• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Dekonvolusi Spiking Dan Dekonvolusi Prediktif Pada Data Seismik Multichannel 2d Di Laut Flores

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Dekonvolusi Spiking Dan Dekonvolusi Prediktif Pada Data Seismik Multichannel 2d Di Laut Flores"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN DEKONVOLUSI SPIKING DAN

DEKONVOLUSI PREDIKTIF PADA DATA SEISMIK

MULTICHANNEL 2D DI LAUT FLORES

ALFRIDA ROMAULI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Dekonvolusi Spiking dan Dekonvolusi Prediktif Pada Data Seismik Multichannel 2D di Laut Flores adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

ALFRIDA ROMAULI. Penerapan Dekonvolusi Spiking dan Dekonvolusi Prediktif pada Data Seismik Multichannel 2D di Laut Flores. Dibimbing oleh HENRY M MANIK dan SUBARSYAH.

Salah satu tujuan prosesing data seismik adalah untuk menghilangkan atau mengurangi noise dari reverberasi dan multiples serta mempertinggi rasio sinyal terhadap noise. Penelitian ini menggunakan data lintasan 16 di Laut Flores yang berekstensi SEG-Y. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2015 di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan penampang seismik hasil poststack migration dengan menggunakan dekonvolusi prediktif dan dekonvolusi spiking. Hasil yang didapat yaitu kedua dekonvolusi dapat meningkatkan rasio sinyal terhadap noise pada data namun dekonvolusi prediktif dapat memberikan hasil lebih baik dalam meningkatkan rasio sinyal terhadap noise. Penampang migrasi dengan menggunakan dekonvolusi baik spiking maupun prediktif memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, namun multiple tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan dekonvolusi prediktif disebabkan karena pengaruh ekor signature yang tidak teratur akibat sinkronisasi airgun saat akuisisi kurang efektif.

Kata kunci: dekonvolusi, dekonvolusi prediktif, dekonvolusi spiking, rasio sinyal terhadap noise, trace

ABSTRACT

ALFRIDA ROMAULI. Application of Spiking Deconvolution and Predictive Deconvolution on 2D Seismic Multichannel Data in Flores Sea. Supervised by HENRY M MANIK and SUBARSYAH.

One of the goals of seismic data processing is to eliminate or reduce the noise of reverberation and multiples as well as enhance the signal to noise ratio. This study uses data line 16 in the Flores Sea extension SEG-Y. The research was conducted in February – March 2015, in Marine Geology Institute, Bandung. The method used in this study is spiking deconvolution and predictive deconvolution. This study was conducted to analyze the differences in seismic migration poststack results using predictive deconvolution and spiking deconvolution. The results obtained are both deconvolution can increase the signal to noise ratio in the data. Migration using both spiking and predictive deconvolution results are not much different, and the multiple cannot be attenuated using predictive deconvolution because the influence of irregular signature tail due to synchronization airgun at the time of acquisition is less effective.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

PENERAPAN DEKONVOLUSI SPIKING DAN

DEKONVOLUSI PREDIKTIF PADA DATA SEISMIK

MULTICHANNEL 2D DI LAUT FLORES

ALFRIDA ROMAULI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan dan rancangan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penerapan Dekonvolusi Spiking dan Dekonvolusi Prediktif pada Data Seismik Multichannel 2D di Laut Flores”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Henry M. Manik, S.Pi, M.T, Ph.D selaku dosen pembimbing, dan juga kepada Bapak Subarsyah S.Si, M.T selaku pembimbing anggota yang telah memberikan saran dalam penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan doa, moral dan materiil, seluruh staf pengajar dan administrasi Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), serta teman-teman baik di ITK maupun diluar ITK.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu apabila terdapat kesalahan dalam penulisan penulis mohon maaf. Kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Analisis Data 3

Prapemrosesan Data Seismik 4

Pemrosesan Data Seismik 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Geometri 9

Analisis Spektral 11

Analisis Kecepatan 12

Dekonvolusi 14

Wiggle Trace 17

Analisis Spektral Dekonvolusi 18

Poststack Time Migration 21

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(10)

DAFTAR TABEL

1. Parameter akusisi lintasan 16 5

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Penelitian di Laut Flores 3 2. Alur pengolahan data seismik pada penelitian 4 3. Spesifikasi parameter SEG-Y input 5 4. Shot gather line-16, garis merah menunjukkan garis pemotongan

trace untuk picking top-mute 6

5. Subflow dekonvolusi prediktif dengan decon operator length 190 ms

dan operator prediction distance 30 ms 7

6. Picking kecepatan dan koreksi NMO dengan metode semblance 8 7. Wiggle trace geometri, kotak merah menunjukkan campuran sinyal

dan noise, kotak biru menunjukkan noise instrumen 10 8. Output geometri yang telah diperbesar (zoom) 11 9. Analisis spektral tanpa dekonvolusi(a) domain waktu, (b) spektrum

amplitudo, (c) domain F-X, dan (d) domain fasa 12 10. Picking kecepatan dengan menggunakan metode semblance pada

CDP 1001 13

11. Wiggle trace geometri, garis merah merupakan picking gate

autokorelasi 15

12. Parameter test dengan beberapa decon operator length 16

13. Autokorelasi geometri 17

14. Wiggle trace dekonvolusi spiking 18

15. Wiggle trace dekonvolusi prediktif 18

16. Analisis spektral dekonvolusi spiking 20 17. Analisis spektral dekonvolusi prediktif 20 18. Migrasi tanpa penerapan dekonvolusi, bingkai merah merupakan

refleksi yang tidak kontinu 22 19. Migrasi dengan penerapan dekonvolusi spiking, bingkai merah

menunjukkan multiple pada penampang seismik 22 20. Migrasi dengan penerapan dekonvolusi prediktif, bingkai merah

(11)
(12)
(13)

PENDAHULUAN

Penggunaan seismik refleksi di laut telah menjadi suatu kegiatan yang sering dilakukan dengan berbagai tujuan, yaitu untuk memetakan lapisan bawah permukaan. Metode seismik refleksi memanfaatkan sumber getaran yang berasal dari alat peledak yaitu airgun. Setelah sumber suara ditembakkan maka gelombang akan mengalami penjalaran dalam medium dan energi dari gelombang seismik akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor jarak, redaman dan gangguan lain. Gelombang seismik akan dipantulkan dan dibiaskan oleh batas perlapisan batuan kemudian diterima oleh receiver. Data seismik yang terekam merupakan data berdasarkan fungsi waktu. Data yang terekam tersebut terdiri dari gelombang refleksi, gelombang langsung dan noise yang terjadi selama akuisisi. Gelombang seismik yang merambat di permukaan bumi juga akan mengalami proses filter bumi sehingga amplitudo gelombang seismik sumber akan melemah. Sinyal seismik yang terekam (trace) merupakan hasil konvolusi antara sinyal sumber dan reflektifitas bumi dan juga gangguan-gangguan selama proses akuisisi. Peristiwa konvolusi menyebabkan resolusi rekaman seismik menjadi berkurang karena bentuk gelombang sumber akan mengalami perubahan terhadap filter bumi. Selain itu pengurangan resolusi data seismik juga disebabkan oleh noise dan multiple yang bercampur dalam trace.

Data seismik dari proses geofisika lapangan memiliki karakteristik data dan gangguan (noise) yang tidak dapat dipisahkan. Noise yang terkandung dalam rekaman seismik memberikan tampilan efek lapisan semu dan rekaman data yang kurang baik. Padahal data seismik yang ideal seharusnya menampilkan gelombang refleksi yang dapat memberikan informasi penampang seismik bawah permukaan laut. Tanpa adanya proses lanjutan yang memadai, data seismik tidak akan mendapatkan penggambaran bawah permukaan yang sesungguhnya. Peran metode seismik diperlukan sebagai usaha dalam perolehan refleksi bawah permukaan yang sebenarnya. Penampang seismik yang jelas dan beresolusi tinggi dapat diperoleh dengan pengolahan data seismik. Salah satu tujuan pemrosesan data seismik adalah untuk mengurangi noise dan multiples (Egbai dan Ekpekpo 2012) sehingga mempertinggi signal to noise ratio (SNR). Kualitas rekaman seismik dapat dinilai dari rasio sinyal refleksi terhadap sinyal gangguan. Pengolahan data seismik dilakukan untuk meningkatkan sinyal dan melemahkan sinyal gangguan (noise) sehingga refleksi data seismik yang diperlukan meningkat dan gangguan dapat ditekan serta memperbaiki resolusi vertikal pada trace seismik (Kearey et al. 2002).

Peningkatan resolusi rekaman seismik dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai macam metode. Peningkatan resolusi dapat dilakukan salah satunya dengan mengaplikasikan dekonvolusi pada rekaman seismik. Dekonvolusi merupakan suatu proses inverse dari konvolusi yang menghilangkan efek filter bumi pada gelombang sumber. Selain itu dekonvolusi dapat menghilangkan noise dan multiple yang terkandung dalam rekaman seismik.

(14)

2

spiking. Dekonvolusi prediktif merupakan proses mengaplikasikan informasi dari awal trace seismik untuk memprediksi sistem noise dan multiple. Sedangkan dekonvolusi spiking mengubah wavelet seismik menjadi spike. Kedua metode ini diharapkan dapat menghasilkan penampang seismik yang lebih representatif dengan berkurangnya kehadiran noise yang mengganggu interpretasi data serta mampu meningkatkan resolusi penampang seismik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil penampang refleksi seismik dengan penerapan dekonvolusi prediktif dan dekonvolusi spiking serta menentukan jenis dekonvolusi yang mampu meningkatkan kualitas signal to noise ratio (snr) pada data seismik laut di perairan Flores.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Seismik Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bandung, Jawa Barat. Lokasi penelitian berada di Laut Flores. Akuisisi data dilakukan oleh P3GL pada Mei 2012. Lintasan yang digunakan pada penelitian ini adalah Lintasan 16. Peta lintasan survey dan batimetri pada perairan Flores dapat dilihat pada gambar 1. Peta batimetri diperoleh melalui citra satelit SRTM NASA pada tahun 2010.

Bahan

Penelitian ini menggunakan data seismik berekstensi SEG-Y yang merupakan hasil perekaman pada akuisisi data seismik Laut Flores pada lintasan 16. Kegiatan survey akuisisi dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) menggunakan kapal Geomarin III. Akuisisi dilaksanakan pada bulan Mei 2012 di Kepulauan Nusa Tenggara.

Alat

(15)

3

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Laut Flores

Prosedur Analisis Data

(16)

4

Gambar 2. Alur pengolahan data seismik pada penelitian

Prapemrosesan Data Seismik

Prapemrosesan sinyal seismik adalah langkah awal dalam urutan pengolahan data seismik. Tahapan ini bertujuan untuk memperbaiki parameter fisik dari input melalui penyusunan geometri dan penguatan sinyal-sinyal refleksi. Tahapan prapemrosesan terdiri dari input data, geometry assignment, editing dan picking, dan dekonvolusi.

Input data

Pengolahan data seismik diawali dengan proses input data Line FLRS-16 yang bertipe SEG-Y. Format bertipe SEG-Y merupakan format data yang sebelumnya telah mengalami proses. Gambar 3 menunjukkan spesifikasi parameter SEG-Y input.

Geometri

Editing

Dekonvolusi

Prediktif Spiking

Analisis Kecepatan

Stacking

(17)

5

Gambar 3. Spesifikasi parameter SEG-Y input

Geometry assignment

Tahapan ini merupakan tahap pengkondisian data lapang dengan data yang digunakan sesuai dengan parameter pada saat akuisisi data agar data yang diolah sesuai dengan geometri yang ada di lapang. Informasi pada geometri merupakan identitas (header) dari trace seismik dan menjadi suatu atribut yang vital untuk tahap-tahap selanjutnya. Parameter akuisisi data ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter akusisi lintasan 16

Parameter akusisi Nilai

Shot Interval 37.5 meter

Channel Interval 12.5 meter Near/Minimum Offset 96 meter Nominal Source Depth 4 meter Nominal Receiver Depth 7 meter

Number of Shots 3230

Sail Line Azimuth 180˚

Editing dan Picking

(18)

6

akan diproses. Untuk melakukan picking decon gate maka pada proses editing dipilih menu picking kemudian Pick Miscellaneous Time Gate lalu pick pada top gate dan bottom gate. Sinyal yang berada pada top dan bottom gate adalah sinyal yang mengalami dekonvolusi.

Autokorelasi dan top mute dilakukan pada puncak setelah gelombang pertama. Proses topmute dilakukan pada data untuk memotong sinyal kolom perairan yang tidak terlibat dalam pemrosesan data selanjutnya. Gambar 4 menunjukkan picking top-mute pada data.

Gambar 4. Shot gather line-16, garis merah menunjukkan garis pemotongan trace untuk picking top-mute

Dekonvolusi

Pada tahapan ini dilakukan dua proses yaitu True Amplitude Recovery (TAR) dan dekonvolusi. TAR dilakukan untuk mengembalikan amplitudo yang teratenuasi. TAR diperlukan untuk mendapatkan amplitudo yang lebih representatif. Dekonvolusi berfungsi untuk menghilangkan pengaruh dari wavelet sumber dari suatu trace seismik. Metode dekonvolusi berdasarkan filter Wiener yang dapat digunakan untuk mengatenuasi multiple (dekonvolusi prediktif) dan menekan wavelet menjadi bentuk yang lebih spike (dekonvolusi spiking) (Lines 1996). Dekonvolusi ini menggunakan perumusan fisis yang rasional dari konvolusi yang dinyatakan sebagai:

s(t) = w(t) * e(t)+ n(t)

Dengan dekonvolusi Optimum Wiener Filter maka diperoleh persamaan,

a x b = c

(19)

7

c atau gn = korelasi silang antara wavelet input dengan output

yang diinginkan

Hasil dekonvolusi tergantung kepada desain filter yang digunakan. Pada dekonvolusi spiking digunakan nilai operator length yaitu sebesar 190 ms. Pada dekonvolusi prediktif terdapat parameter prediction distance. Pada penelitian ini digunakan nilai prediction distance sebesar 30 ms dengan operator length 190 ms. Flow dekonvolusi prediktif ditunjukkan melalui gambar 6. Pada preprocessing juga dilakukan analisis spektral dengan flowInteractive spectral analysis. Analisis spektral menggunakan transformasi fourier dari data dalam domain waktu didekomposisi kedalam komponen amplitudo dan fasa dalam domain frekuensi.

Gambar 5. Subflow dekonvolusi prediktif dengan decon operator length 190 ms dan operator prediction distance 30 ms

Pemrosesan Data Seismik

(20)

8

Analisa Kecepatan dan Koreksi NMO

Analisis kecepatan bertujuan untuk menentukan kecepatan yang sesuai untuk memperoleh stacking terbaik. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan nilai kecepatan gelombang yang dianggap sebagai gelombang primer. Metode yang digunakan untuk analisa kecepatan adalah metode semblance yang menampilkan spektrum kecepatan dan CDP gather secara bersamaan. Proses ini juga dilakukan untuk melakukan koreksi NMO. Koreksi NMO bertujuan untuk menghilangkan faktor jarak (offset) antara sumber dan dalam satu CDP (Common Depth Point). Koreksi NMO diperlukan untuk membawa gelombang refleksi dari pantulan miring ke pantulan yang normal.

Gambar 6. Picking kecepatan dan koreksi NMO dengan metode semblance

Stacking

(21)

9

Poststack Time Migration

Migrasi merupakan tahapan mengembalikan posisi reflektor yang bergeser ke posisi yang sebenarnya sesuai dengan posisi di bawah permukaan. Banyak faktor yang mempengaruhi penjalaran gelombang seismik dari reflektor sampai ke permukaan akibatnya bentuk citra kadang tidak sesuai dengan struktur aslinya. Migrasi dapat menghilangkan pengaruh penjalaran tersebut seolah-olah berada di titik reflektor. Poststack Time Migration merupakan tahapan dimana proses migrasi dilakukan setelah stacking. Proses migrasi menggunakan metode migrasi Kirchhoff.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Geometri

Proses geometri merupakan proses memasukkan informasi lapang pada software sesuai dengan parameter pada saat akuisisi data. Penyesuaian data pada geometri dilakukan dengan Inline geom header load untuk menghasilkan data yang telah memiliki informasi lapang. Output geometri berupa gabungan trace seismik yang ditampilkan dengan wiggle trace. Wiggle trace merupakan tampilan dari tipe tembakan data seismik yang memiliki informasi amplitudo yang berubah terhadap waktu. Tampilan wiggle trace pada gambar 7 ditampilkan dengan urutan FFID pada timegate 3300 ms hingga 8000 ms dalam two way traveltime (TWT). Pada wiggle trace, peristiwa refleksi ditandai dengan amplitudo gelombang yang besar dan terkonsentrasi pada bagian atas sub-permukaan.

(22)

10

Gambar 7. Wiggle trace geometri, kotak merah menunjukkan campuran sinyal dan noise, kotak biru menunjukkan noise instrumen

(23)

11

Gambar 8. Output geometri yang telah diperbesar (zoom)

Analisis Spektral

Rekaman seismik merupakan rekaman amplitudo dalam rentang waktu tertentu. Amplitudo dari beberapa trace adalah sebuah kombinasi dari sejumlah faktor yaitu kekuatan tembakan, respon hidrofon, jarak dari trace, densitas, perbedaan kecepatan pada bidang reflektor dan noise (Mukaddas 2005). Sinyal dapat dilihat secara khusus melalui karakter gelombang yaitu amplitudo, frekuensi dan fasa. Analisis spektral memperlihatkan frekuensi dominan yang terkandung pada data sehingga desain frekuensi dapat ditentukan. Pada umumnya rentang frekuensi pada data laut berkisar 0-100 Hz (Elboth 2010), namun besarnya juga dapat bergantung pada frekuensi kekuatan source dan kondisi bawah permukaan. Analisis spektral didapatkan melalui subflow Interactive Spectral Analysis. Gambar 8 merupakan hasil analisis spektral dari geometri pada lintasan 16. Analisis spektral menunjukkan wavelet pada domain waktu dan transformasinya menjadi komponen-komponen t-x, spektrum amplitudo, domain F-X, dan spektrum fasa.

(24)

12

Gambar 9. Analisis spektral tanpa dekonvolusi(a) domain waktu, (b) spektrum amplitudo, (c) domain F-X, dan (d) domain fasa

Grafik sinyal amplitudo (gambar 9(b)) memperlihatkan hasil perekaman dengan frekuensi dan amplitudo yang rendah. Noise terdapat pada semua frekuensi dalam rekaman seismik. Menurut Krail (2010) kondisi cuaca dan gelombang dapat menjadi penyebab pengurangan refleksi amplitudo serta mempengaruhi stabilitas geometri. Spektrum fasa pada gambar 9(d) memperlihatkan bentuk fasa yang energinya terkonsentrasi pada bagian awal wavelet. Pada gambar juga memperlihatkan campuran sinyal dan noise memiliki fasa yang lebih tinggi pada bagian awal sinyal sehingga dapat disebut sebagai minimum-phase. Spektrum fasa minimum memiliki energi tunda yang menurun dari awal hingga akhir wavelet sehingga energi wavelet terkonsentrasi pada bagian awal. Pada spektrum fasa minimum, sinyal memiliki fasa yang tinggi dan noise memiliki nilai fasa yang rendah. Menurut Yilmaz (2001) dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif efektif diterapkan pada wavelet yang fasanya minimum. Minimum-phase wavelet memiliki inverse yang berbentuk minimum-phase juga sehingga bentuk fasa ini yang ideal untuk diterapkan dekonvolusi baik spiking maupun prediktif.

Bandpass filter dapat digunakan untuk menghilangkan noise yang tidak diinginkan (Elboth et al. 2009) sehingga Ormsby bandpass dengan rentang frekuensi 10-15-70-80 Hz diterapkan pada data. Selain proses filtering dilakukan True Amplitude Recovery (TAR) untuk mengembalikan energi yang hilang akibat terserap oleh filter bumi. Proses penentuan nilai TAR dilakukan dengan test parameter dalam TAR dengan menggunakan beberapa nilai intensitas sebagai pembanding. Nilai TAR yang digunakan pada penelitian adalah -1 dB/sec.

Analisis Kecepatan

(25)

13

pembentuk spektrum kecepatan yang mewakili hubungan kecepatan dengan koreksi NMO-nya. Nilai semblance merupakan rasio energi keluaran dengan energi masukan sinyal seismik yang telah dikoreksi NMO. Hal ini berarti nilai semblance mewakili hasil koreksi NMO yang paling tepat. Metode semblance menampilkan kecepatan dalam kontur warna serta menggunakan atribut semblance panel. Selanjutnya picking warna dilakukan untuk melihat koherensi maksimum dari setiap pantulan utama pada waktu tertentu. Warna yang mewakili koherensi maksimum adalah warna merah sedangkan warna biru mewakili koherensi minimum. Warna dengan koherensi maksimum menunjukkan respon amplitudo yang kuat.

Gambar 10. Picking kecepatan dengan menggunakan metode semblance pada CDP 1001

(26)

14

multiple (Rahadian 2011). Sehingga diperlukan konsentrasi tinggi pada tahapan ini karena multiple terlihat menyerupai reflektor. Pertambahan kecepatan terhadap kedalaman sesuai dengan teori bahwa semakin bertambah kedalaman maka impedansi akustik akan semakin besar. Hal ini berhubungan terhadap material pengisi pori batuan (air, minyak dan gas) atau porositas yang mempengaruhi kecepatan.

Kecepatan juga berperan dalam menghasilkan resolusi penampang yang baik karena dengan pertambahan kecepatan maka resolusi akan semakin rendah. Pada kedalaman yang semakin dalam maka bumi sebagai suatu filter akan mengatenuasi frekuensi tinggi dan diikuti dengan kecepatan yang semakin besar. Kedua fenomena tersebut justru akan memperburuk resolusi. Jadi untuk meningkatkan resolusi vertikal seismik maka faktor kecepatan dan frekuensi harus diperhatikan. Karena tidak ada yang dapat dilakukan terhadap faktor kecepatan maka faktor frekuensi saja yang dapat diubah melalui processing data.

Dekonvolusi

Gelombang seismik yang merambat mengalami efek filter oleh bumi, sehingga mengakibatkan amplitudo gelombang seismik menjadi menurun. Selain itu efek perambatan gelombang lainnya adalah adanya noise dan multiple yang mengganggu interpretasi data. Proses dekonvolusi diperlukan untuk pengompresan wavelet sehingga memperoleh estimasi dari reflektifitas lapisan bumi dan menghilangkan karakter wavelet sumber. Selain itu dekonvolusi dapat meningkatkan resolusi temporal. Tipe dekonvolusi yang digunakan pada penelitian ini adalah dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif.

Keefektifan dekonvolusi sangat tergantung dari operator filter yang didesain. Dekonvolusi spiking menggunakan operator filter yang sudah didesain untuk membentuk wavelet sesuai dengan reflektifitas. Pada dekonvolusi spiking parameter yang digunakan yaitu operator length. Sedangkan pada dekonvolusi prediktif digunakan dua parameter yaitu prediction distance (gap) dan operator length. Kedua parameter ini didapatkan dari hasil autokorelasi pada trace data seismik.

(27)

15

Gambar 11. Wiggle trace geometri, garis merah merupakan picking gate autokorelasi

(28)

16

Gambar 12. Parameter test dengan beberapa decon operator length

Parameter prediction distance untuk dekonvolusi prediktif secara teori dipilih berdasarkan second zero crossing. Second zero crossing pada gambar 13 berada pada waktu 30 ms. Second zero crossing dipilih karena dapat menghilangkan short-path multiple. Penggunaan prediction distance pada second zero crossing akan meninggalkan wavelet yang berbentuk lobe negatif dan lobe positif. Dekonvolusi prediktif dengan menggunakan prediction distance yang lebih pendek dapat membuang energi lebih besar, yang diharapkan dapat menghilangkan reverberasi (Yilmaz 2001). Sehingga desain filter untuk dekonvolusi prediktif pada penelitian ini adalah operator length 190 ms dan prediction distance 30 ms.

(29)

17

Gambar 13. Autokorelasi geometri

Wiggle Trace

(30)

18

Gambar 14. Wiggle trace dekonvolusi spiking

Gambar 15. Wiggle trace dekonvolusi prediktif

Analisis Spektral Dekonvolusi

Analisis spektral dari dekonvolusi spiking diperlihatkan melalui gambar 16 dan analisis spektral dekonvolusi prediktif diperlihatkan melalui gambar 17. Kedua gambar tersebut memperlihatkan spektrum amplitudo dan spektrum fasa masing-masing dekonvolusi. Hasil analisis spektral menunjukkan perubahan energi wavelet jika dibandingkan dengan output geometri (gambar 9). Secara keseluruhan spektrum amplitudo memperlihatkan amplitudo noise dapat dilemahkan dan amplitudo sinyal dapat dikuatkan. Penguatan amplitudo sinyal menunjukkan bahwa wavelet telah dipersingkat sehingga menghasilkan resolusi yang lebih baik pada penampang seismik (Yilmaz 2001).

(31)

19

gambar 16 menunjukkan nilai power yang berbeda. Pada dekonvolusi spiking nilai power sinyal yaitu sebesar ± -10 dB. Sementara nilai power sinyal dengan penerapan dekonvolusi prediktif yaitu sebesar ± -1 dB. Peningkatan energi trace setelah dekonvolusi merupakan salah satu keberhasilan dekonvolusi yaitu wavelet mengalami pemendekan.

Spektrum fasa pada gambar 16 dan 17 menggambarkan spektrum minimum pada domain frekuensi (minimum phase) yaitu nilai fasa tertinggi merupakan fasa sinyal dan nilai fasa rendah merupakan fasa noise. Pada gambar 16 kisaran nilai fasa yaitu antara ± -70 radian hingga ± 70 radian. Pada gambar 17 dengan penerapan dekonvolusi prediktif kisaran nilai fasa yaitu ± -85 radian hingga ± 65 radian. Bentuk wavelet dengan fasa minimum merupakan bentuk wavelet yang ideal karena bentuk wavelet fasa minimum memiliki fasa yang tinggi dan terkonsentrasi di bagian awal sementara pada bagian akhir fasa memiliki nilai yang rendah. Sesuai dengan teori oleh Yilmaz (2001) bahwa bentuk fasa yang minimum pada geometri akan menghasilkan inverse yang berbentuk fasa minimum juga. Sementara pada bagian akhir fasa pada dekonvolusi prediktif yaitu berada pada kisaran ± 10 radian hingga ± -35 radian. Dekonvolusi spiking yang memiliki kisaran fasa ± 20 radian hingga ± -20 radian. Kisaran nilai fasa akhir terkecil menggambarkan keefektifan dekonvolusi dalam menekan efek noise. Dekonvolusi spiking memiliki kisaran fasa akhir yang lebih kecil dibandingkan dengan dekonvolusi prediktif. Hal ini tidak sesuai dengan teori dalam Zhu dan Wang (2013) yang menyatakan bahwa dekonvolusi prediktif mampu menekan multiple danreverberasi.

Pada spektrum amplitudo juga terlihat perbedaan power pada frekuensi tinggi padahal sebelumnya bandpass filter sudah diterapkan untuk menghindari noise frekuensi rendah dan noise frekuensi tinggi. Spektrum amplitudo memiliki power yang lebih tinggi pada dekonvolusi spiking daripada dekonvolusi prediktif. Sedangkan jika dibandingkan dengan power pada output geometri, power pada dekonvolusi spiking memperlihatkan peningkatan power pada frekuensi tinggi yaitu memiliki nilai power noise dengan batas atas ± -32 dB. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan pada dekonvolusi prediktif yang memiliki nilai power noise dengan batas atas ± -50 dB. Sementara pada output geometri (gambar 9) memperlihatkan nilai power noise sebesar ± -80 dB. Peningkatan power pada frekuensi tinggi yang dianggap noise pada dekonvolusi spiking membuktikan bahwa dekonvolusi spiking meningkatkan amplitudo noise berfrekuensi tinggi. Hal ini sesuai dengan Yilmaz (2001) yang menyatakan bahwa dekonvolusi spiking tidak selalu dapat diaplikasikan pada data lapang karena akan meningkatkan noise berfrekuensi tinggi pada data. Sementara pada dekonvolusi prediktif (gambar 17) memiliki power noise yang lebih rendah daripada dekonvolusi spiking. Hal ini merupakan efek dari penerapan prediction distance sehingga noise berfrekuensi tinggi dapat ditekan dan tetap mempertahankan spektrum sinyal. Hal tersebut membuktikan bahwa dekonvolusi prediktif lebih baik dalam menekan noise dan meningkatkan sinyal. Menurut Elboth (2010) noise berfrekuensi tinggi merupakan multiple yang disebabkan material sub-permukaan yang keras. Menurut Ekasapta (2008) noise berfrekuensi tinggi merupakan noise acak dan ditandai dengan bentuk fasa yang tidak sama.

(32)

20

noise tertinggi adalah dengan penerapan dekonvolusi spiking pada data dengan peningkatan sinyal yang lebih rendah daripada dekonvolusi prediktif. Sementara itu dengan penerapan dekonvolusi prediktif sinyal dapat dipertinggi dengan noise yang dapat lebih ditekan. Maka dari itu dekonvolusi prediktif lebih baik diterapkan daripada dekonvolusi spiking karena sinyal dapat lebih meningkat dan noise dapat lebih ditekan.

Gambar 16. Analisis spektral dekonvolusi spiking

Gambar 17. Analisis spektral dekonvolusi prediktif

(33)

21

spektrum amplitudo terlihat noise berada pada frekuensi ≤ ± 10 Hz. Noise berfrekuensi rendah juga dapat disebabkan gerakan streamer. Pada frekuensi ± 1 Hz terlihat noise yang amplitudonya lebih tinggi dari amplitudo sinyal. Noise ini disebabkan adanya variasi tekanan hidrostatis (Parrish 2005 dalam Elboth 2010).

Poststack Time Migration

Rasio sinyal terhadap noise dapat dipertinggi dengan menjumlahkan trace sedangkan migrasi digunakan untuk memperbaiki posisi reflektor ke posisi yang sebenarnya. Dekonvolusi spiking umumnya digunakan untuk mempersingkat wavelet sehingga resolusi penampang seismik akan meningkat. Gambar 18 merupakan migrasi tanpa penerapan dekonvolusi sebagai perbandingan hasil migrasi dengan menggunakan dekonvolusi spiking dan dekonvolusi prediktif. Penampang seismik hasil penerapan dekonvolusi spiking (gambar 19) dan dekonvolusi prediktif (gambar 20) membentuk pola reflektifitas struktur bawah permukaan yang ditamplikan dalam waktu tempuh gelombang TWT antara 3200 ms hingga 4500 ms yang menunjukkan titik reflektor dengan variasi amplitudo untuk setiap reflektor secara vertikal. Lingkaran merah pada gambar 18 menunjukkan ketidak-stabilan yang terjadi saat akuisisi seismik di lapang sehingga menghasilkan beberapa refleksi yang muncul dan saling bertumpuk pada permukaan bawah laut. Selain itu refleksi bawah permukaan terlihat tidak kontinu dan waktukemunculan refleksi menjadi berubah.

Pada gambar hasil dekonvolusi spiking (gambar 19) menunjukkan adanya multiple lintasan panjang pada data. Keberadaan multiple pada gambar 19 menunjukkan penerapan dekonvolusi spiking belum mampu untuk menekan multiple. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dekonvolusi spiking diterapkan pada data seismik untuk mengembalikan bentuk wavelet dan tidak mampu untuk menekan multiple. Karena dekonvolusi spiking menekan wavelet menjadi bentuk yang ideal pada data sehingga menyebabkan bentuk wavelet yang lebih spike. Hasil penampang seismik dengan menggunakan dekonvolusi spiking menunjukkan kemenerusan lapisan yang terputus-putus sehingga akan sulit dalam proses interpretasinya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bestari (2012) bahwa dekonvolusi spiking belum mampu menghilangkan efek multiple.

(34)

22

Gambar 18. Migrasi tanpa penerapan dekonvolusi, bingkai merah merupakan refleksi yang tidak kontinu

Gambar 19. Migrasi dengan penerapan dekonvolusi spiking, bingkai merah menunjukkan multiple pada penampang seismik

(35)

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penerapan dekonvolusi pada data seismik laut Flores lintasan 16 memperlihatkan pada analisis spektral dekonvolusi prediktif lebih efektif untuk meningkatkan sinyal dan menekan noise dibandingkan dengan dekonvolusi spiking. Pada hasil penampang migrasi, dekonvolusi prediktif dan dekonvolusi spiking tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Dekonvolusi prediktif tidak mampu mengatenuasi multiple pada data seismik FLRS-16 karena dekonvolusi menjadi kurang efektif diterapkan pada data dengan ekor signature yang tidak teratur.

Saran

Penerapan dekonvolusi pada tahapan preprocessing (prestack deconvolution) belum dapat mengatenuasi multiple. Maka dari itu diperlukan penelitian lanjutan dengan menerapkan dekonvolusi pada tahapan processing yaitu deconvolution after stack (das) dan deconvolution after migration (dam). Selain itu dekonvolusi dapat diterapkan pada domain radon (τ-p) dan domain radial (r-t) untuk memisahkan noise dengan refleksi primer terlebih dahulu sehingga noise dapat lebih teratenuasi. Data sintetik dapat digunakan sebagai pembanding data lapang untuk menganalisa penerapan dekonvolusi secara teoritis.

DAFTAR PUSTAKA

Bestari, SA. 2012. Penerapan Metode Dekonvolusi Pada Data Seismik Laut [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dey AK. 1999. An Analysis of Seismic Wavelet Estimation [Thesis]. Alberta (CA): University of Calgary

Dondurur D, Hakan K. 2012. Swell Noise Suppression by Wiener Prediction Filter. Appl. Sci. Geo. 80:91-100.

Egbai JC, Atakpo E, Aigbogun CO. 2012. Predictive Deconvolution in Seismic Data Processing in Atala Prospect of Rivers State, Nigeria. Adv. Appl. Sci. Res. 3(1):520-529.

Ekasapta A. 2008. Wavelet Seismik. http://asyafe.wordpress.com/ [Diunduh : 1 Juni 2015].

Elboth T, Herrmansen. 2009. Attenuation in Marine Seismic Data. SEG Techincal Program Extended Abstracts. 28(1):3312-3316.

(36)

24

Harjumi M, Taufiq R. 2014. Analisis Perbandingan Parameter Gap pada Tahap Dekonvolusi dalam Pengolahan Data Seismik 2D Darat. Prosiding Seminar Nasional Geofisika 2014. Makassar.

Kearey P, Michael B, Ian H. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration Third Edition. Blackwell Science Ltd. Oxford (UK).

Krail PM. 2010. Airguns: Theory and Operation of The Marine Seismic Source. University of Texas: Texas.

Lines L. 1996. Suppression of Short-Period Multiples – Deconvolution or Model Based Inversion?.Canadian Journal of Exploration Geophysics. 32(1):63-72.

Mukaddas A. 2005. Analisis Perbedaan Penampang Seismik Antara Hasil Pengolahan Standar dengan Pengolahan Preserved Amplitude. Mektek. 7(3):141-147.

Perez MA, David CH. 2000. Multiple Attenuation via Predictive Deconvolution in The Radial Domain. The 12th Annual Research Report of the CREWES Project.

Peacock KL, Treitel S. 1969. Predictive deconvolution: theory and practice. Geophysics. 63:155-169.

Rahadian. 2011. Penerapan Metode Surface Related Multiple Elimination dalam Optimalisasi Pengolahan Data Seismik 2D Marine [Tesis]. Bandung (ID): Institut Tekonologi Bandung.

Xiao C, John B, James B, Zhihong C. 2013. Multiple Supression: A Literature Review. CREWES Research Report.

Yilmaz Ö. 1987. Seismic Data Processing. Tulsa (US). Society of Exploration Geophysics. Tulsa (US).

Yilmaz Ö. 2001. Seismic Data Analysis Processing, Inversion, and Interpretation of Seismic Data Volume 1. Society of Exploration Geophysics. Tulsa (US). Zhu S, Bin W. 2013. Adaptive Predictive Deconvolution Technique in Marine

(37)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Alfrida Romauli, merupakan putri dari pasangan Bapak Alm. Alfred Tampubolon dan Ibu Reni Shinta Dame. Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Maret 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bogor. Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Laut Flores
Gambar 2. Alur pengolahan data seismik pada penelitian
Tabel 1. Parameter akusisi lintasan 16
Gambar 4. Shot gather line-16, garis merah menunjukkan garis pemotongan trace
+7

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi tidak dapat alasan untuk diberhentikannya penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh penegak hukum

Hal ini dilakukan adalah untuk memastikan apakah field atau atribut total dengan tipe data ini dilakukan adalah untuk memastikan apakah field atau atribut total dengan tipe data

AGP/AP yang memiliki support Promotor dari ASUS akan diwakilkan oleh Promotor untuk mengirimkan foto unit display dengan keterangan model unit display yang sedang terpajang di toko

Letak kerajaan Kanjuruhan adalah di Jawa Timur, dekat dengan kota Malang sekarang. Kerajaan Kanjuruhan ini tertulis dalam prasasti Dinaya, yang ditemukan di sebelah barat

Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 6 Tahun 2OI2 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Provinsi Riau, diperlukan Peraturan Gubernur yang mengatur tentang Tata

Review persoalan lingkungan dan melihat lingkungan secara holistik, karakteristik sampah/limbah dan parameter-parameter kunci kualitas sampah/limbah, metode

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan proses untuk mempelajari data-data keuangan agar dapat dipahami dengan

[r]