• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usahatani Lele Phyton (Clarias sp) di Kecamatan Seyegan, Sleman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Usahatani Lele Phyton (Clarias sp) di Kecamatan Seyegan, Sleman"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI LELE PHYTON (

Clarias

sp) DI

KECAMATAN SEYEGAN, SLEMAN

FAJAR ISTIQOMAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usahatani Lele Phyton (Clarias sp) di Kecamatan Seyegan, Sleman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

FAJAR ISTIQOMAH. Analisis Usahatani Lele Phyton (Clarias sp) di Kecamatan Seyegan, Sleman. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Lele phyton (Clarias sp) telah banyak dibudidayakan di Seyegan, tetapi produksinya cenderung menurun dan digantikan dengan jenis ikan yang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mneganalisis penggunaan input, struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani dengan menggunakan 30 petani sampel yang diambil secara purposive. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan input pada kolam yang sempit lebih intensif, komponen terbesar dalam biaya produksi adalah pakan (72,02%) dan benih (18,53%), usahatani lele phyton menguntungkan dan efisien.

Kata kunci: Lele phyton, input produksi, pendapatan, efisiensi

ABSTRACT

FAJAR ISTIQOMAH. Analysis of Phyton Catfish (Clarias sp) Farming in Seyegan, Sleman. Supervised by NUNUNG KUSNADI.

Catfish phyton have been widely cultivated in Seyegan, but lately its production tended decline and shifted by other types of fish. The aims of this study is to analyze the use of inputs, cost structure, income, and efficiency using 30 sampel of farmers selected purposively. The result that the farmers with small land using inputs more intensive, the largest component in production cost is feed (72,02%) and seed (18,53%), the phyton catfish farming is efficient and profitable.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS USAHATANI LELE PHYTON (

Clarias

sp) DI

KECAMATAN SEYEGAN, SLEMAN

FAJAR ISTIQOMAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah Usahatani, dengan judul Analisis Usahatani Lele Phyton di Kecamatan Seyegan, Sleman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing, Bapak Dr. Ir. Suharno, MAdev dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji atas saran dalam perbaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama menjalani masa-masa perkuliahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para petani lele phyton di Kecamatan Seyegan atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa, support dan kasih sayangnya.

Semoga skaripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

KERANGKA PEMIKIRAN 7

Kerangka Pemikiran Teoritis 7

Produksi Lele Phyton 7

Konsep Biaya dan Pendapatan 10

Pergeseran Komoditas 12

Konsep Efisiensi Usahatani 12

Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Metode Pengambilan Sampel 15

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Analisis Data 15

Definisi Operasional 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Kondisi Wilayah Umum Penelitan 18

Karakteristik Sampel 19

Keragaan Usahatani Lele Phyton 21

Analisis Penggunaan Input Usahatani Lele Phyton 27 Analisis Struktur Biaya Usahatani Lele Phyton 34 Analisis Pendapatan Usatani Lele Phyton di Kecamatan Seyegan 38 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani 46

SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

Produksi ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012 2 Nilai produksi ikan di Kecamatan Seyegam tahun 2008-2012 3 Harga jual ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2009 4

Produksi ikan dengan jenis usaha kolam 19

Dsitribusi usia petani sampel 19

Distribusi tingkat pendidikan petani sampel 20 Distribusi pengalaman usaha petani sampel 21

Dsitribusi luas kolam petani sampel 21

Distribusi penggunaan benih 24

Distribusi penggunaan pakan 25

Distribusi penggunaan kapur 26

Distribusi penggunaan tenaga kerja 26

Rata-rata penggunaan input dan produktivitas per 100 m2 per tahun 28

Rata-rata biaya usahatani lele phyton 35

Rata-rata biaya input per 100 m2 per tahun 37 Rata-rata ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani 40 Rata-rata pendapatan tenaga kerja, pengembalian modal, keuntungan,

dan R/C ratio per 100 2 per tahun 44

Perbandingan struktur biaya dan efisiensi usahatani lele phyton dengan

ikan gurami per 100 m2 per tahun 47

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata produksi lele di Kabupaten Sleman tahun 2008-2012 1 2 Luas kolam perikanan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012 3

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sektor perikanan di masa datang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam upaya pemulihan ekonomi. Dalam kaitan ini orientasi sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional adalah sebagai pemasok kebutuhan konsumsi dan gizi masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan berwirausaha, peningkatan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan dan mampu mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian khususnya sub sektor perikanan (Handayani, 2013).

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Provinsi DIY) mempunyai potensi perikanan budidaya seluas 18.919,30 ha, dengan potensi perairan umum yaitu kolam air tenang, karamba, sawah, jaring apung, telaga dan tambak. Total produksi pada tahun 2011 yang lalu mencapai 44.542 ton yang sebagian besar berasal dari perikanan budidaya air tawar tepatnya dari budidaya kolam. Secara terperinci dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2011 produksi budidaya kolam sebesar 43.795 ton, budidaya karamba sebesar 85 ton, budidaya Jaring apung sebesar 22 ton, budidaya sawah sebesar 142 ton, dan budidaya tambak sebesar 499 ton. Total produksi perikanan budidaya tersebut berasal dari 5 kabupaten di Yogyakarta, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kabupaten Kulon Progo (BPS, 2012).

Produksi ikan di Kabupaten Sleman didominasi oleh budidaya kolam air tawar, yaitu 21.577 ton, sedangkan lainnya adalah budidaya mina padi dan perairan umum hanya menghasilkan masing-masing 142 ton dan 180 ton (BPS Yogyakarta, 2012). Produksi tersebut terdiri dari berbagai jenis ikan yang dihasilkan oleh seluruh Kecamatan di Kabupaten Sleman. Salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Sleman adalah ikan lele. Dari segi produksinya, Kecamatan Seyegan merupakan sentra ikan lele di Sleman. Seperti terlihat pada gambar 1, rata-rata produksi lele di Kecamatan Seyegan dari tahun 2008-2012 lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Sleman, 2014

(16)

Jenis lele yang telah banyak dibudidayakan di Kecamatan Seyegan adalah lele phyton (Clarias sp). Dari segi biologisnya, alasan petani lebih memilih lele phyton adalah karena lele phyton memiliki keunggulan dibandingkan dengan lele yang lainnya. Keunggulan yang dimiliki lele phyton antara lain adalah lele phyton tidak mengandung lemak yang tinggi, tubuhnya panjang dan ramping sehingga penampilannya menarik, lebih tahan terhadap penyakit, tingkat mortalitasnya (kematian) rendah dibawah 20%, memiliki efektivitas penyerapan pakan yang baik yang ditunjukkan dengan nilai FCR (Food Convertion Ratio) 1:1 yang artinya setiap 1 kg pakan yang di makan, akan membentuk 1 kg daging, selain itu lele phyton juga lebih tahan dengan suhu dan cuaca yang ekstrim (tahan pada panas dan dingin yang cukup tinggi). Selain itu konsumen juga lebih memilih lele phyton dibandingkan dengan lele yang lainnya. Alasannya adalah karena lele phyton lebih banyak dagingnya dan lebih gurih dari segi rasanya. Jika dikaitkan dengan biologis lele phytonnya, rasa daging yang lebih gurih dikarenakan gerak lelenya yang licah menjadikan lemaknya lebih sedikit dan rasanya gurih dan baik untuk kesehatan jantung konsumen.

Dari segi produksinya, berdasarkan tonase dibawah menunjukkan bahwa produksi lele phyton yang dihasilkan di Kecamatan Seyegan selalu mendominasi produksi perikanan di Kecamatan ini secara keseluruhan. Selama periode pengamatan di bawah, produksi lele selalu diatas 50% kecuali pada tahun 2010.

Tabel 1 Produksi ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012

Jenis Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Sleman, 2014

(17)

Tabel 2 Nilai produksi ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012

Jenis Ikan

Nilai Produksi (Rp 000 /th) Rata-rata (Rp 000/th)

2008 2009 2010 2011 2012

Karper 185 550 323 550 367 500 67 500 18 750 192 570 Lele 11 233 000 10 021 500 5 272 050 8 190 000 11 840 640 9 311 438 Nila 3 303 000 3 303 625 3 567 915 1 917 000 3 721 410 3 162 590 Gurami 6 666 192 10 506 432 5 886 045 9 542 500 3 790 325 7 278 299 Tawes 22 325 22 325 343 500 218 900 50 100 131 430 Grasscap 123 600 123 600 373 600 373 600 751 600 349 200 Bawal 406 668 403 668 2 369 268 976 920 3 909 360 1 914 804

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Sleman, 2014

Namun produksi lele tidak stabil dari tahun 2008 hingga 2012 (Tabel 1). Persentase produksi lele phyton cenderung menurun jika dibandingkan dengan tahun 2008. Hal ini menunjukkan adanya pergesaran komoditas dari lele phyton ke jenis ikan yang lain seperti karper, nila, gurami, tawes, grasscap, dan bawal. Karena jika dilihat dari total luas kolam perikanan di Kecamatan Seyegan, ternyata cenderung meningkat dari tahun 2008-2009, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Sleman, 2014

Gambar 2 Luas kolam perikanan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012

Adanya pergeseran komoditas lele phyton di atas diduga karena harga jual lele cenderung lebih rendah dibandingkan dengan ikan lainnya, seperti terlihat pada tabel 3. Selain itu, faktor lain yang diduga mempengaruhi pergeseran komoditas adalah tingginya harga pakan lele. Oleh karena itu penting untuk mempelajari teknologi produksi, struktur biaya, pendapatan ditingkat petani serta efisiensi usahatani, khususnya usaha pembesaran lele phyton.

0 200.000 400.000 600.000

2008 2009 2010 2011 2012

Luas Kolam (m2)

(18)

Tabel 3 Harga jual ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2009

Jenis Ikan Harga ikan (Rp/th)

2008 2009 2010 2011 2012

Karper 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000

Lele 10000 10 000 10 500 10 500 10 500

Nila 12 500 12 500 13 500 13 500 13 500 Gurami 24 000 24 000 27 500 27 500 27 500

Tawes 9 500 9 500 9 500 10 000 10 000

Grasscap 10 000 10 000 10 000 10 000 10 000 Bawal 12 000 12 000 12 000 12 000 12 000

Sumber : BPS Yogyakarta, 2014

Perumusan Masalah

Analisis usahatani bertujuan untuk mengetahui keragaan suatu usahatani dari berbagai aspek baik dari segi keunggulan produk, kenaikan hasil yang semakin menurun, efek substitusi, biaya usahatani, cabang usahatani, dan tujuan usahatani. Begitu juga dengan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaan usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan. Penelitian ini perlu dilakukan karena Kecamatan Seyegan menjadi sentra pembesaran lele phyton akan tetapi produksinya tidak stabil. Ketidakstabilan produksi lele phyton di Kecamatan Seyegan pada tahun 2008 hingga 2012 disebabkan adanya pergeseran komoditas dari lele phyton ke jenis ikan yang lain. Dimana pergeseran tersebut dapat disebabkan oleh aspek teknis maupun non teknis. Aspek teknis berkaitan dengan teknik budidayanya seperti penggunaan input, penyakit, iklim, dan kondisi airnya. Aspek non teknis terkait dengan ketersediaan dan harga input serta kondisi permintaan dan harga outputnya.

Tejadinya pergeseran tersebut menarik untuk dipelajari karena berhubungan dengan teknologi produksi yang digunakan oleh petaninya. Pakan dan benih diduga merupakan input paling berpengaruh pada hasil produksi lele phyton. Harga pakan yang tinggi menyebabkan penggunaan pakan tidak optimal. Disamping itu, harga jual lele yang rendah dapat menyebabkan penggunaan benih tidak optimal karena petani mengurangi jumlah tebar benihnya. Menjadi pertanyaan, bagaimana penggunaan input-input produksi dalam usaha usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan?

(19)

pembesaran lele phyton di Kecamatan Seyegan? Dan apakah usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan efisien.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis penggunaan input produksi dalam usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan

2. Menganalisis struktur biaya dalam usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan.

3. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan.

4. Menganalisis efisiensi usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait yaitu:

1. Bagi petani lele phyton, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi yang berguna dalam menjalankan usahatani lele phyton.

2. Sebagai sumber pertimbangan untuk investasi dalam usahatani lele phyton.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya membahas tentang komoditas lele phyton yang dibudidayakan oleh para petani di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman. Penelitian ini menganalisis penggunaan input-input produksi, struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani lele phyton dalam satu tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Input Produksi Lele Phyton

(20)

Masing-masing penelitian memiliki hasil yang berbeda-beda, namun sebagian besar penelitian membuktikan bahwa luas kolam, pakan, dan benih memiliki pengaruh yang signifikan pada produksi perikanan. Artinya input produksi tersebut penting untuk diperhatikan dalam budidaya perikanan. Oleh karena itu dalam analisis penggunaan input produksi pada penelitian ini juga akan memasukkan input produksi tersebut untuk dapat dilihat sejauh mana pengaruhnya terhadap produksi lele phyton di Kecamatan Seyegan.

Analisis Struktur Biaya, Pendapatan, dan Efisiensi Usahatani Lele Phyton

Penggunaan faktor-faktor produksi (input) dalam budidaya perikanan, tentu menimbulkan biaya yang harus dibayarkan oleh petani. Sebagian besar penelitian terdahulu menunjukkan bahwa usaha budidaya perikanan menghabiskan biaya terbesar untuk pakan yaitu 55% (Arif, 2004), 67% (Ahmad, 2011), 60% (Handayani, 2013), 52% (Brian, 2011). Selain itu benih juga memiliki persentase biaya yang besar setelah pakan yaitu 19% (Brian, 2011), dan 30% (Handayani, 2013). Namun, pada umumnya budidaya perikanan termasuk ikan lele masih memberikan keuntungan kepada petani, dan baik untuk diusahakan. Hari (2011) melakukan penelitian tentang faktor-faktor produksi dan efisiensi budidaya ikan lele di Kabupaten Sumenep, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis pendapatan usahatani. Dari hasilnya membuktikan bahwa usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Sumenep menguntungkan untuk di usahakan, dan memiliki nilai R/C ratio 1,98 yang artinya usaha tersebut efisien untuk dijalankan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ahmad (2011) tentang analisis efisiensi budidaya ikan lele di Kabupaten Boyolali. Hasil penelitiannya menunjukkan usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Boyolali juga menguntungkan dan efisien untuk dijalankan karena nilai R/C ratio nya sebesar 1,18. Eni (2012) juga melakukan analisis finansial usaha lele di Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesisir Pekanbaru, hasil penelitiannya membuktikan bahwa usaha pembenihan lele dumbo menguntungkan, dan efisien karena nilai R/C ratio nya sebesar 1,55.

Hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa untuk usaha budidaya komoditas yang lain juga memberikan keuntungan bagi petani. Handayani (2013) mengkaji tentang usaha pembenihan ikan nila di Kabupaten Sleman, dimana dari hasil penelitiannya membuktikan bahwa usaha tersebut menguntungkan, serta efisien untuk diusahakan terbukti dari nilai R/C rationya sebesar 1,92. Selain itu Arif (2004) juga membuktikan bahwa produksi ikan bandeng di PT Muara Biru Jakarta menguntungkan, dan nilai R/C ratio nya sebesar 1,29 artinya usaha tersebut efisien.

(21)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Produksi Lele Phyton

Lele phyton (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Kecamatan Seyegan. Menurut petani di Kecamatan Seyegan, konsumen lebih menyukai lele jenis ini sehingga petani lebih memilih untuk mengusahakan lele phyton dibandingkan dengan jenis yang lain. Alasan konsumen memilih lele phyton karena dagingnya lebih banyak dan rasanya lebih gurih. Secara teori, perbedaan lele phyton dengan jenis lele unggulan yang lainnya antara lain adalah dari segi fisiknya warnanya berbeda antara lele phyton, lele dumbo, dan lele sangkuriang. Selain itu lele phyton memiliki waktu panen yang lebih cepat dibandingkan dengan lele dumbo dan lele sangkuriang. Lele phyton dapat dipanen dalam waktu 40-45 hari, sedangkan lele dumbo 90 hari, dan lele sangkuriang 60 hari. Lele phyton dan sangkuriang memiliki bentuk tubuh yang lebih panjang dibandingkan dengan lele dumbo, dan daging lele phyton lebih banyak di bandingkan dengan lele lainnya. lele phyton lebih lincah daripada lele dumbo dan sangkriang sehingga rendah lemak dan dagingnya menjadi lebih gurih. Lele phyton merupakan jenis lele yang ditemukan oleh petani di daerah Padeglang Banten yang memiliki suhu hingga 17 oC sehingga lebih tahan terhadap suhu dingin dan panas yang ekstrim dibandingkan dengan jenis lele lainnya. selain itu lele phyton juga lebih tahan terhadap penyakit dan memiliki tingkat kematian di bawah 20%.

Lele phyton merupakan jenis ikan yang suka mengkonsumsi jenis ikan kecil di habitat aslinya, seperti cacing, jentik serangga, dan belatung. Oleh karena itu, jika lele dipelihara secara intensif, sebaiknya diberi pakan dengan kandungan protein hewani yang tinggi. Lele phyton memiliki sifat kanibal, yaitu memakan dari jenisnya sendiri. Biasanya lele menjadi kanibal karena tidak ada makanan lain dan faktor perbedaan ukuran. Lele yang lebih besar akan memakan kawannya yang lebih kecil.

Oleh karena itu terdapat beberapa input yang penting dalam usaha pembesaran lele phyton, antara lain yaitu :

1. Luas Kolam

(22)

itu kolam yang digunakan juga harus memiliki konstruksi tanah yang baik yaitu kedap air dan tidak mudah bocor.

2. Benih

Benih merupakan input penting dalam pembesaran lele phyton, karena benih tersebut yang akan dibesarkan hingga mencapai ukuran konsumsi. benih juga mementukan umur panen dalam usaha pembesaran lele phyton. Semakin besar ukuran benih maka masa panen semakin cepat. Biasanya untuk mencapai panen dalam waktu yang pendek benih yang digunakan adalah ukuran 5-7cm, 6-8 cm, dan 7-9 cm. selain itu benih yang berkualitas baik juga menentukan hasil panen yang diperoleh. Menurut Mahyudin (2010) benih yang berkualitas adalah ukuran seragam dan berwarna cerah (mengkilap), geraknya cepat dan lincah, tidak cacat dan tidak luka ditubuhnya, bebas dari penyakit, posisi tubuh dalam air normal, menghadap dan melawan arus ketika diberi arus.

Ukuran benih sebaiknya seragam, seperti yang telah disebutkan diatas dengan tujuan agar masing-masing lele tidak menganggu dan pertumbuhannya bisa seragam. Sesuai dengan karatkternya, lele phyton bersifat kabinal, jika kekurangan pakan, lele akan memangsa sesamanya yang ukurannya lebih kecil. Benih yang ukurannya kecil juga kalan dalam bersaing mendapatkan pakan. Hal-hal tersebut perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada hasil produksi.

Menurut Budianto (2008) dalam usaha pembesaran lele yang intensif, dikatakan penebaran rendah jika populasinnya 150 – 200 ekor/m3 sebaliknya dikatakan penebaran padat apabila populasinya 200 – 350 ekor/ m3. Padat tebar tinggi lebih menguntungkan dibandingkan dengan padat tebar yang rendah, meskipun masa panenya lebih lama yaitu 3 bulan namun produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan penebaran rendah (2 bulan).

3. Pakan

Pakan merupakan nutrisi bagi pertumbuhan daging lele. Jumlah pakan yang dihabiskan selama pembesaran lele phyton akan menentukan jumlah panen yang diperoleh petani, apabila pakan diserap dengan baik oleh ikannya. Pakan merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam usahatani lele. Menurut Mahyuddin (2010), kebutuhan pakan mutlak mengandalkan pakan buatan pabrik (pelet) karena pakan buatan pabrik lebih terjamin kualitasnya serta kandungan nutrisinya lengkap. Pakan sangat berpengaruh pada pertumbuhan lele phyton karena semakin banyak pakan yang diberikan akan semakin cepat pertambahan daging lelenya. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung protein (minimal 30%), lemak (4-5%), karbohidrat (15-20%), vitamin, dan mineral (0,5-0,8%) sesuai dengan jumlah kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan lelenya.

(23)

pemberian pakan hanya didasarkan pada pemberian pakan sekenyangnya pada ikan lelenya.

Waktu pemberian pakan juga berpengaruh pada pertumbuhan lelenya. Waktu pemberian pakan yang baik dilakukan 4-5 kali dalam sehari. Sedangkan untuk ikan besar 3 kali sehari. Waktu pemberian pakan ditetapkan dengan memperhatikan nafsu makan ikan yangdapat dilakukanpagi, siang, sore atau malam. Lele memiliki sifat noctunal yaitu memiliki kecenderungan beraktivitas pada malam hari terutama dalam hal mencari makan. Oleh karena itu, pakan diberikan sebagian besar pada sore atau malam hari karena nafsu penggantian ukuran pakan disesuaikan dengan umur benihnya dan dilakukan secara bertahap agar ikan dapat beradaptasi dengan jenis atau ukuran pakan yang berbeda. Selain itu masing-masing jenis lele mempunyai FCR (Food Conversion Ratio) yang berbeda-beda. FCR menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan lele. Pakan lele yang baik adalah yang memiliki nilai konversi rendah. FCR untuk lele phyton sebesar 1:1 lebih biak dibandingkan dengan lele sangkuriang yaitu 1:0,81. Artinya setiap 1 kg pakan yang diberikan akan menghasilkan daging sebanyak 1 kg. Sedangkan pada lele sangkuriang, setiap 1 kg pakan yang diberikan hanya akan menghasilkan 1 kg daging (Budianto, 2008).

4. Kapur

Kapur dibutuhkan pada saat proses pengapuran yang dilakukan seusai panen. Kapur yang dapat digunakan dalam proses ini adalah kapur petanian atau dolomit, kapur tohor, dan kapur mati. Pengapuran bertujuan untuk menaikkan pH tanah, membunuh hama, parasit, dan penyakit ikan, serta mempercepat pembongkaran bahan-bahan organik. Pemberian kapur menjadi hal yang perlu dilakukan karena akan berpengaruh pada hasil panen lelenya. Dosis pemberian kapur pertanian atau dolomit adalah 60 gr/m2, namun disesuaikan juga dengan kondisi pH tanah pada masing-masing kolam.

5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah faktor produksi yang yang berperanan untuk menjalankan atau mengelola usahatani. Dalam hal ini tenaga kerja adalah petani yang menggunakan tenaganya untuk melakukan aktivitas-aktivitas dalam usaha pembesaran lele phyton baik tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Petani sebagai tenaga kerja akan mendapatkan imbalan atas hasil kerjanya, baik sebagai pemilik atau penggarap.

(24)

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dalam usaha pembesaran lele phyton dibutuhkan waktu selama 40-90 hari untuk menghasilkan output dalam bentuk ikan lele ukuran konsumsi. Output yang maksimal sangat dipengaruhi oleh penggunaan benih dan pakannya. Menurut Budiarto (2008), untuk menghasilkan output lele phyton yang diharapkan petani harus menggunakan pakan sebanyak output yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan FCR dari lele phyton yaitu 1:1, artinya setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 1 kg daging. Misalnya, ketika petani menggunakan benih sebanyak 1000 ekor, untuk mencapai output 100 kg lele, petani harus menghabiskan pakan sebanyak 100 kg.

Tersedianya sarana atau faktor produksi (input) belum berarti output yang diperoleh petani akan tinggi. Manajemen sumberdaya juga merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu usaha. Sehingga keterampilan petani dalam mengelola usaha ini, akan berpengaruh pada hasil produksi yang optimal. Karena apabila petani memiliki kemapuan manajemen yang baik, maka petani tersebut akan dapat mengelola input-input produksi dengan baik pula (Suratiyah, 2006).

Konsep Biaya dan Pendapatan

Penggunaan input produksi akan berpengaruh pada besar kecilnya biaya usahatani. Dalam hal ini, biaya produksi merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani lele phyton selama proses produksi berlangsung. Faktor biaya sangat menentukan kelangsungan proses produksi. Menurut Soekartawi (2006) biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Biaya tetap total (Total Fixed Cost/ TFC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, misalnya: sewa tanah, sewa gudang, pajak dan lainnya.

2. Biaya variabel total (Total Variable Cost/ TVC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, misalnya: biaya sarana produksi, upah tenaga kerja, biaya angkut, dan sebagainya.

Jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel disebut dengan biaya total (TC). Biaya yang di keluarkan oleh petani dalam usaha pembesaran lele phyton akan berpengaruh pada pendapatan yang diterimanya. Menurut Algifari (2003) dalam Handayani (2013) terdapat dua macam biaya produksi dalam menghitung pendapatan usahatani yaitu:

1. Biaya tunai adalah pengeluaran aktual yang dilakukan oleh petani untuk membeli sumberdaya (faktor produksi) yang digunakan dalam suatu proses produksi. Biaya tunai mengacu pada pembelanjaan yang nyata yang menyangkut pembelian atau pengadaan kebutuhan input. Misalnya biaya bibit, pupuk, dan obat-obatan.

2. Biaya non tunai adalah biaya oportunitas dari penggunaan faktor produksi yang dimiliki oleh petani dalam proses produksi. Biaya non tunai sering tidak dianggap sebagai biaya di dalam proses produksi. Biaya non tunai mengacu pada nilai input yang dimiliki petani yang digunakan oleh petani untuk proses produksi. Misalnya biaya sewa sendiri, penyusustan, dan lain-lain.

(25)

dalam keluarga, sehingga keuntungan yang diterimanya menjadi besar. Padahal dalam usahatani skala kecil, biasanya aktivitas-aktivitas produksinya masih dikerjakan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Begitu juga halnya dalam usaha pembesaran lele phyton di Kecamatan Seyegan. Usaha ini masih tergolong usahatani kecil, sehingga sebagian besar aktivitas produksi masih dikerjakan oleh petani pemiliknya sendiri. Untuk dapat mengetahui besarnya keuntungan dari usaha tersebut, perlu untuk diperhitungkan nilai kerja dalam keluarga. Dalam penelitian ini akan dihitung pula persentase biaya dari masing-masing input yang digunakan dalam usaha pembesaran lele phyton. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada input mana yang membutuhkan biaya terbesar dalam usaha ini.

Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha pembesaran lele phyton juga akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang di gunakan dalam menjalankan usahatani (lahan, modal, tenaga kerja dan pengelolaan). Pendapatan kotor dalam usahatani lele phyton (gross farm income) adalah nilai output total lele phyton dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan bersih (net farm income) adalah pendapatan kotor yang diterima petani dikurangi dengan biaya dalam usaha tersebut baik tunai maupun non tunai. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur balas jasa atau imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani pembesaran lele phyton. Pendapatan bersih ini dapat digunakan untuk membandingkan dengan pendapatan bersih dari usahatani lain. Sehigga akan dapat diketahui apakah usahatani lele phyton lebih menguntungkan atau tidak jika dibandingkan dengan beberapa usahatani lainnya.

Petani yang menjalankan usaha pembesaran lele phyton tentu telah memilih untuk mengalokasikan sumberdaya milik keluarganya untuk kelangsungan usaha tersebut. Sehingga akan ada balas jasa atas penggunaan sumberdaya tersebut yang dinyatakan dalam penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Penghasilan itulah yang akan digunakan oleh keluarga untuk pemenuhan kebutuhan keluarga petani. Namun tidak semua petani menggantungkan penghasilannya dari usahatani lele phyton. Tidak semua petani menjadikan usaha ini sebagai mata pencaharian utama mereka, tetapi mereka juga berkerja diluar usaha ini. Sehingga penghasilan yang mereka terima tidak hanya dari usaha ini melainkan dari usaha yang lainnya yang memang dijalankan oleh petani tersebut. Total penghasilan yang diterima oleh petani adalah penghasilan bersih dari usahatani lele phyton dan pendapatan dari luar usahatani lele phyton baik dalam bentuk uang atau benda (family earnings).

(26)

Pergeseran Komoditas

Perilaku petani sebagai pelaku usaha dalam berproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah perubahan tekologi, harga, dan regulasi. Faktor yang sangat berpengaruh pada perilaku petani dalam usahatani lele phyton adalah harga input dan output. Pakan dan benih merupakan input yang menghabiskan biaya cukup besar dalam usahatani ini dikarenakan harganya yang cukup tinggi. Perubahan harga input produksi yang semakin tinggi menyebabkan penggunaan input yang tidak optimal dan jumlah output yang dihasilkan rendah. Selain itu rendahnya harga output yang tidak mampu mengimbangi kenaikan harga inputnya akan berdampak pada rendahnya penerimaan dan keuntungan usahatani. Tingginya biaya produksi akan menjadikan output berkurang karena petani tidak dapat berproduksi secara efisien (Rianto, 2010).

Lele merupakan jenis ikan yang bersifat karnivora, sehingga membutuhkan pakan dengan kandungan protein hewani yang cukup tinggi. Sementara harga pakan yang tinggi protein juga lebih mahal. Selain itu kebutuhan pakan (pelet) tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lainnya seperti gurami, nila, bawal dan lain-lain yang bersifat omnivora. Jenis-jenis ikan yang bersifat omnivora dapat diberi pakan berupa dedaunan dan sayuran sehingga biaya pelet dapat ditekan (Mahyuddin, 2010). Berdasarkan hasil peneltian terdahulu, dalam usaha pembesaran lele terbukti bahwa persentase biaya terbesar adalah untuk biaya pakan yaitu mencapai 52%-67% dari biaya total. Sementara itu, berdasarkan data BPS kota Yogyakarta tahun 2012 harga jual lelenya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan jenis ikan lainnya.

Hal tersebut berpengaruh pada pilihan petani dalam memilih komoditas perikanan yang diusahakan. Sedangkan pilihan petani tersebut juga dipengaruhi oleh hal-hal yang telah diuraikan di atas. Sehingga, petani akan cernderung memilih jenis ikan lainnya dibandingkan dengan lele phyton. Hal tersebut menyebabkan pereseran kepada yang memiliki biaya produksi lebih efisien dan memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan lele phyton guna mencapai keuntungan yang lebih tinggi.

Konsep Efisiensi Usahatani

Keuntungan yang tinggi akan diperoleh jika efisiensi usahatani tinggi. Besarnya biaya pakan dalam usahatani lele phyton akan berpengaruh pada besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani. Sedangkan harga jual lele phyton juga akan berpengaruh pada besar kecilnya penerimaan yang diterima oleh petani. Semakin kecil biaya yang dikeluarkan oleh petani, dan semakin tinggi penerimaan yang diterima maka tingkat efisiensi usaha pembesaran lele phyton tersebut tinggi, begitu juga sebaliknya. Sehingga untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi usahatani lele phyton di lokasi penelitian dilakukan analisis efisiensi usahatani dengan analisis R/C ratio. R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha.

(27)

penerimaan yang diterima oleh petani lebih kecil daripada biaya yang di keluarkan oleh petani. Dan apabila R/C =1 maka petani tidak untung dan tidak rugi (Soekartawi, 2006).

Kerangka Pemikiran Operasional

Lele Phyton merupakan komoditas yang telah banyak dibudidayakan di Kecamatan Seyegan. Selain produksi lelenya yang tinggi, nilai produksinya juga lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas ikan yang lain di daerah ini. Sehingga lele phyton merupakan komoditas perikanan yang memberikan kotribusi terbesar bagi pendapatan petani. Namun produksi ikan lele di Kecamatan Seyegan masih belum stabil dari tahun ke tahun. Padahal luas kolam cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena adanya pergeseran komoditas perikanan yang diusahakan oleh petani. Ketika produksi lele turun, ternyata produksi ikan yang lainya meningkat (Tabel 1).

Hal tersebut mengindikasikan adanya kendala dalam usahatani lele phyton. Kendala yang sering dihadapi petani antara lain adalah harga pakan yang tinggi dan harga jual lele yang rendah, sehingga pendapatan dan keuntungan yang diterima petani rendah. Berdasarkan permasalahan di atas tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis penggunaan teknologi produksi pada luasan kolam yang diusahakan oleh petani, menganalisis struktur biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan.

(28)

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional Permasalahan Usahatani Lele Phyton di

Kecamatan Seyegan: Terjadi pergeseran komoditas

Analisis Penggunaan Input, strruktur biaya, pendapatan, dan perbandingan

dengan usahatani lain

Tabulasi Struktur Biaya Pendapatan dan Keuntungan

R/C ratio

Perbandingan 3 Ukuran Kolam : - Penggunaan input

- Struktur biaya

- Pendapatan dan Keuntungan - R/C ratio

Kesimpulan

(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai teknologi produksi, struktur biaya dan pendapatan pada usahatani lele phyton. Penelitian dilakukan di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta pada 30 petani yang mengusahakan pembesaran lele phyton. Penelitian lapang ini dilakukan pada bulan maret sampai dengan april 2014.

Metode Pengambilan Sampel

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman dengan pertimbangan bahwa daerah ini memiliki jumlah produksi ikan lele tertinggi di Kabupaten Sleman. Lokasi dipilih karena lokasi ini merupakan sentra produksi ikan lele di Kabupaten Sleman.

2. Petani Sampel

Sampel yang diambil didasarkan pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui penggunaan iniput-input produksi yang akan berpengaruh pada besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan petani lele phyton. Penentuan petani sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dari semua populasi dipilih petani yang melalukan usaha pembesaran lele phyton, sebanyak 30 petani. 30 petani adalah jumlah sampel minimal yang dapat menggambarkan kondisi nyata usahatani di suatu daerah.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian :

1. Teknik Wawancara atau Interview

Yaitu teknik pengumpulan data primer dengan cara melakukan komunikasi tanya jawab dengan tatap muka langsung kepada responden dengan menggunakan kuisioner yang berisi daftar pertanyaan yang telah dibuat dan disusun sebelumnya untuk membantu dalam menganalisis biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele phyton di Kecamatan Seyegan.

2. Data Sekunder diperoleh dari literatur terkait, BPS, Dinas perikanan kota Yogyakarta.

Metode Analisis Data

1. Analisis Penggunaan Input

(30)

jenis-jenis inputnya. Selanjutnya analisis tabel juga digunakan menunjukkan rata-rata biaya produksi berdasarkan biaya per jenis input dan luas kolam, serta untuk menunjukkan rata-rata pendapatan usahatani berdasarkan pendapatan kotor, keuntungan, pendapatan tenaga kerja, pengembalian modal, R/C, dan luas kolam (Soekartawi, 2011).

2. Analisis Struktur Biaya

Biaya usahatani muncul karena adanya penggunaan input-input produksi. Semakin luas kolam yang diusahakan oleh petani secara logis biaya yang dikeluarkan semakin tinggi. Untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan tentu harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana penggunaan input-input produksinya.

Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung biaya tunai maupun non tunai yang dikeluarkan dalam usahatani lele phyton. Besarnya biaya untuk masing-masing input akan dihitung dengan cara mengalikan jumlah input yang digunakan dengan harganya, kemudian dibandingkan dengan biaya totalnya untuk mengetahui persentase biaya menurut jenis inputnya (Soekartawi, 2006).

3. Analisis Pendapatan

Pendapatan adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan dalam menjalankan usahatani. Dalam penelitian ini yang akan diukur balas jasanya adalah petani sebagai pekerja, modal, dan tenaga kerja. Analisis pendapatan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur pendapatan dan keuntungan usahatani pembesaran lele phyton.

Untuk mengukur keuntungan usahatani dilakukan perhitungan pendapatan bersih usahatani (net farm income) yaitu dengan cara mengurangkan pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Kemudian untuk mengukur balas jasa terhadap modal petani dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga dari penghasilan bersih usahatani. Dan untuk mengukur balas jasa terhadap modal kerja dengan cara mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Sedangkan untuk menghitung balas jasa terhadap tenaga kerja dalam keluarga dengan cara penghasilan bersih usahatani dengan bunga modal petani (modal sendiri) (Soekartawi, 2011).

Secara sistematis pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: A. Pendapatan Kotor Usahatani (Gross Farm Income)

Nilai produk total usahatani baik dijual atau tidak B. Pengeluaran Total Usahatani (Total Farm Expensess)

Pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai C. Pendapatan Bersih Usahatani (Net Farm Income)

Pendapatan kotor usahatani dikurangi dengan pengeluaran total usahatani D. Penghasilan Bersih Usahatani (Net Farm Earning)

Pendapatan bersih usahatani dikurangi dengan bunga pinjaman Penghasilan keluarga (Family Earning)

Penghasilan bersih usahatani + Pendapatan luar usahatani E. Imbalan Kepada Seluruh Modal (Return To Total Capital)

(31)

F. Imbalan Kepada Modal Petani (Return To Farm Equity Capital) Penghasilan Bersih Usahatani dikurangi dengan nilai kerja keluarga G. Imbalan Terhadap Tenaga Kerja Keluarga (Return To Family Labour)

Penghasilan bersih usahatani dikurangi dengan bunga modal petani.

4. Efisiensi Usahatani

Untuk melihat efisiensi dalam suatu usaha termasuk dalam usaha pembesaran lele phyton di Kecamatan Seyegan digunakan pendekatan R/C ratio, yaitu perbandingan antara total penerimaan (Total Revenue) dengan total biaya (Total Cost). Secara matematis dapat ditulis sebagia berikut :

R/C ratio = R/C R = Py. Y

C = Biaya tunai + Biaya Non Tunai

R = Penerimaan C = Biaya

Py = Harga output Y = Output

Apabila R/C ratio >1 maka suatu usaha dikatakan efisien. Hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat pengembalian yang diterima petani untuk setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan adalah semakin tinggi. Jika R/C <1 maka usaha ini tidak efisien artinya petani mengalami kerugian, karena penerimaan yang diterima oleh petani lebih kecil daripada biaya yang di keluarkan oleh petani. Dan apabila R/C =1 maka petani tidak untung dan tidak rugi (Soekartawi, 2006).

Definisi Operasional

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Usahatani lele phyton adalah kegiatan yang dilakukan oleh petani untuk menghasilkan ikan lele phyton yang siap dikonsumsi

2. Petani lele phyton adalah orang yang bekerja melakukan kegiatan usaha pembesaran ikan lele phyton di dalam kolam ikan dan merupakan kegiatan utama maupun sampingan dalam memperoleh pendapatan

3. Produksi adalah jumlah produksi ikan lele phyton dengan ukuran tertentu yang dihasilkan, diukur dalam kilogram (Kg)

4. Jumlah benih adalah jumlah benih lele phyton yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan lele phyton yang diukur dalam ekor

5. Jumlah pakan adalah jumlah pelet yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan lele phyton, dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg) 6. Jumlah pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan dalam usahatani lele

(32)

7. Tenaga kerja adalah kebutuhan tenaga kerja pria dan wanita yang digunakan dalam usahatani lele phyton diukur dalam hari orang kerja (HOK)

8. Biaya produksi adalah seluruh pengeluaran yang digunakan untuk membiayai semua proses produksi lele phyton baik tunai maupun non tunai yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)

9. Harga ikan adalah harga penjualan lele phyton yang diterima oleh petani pembesaran lele phyton, dinyatakan dalam rupiah/kg

10.Penerimaan usahatani lele phyton adalah nilai output dari usahatani lele phyton yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Penerimaan petani = jumlah produksi (kg) dikalikan harga jual/kg

11.Pendapatan adalah balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi, modal, dan tenaga kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Luas dan Batas Wilayah

Luas wilayah Kecamatan Seyegan adalah 2.662,99 Ha atau sekitar 4,63% dari luas Kabupaten Sleman Yogyakarta. Luas tanah tersebut terdiri dari tanah sawah sebesar 1.510,79 Ha, Tanah kering sebesar 920,38 Ha, luas kolam perikanan sebesar 48,24 Ha dan tanah lainnya sebesar 183,58 Ha. Kecamatan Seyegan berada di dataran rendah, Kecamatannya berada pada ketinggian 165 meter di atas permukaan laut. Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan ini adalah 32 °C dengan suhu terendah 22 °C. Daerah penelitian meliputi seluruh desa di Kecamatan Seyegan, yang terdapat kolam pembesaran lele phyton. Desa-desa tersebut memiliki kondisi air yang tenang sehingga lebih cocok untuk usaha pembesaran lele phyton.

1. Keadaan Umum Perikanan

(33)

Tabel 4 Produksi ikan konsumsi dengan jenis usaha kolam

Tahun Luas Kolam (m2) Produksi (Kg)

2008 164 330 1 736 317

2009 279 700 1 774 127

2010 274 925 1 274 077

2011 318 300 1 414 160

2012 482 400 1 948 370

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Sleman, 2014

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini akan dijelaskan berdasarkan klasifikasi usia, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, status kepemilikan lahan, dan luas kolam. Dimana karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani dalam menjalankan usahataninya.

1. Usia Petani Sampel

Umur petani dapat mempengaruhi kemampuan dan prestasi kerja baik secara fisik maupun mental. Umur petani terkait berkisar antara 27-70 tahun. Umur petani berkaitan dengan tingkat kemampuan fisik petani dan pengambilan keputusam dalam mengelola usahatani lele phyton yang dijalankan.

Tabel 5 Distribusi usia petani sampel

Kelompok Umur Petani Sampel Jumlah Persentase (%)

27-36 6 20

37-46 10 33.33

47-56 11 36.67

>56 3 10

Total 30 100

(34)

2. Tingkat Pendidikan Petani Sampel

Tingkat pendidikan dapat menggambarkan pola pikir seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan pola pikir semakin rasional. Pendidikan dalam hal ini adalah lamanya pendidikan formal yang pernah ditempuh. Pendidikan dapat dijadikan salah satu indikator untuk mengukur produktivitas seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin tinggi pula produktivitasnya karena akan semakin cepat dalam menerima terknologi baru dan bisa lebih tepat dalam mengambil keputusan. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar adalah SMA. Distribusi tingkat pendidikan petani responden disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 6 Distribusi tingkat pendidikan petani sampel

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 1 3.33

SLTP/Sederajat 1 3.33

SLTA/Sederajat 20 66.68

Diploma 1 3.33

S1/S2 7 23.33

Total Sampel 30 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan petani yang menjalankan usaha pembesaran lele phyton cukup baik yaitu lulusan SLTA sebanyak 66,68% dan selanjutnya adalah S1 dan S2 yaitu sebanyak 23,33%. Dengan pendidikan yang cukup baik dan didukung dengan usia yang produktif serta pengalaman yang cukup menjadi bekal yang baik untuk terus mengambangkan usaha pembesaran lele phyton, karena masih mampu menyerap informasi dan melakukan usaha-usaha yang berkaitan dengan teknis produksi lele phyton.

Pada kenyataan di lapang, petani lele phyton di Kecamatan Seyegan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih cepat dalam pengambilan keputusan, yang didasarkan pada teori-teori teknis budidaya dan informasi-informasi yang diperoleh dari luar. Sedangkan petani yang pendidikannya rendah hanya mengikuti keputusan-keputusan yang diambil oleh petani yang berpendidikan tinggi yang juga mengusahakan lele phyton di daerah itu.

3. Pengalaman Usahatani

(35)

tabel 5. Responden yang memiliki pengalaman usaha di bawah rata-rata sebanyak 15 orang (50%), sebanding jumlahnya dengan petani yang memiliki pengalaman diatas rata-rata pengalaman yaitu sebanyak 15 orang (50%).

Tabel 7 Distribusi pengalaman usaha petani sampel Pengalaman Usaha Petani Sampel petani (36,67%) dengan rata-rata luas kolam yang dikuasai adalah 937 m2.

Tabel 9 Distribusi luas kolam petani sampel Luas Kolam Rata-rata

Penguasaan lahan di Kecamatan Seyegan rata-rata merupakan milik sendiri. 20 petani (66,67%) menggunakan lahannya sendiri dan 10 petani (33,33%) menyewa lahan dari saudara dan tanah kas desa. Lahan yang digunakan awalnya adalah berupa lahan sawah dan diubah menjadi kolam. Usahatani lele phyton ini telah banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Seyegan sejak tahun 1999, usaha ini dipilih karena mudah dikelola dan perputaran uangnya lebih cepat dibandingkan dengan jenis usahatani yang lain. Petani sampel mengelola lahannya sendiri, walaupun petani mempunyai pekerjaan dan kesibukan di luar usaha ini namun mereka masih mengelola lahannya sendiri dikarenakan usaha ini tidak membutuhkan pengawasan setiap saat. Pengawasan hanya dilakukan ketika pagi hari dan sore hanri pada saat pemberian pakan.

Keragaan Usahatani Lele Phyton

Kegiatan Pembesaran Lele Phyton

(36)

pemberian pakan, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan kolam, dan pemanenan.

1. Penyiapan kolam

Tipe kolam yang digunakan untuk pembesaran lele phyton di Kecamatan Seyegan adalah kolam kolam konvensional. Pada bagian tembok dibuat dengan semen tetapi bagian dasar kolam tetap menggunakan tanah. Pembuatan kolam tidak dilakukan oleh petani sendiri, tetapi menggunakan jasa dari spesialis pembuat kolam.

Proses penyiapan kolam dalam usahatani lele phyton di lokasi penelitian meliputi pengeringan, pengapuran, dan pengisian air. Pengeringan dan pengapuran dilakukan 1-7 hari dengan tujuan untuk memutus keberadaan mikroorganisme jahat yang menyebabkan bibit penyakit.

Pengeringan dilakukan sampai tanah pecah-pecah. Pengeringan ini dilakukan untuk mengistirahatkan kolam setelah kolam digunakan, membunuh hama serta penyakit, menguapkan zat beracun, dan agar tanah tetap gembur. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan keasaman kolam yang nantinya akan membantu mengontrol keasaman air budidaya dan membantu memberantas mikroorganisme patogen. Jenis kapur yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian adalah dolomit. Pengapuran dilakuakan dengan cara disebar merata di atas permukaan dasar kolam. Setelah pengapuran kolam diisi dengan air setinggi 1 meter.

2. Penebaran benih

Tingkat kesuksesan budidaya ikan lele sangat ditentukan oleh kualitas benih yang ditebar. Syarat dalam memilih benih lele phyton adalah benih harus sehat, benih yang kualitasnya buruk tidak bisa menghasilkan dengan maksimal dan rentan terhadap serangan penyakit. Ciri benih yang sehat adalah gerakannya lincah, tidak terdapat cacat atau luka dipermukaan tubuhnya, bebas dari penyakit dan gerakan renangnya normal selain itu sebaran ukurannya rata agar ikan bisa tumbuh dan berkembang serempak. Penebaran benih dilakukan pagi atau sore hari karena pada kondisi ini perbedaan suhu antara permukaan dan dasar kolam tidak terlalu besar. Penebaran benih dilakukan dengan cara menenggelamkan wadah dan benih ikan secara bersamaan ke dalam kolam secara hati-hati, kemudian lele dibiarkan keluar sendiri-sendiri dari wadahnya. Rata-rata tebar benih oleh petani di Kecamatan Seyegan adalah 187 ekor per m2, dengan kedalaman kolam 1 m.

3. Pengelolaan Kualitas Air

(37)

4. Pemberian Pakan

Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam usahatani lele phyton. Selain harga pakan yang mahal, pakan memang mempunyai pengaruh penting dalam produksi lele. Jenis pelet yang digunakan oleh petani di Kecamatan Seyegan adalah pelet apung. Pelet ini lebih dipilih karena mudah dalam pengontrolannya. Apabila ada pakan yang sisa pada saat pemberian pakan, maka pakan akan mengapung, sehingga mudah dibersihkan. Sedangkan pelet tenggelam apabila ada yang sisa akan sulit di kontrol, karena ada di dasar kolam dan apabila pakan tersisa kan menjadi amoniak yang meracuni lele tersebut.

Pelet yang digunakan oleh petani lele di Kecamatan Seyegan adalah Prima Feed yang diproduksi oleh PT Matahari Sakti, Compfeed yang diproduksi oleh PT Surya Tani Pemuka (Japfa) dengan tipe yang digunakan oleh rata-rata petani adalah LP-3. Karena lele bersifat karnivora, maka pakannya harus mengandung protein hewani. Secara umum kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan lele adalah protein (minimal 30%), lemak (4-16%), karbohidrat (15-20%), vitamin dan mineral. Kandungan nutrisi dari pakan yang digunakan oleh petani di Kecamtan Seyegan rata-rata adalah protein 31-33%, dan lemak 4%.

Pemberian pakan lele tidak boleh telat dan kurang karena sifat lele adalah kanibal. Apabila ukuran lelenya tidak seragam maka lele yang berukuran besar akan memangsa lele yang kecil apabila pakan tidak terpenuhi. Pemberian pakan oleh petani di Kecamatan Seyegan dilakukan dalam 2 waktu yaitu pagi pukul 06.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB.

5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang paling umum dalam usaha pembesaran lele adalah hama predator seperti ular, musang air dan burung. Untuk mencegahnya yaitu dengan memasang saringan pada jalan masuk dan keluar air, memasang jaring di sekeliling kolam (bagian samping kolam dan atas kolam). Sedangkan penyakit dalam pembesaran lele adalah jamur, bakteri, dan virus. Ketiga mikroorganisme ini menyebabkan berbagai penyakit yang mematikan. Berapa diantaranya adalah bintik putih, dan luka di kepala dan ekor, serta radang. Untuk mencegah timbulnya infeksi adalah dengan menjaga kualitas air dan melakukan pengapuran sebelum kolam digunakan.

6. Pemeliharaan Kolam

Pemeliharaan kolam bertujuan untuk merawat kolam dan lingkungan sekitar kolam budidaya agar tetap bersih. Pemeliharaan kolam biasanya dilakukan satu kali dalam satu minggu yaitu pada hari minggu. Pada aktivitas ini petani menghabiskan waktu cukup banyak dalam satu hari yaitu antara 3 hingga 6 jam. Pemeliharaan kolam biasanya meliputi pengecekan keadaan kolam serta sarana dan prasarana, perbaikan kolam dan pembersihan rumput di sekitar kolam.

7. Pemanenan

(38)

pemilik, tenaga kerja luar keluarga, dan oleh pedangan pengepul yang akan membeli lele tersebut. Selain itu pada saat ikan lele dipanen dilakukan sortasi untuk memisahkan lele berdasarkan ukurannya. Pemisahan ukuran ini berdampak pada harga. Ikan lele yang sudah disortasi berdasarkan ukuran akan meningkatkan pendapatan petani. Sortasi dilakukan untuk lele ukuran konsumsi yaitu isi 7-12 per kg dibeli dengan harga rata-rata Rp 15.000,-/kg dan ukuran yang lebih besar atau lebih kecil dibeli dengan harga rata-rata Rp 14.000,-/kg.

Analisis Penggunaan Sarana Produksi

Sarana Produksi yang digunakan dalam usahatani lele phyton di Kecamatan Seyegan antara lain sebagai berikut :

1. Benih

Benih merupakan faktor penting dalam usaha pembesaran lele phyton, karena tanpa adanya benih maka output produksi tidak akan ada. Kualitas benih lele yang ditebar menentukan hasil panen yang diperoleh oleh petani. Kriteria benih yang berkualitas adalah ukuran seragam dan berwarna cerah (mengkilap), gerakannya lincah dan gesit, tidak cacat dan tidak luka di yubuhnya, bebas dari bibit penyakit, posisi tubuh dalam air normal, menghadap dan melawan arus ketika diberi arus.

Benih yang digunakan oleh petani lele di lokasi penelitian berasal dari pedagang benih di daerah Magelang, Jawa Tengah dan bantul Yogyakarta. Rata-rata jumlah benih yang digunakan oleh petani sampel dalam satu kali produksi sebanyak 4.889 ekor. Harga benih rata-rata adalah Rp 213,-. Seperti terlihat pada tabel 10. Sebanyak 18 orang petani (60%) menggunakan benih di bawah rata-rata, dengan rata-rata jumlah benih yang digunakan adalah 4.889 ekor. Dan 12 orang petani (40%) menggunakan benih di atas rata-rata, dengan rata-rata jumlah benih yang digunakan adalah sebanyak 6.767 ekor. Penggunaan benih di lokasi penelitian tidak disesuaikan dengan luas kolamnya. Penggunaan benih oleh masing-masing petani hanya disesuaikan dengan modal usaha yang dimiliki.

Tabel 10 Distribusi penggunaan benih oleh petani sampel

Jumlah Benih Rata-rata (Kg)

Jumlah

(Orang) Persentase (%)

Di Bawah Rata-rata (≤ 5.640 kg ) 4.889 18 60.00 Di Atas Rata-rata (> 5.640 kg) 6.767 12 40.00

Total Petani Sampel 30 100

2. Pakan

(39)

dimakan oleh lele, sedangkan jika menggunakan pelet tenggelam apabila ada sisa pelet seperti itu maka akan susah dipantau secara cermat apakah pakan tersebut dimakan lele atau tidak (bersisa). Apabila pakan tersebut tersisa maka akan menjadi sumber penyakit bagi lele, karena pakan akan menyatu dengan air dan menjadi amoniak sehingga meracuni ikan lelenya.

Pelet apung yang digunakan yaitu Prima Feed yang diproduksi oleh PT Matahari Sakti, dan Compfeed yang diproduksi oleh PT Surya Tani Pemuka (Japfa), dengan tipe yang digunakan oleh rata-rata petani adalah LP-3. Pelet yang digunakan dibeli dari distributor pakan di Yogyakarta. Sebagian besar petani telah berlangganan dengan distributor pakan, sehingga pada saat petani membeli, dari pihak distributornya yang mengantarkan ke kolam petani.

Pakan yang dihabiskan oleh petani dalam satu kali produksi rata-rata sebanyak 451 kg dengan harga rata-rata Rp 8.729,- per kg. Jumlah petani yang menggunakan pakan di bawah rata-rata adalah 11 orang petani sampel (36,67%), dengan rata-rata penggunaan pakannya sebanyak 434 kg. Dan jumlah petani yang menggunakan pakan di atas rata-rata adalah 19 orang petani (63,33%), dengan rata-rata penggunaan pakannya adalah sebanyak 603 kg. Jumlah pakan yang digunakan harus disesuaikan dengan banyaknya benih yang ditebar.

Tabel 11 Distribusi penggunaan pakan oleh petani sampel

Jumlah Benih Rata-rata

(Kg) Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Di Bawah Rata-rata (≤ 451kg ) 434 11 36.67 Di Atas Rata-rata (>451kg) 603 19 63.33

Total Petani Sampel 30 100

3. Kapur

(40)

Tabel 12 Distribusi penggunaan kapur oleh petani sampel keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga petani (TKLK). Tenaga kerja dalam keluarga sebagian besar adalah kepala rumah tangga. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga berasal dari kerabat atau tetangga petani. Berdasarkan tabel 13 terlihat jumlah hari kerja rata-rata di lokasi penelitian adalah 15,245 HOK yang terdiri dari 10,846 HOK TKDK dan 4,399 HOK TKLK. Jumlah penggunaan TKDK lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah TKLK, karena dalam usaha pembesaran lele tidak membutuhkan keterampilan yang khusus, sehingga semua aktivitas bisa dilakukan oleh petani pemiliknya sendiri. Sedangkan untuk TKLK hanya membantu dalam aktivitas seperti pemberian pakan, penebaran benih, dan pada saat panen. Namun tidak semua petani pemilik menggunakan tenaga kerja luar keluarga untuk aktivitas tersebut. TLKL sangat dibutuhkan pada saat panen, dan sebagian besar dari petani pemilik menggunakannya, karena pada saat panen memang dibutuhkan beberapa orang untuk membongkar kolam. Rata-rata upah tenaga kerja luar keluarga di lokasi penelitian adalah Rp 67.556,-

Tabel 13 Rata-rata penggunaan tenaga kerja oleh petani sampel

Aktivitas TKDK (HOK) TKLK (HOK) TOTAL TK

(41)

6. Alat-alat Pertanian

Alat yang digunakan dalam usaha pembesaran lele phyton adalah ember, jaring pelindung, seser, tong, dan diesel. Sebagian besar peralatan tersebut adalah milik petani sendiri. Kecuali untuk diesel, beberapa petani menyewa pada petani yang mempunyai alat tersebut atau menyewa ke kelompok tani sekitar atau ke petani yang lainnya, dengan biaya sewa rata-rata adalah Rp 25.000,- per sekali sewa. Pembelian alat tidak dilakukan setiap kali akan produksi, karena alat-alat yang digunakan tersebut dapat digunakan beberapa kali sampai tidak dapat digunakan kembali namun mengalami penyusutan nilainya.

7. Modal

Modal yang digunakan oleh petani sampel berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman. Sebagian besar petani menggunakan modal sendiri (modal pribadi) sebagai modal usahanya yaitu sebanyak 25 petani (83,33%). Sisanya 5 orang petani meminjam uang di Bank untuk biaya produksinya yaitu untuk pembelian pakan dan benih. Rata-rata pinjaman modal petani adalah sebesar Rp 26.796.600,- per tahun, dengan bunga pinjaman berbeda-beda untuk setiap petaninya. Perbedaan suku bunga ini tergantung pada Banknya.

Analisis Penggunaan Input dalam Usahatani Lele Phyton di Kecamatan Seyegan

Usahatani merupakan salah satu bagian dari sistem agribisnis. Dimana dalam menjalankan usahatani diperlukan input-input yang akan diproses menjadi bahan baku untuk dipasarkan atau diolah lebih lanjut. Usahatani lele phyton merupakan proses produksi lele phyton dari ukuran benih hingga mencapai ukuran konsumsi. Dalam proses produksi ini terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Penggunaan input dalam usahatani itu tergantung pada jenis usahataninya. Dalam usahatani lele phyton input yang digunakan antara lain adalah luas kolam, benih, pakan, kapur, dan tenaga kerja.

(42)

Tabel 14 Rata-rata penggunaan input dan produktivitas per 100 m2 per tahun Jumlah kapur (Kg) 74.731 69.712 90.582 79.709 Tenaga Kerja (HOK) 96.992 76.087 137.160 106.036 Produktivitas (Kg) 7 976 6 575 8 563 7 670 Keterangan :

luas = > 786 m2

Sedang = 282 m2– 786 m2 sempit = < 282 m2

Tabel diatas menunjukkan perbandingan tingkat pengunaan input dan output yang dihasilkan pada tiga ukuran luas kolam. Petani yang mengusahakan kolam luas sebanyak 5 orang, kolam sedang sebanyak 12 orang, dan kolam sempit sebanyak 13 orang. Dalam hal ini luas kolam dijadikan sebagai variabel yang menjelaskan sedangkan jumlah benih, jumlah pakan, jumlah kapur, tenaga kerja, dan output adalah variabel dijelaskan. Luas kolam seperti halnya lahan (tanah) dalam usahatani secara umum, merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur besar kecilnya usahatani. Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian, yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi keluar, Mubyarto (1989). Begitu juga halnya dengan kolam dalam usaha pembesaran lele phyton, menjadi indikator yang mengukur besar kecilnya usahatani tersebut serta menjadi tempat dimana produksi berjalan dan hasil produksi diperoleh.

Berdasarkan tabel di atas, penggunaan input pada kolam yang sempit lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan input pada kolam sedang dan luas. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan input pada kolam yang sempit lebih intensif. Secara lebih rinci perbandingan penggunaan input dan output yang diperoleh pada masing-masing luasan kolam akan dijelaskan dibawah ini:

1.

Hubungan luas kolam dengan jumlah benih

Benih merupakan faktor utama dalam usahatani lele phyton, karena usaha pembesaran lele ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk memelihara benih menjadi lele ukuran konsumsi. Sehingga jumlah benih lele yang ditebar menentukan hasil panen yang diperoleh oleh petani. Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan benih pada kolam sempit lebih intensif dibandingkan dengan kolam yang luas dan sedang. Rata-rata penggunaan benih terbanyak adalah pada kolam yang sempit, yaitu 90.297 ekor per 100 m2 per tahun, sedangkan pada kolam luas penggunaan benihnya sebesar 89.461 ekor per 100 m2 per tahun, dan pada kolam yang sedang sebesar 70.974 per 100 m2 per tahun.

(43)

dengan memadatkan tebaran benihnya. Hal ini sesuai dengan teori dalam Budiarto (2008) yang mengatakan bahwa padat tebar tinggi lebih menguntungkan daripada padat tebar rendah. Walaupun memerlukan masa panen yang lebih lama dan frekuensi panen per tahun tidak sesering penebaran rendah, tetapi produktivitas yang dihasilkan dari padat tebar tinggi lebih tinggi daripada padat tebar rendah.

Petani yang mengusahakan kolam sempit cenderung lebih intensif karena ingin mengoptimalkan produksinya guna mencapai keuntungan yang maksimum. Jika dikaitkan dengan karakteristik petani sampelnya, petani yang mengusahakan kolam sempit masih berada dalam kisaran usia yang produktif dan rata-rata pendidikannya SMA dan S1. Hal tersebut tentu berpengaruh pada pola pikir petani dan kemampuan petani untuk mencapai keuntungan maksimum dari usahanya, sehingga mereka lebih mengintensifkan penggunaan benihnya.

Berdasarkan hasil wawancara jumlah benih yang ditebar per saru kolamnya oleh petani dengan ukuran kolam sempit, sedang, dan luas tidak jauh berbeda berbeda, masing-masing adalah 5.962 ekor per kolam, 5.292 ekor per kolam, dan 5.640 ekor per kolam. Hal tersebut berpengaruh pada kepadatan benih setiap 100 m2nya. Semakin sempit kolam yang diusahakan jika jumlah benih yang digunakan sama, maka akan semakin padat tebaran benih per 100 m2 nya.

Jika dilihat dari keragaman data penggunaan benih per 100 m2 per tahun, pada kolam yang sempit memiliki keragaman yang tinggi yaitu 52.353. Dari 13 petani yang mengusahakan lahan sempit terdapat 2 orang petani yang menggunakan benih dengan jumlah yang sangat tinggi sehingga rata-rata pengguaan benih dari ke 13 petani menjadi tinggi. Pada kolam yang luas keragaman datanya lebih tinggi dibandingkan dengan kolam yang sempit yaitu 64.210. Akan tetapi rata-rata penggunaan benihnya lebih sedikit karena jumlah petani yang mengusahakan kolam luas hanya 5 orang dan dari 5 orang petani tersebut, hanya 1 petani yang menggunakan benih dengan jumlah cukup tinggi. Sedangkan pada kolam kategori sedang keragaman datanya lebih rendah yaitu 26.821. Pada kolam ini penggunaan benih oleh 12 petani sampel cenderung homogen, sehingga rata-ratanya pun menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kolam sempit dan luas.

Ukuran ideal padat tebar benih yang intensif menurut Budiarto (2008) adalah 200-350 ekor per 1 m2 dengan kedalaman kolam 1 muntuk satu kali produksi, sehingga dalam 1 tahun (4 kali produksi) padat tebar ideal per 100 m2 adalah 80.000 – 140.000 ekor. Secara keseluruhan rata-rata pada tebar benih dari 30 petani sampel dilokasi penelitian adalah 82.482 ekor per 100 m2. Artinya, usahatani lele phyton di Kecamatan seyegan sudah tergolong intensif di dalam industri perikanan lele phyton. Akan tetapi, jumlah tebar benih tersebut belum mencapai batas maksimalnya. Begitu juga halnya dengan padat tebar benih untuk kolam luas, sedang, dan sempit belom maksimal dan memungkinkan untuk ditingkatkan sehingga produktivitas lebih tinggi. Khususnya pada kolam ukuran sedang berdasarkan jumlah tebar benihnya belum dapat dikatakan intensif karena masih dibawah jumlah tebar yang ideal.

Gambar

Gambar 1.  Rata-rata produksi lele di Kabupaten Sleman tahun 2008-2012
Tabel 1  Produksi ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012
Tabel 2  Nilai produksi ikan di Kecamatan Seyegan tahun 2008-2012
Gambar 3  Kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu fungsi perangkat lunak ini adalah model stabilitas (SLOPE/W). SLOPE/W adalah komponen dari satu paket produk geoteknikal yang disebut GeoStudio. SLOPE/W

Objektif utama perisian ini dibangunkan adalah untuk memberi peringatan kepada pengguna komputer apabila telah masuk waktu solat dan menghentikan operasi di komputer dan

Selain uji kuantitatif kadar lignin dilakukan pula uji histokimia lignin terhadap irisan melint- ang hipokotil bagian atas, tengah, dan bawah bibit sengon yang berasal dari

bahwa dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Abstrak dalam Bahasa Inggris, berkisar antara 200 – 250 kata, berisi ringkasan singkat dan kesimpulan dari manuskrip, dilengkapi dengan 3 – 5 kata kunci

Maksud : Orang luar yang datang menetap di sesuatu tempat7. Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, lebih baik di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai pada rumah sakit umum daerah lamaddukkelleng

Kepada Saudara untuk dapat membawa dokumen asli dan 1 (satu) set fotocopy sesuai dengan isian kualifikasi yang Saudara sampaikan pada pemasukan penawaran.