• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Dan Strategi Implementasi Program Hutan Desa Di Desa Tanjung Aur Ii Kabupaten Bengkulu Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Dan Strategi Implementasi Program Hutan Desa Di Desa Tanjung Aur Ii Kabupaten Bengkulu Selatan."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASI

PROGRAM HUTAN DESA DI DESA TANJUNG AUR II

KABUPATEN BENGKULU SELATAN

DESMANTORO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kelayakan dan Strategi Implementasi Program Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II Kabupaten Bengkulu Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Desmantoro

(4)

Desa Tanjung Aur II Kabupaten Bengkulu Selatan. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan LETI SUNDAWATI.

Implementasi program perhutanan sosial Hutan Desa membutuhkan kajian terhadap kelayakan prasyarat program (areal kerja, lembaga pengelola, dan dukungan stakeholder) dan strategi khusus yang berbasis kondisi prasyarat program. Guna mengkaji kelayakan program Hutan Desa dan menyusun strategi implementasi program tersebut di Desa Tanjung Aur II, Kabupaten Bengkulu Selatan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk 1) mengidentifikasi kondisi biogeofisik kawasan hutan yang terkait dengan persyaratan areal kerja; 2) menganalisis kondisi sosekbud masyarakat yang terkait dengan persyaratan kelembagaan; 3) menganalisis dukunganstakeholderyang terkait dengan fasilitasi dan pendampingan; dan 4) memformulasikan strategi yang sesuai bagi implementasi program Hutan Desa di wilayah Desa Tanjung Aur II.

Penelitian dilakukan di wilayah Desa Tanjung Aur II, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu sejak bulan Februari hingga Juli 2015. Penelitian menggunakan metode survei dan kajian kualitatif. Variabel penelitian terdiri dari variabel biogeofisik kawasan hutan, sosekbud masyarakat yang berinteraksi dengan hutan negara, dan dukungan stakeholder. Responden/informan penelitian terdiri dari 47 orang perambah hutan negara (snowballdengan kuota kontrol), 15 orang stakeholder/informan kunci (snowball

dengan kuota kontrol), dan 7 orang responden pakar (purposif). Data-data dianalisis dengan menggunakan analisis spasial, analisis deskriptif kualitatif, analisis modal sosial, analisis stakeholder, analisis faktor internal dan eksternal, analisis SWOT, dan analisis QSPM.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: 1) Secara biogeofisik, areal hutan negara di Desa Tanjung Aur II memenuhi persyaratan dan layak diusulkan sebagai areal kerja Hutan Desa; 2) Kondisi sosekbud masyarakat di wilayah Desa Tanjung Aur II memungkinkan untuk membentuk lembaga pengelola Hutan Desa, melalui kolaborasi masyarakat perambah hutan negara dan perwakilan masyarakat Desa Tanjung Aur II; 3) Stakeholder siap memberikan dukungan fasilitasi dan pendampingan sesuai kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing. Stakeholder

kunci dalam implementasi program Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II adalah BPDAS Ketahun, Dishut Provinsi Bengkulu, Dishut ESDM Kabupaten Bengkulu Selatan, LSM Ulayat, dan Aparatur Desa Tanjung Aur II; 4) Strategi implementasi program Hutan Desa yang sesuai bagi Desa Tanjung Aur II adalah strategi kompetitif atau diversifikasi (strategi S-T), dengan startegi prioritas utama adalah mencari dan meminta dukungan dari stakeholder terkait ataupun pihak-pihak lainnya yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk melakukan fasilitasi dan pendampingan.

(5)

SUMMARY

DESMANTORO. Feasibility and Implementation Strategy of village forest Program at Tanjung Aur II Village, South Bengkulu Regency. Supervised by NURHENI WIJAYANTO and LETI SUNDAWATI.

Implementation of social forestry program of village forest requires a feasibility study of the program prerequisite (area of operation, management institution, and stakeholder support) and specific strategies based on program prerequisite condition. In order to assess the village forest program and develop strategy for its implementation at Tanjung Aur II Village, South Bengkulu District a research has been done with the aims to 1) identify bio-geophysical conditions of forests associated with the requirements of the work area; 2) analyze the conditions of sosio-economic-cultural society associated with institutional requirements; 3) analyze the support of stakeholders associated with the facilitation and mentoring; and 4) formulate appropriate strategies for the implementation of village forest program at Tanjung Aur II.

This study was conducted at Tanjung Aur II Village, Pino Raya Subdistrict, South Bengkulu Regency, Bengkulu Province from February to July 2015. The study used a survey method and qualitative studies. The research variables consisted of forest bio geophysical variables, sosio-economic-cultural society who interacted with state forests, and stakeholder support. Respondents/informants consisted of 47 state forest encroachers (snowball with quota controll), 15 stakeholders/key informants (snowball with quota controll), and 7 expert respondent (purposive). Data is analyzed using spatial analysis, qualitative descriptive analysis, analysis of social capital, stakeholders analysis, analysis of internal and external factors, SWOT analysis, and QSPM analysis.

The research results revealed that: 1) the biogeophysical conditions of state forest areas in the village of Tanjung Aur II was compliant and suitable to be proposed as village forest working area; 2) conditions of socio-economic-cultural communities in Tanjung Aur II allowed to form village forest management institution, through collaboration between state forest encroachers and the villager representatives of Tanjung Aur II; 3) stakeholders were ready to provide support facilitation and assistance according to their capacitiy and capabilities. Key stakeholder for the implementation of the village forest program in Tanjung Aur II were BPDAS Ketahun, Dishut Provinsi Bengkulu, Dishut ESDM Bengkulu Selatan, NGOs Ulayat, and officials of Tanjung Aur II Village; 4) the implementation strategy of village forest program that suitable for Tanjung Aur II was a competitive strategy or diversification (S-T strategy), with the main strategy priority is seeking and asking for support from relevant stakeholders or other parties who had the capacity and capability to undertake facilitation and assistance.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

KELAYAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASI

PROGRAM HUTAN DESA DI DESA TANJUNG AUR II

KABUPATEN BENGKULU SELATAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Kelaya Tanjung

Nama : Desma

NIM : P052130511

Prof Dr Ir Nurheni W Ketua

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberda Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusm

Tanggal Ujian: 4 Nove

yakan dan Strategi Implementasi Program Huta ung Aur II Kabupaten Bengkulu Selatan

antoro 052130511

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

ni Wijayanto, MS tua

Dr Ir Leti Sundawa Anggot

Diketahui oleh

udi rdaya gan

usmana, MS

Dekan Sekolah Pa

Dr Ir Dahrul Syah, MS

ovember 2015 Tanggal Lulus:

utan Desa di Desa

wati, MScFTrop nggota

h Pascasarjana

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Kelayakan dan Strategi Implementasi Program Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II Kabupaten Bengkulu Selatan dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan Dr Ir Leti Sundawati, MScFTrop selaku komisi pembimbing atas semua arahan, bimbingan, dan kebaikannya kepada penulis.

2. Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScFTrop selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Lailan Syaufina, MSc selaku pimpinan sidang ujian tesis atas saran dan masukan bagi penulis dan perbaikan karya ilmiah ini.

3. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Kementerian Kehutanan selaku pemberi beasiswa pendidikan pascasarjana bagi penulis.

4. Dosen dan staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascsarjana IPB atas semua dukungan dan bantuannya selama penulis melaksanakan studi.

5. Aparatur dan masyarakat desa, serta masyarakat penggarap lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II atas semua bantuan dan kerjasama selama pelaksanaan penelitian.

6. BPDAS Ketahun, Dinas Kehutanan ESDM Kabupaten Bengkulu Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, PT Jatropha Solutions, LSM Ulayat, DPRD Bengkulu Selatan, Bappeda Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu atas semua bantuan dan kerjasama selama pelaksanaan penelitian.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan (PSL IPB 2013) atas kekompakan, kebersamaan, persahabatan, dansharingpengetahuannya.

8. Orang tua dan saudara-saudaraku: Ayahanda Dulana Ra'it (alm) dan Ibunda Zuhaibaniah, Ayahanda Kustomo dan Ibunda Sutarmi, Mas Yoyo & Wa Elpi, Jemi & Liza, Yadi & Isty, Yuda & Uut, dan Kresno Bri Hutomo; keluarga kecilku tercinta: isteriku Kristina Paskana, S.S.T., M.Kes. dan putriku Asha Ardhiona Bunga Silvana, atas semua dukungan, doa, cinta, kasih sayang, semangat dan kebaikan yang tiada henti kepada penulis.

9. Pihak-pihak lainnya yang telah membantu pelaksanaan studi, penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas semua bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015

(12)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran dan Ruang Lingkup Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 6

2 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 7

Alat dan Bahan... 7

Rancangan dan Metode Penelitian... 7

Penentuan Responden dan Informan... 7

Metode Analisis Data... 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Tanjung Aur II ... 15

Biogeofisik Kawasan Hutan... 19

Sosekbud Masyarakat yang Berinteraksi dengan Hutan... 24

DukunganStakeholder ... 34

Strategi Implementasi Hutan Desa... 43

4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 54

Saran... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN... 60

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rincian tahapan penelitian ... 8

2 Matrik posisi stakeholder berdasarkan kekuatan, kepentingan dan pengaruh... 11

3 Matrik penilaian bobot faktor strategis internal ... 12

4 Matrik penilaian bobot faktor strategis eksternal ... 12

5 Matrikinternal factor evaluation... 13

6 Matrikexternal factor evaluation ... 13

7 Matrik analisis SWOT ... 14

8 Matrik analisis QSPM ... 14

9 Penggunaan lahan di wilayah Desa Tanjung Aur II... 16

10 Luas kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II... 19

11 Tutupan lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II... 19

12 Hasil identifikasi kelayakan calon areal kerja Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II... 22

13 Perambah hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II... 25

14 Kelas umur dan tingkat pendidikan responden ... 26

15 Tingkat kepercayaan masyarakat ... 27

16 Tingkat pengetahuan dan penerapan norma/aturan setempat ... 28

17 Tingkat kerjasama dan jaringan ... 29

18 Akumulasi modal sosial masyarakat penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II ... 29

19 Penilaian tingkat kepentinganstakeholder ... 34

20 Penilaian tingkat pengaruhstakeholder... 36

21 Penilaian tingkat kekuatanstakeholder ... 40

22 Matrik posisi stakeholder berdasarkan kekuatan, kepentingan, dan pengaruh (hasil analisisstakeholder)... 41

23 Potensi dukungan stakeholder dalam implementasi Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II... 43

24 Hasil evaluasi faktor internal ... 44

25 Hasil evaluasi faktor eksternal ... 46

26 Matrik S-T strategi implementasi hutan desa di Desa Tanjung Aur II ... 49

(14)

1 Pohon masalah penelitian ... 4

2 Kerangka pemikiran dan ruang lingkup penelitian... 5

3 Nomogram Harry King ... 9

4 Model interaktif analisis data kualitatif (Miles dan Huberman 1994)... 10

5 Peta sketsa wilayah administrasi Desa Tanjung Aur II... 15

6 Peta penggunaan lahan Desa Tanjung Aur II ... 17

7 Klasifikasi penduduk Desa Tanjung Aur II berdasarkan tingkat pendidikan... 17

8 Peta tutupan lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II ... 20

9 Peta rencana areal kerja Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II... 23

10 Kuadran strategi implementasi program Hutan Desa... 48

(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan sumberdaya hutan, khususnya hutan negara di Indonesia memiliki setidaknya tiga persoalan utama, yaitu persoalan ekologi, ekonomi, dan sosial yang saling berkaitan. Ditjen Planologi (2013) mencatat angka deforestasi sebesar 30.6 juta hektar (27.7%) dari 110.4 juta hektar kawasan hutan tetap di Indonesia. Laju kerusakan hutan menurut Sumargo et al. (2011) adalah sebesar 1.51 juta hektar per tahun. Tingginya angka deforestasi umumnya disebabkan oleh konversi kawasan hutan menjadi areal non-kehutanan, perladangan dan perambahan hutan, serta terjadinya illegal logging. Kondisi ekonomi masyarakat yang berada di sekitar hutan merupakan faktor yang turut menentukan luasnya garapan masyarakat di dalam kawasan hutan (Subarna 2011).

Jutaan masyarakat lokal kehidupannya tergantung dari sumberdaya hutan (Kartodihardjo et al. 2013). Berdasarkan data BPS (2013), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2013 mencapai 28.07 juta orang (11.37%) dari 246.88 juta jiwa penduduk. Sebanyak 17.74 juta penduduk miskin berada di pedesaan dengan lapangan usaha atau pekerjaan utama di sektor pertanian. Hakim

et al. (2010) mengungkapkan bahwa sebagian besar penduduk miskin di pedesaan tersebut tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Masyarakat ini mengalami dua tipe kemiskinan, yakni kemiskinan struktural dan kemiskinan natural.

Hutan merupakan suatu ekosistem sosial politik yang merupakan arena bagi berbagai kepentingan sumberdaya alam (Cahyono 2012). Kompleksitas kepentingan banyak pihak, termasuk masyarakat dapat memicu lahirnya konflik sosial antarpihak yang berkepentingan dalam penguasaan hutan. Konflik penguasaan hutan tidak hanya menimbulkan kerusakan sumberdaya alam, tetapi juga merusak relasi antarmanusia dan hancurnya tatanan sosial (Maring 2013). Permasalahan ini tidak dapat diatasi dengan meniadakan komponen yang dianggap mengancam (masyarakat), tetapi dapat diantisipasi dengan cara memperbaiki dan membangun hutan bersama-sama (pemerintah dan masyarakat) agar hutan menjadi tetap lestari dan bermanfaat (Sumanto 2009).

(16)

Salah satu program perhutanan sosial yang digagas oleh pemerintah adalah Hutan Desa. Hutan Desa didefinisikan sebagai hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa (Dephutbun 1999; Dephut 2007; Wiyono dan Santoso 2009). Dalam Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa, disebutkan bahwa penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat desa melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari serta bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Sahide (2011) menyebutkan bahwa desa dan hutan memiliki ikatan historikal yang kuat. Pengembangan desa tidak terlepas dari pembukaan wilayah hutan. Berdasarkan hasil identifikasi Dephut dan BPS (2009), terdapat 9,103 desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Implementasi program Hutan Desa merupakan salah satu bentuk nyata program pembangunan desa berbasis pendayagunaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia lokal sebagaimana yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan bahwa pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Desa menyebutkan bahwa dalam rangka pembangunan desa, pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat desa salah satunya dengan mengembangkan program dan kegiatan pembangunan desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di desa. Implementasi program Hutan Desa merupakan salah satu bentuk nyata program pembangunan desa yang berbasis pendayagunaan SDM dan SDA desa setempat.

Pengalaman implementasi program Hutan Desa seperti di Kabupaten Bantaeng (Desa Labbo, Desa Pattaneteang dan Kelurahan Campaga) membuktikan bahwa nilai ekonomi dari jasa lingkungan hutan desa dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dapat diandalkan untuk mendorong pembangunan ekonomi di tingkat lokal. Nilai-nilai inilah yang menjadi contoh penting untuk menjawab keraguan berbagai pihak akan dampak dan manfaat nyata dari Hutan Desa. Nilai-nilai ini dapat dicapai setidaknya dengan melakukan pengelolaan pada tiga aspek, yaitu kelola tenurial, kelola kelembagaan, dan kelola usaha/ penghidupan dengan dukungan fasilitasi berbagai pihak (Supratman dan Sahide 2013).

(17)

3

sosekbud (lembaga pengelola), dan dukungan stakeholder (fasilitasi dan pendampingan). Secara umum, persyaratan tersebut dapat dikelompokkan menjadi persyaratan biogeofisik, persyaratan sosekbud masyarakat target, dan persyaratan dukungan stakeholder. Implementasi program ini pun memerlukan strategi yang baik untuk menunjang keberhasilan program. Strategi merupakan arah dan cakupan organisasi dalam jangka panjang, yang mencapai keunggulan dalam lingkungan yang berubah melalui konfigurasi sumberdaya dan kompetensi dengan tujuan memenuhi harapan stakeholder (Johnson et al. 2009). Strategi yang baik disusun berdasarkan hasil kajian kondisi riil yang ada dan spesifik pada rencana lokasi implementasi program tersebut.

Desa Tanjung Aur II di Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan salah satu potret nyata desa hutan yang belum tersentuh program perhutanan sosial, termasuk program Hutan Desa. Sebagian besar wilayah Desa Tanjung Aur II merupakan kawasan hutan negara yang memiliki fungsi strategis sebagai pengatur sistem tata air dan penyangga bagi wilayah-wilayah lainnya dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Pino. Sebagian areal hutan negara ini dirambah dan dikonversi menjadi lahan pertanian atau perkebunan oleh masyarakat. Berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh instansi yang membidangi kehutanan di Kabupaten Bengkulu Selatan menyebabkan upaya-upaya perlindungan dan pengamanan kawasan hutan dari ancaman perambahan cukup sulit untuk dilaksanakan secara intensif. Ancaman perambahan ini sangat mungkin akan meluas, mengingat 58.6% penduduk usia kerja yang bekerja di Kabupaten Bengkulu Selatan lapangan pekerjaan utamanya adalah di sektor pertanian dan membutuhkan lahan untuk aktifitas budidaya (BPS Kab. BS 2013).

Kondisi ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat, salah satunya adalah dengan mengimplementasikan program perhutanan sosial Hutan Desa. Melalui program ini, masyarakat perambah dan masyarakat desa digugah kesadarannya dan diminta partisipasinya untuk bersama-sama denganstakeholder

terkait membangun dan melindungi hutan agar tetap lestari dan bermanfaat. Dalam rangka implementasi program ini di Desa Tanjung Aur II, perlu dilakukan kajian mengenai kelayakan kondisi prasyarat implementasi program tersebut. Berdasarkan kondisi prasyarat implementasi program yang ada, selanjutnya perlu dikaji dan disusun strategi implementasi yang sesuai. Dengan serangkaian kajian dan penyusunan strategi ini diharapkan implementasi program Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II dapat berjalan lancar dan mencapai keberhasilan.

Rumusan Masalah

(18)

Hutan Desa merupaka dalam mengurai permasala Tanjung Aur II. Hal ini dila ikatan historikal yang kuat; organisasi pengelola; 3) Pem merupakan prioritas pem implementasi program Hut positif.

Guna mengetahui apa Desa Tanjung Aur II dipe program ditinjau dari kondi program Hutan Des meliput lembaga pengelola (sosekbud) (dukungan stakeholder). B disusun strategi implement Tanjung Aur II. Dengan be prasyarat program serta st Hutan Desa dapat diimple Rumusan permasalahan pe masalah pada Gambar 1. c. Bagaimana potensi du terhadap implementasi pr d. Bagaimana strategi yan

wilayah Desa Tanjung A

upakan program perhutanan sosial yang dirasa ak alahan pokok kehutanan di pedesaan, termasuk dilandasi argumentasi, yaitu: 1) Desa dan hutan kuat; 2) Hutan Desa memiliki kejelasan batasan

embangunan wilayah desa berbasis SDA dan S pembangunan nasional; 4) Beberapa pe utan Desa di daerah lain memperlihatkan ha

apakah program Hutan Desa dapat diimplement iperlukan penelitian mengenai kelayakan impl ndisi prasyarat program tersebut. Prasyarat impl liputi ketersediaan areal kerja (biogeofisik), ke sekbud), serta adanya fasilitasi dan penda . Berdasarkan kondisi prasyarat program, se

entasi yang sesuai untuk diterapkan di wila n bekal pengetahuan dan pemahaman terhada strategi implementasi yang baik diharapkan plementasikan dengan baik di Desa Tanjung penelitian sebagaimana diilustrasikan dala

ambar 1 Pohon masalah penelitian

ian yang terkait dengan kajian kelayakan da utan Desa di Desa Tanjung Aur II, yaitu:

ogeofisik kawasan hutan di Desa Tanjung Aur II m a Hutan Desa?

kbud masyarakat di Desa Tanjung Aur II memun baga pengelola Hutan Desa?

dukungan fasilitasi dan pendampingan st

si program Hutan Desa di wilayah Desa Tanjung yang sesuai bagi implementasi program Hutan

(19)

Kerangk

Program Hutan dapat menjadi solusi negara di Desa Tanjun implementasi program pengelola, serta dukun perlu dikaji terlebih da biogeofisik, sosekbud, tersebut akan diketahui Tanjung Aur II.

angka Pemikiran dan Ruang Lingkup Peneliti

an Desa merupakan salah satu skema perhuta usi alternatif bagi permasalahan pengelolaan sum

njung Aur II. Persyaratan utama yang harus ram Hutan Desa adalah ketersedian areal dukungan fasilitasi dan pendampingan. Ketiga

h dahulu dengan mengidentifikasi serta meng kbud, dan dukungan stakeholder terkait. Dar ahui kelayakan program ini untuk diimplement

lanjutnya adalah merumuskan strategi yan ram Hutan Desa di wilayah Desa Tanjung A plementasi yang baik, diharapkan program Huta

pat terlaksana dengan baik. Program Hutan D n dengan baik akan mampu menjamin kel

ejahteraan, dan mencegah terjadinya konfli n. Kerangka pemikiran dan ruang ling ustrasikan dalam Gambar 2.

2 Kerangka pemikiran dan ruang lingkup pene

5

litian

hutanan sosial yang sumberdaya hutan us dipenuhi dalam al kerja, lembaga ga persyaratan ini nganalisis kondisi ari hasil analisis entasikan di Desa

(20)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di awal, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi kondisi biogeofisik kawasan hutan di Desa Tanjung Aur II

yang terkait dengan persyaratan areal kerja Hutan Desa.

2) Menganalisis kondisi sosekbud masyarakat di Desa Tanjung Aur II yang terkait dengan persyaratan kelembagaan Hutan Desa.

3) Menganalisis dukungan stakeholder yang terkait dengan fasilitasi dan pendampingan dalam implementasi program Hutan Desa.

4) Memformulasikan strategi yang sesuai bagi implementasi program Hutan Desa di wilayah Desa Tanjung Aur II.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1) Sebagai sumber informasi ilmiah bagi pemerintah pusat dan daerah, dan

stakeholderlainnya dalam melaksanakan dan mengembangkan program Hutan

Desa, khususnya di wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan.

(21)

7

2 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Tanjung Aur II, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Posisi geografis lokasi penelitian terletak di koordinat 1020 5511211- 1030211111BT dan 40912911 - 40 1912411LS. Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, mulai bulan Februari 2015 hingga bulan Juli 2015.

Alat dan Bahan

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian antara lain:

handycam/recorder, Global Positioning System, software pemetaan (arcGIS 9.3 dan Google Earth Pro), kuisioner, dan panduan wawancara. Bahan penelitian terdiri dari data spasial (administrasi, kawasan hutan, jaringan sungai dan DAS, jaringan jalan, perijinan lahan dan hutan, dan citra satelit), data statistik, profil desa, data kuisioner, dan hasil wawancara.

Rancangan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dan kajian kualitatif (Singarimbun 2006; Sugiyono 2009; Sugiyono 2013). Variabel penelitian, data, metode pengumpulan dan analisis data sebagaimana tertera dalam rincian tahapan penelitian (Tabel 1).

Penentuan Responden dan Informan

Responden/informan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) responden masyarakat; (2) responden stakeholder/key informan; dan (3) responden ahli

(expert). Responden kategori pertama ditujukan untuk menggali dan

mendapatkan data variabel sosekbud masyarakat. Responden/informan kelompok kedua ditujukan untuk menggali dan mendapatkan data variabel dukungan stakeholder dan data pendukung lainnya. Responden kelompok ketiga ditujukan untuk diminta pendapatnya dalam penyusunan strategi dan prioritas strategi. Penarikan responden/informan penelitian menggunakan metode non probability sampling secara snowball dengan quota controll

untuk memilih responden/informan kelompok pertama dan kedua, dan secara

purposiveuntuk kelompok responden pakar.

(22)

Tabel 1 Rincian tahapan penelitian

No. Tahapan/tujuanpenelitian penelitianVariabel Data/informasi yangdikumpulkan

Metode pengumpulan

data

Sumber data Metode analisisdata Luaran

(23)
(24)

a). Analisis Komponen Biogeofisik

Data-data yang terkait dengan biogeofisik dan mengandung informasi keruangan (spasial) dianalisis dengan metode overlay (tumpang susun) yang biasa digunakan dalam analisis spasial (Prasetyo 2011). Data-data yang berisi informasi spasial baik data primer (hasil observasi dan pengambilan data langsung di lapangan menggunakan GPS) maupun data sekunder (data spasial administrasi wilayah, kawasan hutan, jaringan sungai dan DAS, jaringan jalan, perijinan lahan dan hutan, olahan citra aster GDEM, bing maps, dan google earth) dijadikan input (masukan). Selanjutnya, data-data tersebut diproses menggunakan teknik overlay (tumpang susun) dan diolah dengan fitur-fitur editing yang sesuai menggunakan software ArcGIS 9.3 yang dilengkapi extension tools yang diperlukan. Setelah itu, dilakukan proses

layout sehingga dihasilkan peta-peta tematik yang berisikan data dan informasi spasial yang bermanfaat dalam penentuan Areal Kerja Hutan Desa. Data-data komponen biogeofisik non spasial lainnya dianalisis secara deskriptif.

b). Analisis Komponen Sosekbud

Data-data komponen sosekbud masyarakat, termasuk juga persepsi dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitatif yang dipakai adalah metode Miles dan Huberman (1994). Menurut metode ini, analisis data dilakukan dengan melakukan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui penggambaran atau verifikasi. Model analisis ini sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Model interaktif analisis data kualitatif (Miles dan Huberman 1994)

Modal sosial masyarakat penggarap lahan hutan negara yang menjadi salah satu komponen sosekbud dianalisis dengan menggunakan metode

Social Capital Integrated Questionnaire (SC-IQ) yang dikembangkan oleh Grootaert et al. (2004). Model ini kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi lokasi dan tujuan penelitian. Modal sosial yang diukur meliputi (1) tingkat kepercayaan, (2) tingkat pengetahuan dan penerapan norma/aturan setempat, dan (3) kerjasama dan jaringan.

Data

collection Data display

Data reduction

(25)

11

c). AnalisisStakeholder

Analisis stakeholder menggunakan metode analisis kategori kombinasi (Febriani 2012) dengan mengklasifikasikan stakeholder berdasarkan: (1) kepentingan, (2) pengaruh dan (3) kekuatan mereka dalam implementasi program Hutan Desa. Metode ini dikembangkan dari metode analisis kategori berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh (Reed et al. 2009) dan analisis kategori berdasarkan tingkat kekuatan dan pengaruh (Silverstein et al. 2009). Kombinasi dari dua analisis kategori tersebut menghasilkan sebuah matrik sebagaimana diilustrasikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Matrik posisi stakeholder berdasarkan kekuatan, kepentingan dan pengaruh

Tingkat kepentingan

stakeholder

Tingkat kekuatan

stakeholder

Tingkat pengaruhstakeholder

Pengaruh rendah Pengaruh tinggi

Kepentingan rendah

Kekuatan rendah

Kekuatan tinggi

Kepentingan tinggi

Kekuatan rendah

Kekuatan tinggi

d). Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Analisis faktor internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor-faktor ini dianalisis dengan menggunakan Matrik Internal Factor Evaluation (IFE). Analisis faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman yang mungkin ada. Faktor-faktor eksternal dianalisis menggunakan Matrik Eksternal Factor Evaluation (EFE) (Rangkuti 1997; David 2009). Langkah-langkah penyusunan Matrik IFE dan EFE adalah sebagai berikut:

(a) Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal

Langkah ini diawali dengan perumusan variabel unsur-unsur kekuatan dan variabel unsur-unsur kelemahan yang ada di dalam wilayah penelitian dan masyarakat target. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dengan merumuskan variabel unsur-unsur peluang dan berbagai ancaman yang ada. Hasil identifikasi dari masing-masing kemudian diberikan bobot dan skor peringkat (rating).

(b) Penentuan bobot setiap variabel

Penentuan bobot dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal kepada responden atau informan terpilih

(purposive). Pembobotan menggunakan metode perbandingan

berpasangan (paired comparison) (David 2009).

(26)

(2) skor 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal, dan (3) skor 3 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal. Bobot setiap variabel diperoleh dengan membagi nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (David 2009):

i n

1 i

i i

x x

(1)

Keterangan : αi = Bobot variabel ke-i xi = Nilai variabel ke - i i = 1, 2, 3, …..n

n = Jumlah variabel

Variabel berbobot 0 (nol) berarti variabel tersebut bukan merupakan faktor yang penting. Sedangkan variabel dengan bobot 1 (satu) merupakan variabel yang sangat penting atau paling berpengaruh. Total bobot yang diberikan akan sama dengan 1.0. Nilai-nilai bobot ini kemudian ditempatkan pada kolom bobot Matrik IFE dan EFE. Bentuk penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Matrik penilaian bobot faktor strategis internal Faktor strategis

internal A B C D ... Total Bobot

A B C D ... Total

Sumber : David (2009)

Tabel 4 Matrik penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor strategis

eksternal A B C D ... Total Bobot

A B C D ... Total

(27)

13

(c) Penentuan skor peringkat (rating)

Setiap variabel akan diberikan skor peringkat (rating) dengan skala 1 sampai 4. Pada Matrik IFE, skala 1 = sangat lemah, skala 2 = sedang, skala 3 = kuat, dan skala 4 = sangat kuat. Sedangkan pada Matrik EFE, penentuan skor peringkat adalah skala 1 = dibawah rata-rata, skala 2 = rata-rata, skala 3 = diatas rata-rata, dan skala 4 = sangat bagus.

(d) Menghitung skor pembobotan

Skor pembobotan diperoleh dengan mengalikan bobot tiap-tiap variabel dengan skala peringkatnya. Hasil perkalian antara bobot dan

rating menghasilkan skor pembobotan untuk masing-masing faktor sebagai unsur SWOT.

(e) Menghitung total skor pembobotan

Total skor pembobotan diperoleh dengan menjumlahkan secara vertikal semua skor pembobotan. Nilai total skor pembobotan akan berkisar antara 1 sampai dengan 4. Nilai total ini menunjukkan bagaimana responden atau informan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternalnya. Matrik Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matrik External Factor Evaluation (EFE) sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5 Matrikinternal factor evaluation

Faktor internal Bobot Rating Total skor

Kekuatan 1.

2. 3. dst Kelemahan 1.

2. 3. dst Total

Sumber: Rangkuti (1997); David (2009) Tabel 6 Matrikexternal factor evaluation

Faktor eksternal Bobot Rating Total skor Peluang

1. 2. 3. dst Ancaman 1.

2. 3. dst Total

(28)

e). Analisis Alternatif Strategi

Penyusunan strategi pembangunan pedesaan dapat menggunakan metode analisis SWOT (Strengths,Weaknesses, Opportunities, Threats) (Adisasmita 2006). Analisis SWOT dilakukan dengan menyusun kemungkinan-kemungkinan kombinasi faktor internal dengan faktor eksternal dalam sebuah matrik. Matrik SWOT menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Matrik analisis SWOT Faktor eksternal Sumber: (Rangkuti 1997; Adisasmita 2006; David 2009)

f) Analisis Prioritas Strategi

Penentuan prioritas strategi menggunakan metode analisisQuantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) atau matrik perencanaan stratejik kuantitatif (David 2009). Analisis QSPM dilakukan dengan membuat Matrik QSP (Tabel 8) dengan input faktor-faktor internal dan eksternal dan pilihan alternatif strategi yang sebelumnya telah ditentukan dengan menggunakan analisis SWOT. Bobot pada masing-masing faktor dikalikan dengan skor daya tarik (Attractiveness Score) sehingga diperoleh total skor daya tarik (Total Attractiveness Score). Besar kecilnya TAS menentukan urutan prioritas strategi. Alternatif strategi dengan nilai TAS tertinggi adalah strategi yang paling diprioritaskan untuk direkomendasikan dalam implementasi program Hutan Desa.

Tabel 8 Matrik analisis QSPM

(29)

 

(30)

Berdasarkan orbitasinya, Desa Tanjung Aur II memiliki jarak ke ibukota kecamatan ± 23 km dan jarak ke ibukota kabupaten ± 25 km. Waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai ibukota kecamatan dan kabupaten berkisar 30 sampai 45 menit dengan menggunakan kendaran bermotor. Infrastruktur jalan relatif baik dengan kondisi jalan utama beraspal, jalan desa berupa jalan setapak beton, jalan sirtu, dan jalan tanah. Sarana transportasi utama yang umum digunakan adalah sepeda motor dan mobil. Untuk sarana komunikasi jarak jauh, masyarakat desa menggunakan telepon genggam (handphone) dengan operator Telkomsel. Penerangan di rumah-rumah penduduk menggunakan energi listrik PLN (269 KK), tenaga surya (64 KK), dan lampu minyak (48 KK). Jaringan listrik PLN baru terpasang di Desa Tanjung Aur II pada akhir tahun 2013.

Dari sisi penggunaan lahan (land use), sebagian besar lahan desa dimanfaatkan untuk aktifitas bertani atau berkebun. Gambaran penggunaan lahan di Desa Tanjung Aur II sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 9 dan Gambar 6. Tabel 9 Penggunaan lahan di wilayah Desa Tanjung Aur II

Penggunaan lahan Luas (ha)

Hutan Lindung (Hutan Negara) 4,661.00

Hutan Produksi Terbatas (Hutan Negara) 890.69

Perkebunan Swasta (HGU Kelapa Sawit) 734.27

Perkebunan dan Hutan Rakyat 1,857.18

Sawah 66.29

Permukiman 9.45

Jaringan Jalan (tidak termasuk di Hutan Negara) 32.84 Jaringan Sungai/Tubuh Air (tidak termasuk di Hutan Negara) 79.76

Jumlah (ha) 8,331.49

Sumber: Hasil interpretasi citra satelit google earth, bing maps dan observasi lapangan

Kondisi Sosekbud Masyarakat Desa Tanjung Aur II

Kependudukan

(31)

72

136

249

114 118

0 9

62

135

255

106

69

1 8

0 50 100 150 200 250 300

Laki-Laki

(32)

Kelembagaan

Desa Tanjung Aur II memiliki pranata kelembagaan dalam bentuk lembaga pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan. Desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa seperti sekretaris desa, kepala urusan, kepala dusun, dan ketua rukun tetangga. Dalam menyampaikan aspirasi, desa memiliki Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Tanjung Aur II antara lain: Karang Taruna, PKK, Kelompok Tani, Kelompok Pengajian, dan Kelompok Seni Dendang. Untuk kelembagaan ekonominya, desa memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang berusaha di bidang penyewaan tenda dan kursi. Kepengurusan BUMDES sementara masih dirangkap oleh perangkat desa.

Ekonomi

Ditinjau dari mata pencaharian utama penduduknya, Desa Tanjung Aur II merupakan desa agraris atau desa agrobisnis. Desa agraris merupakan desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunan (Wikipedia 2015). Desa agrobisnis merupakan desa yang kegiatan ekonomi utamanya meliputi suplai input pertanian, penyimpanan, pengolahan sederhana, dan distribusi komoditi berupa hasil tanaman palawija, holtikultura, pangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan (Adisasmita 2006). Sebanyak 711 orang (53.30%) penduduk Desa Tanjung Aur II berprofesi sebagai petani, 564 orang (42.28%) belum/tidak bekerja, dan 59 orang (4.42%) memiliki pekerjaan selain petani. Komoditi yang dibudidayakan yaitu padi, kakao, durian, karet, kelapa sawit, dan kopi.

Berdasarkan sensus, tingkat pendapatan keluarga di Desa Tanjung Aur II bervariasi mulai Rp5 100 000 per tahun hingga Rp390 320 000 per tahun. Pendapatan ditentukan oleh jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga yang bekerja, luas, jenis, dan produktifitas lahan pertanian yang diusahakan. Pratomo dan Saputra (2011) mengemukakan bahwa batas kewajaran penghasilan atau pendapatan minimum pekerja di Indonesia dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum (KHM) atau yang saat ini disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Perhitungan KHL berpedoman pada Permennakertrans No. 13 tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL (Kemennakertrans 2012). Nilai KHL kepala keluarga di Desa Tanjung Aur II berada di angka Rp12 470 000 per tahun dengan kisaran KHL keluarga Rp12 470 000 hingga Rp71 870 000 per tahun. Sebanyak 212 KK penduduk Desa Tanjung Aur II (55.64%) belum mampu memenuhi KHL sebagaimana mestinya.

(33)

19

Interaksi Masyarakat dengan Hutan Negara

Berdasarkan hasil pendataan, diketahui bahwa secara umum masyarakat Desa Tanjung Aur II memiliki interaksi dengan hutan. Interaksi tersebut dalam bentuk pemanfaatan lahan hutan sebagai lahan untuk bertani/berkebun, pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu, serta untuk aktifitas berburu atau menangkap ikan. Namun, hutan yang dimaksud oleh masyarakat desa ini bukanlah hutan negara, melainkan hutan-hutan yang berada di sekitar wilayah permukiman di dalam atau di luar wilayah Desa Tanjung Aur II. Pemanfaatan kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II umumnya dilakukan oleh warga yang berasal dari luar desa setempat.

Biogeofisik Kawasan Hutan

Kondisi Fisik dan Geografis Kawasan Hutan

Berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) peta sketsa administrasi wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan (BPS 2010) dengan peta penunjukkan kawasan hutan Provinsi Bengkulu beserta perubahannya (Kemenhut 2011), diketahui bahwa di Desa Tanjung Aur II terdapat kawasan hutan negara dengan fungsi lindung dan fungsi produksi. Luas kawasan hutan negara dalam wilayah Desa Tanjung Aur II ditunjukkan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Luas kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II Hutan negara berdasarkan Fungsi Luas (ha)

Hutan Lindung (HL) 4,661.00

Hutan Produksi Terbatas (HPT) 890.69

Jumlah (ha) 5,551.69

Hasil observasi lapangan dan interpretasi citra satelit memperlihatkan bahwa tutupan lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II terdiri dari hutan primer campuran, hutan sekunder campuran, kebun campuran, dan tubuh air. Data luasan dan sebaran masing-masing tutupan lahan kawasan hutan ditunjukkan dalam Tabel 11 dan Gambar 8.

Tabel 11 Tutupan lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II

Jenis tutupan lahan Luas (ha)

Hutan primer campuran 5,036.95

Hutan sekunder campuran 48.17

Kebun campuran 428.97

Sungai/tubuh air 37.59

Jumlah (ha) 5,551.69

(34)
(35)

21

Aktifitas bertani atau berkebun di atas lahan hutan negara dengan komoditi tanaman yang dibudidayakan masyarakat perambah tidak sesuai dengan peraturan mengenai Hutan Desa. Kondisi ini sama seperti yang ada di beberapa wilayah desa lainnya di Indonesia, salah satunya di Desa Bonto Maranu, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng sebagaimana yang diteliti Jusuf dan Rauf (2011). Meski tidak sesuai dengan aturan yang ada, aktifitas seperti berkebun dan berladang dapat menjadi pendukung pengelolaan hutan tergantung komoditas apa yang ditanam. Aktifitas yang dilakukan masyarakat di Desa Bonto Marannu seperti berkebun dan berladang dalam satu lahan dalam kawasan hutan dapat berdampak baik bagi hutan. Secara teknis konservasi, adanya variasi antara tanaman semusim di antara tegakan tanaman tahunan, akan meningkatkan penutupan lahan secara sempurna. Komposisi penutupan ini secara efektif akan menekan laju erosi dan sedimen dan mengurangi evaporasi sehingga cadangan air tanah akan tersedia lebih banyak. Untuk itu dalam pengelolaan lahan hutan negara ini disarankan untuk menggunakan sistem agroforestri.

Selain untuk aktifitas bertani/berkebun, kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II juga dimanfaatkan untuk aktifitas pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu secara terbatas. Pemungutan kayu dilakukan oleh para petani perambah untuk keperluan membangun pondok kebun dan kayu bakar untuk memasak. Pemanfaatan hasil hutan kayu untuk kayu bangunan dan kayu bakar ini sama seperti yang umumnya dilakukan di daerah lain, seperti yang diteliti oleh Jusuf dan Abdullah (2007). Kayu untuk bahan bangunan diperoleh dengan menebang pohon jenis-jenis tertentu menggunakan gergaji rantai (chainsaw).

Kayu bakar diperoleh dengan mengambil bagian-bagian tertentu dari pohon seperti ranting atau cabang dengan cara memotong, menebang, atau memungut. Masyarakat mengumpulkan kayu bakar dalam jumlah yang cukup banyak di musim kemarau untuk persediaan di musim penghujan.

Hasil hutan bukan kayu yang dipungut oleh petani perambah berupa buah-buahan, rotan, umbut rotan, dan madu hutan. Namun pemungutan ini dilakukan secara terbatas dan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga petani itu sendiri atau tidak dikomersilkan. Bentuk pemanfaatan kawasan hutan negara lainnya yang juga dilakukan oleh masyarakat petani perambah adalah berburu dan menangkap ikan secara terbatas. Perburuan umumnya dilakukan terhadap hewan yang menjadi hama atau pengganggu tanaman yang mereka tanam seperti babi dan rusa. Perburuan baru dilakukan apabila hewan tersebut sudah masuk ke areal kebun dan mengganggu tanaman yang ada. Aktifitas menangkap ikan dengan alat tangkap berupa pancing dan bubu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein (lauk) hewani keluarga petani perambah. Kegiatan menangkap ikan ini dilakukan di sungai-sungai di dalam atau sekitar hutan negara. Kegiatan ini tidak memiliki jadwal rutin dan hanya dilakukan saat keluarga petani perambah membutuhkan lauk ikan.

Kelayakan dan Potensi Calon Areal Kerja Hutan Desa

(36)

Tabel 12 Hasil identifikasi kelayakan calon areal kerja Hutan Desa di Desa

1. Status hutan Hutan negara Hutan negara Layak

2. Fungsi hutan Lindung/produksi Hutan lindung dan hutan

produksi terbatas

Layak

3. Perizinan Tidak dibebani izin Tidak dibebani izin Layak

4. Letak hutan Dalam wilayah

administrasi desa setempat

6. Topografi Disesuaikan dengan tujuan

pemanfaatan

Agak curam - curam Layak

7. Potensi

Jasa aliran air, air, wisata alam, perlindungan air dan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga

(37)

No. Variabel

(38)

Sumberdaya utama yang dapat dimanfaatkan adalah lahan, terutama lahan-lahan hutan negara yang telah digarap oleh petani perambah. Hasil penelitian Gautama (2007) menyebutkan bahwa luas lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting yang mempengaruhi kegiatan usaha tani. Ukuran luas lahan yang dikelola turut menentukan tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh. Pemanfaatan lahan hutan untuk budidaya tanaman pertanian atau perkebunan dapat dioptimalkan dengan menggunakan sistem agroforestri secara intensif. Penerapan sistem agroforestri merupakan salah satu solusi untuk mengurangi tekanan terhadap hutan dan mengatasi masalah kebutuhan lahan pertanian atau perkebunan. Hasil penelitian Premono dan Lestari (2013) di Kabupaten Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah menunjukkan bahwa pola penanaman dengan sistem agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat layak secara finansial.

Kawasan hutan negara di Desa Tanjung Aur II, baik yang sudah dibuka menjadi kebun maupun yang memiliki tutupan hutan yang masih bagus dapat dikelola lebih lanjut untuk aktifitas wisata alam seperti camping, off-road, dan

hiking. Pemanfaatan jasa lingkungan seperti air bersih dan udara bersih pun cukup potensial untuk dilakukan di kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II ini. Dari sisi potensi kayunya, kawasan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II, khususnya kawasan HPT memiliki potensi tegakan kayu yang dapat dimanfaatkan secara terbatas. Jenis-jenis kayu yang terdapat di areal HPT tersebut antara lain Kruing, Meranti, Kayu Balam, Kayu Lulus, Pulai, Jelutung Bukit, Kayu Hitam, Kayu Terap, Durian, dll. Untuk potensi hasil hutan bukan kayu, di areal HPT terdapat beberapa jenis rotan, pohon penghasil buah dan getah, serta pohon tempat lebah bersarang.

Sosekbud Masyarakat yang Berinteraksi Dengan Hutan

Kondisi Sosial

Kegiatan inventarisasi yang dilakukan oleh Dishut ESDM Bengkulu Selatan bersama peneliti berhasil mendata 169 KK yang melakukan aktifitas perambahan di kawasan hutan negara Desa Tanjung Aur II. Aktifitas perambahan telah berlangsung sejak tahun 2006 dengan luas garapan per KK berkisar 1 hingga 6 hektar. Hampir keseluruhan KK petani perambah tersebut adalah masyarakat dari luar Desa Tanjung Aur II. Asal daerah, luas total garapan, dan jumlah KK petani perambah ditunjukkan dalam Tabel 13.

(39)

25

Tabel 13 Perambah hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II

No.

1 Bengkulu Selatan Air Nipis Arisan Tinggi 1 2

2 Bengkulu Selatan Bunga Mas Kuripan 1 2

3 Bengkulu Selatan Kedurang Pajar Bulan 12 38

4 Bengkulu Selatan Kedurang Tanjung Alam 1 6

5 Bengkulu Selatan Kota Manna Gelumbang 1 2

6 Bengkulu Selatan Kota Manna Kota Medan 3 10.5

7 Bengkulu Selatan Kota Manna Padang Kapuk 2 3

8 Bengkulu Selatan Kota Manna Ibul 10 19

9 Bengkulu Selatan Manna Gunung Sakti 2 6

10 Bengkulu Selatan Manna Jeranglah Rendah 2 3.5

11 Bengkulu Selatan Manna Jeranglah Tinggi 2 4

12 Bengkulu Selatan Manna Kayu Kunyit 2 4.5

13 Bengkulu Selatan Manna Ketaping 4 8

14 Bengkulu Selatan Manna Kota Padang 4 10.5

15 Bengkulu Selatan Manna Lubuk Sirih Ulu 1 2

16 Bengkulu Selatan Manna Padang Manis 7 16

17 Bengkulu Selatan Manna Talang Padang 1 2

18 Bengkulu Selatan Pino Beriang 2 4

19 Bengkulu Selatan Pino Beringin Datar 1 2

20 Bengkulu Selatan Pino Gedung Agung 1 2

21 Bengkulu Selatan Pino Masat 6 12

22 Bengkulu Selatan Pino Raya Kembang Seri 1 2

23 Bengkulu Selatan Pino Raya Nanjungan 1 2

24 Bengkulu Selatan Pino Raya Pagar Gading 3 6

25 Bengkulu Selatan Pino Raya Serang Bulan 9 15

26 Bengkulu Selatan Pino Raya Tanjung Aur II 3 11

27 Bengkulu Selatan Pino Raya Tungkal I 1 3

28 Bengkulu Selatan Seginim Durian Seginim 1 2

29 Bengkulu Selatan Semidang Alas Maras Jauh 11 23

30 Bengkulu Selatan Semidang Alas Maras Maras Tengah 11 24

31 Bengkulu Selatan Ulu Manna Batu Kuning 1 1

32 Bengkulu Selatan Ulu Manna Kayu Ajaran 1 3

33 Bengkulu Selatan Ulu Manna Lubuk Tapi 2 3

34 Bengkulu Selatan Ulu Manna Merambung 7 10

35 Bengkulu Selatan Ulu Manna Simpang Pino 25 52.5

36 Bengkulu Selatan Ulu Manna Talang Tinggi 1 2

37 Seluma Semidang Alas Maras Gunung Bantan 1 2

38 Seluma Semidang Alas Maras Gunung Kembang 1 2

39 Seluma Semidang Alas Gunung Mesir 1 3

40 Seluma Semidang Alas Maras Jambat Akar 17 36

41 Seluma Sukaraja Niur 3 5

42 Seluma Semidang Alas Maras Padang Bakung 1 2

43 Seluma Semidang Alas Tebat Gunung 1 3

Jumlah 169 371.5

(40)

Tabel 14 Kelas umur dan tingkat pendidikan responden No. Kelas umur

(tahun)

Pendidikan terakhir yang ditamatkan Jumlah (orang)

SD SMP SMA S-1

1 16 - 25 2 2 - - 4

2 26 - 35 2 9 5 - 16

3 36 - 45 2 6 1 - 9

4 46 - 55 8 3 1 1 13

5 56 - 65 1 3 1 5

Jumlah (orang) 15 23 8 1 47

Selain membuka sendiri, sebagian perambah juga membeli kebun ini dari perambah terdahulu yang membuka lahan hutan tersebut. Masyarakat perambah, baik yang membuka lahan sendiri ataupun membeli ini kurang memiliki pemahaman mengenai status dan fungsi hutan. Mereka berpendapat bahwa lokasi hutan di mana saja yang belum dibuka dapat digarap oleh masyarakat. Ketidakjelasan batas kawasan hutan negara juga menjadi penyebab masyarakat ini berani membuka dan menggarap lahan hutan yang mereka anggap tidak bertuan.

Masyarakat ini baru menyadari bahwa aktifitas mereka membuka dan menggarap lahan di lokasi hutan negara tersebut merupakan pelanggaran hukum setelah aparat Dishut ESDM Bengkulu Selatan melakukan patroli penertiban. Upaya-upaya penertiban yang dilakukan kurang membuahkan hasil karena para perambah memilih tetap bertahan menggarap lahan hutan negara walaupun berstatus melanggar hukum/ilegal. Para perambah tidak bersedia meninggalkan kebun-kebun yang merupakan sumber penghidupan utama mereka. Bahkan beberapa di antara mereka siap mempertaruhkan nyawanya bila lahan yang mereka garap akan diambil secara paksa oleh pihak manapun.

Pemerintah daerah sendiri tidak mampu menjamin kehidupan para petani perambah ini apabila mereka dipaksa untuk menghentikan aktifitas penggarapan lahan hutan negara. Sedangkan, pembiaran terhadap aktifitas perambahan ini juga bukan merupakan tindakan yang dibenarkan secara hukum. Kondisi dilematis ini memerlukan sebuah penyelesaian yang dapat mengakomodir kepentingan kedua pihak. Implementasi program perhutanan sosial Hutan Desa secara baik dan benar diharapkan dapat menjadi solusi atas persoalan sosial, ekonomi, dan ekologi di kawasan hutan negara di Desa Tanjung Aur II ini.

Modal Sosial

Putnam (1993) menyatakan bahwa modal sosial merupakan fitur organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dalam melakukan fasilitasi dan koordinasi sebuah tindakan untuk mencapai keuntungan bersama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa modal sosial dapat menutupi kekurangan modal fisik dan modal lainnya yang dimiliki masing-masing anggota sebuah komunitas. Dalam menyusun sebuah perencanaan atau strategi, modal sosial ini harus diukur atau dinilai terlebih dahulu.

(41)

27

Desa Tanjung Aur II saat ini. Mayoritas masyarakat mempercayai warga lainnya, baik yang berasal dari desa yang sama ataupun warga dari desa lainnya (78.72% dan 95.74%).

Tabel 15 Tingkat kepercayaan masyarakat

No. Indikator

Kategori

Tinggi Sedang Rendah

n % n % n %

1. Kepercayaan antar sesama warga

desa setempat

37 78.72 10 21.28 0 0.00

2. Kepercayaan terhadap orang lain yang bukan warga desa setempat

45 95.74 2 4.26 0 0.00

5. Kepercayaan terhadap LSM 15 31.91 25 53.19 7 14.89

6. Kepercayaan terhadap pihak

Kepercayaan terhadap aparatur negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di luar Aparatur Desa Tanjung Aur II masih termasuk kategori tinggi (65.96%). Sedangkan kepercayaan terhadap lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pihak swasta berada dalam kategori sedang (53.19% dan 51.06%). Kurang percayanya masyarakat penggarap lahan hutan negara ini terhadap LSM dan pihak swasta dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman bekerjasama dengan kedua pihak tersebut. Menurut sebagian besar responden, umumnya LSM dan pihak swasta hanya akan memanfaatkan masyarakat untuk keuntungan mereka semata. Hal ini juga yang mendasari kurangnya kepercayaan responden penelitian terhadap kedua pihak ini.

(42)

Tabel 16 Tingkat pengetahuan dan penerapan norma/aturan setempat

4. Tingkat kepatuhan warga terhadap norma/aturan

Norma atau aturan merupakan entitas yang penting bagi masyarakat. Norma adalah entitas khusus yang membentuk modal sosial. Nilai sebagai sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok suatu masyarakat. Norma sosial juga akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat (Putri dan Hidayat 2011). Keberadaan norma atau aturan pengelolaan sumberdaya hutan dalam Hutan Desa sangat penting untuk mengontrol perilaku masyarakat di dalam maupun di luar lembaga pengelola yang berdampak pada kelestarian sumberdaya Hutan Desa tersebut.

Secara keseluruhan, modal sosial dalam wujud kerjasama dan jaringan berada pada kategori tinggi, dengan nilai 1,197 (Tabel 17). Seluruh responden menyatakan suka bekerjasama dan sama-sama mendapatkan keuntungan dari kerjasama dengan sesama warga, dengan warga dari luar desa, dan badan usaha (non bank/koperasi/rentenir) di dalam atau di luar Desa Tanjung Aur II.

Badan usaha yang dimaksud di sini adalah tokeh (tengkulak) atau pedagang pengumpul tempat mereka menjual hasil panen. Preferensi kerjasama dan manfaat kerjasama dengan lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan rentenir berada pada level sedang (63.83% dan 89.36%). Mayoritas responden belum pernah bekerjasama dengan lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan rentenir. Sebagian besar responden juga beranggapan bahwa kerjasama dengan lembaga tersebut hanya akan menguntungkan lembaga keuangan itu saja.

(43)

29

Tabel 17 Tingkat kerjasama dan jaringan

No. Indikator

dengan warga dari luar desa

47 100.00 0 0.00 0 0.00

7. Preferensi kerjasama dengan badan usaha lainnya di dalam/di luar desa

47 100.00 0 0.00 0 0.00

8. Manfaat/keuntungan kerjasama

dengan badan usaha lainnya di dalam/di luar desa

Jumlah n 304 119 47

Jumlah n x skor 912 238 47

Jumlah kumulatif 1,197

Kategori Tinggi

Keterangan: Skor 0–470 = Rendah, 471–940 = Sedang, 941–1,410 = Tinggi.

Walaupun tingkat pengetahuan dan penerapan norma/aturan setempat termasuk kategori rendah, secara keseluruhan masyarakat penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II memiliki modal sosial yang tinggi. Akumulasi modal sosial tersebut sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Akumulasi modal sosial masyarakat penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II

No. Modal sosial Nilai Kategori

1. Tingkat kepercayaan masyarakat 755 Tinggi

2. Tingkat pengetahuan dan penerapan

norma/aturan setempat 237 Rendah

3. Tingkat kerjasama dan jaringan 1,197 Tinggi

Total 2,187 Tinggi

Keterangan: Total Skor 0–987 = Rendah, 988–1.974 = Sedang, 1,975–2,961 = Tinggi

(44)

kabupaten tersebut. Kepercayaan dan persatuan (kerjasama dan jaringan) masyarakat berperan positif dalam pencapaian tujuan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial yang lemah akan mengundang munculnya pertentangan nilai, menonjolnya rasa saling tidak percaya, dan berkurangnya kepekaaan anggota kelompok masyarakat. Unsur kepercayaan sangat penting untuk membentuk para anggota kelompok masyarakat bersikap lebih peka terhadap anggota lainnya (Putri dan Hidayat 2011; Kamarni 2012; Suandi 2014)

Modal sosial masyarakat yang kuat harus dikelola dengan baik dan diarahkan kepada kegiatan yang bersifat positif. Hal ini dapat menjadi salah satu kekuatan dalam implementasi Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II. Modal sosial yang kuat dalam bentuk aturan, kepercayaan, dan hubungan sosial memiliki fungsi yang efektif dalam menjaga kelestarian hutan. Semakin kuat modal sosial yang dimiliki masyarakat akan semakin berpengaruh positif bagi kelestarian hutan (Suhardjito dan Saputro 2008; Ekawati dan Nurrochmat 2014).

Ekonomi

Berdasarkan data dari responden, rerata tingkat pendapatan kepala keluarga petani penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II berkisar Rp9 000 000 sampai Rp78 175 000 per tahun. Pendapatan tersebut sepenuhnya bersumber dari usaha tani/kebun di lahan hutan negara. Angka KHL keluarga berkisar Rp12 470 000 hingga Rp71 870 000 per tahun. Sebanyak 22 KK responden (46.81%) belum mampu memenuhi KHL sebagaimana mestinya.

Dari aspek kesejahteraannya, keluarga petani penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera 1, dan Keluarga Sejahtera 2. Kesejahteraan yang dimaksud di sini adalah kesejahteraan inti, yaitu kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga. Cahyat et al. (2007) menjelaskan bahwa kesejahteraan inti terdiri dari kebutuhan dasar yang bersifat material (kebendaan) maupun bukan material, yang mencakup aspek gizi dan kesehatan, pengetahuan, dan kekayaan materi.

Sebanyak 22 KK responden (46.81%) termasuk kategori Keluarga Pra Sejahtera dengan asumsi rerata pendapatan kepala keluarga selama setahun belum mampu memenuhi KHL keluarganya. Sebanyak 10 KK responden (21.28%) termasuk kategori Keluarga Sejahtera 1 dengan asumsi rerata pendapatan kepala keluarga selama setahun telah memenuhi KHL keluarganya dan memiliki kelebihan mencapai hingga 30%. Sebanyak 15 KK responden (31.91%) termasuk kategori Keluarga Sejahtera 2 dengan asumsi rerata pendapatan kepala keluarga selama setahun telah memenuhi KHL keluarganya dan memiliki kelebihan lebih dari 30%.

(45)

31

Pemasaran hasil-hasil panen/produksi melalui tokeh (tengkulak) atau pedagang pengumpul di luar Desa Tanjung Aur II yang berdomisili di Desa Talang Tinggi dan Desa Lubuk Tapi Kecamatan Ulu Manna. Masyarakat memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan para tokeh. Untuk memenuhi berbagai keperluan yang bersifat mendesak, umumnya para petani perambah ini meminjam uang kepada tokeh tempat mereka menjual hasil panennya. Pinjaman uang tersebut dilunasi setelah mereka memanen hasil kebunnya dan menjualnya kepada tokeh yang meminjamkan uang kepada mereka.

Berdasarkan pengalaman dari para responden, sebagian besar petani perambah mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Rendahnya kemampuan mereka dalam penyediaan bibit dan pengelolaan lahan yang baik menyebabkan produktifitas hasil kebunnya masih rendah. Sebagai contoh, dalam 1 tahun untuk 2,000 batang kopi hanya mampu menghasilkan ± 400 sampai 600 kg biji kopi kering. Menurut Hulupi dan Martini (2013), kopi jenis Robusta apabila dikelola secara optimal, dapat menghasilkan 0.7 sampai 1.5 kg biji kopi kering setiap panen. Dengan asumsi jumlah batang 2,000 per hektar dan periode panen 1 kali setahun, maka seharusnya dapat dihasilkan 1,400 sampai 3,000 kg biji kopi kering per hektar per tahunnya.

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa buah-buahan dan getah-getahan juga masih belum optimal. Tanaman-tanaman serbaguna seperti durian, jengkol, dan petai yang mereka tanam atau ada di lahan yang mereka garap sebagian besar belum/tidak berproduksi. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki menjadi hal utama yang menyebabkan kurangnya pemeliharaan tanaman oleh petani perambah hutan negara ini.

Pengetahuan, Persepsi, dan Opini terhadap Hutan Desa

Secara keseluruhan, masyarakat penggarap lahan hutan negara di Desa Tanjung Aur II tingkat pengetahuannya terhadap program Hutan Desa masih rendah. Mereka baru mendapatkan informasi mengenai program Hutan Desa dari peneliti. Sosialisasi ataupun penyampaian informasi melalui media lainnya oleh pihak pihak yang berwenang belum pernah mereka dapatkan.

Meskipun tingkat pengetahuan dan pemahamannya masih rendah, namun masyarakat penggarap lahan hutan negara ini memiliki persepsi yang baik terhadap program Hutan Desa. Penjelasan dan diskusi bersama peneliti mengenai program ini telah memberikan keyakinan kepada masyarakat penggarap lahan hutan negara bahwa program Hutan Desa ini bermanfaat dan penting bagi mereka dan Desa Tanjung Aur II. Masyarakat juga meyakini bahwa program Hutan Desa dapat diimplementasikan di Desa Tanjung Aur II dengan dukungan dari semua pihak yang terkait.

(46)

semua ketentuan yang ada dalam pengelolaan Hutan Desa dan siap untuk menerima konsekuensi hukum dan moral jika mereka tidak mematuhi ketentuan tersebut.

Masyarakat petani perambah ini menginginkan agar hak-hak dalam pengelolaan Hutan Desa dapat diperoleh secara optimal bagi peningkatan taraf hidup mereka dan memberikan kontribusi positif bagi Desa Tanjung Aur II. Dari daftar keinginan atas hak kelola tersebut, yang paling penting dan menjadi kebutuhan mendesak adalah hak kelola lahan hutan negara. Hak kelola lahan hutan negara ini yang akan menghapus status atau stigma negatif mereka sebagai perambah hutan negara.

Masyarakat penggarap lahan hutan negara ini menyatakan bahwa tidak ada hambatan dari sisi internal mereka terhadap rencana implementasi program Hutan Desa. Begitupun juga dari pihak-pihak lainnya, asalkan program ini dapat dijelaskan dengan baik sisi kemanfataannya bagi masyarakat penggarap lahan hutan negara, masyarakat Desa Tanjung Aur II, dan pihak-pihak lainnya. Implementasi program ini membutuhkan keberadaan tenaga fasilitator yang dekat dengan masyarakat, memiliki kemampuan teknis, manajerial, dan jaringan. Fasilitator ini harus siap untuk terjun langsung ke lapangan mendampingi masyarakat dalam proses inisiasi dan penguatan kelembagaan, penyampaian usulan, pelaksanaan program, hingga evaluasi dan pelaporan.

Kelembagaan dan Potensi Calon Lembaga Pengelola Hutan Desa

Pada awalnya, masyarakat perambah atau petani penggarap lahan hutan negara tanpa izin ini belum memiliki pranata kelembagaan yang secara khusus mewadahi komunitas dan aspirasinya. Namun, responden menyatakan bahwa semua petani penggarap lahan hutan negara ini menganggap satu sama lainnya sebagai keluarga. Mereka terhubung ikatan emosional rasa senasib dan sepenanggungan. Ikatan emosional inilah yang membuat mereka mau saling membantu dan peduli satu sama lain.

Pengalaman organisasi yang dimiliki masyarakat penggarap lahan hutan negara ini pun sangat minim. Dari 47 orang responden, hanya 5 orang yang pernah mengikuti organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan yang pernah diikuti dalam bentuk Kelompok Tani Ternak (3 orang), Kelompok Tani Padi (1 orang), dan Karang Taruna (1 orang). Dari 5 orang tersebut, saat ini hanya 1 orang yang masih berstatus sebagai pengurus/anggota aktif. Saat pelaksanaan pendataan petani perambah oleh Dishut ESDM Bengkulu Selatan dan peneliti, masyarakat penggarap lahan hutan negara ini mulai diarahkan untuk membentuk kelompok/komunitas.

(47)

33

Anantanyu (2011) menjelaskan bahwa peranan kelembagaan pertanian, termasuk di dalamnya kelembagaan petani, sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian (termasuk kehutanan). Kelembagaan petani di pedesaan berkontribusi dalam akselerasi pengembangan sosial ekonomi petani; aksesibilitas pada informasi pertanian; aksesibilitas pada modal, infrastruktur, dan pasar; dan adopsi inovasi pertanian. Di samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan pada petani.

Kelembagaan lokal yang kuat merupakan syarat utama untuk keberlanjutan program, tidak terkecuali Hutan Desa. Penguatan kelembagaan dan aktor lokal merupakan tugas utama fasilitator untuk mencapai keberhasilan inisiasi dan pengembangan program Hutan Desa. Lembaga dan aktor lokal adalah penduduk setempat yang akan terus berada di desa tersebut dan diharapkan akan mengawal keseharian dan keberlanjutan program, tidak seperti fasilitator yang bisa jadi merupakan orang dari luar desa (Sahide 2011).

Kajian sosekbud masyarakat Desa Tanjung Aur II dan masyarakat penggarap lahan hutan negara di wilayah Desa Tanjung Aur II menunjukkan bahwa kelembagaan calon pengelola Hutan Desa di Desa Tanjung Aur II belum terbentuk. Dalam Permenhut P.89/Menhut-II/2014 disebutkan bahwa lembaga pengelola Hutan Desa yang selanjutnya disebut lembaga desa adalah lembaga kemasyarakatan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa yang bertugas untuk mengelola Hutan Desa yang secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai indikator dan kriteria lembaga pengelola Hutan Desa tersebut.

Lembaga pengelola Hutan Desa idealnya adalah BUMDES yang beranggotakan masyarakat desa setempat. Akan tetapi, kondisi ini sulit terpenuhi dikarenakan BUMDES yang ada saat ini bergerak di bidang penyewaan tenda dan kursi dan belum berfungsi dengan baik. Keanggotaan BUMDES saat ini masih dirangkap oleh aparatur desa. Anggota lembaga pengelola Hutan Desa sebaiknya merupakan warga desa setempat yang berinteraksi langsung dengan hutan negara. Namun, kondisi ini pun sulit terpenuhi karena hanya 3 KK saja masyarakat Desa Tanjung Aur II berinteraksi langsung dengan kawasan hutan negara di desa tersebut. Masyarakat yang menggarap lahan hutan negara didominasi oleh warga dari luar Desa Tanjung Aur II.

Kelembagaan pengelola Hutan Desa yang paling mungkin dibentuk adalah kelembagaan kolaborasi antara masyarakat penggarap lahan hutan negara dan perwakilan masyarakat Desa Tanjung Aur II. Kolaborasi merupakan salah satu bentuk pengorganisasian dan model kerjasama antar organisasi (Raharja 2010). Suporahardjo et al. (2005) menyatakan bahwa kolaborasi merupakan pendekatan pengorganisasian umum yang memiliki manfaat dan tingkat keberhasilan yang tinggi walaupun tidak mudah dalam pelaksanaannya.

Gambar

Gambar 2  K 2  Kerangka pemikiran dan ruang lingkup pene
Tabel 1  Rincian tahapan penelitian
Tabel 3  Matrik penilaian bobot faktor strategis internal
Tabel 12Hasil identifikasi kelayakan calon areal kerja Hutan Desa di Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini mendorong upaya-upaya pembaruan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses pembelajaran

a) Susunlah dalam kolom 1, tentukan faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman serta faktor- faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan. b) Beri

Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan metoda Mock ini adalah data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area.. D.5 Kebutuhan

Hal ini sangat sesuai dengan hasil penelitian Tai, Leou, & Hung (2014) yang menjelaskan bahwa literasi sangat penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan

Rasio kas pada tahun 2012 mendapat skor 7.50 dengan bobot skor persentase 0 sampai 10 sehingga dapat dikatagorikan Cukup Likuid, dan pada tahun 2013 masih dengan skor

KEPALA DINAS SEKRETARIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PAJAK & RETRIBU SI BIDANG DANA PERIMBANGAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perbedaan kondisi sosial ekonomi antara masyarakat lokal dan pendatang sebagai petani kelapa sawit diantaranya, tingkat

Dari pengaluran dua cerita rakyat tersebut dapat diketahui bahwa dalam cerita “ Mahligai Keloyang ” pertemuan Datuk Sakti dengan bidadari karena faktor