• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KADAR KURKUMINOID RIMPANG TEMULAWAK

(

Curcuma xanthoriza

Roxb.) MENGGUNAKAN ANALISIS

CITRA BERBASIS

Red Green Blue

FARID WAJDI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Farid Wajdi

(4)

ABSTRAK

FARID WAJDI. Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PK. dan RUDI HERYANTO.

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) adalah salah satu komoditas bahan alam andalan Indonesia. Kualitas temulawak ditentukan oleh kadar kurkuminoid. Analisis kadar kurkuminoid dapat dilakukan secara spektrofotometri, titrasi volumetrik, atau kromatografi, namun metode ini bersifat destruktif dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu analisis yang cepat, mudah, dan nondestruktif adalah analisis citra. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kadar kurkuminoid temulawak menggunakan analisis citra berbasis

red green blue (RGB). Pengambilan foto untuk analisis citra menggunakan USB Digital Microscope dengan perbesaran 800x dan pengukuran kadar kurkuminoid menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm. Data membuktikan bahwa nilai RGB berbanding lurus dengan kadar kurkuminoid. Hasil ini dapat dijadikan sebagai parameter untuk membedakan temulawak umur panen 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan. Persamaan yang diperoleh untuk memprediksi kadar kurkuminoid adalah y = - 0,22 - 0,0062 R + 0,0643 G - 0,0330 B, R² = 96,1%.

Kata kunci: analisis citra, kurkuminoid, RGB, temulawak

ABSTRACT

FARID WAJDI. Evaluation Content of Curcuminoid in Turmeric (Curcuma xanthoriza Roxb.) Using Image Analysis Based on Red Green Blue. Supervised by EDY DJAUHARI PK. and RUDI HERYANTO.

Turmeric (Curcuma xanthoriza Roxb.) is one of the important natural product in Indonesia. Quality of turmeric is dictated by content of curcuminoid. The curcuminoid content could be determined by spectrophotometry, titration volumetry, or chromatography, but those analytical methods are destructive to the material and need long time. One of rapid and nondestrucive method is image analysis. The objectives of this research were to evaluate content of curcuminoid using image analysis based on red green blue (RGB). Picture taking for image analysis was using USB Digital Microscope with enlargement 800x and curcuminoids were measured using spectrophotometry Uv-Vis at wavelength of 420 nm. The data showed that RGB value is equivalent with the content of curcuminoid. The result can be used as parameter to differentiate turmeric with harvest age 3, 6, and 9 months. The obtained equation of predicted content of curcuminoid is y = - 0,22 - 0,0062 R + 0,0643 G - 0,0330 B, R² = 96,1%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

FARID WAJDI

EVALUASI KADAR KURKUMINOID RIMPANG TEMULAWAK

(

Curcuma xanthoriza

Roxb.) MENGGUNAKAN ANALISIS

(6)
(7)

Judul Skripsi : Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue

Nama : Farid Wajdi NIM : G84100002

Disetujui oleh

Drs Edy Djauhari PK. MSi Pembimbing I

Rudi Heryanto, SSi MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MApp Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah analisis citra, dengan judul Evaluasi Kadar Kurkuminoid Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) Menggunakan Analisis Citra Berbasis Red Green Blue.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs Edy Djauhari PK. MSi dan Rudi Heryanto SSi MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta kakak atas segala doa dan kasih sayangnya serta Nurjaelani Siddik dan Agustina Diprianti atas bantuannya selama penelitian.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Percobaan 2

HASIL 4

PEMBAHASAN 6

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Regresi linear kadar kurkuminoid terhadap nilai RGB 5 2 Regresi linear rasio nilai RGB (rgb) terhadap kadar kurkuminoid 6 3 Regresi linear kadar kurkuminoid umur panen berbeda terhadap nilai RGB 6

4 Pencampuran warna aditif 8

DAFTAR TABEL

1 Kategori interpretasi koefisien korelasi (r) 4

2 Kadar air dan nilai RGB pada setiap pengeringan 5 3 Perbandingan kadar kurkuminoid hasil penelitian dengan hasil prediksi 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur penelitian 15

2 Kadar air dan kadar kurkuminoid pada setiap pengeringan 16 3 Nilai RGB dan kadar kurkuminoid dengan kadar air < 10% 18

4 Regresi linear standar kurkuminoid 18

5 Analisis korelasi nilai RGB terhadap kadar kurkuminoid 19 6 Analisis korelasi nilai RGB hasil crop terhadap kadar kurkuminoid 20 7 Analisis korelasi nilai RGB hasil seleksi warna kuning terhadap kadar

kurkuminoid 21

(11)

PENDAHULUAN

Permintaan pasar terhadap bahan baku obat saat ini terus mengalami peningkatan karena adanya trend baru masyarakat untuk menggunakan bahan alam sebagai pengganti bahan-bahan sintetis. Salah satu komoditas bahan alam andalan Indonesia adalah temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) (Cahyono et al. 2011). Temulawak sebagai bahan baku obat harus bermutu tinggi. BPOM (2005) menegaskan bahwa obat herbal harus memenuhi persyaratan yang meliputi mutu, keamanan, dan khasiat. Mutu temulawak dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu penanganan budidaya hingga proses pascapanen. Budidaya yang standar harus mengacu pada Standar Operational Procedure (SOP), yang meliputi pemilihan varietas (aksesi), lokasi, jenis, dan kesuburan tanah serta kondisi iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban, dan intensitas sinar matahari).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa komponen aktif utama yang terdapat pada temulawak adalah xanthorizol dan kurkuminoid. Xanthorizol berpotensi sebagai antibakteri Streptococcus mutans (Rukayadi dan Hwang 2006), antifungi spesies Candida (Rukayadi et al. 2006), antikanker, dan antiimflamasi (Lee et al. 2002) serta sebagai neuroproteksi (Lim et al. 2005). Kurkuminoid berkhasiat sebagai antioksidan, antiimflamasi, antibakteri, antihepatotoksik, antikolesterol, dan antikanker (Sidik 1992) serta sebagai inhibitor selektif enzim siklooksigenase-1 (COX-1) Handler et al. (2007).

Kurkuminoid merupakan golongan senyawa berwarna kuning pada tanaman marga Curcuma, termasuk temulawak dan kunyit (Supriadi 2008). Semakin tinggi kadar kurkuminoid temulawak maka semakin baik kualitasnya. Kurkuminoid adalah bagian dari senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada vakuola (Fahn 2000). Kadar kurkuminoid dapat dianalisis secara spektroskopi sinar tampak, titrasi volumetrik, atau kromatografi (Supriadi 2008). Metode-metode ini memberikan hasil yang akurat, tetapi destruktif terhadap bahan dan membutuhkan waktu analisis yang lama. Salah satu metode alternatif untuk menentukan kadar kurkuminoid secara nondestruktif dan cepat adalah analisis citra.

Analisis citra adalah analisis yang memanfaatkan tiga komponen warna utama, yaitu red, green, dan blue (RGB). Analisis citra sudah pernah diterapkan pada penentuan kadar klorofil daun kentang (Yudav et al. 2010). Oleh karena itu perlu diketahui hubungan antara nilai RGB rimpang temulawak dengan kadar kurkuminoidnya.

Sampel temulawak yang digunakan pada penelitian ini adalah temulawak varietas Tembalang, Batok, Cursina I, Cursina II, dan Cursina III umur panen 9 bulan serta jenis Semarang umur panen 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan. Temulawak umur panen 9 bulan tumbuh pada lingkungan yang berbeda. Sebagai hasil metabolit sekunder tanaman, produksi kurkuminoid dipengaruhi oleh keberadaan dan pertumbuhan tanaman di lapangan yang ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan (Kristina et al. 2007), meliputi cahaya matahari, suhu udara, lingkungan atmosfer (CO2, O2, dan kelembaban), dan lingkungan perakaran (sifat

(12)

2

untuk menambah pencahayaan serta ukurannya lebih kecil sehingga mempermudah dalam pemakaian.

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis kadar air, kadar kurkuminoid, dan penentuan nilai RGB temulawak. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi hubungan nilai RGB terhadap kadar kurkuminoid rimpang temulawak pada umur panen yang sama (9 bulan) dan umur panen berbeda (3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan). Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah proses pemilihan temulawak dengan mutu terbaik melalui analisis citra.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2013-Maret 2014. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang temulawak segar yang diperoleh dari koleksi kebun Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, metanol, dan tetrahidrofuran.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis tipe U-2800 Hitachi, neraca analitik Santorius TE 214S, oven Memert, USB Digital Microscope, dan alat-alat gelas. Perangkat keras yang digunakan adalah seperangkat komputer. Perangkat lunak yang digunakan adalah Adobe Photoshop CS3, Minitab 16, dan Matlab 2010.

Prosedur Percobaan

Penanganan Pascapanen dan Penentuan Kadar Air Rimpang Segar

Penetapan kadar air rimpang segar menggunakan metode Depkes (1989) yang diacu dalam Supriadi (2008). Rimpang temulawak segar dibersihkan dari akar rimpang dan tanah. Seluruh sampel dicuci bersih dan dipotong dengan ketebalan 1-5 mm. Langkah selanjutnya dilakukan pengeringan rimpang temulawak. Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu ditempatkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak ± 2 g sampel ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot yang tetap. Setelah itu didinginkan dan ditimbang dengan neraca analitik, pekerjaan ini dilakukan rangkap tiga. Adapun rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Kadar air rimpang segar (%) = − − ×100%

(13)

3

Pengambilan Foto

Pengambilan foto potongan melintang rimpang temulawak mengacu pada metode Orava (2012) yang telah dimodifikasi menggunakan USB Digital Microscope dengan perbesaran 800x. Objek diletakkan di atas kaki (penyangga)

USB Digital Microscope. Pengambilan foto dilakukan tegak lurus dengan jarak 2-3 cm. Lampu LED USB Digital Microscope dinyalakan untuk menambah pencahayaan. Fokus diatur sedemikian rupa sehingga objek yang akan difoto terlihat jelas. Setelah itu dilakukan pengambilan foto dan secara otomatis foto akan tersimpan pada komputer dalam format .jpeg. Semua pengaturan dipertahankan konstan untuk pengambilan foto semua sampel.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air. Penetapan kadar air hasil pengeringan menggunakan metode Depkes (1995) yang dimodifikasi. Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu ditempatkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak ±3 gram sampel temulawak dimasukkan ke dalam cawan porselin. Sampel beserta cawannya dikeringkan pada suhu 80°C selama 6 jam dan selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang. Kadar air = − ×100%

Keterangan: a: bobot sampel sebelum dikeringkan; b: bobot sampel setelah dikeringkan

Selain itu sampel yang akan ditentukan kadar kurkuminoid dan diambil fotonya juga dikeringkan pada suhu dan waktu yang sama. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh kadar air < 10%. Setiap selesai pengeringan dilakukan analisis kadar air, kadar kurkuminoid dan pengambilan foto untuk memperoleh nilai RGB.

Analisis Kadar Kurkuminoid

Analisis kadar kurkuminid mengacu pada metode ASEAN (1993) yang terdiri atas preparasi standar dan penentuan kadar kurkuminoid sampel temulawak.

Preparasi Standar Kurkuminoid. Standar kurkuminoid dibuat dengan cara melarutkan standar kurkuminoid dengan konsentrasi 50 ppm, kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh konsentrasi 0.5, 1, 2, 4, 8, dan 10 ppm. Setelah itu dilakukan pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm.

Penentuan Kadar Kurkuminoid Temulawak. Sebanyak 0.3 g sampel kurkuminoid ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml. Setelah itu ditambah tetrahidrofuran (THF) sampai tanda batas dan disimpan selama 24 jam pada suhu kamar. Campuran diaduk secara periodik. Setelah 24 jam, supernatan temulawak diambil dan diencerkan dengan metanol hingga 100 kali dengan volume 10 mL. Kemudian dikocok sampai larut sempurna dan larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang 420 nm.

Penentuan Nilai RGB

(14)

4 dengan kadar kurkuminoid dianalisis dengan uji korelasi dan dilanjutkan dengan uji regresi linear berganda pada selang kepercayaan 95% (taraf nyata 5%). Uji regresi linear berganda hanya dilakukan terhadap nilai RGB yang berkorelasi paling kuat terhadap kadar kurkuminoid untuk memperoleh persamaan dalam memprediksi kadar kurkuminoid dari nilai RGB. Hipotesis uji korelasi adalah sebagai berikut:

Ho: tidak ada korelasi antara nilai RGB dengan kadar kurkuminoid

H1: ada korelasi antara nilai RGB dengan kadar kurkuminoid

Pengambilan keputusan :

P-value > 0.05, maka Ho diterima

P-value < 0.05, maka H1 diterima atau tolak Ho

HASIL

Nilai RGB dan Kadar Kurkuminoid

Nilai RGB foto potongan melintang rimpang temulawak ditentukan pada 1 titik, 3 titik, dan 5 titik menggunakan software Adobe Photoshop CS3 sedangkan nilai RGB satu gambar utuh dengan software Matlab 2010. Hasil uji korelasi membuktikan bahwa nilai RGB satu gambar utuh berkorelasi paling kuat terhadap kadar kurkuminoid dengan koefisien korelasi masing-masing adalah 0.590, 0.588, dan 0.678. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh ini termasuk dalam kategori korelasi kuat (Tabel 1). Selanjutnya nilai RGB yang dikorelasikan dengan kadar kurkuminoid adalah nilai RGB satu gambar utuh. Kadar kurkuminoid yang diperoleh pada setiap tahap pengeringan berbeda-beda, tetapi yang dikorelasikan dengan nilai RGB adalah kadar kurkuminoid setelah kadar air dibawah 10%. Tabel 1 Kategori interpretasi koefisien korelasi (r) (Sarwono 2009)

r (+/-) Kategori

(15)

5 dilakukan analisis kadar air, kadar kurkuminoid, dan pengambilan foto. Pengeringan dilanjutkan dengan suhu dan waktu yang sama sampai diperoleh kadar air < 10%, yaitu setelah 3 kali pengeringan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh terhadap nilai RGB, tetapi tidak ditemukan polanya (Tabel 2). Oleh karena itu untuk selanjutnya nilai RGB yang dikorelasikan dengan kadar kurkuminoid adalah nilai RGB yang diperoleh setelah kadar air < 10%. Tabel 2 Kadar air dan nilai RGB pada setiap pengeringan

Kondisi Ulangan Kadar air (%) R G B PI,II,III: Pengeringan 80oC 6 jam ke-1, ke-2, ke-3

Hubungan Nilai RGB dengan Kadar Kurkuminoid Temulawak Umur Panen 9 bulan

Gambar 1 dan 2 menunjukkan regresi linear kadar kurkuminoid terhadap nilai RGB dan rasio nilai RGB (rgb). Persamaan regresi linear yang diperoleh untuk memprediksi kadar kurkuminoid adalah, y = 2,38 + 0,0120 R - 0,0557 G + 0,0488 B dengan nilai R²= 59,4% dan y = 20,4 - 18,4 r - 33,8 g, dengan nilai R²= 57,3%. Pengubahan nilai RGB menjadi bentuk rasionya tidak meningkatkan nilai R²,sehingga untuk selanjutnya tidak dilakukan pengubahan ke dalam bentuk rasio.

Hubungan Nilai RGB dengan Kadar Kurkuminoid Temulawak Umur Penen Berbeda (3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan)

Gambar 3 menunjukkan regresi linear kadar kurkuminoid temulawak umur panen berbeda terhadap nilai RGB. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa umur panen sebanding dengan kadar kurkuminoid dan nilai RGB sampai umur panen 9 bulan. Persamaan regresi linear yang diperoleh untuk memprediksi kadar kurkuminoid adalah, y = - 0,22 - 0,0062 R + 0,0643 G - 0,0330 B, R²= 96,1%.

Gambar 1 Regresi linear kadar kurkuminoid terhadap nilai RGB

(16)

6

Gambar 2 Regresi linear kadar kurkuminoid terhadap rasio nilai RGB (rgb)

Gambar 3 Regresi linear kadar kurkuminoid temulawak umur panen berbeda terhadap nilai RGB

PEMBAHASAN

Nilai RGB dan Kadar Kurkuminoid

Kurkuminoid merupakan golongan senyawa berwarna kuning pada tanaman marga Curcuma, termasuk temulawak dan kunyit (Supriadi 2008).

Warna kuning adalah warna yang terbentuk dari campuran warna pokok merah dan hijau (Yoga 2004). Pada pembacaan nilai RGB ada nilai biru (blue) yang terbaca. Hal ini diduga karena rimpang temulawak tidak hanya mengandung kurkuminoid. Penelitian yang dilakukan Sidik et al. (1992) mengungkapkan bahwa kandungan kimia rimpang temulawak dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri. Selain ketiga fraksi tersebut masih terdapat kandungan lain, yaitu lemak, serat kasar, dan protein. Fraksi pati pada rimpang temulawak merupakan fraksi dalam jumlah paling besar dan berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan. Warna putih terbentuk dari campuran warna merah, hijau, dan biru (Gambar 4).

(17)

7 Nilai RGB foto potongan melintang rimpang temulawak ditentukan pada 1 titik, 3 titik, 5 titik, dan satu gambar utuh. Pemilihan ini atas dasar tidak diketahuinya bagian yang merupakan vakuola dari potongan melintang rimpang temulawak. Vakuola adalah kantung berisi cairan dan diselaputi membran yang disebut tonoplas. Jumlah dan ukuran vakuola sangat bergantung pada tipe sel dan tahap perkembangannya. Vakuola pada tanaman merupakan organel yang cukup besar dan mengisi lebih dari 30% volume sel, sedangkan pada sel yang matang vakuola bisa mencapai 90% dari volume sel. Vakuola menyimpan berbagai jenis molekul, seperti ion anorganik, asam anorganik, gula, enzim, protein simpanan, dan metabolit sekunder (Heldt 2004). Pemilihan potongan melintang sebagai objek yang difoto karena yang diamati adalah perubahan warna setiap pengeringan, bukan struktur anatomi sehingga tidak ada perbedaan dengan potongan membujur. Penentuan nilai RGB 1 titik, 3 titik, dan 5 titik dilakukan karena lebih mudah dalam pengaplikasian jika dibandingkan dengan penentuan nilai RGB satu gambar utuh. Hasil uji korelasi membuktikan bahwa nilai RGB satu gambar utuh berkorelasi paling tinggi terhadap kadar kurkuminoid dan koefisien korelasi yang diperoleh tergolong dalam kategori korelasi kuat (Lampiran 5).

Alternatif lain yang sudah dilakukan untuk meningkatkan koefisien korelasi antara nilai RGB dengan kadar kurkuminoid adalah foto potongan melintang di-crop dengan ukuran (40x40) piksel pada 5 bagian yang berbeda dengan tetap mengikuti pola penentuan nilai RGB 1 titik, 3 titik, dan 5 titik (Lampiran 8). Hal ini dilakukan atas dasar ukuran (1x1) piksel ada kemungkinan sangat kecil sehingga dikhawatirkan bukan bagian vakuola yang mengandung kurkuminoid yang terdeteksi dalam penentuan nilai RGB. Foto hasil crop

selanjutnya ditentukan nilai RGB-nya menggunakan software Matlab 2010. Cara ini ternyata tidak menghasilkan koefisien korelasi yang lebih tinggi dibandingkan koefisien korelasi yang diperoleh dari nilai RGB satu gambar utuh terhadap kadar kurkuminoid (Lampiran 6). Selain itu untuk meningkatkan koefisien korelasi juga dilakukan seleksi warna kuning pada foto menggunakan software Adobe Photoshop CS3. Langkah selanjutnya dilakukan penentuan nilai RGB dengan menggunakan software Matlab 2010. Hasil penentuan nilai RGB tetap menghasilkan keluaran nilai RGB, seharusnya hanya ada nilai R dan G, karena warna kuning terbentuk dari campuran warna merah dan hijau (Gambar 4). Adanya keluaran nilai B disebabkan oleh latar belakang transparan tetap dibaca sebagai warna putih oleh software Matlab 2010. Menurut Yoga (2004) warna putih adalah warna yang terbentuk dari campuran warna merah, hijau, dan biru (RGB), sehingga tetap ada nilai B. Koefisien korelasi yang dihasilkan juga tidak lebih tinggi dibandingkan koefisien korelasi yang diperoleh dari nilai RGB satu gambar utuh terhadap kadar kurkuminoid (Lampiran 7).

(18)

8

jumlah yang dapat terdeteksi. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi dengan pelarut dapat merusak vakuola sel yang mengandung metabolit sekunder sehingga mempermudah melarutkannya. Selain itu Cahyono et al. (2011) menyatakan bahwa kadar kurkuminoid sampel yang dikeringkan cenderung lebih besar dari pada sampel segar. Hal ini terjadi karena pengeringan dapat meratakan penyebaran kurkuminoid dalam rimpang temulawak sehingga memudahkan pelarut mengekstrak kurkuminoid. Pigmen kurkuminoid yang terdapat dalam rimpang temulawak segar berada bersama-sama dengan minyak atsiri di dalam oleoresin dan kurkuminoid tidak merata bahkan memusat. Pemanasan rimpang segar akan memecahkan sel oleoresin dan kurkuminoid menjadi lebih merata dalam rimpang. Perbedaan kandungan kurkuminoid sampel segar dan sampel yang mengalami pengeringan juga ditentukan oleh kadar air sampel. Sampel segar memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan sampel kering sehingga kadar kurkuminoidnya lebih rendah.

Gambar 4 Pencampuran warna aditif (Yoga 2004)

Kadar Air terhadap Nilai RGB

Kadar air rimpang temulawak menunjukkan besarnya air yang digunakan tumbuhan sebagai substrat fotosintesis sehingga tingginya kadar air akan mempengaruhi metabolit yang terbentuk. Semakin tinggi kadar air maka metabolit yang dihasilkan akan semakin banyak (Putri 2013). Nilai RGB dan kadar air yang ditentukan adalah saat kondisi segar dan setiap selesai pengeringan sampai diperoleh kadar air < 10%, yaitu setelah pengeringan selama 18 jam (3 kali pengeringan dengan suhu dan waktu yang sama).

Pengeringan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan simplisia. Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air sehingga tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, memudahkan proses pengolahan selanjutnya, supaya tahan lama dan mudah disimpan. Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 80oC selama 6 jam. Zahro et al. (2009) mengungkapkan bahwa pengeringan dengan oven menghasilkan simplisia berwarna cerah dan permukaannya berwarna jingga kekuningan (Lampiran 9; 10), sedangkan simplisia hasil pengeringan sinar matahari berwarna gelap dan terinfeksi oleh jamur putih. Suhu pengeringan jika menggunakan alat tergantung pada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30-90oC (Endarsari et al. 2011). Penelitian yang dilakukan Sowbhagya et al.

(2004) membuktikan bahwa senyawa kurkuminoid stabil terhadap panas tetapi sensitif terhadap cahaya.

(19)

9 kadar air yang lebih rendah. Warna putih merupakan warna yang terbentuk dari campuran warna merah, hijau, dan biru. Dominannya warna putih dari pada warna kuning akan menyebabkan kesalahan yang lebih besar dalam pembacaan nilai RGB kurkuminoid karena kurkuminoid hanya terbentuk dari campuran warna merah dan hijau (Gambar 4).

Hubungan Nilai RGB dengan Kadar Kurkuminoid Temulawak Umur Panen 9 bulan

Pemilihan sampel temulawak umur panen 9 bulan atas dasar penelitian yang dilakukan Adzkiya (2006) yang membuktikan bahwa pada bulan ke-9 kadar air temulawak menurun drastis dibandingkan bulan sebelumnya. Sintesis kurkuminoid terjadi pada saat tanaman mengalami kekurangan air karena kurkuminoid merupakan senyawa hasil metabolit sekunder. Analisis kadar kurkuminoid menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum yang diserap oleh kurkuminoid. Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu spektroskopi absorpsi berdasarkan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 160-780 nm (Skoog

et al. 2003). Prinsip penggunaan spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer, yaitu setiap lapisan dengan ketebalan yang sama dari sebuah medium penyerap akan menyerap sejumlah fraksi yang sama dari energi radiasi yang melewatinya. Fraksi energi radiasi yang dipancarkan oleh medium penyerap dengan ketebalan tertentu tidak bergantung pada intensitas radiasi yang datang dengan syarat radiasi tersebut tidak merusak secara fisik maupun kimia terhadap medium. Perumusan dari hukum Lambert-Beer adalah: I/Io=T, dengan I: radiasi yang dipancarkan; Io: radiasi yang datang; dan T: transmisi (Bintang 2010).

Pelarut yang digunakan untuk analisis kadar kurkuminoid adalah tetrahidrofuran (THF). Tetrahidrofuran digunakan sebagai pengekstrak kurkuminoid yang paling baik dibandingkan etanol, aseton, dan etilasetat. Hal ini atas dasar penelitian Batubara et al. (2004) yang melakukan pemisahan ekstrak temulawak menggunakan kromatografi lapis tipis. Ekstrak THF memunculkan 5 noda pada plat kromatografi lapis tipis yang berarti memiliki jenis zat yang lebih banyak dari pada ekstrak etilasetat yang hanya berjumlah 4 noda. Selain itu intensitas warna kurkuminoid terbentuk pada pelat kromatografi lapis tipis pada ekstrak THF. Pengukuran kadar kurkuminoid rimpang temulawak dilakukan pengenceran 100 kali dari konsentasi semula karena absorbansi sampel tidak masuk dalam jarak (range) standar, yaitu antara 0.5-10 ppm. Kadar kurkuminoid sampel diperoleh dengan cara menghitung menggunakan persamaan dari kurva standar (Lampiran 4).

(20)

10

masing-masing nilai RGB terhadap kadar kurkuminoid berturut-turut adalah 0.590, 0.588, dan 0,678, sedangkan untuk rasio RGB (rgb) terhadap kadar kurkuminoid berturut-turut adalah -0.618, -0.623, dan 0.741 (lampiran 5). Yudav

et al. (2010) menyatakan bahwa gangguan oleh pencahayaan bisa diatasi dengan cara mencari rasio masing-masing nilai RGB (rgb).

Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa hubungan kadar kurkuminoid dengan nilai RGB menghasilkan R² sebesar 59,4%, artinya hanya 59,4% kadar kurkuminoid yang dijelaskan oleh model, sedangkan 40,6% dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Rendahnya nilai R² diduga karena kadar kurkuminoid dari 5 sampel hampir tidak berbeda nyata meskipun nilai yang diperoleh cukup bervariasi (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis citra berbasis RGB kurang tepat dipakai untuk membedakan temulawak dengan kadar kurkuminoid yang hampir sama satu sama lain karena nilai R² jauh dari 100%. Hasil analisis regresi linear berganda antara kadar kurkuminoid dengan nilai rgb menghasilkan R² sebesar 57,3%. Hal ini membuktikan bahwa pengubahan nilai RGB menjadi bentuk rasionya tidak meningkatkan R². Adapun faktor yang menyebabkan normalisasi RGB tidak mampu meningkatkan R² karena USB Digital Microscope sudah dilengkapi dengan 8 lampu LED sehingga gangguan oleh pencahayaan sangat kecil. Kadar kurkuminoid yang diprediksi menggunakan model persamaan RGB menghasilkan nilai galat sebesar 0,1918. Baranska et al. (2005) menyatakan bahwa kebaikan model dilihat dari nilai R² dan nilai galat. Nilai R² harus bernilai tinggi, sedangkan nilai galat harus bernilai rendah.

Hubungan Nilai RGB dengan Kadar Kurkuminoid Temulawak Umur Penen Berbeda (3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan)

Tanaman menghasilkan metabolit yang berasal dari proses metabolisme primer dan metabolisme sekunder selama pertumbuhan. Hasil metabolisme primer adalah senyawa yang digunakan untuk pertumbuhan seperti karbohidrat, protein, lemak, sitokrom, dan klorofil, sedangkan senyawa kimia yang termasuk metabolit sekunder antara lain kelompok senyawa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid. Metabolit sekunder tidak digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Salisbury & White 1987). Flavonoid misalnya, berperan sebagai pengendali pertumbuhan (fitohormon), insektisida, fitoaleksin, dan bahan obat (Miradiono 2002). Kurkuminoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang termasuk kedalam golongan senyawa flavonoid.

(21)

11 memungkinkan sintesis kurkuminoid terjadi pada saat tanaman mengalami kekurangan air.

Nilai RGB potongan melintang temulawak umur panen 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan berbanding lurus terhadap kadar kurkuminoid dengan nilai R² sebesar 96,1%, artinya sebesar 96,1% kadar kurkuminoid dijelaskan oleh model. Kadar kurkuminoid yang diprediksi dengan menggunakan model ini menghasilkan galat sebesar 0,0878 (Tabel 3). Gambar 2 juga menunjukkan bahwa terjadi pengelompokan nilai RGB dan kadar kurkuminoid pada setiap umur panen. Hal ini membuktikan bahwa metode analisis citra berbasis RGB bisa dipakai untuk membedakan temulawak dengan kadar kurkuminoid yang berbeda cukup jauh satu sama lain (Lampiran 2). Semakin tinggi kadar kurkuminoid suatu temulawak maka intensitas warna kuningnya juga semakin pekat. Nilai RGB dari warna kuning yang semakin pekat akan mendekati nilai RGB warna hitam yang nilainya mendekati 0. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai RGB berbanding lurus terhadap kadar kurkuminoid. Hal ini terjadi karena rimpang temulawak tidak hanya mengandung kurkuminoid, tetapi ada kandungan lain seperti lemak, serat kasar, protein, fraksi pati, dan minyak atsiri (Sidik et al. 1992). Kandungan lain ini juga mempunyai nilai RGB masing-masing.

Tabel 3 Perbandingan kadar kurkuminoid hasil penelitian dengan hasil prediksi Umur panen

(bulan)

Nilai RGB Kadar kurkuminoid (%b/b)

ulangan R G B Hasil

Metode analisis citra berbasis RGB bisa dipakai untuk membedakan temulawak dengan syarat jarak kadar kurkuminoid setiap sampel berbeda cukup jauh seperti temulawak umur panen 3 bulan, 6 bulan dan 9 bulan. Nilai RGB sebanding dengan umur panen temulawak sampai bulan kesembilan yang nilainya dipengaruhi oleh tingkat kadar air.

Saran

(22)

12

sehingga dapat membedakan kadar kurkuminoid pada umur panen yang sama serta menghasilkan model prediksi dengan nilai R² mendekati 100% dan nilai galat yang rendah. Selain itu perlu dilakukan analisis hubungan nilai RGB dengan senyawa metabolit sekunder golongan lain.

DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya M. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

[ASEAN] Association of South East Asian Nation. 1993. Standard of ASEAN.

Herbal Medicine Vol 1. Jakarta (ID): Aksara Buana Printing.

Baranska, Schulz H, Siuda R, Strehle MA, Rosch P, Popp J, Joubert E, Manley M. 2005. Quality control of Harpagophytum procumbens and its related phytopharmaceutical products by means of NIR-FT-Raman spectroscopy.Biopolymers 77: 1-8.

Batubara I, Yusnira, Darusman KL. 2004. Penentuan kadar kurkuminoid pada temulawak menggunakan metode spektroskopi dan kromatografi cair kinerja tinggi. Di dalam: Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004; Semarang: FMIPA Universitas Diponegoro. Hlm 57-60.

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka. Jakarta (ID): BPOM.

Cahyono B, Huda MDK, Limantara L. 2011. Pengaruh proses pengeringan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap kandungan dan komposisi kurkuminoid. Reaktor 13(3): 165-171.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke-5. Jakarta (ID): Depkes.

Endarsari R, Qanytah, Prayudi B. 2011. Pengaruh pengeringan terhadap mutu simplisia. Jawa Tengah (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Fahn A. 2000. Anatomi Tumbuhan. Ed ke-3. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Pr.

Handler N, Jaeger W, Puschacher H, Leiser K, Erker T. 2007. Synthesis of novel curcumin analogues and their evaluation as selective cyclooxygenase-1 (COX-1) Inhibitors. Chem Pharm 55(1): 64−71.

Harbone JB. 1987. Introdoction of ecological Biochemistry. Ed ke-3.London (GB): Academic Pr.

(23)

13 Kristina NNR, Noveriza SF, Syahid, Rizal M. 2007. Peluang peningkatan kadar kurkumin pada tanaman kunyit dan temulawak. Bul Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. 18 (1): 1-12

Lee SK, Hong CH, Huh SK, Kim SS, Oh OJ, Min HY, Park KK, Chung WY, Hwang JK. 2002. Supressive effect of natural sesquiterpenoids on inducible cyclooxigenase (COX-2) and nitric oxide syntase (iNOS) activity in Mouse Macrofaphage cells. Environ Pathol Toxicol Oncol 21: 141-148.

Lim CS, Jn DQ, Mork H, Oh SJ, Lee JU, Hwang JK, Ha L, Han JS. 2005. Antioxidant and antiinflammatory activities of xanthorrizol in hippocampal neurons and primary cultured microglia. Neurosci Res 82 (6): 831- 838.

Mattjik AA. 2006. Rancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr.

Miradiono A. 2002. Efektifitas pengekstrak senyawa flavonoid dari daun jati belanda (Guazuma ulminofolia Lamk.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nitisapto M, Siradz SA. 2005. Evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan jahe pada beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. J Tanah dan Lingk. 5(2): 15-19.

Orava J, Jussi P, Markku H, Paula H, Atte VW. 2012. Temporal clustering of minced meat by RGB - and spectral imaging. Journal of Food Engineering 112: 112– 116.

Putri AS. 2013. Aktivitas inhibisi terhadap siklooksigenase, kadar pati dan fenolik temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Aksesi Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rukayadi Y, Hwang JK. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

Streptococcus mutans biofilm. Appl Microbiol 42: 400-404.

Rukayadi Y, Yong D, Hwang JK. 2006. In vitro anticandidal activity of xanthorrhizol isolated from Roxb. J Antimicrob Chemother 132: 1-4.

Salisbury FB, White BJ. 1987. Fisiologi Tumbuhan. Diah RI, Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Plant Physiology.

Sarwono J. 2009. Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik menggunakan SPSS 16. Yogyakarta (ID): Andi Pub.

Sidik, Mulyono MW, Muhtadi A. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.). Jakarta (ID): Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica.

Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 2003. Principlesof Instrumental Analysis Ed ke-5. Philadelphia (US): Saunders College.

Sowbhagya HB, Smitha S, Sampathu SR, Krishnamurthy N, Bhattacharya S. 2004. Stability of water-soluble turmeric colourant in anextruded food product during storage. Journal of Food Engineering 67(3): 367-371.

(24)

14

Yoga. 2004. Desain Kreatif Adobe Photoshop CS. Jakarta(ID): PT Elex Media Komputindo.

Yudav SP, Ibaraki Y, Gupta SD. 2010. Estimation of the chlorophyll content of micropropagated potato plants using RGB based image analysis. Plant Cell Tiss Organ Cult 100: 183-188.

(25)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur penelitian

Keterangan: Pengeringan dilakukan sampai diperoleh kadar air <10%. Preparasi

Pengeringan (80oC 6 jam)

Analisis kadar

air Analisis kadar kurkuminoid

Analisis data Penentuan

nilai RGB Pengambilan

foto

Temulawak

Pengambilan foto

Analisis kadar air segar

Analisis kadar kurkuminoid

(26)

16

(27)
(28)

18 Keterangan: PI,II,III: Pengeringan 80oC 6 jam ke-1, ke-2, ke-3

Contoh perhitungan ulangan 1 varietas Tembalang

Kadar air rimpang segar (%) = − − ×100%

= . − . − .

. ×100%

= 83.8073%.

Lampiran 3 Nilai RGB dan kadar kurkuminoid dengan kadar air < 10%

Varietas Ulangan R G B Kadar kurkuminoid (%b/b)

Lampiran 4 Regresi linear standar kurkuminoid

(29)

19

Contoh perhitungan kadar kurkuminoid Tembalang segar ulangan 1 y = 0,1016x + 0,0061

x = konsentrasi kurkuminoid dalam sampel

y = Absorban

. = faktor pengenceran

Bobot sampel = 0.3 gram

Lampiran 5 Analisis korelasi nilai RGB terhadap kadar kurkuminoid Correlations: R; G; B; kurkuminoid

1 titik

Correlations: R; G; B; kurkuminoid 3 TITIK

(30)

20

Correlations: R; G; B; kurkuminoid

5 TITIK

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Correlations: R; G; B; kurkuminoid Total satu gambar utuh

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Correlations: r; g; b; KURKUMINOID Rasio satu gambar utuh

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Keterangan: Nilai yang dicetak tebal adalah koefisien korelasi dan P-value Lampiran 6 Analisis korelasi nilai RGB hasil crop terhadap kadar kurkuminoid

a) 1 titik

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

b) 3 titik

Correlations: R; G; B; kurkuminoid

R G B

(31)

21 0,707

B -0,855 -0,424

0,000 0,115

Kurkuminoid -0,226 -0,318 0,371

0,419 0,247 0,173

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

c) 5 titik

Correlations: R; G; B; kurkuminoid

R G B

G -0,672

0,006

B -0,901 0,285

0,000 0,303

Kurkuminoid -0,197 -0,027 0,271

0,481 0,925 0,328

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Lampiran 7 Analisis korelasi nilai RGB hasil seleksi warna kuning terhadap kadar kurkuminoid

Correlations: R; G; B; Kurkuminoid

R G B G 0,999

0,000

B 0,996 0,994 0,000 0,000

Kurkuminoid 0,439 0,436 0,474

0,102 0,104 0,074

Cell Contents: Pearson correlation P-Value

Keterangan: Nilai yang dicetak tebal adalah koefisien korelasi dan nilai P-value Lampiran 8 Pola crop foto potongan melintang ukuran (40x40) dan (1x1) piksel

1

1,3 2,4

3 2

(32)

22

Lampiran 9 Foto potongan melintang rimpang temulawak umur panen 9 bulan Varietas

K U B T CI CII CIII

1

S 2

3

1

PI 2

3

1

PII 2

3

1

PIII 2

3

(33)

23 Lampiran 10 Foto potongan melintang rimpang temulawak umur panen berbeda

(3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan)

Kondisi

Umur Ulangan Segar PI PII PIII

1

3 bulan

2

3

1

6 bulan

2

3

1

9 bulan

2

3

(34)

RIWAYAT HIDUP

Farid Wajdi terlahir sebagai anak ketujuh dari tujuh orang bersaudara dari Syamwil dan Zulfina pada tanggal 28 Mei 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di SMA Negeri 3 Payakumbuh pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Dasar (2012/2013). Penulis mengikuti organisasi intrakampus sebagai anggota Komisi II Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB tahun 2012-2013 dan anggota UKM Forces tahun yang sama. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan seperti Pesta Sains Nasional pada tahun 2012 dan 2013, panitia Pekan Inovasi Mahasiswa Pertanian Inonesia tahun 2012 dan 2013 serta panitia Festival Ilmuan Muslim Indonesia pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dengan judul karya ilmiah Kemampuan Jamur Penicillium sp dan Aspergillus niger dalam BiodegradasiDeltametrin.

Gambar

Gambar 1 Regresi linear kadar kurkuminoid terhadap nilai RGB
Gambar 2 Regresi linear kadar kurkuminoid terhadap rasio nilai RGB (rgb)
Tabel 3 Perbandingan kadar kurkuminoid hasil penelitian dengan hasil prediksi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati tahun 2014 juga menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada

Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya akuntansi bagi dan membekali keterampilan dalam pengelolaan keuangan atau

bahasa Indonesia secara realtime berdasarkan jenis kelamin dilakukan dengan menggunakan metode Discrete Wavelet Transform (DWT) level 3 sebagai metode ekstrasi

Sebagian kecil pertanyaaan dijawab dengan jawaban yang berkualitas (didukung dengan penjelasan yang rasional).Dapat mempertahankan argumen secara rasional dan tetapi kurang

proses analisa sosial, harus direkam dengan berbagai alat rekam yang ada atau yang tersedia untuk kemudian hasil-hasil rekaman itu dikelola dan diramu sedemikian rupa sehingga mampu

Dalam tulisan ini penulis juga meneliti pola pemberdayaan masyarakat dari Dana Desa DD Salah satu warga yang diwawancarai berkaitan dengan pembangunan dan pemberdayaan desa

metodologi mengajar berdasar tipologi belajar siswa.html. Peserta didik memperoleh kecakapan mental. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan serta