• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKAN TARI TOPENG SLARANG LOR DI DESA SLARANG LOR KECAMATAN DUKUHWARU KABUPATEN TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKAN TARI TOPENG SLARANG LOR DI DESA SLARANG LOR KECAMATAN DUKUHWARU KABUPATEN TEGAL"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKAN TARI TOPENG SLARANG LOR DI DESA SLARANG LOR KECAMATAN DUKUHWARU KABUPATEN

TEGAL

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Tari

oleh:

Irchami Putriningtyas 2501409007

JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI, DAN MUSIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang,17 Juni 2013

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Wahyu Lestari, M.Pd Dra. Veronika Eny Iryanti, M. Pd

NIP.196008171986012001 NIP. 195802101986012001

Mengetahui, Ketua Jurusan PSDTM

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKAN TARI TOPENG SLARANG LOR DI DESA SLARANG LOR KECAMATAN DUKUHWARU KABUPATEN TEGAL telah dipertahankan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Pada Hari : Jum’at Tanggal : 12 Juli 2013

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris,

Dr. Abdurrachman Faridi, M.Pd. Dra. Siti Aesijah, M.Pd. NIP. 195301121990021001 NIP. 196512191991032003

Penguji 1

Dra. Malarsih, M.Sn. NIP. 19610617198803200

Penguji III/ Pembimbing I Penguji II/ Pembimbing II

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Irchami Putriningtyas

NIM : 2501409007

Program Studi : Pendidikan Seni Tari (S1)

Jurusan : Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang

Menyatakan bahwa sesungguhnya Skripsi yang berjudul “Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru kabupaten Tegal”, yang saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-benar karya sendiri, yang saya hasilkan setelah memenuhi penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan ujian. Semua kutipan baik yang diperoleh dalam sumber pustaka, wawancara, wahana elektronik maupun sumber lainnya, telah disertai keterangan mengenai identitas narasumber dengan cara sebagaimana yang lazim dalam penulisan karya ilmiah.

Dengan demikian walaupun tim penguji dan pembimbing penulis, skripsi ini telah menjadi tanggung jawb saya sendiri jika dikemudian hari ditemukan ketidak benaran, saya siap bertanggung jawab.

Demikian, harap pernyataan ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.

.

Semarang, 17 Juni 2013

Peneliti

Irchami Putriningtyas

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri.

- Muhammad Ali

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

- Confusius -

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, karena peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan lancar.

Skripsi yang berjudul “Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal”, disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Seamarang.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti memperoleh banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Pendidikan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

3. Joko Wiyoso, S.Kar, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

5. Ibu Dr. Wahyu Lestari, M. Pd., selaku Dosen Wali yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap Dosen Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik yang telah banyak memberi bekal pengetahuan dan ketrampilan selama masa studi S1. 7. Ibu Suwitri, Nurochman Soedibjo, Diah Setyowati dan masyarakat Desa

Slarang Lor, yang telah memberikan kesempatan dan waktu untuk memberikan informasi dalam pengambilan data.

8. Ibu Dra. Wuninggar, Ketua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal dibidang Kebudayaan yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data.

9. Bintang dan teman-teman Sendratasik 09 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Semarang, 17 Juni 2013

Peneliti

(8)

viii SARI

Putriningtyas, Irchami. 2013. Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Skripsi, Prodi Pendidikan Seni Tari, Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing: (I) Dr. Wahyu Lestari, M.Pd (2) Dra. Veronika Eny Iryanti, M.Pd

Kata Kunci : Makna Simbolik, Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor.

Seni Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal adalah sebuah kesenian rakyat berbentuk pertunjukan tari yang didalamnya memiliki beberapa makna simbolik. Beberapa makna simbolik terdapat pada struktur pertunjukan, meliputi pemain atau penari, perlengkapan pertunjukan, gerak, iringan, tata rias wajah, tata rias rambut, tata rias busana serta penonton. Pokok masalah yang diajukan adalah: (1) Bagaimana bentuk pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal; (2) Bagaimana makna simbolik pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wujud data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa informasi yang berkaitan dengan kesenian Tari Topeng Slarang Lor, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan teori Adshead yang membagi proses analisis kedalam empat tahap yaitu: mengenali dan mendeskripsikan komponen-komponen pertunjukan, memahami hubungan antara komponen pertunjukan, melakukan interpretasi, dan melakukan evaluasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk pertunjukan tari Topeng Slarang Lor diawali dengan upacara ritual dan doa bersama kemudian inti pertunjukan dengan melakukan tarian 6 jenis Tari Topeng Slarang Lor yang terdiri dari: 1) tari Topeng Endel; 2) tari Topeng Kresna; 3) tari Topeng Panji; 4) tari Topeng Lanyapan Alus; 5) tari Topeng Patih; 6) tari Topeng Klana, akhir pertunjukan ditandai dengan munculnya musik penutup, yang biasanya dinamai bubaran.

Makna simbolik pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor terdapat pada struktur pembentuk pertunjukan yang meliputi: 1) pemain atau pelaku yang memfokuskan pada penari topeng Slarang Lor; 2) perlengkapan pertunjukan meliputi kemenyan, sesaji, batik tegal, kotak topeng dan doa; 3) Gerak; 4) Iringan; 5) Tata rias wajah, tata rias rambut dan tata rias busana; 6) Penonton yang mengikuti adegan

saweran.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Skripsi ... 10

BAB II : LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Makna Simbolik ... 11

2.2 Tari ... 13

(10)

x

2.4 Struktur Pertunjukan ... 17

2.5 Kerangka Berfikir ... 26

BAB III : METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Pendekatan Penelitian ... 27

3.2 Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian ... 28

3.3 Data Penelitian ... 29

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1 Lokasi dan Kondisi Geografis ... 39

4.1.2 Kondisi Sosial Budaya ... 41

4.2 Gambaran Umum Tari Topeng Slarang Lor ... 44

4.2.1 Asal-usul Lahirnya Tari Topeng Slarang Lor ... 46

4.2.2 Profil Penerus Tari Topeng Slarang Lor ... 50

4.3 Struktur Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor ... 54

4.3.1 Pemain atau Pelaku ... 54

4.3.2 Perlengkapan Pertunjukan ... 57

4.3.3 Gerak ... 60

4.3.4 Iringan ... 93

(11)

xi

4.3.6 Topeng ... 98

4.3.7 Penonton ... 104

4.4 Bentuk Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor ... 106

4.4.1 Awal Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor ... 106

4.4.2 Inti Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor ... 108

4.2.3 Akhir Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor ... 112

4.5 Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor 113

4.5.1 Tari Topeng Endel... 114

4.5.2 Tari Topeng Kresna... 121

4.5.3 Tari Topeng Panji ... 128

4.5.4 Tari Topeng Lanyapan Alus... 134

4.5.5 Tari Topeng Patih ... 140

4.5.6 Tari Topeng Klana ... 147

4.5.7 Tata Rias dan Busana Tari Topeng Slarang Lor... 156

4.5.8 Perlengkapan Pertunjukan ... 161

BAB 5 : PENUTUP ... 169

5.1 Simpulan ... 168

5.2 Saran ... 172 DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1 Sepuluh Desa yang berada di Kec. Dukuhwaru Kab. Tegal ... 40

Tabel 4.2 Penduduk Desa Slarang lor Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42

Tabel 4.3 Penduduk Desa Slarang Lor Berdasarkan Mobilitas Penduduk.... 44

Tabel 4.4 Ragam Gerak Tari Topeng Slarang Lor ... 60

Tabel 4.5 Makna Simbolik Tari Topeng Endel ... 113

Tabel 4.6 Makna Simbolik Tari Topeng Kresna ... 121

Tabel 4.7 Makna Simbolik Tari Topeng Panji ... 128

Tabel 4.8 Makna Simbolik Tari Topeng Lanyapan Alus ... 134

Tabel 4.9 Makna Simbolik Tari Topeng Patih ... 140

Tabel 4.10 Makna Simbolik Tari Topeng Klana ... 147

Tabel 4.11 Makna Simbolik Tata Rias dan Busana Slarang Lor... 156

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Suwitri ... 50

Gambar 2 Alat Pembuat Wanda ... 54

Gambar 3 Sesaji atau Sajen ... 53

Gambar 4 Sesaji atau Sajen ... 53

Gambar 5 Alat-alat rias ... 96

Gambar 6 Tata Busana ... 97

Gambar 7 Wanda Endel ... 98

Gambar 8 Wanda Kresna ... 99

Gambar 9 Wanda Panji ... 100

Gambar 10 Wanda Lanyapan Alus ... 101

Gambar 11 Wanda Patih ... 102

Gambar 12 Wanda Klana ... 103

Gambar 13 Penonton ... 104

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. SK Penetapan Dosen Pembimbing. 2. Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian.

3. Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian.

4. Lampiran 4. Rombongan Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor. 5. Lampiran 5. Biodata Narasumber.

(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesenian Tradisional adalah kesenian yang hidup dan berkembang dikalangan masyarakat biasa yang mencerminkan identitas daerahnya. Menurut Jazuli (1994:85) kesenian tradisional tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat yang kemudian diturunkan atau diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, karena kesenian tradisional lahir dilingkungan kelompok suatu daerah dengan sendirinya. Kesenian tradisional memiliki corak dan gaya yang mencerminkan pribadi masyarakat daerahnya.

Sepanjang Pulau Jawa mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur mengenali lima jenis tari rakyat yaitu tari topeng. Di Jawa Barat terkenal dengan tari topeng Cirebon, Losari dan Priangan. Di Jawa Timur ada yang bernama topeng Malang. Di Jawa Tengah juga dikenal topeng Banyumasan, Tari Topeng Tegal (Tari Topeng Slarang Lor). Kesenian rakyat Tari Topeng Slarang Lor tumbuh sebagai bagian kebudayaan masyarakat tradisional di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Setiap berbicara mengenai tari Topeng, maka orang akan menyebut dua kota yaitu Cirebon dan Malang. Tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk menyebut Tegal. Padahal secara historis, pertunjukan Topeng diawali dari Jawa Timur, tepatnya abad ke 18. Jaman kejayaan Kerajan Majapahit (Kejayaan Wong

(16)

utara pulau Jawa, yaitu Cirebon pada abad ke 19 yang dikenal dengan sebutan

topeng babakan (Rosala, dalam Yuliani, 2006:52). Demikian halnya Tari Topeng Tegal (Tari Topeng Slarang Lor), kehadirannya hampir bersamaan dengan masuknya Tari Topeng di tlatah pesisir Cirebon. Hal ini diperkuat dengan pendapat Handayani, tokoh seniman tari di Kabupaten Tegal, bahwa tari Topeng Slarang Lor diwariskan secara turun temurun oleh keluarga Suwitri sebagai generasi ketiga pewaris tari Topeng Slarang Lor yang berdomisili di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

Untuk itulah pemerintah Kabupaten Tegal berusaha mengadakan penggalian yaitu mempertunjukan kembali seni tradisi yang telah lama ditinggalkan. Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Tegal No.8/2001 bahwa program dan fungsi tata kerja Dinas Kebudayaan Kabupaten Tegal yaitu perencanaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendaliaan di bidang bahasa dan sastra. Di dalam pembinaan terdapat penggalian, pengembangan dan pelestarian. Salah satu penggalian Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal yaitu melakukan pendataan dan pembaharuan pada tari Topeng Slarang Lor yang merupakan salah satu kesenian tradisional khas Tegal. Adapun kesenian tradisional lainnya yaitu wayang gaya Tegal, gendhing khas Tegal seperti lutung bingung dan ronggeng Tegal.

(17)

Kecamatan Dukuhwaru sebagai salah satu Kecamatan yang memiliki potensi kesenian yang membanggakan Kabupaten, potensi kebanggaan di Kecamatan Dukuhwaru itu karena adanya kesenian memiliki enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor sehingga perlu diangkat sebagai kesenian khas Kabupaten Tegal.

Enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor tumbuh sebagai bagian kebudayaan masyarakat tradisonal di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tari Topeng Slarang Lor pada mulanya berjumlah 12 jenis tarian, namun kini tinggal enam jenis yang masih mampu diingat oleh generasi penerusnya. Sedangkan enam jenis tarian yang lain sudah tidak dapat diingat lagi bentuk, nama, gerakan maupun wanda

topengnya. Enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor terdiri dari Tari Topeng Endel, Tari Topeng Kresna, Tari topeng Panji, Tari Topeng Panji Lanyapan, Tari Topeng Patih, dan Tari Topeng Klana. Keenam Jenis Tari Topeng Slarang Lor mengandung banyak makna, sifat dan makna filosofis dari ciri-cirinya yang khas.

(18)

dengan wanda atau wajah atau kedok berwarna putih berambut hitam di dahinya, Tari Topeng Kresna bermakna: Pangeweruh dengan wanda atau wajah kedok berwarna orange atau kuning kemerahan, Tari Topeng Panji bermakna: Kelahiran dengan wanda atau wajah kedok warna putih tanpa ukel rambut di dahinya, Tari Topeng Layapan Alus bermakna: Remaja dengan wanda atau wajah kedok warna putih semu merah muda berhiaskan ukiran rambut di dahi, Tari Topeng Patih bermakna : kedewasaan dengan wanda atau wajah kedok warna merah muda berkumis tipis, Tari Topeng Klana Bermakna: Penguasa dengan wanda atau wajah kedok berkumis tebal berwarna merah tua.

Enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor mengandung sifat dan ciri-ciri yang khas dari spiritual masyarakat Jawa Pesisir yang ada di Tegal. Hal ini tampak pada iringan dan gerakannya yang kadang halus dan seringkali bergerak kasar. Demikian pula gerakan dan iringan yang terdapat pada setiap jenis Tari Topeng Slarang Lor nampak kasar. Dalam setiap bentuk geraknya enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor terinspirasi dari sifat masyarakat Kabupaten Tegal yang kadang bisa lembut dan sering kasar dalam bertutur kata. Meski demikian sebenarnya apa yang mereka sampaikan itu merupakan bentuk kepribadian yang lembut. Hal ini karena mereka pada kenyataannya ingin selalu berlaku baik, meski kadang lakunya itu penuh dengan misteri.

(19)

pedoman dalam kehidupan manusia di dunia ini. Semua itu diungkapkan melalui gerak dan ekspresi penari secara lembut. Untuk itu gerak enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor mengandung makna. Hal ini memperkuat keberadaan Tari Topeng Slarang Lor Kabupaten Tegal sebagai bentuk kesenian tari yang bernilai spiritual di masyarakatnya.

Enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor juga memiliki nilai kekhasan makna simbolik yang patut dilestarikan oleh masyrakat Tegal. Namun demikian perkembangan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor hingga kini semakin mengalami kemerosotan. Pergeseran ini terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa seni enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor sudah ketinggalan jaman (dipandang kuno). Bahkan karena kurangnya generasi peminat seni Tari Topeng Slarang Lor, Pengrajin Kedok sebagai penunjang inti materi Tari Topeng khas Kabupaten Tegal ini pun hampir punah.

Kondisi ini dikarenakan hampir tidak ada lagi proses regenerasi dan kurangnya minat generasi muda sebagai penerus dalam membuat kedok yang dIbutuhkan dalam menari enam Jenis Tari Topeng khas Gaya Kabupaten Tegal. Apalagi kesadaran remaja di Tegal dalam melestarikan pembuatan Kedok khas Tegal.

(20)

dahulu dari kayu lunak yaitu Kedondong jaran. Namun karena kayu jenis kedondong jaran sudah jarang lagi ditemui, maka kayu nangka dan kayu sawo

pun menjadi pilihan. Adapun proses pembuatan dan penggunaan alat-alatnya masih menggunakan cara-cara tradisional. Sementara itu enam Jenis Tari Topeng yang berada di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru merupakan bentuk inspirasi dari kesenian Topeng yang ada di Kabupaten Tegal.

Hal-hal yang menarik dari Pertunjukan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal masih harus terus digali kedalamannya. Oleh karenanya peneliti pun tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Utamanya ingin mengungkap bagaimana makna simbolik yang terdapat pada pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Makna simbolik itu utamanya yang terdapat pada diri sang penari, perlengkapan pertunjukan, gerak, iringan, tata rias, busana, serta berbagai macam propertinya.

Pada pelaksanaannya pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor membutuhkan perlengkapan pertunjukan yang tidak sedikit. Adapun kedoknya digunakan wanda atau wajah yang berganti-ganti sesuai jalan ceritanya. Properti artistik lainnya adalah pedupan, anglowadah wangwa bara batok, sebungkus kemenyan, sesaji yang beraneka ragam, dan perlengkapan pendukung lainnya.

(21)

Penyajian Tari Topeng Endel di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru

Kabupaten Tegal” Penelitian tersebut didalamnya hanya membahas tentang riwayat salah satu jenis kesenian tradisional yaitu Tari Topeng Endel di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupeten Tegal. Ditambah dengan bentuk penyajian dan perubahan bentuk penyajian tersebut yang terjadi pada Tari Topeng Endel dari masa ke masa. (Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Semarang).

Penelitian yang membahas salah satu jenis tari Topeng khas Kabupaten Tegal yaitu Tari Topeng Endel juga pernah ditulis oleh Ika Ratnaningrum tentang “Makna Simbolis Dan Peranan Tari Topeng Endel”. Penelitian ini berisi tentang Fungsi Sosial Tari Topeng Endel yaitu Tari Topeng Endel sebagai Upacara Sakral, Tari Topeng Endel sebagai HIburan, dan Tari topeng Endel sebagai Sarana Pendidikan. (Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Semarang), dan

Penelitian yang membahas tari Topeng Slarang Lor juga ditulis oleh Tety Yuliani pada tahun 200enam yang membahas tentang “Analisis Gerak Tari Topeng Lanyapan Alus Di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten

Tegal” (Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Yogyakarta), yang didalamnya berbicara tentang bentuk gerak Tari Lanyapan Alus di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

(22)

Tari Topeng Slarang Lor. Peneliti memfokuskan kajian pada: Penari, Perlengkapan pertunjukan, gerak, musik atau iringan, rias dan busana maupun

property (topeng) dalam pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor Kabupaten Tegal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1.2.1. Bagaimana bentuk pertunjukan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal ?

1.2.2. Bagaimana makna simbolik pertunjukan enam jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui, memahami, dan mendeskripsikan tentang Makna Simbolik Pertunjukan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal terutama:

1.3.1 Mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

1.3.2 Mengungkapkan makna simbolik yang ada dalam pertunjukan enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. 1.4. Manfaat Penelitian

(23)

1.4.1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan mampu menghasilkan manfaat praktis yaitu:

1.4.1.1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang bentuk kesenian dari enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

1.4.1.2. Bagi seniman dan masyarakat, hasil penpelitian ini dapat sebagai landasan untuk menentukan sikap, apabila menghadapi masalah-masalah contohnya ingin mengetahui bentuk dan makna simbolik pertunjukan enam jenis tari topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal seperti dalam penelitian ini, selain itu juga berguna untuk menambah wawasan tentang kebudayaan nasional, khususnya kesenian dalam bentuk tari tradisional yang berada di Jawa Tengah, khususnya tentang enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

1.4.1.3. Bagi Pemerintah Kabupaten Tegal, hasil penelitian ini dapat menambah sumber informasi sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menjaga kelestarian enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor Kabupaten Tegal.

1.4.2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan mampu menghasilkan manfaat teotitis, yaitu: 1.4.2.1 Dapat memberikan sumbang pemikiran pada penelitian yang lebih lanjut,

(24)

enam Jenis Tari Topeng di Desa Slarang Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

1.5. Sistematika Skripsi

Sistematika Skripsi yang terdiri dari:

BAB 1 Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan garis besar sistematika skrispsi.

BAB 2 Landasan Teori

Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung masalah yang sedang dikaji atau kepustakaan dan kerangka berfikir.

BAB 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang jenis atau pendekatan penelitian, penentuan lokasi dan sasaran penelitian, data penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik keabsahan data, dan teknik analisis data.

BAB 4 Hasil Penelitian

Bab ini berisi tentang pemaparan proses penelitian dan hasil penelitian atau temuan.

BAB 5 Simpulan dan Saran

(25)

pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor Kabupaten Tegal.

(26)

11

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Makna Simbolik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:864), makna merupakan maksud pembicara atau peneliti. Menurut hidup dalam jalinan makna-makna yang dianyamnya sendiri (Jazuli dalam Geertz, 2001:24). Jazuli dalam Cassirer (2001:24) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol. Menurut Herusatoto (2000:10) kata simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos, yang berarti tanda atau ciri yang memberikan sesuatu hal kepada seseorang. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa simbol atau lambang ialah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal mengandung maksud tertentu.

Simbol adalah segala sesuatu (benda material, peristiwa, tindakan, ucapan, gerakan manusia) yang menandai atau mewakili sesuatu yang lain atau segala sesuatu yang telah diberi makna tertentu. Sementara simbolik adalah perihal pemakaian simbol (lambang) untuk mengekspresikan ide-ide (misal sastra, seni lukis) (dalam Sugono, dkk 2008:1350). Simbol atau lambang mempunyai makna yang dihayati dan dipahami bersama kelompok masyarakatnya. Simbol atau lambang memiliki bentuk dan isi atau disebut juga makna. Bentuk simbol merupakan wujud lahiriah, sedangkan isi simbol merupakan arti atau makna (dalam Kusumastuti, 2006:9).

(27)

menghasilkan suatu bentuk yang mengandung maksud (dalam Suharto, 1991:9). Proses simbolik terjadi pada saat manusia menciptakan simbol dengan cara membuat suatu kesepakatan tentang sesuatu untuk menyatakan sesuatu (dalam Herusatoto, 2003:11) mengatakan bahwa kata simbol berasal dari bahasa Yunani

Symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seorang atau orang lain. Menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2011:1066). Menurut Hayawaka (dalam Kusumastuti, 2006:10), proses simbolik terdapat pada semua peradaban manusia dari yang paling sederhana sampai pada yang telah maju, dari kelompok masyarakat yang paling bawah sampai pada kelompok yang paling atas.

Keterkaitan manusia dengan simbol-simbol sangat erat pertaliannya, hal ini menunjukkan bahwa simbol merupakan salah satu perwujudan dari budaya. Talcott Parsons (dalam Wahyudiarto, 2006:50) menyebutkan bahwa sistem simbol dari suatu kebudayaan dibagi menjadi 4 (Empat), yaitu, a) Sistem Konstitusif yang berbentuk kepercayaan dan biasanya inti dari religi; b) Sistem simbol kognitif yang membentuk pengetahuan; c) Sistem simbol nilai moral yang membentuk aturan-aturan, dan; d) Sistem simbol ungkapan perasaan atau ekspresi.

(28)

Teori yang telah dijelaskan di atas peneliti gunakan untuk mengkaji makna simbolik yang terdapat dalam enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang mencakup bentuk tari pada enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, serta makna simbolik enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, dan segala aspek yang mendukung dari enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Teori yang tepat menurut peneliti guna membahas Makna Simbolik enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor adalah Geertz (dalam Kasumastuti, 2006:9) Simbol adalah segala sesuatu (benda material, peristiwa, tindakan, ucapan, gerakan manusia) yang menandai atau mewakili sesuatu yang lain atau segala yang telah diberi makna tertentu.

2.2. Tari

Tari mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena dapat memberikan berbagai manfaat, sepeti hIburan dan sarana komunikasi. Mengingat kedudukannya itu, tari dapat hidup, tumbuh dan berkembang sepanjang jaman sesuai dengan perkembangan kebudayaan manusianya. Perkembangan yang terjadi pada tari sangat ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Perubahan pola pikir masyarakat akan berpengaruh terhadap fungsi dan struktur tari, jadi tari senantiasa menyesuaikan diri dengan konteksnya (Jazuli,1994:1).

(29)

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat peneliti tarik kesimpulan bahwa tari merupakan gerak badan manusia yang ritmis dan indah, berirama dan sesuai dengan maksud dan tujuan dari tari itu sendiri.

2.2.1. Makna Tari

Dalam buku Djawa dan Bali: Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisionil di Indonesia, mengungkapkan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah (Soedarsono 1999: 3). Sementara itu, teori lain menyatakan tari adalah bentuk gerak yang indah, lahir dari tubuh yang bergerak, berirama dan berjiwa sesuai dengan maksud dan tujuan tari (Jazuli, 2008:7). Tari juga dapat memperkuat kemakmuran serta keselamatan, bila tari itu berfungsi untuk mengeluarkan atau menolak kekuatan-kekuatan buruk yang menyebabkan sakit dan bencana-bencana lain (Soedarsono, 1999: 125).

2.2.2. Jenis-jenis Tari

Berdasarkan garapannya, tari dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tari tradisional dan tari kreasi baru (Jazuli,2002).

a) Tari Tradisional

(30)

1) Tari tradisional primitif, istilah Primitif berasal dari kata primus yang berarti sederhana, pertama. Gerak tari primitif sangat sederhana dan banyak didominir oleh kehendak, seperti hentakan kaki, tepukan tangan. Sifat tarinya adalah sakral dan mempunyai kekuatan magis.

2) Tari tradisional kerakyatan, yaitu tari yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat sesuai dengan kehidupan sosial masyarakatnya.

3) Tari tradisional klasik, adalah tari yang semula berkembang di kalangan kerajaan dan bangsawan, telah mencapai kristalisasi artistik yang tinggi dan telah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang sehingga memiliki pula nilai tradisional.

b) Tari Kreasi Baru

Tari kreasi baru merupakan ungkapan seni yang tidak berpolakan tradisi, tetapi lebih merupakan garapan baru yang tidak berpijak pada standard yang telah ada. Secara garis besar tari tradisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Tari Kreasi Baru Berpolakan Tradisi, yaitu tari kreasi yang garapannya dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi, baik dalam koreografi, music atau karawitan, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya.

2) Tari Kreasi Baru Tidak Berpolakan Tradisi (NonTradisi). Tari Kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal koreografi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya.

2.3. Bentuk Pertunjukan

(31)

Struktur adalah seperangkat tata hubungan didalam membentuk satuan keseluruhan (Brown dalam Indriyanto, 2001:11). Jadi berbicara tentang bentuk pertunjukan berarti berbicara tentang bagian-bagian pembentuk pertunjukan.

Menurut Langer dalam (Jazuli,1994:57) bahwa bagi seorang pengamat bentuk adalah materi yang disajikan, jadi bentuk yang dimaksud adalah suatu perwujudan yang dapat diamati dan dirasakan. Jika dalam tari materi tersebut adalah berupa gerak dan bunyi yang lebih tepatnya musik dan tari. Bentuk adalah suatu media atau komunikasi untuk menyampaikan arti yang terkandung oleh bentuk itu sendiri atau untuk menyampaikan pesan tertentu dari pencipta kepada masyarakat penerima. Pertunjukan mempunyai arti suatu tontonan. Bentuk pertunjukan dapat diartikan sebagai wujud rangkaian gerak yang disajikan dari awal sampai akhir pertunjukan, dan didalamnya mengandung unsur-unsur nilai keindahan.

Pertunjukan secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) perilaku manusia atau disebut juga pertunjukan, 2) pertunjukan budaya yang meliputi pertunjukan seni, olahraga, ritual, festival-festival dan berbagai bentuk keramaian. Pertunjukan jenis ke dua yang penting bukanlah bentuk ungkapan artistiknya, melainkan tujuannya sangat diperlukan oleh masyarakat (Soedarsono, 2002:105)

(32)

latihan; ada peran yang dimainkan; dilakukan di atas pentas; dengan iringan musik dan dekorasi yang menambah keindahan pertunjukan (Jazuli, 1994:60).

Hermin (2000:75) berpendapat bahwa seni pertunjukan adalah aspek-aspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan mampu mendasari sesuatu perwujudan yang disebut sebagai seni pertunjukan. Aspek-aspek tersebut menyatu menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukkan suatu intensitas atas kesungguhan ketika di ketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan keindahan.

Masyarakat tari Jawa sampai Bali mengenal adanya tiga aspek tari yaitu wiraga, wirasa, dan wirama. Selanjutnya, didalam teknik tari klasik Jawa terdapat banyak posisi dasar, langkah, dan ragam yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, seperti Hastha Sawanda (pacak, pancad, ulat, wiled, greget, sengguh, irama, gendhing). Didalam tari Bali ada pedoman tari agem, tandang, tangkep yang harus ditaati (Murgiyanto, 2002:11).

2.4. Struktur Pertunjukan

(33)

perlengkapan pertunjukan, gerak, iringan dan tembang, tata rias wajah, tata rias rambut dan busana serta penonton (Kusumastuti, 2006:189).

2.4.1. Pemain atau Pelaku

Semua jenis seni pertunjukan memerlukan penyaji sebagai pelaku, artinya seniman yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam mengetengahkan atau menyajikan bentuk seni pertunjukan. Bentuk penyajian tari tertentu ada yang melibatkan pelaku laki-laki atau pelaku wanita dan menampilkan pelaku laki-laki bersamaan dengan pelaku wanita. Demikian hal nya dengan usia pemain atau pelaku seni pertunjukan juga bervariasi, yaitu anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Mengenai jumlah pelaku bervariasi, yaitu pelaku tunggal, berpasangan, dan kelompok (Cahyono, 2002:79).

Pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor melibatkan pemain atau pelaku laki-laki dan perempuan terdiri dari penari Topeng Slarang Lor, pengrawit, Sinden, pengrajin Topeng, dan pemimpin Pertunjukan.

2.4.2. Perlengkapan Pertunjukan

Perlengkapan pertunjukan yang harus disediakan adalah kemenyan sesaji atau sesajen yang disediakan pada awal pertunjukan dan kain batik Tegal yang diikat di batang bambu. Tidak hanya perlengkapan pertunjukan saja yang harus disiapkan, pemain atau pelaku juga harus berdoa bersama sebelum pertunjukan dimulai, agar pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor berjalan dengan lancar.(Wawancara dengan Ibu Purwanti, April 2013).

(34)

manusia Jawa baik kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi atau Tuhan Yang Maha Esa serta kepada leluhur dan makhluk-makhluk halus yang meguasai suatu wilayah dalam bentuk komunikasi batin yang hening. (Wawancara dengan Budayawan Nurochman Sudibyo YS, April 2013).

Sesaji atau sesajen adalah bentuk ungkapan rasa syukur manusia Jawa atau wong Jawa sejak dahulu kala yang diungkapkan melalui ritual selamatan berupa penyajian Tumpeng, Bekakak Ayam, air dan kembang setaman (bunga tujuh rupa),nasi liwet, rokok srutu, sirih dan kinang, juwadah pasar, wedangan pait

-wedang manis (air putih, teh pahit, teh manis, kopi pahit, kopi manis, gula asam,

wedang jahe). Bentuk sesaji atau sajen ini memiliki makna filosofis tersendiri sebagai penanda permohonan atas keselamatan (Wawancara dengan Budayawan Nurochman Sudibyo YS, April 2013).

2.4.3. Gerak

(35)

Gerak merupakan sebagai media ungkap seni pertunjukkan tari merupakan salah satu diantara pilar penyangga wujud seni pertunjukkan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat (Hermin, 2000:76). Gerak berdampingan dengan suara atau bunyi-bunyian merupakan cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran kemudian ditransformasikan melalui abstraksi dan distorsi gerak.

Tindakan simbolis dalam tari dinamakan ekspresi (Herusantoto, 2003:104). Menurut Murgiyanto (2002:11) bahwa tidak setiap gerak laku penari menyampaikan makna yang mudah diterka. Dengan kata lain, secara keseluruhan tari memiliki kualitas ekspresif tetapi tidak secara literer dari gerak ke gerak dengan kata lain gerak tari memang dirancang lebih dari sekedar ekspresif.

Gerak yang ada pada enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor adalah gerak maknawi dikarenakan setelah penari menggunakan kedok, gerak penari enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor pun memiliki makna. Walaupun gerakan pada enam Jenis Tari Topeng Slarang lor terlihat sederhana namun memiliki makna dalam setiap gerakannya. Utamanya menggambarkan kehidupan yang ada di alam semesta dan di bumi ini dengan mensiratkan ujaran dan ajaran kesadaran tunggal, serta laku lampah yang baik, agar manusia ingat pada lahir dan matinya, hidup dan yang menciptakannya. Gerak enam jenis tarian tersebut menyimpan makna yang tersembunyi karena adanya enam jenis kedok yang dipakai oleh si penari. 2.4.4. Musik atau Iringan

(36)

sebagai pengiring tari ada keterkaitan antara keduanya, yaitu musik sebagai pengiring tari, musik sebagai pengikat tari, dan musik sebagai ilustrasi tari. Musik sebagai pengiring tari maksudnya musik yang disajikan sedemikian rupa sehingga tari dalam hal ini sangat mendominasi musiknya. Sedangkan yang dimaksud musik sebagai pengikat tari yaitu musik yang dIbuat sedemikian rupa sehingga mengikat tarinya dan yang dimaksud musik sebagai ilustrasi tari adalah musik tari yang dalam penyajiannya hanya bersifat ilustrasi atau hanya sebagai penopang suasana tari (Indriyanto, 2010:21).

Fungsi musik dalam tari adalah sebagai aspek untuk mempertegas maksud gerak, membentuk suasana tari dan memberi rangsangan estetis pada penari dengan ekspresi jiwa sesuai dengan maksud karya tari yang ditampilkan. (indryiyanto, 2010: 20)

Iringan pada enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor adalah; 1. Tari Endel, iringan gendingnya adalah lancaran Ombak Banyu; 2. Tari Kresna, iringan gendingnya adalah Blenderan Praliman; 3. Tari Panji, Iringan gendingnya Ktw. Gunung Sari; 4. Tari Lanyapan Alus, iringan gendingnya adalah Lc. Malangan; 5. Tari Patih, Iringan gendingnya menggunakan Bendrong Tegal; 6. Tari Klana, iringan gendingnya menggunakan iringan Gonjing Truntung.

2.4.5. Tata Rias

(37)

putih pada seluruh wajah dengan garis-garis hitam pada mata, alis). Pengaturan

make up atau tata rias termasuk juga tata rambut.. Dalam pementasan tari, tata rias sangatlah membantu mewujudkan ekspresi wajah penari. Tata rias wajah tidak sekedar bertujuan untuk mempercantik diri tetapi betul-betul disesuaikan dengan peran yang akan dibawakan oleh penari. Rias yang tidak sesuai dapat memberikan kesan jelek, juga dapat mengacaukan ekspresi penari tersebut. Cara merias yang baik adalah cara rias yang dapat mengubah bagian muka yang kurang cantik menjadi cantik (Lestari,1993:63).

Fungsi rias adalah untuk merubah karakter pribadi, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik penampilan seorang penari (Jazuli, 1994:116). Unsur kelengkapan tata rias adalah tata rias merupakan bagian yang berkaitan dengan pengungkapan tema atau isi cerita, dan sebagai salah satu upaya untuk memberikan ketegasan atau kejelasan dari anatomi wajah.

2.4.5.1 Tata Rias Rambut

(38)

Dalam pementasan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, kondisi rambut penari : 1.Tari Endel, kondisi rambut digelung rapih ke belakang; 2.Tari Kresna, kondisi rambut penari dirumbaikan secara lurus kebelakang; 3. Tari Panji, kondisi rambut penari disanggul; 4.Tari Lanyapan Alus, kondisi rambut penari digelung secara rapih; 5.Tari Patih, konsisi rambut penari dilepaskan ke belakang; 6.Tari Klana, kondisi rambut penari digeraikan kebelakang dengan rapih.

2.4.6. Tata Busana

Tata busana adalah semua kebutuhan sandang yang dikenakan pada tubuh penari di pentas yang sesuai dengan peranan yang dibawakan. Menurut Lestari (1993:15) busana adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari rambut sampai kaki. Keseluruhan pemakaian busana merupakan cerminan jiwa, menunjukkan watak atau pribadi pemakainya.

Busana tari sering mencerminkan identitas (ciri khas) suatu daerah yang sekaligus menunjuk daerah tersebut. Demikian pula didalam pemakaian warna busana, tidak jarang suatu daerah senang dengan warna lembut atau kalem. Semua tidak lepas dari latar belakang budaya atau filosofi dari masing-masing daerah (Jazuli, 1994:19). Warna merupakan identitas kehidupan karena warna merupakan bagian dari lingkungan hidup yang berfungsi untuk menyemarakkan suasana, mempertebal harga diri dan menungkatkan rasa percaya riri sehingga mampu berkomunikasi dengan penikmatnya. (Lestari, 1993:20).

(39)

mendukung isi atau tema tari dan untuk memperjelas peran tertentu. Darlene Neel (dalam Jazuli, 1994:116) fungsi tata busana adalah penutup tubuh dan sekaligus pelindung tubuh. Desain busana hendaknya tidak mengganggu gerak, segala elemen bentuk dari busana seperti garis, warna, tekstur, kualitas bahan harus dimanfaatkan secara baik.

Busana pada enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor sudah semestinya memadukan semua unsur materi kostum yang dIbutuhkan dengan aspek warna, komposisinya dan diselaraskan pula dengan karakter jenis Tari Topeng yang akan dimainkannya.

2.4.7. Properti

Properti (property) adalah istilah bahasa Inggris yang berarti alat-alat pertunjukan, yang mempunyai dua tafsiran yaitu proprti sebagai sets dan properti sebagai alat bantu berekspresi. Properti merupakan suatu bentuk peralatan penunjang gerak sebagai wujud ekspresi. Upaya penggunaan properti tari lebih berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam upaya lebih memberikan arti pada gerak, atau sebagai tuntutan ekspresi (Hidajat, 2005:59).

Pada penelitian ini, objek yang diteliti adalah enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, yang dideskripsikan berdasarkan bentuk penyajian, berdasarkan teori yang ada bentuk penyajian enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor memiliki makna simbolik tersendiri meliputi gerak, musik atau iringan, tata rias dan busana, serta kedok atau Topeng-nya.

(40)

Seni pertunjukan tradisional kedudukan penonton sangat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah pertunjukan. Penonton adalah salah satu komponen yang menentukan, oleh karena itu Penonton harus diperhitungkan dalam perencanaan penyajian suatu pertunjukan. Penonton pada pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, tidak terbatas pada usia-usia tertentu. Pengelompokan jenis usia menurut Soeparwoto dalam Hurlock (2007:55-56), dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai tingkatan usia yaitu: Masa Bayi (akhir minggu kedua-akhir tahun kedua), usia awal masa anak-anak (2-6 tahun), usia akhir masa anak-anak (6-12 tahun), masa puber atau pra remaja (12-14 tahun), masa remaja (14-18 tahun), usia dewasa dini (18-40 tahun), masa dewasa madya (40-60 tahun), serta masa dewasa lanjut (60-meninggal) dan penonton yang menonton pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal mencakup seluruh kelompok usia.

(41)

2.5. Kerangka Berfikir

Kesenian Tradisional

Tari Topeng Slarang Lor

T.Topeng

Makna Simbolik Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor Di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal

Pertunjukan Tari Topeng Slarang Lor

Struktur pembentukan Pertunjukan Tari Topeng

Slarang Lor

Pemain Perleng- Penonton

(42)

27

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian ini mengikuti prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati (Moleong, 2004:4). Penelitian yang bersifat kualitatif, yang diuji bukan teori yang telah dirumuskan, tetapi pengamatan dan penelitian langsung di lapangan untuk mendapatkan data deskriptif. Data-data yang peneliti butuhkan berupa konsep-konsep, monografi, dan buku panduan sebagai dasar referensi otentik. Dengan ungkapan lain, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini merupakan data-data yang terkumpul melalui kajian pustaka dan observasi lapangan dengan wawancara yang bertujuan menggambarkan dan menguraikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan keadaan atau status fenomena yang tidak berkenaan dengan angka-angka (Moleong, 2004:103).

Jazuli (2001:19), mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata dan gambar yang berasal dari naskah, hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi maupun resmi.

(43)

3.2. Penentuan Lokasi dan Sasaran Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat keberadaan sebuah objek yang akan diteliti baik secara langsung dan atau melalui informan sebagai sumber data dari objek yang sedang diteliti. Adapun lokasi penelitian terletak di Desa Slarang Lor, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal. Kabupaten Tegal adalah Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Kota Slawi dan terletak sekitar 14 km di sebelah selatan Kota Tegal. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Tegal terdiri atas 18 Kecamatan dan dibagi lagi menjadi 281 desa dan enam kelurahan.

Salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan Dukuhwaru. Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru merupakan Desa yang pertama kali dipilih oleh nenek moyang Ibu Suwitri mengajarkan berbagai jenis Tari Topeng. Desa Slarang Lor dapat ditempuh dengan kendaraan umum. Jalan desa Slarang Lor sudah berupa aspal sehingga akses menuju Desa Slarang Lor cukup mudah.

3.2.2. Sasaran Penelitian

(44)

3.3. Data Penelitian

Data penelitian Makna Simbolik Pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal adalah enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Data-data yang diperoleh dengan cara terjun secara langsung yaitu dengan berpartisipasi aktif yaitu sebagi penanggap dalam pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

3.4. Sumber Data

Sumber data pada penelitian adalah:

3.4.1. Wuninggar, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal. Data yang didapat mengetahui keberadaan kesenian enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

3.4.2. Suwitri, generasi penerus penari Topeng Slarang Lor. Data yang didapat tentang Latar belakang kesenian dan kemampuannya mewarisi enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang didalamnya meliputi asal-usul enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor dan profil penerus dan pewaris enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

3.4.3. Purwanti, anak pertama Suwitri. Mendapatkan data tentang kegiatan yang diikuti Suwitri dan pengalamannya mendampingi Suwitri selama menjalankan kegiatan menari enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

(45)

enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

3.4.5. Masyarakat Desa Slarang Lor yang mengerti tentang kesenian diantaranya yaitu Kepala Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Peneliti mendapat data tentang letak geografi Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, Kondisi sosial budaya masyarakat Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, dan peran serta minat masyarakat terhadap enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal untuk melestarikan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor .

3.4.6. Dharma, sebagai pengrajin Topeng Tegal. Data yang didapat tentang makna simbolik yang terdapat pada masing-masing Topeng Tegal (Tari Topeng Slarang Lor).

3.4.7. Nurochman Sudibyo YS, sebagai seniman dan budayawan. Data yang didapat tentang penelitian perjalanan seni Tari Topeng di Indonesia, berbagai jenis pertunjukan Tari Tradisional, sebagai pengarah pada pentingnya nilai-nilai artistik sebagai pendukung penting pagelaran enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

(46)

dari batik Tegal yang terkandung didalamnya, yang secara terkait mendukung pemaknaan simbolis pada setiap karakter dan tokoh yang diceritaan oleh Penari Topeng Slarang Lor.

3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.5.1. Observasi

Teknik observasi yang dilakukan dengan cara pengamatan berperan serta dan pengamatan terbuka pada kesenian Tari Topeng Slarang Lor. Sumaryanto (2007:100), menyebutkan bahwa pengamatan berperan serta adalah pengamatan dimana pengamat memiliki dua fungsi yaitu sebagai pengamat sekaligus anggota dari kelompok yang sedang diamati. Pengamat terbuka adalah pengamat yang diketahui oleh subjek sehingga pengamat diberikan kesempatan untuk mengamati peristiwa yang terjadi.

Kegiatan observasi atau pengamat yang dilakukan oleh peneliti terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama berupa observasi awal (survey) yang berisi dengan kegiatan penentuan lokasi dan sasaran penelitian. Tahap kedua sebagai penelitian inti dengan pengumpulan data dan bahan yang dIbutuhkan dalam pembahasan masalah.

(47)

simbolik pertunjukan enam Jenis Tari Topeng slarang Lor Di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

Tahap awal penelitian adalah dengan mendatangi rumah Suwitri sebagai penerus dan pewaris enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor pada tanggal 4 Desember 2012 untuk menanyakan kapan pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor dapat berlangsung. Beliau menjelaskan bahwa pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor dapat berlangsung bulan April 2013.

Untuk memanfaatkan waktu, pada tanggal 8 Februari 2013 peneliti berkunjung ke rumah Casmadi untuk bertemu dengan seluruh pengrawit, serta guna melakukan observasi tempat pertunjukan yang akan diadakan sekitar bulan April tersebut.

Pada tanggal 14 April 2013 peneliti melakukan observasi dengan menyaksikan sekaligus ikut serta dalam penyajian pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Peneliti menggunakan camera LSR untuk mengambil gambar pada proses pertunjukan dan peneliti juga merekam seluruh kegiatan pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal berlangsung.

3.5.2 Wawancara

(48)

diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong 2007:18enam). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara terarah dan wawancara tidak terarah. Wawancara terarah adalah wawancara yang bersifat mendalam dan intensif, sebagaimana telah dirumuskan sebelumnya sesuai masalah yang dibahas.

Wawancara tidak terarah adalah teknik wawancara yang bersifat bebas santai dan memberikan seluas-luasnya kepada informan untuk memberikan keterangan secara umum, yaitu keterangan yang tidak terduga serta keterangan yang tidak dapat diketahui jika menggunakan wawancara terarah. Pada tahap wawancara peneliti mengadakan wawancara dengan para pendukung pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang dapat diuraikan sebagai berikut:

3.5.2.1. Pada tanggal 4 Desember 2012, Wuninggar memberikan informasi keberadaan kesenian Tari Topeng Slarang Lor. Dan dilanjutkan wawancara dengan Ibu Suwitri yang mendapatkan data informasi pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor akan berlangsung.

(49)

3.5.2.3. Pada tanggal 8 Januari 2013, wawancara dengan Bapak Dharma dan mendapatkan data tentang latar histori (sejarah) kegiatan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Kabupaten Tegal.

3.5.2.4. Pada tanggal 13 Januari 2013, wawancara dengan Ibu Purwanti mendapatkan data persiapan pertunjukan yang akan dilaksanakan pada bulan April, dan wawancara dengannya meliputi perlengkapan sesaji, makna kemenyan, nama jenis gerakan dan makna filosofinya dalam pentas enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

3.5.2.5 Pada Tanggal 8 Februari 2013, wawancara dengan Bapak Casmadi mendapatkan data lengkap tentang iringan, laras dan gamelan yang akan digunakan dalam pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

3.5.2.enam Pada tanggal 14 April 2013, wawancara dengan Masyarakat Desa Slarang Lor yaitu Kepala Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, dan mndapatkan data tentang peran dan minat masyarakat terhadap enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

3.5.3. Dokumentasi

(50)

Pengumpulan dokumentasi digunakan untuk menambah informasi dan pengetahuan yang telah diberikan oleh para informan. Dokumentasi juga dapat memperkuat suatu pendapat atau informasi dari informan. Bentuk informasi yang digunakan dalam penelitian adalah hasil wawancara, referensi, gambar dan rekaman wawancara yang memuat tentang pertunjukan kesenian enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Gambar dan rekaman wawancara yang telah diambil dijadikan sebagai bukti otentik agar hasil pengamatan tetap terjaga validasinya. 3.6. Teknik Keabsahan Data

Data atau dokumen yang diperoleh dalam penelitian kualitatif perlu diperiksa keabsahannya agar menjadi peneliti yang terdisiplin atau ilmiah. Pemeriksaan keabsahan data pada dasarnya selain untuk menyanggah pendapat bahwa penelitian kualitatif tidak ilmiah, juga merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan kualitatif (Moleong, 2007:320). Informasi perlu diperiksa kebenarannya dan membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan pada waktu berlainan, dan menggunakan metode yang berlainan.

(51)

tafsiran penelitian mengenai data itu. Teknik triangulasi ada pula kemungkinan bahwa kekurangan dalam informasi pertama mendapat tambahan pelengkap.

Teknik triangulasi yang digunakan adalah menggunakan sumber data. Sumber data tersebut didapat dari informasi dari berbagai pihak yaitu (1) penari enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor, Ibu Suwitri, pengendang sekaligus pengrawit Bapak Casmadi, pengrajin Topeng Tegal Bapak Dharma; (2) Bapak Nurochman Sudibyo YS dan Ibu Dyah Setyawati selaku Budayawan dan Sastrawati sehingga data yang diperoleh untuk mendapatkan makna simbolik pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Dlarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal dapat dipercaya. Dengan cara peneliti membandingkan data yang sudah didapat pada saat penelitian dan setelah penelitian. Contohnya kebenaran Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang didalamnya mengandung enam Jenis tari Topeng Slarang Lor.

3.7. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi, dokumntasi resmi, gambar, gambar dan sebagainya. Data tersebut sangat banyak, oleh sebab itu peneliti harus membaca, menelaah, dan mempelajari (Sumaryanto, 2007:105).

(52)

3.7.1. Mengenali dan mendeskripsikan komponen-komponen pertunjukan. Hal-hal ini yaitu struktur pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Peneliti mencoba mengenali dan memahami bentuk pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor dan simbol-simbol yang muncul dalam pertunjukan dan struktur dalam pertunjukan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

3.7.2. Memahami hubungan antara komponen-komponen pertunjukan dalam perjalanan ruang dan waktu. Mencari informasi tentang sejak kapan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor muncul di Desa Slarang Lor dan sejak kapan berkembang di Kabupaten Tegal sehingga kesenian enam Jenis Tari Slarang Lor dijadikan sebagai kesenian khas Tegal.

3.7.3. Melakukan interpretasi bedasarkan konsep dan latar belakang sosilal, budaya, konteks pertunjukan, gaya, genre, tema dan konsep interpretasi spesifik. Mengumpukan data selengkap-lengkapnya dan memahami seperti apa latar belakang sosial budaya masyarakat Desa Slarang Lor sehingga kesenian dalam bentuk enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor bisa berkembang di Desa Slarang Lor.

(53)
(54)

39

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Slarang Lor

Lokasi Penelitian enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor berpusat pada Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Desa Slarang Lor merupakan salah satu dari sepuluh Desa yang ada di wilayah Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Desa Slarang Lor mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru 2. Sebelah Barat : Desa Randusari Kecamatan Pagerbarang 3. Sebelah Selatan : Desa Slarang Kidul Kecamatan Lebaksiu 4. Sebelah Timur : Desa Dukuhdamu Kecamatan Lebaksiu

Desa Slarang Lor terletak 4 km dari pusat Kecamatan dan 7 km dari pusat Ibu kota Kabupaten Tegal. Luas wilayah Desa Slarang Lor ± 308.089 Ha, meliputi tanah persawahan seluas ±245.202 Ha; tanah pemukiman seluas ± 47.887 Ha, dan tanah lapangan dan sekolah seluas ±14 Ha.

Pembagian wilayah Desa Slarang Lor dalam lingkup lebih kecil dibagi menjadi wilayah dusun atau pedukuhan yaitu:

1. Bagian Utara : pedukuhan Krasak

2. Bagian Tengah : pedukuhan Slarang Geblag 3. Bagian Selatan : Pedukuhan Kali Wuluh

(55)

Tabel 4.1

Desa yang berada di Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal

No Nama Desa

1. Desa Kabunan 2. Desa Pedagangan 3. Desa Gumayun

( Sumber : Data Monografi Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, Tahun 2013)

(56)

4.1.2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Slarang Lor

Penduduk Desa Slarang Lor dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa krama dan bahasa Indonesia. Melalui sistem pengetahuan yang dimiliki penduduk Desa Slarang Lor mampu menyesuaikan dengan keadaan alam sekitarnya dan mampu meningkatkan produktifitas kebutuhan sehari-hari. Penerapan sistem pengetahuan ini dapat dilihat penduduk Desa Slarang Lor dalam menerapkan teknologi seni bangunan tradisional pada pembuatan rumah, disamping itu juga ada sebagian penduduk yang membangun rumah dengan ciri modern.

Masyarakat Desa Slarang Lor untuk generasi tua umumnya cenderung lebih menyukai kesenian yang telah lama dikenal. Dengan sendirinya regenerasi ini dapat memberikan apresiasi yang tinggi terhadap kesenian yang berkembang didaerah tersebut, termasuk enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor.

(57)

Kondisi sosial budaya masyarakat Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek pedidikan, sosial serta nilai-nilai tradisi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat setempat.

4.1.2.1 Aspek Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Slarang Lor sudah maju. Berikut tabel mengenai tingkat pendidikan bagi penduduk Desa Slarang Lor.

Tabel 4.2

Penduduk Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal berdasarkan Tingkat Pendidikan

( Sumber : Data Monografi Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, Tahun 2013)

Tabel 4.2 adalah tabel yang menunjukan tingkat pendidikan Desa Slarang Lor, dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan umum yaitu pendidikan SD, SMP, dan SMA sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan khusus yaitu pendidikan sekolah luar biasa dan pendidikan non formal. Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal memiliki taraf pendidikan yang sudah tinggi yaitu dapat dilihat dengan masyarakat Desa Slarang Lor yang lulus pada pendidikan tingkat umum masih banyak yaitu persentase 99,31% dan yang lulus pada pendidikan khusus yaitu dengan persentase 0,69%.

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1. Lulusan Pendidikan Umum 4438 Orang 99,31 %

2. Lulusan Pendidikan Khusus 31 Orang 0,69 %

Jumlah 44enam9

Orang

(58)

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Slarang Lor mempengaruhi keberadaan kesenian Tari Topeng Slarang Lor yaitu dengan tingkat pendidikan yang sudah maju ini enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor sudah dikenal oleh masyarakat Desa Slarang Lor. Bahkan masyarakat diluar Desa Slarang Lor sudah mulai mengenal enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Pengenalan ditandai dengan adanya anak-anak yang hendak melanjutkan pendidikan tingkat SMP dan SMA bahkan perguruan tinggi yang bersekolah di luar daerahnya sendiri. Dengan demikian anak-anak yang tinggal di Desa Slarang Lor secara tidak langsung mempunyai teman di luar daerahnya sendiri dan dapat bercerita atau dalam bahasa Tegalnya sering disebut dengan getok tular yang artinya cerita dari mulut kemulut kepada teman sekolahnya tentang kesenian khas yang ada di daerahnya yaitu Tari Topeng Slarang Lor. Seperti yang dikatakan Suwitri pada wawancara pada 13 Maret 2013 yaitu:

(59)

Selain tingkat pendidikan, keberadaan penduduk dapat dilihat dari mobilitas sosial atau mutasi penduduk. Berikut tabel penduduk Desa Slarang Lor berdasarkan mobilitas penduduk:

Tabel 4.3

Penduduk Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal berdasarkan Mobilitas Penduduk

( Sumber : Data Monografi Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal, Tahun 2013)

Mobilitas Penduduk Desa Slarang Lor menurut tabel 4.3 dapat terlihat jumlah mobilitas penduduk dari yang lahir dan meninggal dunia. Dari data mobilitas penduduk Desa Slarang Lor yang meninggal dunia yaitu berjumlah 2enam orang yang terdiri dari masyarakat yang berusia 45 tahun keatas, hal ini mempengaruhi keberadaan tari Topeng Slarang Lor karena sebagian besar masyarakat Desa Slarang Lor yang berjumlah 2enam orang yang meninggal dunia sebagian besar orang tua yang menyukai Tari Topeng Slarang Lor.

4.2. Gambaran Umum Tari Topeng Slarang Lor

Kondisi wilayah Kecamatan Dukuhwaru dikenal sebagai salah satu Kecamatan yang memiliki suatu bentuk kesenian yang membanggakan Kabupaten Tegal. Kebanggaannya dikarenakan di Kecamatan Dukuhwaru memiliki salah satu potensi besar kesenian yaitu tari Topeng. Sebagaimana tari topeng yang

No Mobilitas/Mutasi Penduduk Jumlah

1. Lahir 125 Orang

2. Mati 26 Orang

3. Datang -

(60)

tersisa dan berkembang sejak zaman kejayaan Kerajaan Majapahit yang kemudian hijrah dan berkembang di daerah ini sehingga menjadi kesenian tradisional khas Kabupaten Tegal, seperti seni tari topeng Bali, tari topeng Malang, Losari Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon dan Pekandangan Indramayu.

Berbagai kesenian tradisional memang telah lama tersebar di Kabupaten Tegal hingga ke pelosok pedesaan. Kesemuanya itu memiliki berbagai macam corak, ciri, dan fungsi yang berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat pendukungnya. Sayangnya perkembangan seni budaya di Tegal tidak didokumentasi secara baik. Apalagi setelah Kabupaten Tegal dibagi dua dengan kota Madya Tegal. Masyarakat lebih dipacu ke khasan industri. Sedang perkembangan seni budaya tidak lagi diperhatikan. Kalaupun sekarang masih ada beberapa group wayang itu pun bertahan tidak lama. Kecuali wayang inovatif yang dilakukan Ki Entus Susmono di Desa Bengle Kecamatan Talang.

Kesenian khas Tegal lainnya yang sudah tidak mungkin laku lagi dijadikan hIburan masyarakat, namun tetap dipertahankan sampai kini adalah wayang suket, wayang pring, sintren, braen, balo-balo, kuntulan, kentrung, wayang nggremeng, dan wayang golek cepak serta seni tari Topeng.

Seni Tari Topeng Slarang Lor menjadi salah satu kesenian yang kelak dikembangkan secara generasi dari masa ke masa. Diketahui bahwa enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor merupakan kekayaan bentuk kesenian tari tradisional khas Tegal, yang sudah hidup dan berkembang sejak jaman sebelum Islam.

(61)

menjadi tua. Jika semula tari topeng di jaman Hindu Kerajaan Majapahit berjumlah ratusan wanda (wajah atau pamor dan karakter), akibat dari runtuhnya kerajaan Majapahit seni Tari Topeng pun bergerak pindah ke Bali, dan sampai pula ke daerah Malang (Jawa Timur) masih terjaga kira-kira lima puluhan jenisnya, dan bisa digunakan sebagai materi pagelaran “wayang topeng”.

Sampai di Tegal secara turun temurun hanya mampu dipertahankan 12

wanda (pamor atau wajah) dengan 12 tarian dan karakternya masing-masing. Namun sejak meninggalnya Ibu Darem generasi ke tujuh penerus penari topeng Slarang Lor, kini hanya bisa dimainkan Suwitri enam Jenis tarian saja.

Latar belakang lahirnya enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang berada di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal dapat dilihat dari dua aspek yaitu, asal-usul adanya Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor dan profil penerus enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

4.2.1. Asal-usul Lahirnya Kesenian Tari Topeng Slarang Lor

Kesenian yang bersifat tradisional memiliki latar belakang atau sejarah, begitu juga dengan kesenian Tari Topeng Slarang Lor. Tari Topeng Slarang Lor dilestarikan dan dikembangkan di Jln. Masjid RT 01 RW 02 Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Seperti yang dikatakan pada wawancara dengan Purwanti tanggal 14 April 2013 tentang sejarah adanya Tari Topeng Slarang Lor yaitu:

(62)

Ronggeng Warmi” (Tari Topeng Slarang Lor adalah tarian warisah dari Mbah saya yaitu Mbah Darmi . saya bisa menghafal enam Jenis Tari Topeng yang diwariskan Mbah saya, dahulu Tari Topeng disebut Ronggeng Warmi karena yang bisa menarikannya Cuma Mbah Warmi.

Tari Topeng Slarang Lor sekitar tahun 1950 dikenal dengan nama

Ronggeng Warmi oleh masyarakat Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Hal ini karena tokoh penerus dan pelestarinya lebih dominan dikenal ketimbang nama atau jenis kesenian tersebut. Bahkan pada umumnya saat itu masyarakat belum dapat membedakan antara Ronggeng dengan Tari Topeng. Warmi memang penari Topeng Gaya Tegal yang berasal dari Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal.

Warmi mewarisi 12 Jenis Tarian dan keahlian menarinya itu diperoleh dari orang tuanya yang bernama Darmi berasal dari Desa Bogares Kidul, Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal dan pada saat ini keahliannya itu diwariskan pada cucunya yang bernama Suwitri. Walaupun tidak semua jenis Tari Topeng Slarang Lor diwariskan pada Suwitri, karena 12 jenis tarian yang dikuasai Ibunya hanya mampu dikuasainya separuh saja. Suwitri pun sampai sekarang hanya mampu mementaskan enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor. Seperti yang dikatakan Suwitri (66 tahun) pada wawancara tanggal 14 April 2013 yaitu:

(63)

ada musik yang berbunyi saya dan Ibu saya akan menari saja.

Pada jaman dahulu yaitu sekitar tahun 1950 setiap pasca panen padi, Warmi bersama anggota keluarganya berkeliling dari desa ke desa untuk menjual jasa seninya sebagai tambahan penghasilan istilahnya ngamen. Kemanapun Warmi pergi berkeliling untuk menari ngamen dan mengharap (ditanggap), putrinya yang bernama Suwitri selalu dibawanya. Tentu saja dengan harapan anak perempuannya dapat mewarisi keahlian yang dimilikinya. Warmi ingin Suwitri bisa menjadi penerus seni Tari Topeng Slarang Lor. Tari Topeng Slarang Lor seringkali ditanggap oleh masyarakat untuk keperluan hajatan sunatan, temanten, turun tanah, nazar dan lainnya sebagai sarana hiburan. (wawancara, Ibu Purwanti April 2013).

Tari Topeng Slarang Lor dipentaskan dihalaman penanggap di pekarangan yang luas. Biasanya di daratan yang rata dan berpanorama pedesaan yang indah sebagai latar belakangnya. Setiap ada pagelaran Tari Topeng Slarang Lor atau yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai kesenian Ronggeng, penonton yang menyaksikan banyak sekali. Mereka terdiri dari kalangan orang tua, remaja dan anak-anak. Kondisi ini menunjukkan masa itu masyarakat pedesaan sangat haus akan hiburan.

Gerak 12 Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang ditampilkan oleh Ronggeng

Warmi sangat indah, lincah dan dinamis serta bermakna. Begitu pula wanda

(64)

melakukan keramas rambut, mandi dan dalam satu minggu menjalani ngasrep

(makan, minum serba tawar), serta menyiapkan sesaji atau sesajen dengan harapan penghormatan pada roh leluhur. Pementasan Tari Topeng Slarang Lor selalu saja berjalan lancar, selamat, banyak penontonnya, banyak yang menanggap dan banyak uang yang diperoleh. Seperti yang dikatakan Purwanti (42 tahun) pada wawancara tanggal 14 April 2013 yaitu:

“Sejak jamane buyut Darem masih hidup. Setiap arep pertunjukan tari Topeng Slarang Lor dipentasna pasti wonten Rituale ndisit mbak. Sesaji sing diperlukna bangsane: pepohonan, reruawatan, wringin, cindong, tebu wulung, pring gading, sesajen berupa makanan, nasi tumpeng panggang ayam, nasi bucet 12 bucet, apem abang putih, banyu kembang tujuh rupa, kupat lupet, juanda pasar. Sampe diwarisna anak cucu adat kuwe ora bakalan ilang. (sejak jaman mbah buyut darem masih hidup. Setiap akan diadakan Tari Pertunjukan Topeng Slarang Lor pasti ada Ritual terlebih dahulu mbak. Sesaji yang diperlukan diantaranya: pepohonan, reruawatan, wringin, cindong, tebu wulung, bambu gading, sesajen berupa makanan, nasi tumpeng panggang ayam, nasi bucet 12 bucet, apem merah putih, air bunga tujuh rupa, kupat lupet, juanda pasar).

Saat Warmi berusia lanjut, Warmi memutuskan sendiri untuk berhenti menari. Semua gamelan dan topengnya dipindah tangankan pada kolektor barang-barang antik dengan kata lain dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kondisi usia, kesehatan dan ekonomi Warmi ini menjadikan masyarakat Slarang Lor merasa kehilangan sebab untuk memperolehnya kembali materi tersebut akan sulit dan sangat tidak mungkin bisa diperoleh kembali.

(65)

dari keahlian Ibunya, enam Jenis Tari Topeng Slarang Lor yang khas dan langka itu sampai kini masih dapat digelar atau dipentaskan kembali namun bukan dalam bentuk ngamen, melainkan undangan pentas (Soipah, 2007: 11-12).

4.2.2. Profil Penerus Tari Topeng Slarang Lor

Suwitri lahir di Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Suwitri saat ini telah berusia 66 tahun. Di usianya yang senja, Suwitri masih gigih dalam bekerja sebagai petani. Suwitri sudah lama menjanda karena suaminya meninggal dunia. Meskipun anak-anak Suwitri sudah berkeluarga ia masih tetap bekerja dan berusaha. Suwitri tinggal di rumah kecil yang bangunannya sudah direnovasi dari hasil bantuan dari Universitas Pancasakti Tegal.

Gambar 1 Suwitri

(Foto: Irchami Putriningtyas, April 2013)

Gambar

gambar pada proses pertunjukan dan peneliti juga merekam seluruh kegiatan
Tabel 4.1 Desa yang berada di Kecamatan Dukuhwaru
tabel mengenai tingkat pendidikan  bagi penduduk Desa Slarang Lor.
Tabel 4.3 Penduduk Desa Slarang Lor Kecamatan Dukuhwaru Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian bentuk pertunjukan tari Silakupang Sanggar Tari Srimpi Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang adalah urutan sajian pertunjukan tari Silakupang

Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa Tari Ngancak Balo merupakan tari yang mempunyai bentuk pertunjukan yaitu gerak, pola lantai, tata busana dan tata rias, iringan, tata

Jadi, secara keseluruhan menurut pengakuan para informan mengenai konstruksi makna perempuan dalam tari topeng puteri bagi penari sanggar Rengkak Katineung ini ditentukan

Properti tari ini memiliki makna simbolik yaitu jaran menyimbolkan kekuatan dan kekuasaan, pedang memiliki simbol senjata perang, pecut simbol mulai pertunjukan,

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur gerak Tari Topeng Klana Udeng di sanggar Mulya Bhakti di Desa Tambi Kecamatan Sliyeg Kabupaten

Eksistensi kesenian Tari Topeng Gaya Tegal jadi kurang diperhatikan dan cenderung padahal dengan adanya UU Hak Cipta Pemerintah daerah juga memiliki kewajiban ndungi dan

Sembah syukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus karena penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Tari Topeng Ayu

Sebagai penunjang dalam mengungkapkan karakter pada penari dalam pertunjukan Tari Topeng Klana Udeng tersebut, busana juga dapat dijadikan sebagai penunjang dalam