• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan bandpass filter dan Automatic Gain Control (AGC) pada data seismik laut (2D) di Laut Flores

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan bandpass filter dan Automatic Gain Control (AGC) pada data seismik laut (2D) di Laut Flores"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

PENERAPAN

BANDPASS FILTER

DAN

AUTOMATIC GAIN

CONTROL

(AGC) PADA DATA SEISMIK LAUT (2D)

DI LAUT FLORES

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Bandpass filter dan Automati Gain Control pada seismik laut (2D) di Laut Flores adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

(4)

ABSTRAK

R. AHMAD AZHAR WASITO ADI. Penerapan Bandpass filter dan Automati Gain Control pada seismik laut (2D) di Laut Flores. Dibimbing oleh HENRY M MANIK dan CATUR PURWANTO

Metode seismik sering digunakan untuk mengetahui geologi dasar laut dalam kegiatan eksplorasi laut. Penelitian ini bertujuan menghasilkan penampang seismik resolusi tinggi untuk memudahkan proses interpretasi data seismik, menganalisis jenis sedimen dasar laut dan menghitung nilai koefisien refleksi sedimen. Penelitian ini menggunakan data lintasan 5, 8, dan 10 di Laut Flores berekstensi SEG-Y. Metode pengolahan data yang digunakan yaitu bandpass filter dan Automatic Gain Control (AGC). Frekuensi bandpass filter didapat setelah dilakukan proses FFT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penampang seismik dengan frekuensi bandpass filter 45-60 Hz dan AGC 1000 menunjukan hasil yang paling jelas sehingga mudah diinterpretasikan. Koefisien refleksi sedimen stasiun 1 yaitu 0.2462 dan stasiun 4 bernilai 0.1936. Stasiun 5 dan 6 memiliki sedimen yang homogen berupa lumpur sehingga koefisien refleksinya bernilai 0. Ketebalan minimal yang dapat ditembus gelombang seismik dengan frekuensi 40 Hz adalah 9.2812 m sedangkan frekuensi 50 Hz adalah 8.6250 m. Echo yang terbentuk yaitu distinct echoes dengan tipe IB.

Kata kunci: Seismik, Bandpass filter, Automatic Gain Control, Echo character

ABSTRACT

R. AHMAD AZHAR WASITO ADI. Application of Bandpass filter and Automatic Gain Control For Sea Seismic (2D) in Flores Sea. Supervised by HENRY M MANIK dan CATUR PURWANTO

Seismic methods are often used to figure out geology of the sea floor for sea exploration activities. This research aims to produce high resolution seismic section to facilitate interpretation of seismic data, analyze types of sea floor sediments and calculate coefficient value of reflection sediments. This research used data path 5, 8, and 10 in the Flores Sea with SEG-Y extention. Data processing method used bandpass filters and Automatic Gain Control (AGC). Bandpass filter frequency is obtained after FFT processing. The research results that seismic cross section with frequency of 45-60 Hz and AGC 1000 showed the most obvious results making it easy for interpretation. Sediment reflection coefficient station 1 is 0.2462 and station 4 is 0.1936. Stations 5 and 6 has homogeneous sediment which is clay, so that reflection coefficient is 0. Minimum thickness that can be penettrated by seismic wave with frequency of 40 Hz is 9.2812 m and frequensi of 50 Hz is 8.6250 m. Echo character is formed distinct echoes with type IB.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

R. AHMAD AZHAR WASITO ADI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

PENERAPAN

BANDPASS FILTER

DAN

AUTOMATIC GAIN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penerapan bandpass filter dan Automatic Gain Control (AGC) pada data seismik laut (2D) di Laut Flores

Nama : R. Ahmad Azhar Wasito Adi NIM : C54100032

Disetujui oleh

Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T Pembimbing I

Ir. Catur Purwanto, MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat selesai. Karya ilmiah yang berjudul Penerapan Bandpass filter dan Automati Gain Control pada seismik laut (2D) di Laut Flores diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Henry M. Manik, S.Pi, M.T selaku dosen pembimbing utama dan Ir. Catur Purwanto, MT selaku dosen pembimbing anggota, serta Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen penguji tamu. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada ibu, ayah dan adik atas doa dan dukungannya, serta teman-teman ITK 47 yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

Bandpass filter dan AGC Lintasan 8 ... 5

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz AGC 500 ... 6

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz AGC 750 ... 9

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz AGC 1000 ... 10

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz AGC 500 ... 12

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz AGC 750 ... 13

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz AGC 1000 ... 15

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz AGC 500 ... 16

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz AGC 750 ... 18

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz AGC 1000 ... 19

Resolusi Vertikal dan Koefisien Refleksi ... 21

Karakteristik Echo Sedimen Dasar Perairan ... 23

SIMPULAN ... 24

SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 27

(10)

DAFTAR TABEL

1. Frekunsi bandpass filter dan gain yang digunakan dalam pengolahan data

seismik...3

2. Hubungan frekuensi dominan, kecepatan seismik dalam medium dan resolusi vertikal...21

3. Massa jenis, kecepatan suara, impedansi akustik, dan koefisien refleksi masing-masing jenis sedimen...22

DAFTAR GAMBAR

1. Peta daerah penelitian dan titik sampel coring... 2

2. Diagram alir pengolahan data...4

3. Penampang seismik lintasan 8 tanpa bandpass filter... 6

4. Grafik hubungan waktu dan amplitudo trace 636... 7

5. Penampang seismik dengan bandpass filter 15-30 Hz dan AGC 500 pada trace 636...8

6. Penampang seismik dengan bandpass filter 15-30 Hz dan AGC 750 pada trace 636...9

7. Penampang seismik dengan bandpass filter 15-30 Hz dan AGC 1000 pada trace 636...11

8. Penampang seismik dengan bandpass filter 30-45 Hz dan AGC 500 pada trace 636...12

9. Penampang seismik dengan bandpass filter 30-45 Hz dan AGC 750 pada trace 636...14

10. Penampang seismik dengan bandpass filter 30-45 Hz dan AGC 1000 pada trace 636...15

11. Penampang seismik dengan bandpass filter 45-60 Hz dan AGC 500 pada trace 636...17

12. Penampang seismik dengan bandpass filter 45-60 Hz dan AGC 500 pada trace 636...18

13. Penampang seismik dengan bandpass filter 45-60 Hz dan AGC 500 pada trace 636...20

14. Echo charactersub- bottom perairan... 24

DAFTAR LAMPIRAN

1. Contoh perhitungan impedansi akustik dan koefisien refleksi...28

2. Sintax matlab grafik hubungan waktu dan amplitufo...28

3. Sintax matlab grafik FFT...28

4. Litologi corring sedimen...29

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang semakin berkembang menyebabkan kegiatan eksplorasi semakin meningkat, khususnya eksplorasi laut. Eksplorasi laut biasanya dilakukan untuk mencari kandungan minyak dan gas bumi yang tersimpan didalamnya. Gambaran bentuk geologi dasar laut secara jelas sangat dibutuhkan dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas. Hal ini digunakan untuk mengetahui letak sumber migas tersebut. Metode yang sering digunakan dalam kegiatan eksplorasi laut khususnya minyak dan gas yaitu metode seismik. Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang menggunakan gelombang mekanik atau elastik sebagai sumber yang menjalar ke dalam bumi (Tristiyoherni et al. 2010).

Tujuan utama dari pengukuran seismik adalah untuk memperoleh rekaman yang berkualitas baik. Kualitas rekaman seismik dapat dinilai dari perbandingan sinyal refleksi terhadap sinyal noise (S/N) yaitu perbandingan antara banyaknya sinyal refleksi yang direkam dibandingkan dengan sinyal noisenya dan keakuratan pengukuran waktu tempuh (Hasanudin 2005). Menurut Kruk (2002) tujuan dari pengolahan data seismik yaitu untuk memperoleh gambaran yang mewakili lapisan di bawah permukaan bumi.

Gelombang seismik yang dikirim akan menjalar ke dalam bumi sedangkan energi pantulan dari dasar permukaan ditangkap oleh hidrofon. Gelombang yang tertangkap tersebut mengandung informasi tentang keadaan batuan di bawah permukaan (Listiyani et al. 2006). Perbedaan echo sub-bottom dapat disebabkan karena sedimen penyusun dasar perairan. Karakteristik echo dapat digunakan dalam menentukan keberadaan minyak dan gas di laut.

Penampang seismik yang jelas dan berosulusi tinggi diperlukan pada proses interpretasi agar tidak salah dalam mendeskripsikan geologi dasar laut. Metode yang dipilih untuk meningkatkan resolusi penampang seismik dalam penelitian ini adalah bandpass filter dan automatic gain control (AGC). Frekuensi filtering dapat berupa band-pass, hight-pass, dan low-pass. Metode bandpass filter ini sering digunakan dalam pengolahan data seismik karena data seismik lebih sering terkena noice berfrekuensi rendah seperti ground roll dan berfrekuensi tinggi (Abdullah 2007). Energi suara yang merambat pada air akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya kedalaman maka perlu dilakukan pemulihan kembali energi suara yang telah hilang. Proses ini dikenal dengan Automatic Gain Control (AGC). Penggunaan band pass filter dan AGC pada perangkat lunak pengolahan data diharapkan dapat menghasikan penampang seismik yang lebih jelas dan resolusi tinggi.

Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan penampang seismik resolusi tinggi dengan menggunakan metode bandpass filter dan automatic gain control untuk mempermudah proses interpretasi.

(12)

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga April 2014. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Akustik Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB dan Laboratorium Seismik Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bandung, Jawa Barat. Lokasi kajian penelitian ini berada di Laut Flores. Akuisisi data seismik dilakukan oleh P3GL pada Mei 2012 sebanyak 20 lintasan tetapi penelitian ini hanya menggunakan 3 lintasan yaitu Lintasan 5, 8, dan 10. Pemilihan lintasan ini dikarenakan pada lintasan tersebut terdapat titik pengambilan sedimen sehingga dapat dihitung nilai koefisien refleksinya. Peta lintasan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta daerah penelitian

Bahan

Bahan penelitian ini adalah data hasil akuisisi dalam bentuk soft file yang dilakukan oleh P3GL Bandung pada bulan Mei 2012. Data yang digunakan dalam penelitian berekstensi SEG-Y dan terdiri dari Lintasan 5,8, dan 10.

Alat

(13)

3

Analisis Data Seismik

Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai impedansi, koefisien refleksi, dan resolusi vertikal. Nilai impedansi (Z), koefisien refleksi(R), dan resolusi vertikal (T) secara berurutan dapat dihitung dengan persamaan (1), (2),

Keterangan: Z1 adalah impedansi akustik 1, Z2 impedansi akustik 2, ρ adalah masa

jenis (kg/m3) dan c adalah kecepatan suara (m/s). Nilai ρ dan c dari masing-masing jenis sedimen mengacu pada Lurton (2002). T adalah batas ketebalan minimal yang mampu ditembus oleh gelombang seismik (m), v adalah kecepatan gelombang pada medium (m/s), dan f adalah frekuensi (Hz).

Impedansi akustik yaitu kemampuan batuan untuk dapat dilewati oleh gelombang akustik. Parameter ini dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kekerasan suatu batuan (Sukmono 1999). Batuan yang keras akan lebih mudah dilalui oleh gelombang akustik. Nilai impedansi akustik yang dimaksud adalah adalah kecepatan dan massa jenis batuan penyusun perlapisan bumi (Priyono 2002). Resolusi vertikal digunakan untuk mengetahui ketebalan minimal lapisan yang dapat ditembus oleh gelombang seismik.

Pengolahan Data Seismik

Nilai frekuensi bandpass filter dan automatic gain control (AGC) yang digunakan pada pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 1. Diagram alir pengolahan data seismik dapat dilihat pada Gambar 2

Tabel 1. Frekunsi bandpass filter dan AGCyang digunakan dalam pengolahan

data seismik

Trace Frekuensi bandpass filter (Hz) Nilai AGC

(14)

4

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data seismik

Mulai Input data SEG-Y

Pilih salah satu Trace dan simpan * trace samples trace file

Buka di Microsoft Excel, pilih waktu dan amplitudo. Simpan

dengan formar *txt

Buat plot grafik waktu dan amplitudo pada software

pengolahan data seimik

Lakukan proses Fast Foourier Transform dasar perairan

Menentuan nilai frekuensi dari hasil Fast Foourier Transform

Melakukan bandpass filter dan memasukan nilai AGC

Menganalisis tampilan penampang seismik

Selesai Menghitung koefisien

refleksi dan resolusi vertikal

(15)

5 Pengolahan data seismik pada penelitian ini menggunakan seperangkat komputer yang telah terintegrasi dengan beberapa perangkat lunak yang mendukung dalam pengolahan data seismik laut. Data SEG-Y dibuka dalam perangkat lunak pengolahan datauntuk melihat penampang seismik.

Tahap selanjutnya yaitu memilih trace yang akan dianalisis dan simpan trace tersebut dalam fomat *trace samples text file. Trace adalah data seismik yang terekam oleh satu hidrofon. Pemilihan trace pada penampang seismik didasarkan pada bentuk geologi dasar laut. File tersebut dibuka pada Microsoft Excel untuk dipilih waktu dan amplitudo kemudian simpan file dengan format *.txt. Data tersebut dibuka pada perangkat lunak pengolahan data seismik untuk dilakukan pembuatan grafik hubungan waktu (ms) dan amplitudo (mV). Langkah selanjutnya yaitu memotong bagian dasar perairan untuk dilakukan proses Fast Foourier Transform (FFT). Dasar perairan dapat ditunjukkan dengan nilai amplitudo yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan waktu dan amplitudo. FFT yaitu metode matematika yang berfungsi mengubah waktu menjadi domain frekuensi. Prinsip FFT yakni sinyal hasil penyamplingan dibagi menjadi beberapa bagian yang kemudian masing-masing bagian diselesaikan dengan algoritma yang sama dan hasilnya dikumpulkan kembali (Riyanto et al. 2009). Grafik FFT yang terbentuk akan mengandung informasi nilai frekuensi dan spektrum amplitudo. Nilai frekuensi ini yang nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam proses bandpass filter pada perangkat lunak pengolahan data seismik. Menurut Yilmas (1987) frekuensi seismik berkisar antara 10-70 Hz dengan frekuensi dominan 30 Hz namun belum diketahui rentang frekuensi yang dapat menghasilkan penampang seismik resolusi tinggi. Oleh karena itu pengolahan dilakukan dengan menggunakan berbagai frekuensi. Nilai AGC yang digunakan berdasarkan pengolahan data seismik yang telah dilakukan sebelumnya.

Pengolahan data dilakukan pada trace 636 dengan nilai frekuensi bandpass filter dan AGC yang berbeda-beda. Perbedaan nilai frekuensi bandpass filter dan AGC bertujuan untuk membedakan penampang seismik yang dihasilkan. Melalui perbedaan ini, dapat disimpulkan frekuensi bandpass filter dan AGC untuk menghasilkan suatu penampang seismik dengan resolusi tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BandPass Filter dan AGC Lintasan 8

Akuisisi data seismik yang dilakukan pada lintasan 8 memiliki panjang sebesar 219 km. Pengolahan data dilakukan pada trace 636 dengan berbagai ulangan dan perlakuan. Pemilihan trace didasarkan pada bentuk morfologi bawah permukaan.

(16)

6

Gambar 3. Penampang seismik lintasan 8 tanpa bandpassfilter

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz dan AGC 500

Penggunaan bandpass filter yang pertama pada trace 636 menggunakan frekuensi 15-30 Hz dan AGC 500. Melalui proses filtering ini diharapkan dapat menghasilkan penampang seismik dengan resolusi tinggi, sehingga gambaran bentuk dasar permukaan dapat terlihat jelas. Nilai amplitudo pada kedalaman 204 m cukup kuat yakni sebesar 2.5 mV (Gambar 4a). Kuatnya nilai amplitudo ini bukan mencerminkan dasar perairan. Nilai tersebut diduga berasal dari ledakan airgun. Gambar 4a menunjukan bahwa pada kedalaman lebih dari 204 m atau 272 ms, nilai amplitudo mulai menurun hingga mendekati 0.

Kedalaman atau dasar perairan pada trace 636 berkisar 1736 ms atau 1302 m. Nilai amplitudo pada kedalaman tersebut bernilai 5 mV. Nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 9b. Nilai amplitudo yang cukup tinggi dikarenakan energi reflektivitas (pantulan) dari objek yang terkena gelombang suara cukup besar. Menurut Abdullah (2007), nilai reflektivitas akan berbanding lurus dengan amplitudo gelombang seismik refleksi. Relektivitas yaitu kontras impedansi akustik pada batas lapisan batuan sedimen yang satu dengan batuan sedimen yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi nilai reflektivitas yaitu sudut datang gelombang atau jarak dari sumber ke penerima.

(17)

7 sudut datang gelombang akustik pada bidang pantul, atenuasi gelombang akustik oleh sedimen, kehilangan energi akustik yang disebabkan oleh penyebarannya ke segala arah, dan kehilangan energi akustik yang disebabkan karena penyebarannya oleh bidang reflektor yang permukaannya tidak teratur.

Proses filtering dan pemberian nilai gain berpengaruh terhadap kualitas gambar penampang seismik yang dihasilkan. Meskipun gambar yang dihasilkan belum terlihat jelas tetapi noise yang terekam oleh hidropon sudah semakin halus. Batas multiple dan kedalaman maksimal yang mampu ditembus gelombang seismik juga belum terlihat jelas. Oleh karena itu peningkatan nilai frekuensi bandpass filter masih diperlukan untuk menghasilkan penampang sesmik yang lebih jelas. Penampang seismik hasil pengolahan data trace 636 dengan frekuensi 15-30 dan AGC 500 dapat dilihat pada Gambar 5.

(a)

(b)

(18)

8

(19)

9

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz dan AGC 750

Pengolahan data seismik kali ini menggunakan frekuensi 15-30 Hz dan AGC 750. Peningkatan nilai filter pada pengolahan ini belum dilakukan, tetapi nilai gain ditingkatkan dari 500 menjadi 750. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai gain terhadap penampang seismik yang dihasilkan nantinya.

Penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 6 tidak terdapat perbedaan yang sangat jelas dengan penampang seismik pada Gambar 5. Batas sedimen yang terdeteksi gelombang seismik dan multiple masih sulit untuk dideteksi. Multiple yaitu pengulangan refleksi akibat terperangkapnya gelombang seismik dalam air laut atau lapisan batuan lunak (Abdullah 2007). Penampang seismik yang dihasilkan melalui pengolahan data dengan peningkatan nilai gain menunjukan noise yang berasal dari kolom air semakin halus (Gambar 6). Noise yang berasal dari kolom dasar perairan pada Gambar 6 masih cukup tebal seperti yang terjadi pada Gambar 5. Hal ini akan menyulitkan interpreter dalam menginterpretasikan bentuk-bentuk geologi bawah permukaan. Selain itu resiko kesalahan dalam menginterpretasi bentuk geologi bawah permukaan juga semakin tinggi. Oleh karena itu penampang yang terbentuk pada Gambar 6 tidak dianjurkan digunakan dalam proses interpretasi data seismik. Peningkatan kualitas penampang seismik dengan resolusi tinggi masih diperlukan untuk mempermudah proses dalam interpretasi bentuk geologi bawah permukaan.

(20)

10

Trace 636 frekuensi 15-30 Hz dan AGC 1000

Peningkatan nilai bandpass filter belum dilakukan pada pengolahan data saat ini, namu nilai Automatic Gain Control yang digunakan pada pengolahan data dinaikan menjadi 1000 yang sebelumnya bernilai 750. Peningkatan nilai bandpass filter belum dilakukan karena pada pengolahan data saat ini hanya melihat pengaruh nilai gain terhadap penampang seismik yang dihasilkan.

Hasil pengolahan data seismik dengan bandpass filter 15-30 Hz dan AGC 1000 menunjukan hasil yang lebih jelas dibandingkan dengan penampang sebelumnya (Gambar 7). Kedalam maksimal dari permukaan dasar perairan yang mampu ditembus gelombang seismik juga sudah terlihat jelas. Noise yang berasal dari kolom air juga sudah halus dibandingkan penampang seismik sebelumnya yang hanya menggunakan nilai gain 750. Penampang seismik pada Gambar 7 juga menunjukan bahwa noise yang berasal dari kolom dasar perairan juga terlihat semakin halus. Menurut Lurton (2002) noise dapat dibagai menjadi 4 kategori yaitu ambient noise, self noise, gema, dan acoustic interference. Ambient noise yaitu jenis noise yang berasal dari luar sistem atau berasal dari alam. Noise ini dapat disebabkan karena hujan, gelombang, dan aktivitas manusia. Self noise yaitu jenis noise yang disebabkan dari dalam sistem, seperti gangguan listrik yang terjadi pada sumber seismik (air gun) saat akuisisi data. Gema adalah jenis noise sistem sonar aktif saja, sedangkan acoustic interference adalah jenis noise yang dihasilkan dari sistem akustik lain yang beroperasi di sekitar lokasi pengambilan data seismik.

(21)

11

(22)

12

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz dan AGC 500

Frekuensi bandpass filter yang digunakan untuk pengolahan data pada trace 636 adalah 30-45 Hz. Peningkatan nilai frekuensi bandpass filter digunakan untuk melihat pengaruh terhadap penampang seismik yang dihasilkan nantinya. Nilai AGC yang digunakan pada pengolaha data yaitu 500.

Penampang seismik pada Gambar 8 menunjukan hasil yang cukup jelas dibandingkan pada Gambar 5. Penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 5 menunjukan noise yang sangat tebal dari kolom air dan kolom dasar perairan. Selain itu juga multiple dan kedalaman maksimal dari permukaan dasar perairan yang mampu ditembus gelombang juga terlihat tidak jelas. Hal ini dapat menyulitkan interpreter dalam mendeskripsikan bentuk geologi bawah permukaan. Pada Gambar 8 noise yang berasal dari kolom air dan kolom dasar perairan sudah lebih halus dibandingkan noise yang terbentuk pada Gambar 5. Selain itu juga peristiwa multiple pada penampang seismik Gambar 8 sudah terlihat jelas. Batas kolom air dan permukaan dasar perairan juga terlihat jelas.

Menurut Yilmas (1987) frekuensi seismik berkisar antara 10-70 Hz dengan frekuensi dominan 30 Hz. Melalui kedua penampang seismik yang dihasilkan (Gambar 5 dan 8) maka dapat dijelaskan bahwa nilai frekuensi bandpass filter yang digunakan saat pengolahan data seismik juga berpengaruh terhadap kualitas penampang seismik yang dihasilkan. Hal ini dapat dibuktikan melalui penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 8. Peningkatan nilai frekuensi bandpass filter akan menghasilkan suatu penampang seismik yang lebih jelas.

(23)

13

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz dan AGC 750

Nilai filtering yang digunakan untuk pengolahan data seimik pada trace ini adalah 30-45 Hz dan AGC 750. Peningkatan gain diharapkan dapat memberikan gambaran dasar permukaan secara jelas sehingga mempermudah proses interpretasi. Hasil penampang seismik dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan Gambar 8. Penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 9 melihatkan bahwa noise kolom air lebih halus bahkan sedikit dapat dihilangkan daripada Gambar 8. Selain itu juga noise dari kolom dasar perairan dan peristiwa multiple sudah dapat dihaluskan. Melalui perbedaan dari penampang seismik yang dihasilkan Gambar 8 dan 9 menunjukan bahwa semakin tinggi nilai Automatic Gain Control yang digunakan saat pengolahan data seismik maka penampang seismik yang dihasilkan juga akan lebih jelas. Nilai AGC ini sendiri didasarkan pada kekuatan gelombang seismik yang menembus dasar perairan. Apabila sinyal seismik lemah maka nilai AGC yang digunakan saat pengolahan data harus tinggi agar penampang seismik yang dihasilkan beresolusi tinggi.

Penampang seismik pada Gambar 6 mempunyai nilai AGC yang sama dengan penampang seismik Gambar 9 namun frekuensi bandass filter yang digunakan berbeda. Apabila dibandingkan dengan Gambar 6, penampang seismik yang dihasilkan Gambar 9 menunjukan hasil yang lebih jelas. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi frekuensi bandpass filter yang digunakan saat pengolahan data maka penampang seismik yang dihasilkan akan semakin jelas.

(24)

14

(25)

15

Trace 636 frekuensi 30-45 Hz dan AGC 1000

Peningkatan nilai bandpass filter belum dilakukan pada pengolahan data saat ini, namun nilai Automatic Gain Control yang digunakan pada pengolahan data dinaikan menjadi 1000 yang sebelumnya bernilai 750. Peningkatan nilai bandpass filter belum dilakukan karena pada pengolahan data saat ini hanya melihat pengaruh nilai gain terhadap penampang seismik yang dihasilkan.

Gambar 10 merupakan hasil pengolahan data seismik dengan frekuensi 30-45 Hz dan AGC 1000. Bentuk-bentuk geologi dasar permukaan pada penampang ini sudah terlihat jelas (Gambar 10). Perbedaan yang dapat dilihat dari penampang seismik yang dihasilkan Gambar 9 adalah noise yang berasal dari kolom air dan kolom dasar perairan. Selain itu energi dari peristiwa multiple juga semakin halus. Pengolahan data pada Gambar 9 dan Gambar 10 menggunakan frekuensi bandpass filter yang sama tetapi nilai gain yang digunakan berbeda. Peningkatan nilai gain juga berpengaruh terhadap resolusi penampang seismik yang dihasilkan. Pada pengolahan data seismik gain berfungsi untuk mengurangi atau memperkuat sinyal yang masuk agar tetap berada pada tingkat sinyal yang diinginkan (Veeken 2007). Hal ini dikarenakan sinyal yang diterima hidrofon meliputi sinyal refleksi, refraksi, ground roll, noice, serta segala objek yang memiliki amplitudo bervariasi (Asparini et al. 2011).

Pengolahan data yang dilakukan pada Gambar 10 menggunakan nilai AGC yang sama dengan penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 7. Penampang seismik yang dihasilkan dari dua Gambar tersebut menunjukan hasil yang berbeda. Gambar 10 menunjukan hasil penampang seismik yang lebih jelas daripada Gambar 7. Sehingga dapat disimpulkan perbedaan frekuensi bandpass filter yang digunakan saat pengolahan data menyebabkan perbedaan kualitas penampang seismik yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai bandpass filter maka penampang seismik yang dihasilkan akan semakin jelas.

(26)

16

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz dan AGC 500

Pengolahan data seismik yang dilakukan pada trace 636 menggunakan nilai frekuensi bandpass filter 45-60 Hz. Peningkatan nilai bandpass filter dari 30-45 Hz menjadi 45-60 Hz bertujuan untuk melihat pengaruh nilai frekuensi pada penampang seismik yang dihasilkan nantinya. Automatic Gain Control yang digunakan pada saat pengolahan ini sebesar 50. Penampang seismik hasil pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukan bahwa penampang seismik yang dihasilkan sudah terlihat jelas bentuk geologi bawah permukaan. Terdapat beberapa perbedaan penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 11 dengan Gambar 10. Noise yang berasal dari kolom air pada Gambar 11 terlihat lebih tipis dibandingkan dengan noise kolom air pada Gambar 10. Hal ini berbeda dengan noise yang berasal dari kolom dasar perairan. Noise kolom dasar perairan pada Gambar 10 lebih tipis dibandingkan pada Gambar 11. Noise yang tebal dari kolom dasar perairan dapat mengganggu pada proses interpretasi data seismik nantinya. Meskipun penampang seismik yang dihasilkan Gambar 11 sudah melihatkan batas kolom air dan permukaan dasar perairan secara jelas, namun peristiwa multiple belum terlihat jelas semuanya.

Melalui kedua perbedaan penampang seismik yang terbentuk (Gambar 10 dan 11) maka dapat disimpulkan bahwa nilai frekuensi bandpass filter dan gain yang digunakan saat pengolahan data berpengaruh terhadap penampang seismik yang dihasilkan. Peningkatan nilai gain masih diperlukan pada pengolahan data seismik untuk memperhalus noise yang berasal dari kolom air dan kolom dasar perairan. Selain itu juga untuk memperjelas batas-batas multiple yang terjadi sehingga nantinya dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan saat proses interpretasi data seismik.

(27)

17

(28)

18

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz dan AGC 750

Nilai frekuensi bandpass filter yang digunakan pada pengolahan kali ini sama dengan frekuensi yang dilakukan pada pengolahan sebelumnya, tetapi nilai Automatic Gain Control yang digunakan yaitu sebesar 750. Peningkatan nilai gain ini diharapkan dapat menghasilkan penampang seismik dengan resolusi tinggi. Selain itu juga multiple yang terjadi saat akuisisi data seismik dapat terlihat semuanya sehingga dapat meminimalisir kesalahan saat proses interpretasi data seismik. Penampang seismik dengan bandpass filter 45-60 dan gain 750 dapat dilihat pada Gambar 12.

Apabila dibandingkan dengan Gambar 11, penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 12 terlihat lebih jelas. Noise dari kolom air dan kolom dasar perairan semakin halus atau bahkan dapat dihilangkan meskipun hanya sedikit. Multiple yang merupakan pengulangan gelombang refleksi akibat terperangkapnya gelombang seismik pada lapisan batuan juga sudah terlihat semuanya. Peningkatan nilai gain dari 500 menjadi 750 berpengaruh terhadap kualitas penampang seismik yang dihasilkan.

Penampang seismik pada Gambar 6, 9, dan 12 dihasilkan dari nilai AGC yang sama tetapi frekuensi bandpass filter yang digunakan pada ketiga penampang tersebut berbeda. Penampang pada Gambar 12 menunjukan hasil yang lebih bagus dibandingkan dengan Gambar 6 dan 12. Peningkatan nilai frekuensi bandpass filter berpengaruh terhadap kualitas penampang seismik yang dihasilkan. Gambar 9 dan 12 hampir menunjukan kualitas yang sama, namun pada Gambar 9 multiple belum terlihat semuanya, sedangkan pada Gambar 12 multiple mulai terlihat semuanya namun batas-batas multiple belum terlihat jelas. Oleh karena itu diperlukan peningkatan nilai AGC untuk memperjelas batas-batas multiple untuk mempermudah proses interpretasi data seismik.

(29)

19

Trace 636 frekuensi 45-60 Hz dan AGC 1000

Pengolahan data seismik yang terakhir yaitu dengan melakukan peningkatan nilai AGC dari 750 menjadi 1000. Peningkatan nilai gain ini diharapkan dapat memperjelas batas-batas semua multiple yang terjadi saat perekaman data seismik. Penampang seismik dengan bandpass filter 45-60 Hz dan AGC 1000 dapat dilihat pada Gambar 13.

Peningkatan nilai AGC sangat berpengaruh terhadap kualitas penampang seismik yang dihasilkan. Gambar 13 menunjukan bahwa batas-batas dari semua multiple yang terbentuk sudah terlihat jelas. Apabila dibandingkan dengan penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 12, penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 13 terlihat lebih jelas. Noise dari kolom air dan kolom dasar perairan pada Gambar 13 lebih terlihat halus bahkan sebagian sudah dapat dihilangkan.

Penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 7, 10, dan 13 menggunakan nilai AGC yang sama yaitu sebesar 1000 tetapi frekuensi bandpass filter yang digunakan saat pengolahan data berbeda-beda. Peningkatan nilai bandpass filter sangat berpengaruh terhadap penampang seismik yang dihasilkan. Penampang seismik yang dihasilkan pada Gambar 13 menunjukan hasil yang paling bagus dibandingkan penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 7 dan 10. Gambar 7 menunjukan hasil yang tidak jelas. Kedalaman maksimal yang mampu ditembus gelombang seismik dan multiple belum terlihat pada penampang seismik Gambar 7. Melalui peningkatan nilai bandpass filter yang dilakukan pada Gambar 10, penampang seismik yang dihasilkan semakin terlihat jelas. Noise dari kolom air dan kolom dasar perairan sudah dapat dihaluskan serta sebagian multiple juga mulai terlihat jelas meskipun multiple belum terlihat semuanya. Penampang seismik yang terbentuk pada Gambar 13 menujukan hasil yang sangat jelas. Multiple yang terjadi saat akuisisi data seismik juga sudah terlihat semuanya. Batas antara multiple dan dasar perairan yang mampu ditembus gelombang seismik juga sudah terlihat jelas bahkan terlihat lebih halus.

(30)

20

(31)

21

Resolusi Vertikal dan Koefisien Refleksi

Resolusi seismik adalah kemampuan untuk memisahkan 2 buah reflektor yang berdekatan. Resolusi vertikal didefinisikan dengan

¼

panjang gelombang seismik (Abdullah 2007). Frekuensi dominan gelombang akustik menurut Abdullah (2007) yaitu 20-50 Hz dan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Nilai resolusi vertikal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan frekuensi dominan, kecepatan seismik dalam medium, dan resolusi vertikal

Sumber : *Abdullah (2007) dan **Lurton (2002)

Resolusi vertikal (T) menunjukkan batas minimal ketebalan lapisan yang mampu ditembus oleh gelombang seismik (Abdullah 2007). Penggunaan frekuensi tinggi dapat mempengaruhi energi gelombang seismik saat perambatan ke suatu sedimen. Semakin tinggi frekuensi maka penetrasi dan energi gelombang seismik semakin kecil (Ramdhani et al. 2013). Hal ini dibuktikan pada Tabel 2, frekuensi 50 Hz hanya mampu menembus lapisan sebesar 8.625 m sedangkan frekuensi 40 Hz mampu menembus lapisan sebesar 9.2812 m.

Nilai impedansi dan koefisien refleksi dapat dilihat pada Tabel 3. Koefisien refleksi mencerminkan besarnya gelombang seismik yang dipantulkan kembali. Sylwester (1983) menyatakan bahwa kekuatan sinyal yang dipantulkan tergantung pada kontras impedansi akustik (R) di seluruh permukaan bidang pantul. Koefisien refleksi stasiun 1 dan 4 secara berturut-turut yaitu 0.2462 dan 0.1936. Hal ini berarti gelombang yang direfraksikan (diteruskan) oleh batuan sebesar 0.7538 dan 0.8064.

Impedansi akustik pada stasiun 5 dan 6 bernilai 1930500 kg/m2s. Stasiun 5 dan 6 memiliki sedimen yang homogen berupa lempung sehingga koefisien refleksi pada stasiun 5 dan 6 bernilai 0. Nilai koefisien refleksi mencerminkan besarnya sinyal yang diterima oleh hidrofon. Apabila koefisien refleksi bernilai 0 maka gelombang seismik hampir seluruhnya diteruskan oleh batuan atau sebesar impedansi akustiknya.

No Depth (m) f(Hz)* v (m/s)** T (m)

1 4006.5 40 1485 9.2812

2 3748.5 40 1485 9.2812

(32)

22

Tabel 3. Massa jenis, kecepatan suara, impedansi akustik, dan koefisien refleksi masing-masing jenis sedimen

Sumber : *P3GL (2012) dan **Lurton (2002)

Stasiun Posisi Tipe Sedimen * ρ (kg/m)** kecepatan suara

(m/s)** Z (kg/m

2

s) R

1 05055'31.56" LS - 122045'55.76" BT Lempung dan

pasir sangat halus 1300 dan 1900 1485 dan 1680

1930500 dan

3192000 0.2462

4 06017'17.28" LS - 122035'49.15" BT Pasir halus dan

lanau 1950 dan 1500 1725 dan 1515

3363750 dan

2272500 0.1936

5 06020'02.71" LS - 123000'35.76" BT Lempung 1300 1485 1930500 0

(33)

23

Karakteristik Echo Sedimen Dasar Perairan

Menurut Damuth dan Hayes (1977) terdapat dua tipe echo yang mencerminkan pantulan dasar perairan yaitu distinct echoes dan indistinct echoes. Distinct echoes terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe IA dan IB. Perbedaan antara kedua tipe echo tersebut didasarkan pada ada atau tidaknya reflektor dari sub-bottom perairan. Tipe IA merupakan tipe echo yang tidak terjadi pantulan dari sub-bottom perairan. Hal ini dikarenakan sedimen dasar perairan pada umumnya berupa batuan kompak dengan kerapatan yang tinggi sehingga gelombang suara yang mengenai dasar akan dipantulkan seluruhnya. Tipe IB merupakan tipe echo yang terjadi pantulan dari sub-bottom perairan. Pada umumnya sedimen yang terbentuk pada tipe IB berupa lumpur atau pasir halus (Damuth 1975). Oleh karena itu, gelombang suara yang mengenai dasar sebagian akan dipantulkan dan diteruskan hingga sub-bottom. Pantulan dari sub-bottom akan membentuk profil refleksi. Karakteristik echo dari sedimen dasar perairan dapat dilihat pada Gambar 18.

Karakteristik echo yang terbentuk pada Gambar 14 termasuk tipe IB. Hal ini dikarenakan adaya profil refleksi yang terbentuk pada penampang seismik. Sedimen dasar perairan Laut Flores yang berupa lumpur dan pasir halus menyebabkan sebagian gelombang suara diteruskan hingga lapisan sub-bottom. Pantulan dari sub-bottom inilah yang menyebabkan terbentuknya profil refleksi.

(34)

24

c d

Gambar 14. (a) Echo sub-bottom stasiun 1 (b) Echo sub-bottom stasiun 4 (c) Echo sub-bottom stasiun 5 (d) Echo sub-bottom stasiun 6

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

(35)

25

Saran

Pengolahan seismik multichannel dengan menggunakan ProMax lebih baik dilakukan untuk menghilangkan multiple. Data coring sedimen sebaiknya lebih dalam lagi agar echo character yang terbentuk pada penampang seismik dapat mewakili setiap sedimen yang ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. 2007. Ensiklopedia Seismik Online. [Terhubung Berkala] http://ensiklopediaseismik.com (Diunduh: 2 Maret 2014).

Asparini D, Manik HM, Susilohadi, Subarsyah. 2011. Penerapan Metode Stacking Pada Pengolahan Data Seismik Laut Untuk Mendukung Eksplorasi Migas Di Perairan Barat Aceh. Di dalam : Rahman M, Munadi S, Udiharto M, Suhardono E, Widarsono B, editor. Prosiding Konferensi Teknologi Minyak; 2011 November 14; Jakarta , Indonesia. Bandung (ID). hlm 273-277.

Bullen, K. E. 1959. An Introduction to The Theory of Seismology. University Press. Cambridge.

Damuth JE, Hayes DE. 1977. Echo Character Of The East Brazilian Continental

Margin And It’s Relationship To Sedimentary Processes. Marine Geology. 24(75):73-95.

Damuth JE. [1980]. Quaternary Sedimentation Proceses in the South China Basin as Revealed by Echo Character Mapping and Piston-Core Studies. Geophysical Monograph Series. 23(107):105-125.

Dewi K.T dan Darlan. 2008. Partikel Mikroskopis Dasar Laut Nusantara. Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta.

Listiyani F, Nurwidyanto MI, Yulianto G. 2006. Penentuan Kedalaman dan Ketebalan Akuifer Menggunakan Metode Seismik Bias (Studi Kasus Endapan Aluvial Daerah Sioux Park, Rapid Creak, South Dakota, United State of America). Berkala Fisika. 9(3): 109–113.

Garrison T. 2005. Oceanography: An Invitation to Marine Science 5ed. Thomson Learning. Inc. USA.

Hasanudin M. 2005. Teknologi Seismik Refleksi Untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi. Oseana. 30(4): 1–10.

Koesoemadinata R.P. 1980. Prinsip-Prinsip Sedimentasi. Intitut Teknologi Bandung. Bandung (ID).

Lurton, X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustic. Springer, Praxis. Chichester. UK.

Pipkin B.W. 1977. Laboratory Exercise in Oceanography. San Fransisco : W.H. Freeman and Company.

[PPPGL] Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut. 2012. Pemetaan Geologi dan Geofisika Bersistem Lembar Peta 2208 dan 2209 Laut Flores. Bandung.

(36)

26

Priyono, Awali, DR. 2002. Acquisition, Processing and Interpretation of Seismic Data. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung (ID).

Ramdhani H, Manik HM, Susilohadi. 2013. Deteksi Dan Karakterisasi Akustik Sedimen Dasar Laut Dengan Teknologi Seismik Dangkal Di Perairan Rambat, bangka Belitung. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 5(2): 441–452.

Riyanto S, Purwanto A, Supardi. 2009. Algoritma Fast Fourier Transform (FFT) Decimation In Time (DIT) Dengan Resolusi 1/10 Herzt. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta; 2009 Mei 2009; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID). hlm 223-231.

Selley. R.C. 1988. Applied Sedimentology. Academic Press. San Diego. Sukmono. S. 1999. Seismik Stratigrafi. Teknik Geofisika ITB. Bandung (ID). Susilowati. 2008. Penerapan Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada

Penelaahan Struktur Bagian Dalam Bumi. Universitas Sumatera Utara. Medan (ID).

Sylwester, R.E. 1983. Handbook of Geophysical Exploration Single Channel, High Resolution, Seismic Reflection Profiling: A Review of The Fundamentals And Instrumentation. CRC Press, Boca Raton, 122p.

Tristiyoherrni W, Mualimin, Utama W. 2010. Analisis Pre Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan Menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara. Intitut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Van Der Kruk. 2002. Reflection Seismic 1. Institut fur Geophysik ETH. Zurich (CH).

Veeken, P.C.H. 2007. Seismic Stratigraphy, Basin Analysis and Recervoir Characterisation. Elsevier. Amsterdam.

(37)

27

(38)

28

Lampiran 1. Contoh perhitungan impedansi akustik dan koefisien refleksi Z1 = ρ.c

Lampiran 2. Sintax matlab grafik hubungan waktu dan amplitudo figure(1)

(39)

29 Lampiran 4. Litologi corring sedimen

(a)corring stasiun 1 (b) corring stasiun 4 (c) corring stasiun 6 Lampiran 5. Akuisisi Data Seismik

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 28 Mei 1992 dari ayah yang bernama R. Ahmad Basyasy dan ibu Siti Aisyah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik penulis bernama R. Ahmad Wildan Dwi Bagaskoro.

Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Jombang pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ekologi Laut Tropis periode 2013-2014 dan Dasar-dasar Penginderaan Jarak Jauh 2013-2014. Penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Jombang Agriculture Community (JAC) IPB periode 2012-2013 sebagai wakil Ketua. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, seperti KONSURV 2012, Ketua Filtrip Biologi Laut 2012, Ketua Filtrip Teknik Deteksi Bawah Air 2013.

Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Gambar

Gambar 1. Peta daerah penelitian
Tabel 1. Frekunsi bandpass filter dan AGC yang digunakan dalam pengolahan
Gambar 2. Diagram alir pengolahan data seismik
Gambar 3. Penampang seismik lintasan 8 tanpa bandpassfilter
+7

Referensi

Dokumen terkait