• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

FORTIFIKASI MIKROENKAPSULAT ZAT BESI

PADA

CASSAVA FLAKES

DEWI UTARI WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DEWI UTARI WULANDARI. Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan HOERUDIN.

Masalah paling umum penggunaan zat besi khususnya ferrous sulphate heptahydrate sebagai fortifikan yaitu perubahan warna dan mudahnya berinteraksi dengan komponen pangan lainnya. Teknik mikroenkapsulasi berpotensi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan melindungi zat besi (Fe) dari kondisi lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik mikroenkapsulat Fe, pengaruh fortifikasi Fe terhadap karakteristik tepung ubi kayu dan cassava flakes terfortifikasi. Fe difortifikasikan dalam bentuk mikroenkapsulat Fe dan Fe sediaan bebas. Mikroenkapsulasi Fe dilakukan dengan teknik spray drying dengan maltodekstrin dan whey sebagai bahan penyalutnya. Kandungan zat besi diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Mikroenkapsulat Fe memiliki kadar air dan ukuran partikel yang sesuai dengan karakteristik produk mikrokapsul hasil spray drying. Aplikasi mikroenkapsulat Fe dengan dosis 4,28 mgFe/0,7kg dapat meningkatkan kandungan Fe namun tidak mempengaruhi kadar air, warna, dan derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi. Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat Fe memiliki kadar air yang sama dengan cassava flakes terfortifikasi Fe sediaan bebas, namun tingkat kecerahan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih baik. Bioaksesibilitas Fe cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih besar (49,65%) dibandingkan cassava flakes terfortifikasi Fe sediaan bebas (34,40%). Panelis mampu mendeteksi adanya penambahan fortifikan Fe baik dalam bentuk mikroenkapsulat maupun sediaan bebas. Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat Fe lebih disukai, terutama ketika dikonsumsi bersama susu.

Kata kunci: cassava flakes, fortifikasi, mikroenkapsulat, zat besi.

ABSTRACT

DEWI UTARI WULANDARI. Fortification of Microencapsulated Iron to Cassava Flakes. Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI and HOERUDIN.

(5)

microencapsulated iron increased its iron content but did not influence its moisture content, colour, and whiteness index. Cassava flakes fortified with microencapsulated iron was brighter than and had the same moisture content as those fortified with free iron. Bioaccessibility of iron from cassava flakes fortified with microencapsulated iron (49,65%) was higher than that fortified with free iron (34,40%). The presence of additional Fe in cassava flakes fortified with either microencapsulated or free iron could be identified by untrained panelists. Cassava flakes fortified with microencapsulated iron was preferred by untrained panelists, especially when consumed with milk.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

FORTIFIKASI MIKROENKAPSULAT ZAT BESI

PADA

CASSAVA FLAKES

DEWI UTARI WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah dilimpahkan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juli 2014 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian adalah fortifikasi, dengan judul Fortifikasi Mikroenkapsulat Zat Besi pada Cassava Flakes. Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya, penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Endang Prangdimurti, M.Si dan Bapak Hoerudin, SP. MFoodST. Ph.D selaku dosen pembimbing dan Ibu Dian Herawati, STP, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran. Selain itu ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian atas bantuan fasilitas dan dana yang telah diberikan dan laboratorium sensori Depatemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Terimakasih kepada para peneliti, Ibu Juniawati, STP, M.Si dan Ibu Widaningrum, STP, M.Si serta para analis Balai Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (Ibu Dini Kusdiningsih, Ibu Ika Hikmawati, Bapak M. Triyono, dan Bapak Afdan Irvandy). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ramah, Ibu, adek Dani, adek Novi dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayang serta special thanks to Akhdiyat Duta Modjo. Terakhir, ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan pada teman-teman ITP 47 “Doa Ibu”, khususnya Dani, Ganistie dan Rahmalia atas segala kebersamaannya dan segenap sahabat sekaligus keluarga terhebat

“ESCIFION” SMA Negeri 1 Pamekasan, tidak akan pernah menyesal bertemu manusia-manusia inspiratif seperti kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

METODE 3

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Percobaan 3

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Fortifikan Mikroenkapsulat Zat Besi 10 Karakteristisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Zat Besi pada

Tepung Ubi Kayu 16

Aplikasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi dan Karakterisasi Cassava Flakes

Terfortifikasi 18

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying 11

2 Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe 13 3 Rata-rata jumlah Fe pada mikroenkapsulat Fe hasil spray drying 14

4 Bioaksesibilitas fortifikan 15

5 Karakteristik tepung ubi kayu sebelum fortifikasi 16

6 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi 17

7 Karakteristik cassava flakes terfortifikasi 19

8 Bioaksesibilitas cassava flakes terfortifikasi 22 9 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian kering 25 10 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian rehidrasi susu 25

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan penelitian secara umum 4

2 Proses mikroenkapsulasi FeSO4·7H2O 5

3 Tahapan proses pembuatan cassava flakes 6

4 Tahapan uji bioaksesibilitas 8

5 Spray dryer 11

6 Kadar air mikroenkapsulat zat besi 12

7 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat zat besi 13

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

6 Hasil T-test cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi 41 7 Uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi 45 8 Uji statistik derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi 45 9 Uji statistik warna tepung ubi kayu terfortifikasi 46 10 Uji statistik konsentrasi Fe pada tepung ubi kayu terfortifikasi 47 11 Uji statistik kadar air cassava flakes terfortifikasi 47 12 Uji statistik warna cassava flakes terfortifikasi 48 13 Uji statistik kekerasan pada cassava flakes terfortifikasi 49 14 Uji statistik kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi 50 15 Uji statistik bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi 50 16 Jumlah Fe pada supernatan hasil bioaksesibilitas 51

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu masalah utama gizi di Indonesia adalah anemia gizi besi (AGB) (Supariasa et al. 2000). Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibandingkan dengan zat gizi lainnya, seperti asam folat, vitamin B12, vitamin C,

dan lain-lain (Wirakusumah 1998). Data prevalensi AGB di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) nasional tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 50,9%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1%, dan wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar 39,5%. Beberapa upaya pemerintah untuk mencegah atau mengurangi jumlah penderita AGB, yaitu pemberian suplemen tablet zat besi, diversifikasi pangan, pengawasan penyakit infeksi, dan fortifikasi (DEPKES 2006). Fortifikasi merupakan upaya peningkatan mutu gizi pangan dengan penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada pangan pembawa. Fortifikasi zat besi merupakan salah satu bentuk fortifikasi wajib yang diharuskan oleh peraturan (mandatory) untuk mengatasi permasalahan gizi. Fortifikasi zat besi dapat dikatakan sebagai salah satu upaya alternatif untuk membantu penanganan masalah defisiensi zat besi (BPOM 2004).

Beberapa jenis fortifikan besi, yaitu ferrous sulphate heptahydrate (FeSO

7H2O), ferrous gluconate, ferrous lactate, ferrous fumarate, ferric orthophosphate,

dan lain-lain. FeSO4·7H2O merupakan salah satu bentuk fortifikan besi larut air

(water-soluble) yang banyak digunakan karena paling ekonomis dibandingkan dengan fortifikan lainnya, memiliki bioavailabilitas atau bioaksesibilitas yang relatif cukup tinggi (100%) dan memiliki kandungan besi sekitar 20%. Pemilihan ferrous sulphate heptahydrate sebagai fortifikan juga didasarkan pada karakteristik fisik dan kandungan lemak yang terdapat pada pangan pembawa. Jenis pangan pembawa yang sesuai dengan karakteristik water-soluble iron yaitu pangan kering, seperti jenis tepung-tepungan (FAO dan WHO 2006).

Dua masalah paling umum pada penggunaan fortifikan ferrous sulphate heptahydrate yaitu munculnya perubahan warna yang tidak diinginkan (diskolorasi) dan mudahnya berinteraksi dengan komponen pangan lainnya (INACG 2002). Masalah tersebut disebabkan oleh sifat zat besi yang reaktif, khususnya terhadap oksigen sehingga dapat menimbulkan diskolorasi dan rasa (logam) yang tidak diinginkan pada produk akhir (FAO 1997). Zat besi juga berperan sebagai katalis dalam proses oksidasi komponen pangan lainnya, seperti vitamin A (Akhtar et al. 2010) sehingga berpotensi untuk menurunkan efektifitas sifat fungsional produk akhir.

(13)

2

Maltodekstrin dengan whey protein pada perbandingan 60:40 dipilih sebagai penyalut FeSO4·7H2O karena berdasarkan penelitian sebelumnya dapat

menghasilkan rendemen paling tinggi (Yuliani et al. 2013). Proses mikroenkapsulasi dilakukan menggunakan teknik spray drying. Penggunaan teknik spray drying menghasilkan fortifikan zat besi dalam bentuk serbuk yang memudahkan aplikasi dalam fortifikasi pada beberapa jenis pangan olahan (Wagner dan Wathesen 1995).

Efektifitas teknologi mikroenkapsulasi zat besi pada produk cassava flakes dilakukan melalui pengujian bioaksesibilitas FeSO4·7H2O. Uji bioaksesibilitas

merupakan faktor penting yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan program fortifikasi dalam memenuhi asupan zat besi yang dibutuhkan oleh manusia. Bioaksesibilitas menggambarkan jumlah ketersediaan zat besi yang siap diserap oleh tubuh setelah melewati serangkaian proses fisik, kimia, dan biokimiawi dalam sistem pencernaan sedangkan bioavailabilitas merupakan suatu terminologi yang menggambarkan proporsi zat besi yang dapat diserap oleh tubuh setelah melalui rangkaian proses fisik, kimia, dan biokimiawi dalam sistem pencernaan (Versantvoort dan van de Kamp 2002). Cassava flakes atau sereal sarapan yang terbuat dari tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat FeSO4·7H2O dipilih

sebagai produk akhir karena memiliki kesesuaian sebagai pangan pembawa sesuai dengan karakteristik ferrous sulphate heptahydrate. Cassava flakes terfortifikasi juga diharapkan dapat menjadi pangan fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat karena sifatnya yang praktis dan mudah disajikan dengan cita rasa yang enak. Konsumsi cassava flakes terfortifikasi zat besi diharapkan dapat membantu memenuhi asupan zat besi bagi penderita defisiensi zat besi.

Perumusan Masalah

Mikroenkapsulat zat besi yang telah terkarakteristik difortifikasikan pada tepung ubi kayu dengan menganalisis pengaruhnya terhadap karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi, termasuk pengaruhnya terhadap karakteristik cassava flakes terfortifikasi yang dihasilkan. Pengujian bioaksesibilitas merupakan pengujian yang sangat penting karena bertujuan untuk mengetahui efektifitas mikroenkapsulat zat besi setelah dilakukan mikroenkapsulasi dengan teknik spray drying.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. membuat mikroenkapsulat zat besi dan mempelajari karakteristik mikroenkapsulat zat besi yang dihasilkan;

b. melakukan fortifikasi zat besi dalam bentuk mikroenkapsulat dan sediaan bebas pada tepung ubi kayu dan mempelajari karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi;

(14)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keunggulan mikroenkapsulasi zat besi dalam meminimalisir perubahan penurunan mutu produk yang diperkaya dengan zat besi dalam upaya mengatasi masalah Anemia Gizi Besi (AGB) di Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan fortifikasi zat besi pada tepung ubi kayu kemudian mengaplikasikan tepung ubi kayu terfortifikasi menjadi cassava flakes. Dosis fortifikasi yang digunakan pada penelitian yaitu di bawah aturan maksimal yang ditetapkan oleh Nutrition Institute of Central America and Panama (INCAP). Bentuk fortifikan yang digunakan terdapat dua jenis, yaitu fortifikan ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O) sediaan bebas dan

mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O).

METODE

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cassava flakes terfortifikasi adalah tepung ubi kayu varietas Adira 1 100 mesh, ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O), gula bubuk, pengembang, garam, egg yolk, dan air. Bahan

pengemas yaitu plastik pengemas berlapis logam/metalized plastic. Bahan dan pereaksi yang dibutuhkan pada pengujian bioaksesibilitas yaitu enzim-enzim pencernaan yang terdiri dari α-amilase, pepsin, pankreatin, dan ekstrak empedu. Selain itu juga digunakan HCl 6M, ultra pure water/akuabides, NaHCO3 1M,

NaOH 0,5M, dan HNO3.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada pengujian bioaksesibilitas Fe yaitu pH meter, centrifuge, inkubator bergoyang (shaker incubator), muffle furnance, dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air yaitu oven. Peralatan pengujian fisik yang digunakan untuk mengukur warna yaitu chromameter CR 300 Minolta. Analisis tekstur menggunakan texture analyzer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan cassava flakes terfortifikasi, yaitu sheeter dan blender.

Prosedur Percobaan

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses pembuatan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O), fortifikasi

(15)

4

kayu dan pengolahan cassava flakes dari tepung ubi kayu terfortifikasi. Adapun tahapan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Tahapan penelitian secara umum

Pembuatan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate (FeSO4·7H2O)

Pembuatan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate dilakukan dengan teknik spray drying dengan suhu inlet 170ºC dan laju alir umpan ± 23 mL/menit. Total padatan pada suspensi yaitu 20% dengan konsentrasi FeSO4 sebesar 0,1%.

Total padatan pada komposisi suspensi spray drying terdiri dari maltodekstrin dan whey protein dengan perbandingan 60:40 (Yuliani et al. 2013) dan ferrous sulphate heptahydrate. Diagram alir proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 2

(16)

5

Gambar 2 Proses mikroenkapsulasi FeSO4·7H2O

Pembuatan cassava flakes

Proses pembuatan cassava flakes terdiri dari, pencampuran kering, pengadukan, pemasakan, pencampuran dengan ½ bagian tepung ubi kayu dan maltodekstrin, pencetakan, dan pemanggangan (Yuliani et al. 2013), begitu juga dengan pembuatan cassava flakes terfortifikasi, hanya saja menggunakan tepung ubi kayu terfortifikasi sebagai bahan baku pembuatannya. Pencampuran antara campuran tepung ubi kayu terfortifikasi dan maltodektrin dibagi menjadi 2 tahap, dimaksudkan untuk menghindari karakteristik adonan yang lembek. Pemasakan adonan dilakukan menggunakan wajan teflon. Perbandingan antara tepung ubi kayu dan maltodekstrin sebesar 77,5%:22,5%. Tahapan pembuatan cassava flakes terfortifikasi dapat dilihat pada Gambar 3

Maltodekstrin

dan Air Whey proteindan Air

Pencampuran Pencampuran

Suspensi Suspensi

Homogenisasi dengan ultraturrax

Inkubasi pada suhu ±40C ±18 jam

Pengkondisian pada suhu ruang

Suspensi

FeSO

4·7H2O dan air

Pencampuran

Homogenisasi dengan ultraturrax

Suspensi FeSO4·7H2O untuk spray drying

Spray drying

Mikroenkapsulat FeSO

(17)

6

Gambar 3 Tahapan proses pembuatan cassava flakes terfortifikasi

Uji bioaksesibilitas

Pengujian bioaksesibilitas zat besi secara in vitro merupakan simulasi dari kondisi fisiologis pencernaan. Bioaksesibilitas Fe mengacu pada sejumlah zat besi yang tersedia untuk proses penyerapan. Uji bioaksesibilitas menggunakan metode

½ bagian tepung ubi kayu terfortifikasi, ½ bagianmaltodekstrin,

egg yolk, gula halus, garam dan pengembang

Pencampuran kering

Coklat bubuk, Chocolate

flavor

Pengadukan

Air

Adonan

Pemasakan dengan wajan teflon

Adonan

½ bagian tepung ubi kayu terfortifikasi, ½ bagian maltodekstrin

Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan

(18)

7 kelarutan secara in vitro untuk menentukan jumlah zat besi yang tersedia untuk penyerapan (Perales et al. 2007).

Pengujian bioaksesibilitas yang digunakan pada penelitian adalah metode modifikasi antara metode yang dilakukan oleh Cilla et al. (2009) dan Cagnasso et al. (2013). Prosedur pengujian bioaksesibilitas terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan simulasi proses pencernaan secara in vitro dan tahapan pengukuran kandungan Fe dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Tahapan simulasi proses pencernaan secara in vitro dimulai dengan menyiapkan sampel yang telah dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 4 gram. Setelah itu dilakukan penambahan α-amilase 3% dan akuabides selanjutnya campuran diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 30 menit pada 370C

kecepatan 100 rpm. Tahap berikutnya adalah penepatkan pH campuran menjadi pH 2,0 menggunakan HCl 6M. Selanjutnya dilakukan penambahan larutan pepsin 16% dalam HCl 0,1M. Kemudian dilakukan penepatan bobot campuran hingga 25 gram dengan akuabides dan dilanjutkan dengan inkubasi pada inkubator bergoyang suhu 370C dengan kecepatan 100 rpm selama 2 jam. Proses penghentian pencernaan lambung dilakukan dengan mengondisikan pada penangas es. Proses selanjutnya adalah penambahan NaHCO3 1M untuk menepatkan pH campuran menjadi pH 6,5.

Kemudian ditambahkan campuran pankreatin dan bile salt konsentrasi 4g/L dalam buffer fosfat pH 6,7. Campuran diinkubasi pada inkubator bergoyang suhu 370C 100 rpm selama 2 jam. Penghentian pencernaan usus dilakukan dengan menempatkannya pada penangas es. Tahap terakhir yaitu pengaturan pH menjadi 7,2 dengan menambahkan NaOH 0,5M. Selanjutnya diambil 3 mL suspensi campuran dan disentrifus pada 3500 rpm 40C selama 15 menit. Kemudian kandungan Fe supernatan dianalisis menggunakan AAS.

Tahap kedua yaitu pengukuran kandungan Fe dengan AAS. Persiapan analisis diawali dengan penguapan supernatan menggunakan oven pada suhu 400C hingga kering, selanjutnya dilakukan pengabuan kering (destruksi kering) (AOAC 2012). Pengabuan kering diawali dengan pengabuan menggunakan tanur pada suhu 5500C selama ±8 jam. Tahap berikutnya yaitu penambahan HCl 6M sebanyak 5 mL setelah itu dilakukan pemanasan menggunakan hot plate dengan suhu rendah sampai diperoleh residu sisa ±1,0 mL. Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan dan penambahan HNO3 0,1M sebanyak 15 mL. Campuran didiamkan selama satu

jam dalam keadaan tertutup. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan menggunakan kertas saring Whatman 42 pada labu takar 50 mL dan dilakukan pengenceran hingga tanda tera menggunakan akuabides dan dilakukan pengenceran 50 kali apabila nilai absorbansi >1,0. Tahap terakhir yaitu proses pengukuran menggunakan AAS. Penentuan bioaksesibilitas Fe dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Bioaksesibilitas kandungan Fe (%) = �

� ×

Keterangan :

S = kandungan Fe pada supernatan (mg) C = total kandungan Fe pada sampel (mg)

(19)

8

Gambar 4 Tahapan uji bioaksesibilitas

Sampel

Penghancuran

Penimbangan

Pencampuran α-amilase dan

akuabides

Inkubasi pada inkuator bergoyang

Pengaturan pH 2,0

Pencampuran

Penepatan bobot

Inkubasi pada inkuator bergoyang

Penghentian proses pencernaan dengan mengondisikan pada penangas es

Pengaturan pH 6,5 NaHCO3 1 M

Pencampuran

Bile extract 4 g/L (Pankreatin +

bile salt)

Inkubasi pada inkuator bergoyang

Penghentian proses pencernaan dengan mengondisikan pada penangas es

Pengaturan pH 7,2 NaOH 0,5M

Sentrifus 3500 rpm

Pengujian kadar Fe pada supernatan dengan AAS

(20)

9 Uji kimia

Uji kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven (SNI 01- 2891- 1992), analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 2012), analisis kadar protein block digestion method using copper catalys and steam distilation into boric acid (AOAC 2012), analisis kadar lemak soxtec/hexanes extraction-submersion method (AOAC 2012), dan analisis Fe metode Atomic Absorption Spectrophotometry After Dry Ashing (AOAC 2012).

Analisis kandungan Fe menggunakan AAS diawali dengan pengabuan pada muffle furnance pada suhu 5500C. Selanjutnya dilakukan destruksi sampel dengan penambahan 5 mL HCl 6M dan pemanasan pada suhu rendah pada hot plate hingga diperoleh residu sekitar ± 1 mL. Tahap berikutnya yaitu melarutkan residu dalam 15 mL untuk menyempurnakan degradasi komponen organik dengan menciptakan suasana asam dan dilakukan pengenceran dengan labu takar 50 mL dan dilakukan pengenceran 50 kali apabila nilai absorbansi >1. Selain itu penyiapan deret standar yang konsentrasinya cukup mewakili konsentrasi sampel. Deret standar disiapkan dengan melarutkan larutan Fe standar baku 1000 ppm menggunakan HNO3 0,5M

sebagai pelarut. Proses pembuatan larutan standar dilakukan dengan mengencerkan larutan stok Fe menggunakan HNO3 0,5Msebagai pelarutnya karena pada larutan

stok Fe, menggunakan HNO3 sebagai pelarut. Selanjutnya pembuatan deret standar

dari konsentrasi 0,1 ppm sebagai konsentrasi paling rendah. Perhitungan : Konsentrasi Fe (mg / kg) = − × V

m

Keterangan :

a = konsentrasi larutan sampel (mg/L)

b = rata-rata konsentrasi blanko sampel (mg/L) V = volume pengenceran (mL)

m = bobot sampel (kg) Uji fisik

Uji fisik yang dilakukan meliputi, ukuran partikel fortifikan mikroenkapsulat ferrous sulphate heptahydrate menggunakan Mastersizer dengan melihat nilai D[4,3], analisis tekstur cassava flakes menggunakan texture analyzer, dan analisis warna tepung cassava (derajat putih) dan cassava flakes menggunakan chromameter. Metode penetapan derajat putih dengan chromameter dihitung berdasarkan persamaan 1.1 (Andarwulan et al. 2011).

Derajat putih (WI) = 100 – [(100-L*) + a*2 + b*2]1/2...(1.1) Uji organoleptik

(21)

10

perbedaan. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan panelis dalam membedakan cassava flakes terfortifikasi dengan cassava flakes tanpa fortifikasi. Uji rating hedonik hanya dilakukan terhadap cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi baik penyajian kering maupun rehidrasi susu, dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi yang diujikan kepada 71 panelis tidak terlatih. Uji rating hedonik menggunakan skala hedonik dengan skor 1 sampai dengan 7, dengan kriteria sebagai berikut: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) biasa/netral; (5) agak suka; (6) suka; dan (7) sangat suka (Adawiyah et al. 2012).

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan cassava flakes terfortifikasi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor, 3 taraf perlakuan, dan 3 ulangan. Faktor pada penelitian ini yaitu penambahan bentuk fortifikan. Adapun taraf perlakuan, terdiri dari cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat FeSO4·7H2O, cassava flakes terfortifikasi FeSO4·7H2O sediaan

bebas, dan cassava flakes tanpa fortifikasi. Model matematis adalah sebagai berikut:

Yij = µ + σi + ϵij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh perlakuan perbedaan jenis fortifikan

ϵij = Galat percobaan dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan, yaitu perbedaan jenis fortifikan

j = Ulangan dari perlakuan

Seluruh data hasil analisis ditabulasi dan dirata-ratakan dengan MS. Excel yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan SPSS 16 for Windows. Data hasil uji organoleptik dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui besar tidaknya pengaruh yang signifikan akibat adanya perbedaan perlakuan. Sedangkan uji lanjut Dunnet dilakukan pada pengolahan data analisis yang lainnya untuk mengetahui besarnya pengaruh yang signifikan akibat adanya perbedaan perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fortifikan Mikroenkapsulat Zat Besi

(22)

11 mempertahankan kestabilan dari komponen yang mudah menguap, sensitif terhadap cahaya, oksidasi, atau panas (Rosanna 2009).

Proses mikroenkapsulasi menghasilkan produk mikroenkapsulat dalam dua jenis, yaitu produk mikroenkapsulat yang berasal dari collection vessel (CV) dan drying chamber (DC) (Gambar 5). Rata-rata persen rendemen proses lebih rendah (50,83%) dibandingkan dengan rata-rata persen rendemen berat kering (51,83%). Hal itu disebabkan karena rata-rata persen rendemen proses hanya memperhitungkan rasio antara total produk mikroenkapsulat zat besi (CD dan DC) terhadap total padatan bahan kering yang terdapat di dalam campuran (suspensi sebelum spray drying) tanpa memperhatikan kadar air sedangkan rendemen berat kering menggambarkan rasio antara total produk mikroenkapsulat zat besi terhadap total padatan bahan kering pada setiap komponen formula dengan mempertimbangkan kadar air sehingga rendemen berat kering memiliki nilai lebih tinggi. Berdasarkan total rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying, baik rendemen proses (50,83%) maupun rendemen berat kering (51,83%), keduanya memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yoghurt bubuk yang dibuat dengan bahan pengisi 20% maltodekstrin menghasilkan rendemen 8,28% (Badarudin et al. 2006), hal itu mengindikasikan bahwa teknik dan formula mikroenkapsulasi yang digunakan pada penelitian ini sudah cukup baik. Penambahan maltodekstrin akan meningkatkan total padatan mikroenkapsulat sehingga dengan menambahkan konsentrasi maltodekstrin yang tinggi akan meningkatkan rendemen mikroenkapsulat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Masters (1979) bahwa semakin tinggi total padatan yang dikeringkan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi. Rendemen produk mikroenkapsulat hasil spray drying dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Rendemen mikroenkapsulat hasil spray drying

Gambar 5 Spray dryer

Ulangan Rendemen proses (%) Rendemen

(23)

12

Produk mikroenkapsulat yang berasal dari collection vessel (CV) merupakan mikroenkapsulat zat besi yang selanjutnya digunakan sebagai fortifikan karena memiliki karakteristik bentuk fortifikan yang halus sesuai dengan karakteristik fisik tepung ubi kayu sebagai pangan pembawa. Produk mikroenkapsulat CV memilki karakteristik khusus yaitu, halus, tidak menggumpal, dan kering. Oleh karena itu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk membandingkan karakteristik produk mikroenkapsulat baik yang berasal dari CV maupun DC. Penentuan karakteristik mikroenkapsulat dilakukan melalui pengujian kadar air, ukuran partikel, kandungan Fe, dan bioaksesibilitas Fe.

Gambar 6 Kadar air mikroenkapsulat zat besi

Kadar air merupakan parameter penting yang berkaitan dengan stabilitas produk selama penyimpanan. Berdasarkan hasil mikroenkapsulat spray drying dapat diketahui bahwa rata-rata kadar air basis basah pada mikroenkapsulat Fe hasil collection vessel (CV) memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi (4,73%) dibandingkan dengan kadar air mikroenkapsulat Fe hasil drying chamber (DC) (3,58%) (Gambar 6). Kisaran kadar air yang diperoleh merupakan tipikal kadar air produk mikroenkapsulat yang diperoleh dari proses spray drying (2-6%) (Reineccius 1988). Mikroenkapsulat zat besi jenis DC memilki kadar air yang lebih rendah karena mikroenkapsulat zat besi mengalami waktu kontak yang lebih lama dengan panas (heated air or gas yang berasal dari nozzle) yang berada pada drying chamber. Menurut Yuliani et al. (2007) kadar air mikroenkapsulat dipengaruhi oleh suhu inlet spray drying dan laju alir umpan, namun tidak dipengaruhi keduanya. Penurunan kadar air diikuti dengan meningkatnya suhu inlet lebih besar terjadi pada laju alir umpan yang lebih rendah.

Pengujian karakterisasi mikroenkapsulat yang kedua, yaitu distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat zat besi menggunakan mastersizer. Berdasarkan

pengukuran ukuran partikel, rentang distribusi ukuran diameter partikel pada mikroenkapsulat CV yaitu 0,15-51,82µm sedangkan mikroenkapsulat DC berkisar antara 0,19-976,48µm. Rentang distribusi ukuran diameter partikel menunjukkan

bahwa mikroenkapsulat CV memiliki rentang ukuran diameter partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan rentang ukuran diameter partikel mikroenkapsulat DC (Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 juga dapat diketahui bahwa mikroenkapsulat CV memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih seragam karena memiliki lebar

(24)

13

puncak yang sempit dan lebih runcing dibandingkan dengan lebar puncak pada mikroenkapsulat DC. Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe dapat dilihat pada Tabel 2

Gambar 7 Distribusi ukuran partikel mikroenkapsulat zat besi (kurva hijau dari collection vessel; kurva merah dari drying chamber)

Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel mikroenkapsulat Fe Asal Produk

Berdasarkan hasil analisis ukuran partikel, mikroenkapsulat CV memiliki rata rata ukuran diameter partikel mikroenkapsulat yang lebih kecil (13,276µm) dibandingkan dengan mikroenkapsulat DC (90,704µm). Data pengukuran partikel

juga dapat memberikan informasi mengenai proporsi ukuran partikel yang berukuran kurang dari satu mikron (<1µm). Proporsi ukuran partikel <1 µm (partikel nano) pada mikroenkapsulat CV lebih banyak (15,84%) dibandingkan dengan mikroenkapsulat DC (13,86%). Keseluruhan hasil pengukuran ukuran

partikel dapat menunjukkan bahwa pengeringan dengan teknik spray drying dapat menghasilkan efektivitas pengeringan yang baik karena produk akhir yang diharapkan (mikroenkapsulat CV) memenuhi karakteristik ukuran partikel sesuai dengan karakteristik partikel mikrokapsul yang sangat kecil (0,2-5.000µm) (Sparks 1991; King 1995). Bahkan terdapat sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa ukuran partikel mikrokapsul hasil proses spray drying kurang dari 200µm (Sampath

et al. 2013).

Analisis kandungan Fe dengan AAS bertujuan untuk mengetahui kandungan Fe pada fortifikan (mikroenkapsulat CV) sebelum dilakukan fortifikasi terhadap tepung ubi kayu sehingga dapat diputuskan dosis fortifikasi yang akan diterapkan.

CV

(25)

14

Rata-rata jumlah Fe pada mikroenkapsulat hasil spray drying dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3 Rata-rata jumlah Fe pada mikroenkapsulat Fe hasil spray drying

Tabel 3 dapat memberikan informasi bahwa jumlah Fe total yang terdapat pada mikroenkapsulat Fe hasil spray drying lebih tinggi (63,88 mg) dibandingkan dengan suspensi Fe sebelum spray drying (54,21 mg). Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya persen recovery yaitu 117,84%. Persen recovery juga dapat direpresentasikan sebagai efisiensi dari proses mikroenkapsulasi.

Penelitian mengenai efisiensi mikroenkapsulasi pada fortifikan susu membuktikan bahwa efisiensi mikroenkapsulasi tergantung pada konsentrasi Tween 80 dan rasio berat antara besi dan lipid. Penelitian tersebut membuktikan bahwa peningkatan efisiensi mikroenkapsulasi sebanding dengan penurunan konsentrasi Tween 80 dan rasio berat antara besi (inti) dengan lipid (penyalut) (Abbasi dan Azari 2010). Selain itu penelitian mengenai efisiensi mikroenkapsulasi zat besi pada liposom yang dipengaruhi oleh perbedaan metode preparasi. Metode preparasi terbaik yang diperoleh yaitu menggunakan metode reverse-phase evaporation dengan nilai efisiensi sebesar 27% (Shuqin dan Shiying 2005). Berdasarkan penelitian yang berhubungan dengan efisiensi mikroenkapsulat besi dapat diketahui bahwa besarnya konsentrasi zat besi sebagai bahan inti sangat mempengaruhi efisiensi mikroenkapsulasi (persen recovery). Perolehan persen recovery sebesar 117,84% dengan konsentrasi zat besi sebanyak 0,1% pada total suspensi telah menggambarkan efisiensi yang cukup baik. Jumlah Fe (mg) berdasarkan pengujian AAS inilah yang dijadikan dasar dalam penentuan bobot mikroenkapsulat zat besi yang ditambahkan pada tepung ubi kayu, yaitu 3,37 mg

Fe atau setara dengan 4,82 ppm (mg Fe/0,7 kg tepung ubi kayu), di bawah dosis maksimal fortifikasi Fe yang telah dipublikasikan oleh Nutrition Institute of Central America and Panama (INCAP).

Uji bioaksesibilitas pada fortifikan

Pengujian terakhir pada fortifikan zat besi bentuk mikroenkapsulat maupun sediaan bebas yaitu uji bioaksesibilitas. Pengujian bioaksesibilitas terhadap perbedaan bentuk fortifikan, bertujuan untuk mengetahui daya lepas komponen aktif (zat besi) berdasarkan pengaruh perbedaan bentuk fortifikan. Berdasarkan pengujian bioaksesibilitas terhadap fortifikan, fortifikan dalam bentuk mikroenkapsulat memiliki nilai bioaksesibilitas zat besi lebih rendah (4,06%) dibandingkan dengan zat besi sediaan bebas (8,26%).

Bioaksesibilitas zat besi pada mikroenkapsulat lebih rendah karena pelepasan zat besi dari matriks enkapsulan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan zat besi sediaan bebas yang tidak tersalut oleh matriks

Rata-rata konsentrasi Fe (ppm) Rata-rata Jumlah Fe (mg)

(26)

15 enkapsulan sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk melepas zat besi dari matriks enkapsulan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan penyalut. Whey protein merupakan produk samping dari industri keju, kasein, dan produk serupa yang dilakukan pemisahan dengan proses koagulasi (CODEX 2003). Kasein atau protein susu merupakan salah satu komponen yang dapat menghambat penyerapan zat besi dengan cara mengikat zat besi membentuk suatu kompleks yang tidak larut (insoluble) sehingga dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi (Hurrel 1997). Sedangkan kinerja enzim pencernaan pada fortifikan zat besi sediaan bebas dapat mengalami penurunan efektifitas karena zat besi lebih berpeluang untuk berikatan langsung dengan enzim pencernaan. Bioaksesibilitas fortifikan dapat dilihat pada Tabel 4

Rancangan model pengujian bioaksesibilitas sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hampir setiap tahapan pada pencernaan yang berbeda perlu dikendalikan untuk memastikan ketersediaan zat besi yang siap untuk diserap. Beberapa tahapan proses yang perlu dikendalikan untuk menghasilkan ketelitian pengujian akan dijelaskan pada penjelasan berikut. Proses pencernaan yang terjadi pada pencernaan mulut (oral phase), yaitu kimia, biokimia, dan mekanis. Proses kimia dan biokimiawi melibatkan peran air liur yang komponen penyusunnya air sebanyak lebih dari 99%, berbagai mineral, berbagai protein terutama glikoprotein

musin, albumin dan enzim pencernaan lainnya seperti α-amilase serta senyawa nitrogen seperti urea, amonia, dan lainnya (Ginsburg et al. 2012). α-amilase merupakan enzim yang berfungsi memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul (Winarno 2010). Penggunaan enzim α-amilase pada awal model pengujian bioaksesibilitas dimaksudkan menyempurnakan pemecahan pati sejak awal karena terdapat kandungan pati yang banyak pada karakteristik produk uji (mikroenkapsulat). Rancangan oral phase yang lebih tepat yaitu dengan mencampurkan antara makanan bolus (sampel) dengan air liur dengan perbandingan 1:1 karena perbandingan tersebut telah memperhitungkan jumlah air liur yang keluar selama proses pencernaan yaitu diperkirakan 1 sampai 3mL/menit (Engelen et al. 2003) sedangkan penambahan α-amilase pada penelitian tidak seperti itu. Oleh karena itu tidak sebandingnya jumlah α-amilase yang ditambahkan dapat mempengaruhi efektifitas enzim tersebut untuk memecah pati (maltodekstrin) sebagai komponen bahan penyalutnya berbeda halnya dengan zat besi sediaan bebas yang lebih mudah terlarut karena tidak mengandung pati. Bahkan hanya sekitar 5% saja pati yang mampu terdegradasi ketika berada pada pencernaan mulut (Guyton dan Hall 1996). Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 2); 1)Huruf yang berbeda pada kolom yang

(27)

16

Karakteristisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Zat Besi pada Tepung Ubi Kayu

Karakteristik Tepung Ubi Kayu Sebelum Fortifikasi

Tepung ubi kayu yang berasal dari varietas Adira 1 dilakukan karakterisasi sebelum diaplikasikan menjadi cassava flakes, meliputi analisis proksimat dan kadar Fe (Tabel 5). Berdasarkan analisis kadar air tepung Adira 1 memiliki kadar air yang lebih rendah (7,80 g/100g) dibandingkan dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh SNI 01-2977-1992 (Maks. 12 g/100g). Kadar protein tepung ubi kayu Adira 1 sebesar 2,32%. Tidak tersedia data pada SNI 01-2997-192 mengenai persyaratan kadar protein tepung ubi kayu varietas Adira 1. Penelitian sejenis yang melakukan analisis protein terhadap tepung ubi kayu varietas Adira 1 (Hidayat et al. 2009) menghasilkan kadar protein 0,98%.

Tepung ubi kayu varietas Adira 1 memiliki kadar abu yang lebih rendah (1,48%) dibandingkan dengan persyaratan mutu tepung ubi kayu varietas Adira 1 pada SNI 01-2997-1992 (Maks.1,5). Tepung ubi kayu varietas Adira 1 memiliki kadar lemak yang lebih tinggi (0,77%) dibandingkan dengan kadar lemak tepung ubi kayu yang pernah dianalisis pada penelitian sebelumnya (0,25%) (Hidayat et al. 2009). Kandungan karbohidrat pada tepung ubi kayu lebih tinggi (87,53%) sesuai yang dipersyaratkan oleh SNI 01-2997-1992 (Min.75).

Kandungan sianida pada tepung ubi kayu varietas Adira 1 sebesar 10,01 mg/kg setelah mengalami perlakuan peendaman, pengepresan dan penjemuran (Prangdimurti 1991). Kadar HCN pada ubi kayu segar varietas Adira 1 lebih rendah (29,34 mg/kg) dibandingkan dengan varietas lainnya seperti Gading (44,98 mg/kg), Adira 4 (77,46 mg/kg), Puncuk biru (211,98 mg/kg), dan Pengkang (213,21 mg/kg) (Soemardi dan Rumiati 1990). Berdasarkan kandungan HCN singkong Adira I tergolong sebagai singkong tidak pahit dengan kriteria kandungan HCN kurang dari 40 ppm (Litbang 2011).

Tabel 5 Karakteristik tepung ubi kayu sebelum fortifikasi

Karakteristik Adira 1 SNI 01-2977-1992

Kadar air (g/100g) 7,80 ± 0,13 Maks. 12

Kadar protein (%) 2,32 ± 0,15 Tt

Kadar abu (%) 1,48 ± 0,11 Maks. 1,5

Kadar lemak (%) 0,77 ± 0,00 Tt

Kadar karbohidrat (%) 87,53 ± 0,18 Min. 75

Kadar sianida/HCN (mg/kg) 10,01* Maks. 40

Kadar Fe (mg/kg) 9,17 ± 0,90 Tt

Keterangan:

tt = data tidak tersedia; * = Sumber (Prangdimurti 1991).

(28)

17 Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Zat Besi pada Tepung Ubi Kayu

Karakterisasi terhadap tepung ubi kayu terfortifikasi, meliputi analisis kadar air, derajat putih, dan kandungan zat besi (Fe). Terdapat tiga sampel pada fortifikasi tepung ubi kayu, yaitu tepung ubi kayu tanpa fortifikasi, tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas, dan tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi.

Analisis kadar air terhadap ketiga sampel menunjukkan bahwa kadar air tepung ubi kayu berkisar antara 8,82-11,06% dan masih memenuhi standar mutu tepung ubi kayu yang dipersyaratkan oleh SNI 01-2977-1992 (Maks.12%). Berdasarkan uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa penambahan fortifikan zat besi sediaan bebas dapat mempengaruhi kadar air, terbukti bahwa kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas lebih tinggi (11,06%) dibandingkan dengan kadar air tepung ubi kayu tanpa fortifikasi (8,83%) sedangkan kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi (8,82%) tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung ubi kayu tanpa fortifikasi (8,83%).

Penambahan fortifikan dalam bentuk mikroenkapsulat sangat cocok apabila diaplikasikan pada tepung ubi kayu sebagai pangan pembawa karena tidak mempengaruhi kadar air dari tepung ubi kayu. Kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas paling tinggi (11,06%) karena fortifikan yang digunakan adalah zat besi sediaan bebas yang tidak memiliki perlindungan lapisan bahan pengapsul sehingga cenderung lebih mudah untuk terpapar kondisi ekstrim lingkungan sekitar, seperti pengaruh panas, cahaya, oksigen, dan kelembaban (Yuliani et al. 2007). Kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas yang lebih tinggi dapat berpotensi mempercepat reaksi kimia antara zat besi dengan komponen lain dalam tepung ubi kayu sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu lebih cepat terjadi, seperti perubahan warna dan pertumbuhan mikroorganisme. Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi Jenis analisis1) Keterangan: ilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 3); *whiteness index= derajat putih; 1)Huruf

(29)

18

Berdasarkan analisis statistik ANOVA terhadap warna/derajat putih tepung ubi kayu menunjukkan bahwa adanya fortifikasi dengan perbedaan bentuk fortifikan pada tepung ubi kayu tidak mempengaruhi tingkat kecerahan tepung ubi kayu terfortifikasi. Nilai derajat putih pada tepung ubi kayu baik yang tanpa fortifikasi maupun fortifikasi tetap memenuhi standar mutu tepung cassava yang dipersyaratkan oleh SNI 01-2977-1992 (>85%).

Penentuan kandungan Fe pada tepung ubi kayu terfortifikasi bertujuan untuk mengetahui perubahan total Fe pada tepung ubi kayu sebelum dan setelah dilakukan fortikasi. Analisis kandungan zat besi pada tepung ubi kayu terfortifikasi menunjukkan bahwa ketiga perlakuan memiliki kandungan zat besi yang berbeda. Adanya penambahan 4,28 ppm Fe ( 4,28 mg Fe/0,7 kg tepung ubi kayu) pada tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat dan 10,34 ppm Fe (10,34 mg Fe/0,7 kg tepung ubi kayu) pada tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas menunjukkan peningkatan total Fe pada tepung ubi kayu. Baik tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi (30,40 mg/kg) maupun tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas (20,88 mg/kg) memiliki kandungan Fe lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ubi kayu tanpa fortifikasi (9,17 mg/kg).

Persen recovery dapat dijadikan sebagai tolak ukur efektifitas fortifikasi. Persen recovery menggambarkan rasio antara kandungan Fe setelah dilakukan fortifikasi dengan kandungan Fe awal pada bahan. Persen recovery pada tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas sebesar 107,01% [20,88/(9,17+10,34) x 100] (peningkatan sebesar 11,71 mg Fe per 0,7 kg tepung ubi kayu) hampir sesuai dengan dosis fortifikasi yang ditambahkan yaitu 10,34 mg/kg sedangkan persen recovery pada tepung ubi kayu mencapai 217,30% [30,40/(9,17+4,82) x 100] mengindikasikan ketidaksesuaian antara kandungan Fe yang ditambahkan (4,28 mg Fe/0,7 kg tepung ubi kayu) dengan perubahan kandungan Fe pada tepung ubi kayu setelah difortifikasi (21,23 mg Fe/0,7 kg tepung ubi kayu). Ketidaksesuain antara peningkatan kandungan Fe dengan kandungan Fe yang ditambahkan pada tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi disebabkan oleh metode sampling yang digunakan kurang tepat sehingga dimungkinkan pencampuran mikroenkapsulat zat besi kurang homogen. Hal itu juga didukung oleh karakteristik fisik mikroenkapsulat zat besi yang berbentuk bubuk halus dan lebih mudah menempel pada peralatan sehingga diperlukan metode sampling yang lebih baik untuk memperoleh tepung ubi kayu terfortifikasi yang lebih homogen.

Aplikasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi dan Karakterisasi Cassava Flakes Terfortifikasi

Karakterisasi Cassava Flakes Terfortifikasi

(30)

19 statistik menunjukkan bahwa penambahan perbedaan fortifikan tidak terlalu memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air cassava flakes. Kadar air cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata dengan cassava flakes tanpa fortifikasi maupun fortifikasi zat besi sediaan bebas, namun cassava flakes tanpa fortifikasi memiliki kadar air yang lebih tinggi (2,28%) dibandingkan dengan cassava flakes fortifikasi zat besi sediaan bebas (2,04%).

Tabel 7 Karakteristik cassava flakes fortifikasi Jenis analisis1)

Jenis cassava flakes Tanpa fortifikasi Fortifikasi Fe

bebas2)

Keterangan: nilai dinyatakan sebagai rata-rata±SD (n = 3); 1)Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan (p < 0,05); 2)Penambahan konsentrasi Fe sebanyak 10,34 mg Fe/kg tepung ubi kayu; 3)Penambahan konsentrasi Fe sebanyak 4,28 mg Fe/kg tepung ubi kayu.

Analisis warna pada cassava flakes terfortifikasi menunjukkan bahwa ketiga jenis sampel memiliki intensitas warna dengan notasi a* dan b* yang sama, yang menunjukkan kombinasi antara merah dan kuning sehingga cassava flakes tampak merah kekuningan (coklat). Berdasarkan uji statistik terhadap tingkat kecerahan/lightness (L*), tingkat kecerahan pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas cenderung memiliki intensitas kecerahan yang lebih rendah (61,80) dibandingkan dengan cassava flakes tanpa fortifikasi (68,23). Sedangkan tingkat kecerahan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi (67,36) tidak berbeda nyata (sama) dengan intensitas kecerahan pada cassava flakes tanpa fortifikasi (68,23). Cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas memiliki intensitas kecerahan yang lebih rendah (lebih gelap) disebabkan oleh reaksi kimia yang lebih mudah terjadi, hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa mikroenkapsulasi dapat mengurangi reaktifitas zat besi pada bahan pangan. Berdasarkan hasil analisis warna dapat diketahui bahwa keunggulan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi menyerupai cassava flakes tanpa fortifikasi.

Parameter reologi hardness (kekerasan) dijadikan sebagai parameter tekstur pada cassava flakes karena parameter reologi ini yang berkaitan dengan sifat fisik cassava flakes sebagai pangan padat. Kekerasan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan atau kompresi pertama atau berdasarkan besarnya gaya tekan yang diperlukan untuk mendeformasi produk sampai pecah (Andarwulan et al. 2011).

(31)

20

dengan cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas (483,50 gf) maupun cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi (388,43 gf). Bardasarkan analisis statistik diketahui bahwa panambahan fortifikan zat besi baik dalam bentuk sediaan bebas maupun mikroenkapsulat dapat mempengaruhi profil kekerasan dari cassava flakes terfortifikasi. Belum ditemukan penelitian yang membahas mengenai pengaruh fortifikasi zat besi terhadap tekstur flakes. Penelitian mengenai cassava flakes juga pernah dilakukan terhadap tekstur flakes talas semakin menurun (renyah) dengan meningkatnya persen maltodekstrin pada adonan. Tekstur flakes talas berkisar antara (5133gf-5286gf) (Hindom et al. 2013). Tingkat kekerasan pada ketiga jenis cassava flakes memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah (388,43gf-594,17gf) dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh tingginya pengaruh konsentrasi maltodekstrin yang digunakan pada pembuatan cassava flakes (22,5%) dan karakteristik tepung ubi kayu sebagai bahan baku utama.

Penentuan kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi bertujuan untuk mengetahui perubahan kandungan Fe pada cassava flakes antara sebelum dan setelah fortifikasi dan pengaruh proses pengolahan terhadap kandungan zat besi pada cassava flakes terfortifikasi. Analisis kandungan zat besi pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas menunjukkan bahwa pengolahan dapat menyebabkan penurunan kandungan zat besi. Berdasarkan analisis kandungan Fe dapat diketahui bahwa penurunan kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas sebesar 3,71 mg/kg dengan dosis fortifikasi 10,34 mgFe/0,7kg. Ketidaksesuaian kandungan Fe pada cassava flakes fortifikasi zat besi sediaan bebas dapat diakibatkan oleh bentuk fortifikan dan pengaruh pengolahan, misalnya diakibatkan oleh adanya interaksi antara Fe dengan matriks pangan lainnya yang lebih kompleks. Sedangkan kandungan Fe pada cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi, mengalami peningkatan kandungan Fe sebesar 5,28 mg/kg dengan dosis fortifikasi 4,28 mgFe/0,7kg. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya penambahan jumlah Fe dari coklat bubuk yang digunakan sebagai komposisi pembuatan cassava flakes (4%) dan alat-alat yang digunakan saat pembuatan cassava flakes, seperti wajan teflon (iron coated non-stick wares). Hal ini terbukti pada penelitian mengenai efek penggunaan peralatan teflon terhadap peningkatan zat besi pada pangan. Penggunaan peralatan teflon pada pemasakan apple sauce dapat meningkatkan kandungan zat besi dibandingkan dengan pemasakan pada wajan non-besi (non-iron pan) (Park et al. 2000).

Berdasarkan persen recovery Fe, cassava flkakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi menunjukkan tingkat kestabilan zat besi yang lebih baik (124,48%) dibandingkan dengan cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas (85,10%). Persen recovery menunjukkan tingkat kestabilan total Fe dalam produk dibandingkan dengan total Fe awal yang ditambahkan sehingga dapat disimpulkan bahwa mikroenkapsulat Fe dapat memberikan perlindungan yang yang cukup baik, sehingga meminimalisir interaksi antara Fe dengan komponen-komponen yang dapat menyebabkan kerusakan baik selama penyimpanan maupun pengolahhan, seperti panas dan oksigen.

(32)

21

Uji Bioaksesibilitas cassava flakes terfortifikasi

Bioaksesibilitas menunjukkan sejumlah substansi yang tersedia untuk diserap setelah melalui serangkaian proses fisik, kimia, dan biokimiawi pencernaan (Cagnasso et al. 2013). Bioaksesibilitas juga dapat didefinisikan sebagai tahap pertama dari proses bioavailabilitas yang memfokuskan pada kelarutan substansi selama proses pencernaan (Cilla et al. 2009). Pengujian Bioaksesibilitas secara in vitro merupakan simulasi proses pencernaan yang melibatkan enzim-enzim pencernaan. Pengujian bioaksesibilitas yang digunakan pada penelitian adalah metode modifikasi antara metode dilakukan oleh Cilla et al. (2009) dan Cagnasso et al. (2013).

Pengujian bioaksesibilitas merupakan suatu gambaran proses pencernaan mulai dari mulut, lambung, dan usus kecil. Proses pencernaan mulut dimulai ketika cassava flakes mengalami pengecilan ukuran dan penambahan air serta α-amilase. Pencernaan kimiawi pada karbohidrat dimulai ketika berada di pencernaan mulut,

yaitu enzim α-amilase dengan pH optimum 6,9. Pengecekan awal pada sampel setelah ditambah akuabides perlu dilakukan untuk memastikan pH awal sampel sesuai dengan pH optimum enzim α-amilase. pH awal sampel cassava flakes tanpa fortifikasi sebesar 6,08; cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas sebesar 6,15; dan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi sebesar 6,18.

Proses pencernaan lambung merupakan suatu proses yang kompleks termasuk proses mekanik dan aktivitas cairan lambung (gastric juice). Gastric juice mengandung asam klorida (HCl), pepsinogen, lipase, lendir, elektrolit, dan air. HCl akan berkontribusi untuk mendenaturasi protein dan mengaktivasi pepsin (Almiger et al. 2014) oleh karena itu penambahan pepsin yang dilakukan setelah penepatan pH 2,0 akan menghasilkan aktivitas pepsin sebesar 4000-12500 U/mL dengan 120 menit proses pencernaan (Millers et al. 1981).

(33)

22

sentrifugasi (Almiger et al. 2014). Bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8 Bioaksesibilitas zat besi cassava flakes fortifikasi

Pengujian bioaksesibilitas dilakukan terhadap 3 jenis cassava flakes, yaitu tanpa fortifikasi, terfortifikasi zat besi sediaan bebas, dan terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi. Berdasarkan pengujian bioaksesibilitas zat besi menunjukkan bahwa bioaksesibilitas zat besi cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi lebih tinggi (49,65%) dibandingkan dengan bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas (34,40%). Penambahan konsentrasi mikroenkapsulat zat besi yang lebih rendah (4,28 mgFe/0,7kg tepung ubi kayu) menghasilkan bioaksesibilitas zat besi yang lebih tinggi dibandingkan bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas.

Bioaksesibilitas zat besi yang lebih rendah pada casava flakes fortifikasi zat besi sediaan bebas dikarenakan zat besi sediaan bebas lebih berpeluang untuk kontak lebih lama dengan komponen antinutrisi pada tepung singkong dibandingkan dengan zat besi dalam bentuk mikroenkapsulat. Ketika zat besi berikatan dengan komponen antinutrisi, maka akan membentuk suatu kompleks yang tidak larut sehingga mengurangi efektifitas penyerapan zat besi. Sedangkan zat besi dalam bentuk mikroenkapsulasi memiliki peluang yang lebih kecil untuk berikatan dengan senyawa antinutrisi dan komponen pangan lainnya membentuk kompleks yang tidak larut lebih kecil sehingga cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat memiliki nilai bioaksesibilitas zat besi yang lebih tinggi. Menurut Sarkiyayi et al. (2010) beberapa senyawa antinutrisi pada ubi kayu yang dapat mengakibatkan penurunan penyerapan zat besi, yaitu senyawa fitat (216 mg/100g), tanin (0,40 mg/100g), dan oksalat (22,00 mg/100g). Senyawa fitat dan oksalat akan membentuk suatu kompleks yang tidak larut (insouble) dengan zat besi sedangkan senyawa tanin akan membentuk kelat dengan zat besi sehingga menyebabkan penurunan penyerapan zat besi. Penelitian mengenai bioavailabilitas zat besi dengan perbandingan komposisi bahan penyalut dan konsentrasi Fe menghasilkan bioavailabilitas sebesar 15,48% pada mikroenkapsulat dengan perbandingan bahan penyalut antara maltodekstrin dengan gum arab sebesar 80:20 dengan konsentrasi Fe 5% (Kustiyah et al. 2011). Bioaksesibilitas pada cassava flakes fortifikasi dapat dilihat pada Tabel 8

(34)

23 Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi dapat membuktikan bahwa proses mikroenkapsulasi mampu memberikan perlindungan terhadap zat besi dari kondisi lingkungan yang ekstrim, baik selama proses pengolahan maupun proses pencernaan sesuai dengan tujuan dari teknik mikroenkapsulasi yaitu mengendalikan pelepasan zat besi agar terlindungi dari keadaan lingkungannya seperti cahaya, kelembaban, dan oksigen yang mampu mengubah wujud bahan dari cair menjadi padat (Bertolini 2001).

Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik cassava flakes dilakukan dengan dua jenis pengujian, yaitu uji beda dari kontrol (different from control test) dan uji rating hedonik terhadap 71 panelis tidak terlatih. Uji beda dari kontrol dilakukan terhadap dua bentuk penyajian cassava flakes, yaitu penyajian kering dan penyajian rehidrasi susu. Different from control test dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan panelis dalam mendeteksi adanya penambahan fortifikan, baik pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas maupun cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi. Uji rating hedonik hanya dilakukan terhadap cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk tersebut.

Berdasarkan uji beda dari kontrol pada penyajian cassava flakes kering terdapat perbedaan nyata pada ketiga sampel uji sehingga dilakukan uji lanjut Dunnet yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan sampel uji jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa fortifikasi). Setelah dilakukan uji lanjut, dapat diketahui bahwa kedua sampel uji (cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi (2) dan cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas (1)) memiliki perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kontrol (cassava flakes tanpa fortifikasi). Tingkat perbedaan antara cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas dengan kontrol dan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi dengan kontrol berbeda. Cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas dengan kontrol lebih berbeda nyata dibandingkan dengan sampel cassava flakes fortifikasi mikroenkapsulat zat besi dengan kontrol, karena taraf signifikansi sampel 1 dengan sampel 3 dan sampel 2 dengan sampel 3 lebih kecil (0,001<0,024). Sehingga berdasarkan uji organoleptik cassava flakes penyajian kering, dapat disimpulkan bahwa panelis mampu mendeteksi adanya penambahan fortifikan pada cassava flakes baik cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas maupun mikroenkapsulat zat besi.

(35)

24

Pengujian yang kedua, yaitu rating hedonik. Hasil pengujian rating hedonik dianalisis menggunakan uji T, untuk mengetahui tingkat kesukaan antara cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi penyajian kering dan cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi rehidrasi susu. Berdasarkan hasil uji independent samples test terhadap warna dapat diketahui bahwa kedua sampel cassava flakes baik penyajian kering maupun penyajian rehidrasi susu memiliki perbedaan parameter penampakan warna yang berbeda. Sampel cassava flakes penyajian rehidrasi susu memiliki kualitas warna yang lebih disukai jika dibandingkan dengan kualitas penampakan warna cassava flakes penyajian kering, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan casava flakes penyajian rehidrasi susu lebih besar (5,17/agak suka) jika dibandingkan dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan cassava flakes penyajian kering (4,69/biasa).

Berdasarkan hasil uji independent samples test terhadap aroma dapat diketahui bahwa kedua sampel cassava flakes baik penyajian kering maupun penyajian rehidrasi susu memiliki parameter aroma yang berbeda pada taraf signifikasi 5%. Berdasarkan rata-rata kesukaan terhadap parameter aroma, sampel cassava flakes penyajian rehidrasi susu memiliki kualitas aroma yang lebih disukai jika dibandingkan dengan kualitas aroma cassava flakes penyajian kering, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan casava flakes penyajian rehidrasi susu lebih besar (5,37/agak suka) dibandingkan dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan cassava flakes penyajian kering (4,51/biasa). Hal itu mengindikasikan bahwa penyajian cassava flakes rehidrasi susu dapat meningkatkan kualitas paramter aroma, sehingga cassava flakes dapat dijadikan sereal sarapan yang cocok apabila disajikan bersama dengan susu.

Parameter rasa berdasarkan hasil uji independent samples test dapat diketahui bahwa kedua sampel cassava flakes baik penyajian kering maupun penyajian rehidrasi susu memiliki parameter rasa yang sama. Hal itu mengindikasikan bahwa cassava flakes cocok untuk disajikan kering maupun rehidrasi dengan susu karena memiliki rasa yang sama. Berdasarkan rata-rata kesukaan terhadap parameter rasa, sampel cassava flakes penyajian rehidrasi susu memiliki kualitas rasa yang lebih baik jika dibandingkan dengan kualitas rasa cassava flakes penyajian kering, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan casava flakes penyajian rehidrasi susu lebih besar (5,15/agak suka) jika dibandingkan dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa cassava flakes penyajian kering (4,86/biasa).

(36)

25 Tabel 9 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian kering

Skor Persen kesukaan

Tabel 10 Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian rehidrasi susu Selain dilakukan analisis menggunakan uji independent samples test, hasil uji rating juga direkapitulasi berdasarkan persen kesukaan untuk mengetahui sebaran parameter-parameter penting yang disukai maupun tidak disukai oleh panelis. Persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian kering maupun penyajian rehidrasi susu dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Berdasarkan Tabel 9 persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian kering dapat diketahui bahwa paramer aroma merupakan parameter yang kurang disukai oleh panelis sedangkan berdasarkan tabel 10 persen kesukaan uji rating hedonik cassava flakes penyajian rehidrasi susu hampir keseluruhan parameter memiliki sebaran

nilai kesukaan parameter yang sama, dengan berada pada skor “suka”. Parameter

aroma cassava flakes kurang disukai pada penyajian kering disebabkan karena masih terdapat aroma khas ubi kayu, sehingga dengan penyajian rehidrasi susu mampu menutupi aroma khas ubi kayu yang terdapat pada cassava flakes.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(37)

26

(0,2-5.000µm) yaitu rata-rata sebesar 13µm. Rata-rata konsentrasi Fe pada mikroenkapsulat sebesar 897,59 mg/kg dengan recovery sebesar 117,84%.

Penambahan fortifikan zat besi dalam bentuk mikroenkapsulat tidak mengubah kadar air pada tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu terfortifikasi zat besi sediaan bebas maupun mikroenkapsulat tidak menghasilkan perbedaan warna atau derajat putih pada tepung ubi kayu terfortifikasi. Adanya fortifikasi mikroenkapsulat zat besi (dosis 4,82 ppm) dan zat besi sediaan bebas (dosis 10,34 ppm) pada tepung ubi kayu meningkatkan konsentrasi Fe pada ubi kayu, dengan peningkatan 21,23 mgFe/0,7kg pada tepung ubi kayu terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi dengan recovery sebesar 217,30%. Peningkatan konsentrasi zat besi pada tepung ubi kayu fortifikasi zat besi sediaan bebas sebesar 11,71 mgFe/0,7kg dengan recovery 107,17%.

Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi memiliki kadar air dan warna yang tidak berbeda dengan cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas namun cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi memiliki tingkat kecerahan yang lebih baik. Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi memiliki tekstur yang lebih renyah dibandingkan dengan cassava flakes tanpa fortifikasi maupun cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas. Bioaksesibilitas zat besi pada cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat zat besi lebih besar (49,65%) dibandingkan dengan cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas (34,40%). Dengan penambahan konesntrasi Fe dalam jumlah yang lebih rendah (4,28 mgFe/0,7kg tepung ubi kayu) menghasilkan bioaksesibilitas zat besi yang lebih besar dibandingkan dengan bioaksesibilitas pada cassava flakes terfortifikasi zat besi sediaan bebas.

Panelis mampu mendeteksi adanya penambahan fortifikan zat besi baik dalam bentuk mikroenkapsulat maupun sediaan bebas. Cassava flakes terfortifikasi mikroenkapsulat lebih disukai ketika disajikan dalam bentuk rehidrasi susu karena penyajian rehidrasi susu dapat menutupi aroma khas ubi kayu yang terdeteksi apabila cassava flakes dikonsumsi dalam penyajian kering.

Saran

(38)

27

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi S, Azari S. 2010. Efficiency of novel iron microencapsulation techniques: fortification of milk. XVIII International Conference on Bioencapsulation – Porto, Portugal – October 1-2, 2010.

Adawiyah DR, Waysima, Budi N, Elvira S, Dian H, Dias I. 2012. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Almiger M, AM Aura, T Bohn, C Dufour, SNElA Gomes, S Karakaya, MC Martinez-Cuesta, GJ McDougall, T Requena, CN Santos. 2014. In vitro models for studying secondary plant metabolite digestion and bioaccessability. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Vol.13.2014. Institute of Food Technologist.

Alvarado M, De Leon LF, Dary O. Technical and economical evaluation of wheat flour fortification with different iron compounds. Nutrition Institute of Central America and Panama (INCAP). Dalam Dr. Penelope Nestel and Dr. Ritu Nalubola. 2002. Technical brief on iron compounds for fortification of staple foods. INACG.

Andarwulan N, Feri K, Dian H. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat [AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official

Method 2003.06 Crude Fat in Feeds, Cereal Grains, and Forages. Randal/Soxtec/Hexanes Extraction-Submersion Method. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 2001.11. Protein (Crude) in Animal Feed, Forage (Plant Tissue), Grain, and Oilseeds. Block Digestion Method Using Copper Catalyst and Steam Distilation into Boric Acid. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 942.05. Ash of Animal Feed.. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA. Badarudin T. 2006. Penggunaan maltodekstrin pada yoghurt bubuk ditinjau dari uji

kadar air, keasaman, ph, rendemen, reabsorpsi uap air, kemampuan keterbasahan, dan sifat kedispersian. Laporan Penelitian. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya.

Bertolini AC, AC Siani, CRF Grosso. 2001. Stability of monoterpenes encapsulated in gum arabic by spray-drying. J Agric Food Chem. 49(2): 780-785.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan (ID). 2004. Kebijakan dan Program Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. Bul POM. Volume 06/Tahun III/2004.

Cagnasso C, E Amalia Calviño2, Laura B López, Karina C, Luis D, Maria JB,

Viviana R, Silviana D, R Gonzalez, M Eva Valencia. 2013. Iron bioaccessibility and sensory analysis of extruded cereals fortified with diferent fe sources. J of Food and Nutrition Sciences. 1(4): 57-64.

Gambar

Gambar 1 Tahapan penelitian secara umum
Gambar 2 Proses mikroenkapsulasi FeSO4·7H2O
Gambar 3 Tahapan proses pembuatan cassava flakes terfortifikasi
Gambar 4 Tahapan uji bioaksesibilitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Banyak bangunan – bangunan tinggi yang mencakar langit, hamparan gedung – gedung pabrik yang sudah tak terarah dan berserakan di mana – mana, semua

3) Mutu beton yang digunakan tidak lebih tinggi daripada 55 Mpa dan tidak kurang dari 21 MPa untuk beton normal dan tidak kurang dari 28 MPa.. 4) Tegangan leleh profil

Berbagai metode dilakukan perusahaan untuk mengukur kinerja diantaranya Metode Balanced Scorecard, Metode Integrated Performance Measure System(IPMS),

adanya module goemetry berupa chassis mobil Mesin USU yang telah diimpor dari file solidwork di Ansys workbench , maka chassis ini akan dideskritisasi untuk

Tabel 4 menunjukkan bahwa antara tahun dasar sampai tahun 2025 diasumsikan intensitas energi per rumah tangga meningkat, kemudian meningkat lagi tetapi dengan laju

267 Tahun 2007 tanggal 29 september 2007 mengenai pemberian kP eksplorasi kepada PT Duta inti Perkasa mineral, (ii) sk Penjabat bupati konawe utara no. 153 Tahun 2008)

K, Kridalukmana Rinta , 2015, Sistem Informasi Manajemen Pemesanan Dan Penjualan Pada UNDIP Distro, Universitas Diponegoro, Semarang, Volume 3, No.3.. P, Sukadi, 2011,