MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKKAN TARI SINTREN DI DESA PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Program Pendidikan Bahasa Sastra Daerah
Oleh :
Mohamad Solehudin 1211300914
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2
PENGESAHAN SCAN
MOTO
Berusahalah sebaik-baiknya pada saat ini, jangan khawatirkan apa yang akan kau
hadapi besok, sesungguhnya Tuhanku bersamamu, dia akan memberi petunjuk.
(QS. Asy-Syu’ara [26] :62)
Kunci sukses adalah dengan melawan rasa malas untuk satu alasan yang
menuntut kita agar segera manatap masa depan yang terang.
(Penulis)
Kesuksesan akan terwujud dengan adanya kemauan, tekad dan kerja keras.
(Penulis)
Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh
direbut manusia adalah menunjukkan diri sendiri.
(R.A. Kartini)
6
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Orang tua tercinta, terimakasih atas kasih sayang, dukungan moral dan
materil serta doa dengan sepenuh hati untuk keberhasilan penulis.
2. Pasangan tersayang Niken Oktabriana yang selalu memberi motivasi,
dukungan dan semangat tiada henti.
3. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberi motivasi, dukungan dan
semangat yang tiada henti.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya, dan dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna
Simbolik Pertunjukkan Tari Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang
Kabupaten Pemalang” ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka
mencapai derajat Sarjana Strata Satu Kependidikan Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat berhasil dengan
baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Triyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Widya Dharma
Klaten.
2. Bapak Drs. H. Udiyono, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Widya Dharma Klaten.
3. Bapak Drs. Luwiyanto, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan dan
Sastra Daerah Universitas Widya Dharma Klaten.
4. Ibu Dra. Hj. Nanik Herawati, M,Hum., selaku pembimbing I yang telah
memberikan waktu untuk membimbing dan mengarahkan dengan sabar sehingga
8
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Krisna Pebryawan., S.S., M.Pd., selaku pembimbing II yang telah
memberikan waktu dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Universitas Widya Dharma Klaten yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna.
7. Orang tua dan pasangan yang sangat menyayangi penulis, terimakasih telah
memberikan segenap cinta dan kasih, doa yang tulus, serta nasihat yang tiada
henti demi keberhasilan penulis.
8. Segenap keluarga besar, teman-teman seperjuangan, keluarga besar PBSD,
terimakasih atas bantuan serta semangatnya, sampai akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian penulisan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
perbaikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Klaten, 8 November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis... 9
10
2. Manfaat Praktis ... 9
G. Sistematika Penulisan... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI ... 11
1. Makna Simbolik ... 11
2. Kesenian Sintren ... 13
3. Hakikat Sastra Lisan ... 14
4. Pendekatan Hermeneutik ... 16
B. Kerangka Berpikir ... 18
C. Tinjauan Pustaka ... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pengertian Metode Penelitian ... 21
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
C. Objek Penelitian ... 22
D. Data dan Sumber Data ... 23
E. Teknik Pengumpulan Data ... 23
F. Validitas Data ... 25
G. Teknik Analisis Data ... 25
H. Teknik Penyajian Data ... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Proses Pelaksanaan Pertunjukkan Tari Sintren ... 28
1. Dupan ... 30
2. Paripurna ... 30
3. Balangan ... 32
B. Makna Simbolik yang Terkandung dalam Rangkaian Pertunjukkan Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang………...………. 36
1. Dupan ... 36
2. Paripurna ... 37
3. Balangan ... 40
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 42
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN
12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Catatan Lapangan Wawancara ... 48
2. Dokumentasi ... 53
ABSTRAK
Mohammad Solehudin, 1211300914. Skripsi “Makna Simbolik Pertujukkan Tari Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang”.Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten. Pembimbing I Dra. Hj. Nanik Herawati, M.Hum, Pembimbing II Krisna Pebryawan., S.S., M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan prosesi pertunjukan dalam kesenian sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang (2) menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara secara mendalam terhadap pawang, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis data yang bersifat kualitatif dengan pendekatan hermeneutik. Analisis ini mendeskripsikan dan menafsirkan makna simbolik dalam pertunjukan kesenian sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Rangkaian prosesi pertunjukan sintren meliputi: (a) dupan (b) paripurna (c) balangan(2) Makna simbolik pertunjukan sintren meliputi: (a) dupan mempunyai makna simbolik sebuah rasa karena kemenyan melambangkan sebuah rasa/aroma yang dapat di rasakan oleh seseorang yaitu manusia memeiliki rasa, cipta dan karsa yang membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna(b) paripurana mempunyai makna simbolik perjalanan kehidupan manusia didunia (c) balangan mempunyai makna simbolik uang yang dilempar melambangkan bahwa manusia jatuh karena harta, jika ia memiliki harta yang banyak ia bisa jatuh tanpa sadar kedalam kesombongan dan keangkuhan, sehingga ia akan jauh dari Allah SWT.
Kata kunci: tari sintren, Pemalang, dan makna simbolik.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesenian merupakan sebuah hasil karya manusia yang tidak lepas dari
kehidupannya. Dari seni, akan tercipta sebuah keharmonisan dan kenikmatan,
baik secara fisik maupun batiniah. Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan
yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat dengan perkembangan
manusia yang berubah, seperti di era globalisasi seperti saat ini.
Seni tradisional merupakan seni asli daerah yang sepantasnya kita
lestarikan. Siapa tidak bangga terhadap kesenian tari tradisional Indonesia yang
begitu banyak. Dari sekian banyak Negara yang ada di dunia, Indonesialah yang
memiliki kesenian tari yang sangat beragam. Mulai dari Sabang sampai Merauke,
setiap suku memiliki seni tari yang berbeda, mereka memiliki seni tari khas
daerah mereka sendiri. Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian tradisional asli
Indonesia. Seperti Tari Saman Meusekat yang berasal dari Aceh, Tari Piring dari
Sumatera Barat, Tari Makan Sirih dari Riau, Tari Bidadari Teminang Anak dari
Bengkulu, Tari Campak dari Bangka Belitung, Tari Sintren dari Jawa, dan
sebagainya. Akan tetapi, saat ini banyak seni tari yang dimiliki Indonesia tidak
terwarisi dengan baik dari generasi ke generasi berikutnya. Perubahan dan
perkembangan zaman hampir mengikis keberadaan seni tari yang ada.Salah satu
kesenian tradisional yang sudah hampir punah adalah kesenian sintren.
Tengah bagian barat yaitu daerah Cilacap dan Brebes, serta wilayah Jawa Barat
bagian timur yaitu daerah Cirebon dan Ciamis. Sintren adalah seni pertunjukan
rakyat Jawa-Sunda, kesenian tari yang bersifat mistis. Memiliki ritual magis
tradisional tertentu yang mencengangkan (Budiono, 2008:207). Sintren adalah
sebutan kepada pemeran utama dalam satu jenis kesenian, tetapi akhirnya sebutan
itu menjadi satu nama jenis kesenian.
Sintren merupakan tari tradisional yang berasal dari pesisir utara pantai
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Daerah persebaran kesenian ini diantaranya
Pemalang, Majalengka, Jati Barang, Brebes, Banyumas, dan Pekalongan. Sintren
dikenal juga dengan nama lain yaitu “Lais”. Kesenian sintren ini sebenarnya
merupakan tarian mistis, karena dalam ritualnya mulai dari permulaan hingga
akhir pertunjukan banyak ritual magis untuk memanggil roh atau dewa, agar
kesenian ini semakin memiliki sensasi seni yang kuat dan unik.
Asal usul munculnya kesenian sintren ini, tidak lepas dari sebuah cerita
yang melatar belakangi kesenian ini. Ada dua versi yang menjadi latar belakang
dari cerita kesenian ini, yang pertama adalah kisah percintaan Ki Joko Bahu
(Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja
Mataram, untuk memisahkan mereka Sultan Agung memerintahkan Bahurekso
untuk menyerang VOC di Batavia. Bahurekso melaksakan titah Raja dan
berangkat ke Batavia dengan menggunakan perahu Kaladita (Ka-Adi-Duta).Saat
berpisah dengan Ratamsari, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai tanda
cinta.
3
peperangan, sehingga Rantamsari begitu sedih mendengar orang yang dicintai
sudah mati. Terdorong rasa cintanya yang begitu besar dan tulus, maka
Rantamsari berusaha melacak jejak gugurnya Bahurekso. Melalui perjalanan
sepanjang wilayah pantai utara Rantamsari menyamar menjadi seorang penari
sintren dengan nama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan pemberian
Bahurekso akhirnya Dewi Rantamsari dapat bertemu Bahurekso yang sebenarnya
masih hidup.
Karena kegagalan Bahurekso menyerang Batavia dan pasukannya banyak
yang gugur, maka Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram, melainkan pulang
ke Pekalongan bersama Dewi Rantamsari dengan maksud melanjutkan
pertapanya untuk menambah kesaktian dan kekuatannya untuk menyerang
Batavia lain waktu. Sejak itu Dewi Rantamsari dapat hidup bersama Bahurekso
sampai akhir hayat.
Versi kedua yaitu cerita tentang Sulasih dan R.Sulandono seorang putra
Bupati Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan
Rr.Rantamsari. Percintaan Sulasih dan R.Sulandono tidak direstui oleh orang tua
R.Sulandono, sehingga R.Sulandono diperintahkan ibundanya untuk bertapa dan
diberikan selembar kain (sapu tangan) sebagai sarana kelak untuk bertemu dengan
Sulasih setelah masa bertapanya selesai. Sulasih diperintahkan untuk menjadi
penari pada setiap acara bersih desa yang diadakan sebagai syarat dapat bertemu
dengan R. Sulandono.
Tepat pada saat bulan purnama diadakan upacara bersih desa dan diadakan
berbagai pertunjukan. R.Sulandono turun dari pertapanya secara
mengalami “trance” dan saat itu pula R. Sulandono melemparkan sapu tangannya
yang disebut sebagai “Balangan”. Dengan ilmu yang dimiliki R. Sulandono
maka Sulasih dapat dibawa kabur dan keduanya dapat mewujudkan cita-citanya
untuk bersatu.
Untuk menjadi seorang sintren, persyaratan yang utama adalah penari
diharuskan masih gadis dan perawan hal ini dikarenakan seorang sintren harus
dalam keadaan suci dan penari sintren merupakan “bidadari” dalam pertunjukan.
Bahkan sebelum menjadi seorang sintren sang gadis diharuskan berpuasa terlebih
dahulu, hal ini dimaksudkan agar tubuh si gadis tetap dalam keadaan suci, karena
dengan berpuasa otomatis si gadis akan menjaga tingkah laku agar tidak berbuat
dosa dan berzina. Sehingga tidak menyulitkan bagi roh dan dewa yang akan
masuk kedalam tubuhnya.
Kesenian sintren awalnya disajikan pada waktu sunyi pada malam bulan
purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi jika di pentaskan
pada malam kliwon. Di dalam kesenian sintren terdapat ritual dan gerakan yang
sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya rohhalus yang menjelma menjadi
satu dengan sintren.
Persamaan pertunjukan sintren zaman dahulu hingga sekarang adalah
terkadang pertunjukan kesenian ini bisa juga digunakan untuk memeriahkan
hajatan perkawinan atau sunatan. Perbedaannya pada saat ini adalah waktu
pertunjukan sintren semakin singkat dan terkadang ada yang memanipulasi
pertunjukan artinya pertunjukan sudah tidak melibatkan roh halus, tetapi saat ini
5
orkes, mungkin hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian penonton lebih
banyak.Dalam pertunjukan sintren saat ini banyak grup yang menampilkan
kepura-puraan dalam pertunjukannya. Misalnya, ada yang berpura-pura
kerasukan, lalu mantra yang dibacakan terkadang tidak benar sehingga tidak
mengeluarkan nuansa magis, adapula yang menjadi penari tidak benar-benar
gadis. Penampilannya muda dan menarik bahkan pakaian yang ditampilkan oleh
pendamping sintren/dayang menggunakan pakaian yang modern hanya untuk
menarik penonton.
Kesenian sintren sebagai produk kebudayaan sudah tentu mempunyai
simbol-simbol yang mengandung makna, pesan-pesan dan nasehat bagi
masyarakat. Dalam pelaksaan pertunjukan sintren sebagai tarian tradisional di
kabupaten Pemalang terdapat beberapa istilah sebagai simbol yang mengandung
makna dan arti dalam kesenian tersebut. Namun pesan dan nasehat yang
tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut tidak akan memiliki makna, apabila
simbol-simbol tersebut tidak dipahami. Makna simbolik dalam pertunjukan
kesenian sintren tidak hanya ditandai dengan bagaimana pertunjukan kesenian
sintren tersebut dipentaskan. Tetapi harus kita pahami dengan seksama untuk
mendapatkan sebuah filosofi yang bermakna.
Kesenian tradisional khususnya kesenian sintren ini tidak lepas dari
kehidupan sosial. Simbol-simbol yang ada dalam pelaksaan kesenian sintren
mempunyai filosofi yang baik bagi kehidupan masyarakat. Pada kesenian sintren
ini jika kita dapat memahami setiap simbol dalam pertunjukannya, maka kita akan
wawasan dan ilmu bagi masyarakat. Selain menambah wawasan, penelitian ini
bisa memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat dengan mengetahui
makna yang terkandung dari simbol-simbol pertunjukan yang awalnya hanya
dipandang sebelah mata. Maka dari itu peneliti memilih kesenian sintren ini
sebagai objek penelitian, agar masyarakat menyadari apa makna dari kesenian
sintren dan betapa pentingnya kita sebagai masyarakat Indonesia tetap
melestarikan keanekaragaman kesenian tradisional di Indonesia khusunya sintren.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini meniktikberatkan pada
makna simbolik dari pertunjukan tari sintren yang terdapat di Desa Paduraksa
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, agar kesenian tersebut dapat
dilestarikan dan lebih dikenal oleh masyarakat luar. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang makna yang
terkandung dalam kesenian sintren. Masyarakat penyelenggara kesenian sintren
diharapkan memahami makna yang terkandung dalam rangakaian prosesinya,
mempunyai sikap yang positif dan mendukung upaya pelestarian tarian-tarian
tradisional seperti tarian sintren khususnya di Desa Paduraksa Kecamatan
Pemalang Kabupaten Pemalang.
B. Identifikasi Masalah
Dalam kesenian sintren menyajikan berbagai kemenarikan dan keunikan
dalam rangkaian pertunjukannya yaitu sebagai berikut :
1. Proses rangkaian pertunjukan tari sintren.
7
3. Perlengkapan dalam pertunjukan tari sintren.
C. Pembatasan Masalah
Setelah menyaksikan pertunjukan tari sintren dan terdapat beberapa istilah
pada pertunjukkan tari tersebut, maka peneliti memberikan batasan masalah pada
makna simbolik dalam rangkaian pertunjukkan tari sintren.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah maka masalah penelitian ini ditemukan
sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pelaksanaan pertunjukkan tari sintren di Desa Paduraksa
Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang?
2. Bagaimana makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan
tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan proses pelaksanaan pertunjukkan tari sintren di Desa
Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.
2. Menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan
tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
pengkajian makna pertunjukkan tari sintren.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
a. Masyarakat, sebagai tambahan informasi tentang kesenian tari sintren.
b. Generasi muda, sebagai tambahan pengetahuan tentang warisan budaya
kesenian tari sintren.
c. Peneliti, sebagai referensi untuk penelitian sejenis.
d. Pendidik, sebagai referensi untuk pelajaran tentang budaya Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan tinjauan pustaka yang
terdiri dari landasan teori, makna simbolik, kesenian sintren, hakikat sastra lisan,
pendekatan hermeneutik, kerangka berpikir, dan tinjauan pustaka.
Bab III, berisi metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian,
tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik
9
Bab IV, berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari proses
pelaksanaan pertunjukkan tari sintren dan makna simbolik yang terkandung dalam
rangkaian pertunjukkan sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang
Kabupaten Pemalang.
Bab V, berisi penutup yang terdiri simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
diperoleh beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Rangkaian Proses Pelaksanaan Kesenian Sintren di Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang
Pra pertunjukkan adalah saat dimulainya tabuhan gamelan, bertujuan
untuk tanda bahwa akan dimulainya pertunjukkan tari sintren dan maksudkan
untuk mengumpulkan penonton, dilanjutkan dengan acara “Dupan” yaitu
acara doa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan untuk
mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga terhindar dari
mara bahaya.
Prosesi sintren selanjutnya “Paripurna”, saat sang gadis dililit dari ujung
kepala sampai ujung kaki, kemudian dimasukkan kedalam kurungan ayam
seukuran manusia yang sudah disiapkan. Kemenyan di bakar, penari
pendamping menabur bunga. Dan saat kurungan dibuka gadis yang dililit
sudah berubah penampilan, si gadis memakai baju penari berwarna merah,
38
dalam kondisi tak sadar. Sintren menari dengan lemah gemulai, sang sintren
menari sambil diiringi oleh sinden dan penabuh gamelan. Bila sintren merasa
lemas, maka ia akan memberitahu widadari untuk kembali kedalam kurungan.
Sintren dikurung kembali oleh widadari, kemudian pawang akan menutup
kurungan dengan memberikan asap kemenyan di atas kurungan tersebut. Saat
penari sintren dalam kurungan, maka sinden akan menyanyikan nyanyian
tembang waru. Maksud dari tembang ini adalah menyemangati sintren agar ia
mau menari lagi dan siap menghibur para penonton.
Prosesi selanjutnya adalah acara “balangan” yaitu pada saat penari sintren
sedang menari, maka dari arah penonton ada yang melempar kain kearah
sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan terjatuh pingsan
dan saat itulah sang pawang dengan menggunakan mantra mengusapkan
kedua tangan penari sintren dengan asap kemenyan diteruskan dengan
mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi
sehingga penari sintren dapat melanjutkan tariannya. Namun pada saat
balangan itu, bukan sekedar kain saja yang dilemparkan, tetapi kain yang
sudah diselipkan uang didalamnya yang kemudian akan diberi minyak wangi
sintren oleh sang pawang.
2. Makna Simbolik Pertunjukkan Tari Sintren
Ada beberapa istilah dalam rangkaian kesenian sintren yang memiliki
makna yang terkandung dari pertunjukan kesenian sintren. istilah-istilah yang
memiliki makna simbolik dalam kesenian sintren terdapat pada tahapan
pelaksanaanya. Istilah-istilah tersebut yaitu sebagai berikut.
Makna simbolik dari istilah “Dupan” ini melambangkan sebuah rasa
karena kemenyan melambangkan sebuah rasa/aroma yang dapat di rasakan
oleh seseorang yaitu manusia memiliki rasa, cipta dan karsa yang
membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna.
b. Paripurna
Makna simbolik dari istilah “paripurna” ini adalah tentang perjalanan
kehidupan manusia di dunia, dijelaskan pada tahap pertama bahwa
manusia pada saat pertama kali lahir ke dunia masih dalam keadaan suci
dan bersih tanpa sehelai benang. Tahap yang kedua yaitu kurungan dan tali
yang melambangkan sebagai dunia yaitu tempat bernaungnya manusia dan
manusia mempunyai ikatan batin dengan Allah SWT. Ketiga lepas dari
ikatan tali dan keluar dari kurungan yaitu dianggap kebebasan seorang
manusia, dan pembakaran kemenyan yang tidak boleh berhenti
melambangkan sebuah rasa karena manusia memiliki rasa, cipta dan karsa
yang membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna.
c. Balangan
Makna simbolik dari istilah “Balangan”, balangan sendiri mempunyai arti
melempar uang. Uang yang dilempar melambangkan bahwa manusia jatuh
karena harta, jika ia memiliki harta yang banyak ia bisa jatuh tanpa sadar
kedalam kesombongan dan keangkuhan, sehingga ia akan jauh dari Allah
SWT.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran dari peneliti.
40
Bagi masyarakat penyelenggara kesenian sintren diharapkan memahami
makna yang terkandung dalam rangakaian prosesinya, mempunyai sikap
yang positif dan mendukung upaya pelestarian tarian-tarian tradisional seperti
tarian sintren
2. Saran kepada peneliti selanjutnya
Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang makna simbolik
pertunjukkan tari sintren Pemalang. Oleh karena itu, peneliti berharap pada
peneliti lain agar dapat melakukan penelitian lebih mendalam terhadap tarian
traisiaonal khususnya tari sintren dari aspek-aspek yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Djoko Surjo, R.M. Soedarsono, dan Djoko Soekiman. 1985. Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Budaya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Jawa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Herusatoto, Budiono.2008. Banyumas: Sejarah. Budaya. Bahasa dan Watak.Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Pengantar Studi sastra lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Luxemburg, dkk. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muhajir, Noeng. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tersito.
Padeta, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahmawati. 2014. Ungkapan Tradisional. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
___________________. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
___________________. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Ricard, E. Palmer. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supratno, Haris. 2010. Sosiologi Seni: Wayang Ssak Lakon Dewi Rengganis Dalam Konteks Perubahan Masyarakat Di Lombok. Surabaya: Unesa UniversityPress.
42
Sutopo, HB. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.