• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bpr Di Daerah Padat Penduduk Dengan Bpr Di Daerah Jarang Penduduk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bpr Di Daerah Padat Penduduk Dengan Bpr Di Daerah Jarang Penduduk"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BPR

DI DAERAH PADAT PENDUDUK DENGAN

BPR DI DAERAH JARANG PENDUDUK

SIH MAHARTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan BPR di Daerah Padat Penduduk dengan BPR di Daerah Jarang Penduduk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

ABSTRAK

SIH MAHARTI. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan BPR di Daerah Padat Penduduk dengan BPR di Daerah Jarang Penduduk. Dibimbing oleh BUDI PURWANTO

Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah (1) Menganalisis kesehatan kinerja BPR di daerah berpenduduk padat dengan BPR di daerah berpenduduk jarang, (2) Menganalisis perbandingan kinerja keuangan BPR di daerah padat dengan BPR daerah jarang penduduk (3) Menganalisis variabel independen (CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, dan BI rate) yang berpengaruh terhadap variabel dependen (ROA) dengan variabel moderator dan tanpa variabel moderator. Hasil penelitian menunjukkan kinerja keuangan kedua kelompok BPR dalam kondisi sehat sesuai kriteria kondisi yang telah ditetapkan. Perbandingan Hasil uji statistik independent sample t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kedua kelompok BPR tersebut pada rasio BOPO, dan untuk ROA terdapat perbedaan pada bulan-bulan tertentu saja. Hasil uji BPR jarang penduduk menunjukkan kepadatan penduduk memoderasi variabel independen (NPL dan LDR) dengan vaeriabel dependennya (ROA).

Kata Kunci : BPR Jarang Penduduk, BPR Padat Penduduk, Perbandingan Kinerja, Rasio Keuangan.

ABSTRACT

SIH MAHARTI. Analysis Performance banking comparison between BPR groups─at densely populated and less densely populated areas. Supervised by BUDI PURWANTO.

The purposes of research that want to be achieved are: (1) to analyze the perfomance wealth of BPR at densely and less densely populated areas, (2) to analyze the ratio of financial performance at densely and less densely populated areas, (3) and to analyze independent variables, such as CAR, NPR, LDR, BOPO, Inflation, and BI rate, which affect dependent variable (ROA) with or without moderator variable. This research shows that the financial performance between two BPR groups─at densely populated and less densely populated areas─ is prosperous corresponding to a fixed criterion. The comparison of independent sample t-test statistic experiment result shows there are significant differences between two BPR groups in the ratio of BOPO, and there are also differences in the ratio of ROA at certain months The result between independent variables towards dependent variables and moderate variables shows that there is interaction between independent variables (NPL, LDR) and moderate variables which affects ROA of BPR at less densely populated areas.

(5)

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BPR

DI DAERAH PADAT PENDUDUK DENGAN

BPR DI DAERAH JARANG PENDUDUK

SIH MAHARTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini adalah Manajemen Keuangan, dengan judul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan BPR di Daerah Padat Penduduk dengan BPR di Daerah Jarang Penduduk.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Purwanto, MM selaku pembimbing, Bapak Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc dan Bapak M. Syaefudin Andrianto, STP, M.Si sebagai dosen penguji yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya yang tidak pernah berhenti selama ini. Terima kasih juga diucapkan kepada sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada (Yustisia Annisa dan Suci Ariyanti). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat 5

Analisis Kinerja Keuangan 6

Capital Adequacy Ratio (CAR) 6

Non Performing Loan (NPL) 6

Loan to Deposit Ratio (LDR) 7

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) 7

Retun On Asset (ROA) 7

Inflasi 7

Tingkat Suku Bunga (BI rate) 8

Nilai Tukar Rupiah 8

Penelitian Terdahulu 8

METODE 9

Kerangka Pemikiran 9

Jenis dan Sumber Data 10

Populasi dan Sampel 10

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 11

Perhitungan Kinerja Keuangan 11

Analisis Statistik Deskriptif 12

Uji Asumsi Klasik 12

Uji Normalitas 12

(12)

Uji Autokorelasi 13

Uji Heteroskedastisitas 13

Uji Beda Rata-Rata Dua Sampel Independen 13

Analisis Regresi 15

Analisis Regresi Linier Berganda 15

Analisis Regresi dengan Variabel Moderasi 15

Uji Hipotesis 15

Uji F 15

Uji T 16

Determinasi R2 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Gambaran Umum BPR 16

Hasil Analisis Klasik 17

Hasil Uji Normalitas 17

Hasil Uji Multikolinearitas 19

Hasil Uji Autokorelasi 20

Hasil Uji Heteroskedastisitas 20

Hasil Uji Perbandingan 22

Capital Adequacy Ratio (CAR) 22

Non Performing Loan (NPL) 23

Loan to Deposit Ratio (LDR) 24

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) 25

Return On Asset (ROA) 26

Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan

Variabel Moderasi 27

Implikasi Manajerial 32

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

(13)

DAFTAR TABEL

1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada daerah padat penduduk (Yogyakarta) dan daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) 1 2. Perbandingan rata-rata rasio keuangan BPR di daerah padat penduduk

(Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) (%) 3 3. Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi 17 4. Hasil Uji Normalitas Dengan Variabel Moderasi 18 5. Hasil Uji Multikolinearitas Tanpa Variabel Moderasi 19 6. Hasil Uji Multikolinearitas Dengan Variabel Moderasi 19 7. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Variabel Moderasi 21 8. Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan

Variabel Moderasi BPR Padat 28

9. Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan

Variabel Moderasi BPR Jarang 29

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 9

2. Hubungan antara variabel independen dan variabel dependen

dipengaruhi oleh variabel moderator 10

3. Scatterplot pada BPR Padat Penduduk 21

4. Scatterplot pada BPR Jarang Penduduk 21

5. Perkembangan CAR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk 23 6. Perkembangan NPL BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk 24 7. Perkembangan LDR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk 25 8. Perkembangan BOPO BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk 26 9 Perkembangan ROA BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk 27 10. Grafik Variabel Independen Terhadap ROA dengan dan Tanpa Variabel

Moderasi BPR Padat Penduduk 29

11. Grafik Variabel Independen Terhadap ROA dengan dan Tanpa Variabel

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi 36 2. Hasil Uji MultikolinearitasTanpa Variabel Moderasi 36 3. Hasil Uji AutokolerasiTanpa Variabel Moderasi 37 4. Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi 37

5. Hasil Uji Beda CAR 38

6. Hasil Uji Beda NPL 39

7. Hasil Uji Beda LDR 40

8. Hasil Uji Beda BOPO 41

9. Hasil Uji Beda ROA 42

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Jawa merupakan pulau terpadat penduduknya dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Yogyakarta adalah salah satu provinsi di pulau Jawa yang kepadatan penduduknya saat ini berada di peringkat dua setelah Jakarta. Selain padat penduduknya, Yogyakarta merupakan provinsi yang menjadi tujuan pariwisata bagi penduduk lokal maupun mancanegara. Pesatnya pertumbuhan industri pariwisata di Yogyakarta membuat industri dibidang lain juga secara tidak langsung ikut tumbuh dan menciptakan aktivitas ekonomi. Adanya aktivitas ekonomi menarik perhatian penduduk asli, maupun luar Yogyakarta untuk pindah ke daerah tersebut agar mendapatkan pekerjaan maupun membuka usaha. Dengan terus bertambahnya penduduk Yogyakarta, saat ini kepadatan penduduknya mencapai 1.084 jiwa per km2, sehingga Yogyakarta dapat dikategorikan sebagai daerah padat penduduk.

Berbeda halnya dengan kondisi pada daerah di luar pulau Jawa, dengan sample Sumatra Barat. Perkembangan kondisi di Sumatra Barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dibandingkan Yogyakarta (Tabel1), namun hal ini tidak cukup menarik perhatian penduduk luar Sumatra Barat untuk datang mencari pekerjaan maupun membuat usaha. Hingga saat ini, Sumatera Barat memiliki kepadatan penduduk yang cenderung lebih sedikit, yaitu sebesar 110 jiwa per km2 dan Sumatra Barat dapat dikategorikan sebagai daerah jarang penduduk.

Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada daerah padat penduduk (Yogyakarta) dan daerah jarang penduduk (Sumatra Barat)

Pertumbuhan Ekonomi Inflasi

Tahun DIY SumBar Nasional DIY SumBar Nasional

2009 4.43 4.28 4.5 4.64 4.39 4.80

2010 4.88 5.94 6.10 5.41 5.67 5.10

2011 5.18 6.29 6.50 5.50 6.46 5.38

2012 5.35 6.33 6.23 3.99 4.76 4.28

2013 5.41 6.18 5.78 6.74 8.83 6.97

2014 5.04 6.10 5.10 5.69 6.93 6.42

Sumber: Bank Indonesia (data diolah)

(16)

2

keinginan dan ketertarikan masyarakat untuk menanamkan dananya di bank melalui produk-produk yang ditawarkan. Dampak bagi bank itu sendiri, yakni dengan semakin banyaknya dana yang ditanamkan oleh masyarakat, akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit dimana dari kredit yang disalurkan tersebut, bank memperoleh profit.

Selain itu, inflasi dapat mengakibatkan perekonomian suatu daerah tidak berkembang. Untuk mengatasi masalah tersebut di sini BPR memiliki peran untuk peningkatan perekonomian masyarakat pada sektor ekonomi, terutama perekonomian mikro. Sesuai peraturan pemerintah tentang BPR berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu jenis bank yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kredit khususnya kepada para pengusaha mikro, kecil, dan menengah.

Perkembangan BPR dapat dilihat dari kinerja BPR dan jumlah BPR yang ada. Di Sumatra Barat, walaupun kepadatan penduduknya lebih sedikit dibandingkan Yogyakarta, namun jumlah BPR di Sumatra Barat saat ini lebih banyak dibandingkan BPR di Yogyakarta. Jumlah BPR pada Sumatra Barat sebanyak 95 bank dan BPR di Yogyakarta sebanyak 54 bank. Adanya persaingan antar BPR yang semakin ketat, diperlukan kepercayaan masyarakat agar BPR semakin maju. Untuk memperoleh kepercayaan masyarakat, BPR memberikan informasi mengenai kegiatan usaha, produk, dan jasa yang ditawarkan. Namun, hal itu saja belum cukup untuk memperoleh kepercayaan masyarakat karena masih adanya asymmetric information, yakni suatu situasi di mana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain. Sebagai contoh, BPR biasanya memiliki informasi yang lebih mengenai keuntungan dan kerugian potensial dari suatu proyek investasi yang direncanakan dibandingkan dengan debitur. Dengan demikian, debitur tidak dapat membedakan antara pinjaman yang sehat dan tidak sehat. Untuk mengatasi hal tersebut, kepercayaan masyarakat juga dapat diperoleh dengan adanya transparansi terhadap kinerja keuangan.

Penilaian kinerja keuangan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor Capital, Assets Qualit, Management, Earning, Liquidity (CAMEL) yang terdiri dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return on Assets (ROA), Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR). Kinerja keuangan dari sisi permodalan (capital) yang diwakili dengan nilai CAR menunjukkan perubahan yang berfluktuatif setiap tahunnya pada BPR di daerah padat penduduk (Yogyakarta). Sedangkan, CAR BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) megalami pertumbuhan setiap tahunnya yang ditunjukkan dengan adanya trend yang meningkat dari 12.99% di tahun 2011 hingga mencapai 15.02% di akhir 2014. Walaupun BPR jarang penduduk memiliki trend yang meningkat setiap tahunnya, namun nilai rata-rata CAR BPR di daerah jarang penduduk masih berada di bawah nilai rata-rata CAR BPR di daerah jarang penduduk (Tabel 2).

(17)

3 penduduk mengalami ternd peningkatan dari 1.48% di tahun 2011 hingga mencapai 2.27% di akhir 2014.

Tabel 2 Perbandingan rata-rata rasio keuangan BPR di daerah padat penduduk (Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) (%)

Indikator CAR NPL LDR

Perkembangan Perkembangan Perkembangan

Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang

Perkembangan Perkembangan

Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang Padat Jarang

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

(18)

4

ROA BPR jarang penduduk memiliki trend yang menurun. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan persaingan yang ketat antara BPR padat penduduk dengan BPR jarang penduduk. BPR jarang penduduk yang tadinya memiliki ROA yang lebih unggul dibandingkan BPR padat penduduk (Maret 2011 - Juni 2012), tetapi pada akhirnya, nilai ROA BPR jarang penduduk harus berada di bawah BPR padat penduduk (September 2012 - September 2014).

Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian atau ketidakcukupan dari proses internal, sumber daya manusia, dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal (Idroes, 2011). Untuk mengantisipasi hal ini, BPR perlu mengukur kinerja keuangan dengan melihat seberapa besar risiko operasional yang mungkin akan dihadapi dengan menggunakan rasio keuangan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Bank yang memiliki tingkat BOPO yang tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut tidak menjalankan kegiatan operasionalnya dengan efisien sehingga memungkinkan risiko operasional yang dimiliki oleh bank akan semakin besar (Amriani, 2012). Pada tabel 2, selama tahun 2011 rata-rata BOPO BPR di daerah padat penduduk memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan BPR di daerah jarang penduduk. Akan tetapi, mulai awal tahun 2012 hingga September 2014, nilai rata-rata BOPOnya mengalami penurunan hingga berada di bawah rata-rata BPR daerah jarang penduduk.

Berdasarkan tabel 2 nilai rata-rata LDR pada BPR di daerah padat penduduk cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata LDR pada BPR di daerah jarang penduduk. LDR menunjukkan aspek liquidity, Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Sebaliknya, angka LDR yang rendah menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang rendah dibandingkan dengan dana yang diterimanya dan menunjukkan bahwa bank masih jauh dari maksimal dalam menjalankan fungsi intermediasi (Dendawijaya, 2000).

Bank yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah BPR di daerah jarang penduduk (Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat). Dengan adanya perbedaan kondisi (kepadatan penduduk, inflasi dan BI rate) dan kinerja keuangan (CAR, NPL, LDR, BOPO, ROA) pada BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk agar nasabah merasa aman dalam meminjam dan menabung uangnya di BPR, peneliti melakukan analisis terhadap kinerja keuangan BPR yang berada pada daerah padat dan jarang penduduk.

Perumusan Masalah

(19)

5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah (1) Menganalisis kesehatan kinerja BPR di daerah berpenduduk padat dengan BPR di daerah berpenduduk jarang, (2) Menganalisis perbandingan kinerja keuangan BPR di daerah padat dengan BPR daerah jarang penduduk (3) Menganalisis variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen (ROA), dengan dan tanpa variabel moderator.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai dan manfaat kepada berbagai pihak yang membutuhkan terutama bagi masyarakat yang ingin menyimpan uangnya ke BPR, berguna bagi BPR sebagai masukan yang berarti terhadap isu yang terjadi dan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam melihat peluang usaha. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi atau pedoman untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian sebagai berikut: (1) penelitian ini menganalisis kinerja keuangan BPR pada daerah padat dan daerah jarang. Menggunakan beberapa sampel dari BPR DI Yogyakarta sebagai BPR daerah padat dan BPR Sumatra Barat sebagai sampel BPR daerah jarang; (2) data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang bersifat kuantitatif dari tahun 2011 sampai dengan 2014 yang diperoleh dari Pusat Data On-line Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Data On-line Bank Indonesia (setelah kebijakan transparansi dilakukan).

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir 2008). Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPR diatur dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pasal 13 yaitu meliputi:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit.

(20)

6

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bentuk lain.

Sedangkan kegiatan atau usaha yang dilarang bagi BPR berdasarkan Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 pasal 14 adalah

1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. 2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing.

3. Melakukan penyetoran modal. 4. Melakukan usaha perasuransian.

5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan yang ditetapkan dalam pasal 13. (Manurung dan Rahardja 2004).

Analisis Kinerja Keuangan

Berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 mengenai sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum. suatu bank dinyatakan sehat apabila memenuhi kriteria CAMELS. Dari sisi rasio keuangan, kesehatan bank dapat diukur dari rasio permodalan (capital), rasio aset(asset), rasio laba (earning) dan rasio likuiditas (liquiditas). Penelitian ini hanya mengunakan rasio permodalan yang diwakili CAR, rasio aset yang diwakili NPL, rasio laba diwakili ROA, rasio efisiensi diwakili BOPO, rasio liquiditas diwakili oleh LDR. Sementara itu, Hendrayanti (2013) mengungkapkan bahwa faktor eksternal merupakan faktor yang tidak memiliki hubungan langsung dengan manajemen bank tetapi faktor tersebut secara tidak langsung memberikan efek bagi perekonomian yang akan berdampak juga pada kinerja lembaga keuangan bank. Faktor eksternal yang digunakan diantaranya adalah inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Tingginya CAR dapat melindungi nasabah sehingga dapat meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap bank. Jika nilai CAR tinggi berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA) yang bersangkutan (Dendawijaya,2010). Taswan (2010) Semakin tinggi rasio CAR mengindikasikan bank tersebut semakin sehat permodalannya. Pemenuhan CAR minimum 8% mengindikasikan bank mematuhi regulasi permodalan.

Non Performing Loan (NPL)

(21)

7

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 batas aman dari LDR suatu bank berkisar antara 85% dan 100%. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bank itu semakin agresif likuiditasnya, sebaliknya semakin kecil rasio ini juga semakin besar dana pihak ketiga yang tidak digunakan untuk penempatan ke kredit (banyak dana yang menganggur).

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Menurut Taswan (2010) BOPO mengindikasikan efisiensi operasional bank. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank ada dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada menurunya laba sebelum pajak dan akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan. Meningkatnya BOPO menunjukkan inefisiensi bank dalam mengelola kegiatannya dan akan menurunkan laba. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya BOPO yang normal berkisar antara 94%-96% (Dendawijaya,2010).

Retun On Asset (ROA)

Menurut Kasmir (2011:196) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Bank Indonesia menetapkan ROA minimum suatu bank untuk dapat dikatakan dalam keadaan sehat adalah minimum 1,5%. Semakin besar ROA, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Inflasi

Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2004) inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi:

Kenaikan harga: harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya.

Bersifat umum: Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik. Berlangsung terus-menerus: Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus-menerus.

(22)

8

Tingkat Suku Bunga (BI rate)

Pohan (2008:53) menyebutkan bahwa suku bunga yang tinggi akan berdampak pada sektor perbankan karena suku bunga yang tinggi di satu sisi akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Sebaliknya, tingkat bunga yang relatif terlalu rendah dibandingkan dengan tingkat bunga luar negeri, di satu sisi akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung dan mendorong pengaliran dana ke luar negeri sehingga bank-bank akan kesulitan dalam menghimpun dana. Untuk mendapatkan keuntungan maka bank meningkatkan suku bunga agar semangat menabung masyarakat menjadi tinggi (Putong, 2009). Tingkat suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah BI rate. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia menggunakan BI rate sebagai acuan suku bunga yang berlaku di Indonesia.

Nilai Tukar Rupiah

BPR tidak melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing makan nilai tukar tidak menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja BPR.

Penelitian Terdahulu

Inge J.L.M. Palm (2007) dengan judul penelitiannya The relation between Leadership and Outcome Variables Follower Personality as a moderator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi efek moderasi kepribadian pada hubungan antara variabel kepemimpinan dan variabel hasil. Hasilnya menunjukkan. Interaksi inspirational leadership dengan extroversion berpengaruh secara signifikan terhadap job satisfaction, burnout, exhaustion dan effectiveness. Ketika inspirational leadership mengalami peningkatan, maka introverts mengalami sedikit burnout dan exhaustion dengan lebih effectiveness dibandingkan ekstrovert. Ekstrovert mengalami peningkatan job satisfaction dibandingkan introvert, ketika inspirational leadership mengalami peningkatan. Selain itu, apabila karyawan stess meningkat maka interaksi antara kepuaan kerja dalam memprediksi kelelahan juga meningkat.

(23)

9

METODE

Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Perkembangan BPR di daerah padat penduduk berbeda dengan BPR di daerah jarang penduduk. Perbedaan ini dapat dilihat dari kinerja BPR dengan menganalisis perbandingan kinerjanya. Analisis dimulai dengan tahap menghitung rasio keuangan masing-masing BPR dalam objek penelitian dengan bantuan SPSS17. Akan didapatkan hasil kinerja keseluruhan dari masing-masing BPR untuk dibandingkan dengan uji beda rata-rata (independent sample t-test).

Setelah menganalisis perbandingan kinerja keuangan BPR secara keseluruhan rasio keuangan, dilanjutkan dengan menganalisis kinerja dilihat dari sisi profitabiltas. Dalam menganalisis kinerja dari sisi profitabilitas digunakan salah satu indikator yaitu ROA. Pengolahan data digunakan metode regresi linier berganda untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan diihat dari profitabilitas BPR (ROA). Penelitian ini akan menggunakan

Regresi linier Berganda Rasio Profitabilitas:

ROA

Rasio Permodalan: CAR

Rasio Likuiditas: LDR Rasio Kualitas Aktiva

Produktif: NPL

Rasio Efisiensi: BOPO

Kinerja Keuangan

Keseluruhan Independent t-test

Faktor Internal : Rasio Keuangan

Perbandingan BPR Padat Penduduk dengan BPR Jarang Penduduk

Inflasi

BI rate

(24)

10

variabel dari faktor internal dan eksternal BPR yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan BPR. Variabel dari faktor internal menggunakan rasio keuangan (CAR, NPL, LDR, BOPO, ROA), sedangkan variabel dari faktor eksternal menggunakan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga (BI rate). Selain melihat pengaruh variabel internal dan eksternal terhadap ROA, kepadatan penduduk dimasukkan sebagai variabel moderasi. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate) dengan variabel dependen (ROA) yang dimoderasi oleh kepadatan penduduk yang memberikan pengaruh memperkuat atau memperlemah hubungan secara langsung. Artinya, semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi juga variabel independen dan variabel dependen, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan penduduk, maka semakin rendah pula variabel independen dan variabel dependennya. Model hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2. Untuk lebih jelasnya Kerangka Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan BPR padat penduduk dengan BPR jarang penduduk dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2 Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dimoderasi oleh variabel moderasi

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari data laporan keuangan tahunan (annual report) yang telah dipublikasi dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dan diunduh melalui website Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan. Adapun jenis laporan yang digunakan antara lain Neraca Keuangan, Laporan Laba-Rugi. Data penunjang lainnya dalam penelitian ini melalui studi literatur dari buku, jurnal, maupun internet.

Populasi dan Sampel

(25)

11

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Perhitungan Kinerja Keuangan

Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang diawali dengan menghitung rasio keuangan masing-masing bank dalam objek penelitian. Rasio keuangan yang digunakan dibagi kedalam lima kategori yaitu Rasio Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Rentabilitas, Likuiditas dan Efisiensi dengan perincian sebagai berikut:

1. Rasio Permodalan

Dari kelompok permodalan rasio yang dipilih adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), dengan rumus:

...1 2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif

Dari kelompok Aktiva Produktif rasio yang dipilih adalah Non Performing Loans (NPL) dengan rumus:

...2 3. Rasio Rentabilitas

Dari kelompok Rentabilitas rasio yang dipilih adalah Return On Asset (ROA) dengan rumus:

...3 4. Rasio Efisiensi

Rasio yang digunakan adalah Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dengan rumus:

...4 5. Rasio Likuiditas

Dari kelompok Likuiditas rasio yang dipilih adalah Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan rumus:

(26)

12

Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif yang digunakan untik memberikan deskripsi atas variabel-variabel penelitian secara statistik. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata (mean), maksimal, minimal, dan standar deviasi (Sugiyono, 2010).

Uji Asumsi Klasik

Di dalam analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi sehingga persamaan regresi yang dihasilkan akan valid jika digunakan untuk memprediksi (Walpole, 1995). Untuk itu, diperlukan pengujian melalui uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel pengganggu atau residual di dalam suatu persamaan memiliki distribusi normal. Suliyanto (2006) menyatakan bahwa dasar pengambilan keputusannya sebagai berikut:

Jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z ≤ Ztabel, atau nilai nilai asytotic sig > taraf signifikan (α), maka data residual terdistribusi normal.

Jika nilai Kolmogorov-Smirnov Z > Ztabel, atau nilai asytotic sig < taraf signifikan (α), maka data residual terdistribusi tidak normal

Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2011) uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan niali VIF yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah:

Jika nilai tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antarvariabel independen dalam model regresi.

(27)

13

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Uji Durbin Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independent (Gujarati, 2003).

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :

Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 - du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) ada DW terletak antara (4 - du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Bila nilai DW terletak antara (4-du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan

Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan sebagai berikut (Ghozali, 2005)

Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka diidentifikasikan telah terjasdi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi.

Selain dengan melihat titik dengan pola tertentu, ada tidaknya heteroskedastisitas dapat di uji dengan menggunakan Uji Park. Menurut Ghozali (2011), Uji Park dapat lebih teliti dalam memantau gejala heteroskedastisitas ini. Dengan demikian, penelitian ini akan menggunakan Uji Park guna menentukan gejala heteroskedastisitas variabel-variabelnya. Uji Park dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen dengan nilai logaritma residual yang telah dikuadratkan. Jika hasilnya menunjukkan secara statistik tidak signifikan (tingkat signifikansinya lebih besar dari 0,05) berarti tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model penelitian tersebut dan sebaliknya (Ghozali, 2005)

Uji Beda Rata-Rata Dua Sampel Independen

(28)

14

sama ataukah tidak sama secara signifikan (Ghozali, 2011). Terdapat dua tahapan analisis yang harus dilakukan dalam uji ini. Pertama menguji asumsi apakah varians populasi kedua sampel tersebut sama (equal variance assumed) atau berbeda (equal variance not assumed). Setelah diketahui apakah varians populasi kedua sampel sama atau tidak, langkah kedua adalah menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata secara signifikan (Ghozali, 2011). Berikut adalah tahapan analisis uji beda rata-rata dua sampel independen (independent sample t-test) :

Pengujian asumsi varians populasi kedua sampel

Sebelum melakukan uji beda t-test, harus dilakukan uji kesamaan varians dengan uji F berdasarkan nilai levene’s test. Jika varians populasi kedua sampel sama, maka analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Sebaliknya, jika varians populasi kedua sampel tidak sama, maka analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance not assumed. Berikut adalah langkah-langkah uji T :

a. Menentukan Hipotesis

H0 : varian populasi antara BPR Padat dan BPR Jarang adalah sama H1 : varian populasi antara BPR Padat dan BPR Jarang adalah beda b. Pengambilan keputusan

Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima, jadi varians sama.

Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak, jadi varians beda.

Keterangan :

n1 dan n2 = jumlah data x1 = rata rata sampel ke 1

x2 = rata rata sampel ke 2

S12 = varians sampel ke 1

s22 = varian sampel ke 2

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

H0 = besarnya rasio keuangan daerah padat sama dengan besarnya rasio keuangan daerah jarang

H1 = besarnya rasio keuangan daerah padat tidak sama dengan besarnya rasio keuangan daerah jarang.

(29)

15

Analisis Regresi

Analisis Regresi Linier Berganda

Pengertian analisis regresi linier berganda menurut Sugiyono (2010), Analisis yang bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Adapun model dasar dari analisis regresi linier berganda ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = a+ b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6+ e

Analisis Regresi dengan Variabel Moderasi

Teknik analisis yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis (MRA) atau uji interaksi merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dengan rumus persamaan sebagai berikut (Hayes, Andrew F, 2005):

Y= a+ b1X1 +b2X2 +b3X3 +b4X4 +b5X5 +b6X6 +b7X1Z+ b8X2Z +b9X3Z +b10X4Z +b11X5Z +b12X6Z +e

Keterangan :

Y = ROA (Return on Asset)

a = Konstanta

b1 – b7 = Koefisien regresi

X1 = CAR (Capital Adequacy Ratio) X2 = NPL (Non Performing Loan) X3 = LDR (Loan to Deposit Ratio)

X4 = BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) X5 = Inflasi (IHK)

X6 = BI rate

E = Nilai kesalahan

Z = kepadatan penduduk

X = interaksi CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate dengan kepadatan penduduk.

Uji Hipotesis

Uji F

Menurut Imam Ghozali (2011) Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji statistik F:

Taraf signifikan α = 0,05

(30)

16

Uji T

Menurut Imam Ghozali (2011) uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:

Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.

Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan ). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Determinasi R2

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain (Walpole, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum BPR

Objek penelitian yang digunakan adalah BPR Konvensional yang terdiri dari BPR daerah padat penduduk yang diwakili oleh provinsi Yogyakarta dan BPR daerah jarang penduduk yang diwakili oleh provinsi Sumatra Barat.

BPR Padat Penduduk (Yogyakarta)

(31)

17

BPR Jarang Penduduk (Sumatra Barat)

Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Provinsi ini memiliki daratan seluas 42.297,30 km² dengan jumlah penduduknya berkisar 4.846.909 jiwa yang berarti kepadatan penduduknya sebesar 110 jiwa per km2. Sumbar dikategorikan sebagai daerah padat jarang penduduk karena memiliki kepadatan kurang dari 150 jiwa/km2. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 wilayah Sumatra Barat harus memiliki modal minimal Rp 500 juta untuk mendirikan BPR. Dengan kecilnya modal dalam mendirikan BPR maka Sumbar memiliki jumlah BPR terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat atau terbanyak di Sumatera. Saat ini, jumlah BPR di Sumbar ada sekitar 95 bank. Banyaknya jumlah BPR didukung juga oleh berkembangnya UMKM. Meski memiliki jumlah yang cukup banyak, dari tahun 2011 hingga 2014 sebanyak 8 BPR yang telah dilikuidasi akibat kredit macet. Dalam perkembangan BPR terdapat masalah-masalah yang harus dihadapi seperti: 1) perkembangan kondisi ekonomi yang cenderung lambat mengakibatkan penduduk setempat enggan menabung. Ketidakinginan penduduk untuk menabung menghambat BPR untuk mengekspansikan kegiatan usahanya dalam menyalurkan kredit. Dengan sedikitnya DPK maka kredit yang disalurkan juga tidak akan banyak. 2) Kurangnya sumberdaya manusia yang handal menjadi membuat mutu pelayanan BPR tidak cukup baik. 3) Tingkat bunga BPR yang lebih tinggi dibanding bank umum, menyebabkan tingginya risiko kredit.

Hasil Analisis Klasik

Hasil Uji Normalitas

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Tanpa Variabel Moderasi

BPR Variabel Sig Taraf Signifikan Kesimpulan

ROA 0.999 0.05 Normal

CAR 0.77 0.05 Normal

di daerah NPL 0.882 0.05 Normal

padat LDR 0.288 0.05 Normal

penduduk BOPO 0.352 0.05 Normal

(Yogyakarta) Inflasi 0.732 0.05 Normal

BI rate 0.401 0.05 Normal

ROA 0.478 0.05 Normal

CAR 0.838 0.05 Normal

di daerah NPL 0.756 0.05 Normal

jarang LDR 0.918 0.05 Normal

penduduk BOPO 0.849 0.05 Normal

(Sumatra Barat) Inflasi 0.913 0.05 Normal

BI rate 0.401 0.05 Normal

(32)

18

Berdasarkan hasil uji normalitas pada BPR di daerah padat penduduk dan BPR daerah jarang penduduk untuk variabel ROA, CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BI rate berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari semua variabel memiliki asytotic sig > taraf signifikan (α = 0.05) atau terima Ho. Hasil uji normalitas data rasio keuangan dengan Kolmogrov Smirnov test dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Dengan Variabel Moderasi

BPR Variabel Sig Taraf Signifikan Kesimpulan

ROA 0.999 0.05 Normal

CAR 0.77 0.05 Normal

di daerah NPL 0.882 0.05 Normal

padat LDR 0.288 0.05 Normal

penduduk BOPO 0.352 0.05 Normal

(Yogyakarta) Inflasi 0.732 0.05 Normal

BI rate 0.401 0.05 Normal

Kepadatan (M) 0.07 0.05 Normal

CAR*M 0.617 0.05 Normal

NPL*M 0.869 0.05 Normal

LDR*M 0.588 0.05 Normal

BOPO*M 0.139 0.05 Normal

Inflasi*M 0.846 0.05 Normal

BI rate*M 0.17 0.05 Normal

ROA 0.478 0.05 Normal

CAR 0.838 0.05 Normal

NPL 0.756 0.05 Normal

LDR 0.918 0.05 Normal

di daerah BOPO 0.849 0.05 Normal

jarang Inflasi 0.913 0.05 Normal

penduduk BI rate 0.401 0.05 Normal

(SumatraBarat) Kepadatan (M) 0.16 0.05 Normal

CAR*M 0.822 0.05 Normal

NPL*M 0.678 0.05 Normal

LDR*M 0.838 0.05 Normal

BOPO*M 0.88 0.05 Normal

Inflasi*M 0.933 0.05 Normal

BI rate*M 0.262 0.05 Normal

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

(33)

19

Hasil Uji Multikolinearitas

Tabel 5 Hasil Uji Multikolinearitas Tanpa Variabel Moderasi BPR Variabel VIF

Taraf

VIF Kesimpulan

CAR 2.94 10 Tidak multikolinearitas di daerah NPL 3.55 10 Tidak multikolinearitas padat LDR 3.71 10 Tidak multikolinearitas penduduk BOPO 4.30 10 Tidak multikolinearitas (Yogyakarta) Inflasi 2.41 10 Tidak multikolinearitas BI rate 2.49 10 Tidak multikolinearitas CAR 3.57 10 Tidak multikolinearitas di Daerah NPL 2.38 10 Tidak multikolinearitas Jarang LDR 1.67 10 Tidak multikolinearitas Penduduk BOPO 3.47 10 Tidak multikolinearitas (Sumatra Barat) Inflasi 2.29 10 Tidak multikolinearitas

BI rate 3.60 10 Tidak multikolinearitas

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Tabel 6 Hasil Uji Multikolinearitas Dengan Variabel Moderasi

BPR Variabel VIF Taraf VIF Kesimpulan

CAR 14.972 10 Multikolinearitas

NPL 8.479 10 Multikolinearitas

LDR 11.804 10 Multikolinearitas

BOPO 29.887 10 Multikolinearitas

di daerah Inflasi 24.092 10 Multikolinearitas

padat BI rate 60.467 10 Multikolinearitas

penduduk Kepadatan (M) 292.967 10 Multikolinearitas

(Yogyakarta) CAR*M 3.945 10 Multikolinearitas

NPL*M 8.484 10 Multikolinearitas

LDR*M 5.315 10 Multikolinearitas

BOPO*M 241.782 10 Multikolinearitas Inflasi*M 13.437 10 Multikolinearitas BI rate*M 114.249 10 Multikolinearitas

CAR 645.789 10 Multikolinearitas

di daerah NPL 24.986 10 Multikolinearitas

jarang LDR 54.928 10 Multikolinearitas

penduduk BOPO 152.609 10 Multikolinearitas

(34)

20

BPR Variabel VIF Taraf VIF Kesimpulan

BI rate 363.088 10 Multikolinearitas Kepadatan (M) 49.334 10 Multikolinearitas

CAR*M 57.926 10 Multikolinearitas

NPL*M 303.493 10 Multikolinearitas LDR*M 339.596 10 Multikolinearitas BOPO*M 25.958 10 Multikolinearitas (SumatraBarat) Inflasi*M 27.982 10 Multikolinearitas

BI rate*M 190.419 10 Multikolinearitas

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Dari tabel 5 dapat diketahui nilai variance inflation factor (VIF) keenam variabel tersebut lebih kecil dari 10, sehingga bisa diduga bahwa antar variabel independen tidak terjadi persoalan multikolinearitas pada BPR di daerah padat maupun jarang penduduk. Berbeda halnya dengan uji multikolinearitas dengan variabel moderasi pada BPR di daerah padat maupun jarang penduduk, terjadi multikolinearitas kerena nilai VIP lebih besar dari taraf VIF yang ditentukan (Tabel 6). Hal ini terjadi karena adanya perkalian antara masing masing variabel independen dengan variabel moderasi dan untuk melanjutkan proses regresi dimaklumkan untuk multikolinearitas (Hayes, 2005).

Hasil Uji Autokolerasi

Berdasarkan uji autokorelasi dengan Durbin Watson (DW) diperoleh DW tanpa variabel moderasi pada BPR di daerah padat penduduk sebesar 1.888 dan DW pada BPR di daerah jarang penduduk sebesar 2.478 (Lampiran 3). DW dengan variabel moderasi pada BPR di daerah padat penduduk sebesar 2.468 dan DW pada BPR di daerah jarang penduduk sebesar 2.535 (Lampiran 12). Dengan signifikansi 0.05, jumlah data (n) 15, dan jumlah variabel independen (k) 6 diperoleh nilai dL sebesar 0,4471 dan dU sebesar 2,4715. Karena nilai DW pada BPR di daerah padat dan di daerah jarang penduduk dengan dan tampa variabel moderasi terletak pada daerah antara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti (berada di daerah keragu-raguan).

Hasil Uji Heteroskedastisitas

(35)

21

Gambar 3 Scatterplot pada BPR Padat Penduduk

Gambar 4 Scatterplot pada BPR Jarang Penduduk Tabel 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Variabel Moderasi

BPR Variabel Sig

Taraf

(36)

22

BPR Variabel Sig

Taraf

Signifikan Kesimpulan CAR 0.248 0.05 Tidak heteroskedastisitas NPL 0.693 0.05 Tidak heteroskedastisitas LDR 0.998 0.05 Tidak heteroskedastisitas BOPO 0.349 0.05 Tidak heteroskedastisitas di daerah Inflasi 0.329 0.05 Tidak heteroskedastisitas jarang BI rate 0.233 0.05 Tidak heteroskedastisitas penduduk Kepadatan (M) 0.469 0.05 Tidak heteroskedastisitas (SumatraBarat) CAR*M 0.21 0.05 Tidak heteroskedastisitas NPL*M 0.29 0.05 Tidak heteroskedastisitas LDR*M 0.335 0.05 Tidak heteroskedastisitas BOPO*M 0.295 0.05 Tidak heteroskedastisitas Inflasi*M 0.237 0.05 Tidak heteroskedastisitas BI rate*M 0.214 0.05 Tidak heteroskedastisitas Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Berdasarkan Uji Park untuk menguji heteroskedastisitas pada BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk dengan variabel moderasi tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari semua variabel memiliki asytotic sig > taraf signifikan (α = 0.05) atau terima Ho.

Hasil Uji Perbandingan

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio menunjukan seberapa besar kemampuan permodalan untuk menutupi risiko yang terjadi. BPR padat penduduk memiliki rata-rata rasio CAR sebesar 16.15%, lebih besar dibandingkan dengan BPR jarang penduduk sebesar 13.89% (Tabel 2). Hal itu berarti bahwa selama periode 2011-2014 BPR padat penduduk memiliki CAR lebih baik dibandingkan dengan BPR jarang penduduk, karena semakin tinggi nilai CAR maka akan semakin bagus kualitas permodalan bank tersebut. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia bahwa standar CAR yang terbaik adalah 8%, maka BPR jarang penduduk masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia.

(37)

23 Bank-pihak tidak terkait menyebabkan nilai ATMR meningkat sehingga nilai CAR menjadi turun. Titik tertinggi pada CAR BPR jarang disebabkan oleh adanya peningkatan laba dan cadangan umum yang besar, sedangkan titik terendahnya dikarenakan peningkatan nilai ATMR yang tinggi dengan peningkatan jumlah modal yang tidak terlalu besar sehingga nilai CAR menjadi turun.

Pada BPR padat penduduk pertumbuhan CARnya cenderung berfluktuatif, penurunan CAR dipengaruhi oleh semankin meningkatnya Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) akibat peningkatan penyaluran kredit. Sedangkan peningkatan CARnya dipengaruhi oleh laba yang meningkat juga akibat penggembalian kredit yang lancar pada bulan-bulan tertentu.

Gambar 5. Perkembagan CAR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk Dari lampiran 5 dapat terlihat bahwa F hitung untuk CAR dengan equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) sebesar 3.426 dengan probabilitas 0.081. Oleh karena probabilitas data di atas lebih besar dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pada data perbandingan kinerja keuangan BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk untuk rasio CAR. Kedua varians sama maka, digunakan equal variances assumed dengan t hitung 0.78 dengan nilai signifikan sebesar 0.488. Oleh karena nilai sig. thitung > ttabel (0.488 > 0.05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan CAR yang signifikan antara BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk.

Non Performing Loan (NPL)

(38)

24

pinjaman bermasalah meningkat. Pinjaman bermasalah meningkat akibat menurunya daya bayar masyarakat yang dipicu oleh adanya kenaikan BBM, inflasi, kenaikan BI rate, kurangnya supervise atas kredit yang disalurkan, tingginya tingkat bunga kredit BPR dibandingkan dengan lembaga keuangan seperti Bank Umum dan lambatnya pertumbuhan ekonomi daerah jarang penduduk tiap tahunnya.

Penurunan NPL pada BPR padat penduduk akibat dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai pembatasan tingkat suku bunga bank (SBDK) yang telah diterapkan sejak tahun 2011. Pembatasan SBDK BPR meringankan debitur dalam melunasi utangnya kepada bank, karena bunga pinjaman yang diberikan kepada debitur tidaklah setinggi sebelum kebijakan dikeluarkan (penurunan nilai kredit risiko). Penurunan rasio NPL juga terjadi karena adanya perbaikan kualitas kredit. Perbaikan kualitas kredit perbankan tidak terlepas dari upaya restrukturisasi maupun hapus buku yang dilakukan bank. Untuk mengantisipasi peningkatan tekanan risiko kredit, bank biasanya melakukan pemupukan cadangan kerugian penghapusan kredit (PPAP kredit), sehingga secara keseluruhan risikonya menjadi menurun.

Gambar 6 Perkembangan NPL BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk Dari lampiran 6 dapat terlihat bahwa F hitung untuk NPL dengan equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 0.372 dengan probabilitas 0.55. Oleh karena probabilitas data di atas lebih besar dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pada data perbandingan kinerja keuangan BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk untuk rasio NPL. Kedua varians sama, maka digunakan equal variances assumed. t hitung sebesar 0.649 dengan nilai signifikan sebesar 0.488. Oleh karena nilai sig. thitung > ttabel (0.525 > 0.05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan NPL yang signifikan antara BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk.

Loan to Deposit Ratio (LDR)

(39)

25 tertinggi pada kedua kelompok BPR juga terjadi pada bulan dan tahun yang sama yaitu maret 2012 dengan nilai LDR masing-masing 100.63% untuk BPR padat penduduk dan 91.05% untuk BPR jarang penduduk (Gambar 7). Apabila diberi garis trend pada gambar 7 maka, LDR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk akan cenderung konstan. Hal ini berarti besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada BPR hampir sama setiap triwulannya.

Gambar 7 Perkembangan LDR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk Berdasarkan rata-rata selama periode 2011-2014 dapat terlihat bahwa BPR padat penduduk memiliki rata-rata rasio LDR sebesar 90.12%, lebih besar dibandingkan dengan BPR jarang penduduk sebesar 85.38%. Dengan batas toleransi LDR berkisar antara 85%-110%, kedua kelompok BPR memiliki LDR yang sehat.

Dari lampiran 7 dapat terlihat bahwa F hitung untuk LDR dengan equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 0,846 dengan probabilitas 0,370. Oleh karena probabilitas data di atas lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pada data perbandingan kinerja keuangan LDR BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk untuk rasio LDR. Kedua varians sama maka, digunakan equal variances assumed. t hitung sebesar 1.063 dengan signifikan sebesar 0,302. Oleh karena nilai sig. thitung > ttabel (0,302 > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan LDR yang signifikan antara BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk.

Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

(40)

26

74.884%, lebih kecil dibandingkan dengan BPR jarang penduduk yakni 82.616%. Kedua kelompok BPR memiliki BOPO yang cukup sehat. Nilai BOPO tahun 2011 hingga 2014 pada BPR jarang penduduk cenderung meningkat sedangkan pada BPR padat penduduk nilainya menurun tiap triwulannya. Peningkatan BOPO pada BPR jarang penduduk disebabkan oleh kenaikan biaya administrasi dan umum setiap triwulannya. Sedangkan penurunan BOPO pada BPR padat penduduk diakibatkan karena biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya telah efisien, sehingga pendapatan operasional yang diperoleh dari penyaluran dana semakin besar. Selain itu pendapatan oprasional yang meningkat akibat adanya peningkatan pada pendapatan bunga.

Gambar 8 Perkembangan BOPO BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk Dari lampiran 8 dapat terlihat bahwa F hitung untuk BOPO dengan equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) adalah 0.250 dengan probabilitas 0.623. Oleh karena probabilitas data di atas lebih besar dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan varians pada data perbandingan kinerja keuangan BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk untuk rasio BOPO. Kedua varians sama, maka digunakan equal variances assumed. t hitung sebesar -3.165 dengan signifikan sebesar 0.005. Oleh karena nilai sig. thitung < ttabel (0.005 < 0.05), maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan BOPO yang signifikan antara BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk.

Return On Asset (ROA)

Selama periode 2011-2014 dapat terlihat bahwa BPR padat penduduk memiliki rata-rata (mean) rasio ROA sebesar 3.54%, lebih besar dibandingkan dengan BPR jarang penduduk sebesar 3.089%. Perkembangan rata-rata ROA berada di atas 1,5%, menunjukkan bahwa BPR sehat.

(41)

27

Gambar 9 Perkembangan ROA BPR padat penduduk dan BPR jarang penduduk Dari lampiran 9 dapat terlihat bahwa terdapat beberapa bulan yang memiliki thitung < ttabelberarti terdapat perbedaan pada BPR padat penduduk dengan BPR jarang penduduk. Akan tetapi perbedaan tersebut hanya terjadi pada bulan September 2011, Desember 2012, Juni 2013, September 2013, Desember 2013, Maret 2014, Juni 2014, dan September 2014. Selain dari bulan-bulan itu tidak ada perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi karena pada bulan-bulan tersebut BPR padat penduduk mengalami peningkatan laba, sedangkan BPR jarang penduduk mengalami penurunan laba.

Apabila diberi garis trend pada gambar 9 maka, ROA BPR jarang penduduk mengalami penurunan sedangkan BPR padat penduduk mengalami peningkatan. Penurunan ROA pada BPR jarang penduduk mencerminkan dampak dari menurunya keinginan masyarakat untuk menabung, belum optimalnya margin pendapatan opersional bank terhadap biaya operasionalnya yang menunjukkan tidak efisiennya kegiatan usaha bank (BOPO). Tidak efisiennya operasional bank biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak mampunya manajemen dalam mengelola bank akibat rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki, rendahnya pemasaran produk, biaya operasional yang terlalu tinggi karena sistem bunga dan lokasi bank yang tidak strategis. Penurunan ROA juga diakibatkan oleh meningkatnya risiko kredit setiap tahunnya pada BPR jarang penduduk.

Hasil Uji Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan dengan Variabel Moderasi

Hasil Uji Regresi BPR di daerah padat penduduk

(42)

28

ROA, naiknya nilai BOPO maka nilai ROA akan turun. Hal ini karena setiap peningkatan biaya oprasional yang tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan oprasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak, yang pada akhirnya akan menurunkan ROA (Setiawan,2009). Nilai R2 sebesar 0.855 menunjukkan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 85.5%.

Tabel 8 Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan Dengan Variabel Moderasi BPR Padat

Tanpa Variabel Moderasi Dengan Variabel Moderasi

B t-hitung Sig. B t-hitung Sig.

Konstanta 3.664 1.415 0.195 -15.848 -0.024 0.985

CAR 0.043 0.544 0.601 0.154 0.737 0.596

NPL 0.013 0.026 0.98 -0.072 -0.081 0.949

LDR 0.017 0.818 0.437 0.004 0.089 0.944

BOPO -0.027 -2.185 0.06* -0.029 -0.756 0.588 Inflasi 0.06 1.227 0.255 -0.012 -0.068 0.957 BI rate -0.112 -1.072 0.315 0.022 0.037 0.977

Kepadatan (M) 6.224 0.029 0.982

CAR*M -0.159 -0.999 0.5

NPL*M -0.122 -0.92 0.526

LDR*M -0.047 -0.607 0.653

BOPO*M 0.302 0.25 0.844

Inflasi*M 0.105 0.372 0.773

BI rate*M 0.047 0.06 0.962

R2=0.855 F hitung= 3.632 R2= .0 .954 F hitung= 2.73

*Sig. pada α =0.10

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Berdasarkan tabel 8 tersebut hasil pengujian antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan variabel moderasi menunjukkan tidak ada interaksi variabel independen dengan variabel moderasi yang berpengaruh terhadap ROA. Adanya variabel moderasi berupa kepadatan penduduk meningkatkan nilai R2 sebesar 0.954 dari nilai R2 sebesar 0.855 tanpa kepadatan penduduk.

(43)

29

Hasi Uji Regresi BPR di daerah jarang penduduk

Tabel 9 Hasil Regresi Linier Berganda Tanpa Variabel Moderasi dan Dengan Variabel Moderasi BPR Jarang

Tanpa Variabel Moderasi Dengan Variabel Moderasi

B t-hitung Sig. B t-hitung Sig.

Konstanta 22.186 4.36 0.002 23.071 1.331 0.41 CAR -0.27 -1.707 0.126 1.741 5.522 0.114 NPL -0.835 -2.637 0.03* -1.273 -8.357 0.076 LDR 0.03 1.09 0.307 -0.149 -6.435 0.098 BOPO -0.211 -3.367 0.01* -0.57 -9.239 0.069 Inflasi -0.106 -2.027 0.077 0.224 5.222 0.12 BI rate 0.0268 1.321 0.223 -1.434 -4.739 0.132

Kepadatan (M) 8.659 0.996 0.501

CAR*M -0.258 -3.598 0.173

NPL*M 1.483 7.47 0.085

LDR*M 1.669 6.35 0.099

BOPO*M 0.106 2.308 0.26

Inflasi*M -0.327 -4.934 0.127

BI

rate*M 2.437 8.574 0.074

R2= 0.970 R2=0 .998

F hitung= 21.116 ; Sig=.000a F hitung= 22.678 ; Sig=0.001

*Sig. pada α =0.1

Sumber: (Laporan Keuangan BPR, 2014 (diolah))

Berdasarkan tabel 9 tersebut hasil pengujian antara variabel independen terhadap dependen tanpa variabel moderasi menunjukkan CAR, LDR, dan BI rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA, sedangkan NPL, BOPO dan Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap ROA. NPL, BOPO dan Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap ROA karena memiliki nilai asytotic sig < taraf signifikan (α = 0.1). Pengaruh signifikan terhadap ROA oleh variabel independen (NPL, BOPO, Inflasi) dapat dijelaskan sbagai berikut:

Koefisien regresi variabel NPL sebesar -0.835; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan NPL mengalami kenaikan satu satuan, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 0.835. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara NPL dengan ROA, naiknya nilai NPL maka nilai ROA akan turun.

Koefisien regresi variabel BOPO sebesar -0.211; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan BOPO mengalami kenaikan satu satuan, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 0,0211. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan negatif antara BOPO dengan ROA, naiknya nilai BOPO maka nilai ROA akan turun.

(44)

30

negatif artinya terjadi hubungan negatif antara Inflasi dengan ROA, naiknya nilai Inflasi maka nilai ROA akan turun.

Nilai R2 sebesar 0.970 ini menunjukkan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 97%, sedangkan 3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain.

Gambar 11 Grafik Integrasi CAR, NPL, LDR, BOPO, Inflasi, BIrate Terhadap ROA dengan dan Tanpa Variabel Moderasi BPR Jarang Penduduk Hasil pengujian menunjukkan kepadatan penduduk memoderasi NPL terhadap ROA dan kepadatan penduduk juga memoderasi LDR terhadap ROA. Pengaruh signifikan antara variabel independen (NPL, LDR) terhadap variabel dependen (ROA) dengan variabel moderasi (kepadatan penduduk) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Koefisien regresi variabel NPL sebesar -1.273; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan NPL mengalami kenaikan satu satuan, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 1.273. Koefisien regresi variabel NPL*M sebesar 1.483; Koefisien bernilai positif dan nilai diabaikan, karena hanya untuk menunjukkan interaksi terhadap NPL dan ROA (Heyes,2008). Dapat disimpulkan ketika kepadatan meningkat dengan NPL naik satu satuan maka dapat mengurangi nilai ROA sebesar 1.273.

Gambar 12 Interaksi antara NPL terhadap ROA yang dimoderasi oleh kepadatan penduduk

(45)

31

Gambar 12 menyajikan hubungan antara NPL dan ROA pada rentang kepadatan penduduk (M = 1) dan (M = -1). Ketika rentang kepadatan penduduk terbatas, NPL berhubungan negatif terhadap ROA. Hubungan ini, bagaimanapun akan negatif dengan meningkatnya kepadatan penduduk.

Koefisien regresi variabel LDR sebesar -0.149; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan LDR mengalami kenaikan satu satuan, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar 0.149. Koefisien regresi variabel LDR*M sebesar 1.669; Koefisien bernilai positif dan nilai diabaikan, karena hanya untuk menunjukkan interaksi terhadap LDR dan ROA (Heyes,2008). Dapat disimpulkan ketika kepadatan meningkat dengan LDR naik satu satuan maka dapat mengurangi nilai ROA sebesar 0.149.

Gambar 13 Interaksi antara LDR terhadap ROA yang dimoderasi oleh kepadatan penduduk

Gambar 13 menyajikan hubungan antara LDR dan ROA pada rentang kepadatan penduduk (M = 1) dan (M = -1). Ketika rentang kepadatan penduduk terbatas, LDR berhubungan negatif terhadap ROA. Hubungan ini, bagaimanapun akan negatif dengan meningkatnya kepadatan penduduk.

Dengan asumsi ketika kepadatan penduduk meningkat probabilitas masyarakat yang memiliki kredit pada BPR meningkat. Adanya variabel moderasi berupa kepadatan penduduk meningkatkan nilai R2 sebesar 0.984 dari nilai R2 sebesar 0.970 tanpa kepadatan penduduk.

Implikasi Manajerial

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa BPR padat penduduk cenderung lebuh unggul pada empat rasio CAR, NPL, BOPO, dan ROA. Upaya-upaya yang harus dilakukan BPR padat penduduk dalam rangka mempertahankan kinerja keuangan agar tetap sehat antara lain: (1) Mempertahankan posisi CAR di atas 8% dengan memperhatikan setiap ekspansi kredit kebutuhan modal dan berhati-hati dalam memberikan kredit yang mempunyai risiko pasar yang rentan (2) Menjaga posisi NPL di bawah 5% dengan merestrukturisasi kredit jika sekiranya mulai muncul gejala kredit macet. Jika terdapat kredit bermasalah yang sulit untuk direstrukturisasi, kredit macet tersebut perlu dijual kepada pihak ketiga. (3) Mengelola likuiditas secara optimum, artinya Loan to Deposit Ratio (LDR) harus ditingkatkan dan dijaga ke tingkat yang ideal yaitu dalam kisaran

(46)

32

90% - 110% agar fungsi intermediasi berjalan. (4) efisiensi dalam penggunaan biaya produksi untuk mengoptimalkan pendapatan oprasional.

Walaupun, kinerja keuangan BPRjarang penduduk dalam kondisi sehat sesuai batas kriteria kondisi yang telah ditetapkan. Apabila dibiarkan tanpa adanya kontrol yang baik maka, ada beberapa rasio yang nilainya akan memburuk. Seperti nilai CAR yang tidak terlalu besar, NPL dan BOPO yang terus meningkat, serta penururunan nilai ROA. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan nilai CAR yaitu dengan menambah posisi modal dengan cara setoran tunai atau go public, mengurangi atau memperkecil komitmen pinjaman yang tidak digunakan, mengurangi jumlah pinjaman yang diberikan sehingga memperkecil resiko. (2) Menurunkan nilai NPL dengan menerapkan strategi pemberian kredit untuk meminimalisasikan kredit-kredit yang masuk ke dalam kategori bermasalah atau mempunyai resiko tinggi berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Cara untuk mendorong penurunan rasio BOPO adalah dengan menaikkan dana murah, seperti simpanan dalam bentuk tabungan dan giro, selain itu menekan biaya operasional dengan melakukan optimalisasi kinerja BPR. (4) Meningkatkan ROA yaitu dengan mengelola permodalannya secara optimal. mengefisiensikan biaya oprasional, peningkatkan pendapatan dengan menjual lebih banyak produk keuangan, dan menurunkan risiko kredit bermasalah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gambar

Tabel 1 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada daerah padat penduduk (Yogyakarta) dan daerah jarang penduduk (Sumatra Barat)
Tabel 2 Perbandingan rata-rata rasio keuangan BPR di daerah padat penduduk (Yogyakarta) dan BPR di daerah jarang penduduk (Sumatra Barat) (%)
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 6 orang ibu pada bulan Maret 2014 di Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) serta hambatan-hanbatan dalam proses penyelesaian sengketa atas

Ruang Lingkup Penilaian Pembelajaran Pembuatan Pola

Guru menjelaskan materi tentang pengertian, jenis, fungsi dan simbol estetika karya seni musik dengan Prezi Desktop yang didalamnya terdapat slide presentasi materi

tentang diri Anda sedang menikmati apa yang Anda inginkan di dalam benak Anda. Saat Anda melakukan visualisasi, Anda membangun pikiran dan perasaan yang kuat tentang

Setelah mendapatkan daya yang dihasilkan untuk memanaskan air dan besarnya daya pembakaran maka efisiensi dari tungku biomassai dapat ditemukan.Hubungan variasi

Kebersihan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan merupakan unsur yang fundamental dalam ilmu kesehatan dan pencegahan. Yang

Sebelum adanya DNS, dahulu digunakan file HOST.TXT dari SRI pada seluruh komputer yang terhubung dengan jaringan untuk memetakan alamat ke sebuah nama.. Namun sistem ini