• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN

IKAWATI FITRIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Tanaman Pangan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ikawati Fitria

(3)

RINGKASAN

IKAWATI FITRIA. Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan RINA OKTAVIANI.

Indonesia termasuk salah satu negara yang masuk ke dalam kategori

negara top performing GDP growth rates menurut Tolo (2011) berdasarkan

tingkat pertumbuhan PDB kumulatif selama periode 1984-2008 bersama Tiongkok, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting di dalam perekonomian Indonesia, baik dinilai dari kontribusi terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja dan penurunan kemiskinan. Pertanian juga merupakan salah satu syarat penting untuk menciptakan ketahanan pangan nasional di samping energi dan finansial. Menurut Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional saat ini sebesar 15 persen berada pada urutan kedua setelah sektor industri manufaktur.

Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh investasi swasta dan jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara sempit (meliputi sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan) terhadap PDRB masing-masing sub-sektor dalam sektor pertanian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel PDRB, PMDN, PMA, jumlah tenaga kerja sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan di 33 provinsi periode 2007-2012. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian Pertanian. Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh investasi swasta dan jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing

sub-sektor menggunakan metode Generalized Least Square.

Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat bahwa investasi yang diukur melalui PMA dan PMDN riil serta tenaga kerja berperan dalam mendorong kinerja PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Seperti halnya investasi, peningkatan tenaga kerja juga berperan dalam mendorong PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Hasil ini secara umum sesuai dengan hipotesis penelitian. Secara teoritis, modal dan tenaga kerja merupakan input produksi, dengan demikian peningkatan kedua input ini akan mendorong peningkatan output.

(4)

Secara empiris hasil ini juga dapat dilihat berdasarkan data BPS dimana selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja sektor-sektor yang lain.

Kata kunci: investasi swasta PMDN, PMA, sektor pertanian, sub-sektor tanaman

(5)

SUMMARY

IKAWATI FITRIA. The Effect of Private Investment and Labor towards Agricultural Sector, Crops, Estate Crops, Livestock GDRP. Supervised by HERMANTO SIREGAR and RINA OKTAVIANI.

Indonesia is one of the countries that included in top performing GDP growth rates according to Tolo (2011), this measure is based on the cummulative GDP growth rate during the period 1984 to 2008 with other countries such as China, India, Malaysia, Thailand and Vietnam. Agriculture is a sector that has an important role in the Indonesian economy, determined from the contribution to GDP, employment and poverty reduction. Agriculture is also an important requirement to create a national food security. Agricultural sector's contribution to national GDP is currently at 15 percent on second ranks after manufacturing industry.

This research is aimed to analyze the effect of private investment and labor in agricultural sector and its sub-sector including crops, estate crops and livestock towards its GDRP. Data used in this study is panel data consist of GDRP, domestic investment, foreign investment, amount of agricultural labors, in agriculture sector, crops, estate crops, and livestock sub-sectors in 33 provinces period 2007-2012. The data used are secondary data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), Investment Coordination Board (BKPM), and Ministry of Agriculture. The method used to examine the effect of private investment and the amount of labors towards economic growth of each sub-sector is Generalized Least Square method.

Based on the estimation results, it indicates that investment which is measured by the real domestic and foreign investment, as well as the role of labor in the agricultural sector in increasing GDRP performance of crops, plantations and farms sub-sector. The increase in employment also contributes in increasing GDP of agriculture sector, food crops, estate crops and livestock. These results are generally consistent with the hypothesis of the study. Theoretically, capital and labor are the production inputs, thus an increase in both inputs will encourage an increase in output. The partial effect of domestic and foreign investment are lower than labor effect towards the GDRP, depicted from the real value of the elasticity of PMA ranging from 0.020-0.039 while real domestic investment range between 0.031-0.065 while labor elasticity range between 0.160-0.793. This result implies that the GDRP of agriculture sector, food crops, estate crops and livestock is driven more by investment than the labor factor. The findings in this study indicate that the agricultural sector is more into labor intensive than capital intensive. Empirically, this result can also be examined based on BPS data over the last several decades in which the agricultural sector which has been the main employer of labors than the other sectors.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PENGARUH INVESTASI SWASTA DAN TENAGA KERJA

TERHADAP PDRB SEKTOR PERTANIAN, SUB-SEKTOR

TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN

IKAWATI FITRIA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berupa tesis ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Tesis ini berjudul “Pengaruh Investasi Swasta dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan” disusun sebagai suatu syarat dalam meraih gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tesis ini:

1. Prof Ir Hermanto Siregar, MEc PhD atas bimbingan dan saran yang

membangun sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik

2. Prof Ir Rina Oktaviani, MS PhD yang telah dengan sabar membimbing

dan mengarahkan penulis hingga penyelesaian penulisan tesis ini

3. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Nunung

Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPS IPB

4. Semua dosen yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat

bagi penulis

5. Rekan-rekan kelas khusus yang senantiasa menjadi penggugah semangat

penulis selama perkuliahan dan bersama-sama berjuang menyelesaikan tesis

6. Kedua orang tua tercinta, ibu Dra Ninik Pudyastati dan ayah Drs

Rusdianto, SH MSi yang tak henti-hentinya mendukung, menyemangati dan mendoakan dalam setiap langkah kehidupan, khususnya agar penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik dan bermanfaat bagi semua

7. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Islam,

suami yang dengan sabar berbagi ilmu selama studi.

Harapannya adalaha semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

1 PENDAHULUAN Error! Bookmark not defined.

Latar Belakang Error! Bookmark not defined.

Rumusan Masalah Error! Bookmark not defined.

Tujuan Penelitian Error! Bookmark not defined.

Ruang Lingkup Penelitian 6

Batasan Penelitian Error! Bookmark not defined.

Manfaat Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA Error! Bookmark not defined.

Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Sektor PertanianError! Bookmark not defined.

Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian 8

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Error! Bookmark not defined.

Growth Accounting Approach Error! Bookmark not defined.

Investasi di Sektor Pertanian Error! Bookmark not defined.

Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Error! Bookmark not defined.

Hubungan Produk Domestik Regional Bruto, Investasi dan Tenaga KerjaError! Bookmark not defi

Tinjauan Empiris Error! Bookmark not defined.

Kerangka Pemikiran Error! Bookmark not defined.

Hipotesis Penelitian Error! Bookmark not defined.

3 METODE PENELITIAN Error! Bookmark not defined.

Definisi Operasional Variabel Error! Bookmark not defined.

Jenis & Sumber Data Error! Bookmark not defined.

Model Persamaan Error! Bookmark not defined.

Metode Analisis Data Error! Bookmark not defined.

Regresi Data Panel Statis Error! Bookmark not defined.

4 GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN DAN KEBIJAKAN

INVESTASI INDONESIA Error! Bookmark not defined.

Perkembangan Kinerja Sektor Pertanian Secara Sempit dan Masing-masing

Sub-sektor Error! Bookmark not defined.

Dinamika Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan masing-masing Sub-sektorError! Bookmark not defi

Dinamika Investasi Sektor Pertanian dan masing-masing Sub-sektorError! Bookmark not defined.

Kebijakan Terkait Investasi Sektor Pertanian Error! Bookmark not defined.

Investasi Infrastruktur Pertanian Error! Bookmark not defined.

Investasi Swasta dan Pengeluaran Publik di Sektor PertanianError! Bookmark not defined.

5 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PDRB SEKTOR PERTANIAN, SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN,

(12)

Hasil Estimasi Model Error! Bookmark not defined.

Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sektor PertanianError! Bookmark not defined.

Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor Tanaman PanganError! Bookmark not defined.

Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor PerkebunanError! Bookmark not defined.

Investasi Swasta (PMDN dan PMA) Sub-sektor PeternakanError! Bookmark not defined.

Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian, Sub-sektor Tanaman Pangan,

Perkebunan, Peternakan Error! Bookmark not defined.

Variabel Dummy Kebijakan Investasi tahun 2007 dan Dummy Kebijakan DNI

tahun 2010 Error! Bookmark not defined.

6 SIMPULAN DAN SARAN Error! Bookmark not defined.

Simpulan Error! Bookmark not defined.

Implikasi Kebijakan Error! Bookmark not defined.

Saran Penelitian Lanjutan Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN Error! Bookmark not defined.

RIWAYAT HIDUP Error! Bookmark not defined.

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor (dalam persen) periode

1961-2012 Error! Bookmark not defined.

Tabel 2 Rata-rata pangsa PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-2012

Error! Bookmark not defined.

Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor (dalam persen) periode

1961-2012 2

Tabel 4 Rata-rata pangsa PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012

Error! Bookmark not defined.

Tabel 5 Distribusi tenaga kerja menurut sektor (dalam juta orang) periode

1986-2012 3

Tabel 6 Jenis dan sumber data yang digunakan Error! Bookmark not defined.

Tabel 7 Kontribusi sektor pertanian terhadap angkatan kerja nasional Error!

Bookmark not defined.

Tabel 8 Peringkat atas rata-rata provinsi berdasarkan PDRB Error! Bookmark not

defined.

Tabel 9 PDRB harga konstan sektor pertanian (secara sempit) peringkat atas provinsi (dalam juta rupiah)

(13)

Tabel 10 PDRB harga konstan sub-sektor tanaman pangan peringkat atas

provinsi (dalam juta rupiah) 49

Tabel 11 PDRB harga konstan sub-sektor perkebunan peringkat atas provinsi

(dalam juta rupiah) 49

Tabel 12 PDRB harga konstan sub-sektor peternakan peringkat atas provinsi

(dalam juta rupiah) 49

Tabel 13 Peringkat, jumlah hari dan jumlah prosedur dalam membuka suatu

usaha baru di Indonesia Error! Bookmark not defined.

Tabel 14 Pembatasan investasi berdasarkan sub-sektor Error! Bookmark not

defined.

Tabel 15 Investasi sektor swasta untuk infrastruktur, tahun 1994-2004 (dalam

juta USD) Error! Bookmark not defined.

Tabel 16 Rekapitulasi pengaruh parsial variabel terhadap PDRB berdasarkan

pendekatan GLS Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peranan sektor pertanian: suatu ilustrasi teoritis 9

Gambar 2 Pelaku investasi sektor pertanian Error! Bookmark not defined.

Gambar 3 Diagram struktur penduduk Error! Bookmark not defined.

Gambar 4 Kerangka pemikiran Error! Bookmark not defined.

Gambar 5 Perkembangan PDRB sektor pertanian secara sempit terhadap

PDRB nasional tahun 2007-2012 (dalam triliun rupiah)Error! Bookmark not defined.

Gambar 6 Kontribusi PDRB sektor pertanian secara sempit terhadap PDB

nasional tahun 2007-2012 (dalam persen)Error! Bookmark not defined.

Gambar 7 Laju pertumbuhan PDB sektor pertambangan, pertanian, pengolahan

tahun 2007-2012 (dalam persen) Error! Bookmark not defined.

Gambar 8 Kontribusi PDRB masing-masing sub-sektor terhadap PDRB sektor

pertanian secara sempit tahun 2007-2012 (dalam persen) Error!

Bookmark not defined.

Gambar 9 Perkembangan PDRB sub-sektor tanaman pangan tahun 2007-2012

(dalam triliun rupiah) Error! Bookmark not defined.

Gambar 10Perkembangan laju pertumbuhan PDB sub-sektor tanaman pangan

tahun 2007-2012 (dalam persen) Error! Bookmark not defined.

Gambar 11Perkembangan PDRB sub-sektor perkebunan tahun 2007-2012 (dalam

triliun rupiah) 39

Gambar 12Perkembangan PDRB sub-sektor peternakan tahun 2007-2012 (dalam

(14)

Gambar 13Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun

2007-2012 (juta orang) Error! Bookmark not defined.

Gambar 14Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor tanaman pangan tahun

2007-2012 (dalam juta orang) Error! Bookmark not defined.

Gambar 15Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor perkebunan tahun

2007-2012 (juta orang) Error! Bookmark not

Gambar 16Perkembangan jumlah tenaga kerja sub-sektor peternakan tahun

2007-2012 (dalam juta orang) Error! Bookmark not defined.

Gambar 17Perkembangan realisasi PMA riil di sektor pertanian secara sempit

tahun 2007- 2012 (dalam triliun rupiah) Error! Bookmark not defined.

Gambar 18Perkembangan realisasi PMA riil pada masing-masing sub-sektor

tahun 2007-2012 (dalam triliun rupiah) Error! Bookmark not defined.

Gambar 19Komposisi rata-rata realisasi PMA riil pada masing-masing

sub-sektor tahun 2007-2012 (dalam persen) Error! Bookmark not defined.

Gambar 20Realisasi PMDN riil sektor pertanian tahun 2007-2012 (dalam persen)

Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekapitulasi tinjauan pustaka bab 2 Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2 Daftar bidang usaha terbuka dengan syarat perpres 39/2014 Error!

Bookmark not defined.

Lampiran 3 Anggaran belanja pemerintah 2007-2012Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBSP Error!

Bookmark not defined.

Lampiran 5 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBTP Error!

Bookmark not defined.

Lampiran 6 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBKE Error!

Bookmark not defined.

Lampiran 7 Rekapitulasi hasil estimasi parameter panel data PDRBTE 79

Lampiran 8 Model PDRB sektor pertanian 79

Lampiran 9 Model PDRB sub-sektor tanaman pangan Error! Bookmark not

defined.

Lampiran 10 Model PDRB sub-sektor perkebunan Error! Bookmark not defined.

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kinerja perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat melalui Produk Domestik Bruto (PDB) yang sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian (Mankiw 2006). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Sektor pertanian merupakan sektor primer yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan (source of growth) perekonomian nasional.

Menurut Boots (2011), Indonesia termasuk dalam negara dengan kategori top

performing GDP growth rates berdasarkan tingkat pertumbuhan PDB kumulatif selama periode 1984-2008 bersama Tiongkok, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Berdasarkan data BPS dalam Komite Ekonomi Nasional (2013), kinerja sektor pertanian dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan PDB sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian khususnya tanaman pangan selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJP I) pada periode 1969-1985 berkembang dengan cepat. Perkembangan ini tidak dapat dilepaskan dari investasi pemerintah yang signifikan pada tahun 1960-an dengan diperkenalkannya teknologi pertanian yang modern kepada petani yang dikenal dengan revolusi hijau.

Pada tahun 1990-an terjadi penurunan rata-rata pertumbuhan PDB sektor pertanian dan mencapai titik terendah di akhir periode tersebut, hal ini terkait dengan terjadinya krisis pada tahun 1997. Perlambatan rata-rata pertumbuhan PDB sektor pertanian semakin nyata bila dibandingkan dengan sektor lain. Rata-rata pertumbuhan PDB sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa hingga tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomian Indonesia dari dominasi peran sektor pertanian beralih ke sektor industri, perdagangan dan jasa. Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

(16)

Selain mengalami perlambatan pertumbuhan PDB, sektor pertanian juga mengalami penurunan pangsa terhadap PDB nasional. Dilihat dari perkembangan rata-rata pangsa PDB secara sektoral, penurunan pangsa sektor pertanian ini diiringi dengan peningkatan pangsa sektor-sektor lain yaitu industri pengolahan, perdagangan, dan sektor jasa-jasa, telekomunikasi dan transportasi. Sektor pertanian mengalami penurunan pangsa dari 53.4 persen pada periode 1961-1970 menjadi hanya sekitar 15 persen pada periode 2011-2012. Rata-rata pangsa PDB menurut sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata pangsa PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-2012

No Sektor 1961-70 1971-80 1981-90 1991-00 2001-10 2011-12

Sektor pertanian terbagi menjadi pertanian secara luas dan pertanian secara sempit (Mubyarto 1989). Kinerja sektor pertanian secara luas ditunjang oleh masing-masing sub-sektor yang terdiri dari sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sedangkan sektor pertanian secara sempit tidak memasukkan sub-sektor kehutanan dan perikanan. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor, dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan sub-sektor tanaman pangan relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sub-sektor lainnya. Pada tahun 2011-2012 tanaman pangan mengalami penurunan pertumbuhan (2.4 persen), perkebunan dan peternakan mengalami peningkatan (4.8 persen) dan perikanan (6.8 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa sub-sektor perikanan, perkebunan dan peternakan merupakan peluang sumber pertumbuhan baru menggantikan sub-sektor tanaman pangan yang mengalami perlambatan. Rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012

(17)

Dilihat dari pangsa PDB masing-masing sub-sektor terhadap PDB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan memiliki pangsa mencapai lebih dari 60 persen dari PDB pada periode 1961-1990, namun mulai mengalami penurunan pangsa menjadi hanya 48.4 persen pada tahun 2011-2012. Meski demikian, tanaman pangan masih dominan dibandingkan dengan sub-sektor lainnya pada pertanian secara sempit. Sub-sektor peternakan menunjukkan peningkatan kontribusi terhadap PDB sektor pertanian dari tahun ke tahun, sedangkan sub-sektor perkebunan terus mengalami penurunan. Rata-rata pangsa PDB sub-sektor secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Rata-rata pangsa PDB sub-sektor (dalam persen) periode 1961-2012

No Sub-sektor 1961-70 1971-80 1981-90 1991-00 2001-10 2011-12

Meski telah terjadi transformasi struktural, distribusi tenaga kerja menurut sektor ditopang oleh sektor pertanian dimana jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih cukup tinggi. Pada tahun 2012, terdapat 39.1 juta orang bekerja di sektor pertanian secara luas, 23.3 juta orang terserap di sektor perdagangan dan jasa, 15 juta orang di industri pengolahan. Distribusi tenaga kerja menurut sektor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Distribusi tenaga kerja menurut sektor (dalam juta orang) periode 1986-2012 hanya terjadi di Indonesia, negara-negara berkembang lain diantaranya India dan Pakistan juga mengalami hal serupa. Penurunan kinerja PDB sektor pertanian di Pakistan disebabkan oleh penurunan investasi swasta hingga mencapai titik terendah

(18)

sektor pertanian terhadap PDB nasional Pakistan menurun dari 21.4 persen pada

tahun 1980-an menjadi 11.2 persen pada pertengahan tahun 1990-an.1

Pentingnya peran sektor pertanian tidak dapat dilihat melalui kontribusinya terhadap PDB nasional, namun juga dalam pengurangan kemiskinan, penyediaan kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan petani, ketahanan pangan, serta menjaga keberlanjutan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan. Daryanto (1995) mengemukakan bahwa pertanian dipandang sebagai sektor yang memiliki

kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan (growth with

equity). Semakin besar perhatian terhadap melebarnya perbedaan pendapatan memberikan stimulan yang lebih besar untuk memanfaatkan kekuatan pertanian bagi pembangunan yang lebih baik. Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian memberikan sinyal bahwa sudah saatnya Indonesia sebagai negara agraris untuk memprioritaskan sektor pertanian demi terciptanya pembangunan perekonomian secara merata sehingga bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

World Bank (2007) menunjukkan terdapat hubungan antara pertumbuhan pertanian yang pesat dengan laju penurunan angka kemiskinan dan kekurangan gizi di negara-negara berkembang. Kenaikan pertumbuhan pertanian per tahun sebesar 1 persen rata-rata akan menghasilkan kenaikan pendapatan dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah di negara-negara berkembang sebesar 2.7 persen. Hal ini membuktikan peran strategis pertumbuhan sektor pertanian dalam meningkatkan pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan gizi buruk di negara-negara berkembang.

Dalam bentuk keterkaitan ekonomi, sektor pertanian mempunyai tiga fungsi utama: (i) sebagai sumber investasi di sektor-sektor non-pertanian, surplus uang di sektor pertanian menjadi sumber dana investasi di sektor-sektor lain; (ii) sebagai sumber bahan baku atau input bagi sektor-sektor lainnya, khususnya agroindustri dan sektor perdagangan; (iii) melalui peningkatan permintaan di pasar output, sebagai sumber diversifikasi produksi di sektor-sektor ekonomi lainnya (Tambunan 2003).

Sektor pertanian juga menentukan berhasil atau tidaknya upaya-upaya pembangunan ekonomi jangka panjang. Jika suatu negara menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan maka negara itu harus memulainya dari sektor pertanian (Todaro 2003). Hal ini diperkuat oleh Rostow dalam Kalangi (2006), sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan jasa setelah didahului oleh kemajuan di sektor pertanian.

1

(19)

Rumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno 2000). Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya dimana kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka.

Investasi pada sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian target-target perekonomian Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (2005) mendefinisikan investasi sebagai kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, sehingga investasi diperlukan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor pertanian, karena secara signifikan investasi akan mendorong kenaikan output, meningkatkan permintaan input, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat. Pendapat tersebut didukung dengan adanya UU Penanaman Modal No 25 Tahun 2007 (Lampiran 1) yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari penyelenggaraan investasi baik investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) maupun PMA (Penanaman Modal Asing) adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Hadi (2010) menambahkan bahwa UU No 25 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pemerintah memberikan fasilitas dan insentif untuk investasi kepada perusahaan besar terutama modal asing dan memberikan stimulan pajak berupa pajak pendapatan, pajak untuk modal, mesin atau peralatan, bebas pajak untuk bahan mentah, pajak pertambahan nilai, percepatan amortisasi dan pajak properti. Ijin penggunaan lahan (HGU) bagi investor asing sangat mudah dan masa HGU diperpanjang semula 70 tahun menjadi 95 tahun. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia serta dalam kerangka komitmen Indonesia terhadap Masyarakat Ekonomi ASEAN, pemerintah mengeluarkan PP No 36 Tahun 2010 yang memperbaharui ketentuan mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal.

Ditinjau dari tujuannya, investasi di sektor pertanian tidak hanya mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan pembangunan pertanian itu sendiri, tetapi juga bagi peningkatan perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani. Tetapi kenyataannya, investasi di sektor pertanian ini kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta. Mengingat pentingnya peran sektor pertanian dalam perekonomian, maka sektor ini perlu dikembangkan salah satunya melalui investasi baik PMDN maupun investasi asing PMA.

(20)

perkebunan dan peternakan pada periode 2007-2012 dengan permasalahan yang ingin diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN

dan PMA sektor pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian secara sempit pada periode 2007-2012?

2. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN

dan PMA sektor tanaman pangan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor tanaman pangan pada periode 2007-2012?

3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN

dan PMA sub-sektor perkebunan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor perkebunan pada periode 2007-2012?

4. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi investasi PMDN

dan PMA sub-sektor peternakan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor peternakan pada periode 2007-2012?

5. Bagaimana pengaruh dummy kebijakan investasi di tahun 2007 dan dummy

kebijakan daftar negatif investasi di tahun 2010 terhadap PDRB masing-masing sub-sektor pada periode 2007-2012?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan

PMA sektor pertanian terhadap pertumbuhan PDRB sektor pertanian secara sempit

2. Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan

PMA sub-sektor tanaman pangan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor tanaman pangan

3. Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan

PMA sub-sektor perkebunan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor perkebunan

4. Menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja dan nilai realisasi PMDN dan

PMA sub-sektor peternakan terhadap pertumbuhan PDRB sub-sektor peternakan

5. Menganalisis pengaruh dummy kebijakan investasi di tahun 2007 dan dummy

kebijakan daftar negatif investasi di tahun 2010 terhadap PDRB masing-masing sub-sektor

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

1. Penelitian ini menggunakan data panel PDRB, realisasi PMDN, realisasi PMA, dan jumlah tenaga kerja sektor pertanian secara sempit, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan di 33 provinsi Indonesia selama periode 2007-2012.

2. Kinerja perekonomian sektor pertanian dan sub-sektor tanaman pangan,

perkebunan dan peternakan diukur dengan PDRB masing-masing sub-sektor.

3. Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah realisasi investasi swasta

sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan yang memperoleh fasilitas baik dari dalam negeri (PMDN) maupun luar negeri (PMA). Investasi merupakan proksi dari stok modal.

Batasan Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian, baik variabel bebas dan variabel terikat hanya meliputi sektor pertanian secara sempit dan masing-masing sub-sektor yakni sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Hal ini terkait dengan ketersediaan data oleh Kementrian Pertanian yang membawahi tiga sub-sektor tersebut. Sedangkan sub-sektor kehutanan dan perikanan berada di Kementrian yang berbeda yakni Kementrian Kehutanan; Kementrian Perikanan dan Kelautan. Selain itu periode penelitian yang terbatas sehingga penelitian difokuskan pada sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di bawah Kementrian Pertanian. Variabel investasi merupakan proksi dari modal dalam model Solow, disebabkan data modal tidak tersedia.

Manfaat Penelitian

Studi tentang pengaruh investasi swasta PMDN dan PMA serta jumlah tenaga kerja terhadap PDRB sektor pertanian, sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia

2. Menjelaskan dan menginformasikan kepada masyarakat umum

mengenai profil investasi domestik dan asing, serta tenaga kerja di sektor pertanian dan masing-masing sub-sektor serta pengaruhnya terhadap PDRB

3. Menjadi salah satu acuan bagi para pengambil kebijakan dalam

(22)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Sektor Pertanian

Mosher dalam Mubyarto (1989) mendefinisikan pertanian sebagai sejenis proses produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Pertanian dalam arti sempit diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana diproduksinya bahan makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian). Sektor pertanian meliputi kegiataan pengusahaan dan pemanfaatan benda-benda biologis/ hidup yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk konsumsi. Berdasarkan definisi ini, sektor pertanian secara sempit dapat diperinci atas beberapa sub-sektor, yaitu:

1. Sektor tanaman pangan (Food Crop)

Mencakup segala jenis makanan yang dihasilkan dan dipergunakan sebagai bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, kentang dan umbi-umbian lainya, kacang tanah, kedelai, dan kacang lainnya, sayur dan buah-buahan.

2. Tanaman perkebunan (Estate Crop)

Mencakup segala jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan seperti karet, kopi, teh, kina, coklat, kelapa sawit, tebu, serat manila, kelapa, kapuk, cengkeh, pala, lada, pinang dan lainya.

3. Peternakan (Livestock)

Mencakup kegiatan pemeliharaan ternak besar, ternak kecil, dan ungggas yang bersifat komersial dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dipotong dan diambil hasilnya seperti; sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, domba, ayam, itik, burung, ulat sutra dan sebagainya.

Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian

Sektor pertanian sangat berperan penting bagi kehidupan penduduk pertanian. Hal ini dapat dilihat dari penelitian World Bank (2007), dimana pada tahun 2002 tiga perempat dari penduduk negara berkembang yang setara dengan 833 juta orang hidup di perdesaan, dan sebagai mata pencaharian secara langsung maupun tidak langsung bergantung di sektor pertanian.

Bagi negara berkembang, pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial. Hal ini ditinjau berdasarkan empat bentuk kontribusinya terhadap

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional (Tambunan 2003). Pertama,

kontribusi produknya, dimana ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, tidak hanya untuk suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku keperluan kegiatan produksi di

sektor non pertanian, terutama industri pengolahan makanan dan minuman. Kedua,

(23)

terhadap penyerapan tenaga kerja. Ketiga, kontribusi sektor pertanian terhadap pasar, karena kuatnya pengaruh pertanian pada perekonomian selama tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah perdesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang konsumen. Keempat, kontribusi sektor pertanian terhadap devisa, dimana sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa). Peranan ini ditinjau melalui ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian yang menggantikan komoditas impor.

Jhingan (2000) berpendapat bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi terletak pada: pertama, menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat; kedua, meningkatkan permintaan produk industri dan dengan demikian mendorong diperluasnya sektor sekunder dan tersier; ketiga, menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil-hasil pertanian secara

terus menerus; keempat, meningkatkan pendapatan desa untuk dapat dimobilisasi

pemerintah dan kelima, dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Sumber: Tambunan (2003)

Gambar 1 Peranan sektor pertanian: suatu ilustrasi teoritis

(24)

sedangkan 0f merupakan makanan yang dikonsumsi di pasar domestik dan 0x adalah bahan baku atau komoditi pertanian yang diekpor. Dengan adanya ekspor tersebut, memberikan kesempatan negara bersangkutan untuk melakukan impor sebesar 0m, dengan menggunakan dasar nilai tukar internasional (ToT) OT. Dengan adanya impor sebesar (0m) dan makanan (0f) memungkinkan sektor industri untuk menghasilkan output sebesar 0i. Apabila volume produksi di sektor industri meningkat sebesar 0i’. untuk itu diperlukan lebih banyak input yang harus diimpor, yaitu sebesar 0m’. Jika produksi meningkat, berarti permintaan terhadap makanan juga bertambah ke 0f’. tetapi apabila output di sektor pertanian tidak naik, maka ekspor dari sektor tersebut akan menurun dan bergeser ke 0y, hal ini berarti kebutuhan akan impor sebesar 0m’ tidak dapat terpenuhi. Apabila ingin meningkatkan volume produksi di industri (ke 0i’), output di pertanian juga harus dinaikkan ke 0C. hal ini dapat berakibat menambah konsumsi makanan ke 0f’, dan berarti output di sektor industri dapat meningkat ke 0i’. Berdasarkan ilustrasi ini, menunjukkan bahwa tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian maka sektor industri tidak dapat meningkatkan outputnya (atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit terpenuhi). Oleh karena itu sektor pertanian memainkan peranan penting dalam pertumbuhan output di sektor industri.

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada dikotomi antara sektor pertanian dan sektor industri pertanian, dan yang paling penting adalah menjaga keterkaitan antar sektor ekonomi (Daryanto 1995).

Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik

Teori pertumbuhan Solow dikategorikan sebagai teori pertumbuhan Neoklasik. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan serta bagaimana

pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady state yang

bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja (Mankiw 2006).

Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi

output yang tinggi hanya jika kondisi steady state dicapai. Saat perekonomian berada

pada kondisi steady state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung

pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar kehidupan yang berkelanjutan.

Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal

mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak

akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari

penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal product

of capital) yang kian menurun. Jika diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan

teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal

(25)

depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.

Model Solow diawali dari fungsi produksi:

Y/L = F(K/L) (1.1)

dan dituliskan sebagai:

y = f(k), (1.2)

dimana:

y = Y/L dan k = K/L (1.3)

yakni jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja

(K/L). Fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang

mencerminkan kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi

menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang

menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan (Mankiw 2006)

Model solow secara matematis sebagai berikut:

∆k = sf(k)-(n+∂+g) k (1.4)

Y = f(k) = F(K/L) (1.5)

dimana:

n = tingkat pertumbuhan penduduk

δ = depresiasi

k = modal per pekerja = K/L y = output per pekerja = Y/L s = tingkat tabungan

g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja

Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut:

a. investasi (tabungan) per pekerja,

b. pertumbuhan penduduk: pertumbuhan penduduk akan menurunkan tingkat modal per pekerja

c. depresiasi: persediaan modal akan menurun karena penggunaan modal

Dalam kondisi steady state, ∆k harus sama dengan nol sehingga:

sf(k*) = (n+∂)k* (1.6)

Dengan k* adalah k pada kondisi steady state

y* = f(k*) (1.7)

Konsumsi pada kondisi steady state menjadi

c* = f(k*)-(n+∂)k* (1.8)

Jika tingkat tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi, maka modal per pekerja (k) akan naik, kondisi ini

dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi

saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi

pertumbuhan penduduk dan depresiasi. Kurva pada kondisi steady state, output per

(26)

Growth Accounting Approach

Growth Accounting Approach (Wikipedia 2007) merupakan pendekatan untuk mengukur kontribusi dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan secara tidak langsung menghitung tingkat perubahan teknologi dalam perekonomian yang diukur sebagai residual.

Pendekatan ini mendekomposisi tingkat pertumbuhan ekonomi total output dengan faktor-faktor yang digunakan yakni peningkatan jumlah modal dan tenaga kerja. Bagian yang tak dapat dijelaskan dalam pertumbuhan PDB kemudian digunakan untuk merepresentasikan peningkatan dalan produktivitas yang disebut

technological progress.

Output total dalam perekonomian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yakni modal dan tenaga kerja menjadi faktor utama dalam ekonomi modern (meski lahan dan sumber daya alam dapat dimasukkan) yang disebut sebagai fungsi produksi agregat.

Y = F (A, K, L) (2.1)

Dimana Y adalah output total, K adalah stok modal dalam perekonomian, L adalah jumlah angkatan kerja (populasi) dan A adalah tingkat teknologi pada saat sekarang

atau disebut sebagai total factor productivity (TFP). Oleh karenanya, output

meningkat bukan hanya karena peningkatan modal dan tenaga kerja semata-mata, tetapi juga disebabkan oleh kenaikan TFP.

Asumsi dasar dalam fungsi produksi adalah asumsi constant returns to scale

berlaku untuk asumsi persaingan sempurna yang akan mempengaruhi marginal product:

dY/ dK = MPK = r (2.2)

dY/ dL = MPL = w (2.3)

dimana MPK menyatakan tambahan unit output yang diprodukasi dengan tambahan unit modal dan berlaku juga untuk MPL. Upah yang dibayarkan dinyatakan dengan w dan tingkat keuntungan atau tingkat bunga riil dinyatakan dengan r.

Asumsi persaingan sempurna menyatakan bahwa harga adalah given. Harga unit (P=1) sehingga kuantitas juga menyatakan nilai dalam persamaan. Sehingga diperoleh:

dY = FAdA + FkdK+ FLdL (2.4)

dimana Fi menyatakan turunan parsial faktor i atau dalam marginal product. Dengan persaingan sempurna menjadi:

dY = FAdA + MPKdK +MPLdL = FAdA + rdK + wdL (2.5) Apabila kita bagi dengan Y dan ubah menjadi tingkat pertumbuhan diperoleh:

dY/Y = (FAA/Y) (dA/A) + (rK/Y) * (dK/K) + (wL/Y) * (dL/L) (2.6) atau denotasi a tingkat pertumbuhan (persentase perubahan sepanjang waktu) atau faktor sebagai gi = di/I diperoleh:

gY = (FAA/Y) * gA + (rK/Y) *gk + (wL/Y) * gL (2.7) Sehingga rK/Y adalah share dari total pendapatan yang menjadi modal yang

dapat didenotasikan sebagai α dan wL/Y adalah share dari total pendapatan untuk

tenaga kerja didenotasikan sebagai 1-α. Sehingga diperoleh:

(27)

Secara mendasar α, gY, gK dan gL dapat diukur menggunakan metode perhitungan pendapatan nasional (stok modal diukur menggunakan tingkat investasi dengan

perpetual inventory method).

FAA/Y * gA tidak dapat diobservasi seperti mengukur pertumbuhan teknologi dan pengembangan produktivitas yang tidak berkaitan dengan perubahan penggunakan faktor-faktor atau yang disebut Pertumbuhan Solow residual atau Total

Factor Productivity. Dengan sedikit mengubah persamaan sebelumnya dapat diukur

porsi peningkatan output total yang tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan faktor-faktor input:

Solow Residual = gY – α * gK – (1-α) *gL (2.9) Dalam ukuran per kapita (atau per worker) adalah sebagai berikut:

Solow Residual = g(Y/L) – α * g(K/L) (2.10) yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan teknologi merupakan bagian dari tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita.

Investasi di Sektor Pertanian

Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (1986) adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah,

peralatan, fisik dan sumber daya manusia;

2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga

kerja dan keahliannya;

3. Kemajuan teknologi

Menurut Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni: (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.

Investasi di sektor pertanian merupakan subset total investasi nasional sehingga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, kondisi sosial politik dan iklim investasi di level makro. Menurut BKPM dalam OECD (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi iklim investasi adalah: (1) stabilitas politik, sosial dan ekonomi, (2) kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), (3) efektifitas fungsi sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk sistem perbankan), (4) regulasi dan perpajakan, (5) birokrasi (menyangkut

waktu dan biaya), (6) masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi dan

kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung dan tidak langsung memengaruhi keuntungan neto jangka panjang dari kegiatan investasi dan (7) hak milik mulai dari tanah sampai dengan kontrak.

(28)

dapat menabung atau tidak memiliki aset tetap tidak dapat berinvestasi dan (2) perusahaan publik dan swasta, (3) investor publik utama adalah pemerintah pusat yang juga merupakan sumber investasi kedua terbesar di sektor pertanian, diikuti oleh investor publik asing seperti negara-negara yang merupakan mitra kerjasama dan investor swasta asing seperti penanam modal asing.

Gambar 2 menunjukkan para pelaku investor di sektor pertanian, dapat dilihat bahwa ada empat pelaku investasi di sektor pertanian yaitu investor publik dalam negeri [pemerintah], investor swasta dalam negeri [petani dan pengusaha], investor swasta asing [perusahaan] dan investor publik asing [dalam bentuk kerjasama pengembangan dengan pemerintah domestik atau perusahaan dalam negeri].

Sumber: FAO dalam Komite Ekonomi Nasional (2013)

Gambar 2Pelaku investasi sektor pertanian

Investasi publik membantu menciptakan lingkungan yang tepat dan kondusif sehingga memberikan insentif bagi petani untuk berinvestasi dan secara langsung menciptakan bentuk-bentuk kapital yang lain yang akan mendukung pengembangan sektor pertanian. Beberapa investasi pemerintah dikhususkan untuk sektor pertanian

dan secara langsung bertujuan untuk meningkatan produksi usaha tani (on farm) di

sektor tanaman pangan dan perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan dan juga kegiatan di sektor hulu dan sektor hilir pertanian. Semua investasi ini mengacu

pada investasi dalam sektor pertanian (investment in agriculture). Sementara itu,

beberapa investasi pemerintah di sektor-sektor lainnya (seperti infrastruktur transportasi dan komunikasi, energi, pendidikan, kesehatan, pelayanan ekosistem, kelembagaan pasar dan institusi hukum dan sosial lainnya) dapat juga memberikan dampak yang positif bagi produkis dan produktivitas pertanian dan pendapatan para

petani. Kegiatan investasi ini merupakan investasi untuk sektor pertanian (investment

for agriculture).

Para petani melakukan investasi di lahan pertanian mereka dengan membeli alat-alat dan mesin-mesin pertanian, membeli ternak atau memelihara ternak hingga mencapai usia produktif, menanam tanaman tahunan, memperbaiki kualitas lahan pertanian, mendirikan gedung dan lain sebagainya. Pemerintah dapat berinvestasi

Investor swasta domestik (petani dan

pengusaha) Publik domestik

Swasta asing (perusahaan/ korporasi)

(29)

diantaranya pada pembangunan jalan-jalan dan infrastruktur berskala besar di perdesaan, dan aset-aset yang dapat menghasilkan pengembalian dalam bentuk peningkatan produktivitas untuk jangka panjang.

Petani dan pemerintah berinvestasi pada aset-aset/kapital yang memungkinkan sektor pertanian menjadi lebih produktif di masa yang akan datang. Beberapa aset yang penting bagi sektor pertanian tidak hanya berupa aset yang

sifatnya tangible. Pemerintah melakukan investasi yang cukup besar pada penelitian

dan pengembangan yang akan menghasilkan kekayaan intelektual dan merupakan input yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian jangka panjang. Baik pemerintah dan individu melakukan investasi di sektor pendidikan, yang akan meningkatkan produktivitas peserta didik dan menghasilkan keuntungan pada jangka panjang. Petani meluangkan waktu dan sumber daya untuk mengembangkan asosiasi petani; sebagai sebuah bentuk modal sosial yang dapat mengurangi risiko dan meningkatkan produktivitas.

Investasi Swasta

Sukirno (2000) menjelaskan modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal swasta dan modal negara. Modal asing swasta dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu investasi langsung, investasi tidak langsung dan pinjaman ekspor. Investasi langsung berarti merupakan aliran modal swasta dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang dan melakukan pengawasan atas aset yang dimilikinya di negara penerima modal. Sedangkan investasi tidak langsung yang lebih dikenal dengan investasi portofolio merupakan penanaman modal

dalam bentuk pemilikan surat-surat pinjaman jangka panjang (bond) dan

saham-saham dari perusahaan-perusahaan yang terdapat di negara-negara berkembang serta jenis modal pinjaman ekspor diartikan pinjaman jangka pendek, yaitu memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha atau pemerintah untuk membeli alat-alat modal dan peralatan dalam bentuk kredit yang harus dibayarkan dalam jangka waktu lima tahun.

Menurut Salvatore (1994), penanam modal asing langsung yaitu investasi dalam aset-aset misalnya berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, pembelanjaan berbagai peralatan inventaris dan sebagainya. Pengadaan modal asing itu biasanya diikuti dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen dan pihak investor sendiri tetap mempertahankan kontrol terhadap dana-dana yang telah ditanamkan. Di negara-negara berkembang kegiatan ekonomi yang dapat diusahakan oleh pihak swasta masih mempunyai kemungkinan untuk lebih laju lagi apabila tersedia lebih banyak modal dan terdapat kemampuan untuk menggunakan tambahan modal itu secara lebih efektif.

(30)

meningkatkan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi daerah tersebut (Jhingan 2000).

Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing adalah kegiatan menanam modal untuk masukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Adapun pengertian modal asing menurut Undang-Undang No 25 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat 8 adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

Tenaga Kerja di Sektor Pertanian

Menurut BPS (2007), tenaga kerja adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Menurut UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan definisi oleh BPS dalam Kementrian Pertanian (2012), konsep

dan definisi tenaga kerja menggunakan The Labor Force Concept yang disarankan

oleh International Labor Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk kelompok umur kerja dan penduduk bukan kelompok umur kerja. Selanjutnya, penduduk kelompok umur kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya. Kelompok tersebut adalah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Definisi yang berkaitan dengan penerapan konsep tersebut di sektor pertanian Indonesia dijelaskan dalam uraian berikut: pekerja bebas di pertanian, apabila seseorang yang bekerja pada orang lain/ majikan/ institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati.

Usaha pertanian secara sempit meliputi: sub-sektor tanaman pangan, perkebunan dan peternakan. Secara rinci definisi tenaga kerja di masing-masing sub-sektor adalah sebagai berikut:

1. Bekerja di sub-sektor tanaman pangan adalah kegiatan ekonomi yang

(31)

kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi sub-sektor tanaman pangan.

2. Bekerja di sub-sektor perkebunan adalah kegiatan ekonomi yang

dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi sub-sektor perkebunan.

3. Bekerja di sub-sektor peternakan adalah kegiatan ekonomi yang

dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/ kegiatan ekonomi sub-sektor peternakan.

Sumber: BPS dalam Kementan (2012)

Gambar 3Diagram struktur penduduk

Bekerja

(Employed) Mencari Pekerjaan/

Menganggur (Unemployed)

Bekerja penuh/ (Fully

Employed)

Setengah Menganggur

(Underemployed)

Setengah Menganggur Tidak Kentara Setengah Menganggur

Kentara

Penduduk Umur 15+ tahun – 64 tahun

Angkatan Kerja (Labor Force)

Bukan Angkatan Kerja (Non Labor

Force)

Sekolah Ibu Rumah Tangga

(32)

Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenaga kerja, penawaran adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh para pemilik tenaga kerja. Seorang pekerja dalam menawarkan tenaganya akan bertindak rasional dengan membuat

pilihan diantara bekerja dan menikmasti masa istirahanya (leisure). Pekerja

mempunyai dua pilihan dalam membagi waktu untuk memaksimumkan kepuasannya, yaitu: (1) kepuasan dari bekerja dan memperolah upah, dan (2) kepuasan dari menikmati masa istirahatnya. Dalam teori klasik sumber daya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil keputusan untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah jam kerja yang diinginkannya. Dalam kasus tenaga kerja, kurva penawaran dapat menggambarkan: (1) jumlah tenaga kerja maksimum yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada berbagai kemungkinan tingkat upah untuk tiap periode waktu dan (2) tingkat upah minimum yang bersedia diterima para pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan jumlah tenaga kerja (Bellante dan Jackson 1990).

Permintaan Tenaga Kerja

Secara khusus, suatu kurva permintaan menggambarkan jumlah maksimum tenaga kerja yang seorang majikan bersedia untuk mempekerjakan pada setiap kemungkinan harga dalam jangka panjang waktu tertentu. Secara alternatif, kurva permintaan tenaga kerja dapat dilihat sebagai gambaran dari setiap kemungkinan jumlah tenaga kerja dengan tingkat upah maksimum dimana pihak majikan bersedia mempekerjakan (Sudarsono 1990).

Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori Neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat

mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha

hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Dalam menentukan fungsi permintaan satu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada:

1. Perkiraan tambahan hasil (output) yang diperoleh sehubungan dengan penambahan seorang karyawan. Tambahan hasil tersebut dinamakan

tambahan hasil marjinal (marginal physical product) dari tenaga kerja

(MPPL),

2. Perhitungan jumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan hasil

tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marginal

revenue (MR). Jadi MR sama dengan nilai dari MPPL, yaitu besarnya

MPPL dikalikan dengan harga per unit (P), sehingga MR = VMPPL =

MPPL.P dimana MR adalah marginal revenue. MPPL adalah marginal

physical product of labor, VMPPL adalah value marginal physical product of labor, dan P adalah harga jual barang yang diproduksi per unit. 3. Pengusaha akan membandingkan MR dengann biaya mempekerjakan

(33)

Permintaan tenaga diturunkan dari fungsi produksi yang merupakan fungsi dari tenaga kerja (L) dan modal (K) yang dirumuskan sebagai berikut:

TP = f(L, K) (3.1)

dimana: TP = produksi total (output) L = tenaga kerja

K = modal

Teori Keseimbangan di Pasar Tenaga Kerja

Keseimbangan pasar tenaga kerja merupakan suatu posisi tertentu yang terbentuk oleh adanya interaksi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja pasar secara bersama menentukan suatu tingkat upah keseimbangan dan suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan (Bellante dan Jackson 1990). Hal serupa dikemukakan oleh Todaro (2003) bahwa

dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition) dengan produsen dan

konsumen yang atomistik yakni tidak ada satupun produsen dan konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan yang cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output produksi, maka tingkat penyerapan tenaga kerja dan harga (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan oleh segenap harga output dan faktor-faktor produksi (di luar faktor-faktor produksi tenaga kerja) dalam suatu perekonomian melalui perimbangan permintaan dan penawaran.

Dari sisi permintaan, produsen meminta lebih banyak tenaga kerja sepanjang

nilai produk marjinal (marginal product) yang akan dihasilkan oleh pertambahan

satu unit tenaga kerja tidak melebihi biayanya (tingkat upah). Tingkat upah yang semakin tinggi akan mengakibatkan turunnya permintaan tenaga kerja. Sedangkan dari sisi penawaran, produsen tenaga kerja (pekerja) akan meningkatkan penawarannya apabila tingkat upah mengalami kenaikan. Keseimbangan tenaga kerja tercapai pada saat jumlah tenaga kerja yang akan ditawarkan oleh individu sama besarnya dengan yang diminta oleh pengusaha yaitu pada tingkat upah ekuilibrium (equilibirum wage rate). Pada tingkat upah yang lebih tinggi, penawaran tenaga kerja melebihi permintaan sehingga persaingan diantara individu dalam rangka memperebutkan pekerjaan akan mendorong turunnya tingkat upah mendekati atau tepat ke titik keseimbangan. Sebaliknya pada tingkat upah yang lebih rendah, jumlah yang akan diminta oleh para produsen dengan sendirinya akan melebihi kuantitas penawaran yang ada sehingga terjadi persaingan diantara para pengusaha atau produsen dalam memperebutkan tenaga kerja sehingga hal tersebut akan mendorong kenaikan tingkat upah mendekati atau tepat ke titik ekuilibrium. Secara definitif,

terjadi kesempatan kerja atau penyerapan tenaga kerja secara penuh (full

employment), artinya pada tingkat upah ekuilibrium tersebut semua orang yang menginginkan pekerjaan akan memperoleh pekerjaan, sehingga sama sekali tidak akan terdapat pengangguran, kecuali pengangguran secara sukarela.

Hubungan Produk Domestik Regional Bruto, Investasi dan Tenaga Kerja

(34)

yang diproduksi di suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu tanpa melihat faktor kepemilikan. Salah satu model yang menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa (PDRB) suatu wilayah secara keseluruhan adalah Model Solow (Mankiw 2006).

Dalam model Solow, output bergantung pada persediaan modal dan tenaga kerja. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi mempunyai skala hasil konstan, maka fungsi produksinya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = F (K,L) (4.1)

dimana: Y = Output

K = Persediaan modal L = Tenaga kerja

Persediaan modal dipengaruhi oleh investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru yang dapat menambah persediaan modal, sedangkan depresiasi mengacu pada penggunaan modal, yang menyebabkan persediaan modal berkurang.

Perubahan persediaan modal = investasi - depresiasi

Δk = i – δk (4.2)

Dengan asumsi bahwa depresiasi=0 atau tidak ada depresiasi, maka Δk=i

atau perubahan persediaan modal=investasi. Karena investasi merupakan perubahan

persediaan modal (Δk) bukan persediaan modal (K) itu sendiri atau dengan kata lain pada kenyataanya data persediaan modal tidak tersedia, maka untuk menghitung output dengan model Solow digunakan data investasi PMDN dan PMA sebagai proksi dari persediaan modal (K).

Berdasarkan teori tersebut, maka nilai PDRB secara langsung dipengaruhi

oleh tingkat investasi yang merupakan Δ kapital (Δk) dan angkatan kerja yang

merupakan labor (L) dalam fungsi produksi.

Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada persediaan modal (K) dan angkatan kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut :

Y = Aeµt. Kα . L1-α (4.3)

Y = Produk Domestik Bruto

K = stok modal fisik dan modal manusia

L = tenaga kerja non terampil

A = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar

eµt = melambangkan tingkat kemajuan teknologi

α = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase

(35)

Tinjauan Empiris

Tinjauan studi dampak investasi baik swasta maupun pemerintah terhadap kinerja perekonomian adalah sebagai berikut: studi yang dilakukan oleh Machmud (2002) mengenai Analisis Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan dengan menggunakan model Rana Dowling. Dari hasil studi tersebut diketahui bahwa variabel Bantuan Pemerintah Pusat (BPP) dalam bentuk-bentuk program sektoral di Provinsi Sumatera Selatan, investasi swasta, tabungan daerah, ekspor daerah, pertumbuhan dan angkatan kerja mempunyai pengaruh positif dan nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, berdasarkan hasil estimasi fungsi tabungan dapat dilihat bahwa variabel bantuan pemerintah pusat, investasi swasta, dan ekspor daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan (nyata) terhadap tabungan daerah Sumatera Selatan.

Kemudian Astuti (2005) melakukan penelitian yang menghubungkan antara investasi sektor pertanian dengan perekonomian dan kemiskinan. Dengan judul Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian dan Upaya Pengurangan Kemiskinan di Indonesia, hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah (1) hasil simulasi kebijakan menunjukkan bahwa apabila terjadi penurunan investasi di sektor pertanian maka memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sebaliknya apabila terjadi kenaikan investasi di sektor pertanian akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian terutama terhadap peningkatan penerimaan pendapatan sektor produksi, peningkatan pendapatan neraca institusi penerimaan pemerintah, perusahaan dan rumah tangga, serta penerimaan balas jasa faktor produksi tenaga kerja dan modal dan (2) hasil analisis kemiskinan menunjukkan apabila investasi di sektor pertanian menurun maka akan berdampak terhadap kenaikan insiden kemiskinan pada setiap kelompok rumah tangga sebaliknya, peningkatan investasi di sektor pertanian akan berdampak terhadap penurunan insiden kemiskinan pada setiap kelompok rumah tangga. Kelompok rumah tangga dengan insiden kemiskinan tertinggi adalah kelompok rumahtangga pertanian yang berada di perdesaan yang memiliki lahan seluas 0.5-1 hektar.

Pentingnya investasi pemerintah dalam meningkatkan perekonomian Indonesia diteliti oleh Indrawati (2011) menggunakan dataset pengeluaran

pemerintah daerah dan data panel (First-difference Generalized Method of

(36)

Studi yang dilakukan oleh Kim (1997) tentang peranan sektor publik lokal terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Korea tahun 1990-1991 menunjukkan hasil yang signifikan. Investasi dan konsumsi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Model Kim diturunkan dari model pertumbuhan regional dengan n sektor dalam suatu wilayah.

Selain itu terdapat penelitian yang dilakukan oleh Sjafii (2009) mengenai Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi Pembangunan Manusia. Peneliti mengemukakan bahwa nilai tambah masing-masing sektor dipengaruhi oleh investasi pemerintah dalam infrastruktur serta pengeluaran pemerintah daerah untuk jasa-jasa tertentu. Dengan demikian, output untuk masing-masing sektor merupakan fungsi dari aktivitas pemerintah ditambah input swasta yang berupa modal dan tenaga kerja. Variabel G dimasukkan dalam semua sektor yang memungkinkan memperluas pengaruh aktivitas pemerintah daerah. Sebagai tambahan, pengaruh modal pemerintah dapat tercermin dari barang publik lokal untuk masing-masing fungsi produksi dan mungkin berbeda dari modal swasta.

Ikhsan dan Basri (1991) menunjukkan bahwa hasil secara signifikan pengeluaran investasi pemerintah berpengaruh terhadap perubahan investasi swasta. Perlu diketahui, kedua hubungan tersebut bersifat komplementer daripada substitusi. Artinya, aktivitas pada sektor pemerintah mendapat respon positif dari sektor swasta. Penelitian lain yang menggunakan data panel dilakukan oleh Solihin (2002); Afiatno (2005). Pada penelitian itu dikaji perananan sektor publik terhadap pertumbuhan 37 daerah di Jawa Timur. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa secara signifikan pengeluaran investasi yang dilakukan oleh pemerintah lokal mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan masing-masing daerah.

Paper berjudul Pengaruh Tenaga Kerja dan Investasi di Sektor Pertanian terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 yang disusun oleh Masru’ah dan Soejoto (2011) menggunakan analisis regresi berganda data

time series 2002 sampai 2011. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel tenaga kerja di sektor pertanian tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian. Variabel investasi di sektor pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan sektor pertanian.

Dahmardeh et al. (2010) melakukan penelitian di Iran berjudul Determination

of factors affecting investment in agricultural sector of Iran. Dengan menggunakan analisis regresi berganda, disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi investasi sektor pertanian di Iran adalah variabel pendapatan pemerintah dari minyak dan variable ekspansi moneter yang berpengaruh positif terhadap investasi pertanian. Sedangkan variabel nilai tambah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap investasi pertanian.

Selanjutnya Abriningrum et al. (2012) melakukan penelitian mengenai

Gambar

Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor (dalam persen) periode
Gambar 13 Perkembangan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun 2007-
Tabel 1  Rata-rata pertumbuhan PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-
Tabel 2  Rata-rata pangsa PDB menurut sektor (dalam persen) periode 1961-2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran yang ingin diwujudkan adalah meningkatnya kualitas birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam mendukung peningkatan daya saing dan kinerja

Memenuhi Terdapat Dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (RKUPHHK-HA) Untuk Jangka Waktu 10 (Sepuluh) Tahun Periode 2011 – 2020 sesuai dengan

  Sistem Informasi merupakan sekumpulan komponen yang saling bekerja sama untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan

Dapat dilihat bahwa angka porositas terbesar terletak pada spesimen B yang merupakan hasil pengecoran dari almuniun yang menggunakan media pasir cetak dengan campuran pasir

Prosedur atau mekanisme pelayanan surat izin usaha perdagangan, pertama-tama masyarakat datang ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, pemohon langsung keloket

9 Setiap orang yang telah menjadi anak Allah, tidak berbuat dosa lagi, sebab hidup baru yang diberikan Allah kepadanya, ada di dalam dia.. Ia tidak dapat terus berbuat dosa sebab

memiliki daerah persebaran paling terbatas dibandingkan jenis-jenis pandan lainnya, merupakan jenis pandan liar yang hanya ditemukan di satu kawasan pesisir di Kabupaten Malang,

Dr.dr.Amira Permatasari Tarigan,MKed(Paru),Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan,