i
PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN
SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH
DEWI ASPARINI
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
iii
RINGKASAN
DEWI ASPARINI. PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK.
Survei seismik telah dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Departemen Luar Negeri, Dinas Hidro dan Oseanografi (DISHIDROS), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRKP-KKP) dilakukan selama 30 hari, yaitu dari tanggal 20 Januari hingga 18 Februari 2010 di Perairan Barat Aceh, Samudra Hindia.
Penelitian ini bertujuan menerapkan metode stacking untuk memperoleh pemahaman tentang pemrosesan data seismik multi channel di Perairan Barat Aceh serta memperbaiki kualitas data rekaman seismik. Peralatan survei yang digunakan terdiri dari wahana, yaitu Kapal Baruna Jaya II dan peralatan seismik. Peralatan seismik meliputi peralatan di laut, dan peralatan on-board. Akuisisi data menghasilkan enam lintasan seismik. Pengolahan data dilaksanakan selama 35 hari, yaitu dari tanggal 4 April hingga 8 Mei 2011, di laboratorium Geofisika PPPGL, Bandung. Pengolahan data yang dilakukan pada dua lintasan seismik, yaitu line AB dan line CD.
Penampang seismik yang dihasilkan dari proses pengolahan dengan metode Prestack Migration menghasilkan penampang yang lebih baik dari pada penampang seismik yang diolah dengan metode Poststack Migration. Hal ini disebabkan karena pada metode Prestack Migration dilakukan terlebih dahulu migrasi sebelum melakukan stacking, sedangkan metode Poststack Migration
adalah proses stacking terlebih dahulu sebelum di migrasi. Migrasi berfungsi untuk memindahkan energi refleksi dari posisi yang terlihat kepada posisi yang sebenarnya. Stacking merupakan proses yang menggabungkan dua atau lebih
trace menjadi satu trace. Metode Prestack Migration menghasilkan penampang yang lebih baik daripada metode Poststack Migration terutama pada daerah yang memiliki struktur sub permukaan dan velositas yang kompleks.
Penampang seismik yang baik dan benar sangat berguna bagi kegiatan intepretasi guna mengetahui kondisi geologi pada sub dasar perairan. Struktur geologi ini dapat mengindikasikan keberadaan minyak dan gas yang terperangkap didalam batuan bumi. Secara geologi, terdapat beberapa fenomena yang terlihat pada kedua penampang seismik. Pada Line AB menunjukkan pembentukan sesar normal, sedangkan pada line CD menunjukkan adanya fenomena sesar normal dan
v
PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN
SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH
DEWI ASPARINI
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN
SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
iv
© Hak cipta milik Dewi Asparini tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
vi SKRIPSI
Judul Skripsi : PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH
Nama mahasiswa : Dewi Asparini
Nomor pokok : C54070027
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T NIP. 19701229 199703 1 008
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 198303 1 003
vii
KATA PENGANTAR
Seismik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengobservasi sub dasar perairan dengan menggunakan prinsip hidroakustik aktif. Dalam eksplorasi geofisika, metode seismik refleksi digunakan untuk mendeteksi keberadaan minyak dan gas. Keberhasilan identifikasi ini ditentukan dengan pengolahan sinyal seismik yang benar agar menhasilkan penampang seismik yang baik sehingga memudahkan intepretasi guna menentukan posisi dari minyak dan gas yang ada di alam. Melihat pentingnya pemrosesan sinyal seismik dalam eksplorasi minyak dan gas, maka dilakukanlah penelitian yang
membandingkan dua metode yang berbeda kualitas dalam pemrosesan sinyal seismik. Topik yang diajukan adalah mengenai Penerapan Metode Stacking
Dalam Pemrosesan Sinyal Seismik Laut Di Perairan Barat Aceh.
Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan, untuk itu pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, yakni kepada Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, MT selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Susilohadi sebagai penguji ujian skripsi dan Bapak Subarsyah.S.Si selaku pembimbing teknis di lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPPGL), kedua orang tua saya yang terus mendukung baik secara moril dan materil, seluruh staf
pengajar dan administrasi mayor Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK), serta teman-teman yang berada di ITK maupun diluar ITK.
Semoga penelitian ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kesalahan dalam penulisan, penulis mohon maaf. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi penyempurnaan penelitian ini.
Bogor, Agustus 2011
viii
2.1.3. Atenuasi dan absorpsi gelombang seismik ... 10
2.2. Metode Eksplorasi Seismik ... 11
3.1. Waktu dan Lokasi Survei Serta Pengolahan Data ... 34
ix
3.3.8. Precon ... 49
3.3.9. Binning ... 50
3.3.10. Prestack Migration ... 50
3.3.11. Poststack Migration ... 511
3.3.12. Muting ... 511
3.3.13. Conversion time to depth ... 511
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 522
4.1. Trace Editing ... 522
4.2. Analisis F-K ... 533
4.3. Analisis Spektral ... 544
4.4. Analisis Velositas ... 566
4.5. Prepoc ... 577
4.6. Surface Consistent Amplitudes (SCA) ... 588
4.7. Precon ... 599
4.8. Perbandingan Hasil Pemrosesan Data ... 60
4.8.1. Single channel ... 60
4.8.2. Prestacking Migration dan Poststack Migration ... 62
4.9. Kondisi Geologi yang Tercitra ... 66
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Strategi migrasi………. 25
2. Spesifikasi Baruna Jaya II………. 36
3. Spesfikasi array dan streamer……….………. 37
4. Parameter perekaman……… 43
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Jenis-jenis Gelombang Tubuh (a) Gelombang-P (b) Gelombang-S... 6
2. Jenis-jenis Gelombang Permukaan (a) Gelombang Rayleigh (b) Gelombang Love ………... 7
3. Refleksi dan refraksi dari timbulnya Gelombang-P saat Vp2 > Vs2 > Vp1 > Vs1………. 8
4. Sketsa dari syncline dan refleksi garis edar cahaya……….. 9
5. Prinsip Huygen……….. 10
6. Efek dari pemompaan balon………. 11
7. Refleksi dan refraksi gelombang seismik………... 12
8. Multi channelseismik refleksi…….………. 12
9. Bagian-bagian gelombang seismik………... 14
10. Diagram perbedaan resolusi log sonicdan gelombang seismik……... 15
11. Pulsa gelombang spike……….. 15
12. Analisis Kecepatan t2 - x 2 pada sintetik gather………. 19
13. Diagram proses stack………..……….. 22
14. Prinsip CMP stacking………... 23
15. Representasi geometri dari migrasi………... 24
16. Prinsip migrasi……….. 24
17. Koreksi migrasi pada stacking Bow Tie……… 25
18. Penjumlahan difraksi……… 28
19. Mekanisme faktor arah miring……….. 28
20. Antiklin dan Sinklin di Parry Sound, Ontario, CA…………..………. 31
21. Berbagai jenis sesar ………..…….………... 32
22. Sesar Normal ……...………..…... 32
23. Sesar Anjak………... 33
24. Graben dan Horst………..……….. 33
25. Peta akuisisi data di Perairan Barat Aceh………. 35
26. Konfigurasi peralatan di laut………. 36
xii
32. Proses analisis velositas……… 46
33. Jendela flowPrepoc………... 48
34. Trace editing picking……… 52
35. Display Domain F-K………. 53
36. Displaysimple selectionInteractive Spectral Analysis……… 55
37. Sebelum dan sesudah koreksi NMO ……...………. 56
38. Penampang seismik flow Prepoc line AB ……...………. 58
39. Penampang seismik flowSurface Consistent Amplitudes line AB ... 59
40. Penampang seismik flow Precon line AB ……...………. 60
47. Flowchart pengolahan data seismik menggunakan perangkat lunak Promax ………. 78
48. Jendela flow SEG – D Gabung……….. 79
49. (a) Kotak dialog menu Source (b)kotak dialog menu pattern…...…. 79
50. (a) Kotak dialog menu Binning (b) kotak dialog menu TraceQC…... 80
51. Spesifikasi parameter Interactive Spectral Analysis………. 80
52. Jendela flow Analisis Velositas………. 81
53. Spesifikas parameter Spiking / Predictive Decon………. 81
54. Jendela flowSCA……….………. 81
55. Jendela flow Precon Mig………... 82
xiii
57. Jendela flow Prestack... 83
58. Jendela flowPoststack……….. 83
59. Jendela flow Mutting……….…… 84
60. Jendela flowConversion……….…….. 84
61. Penampang seismik Prestack Line AB dalam satuan depth……..…... 86
62. Penampang seismik Poststack Line AB dalam satuan depth…..…….. 87
63. Penampang seismik Prestack Line AB dalam satuan time…...….…... 88
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Skema flow pengolahan data seismik menggunakan ProMAX…….... 74 2. Jendela pengolahan data seismik menggunakan perangkat lunak
ProMAX……… 79
3. Tabel nilai velositas interval line AB ………... 85 4. Penampang seismik Prestack dan Poststackline AB dalam satuan
depth ………..………... 86 5. Penampang seismik Prestack dan Poststack line AB dalam satuan
time ………... 88
1
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekosistem laut merupakan ekosistem yang masih mengandung sejuta
misteri, mulai dari kolom perairan, dasar perairan hingga sub dasar perairan.
Banyak metode observasi yang dilakukan guna mengungkap misteri tersebut.
Metode observasi yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan objek kajian yang
diamati.
Seismik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengobservasi sub dasar perairan dengan menggunakan prinsip hidroakustik,
yaitu dengan memanfaatkan gelombang suara secara aktif sehingga dapat
membuat dan menerima gelombang suara akustik kelautan. Dalam eksplorasi
geofisika, metode seismik refleksi memberikan kontribusi yang besar dalam
menentukan titik pemboran minyak dan gas bumi serta telah menunjukkan
keberhasilannya dalam meningkatkan success ratio dalam penemuan migas.
Sumber energi seismik refleksi yang biasanya digunakan oleh industri
minyak dalam mengeksplorasi minyak dan gas di laut berasal dari alat peledak
yang disebut dengan air guns, sedangkan yang digunakan di darat yaitu dinamit
dan vibroseis (Drijkoningen, 2003). Di laut, alat yang berfungsi untuk
menangkap pantulan suara yang telah mengenai objek disebut dengan hidrofon
yang tersusun sejajar dalam selang yang disebut dengan streamer. Streamer juga
dilengkapi dengan Analog to Digital Converter (ADC) dan bird yang berfungsi
untuk megatur posisi dan kedalaman streamer (Abdullah, 2007).
Menurut Hasanudin (2005) eksplorasi seismik refleksi dapat
2
prospek dalam. Eksplorasi seismik dangkal (shallow seismic reflection) biasanya
diaplikasikan untuk eksplorasi batu bara dan bahan tambang lainnya, sedangkan
eksplorasi seismik dalam digunakan untuk eksplorasi daerah prospek hidrokarbon
(minyak dan gas bumi).
Melalui eksplorasi seismik refleksi dapat dilihat struktur geologi sub dasar
laut dengan kedalaman yang mencapai ribuan meter. Struktur geologi tersebut
dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sumber energi bumi yaitu minyak
dan gas bumi yang terbentuk dan tertimbun di sub dasar laut selama jutaan tahun.
Itulah sebabnya eksplorasi seismik refleksi sangat dibutuhkan dalam industri
minyak dan gas, yaitu untuk menyelidiki dan menganalisis kemungkinan adanya
minyak dan gas di suatu tempat.
Secara umum, metode seismik refleksi terbagi atas tiga bagian yaitu
akuisisi data seismik, pemrosesan data seismik dan intepretasi data seismik.
Akuisisi data seismik merupakan kegiatan untuk memperoleh data dari lapangan
yang disurvei. Pemrosesan data seismik merupakan pengolahan data sehingga
dihasilkan penampang seismik yang mewakili daerah sub permukaan yang siap
untuk diintepretasikan. Intepretasi data seismik merupakan perkiraan geologi sub
dasar perairan. Pemrosesan data seismik yang dilakukan meliputi pra
pemprosesan (loading, penggabungan), analisis kecepatan hingga proses stacking
dan migrasi. Mengingat pentingnya validasi data seismik, maka perlu ketelitian
yang ekstra dalam proses pengolahannya.
Perambatan gelombang seismik di dalam bumi yang berasal dari source
hingga ke receiver akan mengalami beberapa proses, seperti pengurangan energi
3
gelombang dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh sebab itu, data seismik perlu
diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan faktor-faktor yang tidak
diinginkan, memperbaiki resolusi dan meningkatkan signal to noise ratio-nya
yang selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk penampang seismik yang
menggambarkan perlapisan dan struktur bawah permukaan yang siap untuk
diinterpretasi.
Metode seismik refleksi merupakan kegiatan yang memerlukan biaya
operasi yang besar serta memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi terutama
dalam penentuan parameter yang akan digunakan dalam pemrosesan sehingga
data yang diperoleh adalah data yang benar dan mendekati kondisi geologi yang
sebenarnya.
Kegiatan yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah pemrosesan sinyal
seismik dengan membandingkan hasil dari metode Prestackmigration dan
Poststackmigration. Kedua metode ini memiliki berbedaan output terutama pada
wilayah yang memiliki struktur geologi dan variasi kecepatan yang sangat
kompleks. Perbedaan hasil ini akan menunjukkan metode yang baik yang dapat
digunakan pada kondisi wilayah tertentu sehingga hasil yang diperoleh dapat
maksimal. Pemrosesan sinyal seismik dilakukan dengan menggunakan software
ProMAX yang bekerja pada sistem operasi LINUX.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk untuk memperoleh pemahaman tentang
pemrosesan data seismik multi channel serta memperbaiki kualitas data rekaman
4
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prinsip Gelombang Seismik
2.1.1. Tipe gelombang seismik
Pulsa seismik merambat melewati batuan dalam bentuk gelombang elastis
yang mentransfer energi menjadi getaran partikel batuan. Dimensi dari
gelombang seismik atau gelombang elastis jauh lebih besar dibandingkan dengan
dimensi dari pergerakan partikel di batuan tersebut. Meskipun demikian,
penjalaran gelombang seismik dapat ditampilkan kedalam bentuk kecepatan dan
tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan
gelombang dalam batuan dimana pergerakan partikel mengalirkan energi yang
terjadi dapat menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan tersebut
(Sukmono, 2008). Berdasarkan medium penjalarannya, gelombang seismik
dibagi menjadi dua tipe yaitu Gelombang Tubuh (Body Wave) dan Gelombang
Permukaan (Surface Wave).
1. Gelombang Tubuh
Gelombang Tubuh merupakan gelombang yang energinya ditransfer
melalui medium di dalam bumi (Priyono, 2006). Berdasarkan sifat gerakan
partikel mediumnya, Gelombang Tubuh dibagi menjadi dua, yaitu Pelombang-P /
Gelombang Primer / Pressure (Gambar 1 (a)) dan Gelombang-S / Gelombang
Sekunder/ Shear (Gambar 1 (b)).
Pergerakan partikel pada Gelombang-P sejajar dengan arah penjalarannya
atau merambat secara longitudinal (Priyono, 2006). Gelombang-P merambat
paling cepat, sehingga merupakan gelombang yang pertama kali terekam.
5
bumi sebesar 5-7 km/s, kecepatan di mantel dan inti bumi sebesar > 8 km/s,
kecepatan di air sebesar 1,5 km/s dan kecepatan di udara sebesar 0,3 km/s (Braile,
2004). Menurut Veeken (2007) beberapa energi dari Gelombang-P dikonversi
menjadi energi Gelombang-S pada titik refleksi (Gambar 3). Gelombang-P dapat
merambat pada benda padat, cair dan gas. Secara matematik, Gelombang-P
ditulis sebagai berikut (Priyono, 2006) :
……….(1)
dimana : = kecepatan primer
= modulus Bulk (menyatakan incompressibility)
= konstanta lame (menyatakan rigidity)
ρ = densitas
Pergerakan Gelombang-S secara transversal, yaitu tegak lurus terhadap
arah rambatanya. Jika arah gerakan partikelnya pada bidang horizontal, maka
Gelombang-S tersebut merupakan Gelombang-S Horizontal (SH) dan jika
pergerakan partikelnya pada bidang vertikal, maka Gelombang-S tersebut
merupakan Gelombang-S Vertikal (SV) (Priyono, 2006). Gelombang-S hanya
merambat dalam benda padat dan tiba setelah Gelombang-P dengan kecepatan
yang bervariasi. Pada kerak bumi kecepatan Gelombang-S sebesar 3-4 km/s, pada
mantel bumi kecepatannya sebesar > 4,5 km/s sedangkan kecepataanya pada inti
bumi sebesar 2,5 – 3 km/s (Braile, 2004). Secara matematik, Geombang-S ditulis
sebagai berikut (Priyono, 2006) :
6
dimana : = kecepatan sekunder
= kontanta lame (menyatakan rigidity)
ρ = densitas
(a)
(b) Sumber : Braile (2004)
Gambar 1. Jenis-jenis Gelombang Tubuh (a) Gelombang-P (b) Gelombang-S
2. Gelombang Permukaan
Gelombang Permukaan merupakan gelombang yang transfer energinya
terjadi pada permukaan bebas dan menjalar dalam bentuk ground roll dengan
kecepatan berkisar antara 500 m/s hingga 600 m/s (Priyono, 2006). Gelombang
Permukaan memiliki amplitudo besar dan frekuensi yang rendah. Ada dua tipe
gelombang Permukan, yaitu Gelombang Love (Gambar 2 (a)) dan Gelombang
Rayleigh (Gambar 2 (b)).
Gelombang Love merupakan Gelombang Permukaan yang gerakan
partikelnya mirip dengan Gelombang-S, yaitu terjadi secara transversal (Priyono,
2006). Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang terbesar dan
7
(2-4,4 km/s) dan penetrasi Gelombang Love bergantung pada frekuensi, semakin
kecil frekuensi maka kecepatan dan penetrasi akan semakin besar. Gelombang
Love merambat lebih cepat dari pada Gelombang Rayleigh (Braile, 2004).
Gelombang Rayleigh memiliki gerakan partikel yang merupakan
kombinasi dari gerakan partikel Gelombang P dan S. Gerakan partikel gelombang
ini terpolarisasi elips dengan faktor amplitudo yang mempunyai tanda
berkebalikan sehingga gerakan partikelnya mundur(Priyono, 2006). Kecepatan
(2 - 4,2 km/s) dan penetrasi Gelombang Rayleigh bergantung pada frekuensi,
semakin kecil frekuensi maka kecepatan dan penetrasi akan semakin besar (Braile,
2004).
(a)
(b) Sumber : Braile (2004)
Gambar 2. Jenis-jenis Gelombang Permukaan (a) Gelombang Rayleigh
(b) Gelombang Love
2.1.2. Hukum – hukum perambatan gelombang seismik
1. Hukum Snellius
Aplikasi utama hukum Snellius dalam bidang seismik adalah untuk
8
lapisan yang berbeda di sudut yang bukan 900. Hukum Snellius menyatakan
bahwa sudut refleksi selalu menunjukkan sudut yang sama dengan sudut
datangnya. Sudut datang dan sudut pantul diukur dari batas normal antara dua
lapisan dengan impedansi seismik yang berbeda.
Energi yang ditransmisikan melewati bidang batas lapisan akan
mengalami perubahan arah perambatan yang disebut dengan refraksi gelombang
akustik. Arah gelombang akustik yang dibiaskan bergantung pada perbandingan
kecepatan kedua lapisan yang dilalui. Gambar 3 adalah hubungan antara
kecepatan yang berbeda dimana VP2> Vs2> Vp1> VS1. Akibatnya, sudut refraksi
untuk kedua Gelombang-P dan Gelombang-S lebih besar dari sudut refleksi yang
ditimbulkan (Gadallah dan Fisher , 2009).
Sumber : Gadallah dan Fisher (2009)
Gambar 3. Refleksi dan Refraksi dari Timbulnya Gelombang-P Saat Vp2 > Vs2 > Vp1 > Vs1
dimana : Pinc = Gelombang-P datang
Prefl= Refleksi Gelombang-P
Prefr = Refraksi Gelombang-P
Srefl = Refleksi Gelombang-S
Srefr = Refraksi Gelombang-S
θ0 = Sudut datang gelombang terhadap garis normal
θp = Sudut refleksi Gelombang-P
9
Фp = Sudut refraksi Gelombang-P
Фs = Sudut refraksi Gelombang-P
Secara matematis, hukum Snellius refraksi ditulis sebagai berikut :
……….…(3)
dimana : θ1 = sudut datang
θ 2 = sudut bias
= kecepatan cahaya sebelum dibiaskan
= kecepatan cahaya sesudah dibiaskan
2. Prinsip Fermat
Sebuah pulsa seismik yang merambat dalam suatu medium akan mengikuti
jalur yang menghubungkan antara source dan receiver. Namun, menurut prinsip
Fermat, hal ini hanya berlaku pada beberapa jalur rambatan. Hal ini berarti bahwa
mungkin ada lebih dari satu fenomena refleksi primer. Dalam penjalaran
gelombang dari satu titik ke titik selanjutnya yang melewati suatu medium
tertentu akan mencari suatu lintasan dengan waktu tempuh yang paling sedikit.
Gambar 4 merupakan representasi dari sinklin dan merupakan garis edar cahaya
menuju ketujuh receiver dari source yang cocok. Hanya ada satu garis edar untuk
nomor cahaya ke-1 dan ke-7. Sedangkan untuk cahaya ke-2, 3, 5 dan 6 memiliki
dua garis edar dan untuk cahaya ke-4 memiliki tiga garis edar.
Sumber : Gadallah dan Fisher (2009)
10
3. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang
merupakan sumber bagi gelombang baru. Posisi dari muka gelombang dalam
dapat seketika ditemukan dengan membentuk garis singgung permukaan untuk
semua wavelet sekunder. Prinsip Huygens (Gambar 5) mengungkapkan sebuah
mekanisme dimana sebuah pulsa seismik akan kehilangan energi seiring dengan
bertambahnya kedalaman.
Sumber: Gadallah dan Fisher (2009) Gambar 5. Prinsip Huygen
2.1.3. Atenuasi dan absorpsi gelombang seismik
Gelombang seismik yang merambat pada jarak yang semakin jauh akan
mengalami pengurangan kekuatan gelombang yang diakibatkan adanya
geometrical spreading atau spherical spreading. Besar pengurangan energi ini
berbanding terbalik dengan jarak penjalaran gelombang. Faktor atenuasi dapat
dikoreksi dengan spherical divergen correction.
Perhatikan analogi dari balon (Gambar 6). Awalnya, balon berwarna
buram (tidak tembus cahaya), setelah diisi udara warna balon perlahan menjadi
terang hingga akhirnya menjadi transparan. Hal ini dikarenakan balon menjadi
11
Sumber: Gadallah dan Fisher (2009) Gambar 6. Efek dari Pemompaan Balon
Batuan bukan merupakan pengantar energi seismik yang baik. Batuan
terdiri dari partikel-partikel tunggal yang disebut dengan kristal. Bila sejumlah
energi mengenainya maka akan dihamburkan dan sebagian lainnya akan diserap
(absorpsi). Selain itu, karena perambatan gelombang seismik melibatkan gerakan
dari partikel-partikel, maka ada beberapa gesekan dari masing-masing partikel
batuan tersebut yang dapat mengakibatkan beberapa energi seismik berubah
menjadi panas. Semakin tinggi frekuensi gelombang seismik, maka semakin
besar kehilangan panas dan absorpsi yang terjadi. Faktor absorpsi dapat dikoreksi
dengan mengunakan attenuation correction atau Q compensation.
2.2. Metode Eksplorasi Seismik
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode seismik terkait dengan sumber
energi (source) dan alat penerima (receiver) gelombang seismik adalah peristiwa
refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan). Gambar 7 menunjukkan bahwa
lapisan pertama dan kedua memiliki jenis batuan yang berbeda sehingga densitas
kecepatan dari perambatan gelombang seismik juga akan berbeda. Ketika
gelombang seismik melewati batas antara lapisan pertama dan kedua, sebagian
dari energi akan dipantulkan kembali ke permukaan pada lapisan pertama dan
sebagian ada yang ditransmisikan ke lapisan kedua. Jika kecepatan seismik pada
lapisan pertama lebih cepat dari lapisan kedua, maka yang terbentuk adalah sudut
12
lapisan kedua lebih cepat daripada di lapisan pertama, maka akan terbentuk sudut
transmisi gelombang seismik yang direfraksikan disepanjang lapisan perbatasan.
Refraksi tidak akan terjadi jika jarak source dan detector (receiver) cukup dekat.
Sumber : Gadallah dan Fisher (2009)
Gambar 7. Refleksi dan Refraksi Gelombang Seismik
Berdasarkan jumlah receiver yang digunakan, metode seismik refleksi
terdiri dari dua jenis, yaitu single channel dan multi channel. Single channel
ditunjukkan oleh Gambar 7, sedangkan multi channel ditunjukkan oleh Gambar 8.
Pada multi channel dikenal istilah fold coverage. Fold coverage
merupakan titik reflektor yang menerima banyak gelombang suara yang
dipantulkan dari source yang berbeda (Talagapu, 2005). Istilah fold coverage
juga dikenal dengan istilah Common Mid Point (CMP) yang di tunjukkan oleh
Gambar 13.
Sumber : (Linda, 2010)
13
Pemrosesan data seismik lebih sering dilakukan pada metode refleksi dari
pada metode refraksi. Metode refraksi lebih baik digunakan untuk
mengidentifikasi kecepatan akustik pada batuan. Metode refraksi juga dapat
digunakan untuk mendeteksi secara detail struktur sedimen di kedalaman tertentu
(Gadallah dan Fisher, 2009).
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan yang sangat dipengaruhi
oleh velositas adalah impedansi akustik (Z) yang merupakan hasil perkalian antara
densitas (ρ) dan velositas (V). Impedansi akustik adalah kemampuan batuan
untuk melewatkan gelombang seismik yang melauinya (Abdullah, 2007).
Z = Vρ………...(4)
Dalam Z, velositas memiliki arti yang lebih penting daripada densitas. Porositas
dan fluida pengisi pori batuan (air, minyak dan gas) lebih mempengaruhi harga
velositas daripada densitas. Z juga dianalogikan dengan acoustic hardness.
Batuan yang keras dan sukar dimampatkan seperti batu gamping dan granit
memiliki nilai Z yang tinggi, sedangkan batuan yang lunak dan mudah
dimampatkan seperti lempung memiliki nilai Z yang rendah (Sukmono, 2008).
Istilah polaritas digunakan untuk tampilan rekaman seismik. Society of
Exploration Geophysicist (SEG) mendefinisikan polaritas normal sebagai berikut :
1). Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada
hidrofon di air.
2). Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada
perekaman, defleksi negatif pada monitor dan trough (palung) pada
14
Pada penampang seismik, bila bidang batas refleksi dimana Z pada lapisan kedua
lebih besar dari pada Z di lapisan pertama (Z2 > Z1) akan berupa trough (palung).
Sebaliknya, bila Z2 > Z1akan berupa peak (puncak)(Sukmono, 2008). Gambar 9
menunjukkan bagian-bagian dari gelombang seismik.
Sumber : Abdullah (2007)
Gambar 9. Bagian - bagian Gelombang Seismik. Penjelasan istilah trough dan peak terdapat di dalam teks.
Refleksi terjadi ketika kontras Z diantara kedua lapisan sebagai berikut :
……….…….
(5)Dimana : Z = impedansi akustik
= impedansi akustik lapisan pertama
= impedansi akustik lapisan kedua
Salah satu masalah utama dalam refleksi gelombang seismik adalah
timbulnya interferensi seismik yang disebabkan oleh batas IA yang sangat rapat.
Interferensi seismik adalah perpaduan dua buah gelombang yang koheren yaitu
dua buah gelombang yang memiliki frekuensi dan beda fase yang tetap.
Ineferensi terdiri dari dua jenis, yaitu interferensi yang saling menguatkan atau
konstruktif dan inteferensi yang saling melemahkan atau destruktif. Gambar 10
15
sebenarnya (log sonic) yang disebabkan adanya overlapping beberapa reflektor
(Sukmono, 2008).
Sumber : Badley (1985)
Gambar 10. Diagram Perbedaan Resolusi SonicLog dan Seismic Trace
Dampak dari peristiwa interferensi ini adalah tidak terbentuknya pulsa
gelombang berupa spike (Gambar 11). Spike menjelaskan sifat kelangsingan dari
sebuah wavelet atau gelombang refleksi. Semakin langsing gelombang, maka
akan semakin baik. Gelombang yang “gemuk” dapat disebabkan oleh peristiwa
atenuasi dan absorbsi gelombang seismik.
Sumber : Badley (1985)
Gambar 11. Pulsa Gelombang Spike
2.3. Pemrosesan Data Seismik
2.3.1. Format rekaman data input
Data lapangan umumnya dicatat dalam format multiplexing (urutan
16
analog. Gelombang analog ini akan dicuplik menjadi digital menggunakan
multiplexer. Selanjutnya dilakukan proses demultiplexing. Secara matematis,
demultiplexing dapat dibayangkan seperti transpose sebuah matriks yang besar
sehingga baris dari matriks yang dihasilkan dapat dibaca sebagai trace seismik
yang direkam pada offset yang berbeda yang mengubah bentuk urutan waktu ke
dalam bentuk urutan trace (Talagapu, 2005).
2.3.2. Geometri
Data seismik dari lapangan yang akan digunakan harus dikoreksi geometri
terlebih dahulu. Koreksi ini dilakukan dengan memberi alamat terlebih dahulu
setiap shoot point, sehingga kedudukannya dipermukaan terdefinisi. Informasi
kedudukan shoot point dan receiver dipermukaan diberikan oleh pengukuran
topografi dan laporan observer, yang harus diterjemahkan ke spread sheet di
processing.
Menurut Jusri (2004), pada flow ini dilakukan pendefinisian geometri dari
data yang telah di-loading, sesuai dengan geometri penembakan pada saat
pengambilan data di lapangan. Informasi mengenai geometri akan menjadi suatu
identitas (header) dari trace seismik yang terekam, dan akan menjadi suatu atribut
yang sangat vital dalam pengolahan data seismik selanjutnya. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan sebelum menyusun file geometri (Victor, 2010) :
1). Jumlah channel atau receiver per shoot point
2). Jarak antar shoot point dan receiver bila tidak ada data topografi
3). Arah penembakan (azimuth)
4). Letak channel pertama terhadap penembakan
17 2.3.3. Automatic Gain Control (AGC)
Sinyal yang diterima meliputi sinyal refleksi, refraksi, ground roll dan
noise lingkungan, serta segala objek yang memiliki amplitudo yang bervariasi.
AGC berfungsi untuk mengurangi atau memperkuat sinyal yang masuk agar tetap
berada pada tingkat sinyal yang diinginkan (Veeken, 2007).
2.3.4. True Amplitude Recovery (TAR)
Koreksi TAR dimaksudkan untuk mengkoreksi amplitudo data seismik
sehingga seolah - seolah setiap permukaan pemantul memperoleh energi yang
sama. Pada penjalaran gelombang seismik dari source ke titik pantul dan
kemudian ke receiver di permukaan, energi gelombang akan semakin melemah
karena akibat efek penyebaran dan proes penyerapan energi oleh lapisan – lapisan
batuan yang dilaluinya (Victor, 2010).
2.3.5. Koreksi Normal Move Out (NMO)
Koreksi NMO berfungsi untuk menghilangkan pengaruh jarak atau offset
terhadap waktu penjalaran gelombang (Victor, 2010). Koreksi NMO ini berkaitan
dengan analisa kecepatan dari reflektor atau lapisan batuan.
2.3.6. Koreksi Dip Move Out (DMO)
DMO adalah proses yang bertujuan menghilangkan pengaruh kemiringan
reflektor pada kecepatan stacking. DMO bekerja untuk mengkoreksi kecepatan
yang lebih tinggi karena pengaruh kemiringan reflektor. Metode DMO
menggunakan prinsip-prinsip migrasi secara parsial untuk tiap-tiap trace,
sehingga disebut juga metode Prestack Partial Migration (PSPM). DMO akan
18
reflektor dari posisi semu menjadi ke posisi yang sebenarnya (common midpoint
gather). Koreksi DMO akan menghasilkan output CDP gather yang mempunyai
kurva horizon yang hiperbolik dan analisis kecepatan yang diturunkan dari output
ini akan menghasilkan kecepatan yang lebih rendah (Victor, 2010).
2.3.7. Analisis kecepatan
Kecepatan didefinisikan sebagai penjalaran gelombang seismik pada
medium. Berdasarkan nilai kecepatan dapat ditentukan kedalaman, kemiringan
horizon dan lain-lain. Beberapa kecepatan menurut Priyono (2006) yang terdapat
pada pengolahan data seismik yaitu :
1). Kecepatan Root Mean Square (RMS)
Kecepatan RMS diturunkan dari perhitungan rms pada kecepatan interval.
Kecepatan ini menggambarkan kecepatan dari seluruh lapisan.
2). Kecepatan Interval
kecepatan dari suatu interval atau strata pengendapan. Kecepatan ini
menggambarkan kecepatan lapisan batuan. Kecepatan interval digunakan
untuk estimasi litologi, estimasi porositas dan estimasi kandungan fluida.
3). Kecepatan Stacking
Kecepatan yang diperoleh dari proses stacking (hasil dari analisa kecepatan).
4). Kecepatan rata-rata
Kecepatan yang menggambarkan rata-rata dari lapisan permukaan hingga
pada reflektor ke-n.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, NMO adalah dasar untuk
menentukan kecepatan dari data seismik. Menghitung kecepatan pada dasarnya
19
diselaraskan dari kumpulan CMP sebelum di stacking. Analisis kecepatan t2 - x 2
adalah cara yang baik untuk memperkirakan kecepatan stacking. keakuratan
metode yang berdasarkan pada rasio sinyal terhadap noise ini bergantung pada
kualitas hasil picking. Gambar 12 merupakan analisis kecepatan t2 - x 2pada
sintetik gather yang diturunkan dari fungsi kecepatan. Bagian tengah
menunjukkan spektrum kecepatan. Analisis kecepatan t2 - x 2 diperoleh melalui
segitiga yang terdapat pada spektrum velositas.
Sumber : Yilmaz (2001)
Gambar 12. Analisis Kecepatan t2 - x 2 pada Sintetik Gather
2.3.8. Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah proses yang meningkatkan resolusi temporal dari data
seismik dengan memperkecil wavelet dasar seismik. Dalam eksplorasi
seismologi, wavelet seismik dihasilkan saat suara merambat dari source hingga ke
receiver yang disebabkan karena melewati strata geologi yang berbeda. Tujuan
dari proses dekonvolusi adalah untuk mempersingkat refleksi wavelet dan
melemahkan ghost, pengaruh dari instrument, dengungan dan refleksi multiple.
20
panjang gelombang, frekuensi dan fasa, sedangkan multiple adalah pengulangan
refleksi akibat terperangkapnya gelombang seismic dalam air laut atau adalam
batuan yang lunak (Abdullah, 2007). Menurut Yadav (2011), dekonvolusi terdiri
dari dua jenis yaitu :
1). Dekonvolusi Deterministik
Merupakan dekonvolusi yang yang menggunakan operator filter yang telah
didisain untuk menampilkan suatu bentuk tertentu.
2). Dekonvolusi Statistik
Dekonvolusi statistik memiliki disain filter yang tidak dikatahui, sehingga
informasi tentang wavelet berasal dari data itu sendiri. Menurut Talagapu
(2005), terdapat dua jenis deonvolusi statistik, yaitu:
a. Dekonvolusi Spiking
Dekonvolusi spiking adalah proses pengubahan wavelet seismik menjadi
spike. Spike memiliki spektrum yang flat untuk seluruh frekuensi sehinga
secara teorotis tidak boleh ada komponen frekuensi yang amplitudonya
sangat kecil atau nol, karena dapat menyebabkan hasil disain operator
tidak stabil.
b. Dekonvolusi Predictive / Dekonvolusi Gap
Dekonvolusi ini dapat meramalkan bentuk dari wavelet setelah waktu gap,
dan mengurangi amplitudo data dengan amplitudo hasil ramalan (Victor,
2010). Predictive dilakukan dengan cara mencari bagian-bagian yang bisa
diprediksi dari trace seismik untuk kemudian dihilangkan.
Menurut Victor (2010), selain jenis dekonvolusi spiking dan predictive, terdapat
21
a. Wave Shaping (Wiener) Filter
Dekonvolusi ini akan menyaring data untuk menghasilkan output
sebagaimana yang dikehendaki pemakai. Metode ini menggunakan cara
dengan memperkecil beda kesalahan antara output seismik wavelet
sebenarnya dengan yang diharapkan.
b. Dekonvolusi FX
Selain memperbaiki wavelet dalam ruang frekuensi juga memperbaiki
koherensi dalam ruang x ke arah lateral. Dekonvolusi jenis ini lebih
berfungsi untuk mengurangi random noise.
c. Spectral Balancing
Proses ini disebut juga sebagai zero phase deconvolution dan sebenarnya
bukan proses dekonvolusi murni karena disini operator tidak didisain
berdasarkan datanya. Hasilnya adalah spektrum yang flat untuk band
frekuensi yang terbatas. Prinsipnya adalah pemakaian sederetan band pass
filter dengan band yang sempit secara berurutan.
d. Dekonvolusi Fase
Dalam penjalarannya ke dalam bumi, setiap komponen frekuensi akan
mengalami dispesi (penguraian), karena setiap komponen mempunyai
kecepatan yang berbeda. Wavelet terpecah atas beberapa komponen
frekuensi dan setiap komponen menjalar sendiri - sendiri. Akibanya fase
pun akan bergeser dengan nilai yang berbeda beda. Apabila pergeseran ini
linier dan dengan mengabaikan adanya penyerapan, pada waktu tiba di
22 2.3.9. Stacking
Stacking adalah penggabungan dua atau lebih trace menjadi satu trace atau
disebut dengan gather data (Gambar 13). Penggabungan ini dapat terjadi dengan
beberapa cara. Dalam pengolahan data digital, amplitudo dari trace dinyatakan
sebagai angka, sehingga stacking dapat dilakukan dengan menambahkan angka-
angka tersebut.
Sumber : Tristiyoherni (2010)
Gambar 13. Diagram Proses Stack. Masing-masing receiver menerima satu
trace, setelah di-stacktrace-trace tersebut bergabung menjadi satu trace.
Prinsip CMP stacking ini dapat dilihat pada Gambar 14. Keterangan
nomor (1) merupakan penggabungan dua trace (puncak gelombang) yang muncul
pada waktu yang sama menghasilkan puncakyang tinggi sebagai hasil dari
penambahan dua buah puncak. Nomor (2) merupakan penggabungan puncak dan
lembah yang bertemu pada waktu dan amplitudo yang sama sehingga akan
meniadakan satu sama lain. Nomor (3) menunjukkan puncak dan lembah yang
bertemu pada waktu dan amplitudo yang berbeda sehingga gelombang yang
terbentuk adalah setengah dari lebar puncak dan lembah aslinya. Nomor (4)
menunjukkan dua puncak yang berada dalam waktu yang berbeda, kombinasi dari
trace akan memiliki dua puncak yang terpisah dengan ukuran yang sama seperti
23
Sumber : Gadallah dan Fisher (2009)
Gambar 14. Prinsip CMP Stacking. (1) Dua puncak yang bertemu pada waktu yang sama, (2) puncak dan lembah yang bertemu pada waktu dan amplitudo yang sama, (3) puncak dan lembah bertemu pada waktu dan amplitudo yang berbeda, (4) dua puncak bertemu pada waktu yang berbeda.
Dengan meningkatkan rasio S / N, maka dapat meningkatkan kualitas
sinyal, namun tetap memiliki noise. Mempertimbangkan semua noise yang ada,
perbaikan rasio S / N dengan stacking akan menjadi √n waktu, dimana n adalah
kelipatan waktu. Tujuan utama dalam merekam data multi kelipatan adalah untuk
stacking semua trace secara bersama-sama. Stacking tidak efektif dalam menekan
multiple dan difraksi. Sebelum akhir stacking semua koreksi NMO, DMO, statik
dan sebagainya harus dilakukan. Umumnya sebelum dekonvolusi dan analisa
kecepatan, gather di-stack agar memiliki gambaran kasar tentang perbedaan
horizontal, noise yang besar dan sebagainya. Stack ini disebut juga Brute Stack
(Talagapu, 2005).
2.3.10.Migrasi
Migrasi adalah proses perpindahan energi refleksi dari posisi yang terlihat
kepada posisi yang sebenarnya. Distribusi kecepatan spasial digunakan dalam
migrasi untuk identifikasi posisi titik yang sebenarnya di sub permukaan. Migrasi
memperbaiki susunan dari lapisan – lapisan reflektor sehingga dapat memberikan
24
Bagian zero offsetstack memberikan gambaran yang salah dari pemantul
dibidang miring seperti peristiwa yang ditunjukkan oleh Gambar 15, dimana titik
A dan B diplot berdasarkan posisi trace yang tepat. Bidang miring yang terlihat
merupakan peristiwa zero offsetstack yang berbeda dari bidang kemiringan yang
sebenarnya.
Sumber : Talagapu, 2005
Gambar 15. Representasi Geometri dari Migrasi. Garis putus-putus (apparent dip) merupakan reflektor yang terlihat (semu), sedangkan true dip merupakan posisi reflektor yang sebenarnya.
Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa migrasi memiliki beberapa
prinsip yaitu sudut kemiringan dari reflektor dalam true dip lebih baik daripada
dalam penampang waktu, sehingga menambahkan jumlah migrasi reflektor.
Selain itu, panjang reflektor, seperti yang terlihat dalam true dip lebih pendek
daripada penampang apparent dip, sehingga memperpendek migrasi reflektor.
Migrasi memindahkan reflektor kearah kemiringan yang lebih tinggi.
Sumber : Talagapu, 2005 Gambar 16. Prinsip Migrasi
Berbagai kondisi permukaan yang beragam menyebabkan jenis migrasi
yang digunakan berbeda – beda. Hal ini disebut dengan strategi migrasi seperti
25
Tabel 1. Strategi Migrasi
Kondisi Permukaan Jenis Migrasi
Peristiwa kemiringan reflektor Time Migration
Kemiringan yang kompleks dengan stacking kecepatan yang berbeda
Prestack Migration
Sifat 3D dari Fault Planes dan Salt Flanks 3D Migration
Kekuatan lateral dari variasi velositas diasosiasikan dengan struktur permukaan yang kompleks
Depth Migration
Kompleks dengan Moveout yang tidak hiperbolik Prestack Migration
Struktur 3D 3D Migration
Struktur dan velositas yang sederhana Post Stack Time Migration
Struktur yang sederhana dan velositas yang kompleks Post Stack Depth Migration
Struktur yang kompleks dan velositas yang sederhana Pre Stack Time Migration
Struktur yang kompleks dan velositas yang kompels Pre Stack Depth Migration
Permukaan yang cekung dapat menyebabkan terbentuknya bow tie. Bow
tie merupakan peristiwa refleksi seismik pada permukaan yang cekung yang telah
mengabaikan fokus tetapi dapat dikoreksi menggunakan migrasi. Fokus
gelombang seismik menghasilkan tiga refleksi pada tiap lokasi permukaan. Istilah
bow tie diciptakan untuk menampilkan peristiwa dari data seismik yang tidak
dimigrasi. Synclines atau cekungan umumnya menghasilkan efek bow tie.
gambar 17 menunjukkan syncline yang muncul sebagai bow tie pada daerah yang
di-stack dan dapat dikoreksi dengan migrasi data seismik yang tepat.
Sumber : Yadav, 2011
26
2.4. Postctack Migration dan PrestackMigration
2.4.1. Poststack migration
Poststackmigration adalah migrasi yang dilakukan setelah stacking.
Migrasi ini didasarkan pada gagasan bahwa semua elemen data yang baik
merupakan refleksi primer atau difraksi. Hal ini dilakukan dengan mengatur
kembali informasi seismik sehingga refleksi dan difraksi diplot di lokasi yang
sebenarnya. Variabel velositas dan kemiringan horizontal menyebabkan data
pada permukaan direkam berbeda dari posisi sub permukaan mereka. Dengan
demikian, migrasi diperlukan untuk memindahkan refleksi ke lokasi yang
sebenarnya pada sub permukaan.
Poststack migration akan sangat efektif bila dipergunakan untuk mengolah
data yang memiliki struktur sub permukaan yang sederhana. Akan tetapi,
poststackmigration tidak akan efektif bila diterapkan di daerah yang memiliki
variasi geologi dan velositas yang kompleks.
Poststackmigration diasumsikan memiliki moveout yang hiperbolik.
Distorsi amplitudo dihasilkan ketika asumsi ini tidak berlaku. Ketika perambatan
gelombang seismik dari jarak offset yang dekat dan jauh melalui lapisan yang
berbeda dengan kecepatan yang berbeda, maka moveout yang tidak hiperbolik dan
stacking setelah peristiwa koreksi hiperbolik menyebabkan fokus menjadi
berkurang. Untuk mengatasinya, diperlukan prestack migration (Yadav, 2011).
2.4.2. Prestack migration
Ketika struktur sub permukaan dan variasi velositas yang kompleks,
peristiwa refleksi tidak hiperbolik dan proses stacking tidak bekerja dengan baik,
27
migration dilakukan pada data prestackmigration seperti pada kumpulan CMP
dan dapat dilakukan dalam domain waktu atau kedalaman. Prestackmigration
hanya diterapkan jika lapisan yang diamati memiliki profil kecepatan yang
kompleks. Kecepatan lapisan adalah informasi yang dibutuhkan untuk melakukan
prestackmigration waktu atau kedalaman. Prestackmigration diterapkan untuk
menghindari distorsi amplitudo yang disebabkan oleh perusakan CMP dan
moveout yang tidak hiperbolik (Yadav, 2011).
Poststackmigration lebih cepat dari pada prestackmigration, karena
stacking mengurangi jumlah trace yang harus di proses, selain itu poststack
migration lebih murah daripada prestack migration. Prestack migration
memberikan kualitas gambaran yang lebih baik sehingga lebih disukai.
2.4.3. Migrasi Kirchhoff
Migrasi Kirchhoff bukan merupakan metode migrasi seismik yang
menggunakan bentuk integral (persamaan Kirchhoff) dari persamaan gelombang.
Metode migasi Kirchhoff menggunakan persamaan geomerti dan prinsip – prinsip
muka gelombang seismik sebagai metode penjumlahan difraksi.
Metode Kirchhoff menggunakan puncak dari kurva difraksi menjadi titik
reflektor yang benar. Metode Kirchhoff didasari oleh prinsip Huygens, yang
berpendapat bahwa reflektor seismik dianggap seolah – olah terdiri dari pola
difraksi yang terdiri dari titik – titik yang beredekatan seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 18. Migrasi dari penampang seismik diperoleh dengan
menghilangkan setiap difraksi hiperbolik didaerah asal (puncak). Setiap titik pada
penampang migrasi dihasilkan melalui penjumlahan dari semua data difraksi yang
28
Sumber : Yadav, 2011
Gambar 18. Penjumlahan Difraksi. Titik-titik merupakan pusat dari hasil penjumlahan data difraksi yang ditunjukkan dengan bentuk difraksi yang hiperbolik (melengkung)
Terdapat dua metode yang berbeda dalam pengolahan data sebelum
dijumlahkan. Sementara itu, metode penjumlahan difraksi dari penjumlahan
amplitudo seismik dikoreksi dengan migrasi Kirchhoff.
Metode koreksi yang pertama ditujukan untuk memperbaiki sudut pada
setiap sinyal yang tiba pada masing-masing receiver. Energi yang tiba dari
reflektor ke receiver berada pada sudut yang berbeda. Jumlah energi yang tiba
pada masing-masing receiver bergantung pada sudut yang datang. Fenomena ini
disebut faktor arah kemiringan. Gambar 19 menunjukkan gelombang melingkar
energi yang dihasilkan dari titik reflektor. Ketika energi tiba di permukaan,
receiver yang terdekat dari titik datang energi merekam amplitido yang lebih
besar dari pada receiver yang terletak pada jarak yang lebih jauh. Faktor koreksi
yang digunakan adalah dengan menggunakan kosinus sudut yang dibentuk oleh
sumbu vertikal dan garis yang ditarik dari lokasi titik reflektor ke masing-masing
receiver. Koreksi untuk ke receiver di lokasi R6 akan sama dengan cos β.
Sumber : Yadav, 2011
29
Koreksi kedua adalah spherical divergence, atau spreading factor.
Sebagai penjalaran dari muka gelombang dari source ke receiver akan menglami
pengurangan energi. Akibatnya, amplitudo berkurang dan waktu tempuh atau
jarak dari sumber meningkat. Dalam skema migrasi Kirchhoff, amplitudo pada
domain kedalaman dikoreksi dengan faktor 1 / r sebelum penjumlahan. Dalam
domain waktu, koreksi amplitudo yang diterapkan adalah sama dengan 1 / t,
dimana t adalah waktu tempuh dari seismik (Yadav, 2011).
2.4.4. Prestack Time Migration (PSTM)
Meskipun jarak dari permukaan bumi hingga ke sub permukaan bumi
diukur dalam satuan jarak (deepimaging), gambaran seismik dari sub permukaan
bumi biasanya ditampilkan dalam satuan waktu (time imaging). Alasan untuk
kecendrungan menggunakan time imaging dari pada deep imaging adalah karena
deep imaging tidak mampu menghasilkan posisi yang akurat dari reflektor dalam
gap kedalaman.
Adanya kemiringan secara horizontal menyebabkan sortiran trace dari
kumpulan CMP merupakan kumpulan yang disusun dari banyak titik kedalaman
di sub permukaan. Jadi tidak hanya berasal dari satu titik kedalaman. Situasi
dimana dua atau lebih kemiringan yang berbeda pada waktu yang sama adalah
permasalahan NMO multi nilai. Permasalahan ini dapat diselesaiakan dengan
menggunkan prestack migrasi waktu.
Prestack migrasi waktu dilakukan dalam domain offset yang umumnya
dihasilkan dalam kumpulan prestack migrasi waktu. Kumpulan ini juga diketahui
sebagai titik refleksi umum / Common reflection Point (CRP) karena mereka
30
migrasi waktu memiliki banyak kegunaan yaitu dapat di-stack untuk mendapatkan
migrasi prestack serta dapat digunakan untuk memperbaiki dan memperkirakan
velositas RMS. Prestack migrasi waktu tidak hanya mengkoreksi distorsi
geometri karena refleksi dan difraksi dari gelombang seismik, tetapi juga
memberikan manfaat sebagai berikut:
1). Prestack migrasi memfasilitasi picking veloitas karena memperpendek
difraksi, memfokuskan energi dan posisi yang terkoreksi. Velositas yang
di-pick sesudah prestack migrasi mendekati posisi yang sebenarnya daripada
yang di-pick sebelum migrasi.
2). Migrasi meningkatkan resolusi spasial sehingga dianggap juga sebagai
dekonvolusi spasial. Sesudah migrasi, resolusi lateral adalah susunan dari
panjang gelombang.
2.5. Model-model Kondisi Geologi
Kondisi geologi yang terekam dalam penampang seismik memiliki
perbedaan dengan kondisi geologi yang sebenarnya. Hal ini karena seismik hanya
mampu mendeteksi batas litologi yang memiliki perubahan impedansi yang
besarnya lebih dari detectable limit dari gelombang seismik yang dipakai. Bila
batas tersbut cukup rapat, interferensi dapat mempengaruhi respon seismik
sehingga mengganggu intepretasi. Kesalahan dalam intepretasi dapat disebabkan
oleh efek multiple, bow tie, difraksi sidewipe dan teknik pemrosesan yang terlalu
menonjolkan kontinuitas sehingga rekaman seismik seolah-olah memiliki kualitas
yang baik. Berikut merupakan kondisi dasar geologi yang sering dijumpai pada
31
1). Kondisi lipatan (fold) (Gambar 20)
Secara garis besar, kondisi pelipatan dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok (Sukmono, 2008):
a. Lipatan yang berasosiasi dengan kompresi skala regional akibat proses
perubahan bentuk kerak regional.
b. Lipatan yang berasosiasi dengan kompresi skala lokal, misalnya lipatan
akibat pergeseran sesar.
c. Lipatan yang berhubungan langsung dengan proses pensesaran seperti
struktur antiklin rollover yang berkembang akibat pergerakan sesar normal
listrik.
d. Lipatan monoklinal dari lapisan sedimen akibat proses reaktivitas sesar
atau proses kompaksi diferensial dari benda yang lebih dalam.
e. Lipatan akibat intrusi benda yang terletak lebih dalam.
Sumber : Nord, C (2009)
Gambar 20. Antiklin dan Sinklin di Parry Sound, Ontario, CA
2). Kondisi sesar (fault)
Kondisi sesar terdiri dari berbagai jenis (Gambar 21), akan tetapi yang di
jelaskan hanya terdiri dari tiga jenis, yaitu sesar normal, sesar naik, dan
graben.
Antiklin
32
Sumber : MedcoEnergi (2011)
Gambar 21. Berbagai Jenis Sesar
a. Sesar Normal
Sesar Normal merupakan sesar yang pergeseran dominannya kearah dip
dan bagian hanging wall bergerak relatif turun dibandingkan dengan foot
wall (Gambar 22) (Sukmono, 2008).
Sumber : Murati Ermin (2011)
33
b. Sesar Naik dan Anjak
Sesar Naik mempunyai pergeseran yang dominan dengan arah kemiringan,
dimana hanging wall relatif bergeser keatas dibandingkan dengan blok
foot wall. Sesar Naik sudut rendah disebut dengan sesar anjak (Gambar
23) (Sukmono, 2008).
Sumber : Bradfort (2010)
Gambar 23. Sesar Anjak
c. Graben
Sebagian besar kondisi Graben sebenarnya merupakan kombinasi dari dua
buah Half Graben dengan perbedaan usia (Cramez, 2006). Graben adalah
blok yang bergerak ke bawah yang kedua sisinya terikat oleh sesar normal
yang non paralel (Gambar 24).
Sumber : Anderson (2010)
34
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Survei Serta Pengolahan Data
Kegiatan survei (akuisisi data) dilakukan selama 30 hari termasuk
mobilisasi dan demobilisasi, yaitu dari tanggal 20 Januari hingga 18 Februari
2010. Kegiatan mobilisasi yang penting dilakukan adalah scouting. Scouting
bertujuan untuk memeriksa keamanan jalur survei dari gangguan nelayan
(rumpon) dan untuk mengusir biota laut (paus dan lumba-lumba) agar berada jauh
dari wilayah survei sehingga tidak mengganggu sistem komunikasi biota laut yang
menggunakan frekuensi sedang dan tinggi (echolocation).
Kegiatan survei dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (Bakosurtanal) yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Departemen Luar Negeri, Dinas Hidro dan
Oseanografi (DISHIDROS), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan (PPPGL), dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan – Kementerian
Kelautan dan Perikanan (BRKP-KKP). Lokasi akuisisi data berada di Samudera
Hindia, tepatnya di sebelah Barat Aceh.
Gambar 25 ditampilkan peta lokasi akuisisi data. Selama akuisisi data
dilakukan, adalah enam lintasan pengambilan data, namun yang akan digunakan
dalam penelitian kali ini hanya terdiri dari dua lintasan, yaitu lintasan AB yang
terletak pada koordinat 3033’9.84” LU hingga 91025’25.18” BT dan 4012’47.03”
LU hingga 9304’38.69” BT dan lintasan CD yang terletak pada koordinat
3016’14.88” LU hingga 91031’27.96” BT dan 3032’59.79” LU hingga
35
Pengolahan data dilakukan selama 35 hari, yaitu dari tanggal 4 April
hingga 8 Mei 2011. Lokasi pengolahan data berada di laboratorium ProMAX
PPPGL, Bandung.
Gambar 25. Peta Akuisisi Data di Perairan Barat Aceh
3.2. Peralatan Survei
Peralatan survei yang digunakan terdiri dari wahana dan peralatan seismik.
Peralatan seismik meliputi peralatan di laut (in-sea) dan peralatan di kapal (
on-board). Peralatan seismik yang digunakan terdiri dari tiga parameter yaitu source
system, recording system dan navigation system.
1). Wahana
Wahana yang digunakan adalah kapal riset Baruna Jaya II dengan
spesifikasi pada Tabel 2. Draft merupakan tinggi dari lunas kapal hingga
body kapal yang terkena air laut. Dead Weight Tonnage (DWT) atau disebut
36
dipindahkan. Ketahanan kapal merupakan kemampuan kapal untuk terus
berlayar tanpa mengisi bahan bakar.
Tabel 2. Spesifikasi Baruna Jaya II
Spesifikasi
Panjang Lebar Draft Kecepatan Maksimal DWT Ketahanan 60 m 11.5 m 4 m 10 knot 1189 ton 14 hari
Sumber : BPPT (2010)
2). Peralatan Seismik
a) Peralatan di laut
1). Source System dan Recording System
Source system terdiri dari kabel Streamer, sedangkan recording
system terdiri dari serangkaian gun yang terdiri dari dua buah gun
array yaitu kanan dan kiri, dengan setiap array terdiri dari 10 buah
gun (8 x 150 cu.in dan 2 x 250 cu.in). Total volume gun yang
digunakan adalah 3100 cu.in sedangkan 300 cu.in adalah cadangan.
Konfigurasi peralatan yang berada di laut ditunjukkan dalam Gambar
26, sedangkan spesifikasi dari gun array dan streamer ditunjukkan
dalam Tabel 3.
Sumber : BPPT (2010)
37
Tabel 3. Spesfikasi Array dan Streamer
Parameter Aray
Volume Total 3100 Cu.in (50,8 m3) Tekanan Pengoperasian 2000 psi (138 Bar)
konvigurasi Array 2 (starboard and port side) Kedalaman Sumber 6 m
Parameter Streamer
Jumlah Streamer 1 buah Panjang Streamer 1500 m Jumlah Channel 120 buah Interval Grup 12,5 m Kedalaman Operasi 8 m
Sumber : BPPT (2010)
2). Navigation system
Navigation system terdiri dari bird dan retreiver serta SEAMAP
bouylink EX Tracking System. Bird berfungsi untuk mengatur
streamer pada kedalaman tertentu sedangkan retreiver berfungsi
untuk mengeluarkan pelampung apabila streamer putus dan
tenggelam. SEAMAP bouylink EX adalah sitem penentuan posisi
(GPS) yang mampu memberikan posisi pelampung gun, dan tailbouy
dengan ketelitian sub-meter.
b) Peralatan di kapal (on board)
1) Source System
i) Compressor
Compressor yang digunakan untuk mengisi gun dengan udara
bertekanan tinggi adalah dua buah kompresor yang masing-masing
berkapasitas 275 SCFM dengan tekanan 2000 Psi (138 Bar).
ii) Gun Controller
Gun controller merupakan sistem untuk mengendalikan ledakan
gun sesuai dengan kebutuhan survei. Gun controller yang
38
2) Recording system
i) Human Computer Interface (HCI), berfungsi untuk set up
parameter, update, dan display seluruh sistem; interaksi dengan
peralatan yang di turunkan, monitoring noise sebelum dan selama
penembakan tanpa adanya kehilangan data; display untuk aktifitas
sistem; menampilkan, menganalisis, dan menyimpan hasil test serta
untuk mencetak semua parameter.
ii) Control Module XL (CMXL)
CMXL terdiri dari Sercel 408 XL dan paket software PRM. Sercel
408 XL berfungsi untuk menghubungkan peralatan elektronik
bagian laut (in-sea electronics) serta untuk mengenali Sinyal
langsung pertama (Time break). PRM adalah software pengolah
data yang diinstal di HCI atau pada workstation yang terpisah yang
berfungsi untuk memformat data dari atau ke driver pita, ke plotter,
dan ke sistem SeaProQC.
iii ) Power Unit
Power unit terdiri dari Power Module (PWM) dan Power Module
Control (PWMC). PWM berfungsi sebagai pembatas arus,
mendeteksi kebocoran untuk melindungi operator, stop kontak
darurat dan untuk menampilkan pemakaian tegangan dan arus.
3) Navigation system
i) Differential Global Positioning System (DGPS)
DGPS yang digunakan adalah Receiver F-185 yangberfungsi untuk
39
ii) Software Navigasi
Software navigasi yang digunanakan adalah Hydronav yang
difasilitasi mampu memerintahkan waktu peledakan gun ke gun
controller sesuai dengan kebutuhan survei (BPPT, 2010).
Berikut merupakan skema (Gambar 27) dan penjelasan dari peralatan survei yang
digunakan.
Sumber : BPPT (2010)
Gambar 27. Skema Peralatan Survei
Navigasi System DGPS
Software Navigasi SEAMAP bouylink EX
Bird dan Retreiver
Peralatan di Laut
Wahana Kapal Riset Baruna Jaya II Peralatan
survei
Peralatan Seismik
Peralatan di Kapal
Source System
GunArray Compressor dan
40 3.3. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data seismik yang dilakukan (Gambar 28) terdiri dari
banyak proses dan ada beberapa proses yang dilakukan secara berulang kali
seperti analisis velositas, dekonvolusi, koreksi NMO dan sebagainya (Gambar 74,
Lampiran 1). Hal ini dilakukan agar data seismik yang dihasilkan baik dan benar.
Gambar penampang seismik yang diperoleh melalui langkah-langkah pemrosesan
data seismik pada Gambar 28 masih dalam satuan waktu, oleh sebab itu masih
diperlukan subflow untuk menkonversi menjadi satuan jarak dalam meter.
Gambar 28. Diagram Alir Pemrosesan Data Geometri
Trace Editing
Analisis F-K
Analisis Spektral
Loading Seg D Gabung Seg D
Analisis Velositas
Prepoc
Surface Consistent Amplitudes
Precon
Binning
Prestack
41 3.3.1. SEG – D load
SEG - D load berfungsi untuk membaca rekaman yang sesuai dengan SEG
– D. SEG – D load dapat membaca format data dalam multiplexed maupun
demultiplexed (ProMAX 2D Version 5000, 2011). Format data yang digunakan
pada penelitian kali ini adalah demultiplexed. Tipe sercel yang digunakan adalah
408 XL. Banyaknya data yang di-input sejumlah dengan raw data. Line AB
memiliki lima raw data dan line CD memilki tiga raw data. Gambar 29
menunjukan spesifikasi dari parameter SEG – D Input.
Gambar 29. Spesifikasi Parameter SEG – D Input
3.3.2. SEG – D gabung
SEG - D gabung berfungsi untuk menggabungkan semua raw data yang
telah di-load pada flow SEG – D load. Gambar 48 (Lampiran 2) merupakan
42 3.3.3. Geometri
Flow geometri berfungsi untuk mengkoreksi geometri agar sesuai dengan
kondisi di lapangan saat pengambilan data. Gambar 30 menunjukkan kotak
dialog dari 2D Marine Geometry Spreadsheet.
Gambar 30. Kotak dialog 2D Marine Geometry
Menu file berfungsi untuk memanggil data yang akan diolah. Data yang
diambil merupkan data geometri, yaitu LKIAB.190. Menu setup dan Auto-2D
berfungsi untuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional
yang digunakan dalam aplikasi (ProMAX 2D Version 5000, 2011). Gambar 31
(a) menunjukkan kotak dialog dari menu file. Gambar 31 (b) menunjukkan kotak
dialog dari menu Auto-2D. Sedangkan Gambar 31 (c) menunjukkan kotak dialog
dari menu setup. Aplikasi dari menu setup meliputi (Jusri, 2004) :
a). Assign Midpoints Method
Pada parameter ini disediakan pilihan metode binning yang akan digunakan.
Masukan yang diberikan dalam parameter ini mempengaruhi pilihan-pilihan
yang disediakan oleh menu lainnya. Dalam pengolahan berikut, metode yang
digunakan adalah Matching pattern number in the SIN and PAT spreadsheet.
b). Nominal receiver station interval
Parameter ini berisi input nominal receiver interval yang digunakan di