• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus Cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces Cynoglossidae) Di Teluk Pabean Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus Cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces Cynoglossidae) Di Teluk Pabean Jawa Barat"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LIDAH

Cynoglossus cynoglossus

Hamilton 1822 (PISCES: CYNOGLOSSIDAE)

DI TELUK PABEAN JAWA BARAT

ARINIE GUSTIARISANIE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

(4)

RINGKASAN

ARINIE GUSTIARISANIE. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat. Dibimbing oleh M.F RAHARDJO dan YUNIZAR ERNAWATI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aspek biologi reproduksi ikan lidah yang mencakup ukuran ikan kali pertama matang gonad, musim pemijahan, dan tipe pemijahan. Penelitian dilakukan dari Januari-Desember 2015 di Teluk Pabean Jawa Barat. Lokasi pengambilan ikan contoh dibagi menjadi tiga zona berdasarkan karakteristik area. Pengambilan ikan contoh dilakukan dalam selang waktu satu kali dalam sebulan dengan menggunakan alat tangkap jaring dan sero. Ikan contoh yang diperoleh diawetkan dalam formalin 10% dan dimasukkan kedalam kotak tempat penyimpanan ikan untuk dianalisis di laboratorium.

Ikan contoh diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi, morfometrik, dan meristik. Setiap ikan contoh diukur panjang total ikan dan ditimbang bobot tubuhnya. Ikan contoh dibedah tanpa merusak organ pada ikan, kemudian gonadnya diamati untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad. Tingkat kematangan gonad ditentukan secara makroskopis (bentuk, ukuran, dan warna gonad) dan mikroskopis (anatomi preparat histologi). Ukuran ikan kali pertama matang gonad dianalisis berdasarkan panjang total yang ditentukan dengan metode pendekatan berdasarkan ukuran morfometrik. Fekunditas dihitung dengan metode gravimetrik.

Ikan lidah yang tertangkap selama penelitian berjumlah sebanyak 613 ekor yang terdiri atas 290 ekor ikan jantan dan 323 ekor ikan betina. Panjang total ikan lidah berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina) dengan bobot tubuh ikan berkisar 0,57-8,75 g (jantan), 2,81-16,72 g (betina). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan lidah bersifat alometrik negatif. Faktor kondisi ikan berkisar 0,83-1,22 (jantan) dan 1,29-1,70 (betina). Ukuran ikan betina kali pertama matang gonad pada panjang tubuh 105,5 mm. Ikan lidah memijah dari bulan Maret hingga Desember dengan puncak pemijahan pada bulan Mei dan November. Ikan ini termasuk pemijah bertahap dengan jumlah telur berkisar 2.657-39.647 butir. Persamaan hubungan fekunditas terhadap panjang ikan F = 5x10-7 L5,14 dan fekunditas terhadap bobot tubuh ikan F = 8,76 W3,02.

(5)

SUMMARY

ARINIE GUSTIARISANIE. Reproductive Biology Aspects of tonguesole Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) in Pabean Bay West Java. Supervised by M.F RAHARDJO and YUNIZAR ERNAWATI.

The purpose of this study is to analyze some aspects of the reproductive biology of tonguesole which include the first maturity, spawning season and type of spawn. The research has been conducted from January to December 2015 in Pabean Bay. The location of fish sample collection has been divided by three zones based on their characteristics. The fish samples collection has been taken at twelve-monthly intervals by trammel net and trap net. The fish sample has been preserved in 10% formaline and their put the samples on the cool box in order to be analyzed in the laboratory.

The fish samples has been identified based on morphology, morphometric, and meristic characteristics. Each fish samples has been measured including total length and body weight. The fish samples has been dissected without making the organ being damaged, then the gonads are observed to determine the sex and gonads maturity stage. Gonads maturity stage is determined by macroscopic (shape, size, and color of the gonads) and microscopic (histology). The first maturity has been analyzed based on total length determined by a morphometric methodological approach. Fecundity of the fish has been calculated by gravimetric method.

A total of 613 fish consists of 290 males and 323 females. Total length of fish ranged from 46 to 117 mm (males), 61 to 126 mm (females) with body weight of the fish ranged from 0.57 to 8.75 gram (males), 2.81 to 16.72 gram (females). The results showed that the growth pattern of fish was negative allometric. The condition factor ranged from 0.83 to 1.22 (males) and 1.29 to 1.70 (females). The first maturity of the female is about 105.5 mm of total length. Tonguesole spawns from March to December with the peak spawning in Mei and November. These fish is a batch spawner with the number of eggs ranges from 2657 to 39647 grains. The equation fecundity relation against the length is F = 5 x 10-7 L5.14 and fecundity against the fish body weight is F = 8.76 W3.02.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LIDAH

Cynoglossus cynoglossus

Hamilton 1822 (PISCES: CYNOGLOSSIDAE)

DI TELUK PABEAN JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan judul “Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1.Bapak Prof. Dr. Ir. M. F Rahardjo, DEA selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran. Tak pernah bosan memberikan arahan, bimbingan, nasehat-nasehat, pelajaran berharga, dan semangat dari tahap awal pelaksanaan penelitian sampai tahap akhir penulisan tesis ini. 2.Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing dan Bapak Dr.

Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan. Terima kasih arahan, saran, dan nasehatnya.

3.Kedua orang tua tercinta papa Arbianto, BE S.Sos (Alm.) dan mama Azrida, Kakak-kakakku Andalia Gustari ST, Andhika Purnama Yudha ST, Agung Budi Satrio SE, Andrie Ridzky Prasetyo S.Hut serta seluruh keluarga besarku atas doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.

4.Bapak Dr. Ahmad Zahid S.Pi M.Si selaku penguji luar komisi dan Bapak Charles PH Simanjuntak, S.Pi M.Si Ph.D terima kasih atas saran, masukan, nasehat, dan pelajaran berharga semasa di dunia kampus..

5.Bapak Emmanuel Manangkalangi, S.Pi M.Si dan Ibu Dati Pertami, M.Si yang telah memberi arahan, saran dan nasehat-nasehat pada pelaksanaan penelitian dan proses penulisan tesis ini.

6.Seluruh Staf Laboratorium Biologi Makro MSP FPIK-IPB (Mas Aries, Ka Reiza, Bu Tina dan Bu Dewi), Mifta, Dewi serta teman-teman satu tim penelitian (Nisha, Ivi, Dedek, Ano dan Eda). Terima kasih atas kerja sama dan kebersamaan kita.

7.Keluarga Bapak Swara dan masyarakat Pabean Ilir yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

8.Staf Tata Usaha dan keluarga besar Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas kerja sama dan dukungan yang diberikan.

(12)
(13)

teman-DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan dan Manfaat 2

2 METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Lokasi 3

Alat dan bahan 3

3 HASIL 6

4 PEMBAHASAN 15

5 SIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Ciri morfologi gonad ikan (Rahardjo 1987) 5

2 Jumlah, kisaran panjang, dan kisaran bobot ikan lidah setiap bulan di

Teluk Pabean pada tahun 2015 7

3 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis gonad ikan lidah betina 13

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di Teluk Pabean 3

2 Ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus) 7

3 Hubungan panjang-bobot ikan lidah di Teluk Pabean pada tahun 2015 8 4 Faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di Teluk

Pabean pada tahun 2015 8

5 Faktor kondisi ikan lidah berdasarkan tingkat kematangan gonad di

Teluk Pabean pada tahun 2015 9

6 Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina di Teluk Pabean

pada tahun 2015 9

7 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah jantan setiap bulan di

Teluk Pabean pada tahun 2015 10

8 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah betina setiap bulan di

Teluk Pabean pada tahun 2015 10

9 Indeks kematangan gonad ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di

Teluk Pabean pada tahun 2015 11

10 Penampang histologi ovarium ikan lidah 11

11 Perkembangan gonad dan oosit ikan lidah betina (500 µm) 12 12 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan lidah di Teluk Pabean 14 13 Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan lidah di Teluk Pabean 14 14 Sebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema fiksasi contoh gonad 25

2 Skema pewarnaan sediaan histologi gonad 26

3 Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina 27 4 Alat tangkap yang digunakan nelayan di Teluk Pabean 28

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teluk Pabean merupakan perairan estuaria yang mendapat masukan air tawar dari Sungai Cimanuk lama, Sungai Cimanuk baru, dan juga anak Sungai Cimanuk yang selalu mengalami kondisi air yang berfluktuasi, terutama salinitas. Teluk ini memiliki sumber daya perikanan yang cukup tinggi dengan jenis ikan yang beragam. Beberapa jenis ikan memanfaatkan teluk ini untuk melakukan aktifitas biologisnya seperti tempat mencari makan, tempat pemijahan, tempat persinggahan dalam ruaya, dan tempat pengasuhan larva. Banyaknya jenis ikan mendorong para nelayan setempat untuk menangkap ikan di perairan ini. Salah satu jenis ikan yang tertangkap di perairan ini adalah ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus).

Ikan lidah yang termasuk famili Cynoglossidae adalah penghuni dasar perairan laut dan estuaria yang hidup pada substrat pasir dan lumpur. Ikan ini memiliki keunikan metamorfosis dari bentuk simetri bilateral pada fase larva menjadi non-simetri bilateral pada fase juwana (Bal & Rao 1984, Kramer 1991, Zahid & Simanjuntak 2009). Di Teluk Pabean, ikan lidah dikenal dengan nama lokal ikan ilat-ilat. Ikan ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi sendiri dan diolah menjadi ikan asin. Alat tangkap yang sering digunakan nelayan untuk menangkapnya adalah sero dan jaring. Sero merupakan alat tangkap pasif dengan ukuran mata jaring 2 mm sehingga semua jenis ukuran ikan akan tertangkap sedangkan jaring merupakan alat tangkap aktif dengan ukuran mata jaring 1,5 inci. Sejauh ini tidak ada data penangkapan di daerah Teluk Pabean.

Aktifitas nelayan seperti penangkapan dapat memengaruhi dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, habitat ikan serta juga memberikan dampak luas baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi ekosistem dan populasi ikan (Jennings & Lock 1996, Jennings & Kaiser 1998, Pauly et al. 2002). Untuk menjaga keberlangsungan populasi ikan tersebut diperlukan informasi aspek reproduksi, karena reproduksi merupakan kunci keberlanjutan suatu populasi ikan untuk tetap ada sehingga tidak terjadi kepunahan. Dengan mengetahui aspek reproduksi tersebut maka penangkapan dapat dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan hal-hal yang dapat menurunkan populasi ikan lidah, agar kelestariannya tetap terjaga dan menjadi dasar dalam pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan.

(16)

2

Perumusan Masalah

Ikan lidah merupakan salah satu sumber daya ikan yang hidup di perairan Teluk Pabean. Penangkapan ikan lidah yang terus-menerus akan menimbulkan dua hal, yakni semakin berkurangnya jumlah ikan yang tertangkap dan mengecilnya ukuran ikan yang tertangkap. Selain penangkapan, kegiatan antropogenik juga dapat menyebabkan terhambatnya rekrutmen karena hilangnya ruang pemijahan ataupun rusaknya ruang pemijahan.

Upaya pengelolaan adalah upaya memberi kesempatan ikan untuk melakukan rekrutmen/memijah sehingga menghasilkan keturunan yang pada giliran berikutnya tumbuh dewasa untuk kemudian berpijah. Upaya pengelolaan tersebut membutuhkan informasi tentang perilaku dan strategi reproduksi ikan. Hal ini yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian aspek biologi reproduksi ikan lidah di Teluk Pabean.

Tujuan dan Manfaat

(17)

3

2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan selama satu tahun dari Januari-Desember 2015 dengan pengamatan satu kali dalam sebulan di perairan Teluk Pabean Jawa Barat (Gambar 1). Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Makro I, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan FPIK-IPB.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Teluk Pabean (Sumber: Rupa bumi Bakosurtanal)

Alat dan bahan

(18)

4

meter dan sero berukuran kecil mencapai 100-300 meter. Panjang sayap ± 60 meter dan tinggi sayap ± 1,2 meter. Badan terdiri atas kamar-kamar (chamber), banyaknya kamar-kamar bervariasi tergantung dari ukuran sero. Sero kecil umumnya terdiri atas 1-2 kamar, untuk ukuran sedang 3 kamar, dan untuk sero besar 4 kamar. Bunuhan atau juga disebut kantong sero berguna untuk menampung ikan-ikan yang sudah terperangkap. Panjang kantong sero 3 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 2,5 meter (Lampiran 4).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi akuades, formalin 10% untuk pengawetan ikan contoh, formalin 4% untuk pengawetan gonad selama penelitian, dan larutan buffer neutral formalin (BNF) untuk pengawetan gonad pada pengamatan histologi.

Pengambilan ikan contoh di lapangan

Pengambilan ikan contoh dilakukan pada tiga zona berdasarkan karakteristik area, yakni Zona I merupakan area yang banyak ditumbuhi mangrove, Zona II merupakan area yang berdekatan dengan aktivitas tambak ikan bandeng, dan Zona III merupakan area yang berbatasan dengan laut dan tempat yang paling banyak pengoperasian alat tangkap sero (Lampiran 5). Pengambilan ikan contoh dilakukan dalam selang waktu satu kali dalam sebulan dengan menggunakan alat tangkap jaring dan sero. Jaring dioperasikan selama 6 jam pada setiap zona penelitian, sedangkan sero dioperasikan pada sore hari dan diangkat pada pagi hari. Sero merupakan alat tangkap permanen nelayan di daerah tersebut. Ikan contoh yang didapat diawetkan dengan formalin 10% dan dimasukkan ke dalam kotak tempat penyimpanan ikan untuk dianalisis di laboratorium.

Analisis ikan contoh di Laboratorium

Ikan contoh diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi, morfometrik, dan meristik dengan menggunakan buku identifikasi khusus untuk perairan Pasifik bagian barat dan tengah termasuk Indonesia yang diterbitkan oleh FAO (Carpenter & Niem 2001).

Setiap ikan contoh diukur panjang total ikan dengan menggunakan kaliper digital berketelitian 1 mm dan penimbangan bobot tubuh ikan menggunakan timbangan digital berketelitian 0,01 gram. Ikan contoh diberi label sesuai dengan nomor urut dan waktu pengambilan.

Selanjutnya, ikan contoh dibedah tanpa merusak organ pada ikan kemudian diamati gonadnya untuk menentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad dibedakan menjadi dua macam, yakni secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis dilihat dari ciri morfologi gonad ikan yaitu bentuk, ukuran, dan warna gonad (Tabel 1) dan secara mikroskopis dilihat dari anatomi preparat histologi.

(19)

5

Tabel 1 Ciri morfologi gonad ikan (Rahardjo 1987)

TKG Betina Jantan

I (Tidak matang)

Gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral dalam rongga perut, transparan dengan permukaan licin.

Gonad seperti sepasang benang, tapi lebih pendek daripada gonad

Gonad mengisi hampir separuh rongga perut, butiran telur sudah mulai dapat dilihat namun masih terlalu kecil. Warna kuning.

Ukuran gonad relatif lebih besar sehingga dapat mengisi hampir separuh rongga perut. Warna pu-tih.

IV (Matang)

Gonad mengisi sebagian besar rongga perut, bewarna kuning. Butiran telur dapat dilihat secara jelas dengan mata telanjang.

Gonad semakin besar ukurannya, semakin pejal, dan mengisi

se-Untuk mendapatkan ukuran ikan kali pertama matang gonad dianalisis berdasarkan panjang total yang ditentukan dengan metode pendekatan berdasarkan ukuran morfometrik (Shabana et al. 2012). Gonad yang dikeluarkan dari rongga tubuh ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan berketelitian 0,0001 gram.

Fekunditas dihitung dengan metode gravimetrik pada ikan betina yang matang gonad (TKG IV) dengan menggunakan persamaan :

F adalah fekunditas, G adalah bobot gonad total (g), g adalah bobot gonad contoh (g), N adalah jumlah telur tercacah (Effendie 1979).

Diambil sebanyak 50 butir telur ikan betina yang matang gonad (TKG IV) dari ovarium bagian anterior, tengah, dan posterior untuk diukur diameternya. Telur yang diambil disusun pada objek gelas dan diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 4x10 yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif. Hasil pengukuran dibuat histogram distribusi diameter telur. Data ini digunakan sebagai dasar penentuan tipe pemijahan ikan.

Analisis data

(20)

6

pendugaan pola pertumbuhan. Uji t (p < 0,05) digunakan untuk menguji apakah nilai b = 3 atau tidak. Jika nilai b = 3 berarti ikan mempunyai pola pertumbuhan

isometrik dan sebaliknya bila nilai b ≠ 3 berarti pola pertumbuhan ikan bersifat alometrik (Effendie 2002).

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan :

,

K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan (g), L adalah panjang total ikan (mm), a dan b adalah konstanta (Effendie 2002).

Niilai indeks kematangan gonad dengan menggunakan persamaan : ,

IKG adalah indeks kematangan gonad, Wg adalah bobot gonad ikan (g), Wt adalah bobot tubuh ikan (g) (Effendie 1979).

Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan dengan menggunakan persamaan :

dan bobot tubuh ikan dengan menggunakan persamaan :

F adalah fekunditas, L adalah panjang total ikan (mm), W adalah bobot tubuh ikan (g), a dan b adalah konstanta (Effendie 2002).

Musim pemijahan diduga dari nilai persentase ikan yang matang gonad (TKG IV) yang tertangkap selama penelitian. Puncak pemijahan adalah bulan ketika paling banyak ditemukan ikan yang matang gonad (TKG IV).

3

HASIL

Klasifikasi dan Ciri Morfologi Ikan Lidah

Menurut Nelson (2006), klasifikasi ikan lidah sebagai berikut : Kerajaan : Animalia

Spesies : Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822

(21)

7

Gambar 2 Ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus) (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Distribusi Hasil Tangkapan

Jumlah ikan lidah yang tertangkap selama penelitian sebanyak 613 ekor yang terdiri atas 290 ekor ikan jantan dan 323 ekor ikan betina. Panjang total ikan berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina) dan bobot ikan berkisar 0,57-8,75 g (jantan), 2,81-16,72 g (betina) (Tabel 2).

Tabel 2 Jumlah, kisaran panjang, dan kisaran bobot ikan lidah setiap bulan di

Januari 2 95-97 5,66-6,39 2 101-104 8,40-8,45

Februari 2 85-90 2,72-5,63 5 94-105 5,80-8,60

Maret 2 91-95 5,60-6,63 8 92-119 5,60-11,94

April 13 88-112 5,55-9,49 24 69-122 2,36-13,68

Mei 6 60-105 1,72-7,68 19 86-125 8,06-14,16

Juni 11 69-116 2,20-9,19 19 91-125 5,58-15,80

Juli 12 81-117 5,04-7,33 12 77-113 5,75-11,38

(22)

8

Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi

Model persamaan hubungan panjang-bobot ikan lidah adalah W = 2x10-5

L2,73 (Gambar 3). Pola pertumbuhannya bersifat alometrik negatif (b < 3) yaitu

pertumbuhan panjang ikan lebih besar daripada bobot tubuh ikan.

Gambar 3 Hubungan panjang-bobot ikan lidah di Teluk Pabean pada tahun 2015 Nilai rata-rata faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di Teluk Pabean berfluktuasi. Nilainya berkisar 0,83-1,22 (jantan) dan 1,29-1,70 (betina) (Gambar 4). Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan paling tinggi ditemukan pada bulan Agustus (1,22) dan ikan betina ditemukan pada bulan Mei (1,70), sedangkan nilai rata-rata faktor kondisi terendah ditemukan pada bulan September 0,83 (jantan) dan 1,29 (betina). Faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(23)

9

Gambar 5 Faktor kondisi ikan lidah berdasarkan tingkat kematangan gonad di Teluk Pabean pada tahun 2015

Nilai rata-rata faktor kondisi berdasarkan tingkat kematangan gonad selama satu tahun berfluktuasi. Nilai tertinggi diperoleh pada TKG IV (betina), sedangkan yang terendah pada TKG I (jantan) (Gambar 5). Ikan jantan mempunyai nilai faktor kondisi relatif lebih kecil dibandingkan dengan ikan betina pada tiap TKG karena tidak ditemukan ikan lidah jantan yang memiliki TKG III dan IV pada setiap bulan pengambilan contoh.

Ukuran Ikan Kali Pertama Matang Gonad (Lm50)

Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh 105,5 mm (Gambar 6 & Lampiran 3). Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah jantan tidak dapat diketahui karena tidak terdapat ikan yang matang gonad (TKG IV) pada setiap bulan pengambilan contoh.

Gambar 6 Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina di Teluk Pabean pada tahun 2015

65,5 75,5 85,5 95,5 105,5 115,5 125,5

(24)

10

Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ikan lidah betina ditemukan dalam berbagai tahap perkembangan gonad (TKG I-IV) terutama TKG IV yang ditemukan dari bulan Maret hingga Desember (Gambar 8), sedangkan pada ikan jantan hanya ditemukan TKG I dan II (Gambar 7).

Nilai indeks kematangan gonad ikan lidah betina (TKG I-IV) berkisar 1,18-15,74 dan nilai tertinggi terdapat pada bulan Mei dan November, sedangkan pada ikan jantan (TKG I-II) berkisar 0,49-2,30 (Gambar 9).

Gambar 7 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah jantan setiap bulan di Teluk Pabean pada tahun 2015

Gambar 8 Persentase tingkat kematangan gonad ikan lidah betina setiap bulan di Teluk Pabean pada tahun 2015

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

F

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(25)

11

Gambar 9 Indeks kematangan gonad ikan lidah jantan dan betina setiap bulan di Teluk Pabean pada tahun 2015

Perkembangan Gonad

Pengamatan perkembangan gonad ikan lidah betina dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dapat dilihat dari bentuk, ukuran, dan warna gonad ikan, sedangkan secara mikroskopis dapat dilihat dari preparat histologi (Gambar 11).

Dalam satu ovarium ikan lidah ditemukan oosit dengan tingkat perkembangan yang bervariasi (Gambar 10). Tingkat perkembangan tersebut dibedakan atas beberapa fase berdasarkan karakteristik morfologi dan histologi, yakni fase pertumbuhan primer, fase kortikal alveoli, fase vitelogenesis, dan fase matang (Tabel 3).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lidah mengeluarkan telur secara bertahap. Dalam satu ovarium ikan lidah dapat ditemukan beberapa kelompok oosit dengan tingkat perkembangan gonad yang berbeda (Asynchronic).

Gambar 10 Penampang histologi ovarium ikan lidah

Keterangan: Op = oosit primer; n = nukleus; nu = nukleolus; Ca = cortical alveoli; V =

Vitellogenic; GV = germinal vesicle

0 6 12 18

IK

G

R

at

a

-rat

a

Waktu penelitian

(26)

12

Fase pertumbuhan primer

Fase kortikal alveoli

Fase vitelogenesis

Fase matang

(27)

13

Tabel 3 Karakteristik makroskopis dan mikroskopis gonad ikan lidah betina

Tahapan Karakteristik makroskopis Karakteristik mikroskopis Pertumbuhan

primer

Ovari bewarna putih santan, ukur-annya kecil, permukaan licin.

Inti sel berada ditengah dan di-kelilingi oleh sitoplasma, ukuran selnya kecil, didominasi oleh oosit primer.

Kortikal alveoli

Ovari bewarna putih kekuningan, ukurannya bertambah besar dari sebelumnya, butiran telur belum terlihat jelas.

Ukuran sel bertambah besar, ditandai dengan munculnya nu-kleolus, adanya pembentukan bu-tiran lemak dan bubu-tiran kuning telur di sitoplasma, lapisan folikel terlihat jelas.

Vitelogenesis Ovari bewarna kuning, ukur-annya semakin membesar, kan-tung ovarium mulai terisi, pem-buluh darah di selaput gonad mu-lai terlihat, butir-butir telur mumu-lai kelihatan dengan mata.

Ukuran sel lebih besar, jumlah dan ukuran butiran kuning telur di sitoplasma meningkat.

Matang Ovari bewarna kuning tua, ukuran ovarium bertambah besar dan me-ngisi ½-¾ rongga perut, kantung ovarium terisi penuh, pembuluh darah di selaput gonad terlihat je-las, butiran telur terlihat jelas dan mudah dipisahkan.

Nukleus telah menghilang, pem-bentukan butir-butir kuning telur telah berhenti, inti sel melebur ke dinding sel.

Fekunditas

Nilai fekunditas total ikan lidah betina berkisar 2.657-39.647 butir dengan kisaran panjang total ikan berkisar 96-125 mm dan bobot tubuh ikan berkisar 8,46-15,74 g dari 43 ekor ikan lidah betina yang matang gonad (TKG IV). Nilai fekunditas total tertinggi ditemukan pada ikan yang berukuran 125 mm (39.647 butir) dan yang terendah ditemukan pada ikan yang berukuran 96 mm (2.657 butir).

(28)

14

Gambar 12 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan lidah di Teluk Pabean

Gambar 13 Hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan lidah di Teluk Pabean

Diameter Telur

Diameter telur ikan lidah betina berkisar 0,23-0,76 mm dan pola persebarannya membentuk dua modus (Gambar 14). Modus pertama terdapat pada ukuran 0,35-0,40 mm dan modus kedua pada ukuran 0,59-0,64 mm.

(29)

15

Gambar 14 Sebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean

4 PEMBAHASAN

Perairan estuaria adalah perairan yang kompleks dan sangat bervariasi, sering menunjukkan perubahan yang signifikan pada salinitas, suhu, kekeruhan, dan arus pasang surut (Vorwerk et al. 2003). Teluk Pabean merupakan salah satu perairan estuaria yang unik karena sedikitnya masukan dari air tawar bahkan sama sekali terhenti pada saat musim kemarau. Dilihat dari arah lautan mulai terbentuk adanya gosong akibat pendangkalan. Secara perlahan, kondisi seperti ini akan menutupi masukan dari air laut sehingga kawasan perairan ini akan terisolasi.

Panjang total ikan lidah yang tertangkap di Teluk Pabean selama penelitian berkisar 46-117 mm (jantan), 61-126 mm (betina). Ukuran ikan lidah betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Menurut Carpenter & Niem (2001), panjang total maksimun ikan lidah mencapai 200 mm dan yang umumnya tertangkap di perairan berkisar 100-150 mm. Berbeda halnya dengan penelitian Zahid & Simanjuntak (2009), panjang total ikan C. bilineatus yang ditemukan di Pantai Mayangan berkisar 80-369 mm. Begitu juga dengan Sulistiono et al. (2009), panjang total ikan C. lingua yang ditemukan di Ujung Pangkah berkisar 65-325 mm. Perbedaan ukuran pada ikan ini dipengaruhi oleh letak geografis dan kondisi lingkungan perairan.

Ikan lidah di Teluk Pabean memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif artinya pertambahan panjang ikan lebih besar daripada pertambahan bobot tubuh ikan. Pola pertumbuhan alometrik negatif juga ditemukan pada ikan C. senegalensis di estuari Sungai Gambia (Ecoutin et al. 2005) dan C. bilineatus di Pantai Mayangan (Zahid & Simanjuntak 2009). Namun tidak semua ikan famili Cynoglossidae memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Ikan C. macrostomus dan C. arel di Kochi dan Neendakara memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (Jayaprakash 2001) dan Symphurus tesselatus di laut barat daya Brazil juga memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (Costa et al. 2013).

Ikan tidak selalu memiliki pola pertumbuhan yang sama. Nilai eksponensial (b) hubungan panjang-bobot yang berbeda antar spesies dapat dipengaruhi oleh

(30)

16

beberapa faktor yaitu tingkat kematangan gonad, jenis kelamin (Dulcic et al. 2003), musim dan habitat (Froese 2006) kondisi lingkungan perairan (Ali et al. 2001), faktor makanan dan ukuran tubuh (Ebrahim & Ouraji 2012).

Nilai faktor kondisi ikan lidah tiap bulan selama satu tahun berfluktuasi. Meningkatnya nilai faktor kondisi pada bulan Mei dapat diketahui bahwa puncak pemijahan terjadi pada bulan tersebut. Nilai faktor kondisi meningkat pada puncak pemijahan juga ditemukan pada ikan Engraulis encrasicolus di Teluk Cadiz (Millan 1999), Trachurus mediterraneus di Laut Aegean Utara (Tzikas et al. 2007) dan Johnius belangerii di Pantai Mayangan (Rahardjo & Simanjuntak 2008). Meningkatnya nilai faktor kondisi disebabkan oleh proses reproduksi tertinggi berada pada TKG IV yang mengakibatkan bobot gonad bertambah dan bobot tubuh meningkat.

Nilai faktor kondisi ikan lidah jantan maupun betina tiap bulan selama satu tahun berfluktuasi. Pola nilai faktor kondisi ikan lidah jantan dan betina yang terbentuk tidak sama, ikan lidah jantan selalu lebih kecil dibandingkan ikan betina. Hal ini terungkap bahwa selama satu tahun pengambilan contoh tidak ditemukan ikan jantan yang TKG III dan IV. Berbeda halnya dengan ikan C. bilineatus di Pantai Mayangan, nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina polanya relatif sama (Zahid & Simanjuntak 2009). Hal ini berkaitan erat dengan ditemukannya ikan jantan TKG III dan IV selama pengambilan contoh dan tersedianya makanan yang berlimpah baik pada musim kemarau maupun musim peralihan di Pantai Mayangan (Zahid & Rahardjo 2008) sehingga mengakibatkan kondisi ikan C. bilineatus relatif sama.

Nilai faktor kondisi ikan lidah betina cenderung meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Dalam proses reproduksi, oosit ikan pada TKG I dan II belum berkembang karena proses vitelogenesis belum berlangsung secara sempurna sehingga ukuran oositnya kecil. Pada TKG III dan IV proses vitelogenesis untuk pembentukan kuning telur telah berlangsung secara sempurna sehingga ukuran oositnya bertambah besar dan menyebabkan bobot gonadnya bertambah. Meningkatnya bobot gonad pada ikan akan memengaruhi bobot tubuh pada ikan tersebut dan juga meningkatkan nilai faktor kondisi. Fluktuasi faktor kondisi pada ikan lidah dipengaruhi oleh kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan (Rahardjo & Simanjuntak 2008), jenis kelamin, dan kondisi lingkungan perairan (Devi et al. 2008).

Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh 105,5 mm. Berbeda halnya dengan penelitian Sulistiono et al. (2009) di Ujung Pangkah, ukuran ikan C. lingua betina kali pertama matang gonad pada kisaran 94-122 mm. Ukuran ketika mencapai matang gonad setiap spesies ikan berbeda, bahkan pada spesies yang sama namun habitatnya berbeda juga dapat ditemukan ukuran yang berbeda. Perbedaan ukuran ini disebabkan oleh kondisi ekologis pada setiap perairan yang memengaruhi kondisi biologis ikan, kualitas perairan, sifat genetik, dan besarnya tingkat penangkapan (Rahardjo & Simanjuntak 2007).

(31)

17

menunjukkan bahwa musim pemijahan berlangsung dari bulan Maret hingga Desember dengan puncak pemijahan bulan Mei dan November. Berbeda halnya dengan penelitian Zahid & Simanjuntak (2009) di Pantai Mayangan, puncak pemijahan ikan C. bilineatus betina terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Sulistiono et al. (2009) juga menambahkan bahwa puncak pemijahan ikan C. lingua di Ujung Pangkah terjadi pada bulan Desember. Menurut Rahardjo & Simanjuntak (2007), perbedaan musim pemijahan ikan ini dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi musim hujan tahunan, kondisi lingkungan perairan, dan letak geografis. Saat musim penghujan, aliran sungai yang masuk ke perairan estuaria kaya akan bahan-bahan organik sehingga mendorong berkembangnya biota air (plankton, bentos, dan lain-lain) yang menjadi makanan bagi anak-anak ikan yang menetas pada saat itu.

Ikan betina yang matang gonad (TKG IV) akan memerlukan banyak energi dan ketersediaan makanan untuk proses reproduksi sehingga banyak ditemukan di daerah estuaria karena daerah ini merupakan tempat mencari makan, tempat persinggahan dalam ruaya, dan tempat perlindungan (Elliott & Dewailly 1995, Mathieson et al. 2000). Sihombing (2016) juga menambahkan bahwa ditemukan ikan betina TKG IV yang jenis makanannya paling dominan adalah udang. Udang ini banyak ditemukan di daerah estuaria. Udang banyak mengandung lemak dan protein yang berguna bagi kelangsungan dalam proses pembentukan gonad

Ikan jantan TKG III dan IV tidak ditemukan di Teluk Pabean, akan tetapi pada penelitian Sulistiono et al. (2009) di Ujung Pangkah dan Zahid & Simanjuntak (2009) di Pantai Mayangan ditemukan ikan jantan dari TKG I-V. Ketiadaan ikan jantan TKG III dan IV di Teluk Pabean ini diduga karena perairan Teluk Pabean lebih menjorok ke daratan sedangkan perairan Ujung Pangkah dan Pantai Mayangan berbatasan langsung dengan laut sehingga karakteristik perairannya berbeda. Hal ini juga diperkuat oleh Gerritsen et al. (2010) bahwa ikan-ikan kelompok famili Cynoglossidae pada ukuran kecil ditemukan secara bersama. Setelah tumbuh dewasa, ikan jantannya berenang ke arah perairan yg lebih dalam dan ikan betinanya ke arah perairan yang dangkal untuk dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat. Hal ini yang menyebabkan ketiadaan ikan jantan TKG III dan IV di Teluk Pabean selama pengambilan contoh.

Ikan lidah merupakan ikan gonokoristik, yaitu ikan yang sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang terpisah antara jantan dan betina dalam dua individu yang berbeda.

(32)

18

fase perkembangan selanjutnya, oosit semakin membesar dan terjadi perubahan morfologi yang mencirikan stadianya. Oosit yang telah matang dengan kuning telur yang memenuhi sitoplasma siap untuk dikeluarkan ke lumen ovarium.

Dalam penelitian ini, tingkat perkembangan oosit ikan lidah dibagi dalam empat tahapan, yakni fase pertumbuhan primer, fase kortikal alveoli, fase vitelogenesis, dan fase matang. Jika dalam satu ovarium ditemukan tingkat perkembangan oosit yang berbeda, maka perkembangan ovarium tersebut digolongkan dalam tipe ovarium Asynchronous (Wallace & Selman 1981, Nagahama 1983, Nejedli et al. 2004). Ikan lidah termasuk tipe pemijah bertahap, dapat diketahui bahwa dalam satu ovarium ikan lidah terdapat berbagai tingkat perkembangan oosit yang berbeda (Asynchronic). Hal yang sama juga ditemukan pada ikan Danio rerio (Yon et al. 2008), Notropis buccula (Durham & Wilde 2008), Adrianichthys oophorus (Gundo et al. 2013).

Fekunditas ikan lidah di Teluk Pabean berkisar antara 2.657-39.647 butir pada kisaran panjang 96-125 mm dan bobot tubuh 8,46-15,74 gram. Fekunditas ikan C. lingua di Ujung Pangkah berkisar 360-35.926 butir (Sulistiono et al. 2009), ikan C. bilineatus di Pantai Mayangan berkisar 2.323-225.557 butir (Zahid & Simanjuntak 2009). Variasi nilai fekunditas dapat disebabkan oleh adanya ikan yang baru pertama kali memijah dan sudah pernah memijah serta adanya variasi ukuran ikan tersebut. Ikan yang sudah beberapa kali memijah memiliki nilai fekunditas lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang baru pertama kali memijah. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa nilai fekunditas dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan predator. Ikan yang hidup pada perairan yang kurang subur memiliki produksi telur yang rendah, sedangkan ikan yang hidup dengan kondisi predator dalam jumlah banyak memiliki fekunditas yang besar. Perbedaan nilai fekunditas juga dapat diduga karena dipengaruhi oleh faktor umur dan spesies.

Fekunditas ikan lidah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan panjang total dan bobot tubuh ikan sehingga panjang total dan bobot tidak dapat dijadikan sebagai penduga nilai fekunditas. Rendahnya korelasi ini diduga karena ikan memiliki ukuran panjang yang hampir sama bahkan sebagian besar memiliki ukuran yang sama dengan fekunditas yang bervariasi. Menurut Effendie (2002), variasi jumlah telur ikan disebabkan oleh adanya variasi kelompok ukuran ikan. Berbeda halnya dengan ikan C. bilineatus dan ikan sebelah famili Cynoglossidae lainnya bahwa fekunditas memiliki hubungan yang signifikan antara panjang total dan bobot tubuh ikan (Rijnsdorp & Witthames 2008, Zahid & Simanjuntak 2009).

Pola persebaran diameter telur ikan lidah di Teluk Pabean membentuk dua modus, yang berarti bahwa ikan ini termasuk pemijah bertahap. Hal yang sama juga ditemukan pada ikan C. bilineatus di Pantai Mayangan (Zahid & Simanjuntak 2009) dan ikan C. lingua di Ujung Pangkah (Sulistiono et al. 2009).

Upaya Pengelolaan Sumber Daya Ikan Lidah

(33)

19

Teluk Pabean merupakan daerah estuaria yang dimanfaatkan sebagai tempat mencari makan, beruaya, perlindungan, dan memijah baik bagi ikan asli estuaria maupun bagi ikan peruaya. Banyaknya pohon mangrove di daerah estuaria menandakan bahwa daerah ini banyak menyumbang ketersediaan makanan. Tapi sangat disayangkan, sebagian vegetasi mangrove di Teluk Pabean ini banyak mengalami kerusakan akibat pembukaan lahan untuk pertambakan. Tentunya ini akan berdampak pada kehidupan ikan karena hilangnya habitat tempat hidup mereka. Upaya pengelolaan yang perlu dilakukan adalah melakukan rehabilitasi dengan penanaman pohon mangrove agar tidak mengalami kerusakan yang semakin parah dan mampu menyediakan habitat ikan.

Pengaturan musim penangkapan ikan didasarkan pada waktu puncak pemijahan ikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, puncak pemijahan ikan lidah di Teluk Pabean adalah bulan Mei dan November. Aktivitas penangkapan ikan agar diminimalkan pada waktu puncak pemijahan agar proses reproduksi tidak terhambat dan kelestarian ikan lidah tetap terjaga, dengan tetap memperhatikan ikan jenis lain.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Ikan lidah termasuk kelompok pemijah bertahap yang memijah dari bulan Maret hingga Desember dengan puncak pemijahan pada bulan Mei dan November. Ukuran dugaan pertama kali matang gonad ikan lidah betina pada panjang tubuh 105,5 mm dengan jumlah telur berkisar 2.657-39.647 butir. Ikan ini memijah di perairan laut yang lebih dalam.

Suatu penelitian terkait dengan larva ikan lidah perlu dilakukan untuk menentukan secara lebih tepat tempat pemijahan karena pada penelitian ini tempat ikan lidah jantan dan betina yang matang gonad bertemu untuk melakukan pemijahan belum diketahui. Data ini digunakan sebagai dasar penetapan wilayah untuk pengendalian dan penangkapan ikan secara terbatas.

DAFTAR PUSTAKA

Ali M, Salam A, Iqbal F. 2001. Effect of environmental variables on body composition parameters of Channa punctata. Journal of Research Science, 12(2): 200-206.

Bal DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries of India. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 472 p.

(34)

20

Costa MR, Pereira HH, Neves LM, Araujo FG. 2013. Length-weight relationships of 23 fish species from southeastern Brazil. Journal of Applied Ichthyology, 30(1): 230-232.

Devi JO, Nagesh TS, Das SK, Mandel B. 2008. Length-weight relationship and relative condition factor of Pampus argenteus (Euphrasen) from Kakdwip estuarine region of West Bengal. Journal of the Inland Fisheries Society of India, 40(2): 70-73.

Dulcic J, Pallaoro A, Cetinic P, Kraljevic M, Soldo A, Jardas I. 2003. Age, growth and mortality of picarel, Spicara smaris L. (Pisces: Centracanthidae), from the eastern Adriatic (Croatian coast). Journal of Applied Ichthyology, 19(1): 10-14.

Durham BW, Wilde GR. 2008. Asynchronous and synchronous spawning by smalleye shiner Notropis buccula from the Brazos River, Texas. Ecology of Freshwater Fish, 17(4): 528-541.

Ebrahim IG, Ouraji H. 2012. Growth performance and body composition of kutum fingerlings, Rutilus frisii kutum (Kamenskii, 1901), in response to dietary protein levels. Turkish Journal of Zoology, 36(4): 551-558.

Ecoutin JM, Albaret V, Trape V. 2005. Length-weight relationship for fish population of a relatively undisturbed tropical estuary: The Gambia. Fisheries Research, 72(2-3): 347-351.

Effendie MI. 1979. Metode biologi perikanan.Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

163 hlm.

Elliott M, Dewaily F. 1995. The structure and components of European estuarine fish assemblages. Netherlands Journal of Aquatic Ecology, 29(3-4): 397-417.

Froese R. 2006. Cube law, condition factor and weight–length relationships: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology, 22(4): 241-253.

Gerritsen HD, McGrath D, Lordan C, Harlay X. 2010. Differences in habitat selection of male and female megrim (Lepidorhombus whiffiagonis, Walbaum) to the west of Ireland. A result of differences in life-history strategies between the sexes?. Journal of Sea Research, 64(4): 487-493. Gibson RN, Nash RDM, Geffen AJ, Van Der Veer HW. 2015. The behaviour of

flatfishes. In Gibson RN (ed.) Flatfishes: Biology and Exploitation (second edition). Blackwell Science Ltd., Blackwell Publishing Company. New York. pp. 314-317.

(35)

21

Jayaprakash AA. 2001. Length-weight relationship and relative condition in Cynoglossus macrostomus Norman and Cynoglossus arel (Schneider). Journal of Marine Biology Association India, 43(1-2): 148-154.

Jennings S, Lock JM. 1996. Population and ecosystem effects of fishing. In: Polunin NVC, Roberts CM (ed.). Reef Fisheries. Chapman and Hall, London. pp. 193-218.

Jennings S, Kaiser M. 1998. The effects of fishing on marine ecosystems. Advances in Marine Biology, 34(34): 201-352.

Kramer SH. 1991. The shallow-water flatfishes of San Diego Country. California Cooperative Oceanic Fisheries Investigations Reports, 32: 128-142.

Mathieson S, Cattrijsse A, Costa MJ, Drake P, Elliot M, Gardner M, Marchand J. 2000. Fish assemblages of European tidal marshes; a comparison based on spesies, families and functional guilds. Marine Ecology Progress Series, 204: 225-242.

McMillan DB. 2007. Fish Histology: Female Reproductive Systems. The Netherlands: Springer. 598 p.

Millan M. 1999. Reproductive characteristics and condition status of anchovy Engraulis encrasicolus L. Fromthe Bay of Cadiz (SW Spain). Fisheries Research, 41(1): 73-86.

Murua H, Kraus G, Saborido-Rey F, Witthames PR, Thorsen A, Junquera S. 2003. Procedures to estimate fecundity of marine fish species in relation to their reproductive strategy. Journal of Northwest Atlantic Fishery Science, 33: 33-54.

Nagahama Y. 1983. The functional morphology of teleost gonads. In: Hoar WS, Randall DJ, Donaldson EM. (eds.). Fish physiology. Vol. IX Part A: Reproduction. Academic Press. Orlando. pp. 233-275.

Nejedli S, Petrinec Z, Ku Ir S, Srebocan E. 2004. Annual oscillation of ovarian morphology in European pilchard (Sardina pilchardus, Walbaum) in the northern Adriatic Sea. Veterinarski Arhiv, 74(2): 97-106.

Nelson JS. 2006. Fishes of the World. Fourth edition John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. 601 p.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. New York. Academic Press. 352 p. Pauly D, Christensen V, Walters C. 2002. Ecopath, ecosim and ecospace as tools

for evaluating ecosystem impacts of fisheries. ICES Journal of Marine Science, 57(3): 697-706.

Rahardjo MF. 1987. Ecobiologie et dynamique des populations de poissons dans le Reservoir Bening, Java de l’Est, Indonesie. Institut National Polytechnique de Toulouse. 96 p.

(36)

22

Rahardjo MF, Simanjuntak CPH. 2008. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces: Sciaenidae) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 15(2): 135-140.

Ramos S, Pedro RE, Bordalo AA. 2010. Recruitment of flatfish species to an estuarine nursery habitat (Lima Estuary. NW Iberian Peninsula). Journal of Sea Research, 64(4): 473-486.

Rijnsdorp AD, Witthames PR. 2005. Ecology of reproduction. In Gibson RN (ed.) Flatfishes: Biology and Exploitation. Blackwell Science Ltd., Blackwell Publishing Company. New York. pp. 68-93.

Seitz AC, Norcross BL, Wilson D, Nielsen JL. 2005. Identifying spawning behavior in Pacific halibut, Hippoglossus stenolepis, using electronic tags. Environmental Biology of Fishes, 73(4): 445-451.

Shabana NMA, El Rahman SHA, Al Absawy MA, Assem SS. 2012. Reproductive biology of Argyrosomus regius (Asso, 1801) inhabiting the southeastern Mediterranean Sea, Egypt. Egyptian Journal of Aquatic Research, 38(2): 147-156.

Sihombing DP. 2016. Makanan ikan lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean, Indramayu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. (In press).

Sulistiono, Soenanthi KD, Ernawati Y. 2009. Aspek reproduksi ikan lidah Cynoglossus lingua (Hamilton Buchanan 1822) di Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 175-185.

Tzikas Z, Ambrosiadis I, Soultos N, Georgakis S. 2007. Seasonal size distribution, condition status and muscle yield of Mediterranean horse mackerel Trachurus mediterraneus from the North Aegean Sea, Greece. Fisheries Science, 73(2): 453-462.

Vorwerk PD, Whitfield AK, Cowley PD, Paterson AW. 2003. The influence of selected environmental variables on fish assemblage structure in a range of southeast African Estuaries. Environmental Biology of Fishes, 66(3): 237-247.

Wallace RA, Selman K. (1981). Cellular and Dynamic Aspect of Oocyte Growth in Teleosts. American Zoology, 21(2): 325-343.

Yon KND, Aytekin Y, Yuce R. 2008. Ovary maturation stages and histological investigation of ovary of the zebrafish (Danio rerio). Brazilian Archives of Biology and Technology, 51(3): 513-522.

(37)

23

(38)

24

(39)

25

Lampiran 1 Skema fiksasi contoh gonad

Larutan waktu keterangan

BNF (15 cc asam pikrat jenuh = 5 cc formalin

Pekat = 1 cc asam cuka pekat) 24-48 jam Alkohol 70% sampai warna kuning hilang 1 jam

Alkohol 80%, 90%, 95% 2 jam

Dehidrasi

Alkohol 100% I, 100% II, 100% III 1 jam

Alkohol 100% = Xylol (1:1) 45 menit

Penjernihan I

Xylol I, II, III (masing-masing) 45 menit Xylol = parafin (1:1) (60°C) 45 menit

Infiltrasi

Parafin I, II, III (63°C) 45 menit

Penanaman blok dalam parafin

(40)

26

Lampiran 2 Skema pewarnaan sediaan histologi gonad

Larutan Waktu Keterangan

Xylol I, II 2 menit Deparafinisasi

Alkohol 100% I, 100% II 2 menit

Hidrasi II

Alkohol 95%, 90%, 85%, 80%, 70% 2 menit Air (sampai putih)

Haemotoxylin 30 detik

Air kran 5 detik

Pewarnaan

Eosin 30 detik

Air kran 5 detik

Alkohol 70%, 80%, 90%, 95% 1 menit

Dehidrasi II

Alkohol 100% I, 100% II 1 menit

Xylol I, II 1 menit Penjernihan

(41)

27

Lampiran 3 Ukuran kali pertama matang gonad ikan lidah betina

SK

Frekuensi matang

gonad

Frekuensi belum matang

gonad

Frekuensi relatif matang

gonad

Frekuensi relatif belum

matang gonad

Frekuensi kumulatif matang

gonad

Frekuensi kumulatif matang

gonad

61-70 0 4 0,00 1,52 0,00 1,52

71-80 0 5 0,00 1,90 0,00 6,52

81-90 2 12 3,33 4,56 3,33 13,90

91-100 13 76 21,67 28,90 25,00 80,56

101-110 23 106 38,33 40,30 63,33 134,90

111-120 13 47 21,67 17,87 85,00 87,30

121-130 9 13 15,00 4,94 100,00 30,87

(42)

28

Lampiran 4 Alat tangkap yang digunakan nelayan di Teluk Pabean

Sero

(43)

29

Lampiran 5 Lokasi penelitian

Zona I (area yang banyak ditumbuhi mangrove)

Zona II (area yang berdekatan dengan tambak ikan bandeng)

(44)

30

RIWAYAT HIDUP

ARINIE GUSTIARISANIE, dilahirkan di Lubuk Basung pada tanggal 08 Agustus 1990, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Arbianto, BE S.Sos (Alm.) dan ibu Azrida. Pendidikan penulis ditempuh di SMP Negeri 13 Padang (lulus tahun 2005), SMA Negeri 7 Padang (lulus tahun 2008), dan Sarjana Perikanan dari program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau (lulus tahun 2013). Tahun 2014 penulis melanjutkan kuliah S2 pada program studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Sekolah Pascasarjana, IPB.

Selama tahun 2015, penulis melakukan penelitian dan menyusun tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada Sekolah Pascasarjana, IPB dengan judul “Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. M. F Rahardjo, DEA dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. Selama menjadi mahasiswa program magister, penulis telah menyampaikan hasil penelitian pada seminar dan mempublikasikan beberapa artikel terkait dengan penelitian, yaitu :

1. Aspek Kematangan Gonad Ikan Lidah (Cynoglossus cynoglossus) di Teluk Pabean Jawa Barat. Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan V. Diselenggarakan oleh Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Halaman 31-36.

2. Hubungan Panjang-bobot dan Faktor Kondisi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822 (Pisces: Cynoglossidae) di Teluk Pabean Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia volume 16 nomor 3 (In press). 3. Aspek Reproduksi Ikan Lidah Cynoglossus cynoglossus Hamilton 1822

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Teluk Pabean (Sumber: Rupa bumi
Tabel 1 Ciri morfologi gonad ikan (Rahardjo 1987)
Gambar 2 Ikan lidah (Cynoglossus cynoglossus) (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3 Hubungan panjang-bobot ikan lidah di Teluk Pabean pada tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan ini merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi ikan, khususnya bagi ikan betina (Effendie 1984). Nilai faktor kondisi jantan lebih kecil dibandingkan betina disebabkan

Ikan jantan yang tertangkap pada bulan Oktober hingga Desember 2005 di Laut Flores lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan betina Nilai rata-rata IKG jantan lebih

Jumlah ikan betina dan jantan yang berada pada TKG IV dalam keadaan tidak seimbang, hal ini mengindikasikan kondisi pemijahan yang maksimal pada populasi, yakni ikan selar

Berdasarkan nilai indeks bagian terbesar (IP) makanan, diperoleh bahwa ikan lidah jantan dan betina memiliki kesamaan makanan utama adalah kelompok Crustacea

Jenis dan persentase makanan yang dimakan ikan lidah bervariasi tergantung pada ukuran panjang baik pada ikan jantan maupun betina.. Berdasarkan indeks

Spesies ikan layang menunjukan bahwa ikan yang dalam kondisi matang (mature) lebih banyak ditemukan pada ikan yang berjenis kelamin betina, sedangkan spesies ikan banyar yang

Adanya dua puncak peningkatan rata-rata IKG pada ikan golsom betina dan proporsi TKG matang gonad (TKG III dan IV) yang selalu ditemukan pada setiap waktu penelitian,

Rata-rata faktor kondisi ikan sepatung jantan lebih besar dibandingkan dengan ikan sepatung betina dikarenakan adanya perbedaan dalam memanfaatkan ketersediaan