.081. Garfield E. 1990. The Cockroach connection - morphology, behavior, and the

relationship to allergies and disease. Journalology [Internet]. [diunduh

2014 Mei 10]; 13:407-412. Tersedia pada:

http://www.garfield.library.upenn.edu/essays/v13p407y1990.pdf.

Hadi UK, Rusli VL. 2006. Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus (Parasitiformes: Ixodidae) di daerah Kota Bogor. Jurnal Medis Veteriner Indonesia. Bogor (ID): FKH IPB Pr. 10(2):55-60.

Hadi UK, Soviana S. 2012. Ektoparasit: pengenalan, identifikasi, dan pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr. hlm:68-71.

Hadi UK. 2006. Lipas. Dalam: Sigit SH dan Hadi UK (Editor). Hama permukiman Indonesia. Pengenalan, biologi, dan pengendalian. Bogor (ID): UKPHP FKH-IPB Pr. hlm:73-96.

Hadi UK. 2011. Lipas atau kecoak Jerman, Blatella germanica [Internet]. Bogor (ID): Laboratorium Entomologi FKH IPB. hlm:1-2. [diunduh 2013 Mar 16]. Tersedia pada: http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/05/Lipas-Jerman.pdf.

(33)

21

Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, FKH, IPB. hlm:1-7. [diunduh 2013 Nov 8]. Tersedia pada:

http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2012/11/Serangga-Pengganggu-Kesehatan-Nyamuk-Lalat-Lipas-Semut-Labah-Labah-nov-2012.pdf.

Juneau KJ, Leppla NC, Walker AW. 2011. Advancement of integrated pest management in university housing. Journal of Integrated Pest Management. 2(3):1-6. doi: http://dx.doi.org/10.1603/IPM10011.

Kaakeh W, Bennett GW. 1997. Evaluation of trapping and vacuuming compared with low-impact insecticide tactics for managing German cockroaches in residences. Journal of Economic Entomology. 90(4):976-982. doi: http://www.ingentaconnect.com/content/esa/jee/1997/00000090/00000004 /art00016?crawler=true.

Kassiri H, Kazemi S. 2012. Cockroaches Periplaneta americana (L.), (Dictyoptera; Blattidae) as carriers of bacterial pathogens, Khorramshahr County, Iran. Jundishapur J Microbiol. 5(1):320-322. doi: 10.5812/kowsar.20083645.2434.

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Kendaraan Umum.

Klass C. 2009. Cockroaches (families: Blattellidae and Blattidae). Departement of Entomology, Cornell University [Internet]. [diunduh 2014 Mei 10]; 430:1-3. Tersedia pada: http://hdl.handle.net/1813/14320.

Lee CY. 1998. Control of insecticide-resistant German cockroaches, Blattella germanica (L.) (Dictyoptera: Blattellidae) in food-outlets with hydramethylnon-based bait stations. Tropical Biomedicine [Internet]. [diunduh 2014 Apr 9]; 15:45-51. Tersedia pada: http://www.chowyang.com/uploads/2/4/3/5/24359966/024.pdf.

Lee DK, Lee WJ, Sim JK. 2003. Population densities of cockroaches from human dwellings in urban areas in The Republic of Korea. Journal of Vector

Ecology [Internet]. [diunduh 2014 Apr 5]; 28(1):90-96. Tersedia pada:

http://www.researchgate.net%2Fprofile%2FWon-Ja_Lee%2Fpublication%2F10687155%2Flinks%2F0046351a59fc2879b20 00000.pdf.

Lopata AL, Jeebhay MF, Groenewald M, Manjra A, Toit GD, Sibanda EN, Calvert J, Lee S, Schinkel M, Fenemore B et al. 2005. Sensitisation to three cockroach species in Southern Africa. Current Allergy & Clinical Immunology [Internet]. [diunduh 2014 Mar 20]; 18(2):60-66.

Tersedia pada:

http://reference.sabinet.co.za/webx/access/electronic_journals/caci/caci_v1 8_n2_a4.pdf.

Mandagie HY. 2011. Tinjauan fasilitas sanitasi kapal motor ratu maria jurusan Manado-Talaud Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Lingkungan Kemenkes Manado [Internet]. [diunduh 2016 Apr 18]; 1(1): 28-37. Tersedia pada: ejurnal.poltekkesmanado.ac.id/index.php/JKL/article/download/56/87. Mari LB, Baneres AB, Felipo FJP, Mari JM, Peydro RJ. 2013. American

(34)

22

Menasria T, Moussa F, El-Hamza S, Tine S, Megri R, Chenchouni H. 2014. Bacterial load of German cockroach (Blattella germanica) found in hospital environment. Pathogens and Global Health. 108(3):141-147. doi: 10.1179/2047773214Y.0000000136.

Moore WS. 2008. Cockroaches through history. Pest Control A McKinzie Inc. Company [Internet]. [diunduh 2014 Mei 9]; 20(1):1-2. Terdapat pada: http://www.mckinziepest.com/newsletter/Jan08McKinzie.pdf.

Mouchtouri VA, Anagnostopoulou R, Voyadjoglou AS, Theodoridou K, Hatzoglou C, Kremastinou J, Hadjichristodoulou C. 2008. Surveillance study of vector species on board passenger ships, risk factors related to infestations. BMC Public Health. 8(100):1-8. doi: 10.1186/1471-2458-8-100.

Naeem A, Jaleel W, Saeed Q, Zaka SM, Saeed S. 2014. Life style of people and surveillance of management related to cockroaches in Southern Punjab, Pakistan. Turkish Journal of Agricultural and Natural Sciences [Internet]. [diunduh 2014 Mei 8]; 1(2):227-233. Tersedia pada: http://www.turkjans.com/wp-content/uploads/2014/04/19.-MAKALE-TJANS-14-002-227-233.pdf.

Nasirian H. 2007. Duration of fipronil and imidacloprid gel baits toxicity against German cockroach, Blatella germanica strains of Iran. Iranian Journal Arthropod-Borne Diseases [Internet]. [diunduh 2014 Apr 10]; 1(2):40-47. Tersedia pada: http://jad.tums.ac.ir/index.php/jad/article/download/17/15. Ogg B, Ogg C, Ferraro D. 2006. Cockroach control manual. Second edition.

Lancaster (AM). Institute of Agriculture and Natural Resources (IANR), University of Nebraska [Internet]. [diunduh 2014 Mar 19]; 2:1-64.

Tersedia pada:

http://lancaster.unl.edu/pest/roach/cockroach%20manual.pdf.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Pratt HD. 1953. Cockroaches: pictorial key to some common species. Public Health Service (Communicable DiseaseCenter) [Internet]. [diunduh 2014

Apr 18]; 55-62. Tersedia pada:

http://www.cdc.gov/nceh/ehs/docs/pictorial_keys/cockroaches.pdf.

Sarinho E, Schor D, Veloso MA, Rizzo JA. 2004. There are more asthmatics in home with high cockroach infestation. Brazilian Journal of Medical and Biological Research [Internet]. [diunduh 2014 Jul 20]; 37(4):503-510. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1590/S0100-879X2004000400007. Shahraki GH, Noor HM, Rafinejad J, Shahar MK, Ibrahim YB. 2010. Efficacy of

sanitation and sanitary factors against the German cockroach (Blattella germanica) infestation and effectiveness of educational programs on sanitation in Iran. Asian Biomedicine [Internet]. [diunduh 2014 Apr 2];

4(5):803-810. Tersedia pada:

http://abm.digitaljournals.org/index.php/abm/article/viewFile/509/374. Shahraki GH. 2013. Evaluation of sanitation in an IPM program for cockroach

Gambar

Gambar 1  Area pool bus; A: pool 1; B: pool 2; C: pool 3; D: pool 4;
Gambar 2  Jenis lipas; A: Blattella germanica; B: Periplaneta americana
Tabel 3  Derajat infestasi lipas di dalam bus pada setiap area pool bus di Bogor
Tabel 4  Distribusi frekuensi total unsur-unsur variabel biosekuriti personal,

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5 menunjukkan bahwa total vitamin C yang rendah diperoleh pada tomat dengan tingkat kematangan 0-10% kulit merah yang berbeda nyata dengan perlakuan

Selain menggunakan pendekatan permasalahan dengan menganalisis fungsi objektif dealer, Stoll (1978) serta Ho dan Stoll (1981) secara khusus me-model-kan dealer sebagai

Melakukan optimasi fase gerak (jenis campuran fase gerak, perbandingan fase gerak, laju alir fase gerak) sehingga diperoleh kondisi yang optimum dari metode kromatografi

quervain’s syndrome. c) Penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian berikutnya mengenai.. penanganan de quervain’s syndrome. d) Diharapkan kepada rekan-rekan

BUKU PiNIAR UNTUK. MAHASISWA ARSITEKTUR

Hasil penelitian ditemukan yang tidak memberikan imunisasi campak 42,2% diwilayah kerja puskesmas Padang Pasir, tingkat pendidikan responden rendah

Dalam membangun sistem penalaran fuzzy, dibutuhkan beberapa parameter masukan meliputi: data yang menjadi variabel input beserta data himpunan yang menyertai tiap

Pada tahap ini, dievaluasi hasil dari peramalan permintaan yang dihasilkan oleh model, dan membandingkannya dengan beberapa metode tradisional seperti Moving Average , Double