• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKKAN TARI SINTREN DI DESA PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKKAN TARI SINTREN DI DESA PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA SIMBOLIK PERTUNJUKKAN TARI SINTREN DI DESA PADURAKSA KECAMATAN PEMALANG KABUPATEN PEMALANG

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Program Pendidikan Bahasa Sastra Daerah

Oleh :

Mohamad Solehudin 1211300914

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

2

(3)

PENGESAHAN SCAN

(4)
(5)

MOTO

Berusahalah sebaik-baiknya pada saat ini, jangan khawatirkan apa yang akan kau

hadapi besok, sesungguhnya Tuhanku bersamamu, dia akan memberi petunjuk.

(QS. Asy-Syu’ara [26] :62)

Kunci sukses adalah dengan melawan rasa malas untuk satu alasan yang

menuntut kita agar segera manatap masa depan yang terang.

(Penulis)

Kesuksesan akan terwujud dengan adanya kemauan, tekad dan kerja keras.

(Penulis)

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh

direbut manusia adalah menunjukkan diri sendiri.

(R.A. Kartini)

(6)

6

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

1. Orang tua tercinta, terimakasih atas kasih sayang, dukungan moral dan

materil serta doa dengan sepenuh hati untuk keberhasilan penulis.

2. Pasangan tersayang Niken Oktabriana yang selalu memberi motivasi,

dukungan dan semangat tiada henti.

3. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberi motivasi, dukungan dan

semangat yang tiada henti.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan

hidayah-Nya, dan dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna

Simbolik Pertunjukkan Tari Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang

Kabupaten Pemalang” ini dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka

mencapai derajat Sarjana Strata Satu Kependidikan Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat berhasil dengan

baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Triyono, M.Pd., selaku Rektor Universitas Widya Dharma

Klaten.

2. Bapak Drs. H. Udiyono, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Widya Dharma Klaten.

3. Bapak Drs. Luwiyanto, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan dan

Sastra Daerah Universitas Widya Dharma Klaten.

4. Ibu Dra. Hj. Nanik Herawati, M,Hum., selaku pembimbing I yang telah

memberikan waktu untuk membimbing dan mengarahkan dengan sabar sehingga

(8)

8

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Krisna Pebryawan., S.S., M.Pd., selaku pembimbing II yang telah

memberikan waktu dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Universitas Widya Dharma Klaten yang telah memberikan

ilmu yang sangat berguna.

7. Orang tua dan pasangan yang sangat menyayangi penulis, terimakasih telah

memberikan segenap cinta dan kasih, doa yang tulus, serta nasihat yang tiada

henti demi keberhasilan penulis.

8. Segenap keluarga besar, teman-teman seperjuangan, keluarga besar PBSD,

terimakasih atas bantuan serta semangatnya, sampai akhirnya skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian penulisan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

perbaikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Klaten, 8 November 2016

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoretis... 9

(10)

10

2. Manfaat Praktis ... 9

G. Sistematika Penulisan... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI ... 11

1. Makna Simbolik ... 11

2. Kesenian Sintren ... 13

3. Hakikat Sastra Lisan ... 14

4. Pendekatan Hermeneutik ... 16

B. Kerangka Berpikir ... 18

C. Tinjauan Pustaka ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pengertian Metode Penelitian ... 21

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

C. Objek Penelitian ... 22

D. Data dan Sumber Data ... 23

E. Teknik Pengumpulan Data ... 23

F. Validitas Data ... 25

G. Teknik Analisis Data ... 25

H. Teknik Penyajian Data ... 26

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pelaksanaan Pertunjukkan Tari Sintren ... 28

1. Dupan ... 30

2. Paripurna ... 30

3. Balangan ... 32

B. Makna Simbolik yang Terkandung dalam Rangkaian Pertunjukkan Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang………...………. 36

1. Dupan ... 36

2. Paripurna ... 37

3. Balangan ... 40

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN

(12)

12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Catatan Lapangan Wawancara ... 48

2. Dokumentasi ... 53

(13)

ABSTRAK

Mohammad Solehudin, 1211300914. Skripsi “Makna Simbolik Pertujukkan Tari Sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang”.Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Widya Dharma Klaten. Pembimbing I Dra. Hj. Nanik Herawati, M.Hum, Pembimbing II Krisna Pebryawan., S.S., M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan prosesi pertunjukan dalam kesenian sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang (2) menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara secara mendalam terhadap pawang, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis data yang bersifat kualitatif dengan pendekatan hermeneutik. Analisis ini mendeskripsikan dan menafsirkan makna simbolik dalam pertunjukan kesenian sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Rangkaian prosesi pertunjukan sintren meliputi: (a) dupan (b) paripurna (c) balangan(2) Makna simbolik pertunjukan sintren meliputi: (a) dupan mempunyai makna simbolik sebuah rasa karena kemenyan melambangkan sebuah rasa/aroma yang dapat di rasakan oleh seseorang yaitu manusia memeiliki rasa, cipta dan karsa yang membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna(b) paripurana mempunyai makna simbolik perjalanan kehidupan manusia didunia (c) balangan mempunyai makna simbolik uang yang dilempar melambangkan bahwa manusia jatuh karena harta, jika ia memiliki harta yang banyak ia bisa jatuh tanpa sadar kedalam kesombongan dan keangkuhan, sehingga ia akan jauh dari Allah SWT.

Kata kunci: tari sintren, Pemalang, dan makna simbolik.

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan sebuah hasil karya manusia yang tidak lepas dari

kehidupannya. Dari seni, akan tercipta sebuah keharmonisan dan kenikmatan,

baik secara fisik maupun batiniah. Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan

yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat dengan perkembangan

manusia yang berubah, seperti di era globalisasi seperti saat ini.

Seni tradisional merupakan seni asli daerah yang sepantasnya kita

lestarikan. Siapa tidak bangga terhadap kesenian tari tradisional Indonesia yang

begitu banyak. Dari sekian banyak Negara yang ada di dunia, Indonesialah yang

memiliki kesenian tari yang sangat beragam. Mulai dari Sabang sampai Merauke,

setiap suku memiliki seni tari yang berbeda, mereka memiliki seni tari khas

daerah mereka sendiri. Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian tradisional asli

Indonesia. Seperti Tari Saman Meusekat yang berasal dari Aceh, Tari Piring dari

Sumatera Barat, Tari Makan Sirih dari Riau, Tari Bidadari Teminang Anak dari

Bengkulu, Tari Campak dari Bangka Belitung, Tari Sintren dari Jawa, dan

sebagainya. Akan tetapi, saat ini banyak seni tari yang dimiliki Indonesia tidak

terwarisi dengan baik dari generasi ke generasi berikutnya. Perubahan dan

perkembangan zaman hampir mengikis keberadaan seni tari yang ada.Salah satu

kesenian tradisional yang sudah hampir punah adalah kesenian sintren.

(15)

Tengah bagian barat yaitu daerah Cilacap dan Brebes, serta wilayah Jawa Barat

bagian timur yaitu daerah Cirebon dan Ciamis. Sintren adalah seni pertunjukan

rakyat Jawa-Sunda, kesenian tari yang bersifat mistis. Memiliki ritual magis

tradisional tertentu yang mencengangkan (Budiono, 2008:207). Sintren adalah

sebutan kepada pemeran utama dalam satu jenis kesenian, tetapi akhirnya sebutan

itu menjadi satu nama jenis kesenian.

Sintren merupakan tari tradisional yang berasal dari pesisir utara pantai

Jawa Barat dan Jawa Tengah. Daerah persebaran kesenian ini diantaranya

Pemalang, Majalengka, Jati Barang, Brebes, Banyumas, dan Pekalongan. Sintren

dikenal juga dengan nama lain yaitu “Lais”. Kesenian sintren ini sebenarnya

merupakan tarian mistis, karena dalam ritualnya mulai dari permulaan hingga

akhir pertunjukan banyak ritual magis untuk memanggil roh atau dewa, agar

kesenian ini semakin memiliki sensasi seni yang kuat dan unik.

Asal usul munculnya kesenian sintren ini, tidak lepas dari sebuah cerita

yang melatar belakangi kesenian ini. Ada dua versi yang menjadi latar belakang

dari cerita kesenian ini, yang pertama adalah kisah percintaan Ki Joko Bahu

(Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja

Mataram, untuk memisahkan mereka Sultan Agung memerintahkan Bahurekso

untuk menyerang VOC di Batavia. Bahurekso melaksakan titah Raja dan

berangkat ke Batavia dengan menggunakan perahu Kaladita (Ka-Adi-Duta).Saat

berpisah dengan Ratamsari, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai tanda

cinta.

(16)

3

peperangan, sehingga Rantamsari begitu sedih mendengar orang yang dicintai

sudah mati. Terdorong rasa cintanya yang begitu besar dan tulus, maka

Rantamsari berusaha melacak jejak gugurnya Bahurekso. Melalui perjalanan

sepanjang wilayah pantai utara Rantamsari menyamar menjadi seorang penari

sintren dengan nama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan pemberian

Bahurekso akhirnya Dewi Rantamsari dapat bertemu Bahurekso yang sebenarnya

masih hidup.

Karena kegagalan Bahurekso menyerang Batavia dan pasukannya banyak

yang gugur, maka Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram, melainkan pulang

ke Pekalongan bersama Dewi Rantamsari dengan maksud melanjutkan

pertapanya untuk menambah kesaktian dan kekuatannya untuk menyerang

Batavia lain waktu. Sejak itu Dewi Rantamsari dapat hidup bersama Bahurekso

sampai akhir hayat.

Versi kedua yaitu cerita tentang Sulasih dan R.Sulandono seorang putra

Bupati Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan

Rr.Rantamsari. Percintaan Sulasih dan R.Sulandono tidak direstui oleh orang tua

R.Sulandono, sehingga R.Sulandono diperintahkan ibundanya untuk bertapa dan

diberikan selembar kain (sapu tangan) sebagai sarana kelak untuk bertemu dengan

Sulasih setelah masa bertapanya selesai. Sulasih diperintahkan untuk menjadi

penari pada setiap acara bersih desa yang diadakan sebagai syarat dapat bertemu

dengan R. Sulandono.

Tepat pada saat bulan purnama diadakan upacara bersih desa dan diadakan

berbagai pertunjukan. R.Sulandono turun dari pertapanya secara

(17)

mengalami “trance” dan saat itu pula R. Sulandono melemparkan sapu tangannya

yang disebut sebagai “Balangan”. Dengan ilmu yang dimiliki R. Sulandono

maka Sulasih dapat dibawa kabur dan keduanya dapat mewujudkan cita-citanya

untuk bersatu.

Untuk menjadi seorang sintren, persyaratan yang utama adalah penari

diharuskan masih gadis dan perawan hal ini dikarenakan seorang sintren harus

dalam keadaan suci dan penari sintren merupakan “bidadari” dalam pertunjukan.

Bahkan sebelum menjadi seorang sintren sang gadis diharuskan berpuasa terlebih

dahulu, hal ini dimaksudkan agar tubuh si gadis tetap dalam keadaan suci, karena

dengan berpuasa otomatis si gadis akan menjaga tingkah laku agar tidak berbuat

dosa dan berzina. Sehingga tidak menyulitkan bagi roh dan dewa yang akan

masuk kedalam tubuhnya.

Kesenian sintren awalnya disajikan pada waktu sunyi pada malam bulan

purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi jika di pentaskan

pada malam kliwon. Di dalam kesenian sintren terdapat ritual dan gerakan yang

sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya rohhalus yang menjelma menjadi

satu dengan sintren.

Persamaan pertunjukan sintren zaman dahulu hingga sekarang adalah

terkadang pertunjukan kesenian ini bisa juga digunakan untuk memeriahkan

hajatan perkawinan atau sunatan. Perbedaannya pada saat ini adalah waktu

pertunjukan sintren semakin singkat dan terkadang ada yang memanipulasi

pertunjukan artinya pertunjukan sudah tidak melibatkan roh halus, tetapi saat ini

(18)

5

orkes, mungkin hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian penonton lebih

banyak.Dalam pertunjukan sintren saat ini banyak grup yang menampilkan

kepura-puraan dalam pertunjukannya. Misalnya, ada yang berpura-pura

kerasukan, lalu mantra yang dibacakan terkadang tidak benar sehingga tidak

mengeluarkan nuansa magis, adapula yang menjadi penari tidak benar-benar

gadis. Penampilannya muda dan menarik bahkan pakaian yang ditampilkan oleh

pendamping sintren/dayang menggunakan pakaian yang modern hanya untuk

menarik penonton.

Kesenian sintren sebagai produk kebudayaan sudah tentu mempunyai

simbol-simbol yang mengandung makna, pesan-pesan dan nasehat bagi

masyarakat. Dalam pelaksaan pertunjukan sintren sebagai tarian tradisional di

kabupaten Pemalang terdapat beberapa istilah sebagai simbol yang mengandung

makna dan arti dalam kesenian tersebut. Namun pesan dan nasehat yang

tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut tidak akan memiliki makna, apabila

simbol-simbol tersebut tidak dipahami. Makna simbolik dalam pertunjukan

kesenian sintren tidak hanya ditandai dengan bagaimana pertunjukan kesenian

sintren tersebut dipentaskan. Tetapi harus kita pahami dengan seksama untuk

mendapatkan sebuah filosofi yang bermakna.

Kesenian tradisional khususnya kesenian sintren ini tidak lepas dari

kehidupan sosial. Simbol-simbol yang ada dalam pelaksaan kesenian sintren

mempunyai filosofi yang baik bagi kehidupan masyarakat. Pada kesenian sintren

ini jika kita dapat memahami setiap simbol dalam pertunjukannya, maka kita akan

(19)

wawasan dan ilmu bagi masyarakat. Selain menambah wawasan, penelitian ini

bisa memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat dengan mengetahui

makna yang terkandung dari simbol-simbol pertunjukan yang awalnya hanya

dipandang sebelah mata. Maka dari itu peneliti memilih kesenian sintren ini

sebagai objek penelitian, agar masyarakat menyadari apa makna dari kesenian

sintren dan betapa pentingnya kita sebagai masyarakat Indonesia tetap

melestarikan keanekaragaman kesenian tradisional di Indonesia khusunya sintren.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini meniktikberatkan pada

makna simbolik dari pertunjukan tari sintren yang terdapat di Desa Paduraksa

Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang, agar kesenian tersebut dapat

dilestarikan dan lebih dikenal oleh masyarakat luar. Dengan adanya penelitian ini

diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang makna yang

terkandung dalam kesenian sintren. Masyarakat penyelenggara kesenian sintren

diharapkan memahami makna yang terkandung dalam rangakaian prosesinya,

mempunyai sikap yang positif dan mendukung upaya pelestarian tarian-tarian

tradisional seperti tarian sintren khususnya di Desa Paduraksa Kecamatan

Pemalang Kabupaten Pemalang.

B. Identifikasi Masalah

Dalam kesenian sintren menyajikan berbagai kemenarikan dan keunikan

dalam rangkaian pertunjukannya yaitu sebagai berikut :

1. Proses rangkaian pertunjukan tari sintren.

(20)

7

3. Perlengkapan dalam pertunjukan tari sintren.

C. Pembatasan Masalah

Setelah menyaksikan pertunjukan tari sintren dan terdapat beberapa istilah

pada pertunjukkan tari tersebut, maka peneliti memberikan batasan masalah pada

makna simbolik dalam rangkaian pertunjukkan tari sintren.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka masalah penelitian ini ditemukan

sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan pertunjukkan tari sintren di Desa Paduraksa

Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang?

2. Bagaimana makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan

tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan proses pelaksanaan pertunjukkan tari sintren di Desa

Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.

2. Menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam rangkaian pertunjukkan

tari sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang.

(21)

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang

pengkajian makna pertunjukkan tari sintren.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

a. Masyarakat, sebagai tambahan informasi tentang kesenian tari sintren.

b. Generasi muda, sebagai tambahan pengetahuan tentang warisan budaya

kesenian tari sintren.

c. Peneliti, sebagai referensi untuk penelitian sejenis.

d. Pendidik, sebagai referensi untuk pelajaran tentang budaya Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan tinjauan pustaka yang

terdiri dari landasan teori, makna simbolik, kesenian sintren, hakikat sastra lisan,

pendekatan hermeneutik, kerangka berpikir, dan tinjauan pustaka.

Bab III, berisi metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian,

tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik

(22)

9

Bab IV, berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari proses

pelaksanaan pertunjukkan tari sintren dan makna simbolik yang terkandung dalam

rangkaian pertunjukkan sintren di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang

Kabupaten Pemalang.

Bab V, berisi penutup yang terdiri simpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

(23)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

diperoleh beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Rangkaian Proses Pelaksanaan Kesenian Sintren di Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang

Pra pertunjukkan adalah saat dimulainya tabuhan gamelan, bertujuan

untuk tanda bahwa akan dimulainya pertunjukkan tari sintren dan maksudkan

untuk mengumpulkan penonton, dilanjutkan dengan acara “Dupan” yaitu

acara doa bersama-sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan untuk

mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga terhindar dari

mara bahaya.

Prosesi sintren selanjutnya “Paripurna”, saat sang gadis dililit dari ujung

kepala sampai ujung kaki, kemudian dimasukkan kedalam kurungan ayam

seukuran manusia yang sudah disiapkan. Kemenyan di bakar, penari

pendamping menabur bunga. Dan saat kurungan dibuka gadis yang dililit

sudah berubah penampilan, si gadis memakai baju penari berwarna merah,

(24)

38

dalam kondisi tak sadar. Sintren menari dengan lemah gemulai, sang sintren

menari sambil diiringi oleh sinden dan penabuh gamelan. Bila sintren merasa

lemas, maka ia akan memberitahu widadari untuk kembali kedalam kurungan.

Sintren dikurung kembali oleh widadari, kemudian pawang akan menutup

kurungan dengan memberikan asap kemenyan di atas kurungan tersebut. Saat

penari sintren dalam kurungan, maka sinden akan menyanyikan nyanyian

tembang waru. Maksud dari tembang ini adalah menyemangati sintren agar ia

mau menari lagi dan siap menghibur para penonton.

Prosesi selanjutnya adalah acara “balangan” yaitu pada saat penari sintren

sedang menari, maka dari arah penonton ada yang melempar kain kearah

sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan terjatuh pingsan

dan saat itulah sang pawang dengan menggunakan mantra mengusapkan

kedua tangan penari sintren dengan asap kemenyan diteruskan dengan

mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi

sehingga penari sintren dapat melanjutkan tariannya. Namun pada saat

balangan itu, bukan sekedar kain saja yang dilemparkan, tetapi kain yang

sudah diselipkan uang didalamnya yang kemudian akan diberi minyak wangi

sintren oleh sang pawang.

2. Makna Simbolik Pertunjukkan Tari Sintren

Ada beberapa istilah dalam rangkaian kesenian sintren yang memiliki

makna yang terkandung dari pertunjukan kesenian sintren. istilah-istilah yang

memiliki makna simbolik dalam kesenian sintren terdapat pada tahapan

pelaksanaanya. Istilah-istilah tersebut yaitu sebagai berikut.

(25)

Makna simbolik dari istilah “Dupan” ini melambangkan sebuah rasa

karena kemenyan melambangkan sebuah rasa/aroma yang dapat di rasakan

oleh seseorang yaitu manusia memiliki rasa, cipta dan karsa yang

membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna.

b. Paripurna

Makna simbolik dari istilah “paripurna” ini adalah tentang perjalanan

kehidupan manusia di dunia, dijelaskan pada tahap pertama bahwa

manusia pada saat pertama kali lahir ke dunia masih dalam keadaan suci

dan bersih tanpa sehelai benang. Tahap yang kedua yaitu kurungan dan tali

yang melambangkan sebagai dunia yaitu tempat bernaungnya manusia dan

manusia mempunyai ikatan batin dengan Allah SWT. Ketiga lepas dari

ikatan tali dan keluar dari kurungan yaitu dianggap kebebasan seorang

manusia, dan pembakaran kemenyan yang tidak boleh berhenti

melambangkan sebuah rasa karena manusia memiliki rasa, cipta dan karsa

yang membuat manusia menjadi makhluk yang sempurna.

c. Balangan

Makna simbolik dari istilah “Balangan”, balangan sendiri mempunyai arti

melempar uang. Uang yang dilempar melambangkan bahwa manusia jatuh

karena harta, jika ia memiliki harta yang banyak ia bisa jatuh tanpa sadar

kedalam kesombongan dan keangkuhan, sehingga ia akan jauh dari Allah

SWT.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, saran dari peneliti.

(26)

40

Bagi masyarakat penyelenggara kesenian sintren diharapkan memahami

makna yang terkandung dalam rangakaian prosesinya, mempunyai sikap

yang positif dan mendukung upaya pelestarian tarian-tarian tradisional seperti

tarian sintren

2. Saran kepada peneliti selanjutnya

Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang makna simbolik

pertunjukkan tari sintren Pemalang. Oleh karena itu, peneliti berharap pada

peneliti lain agar dapat melakukan penelitian lebih mendalam terhadap tarian

traisiaonal khususnya tari sintren dari aspek-aspek yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Djoko Surjo, R.M. Soedarsono, dan Djoko Soekiman. 1985. Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan: Pola Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Budaya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Jawa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(27)

Herusatoto, Budiono.2008. Banyumas: Sejarah. Budaya. Bahasa dan Watak.Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Pengantar Studi sastra lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.

Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Luxemburg, dkk. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhajir, Noeng. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tersito.

Padeta, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahmawati. 2014. Ungkapan Tradisional. Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

___________________. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

___________________. 2011. Antropologi Sastra: Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Ricard, E. Palmer. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supratno, Haris. 2010. Sosiologi Seni: Wayang Ssak Lakon Dewi Rengganis Dalam Konteks Perubahan Masyarakat Di Lombok. Surabaya: Unesa UniversityPress.

(28)

42

Sutopo, HB. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

- Pelatihan lanjutan -Penerapan - Memperhatikan penjelasan guru - Memandang penting metode directive - Aktif dalam pembelajaran - Mau bertanya - Mengerjakan tugas-tugas

Berdasarkan paparan di atas, maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seorang siswa dapat berupa emosi diri sendiri,

Nanda Ferri K, Credit Analyst Officer Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, (wawancara di Salatiga : April 2012 – Juli 2012).. 85 kemampuan bayar Ny. En

Apabila saudara tidak hadir atau tidak dapat menunjukkan dokumen asli sampai dengan batas waktu yang ditetapkan panitia, maka perusahaan dinyatakan GUGUR. Demikian

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar. Sarjana Pendidikan Program Studi

Hasil perhitungan tes kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi melalui model pembelajaran experiential learning dengan teknik pengamatan objek langsung di setiap

Hasil : Faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan waktu keluarnya kolostrum pertama kali (≥64 jam) adalah ibu yang mengalami emosional distress sebesar 3,7 kali, cara

Penentuan harga pokok produksi adalah cara menghitung unsur-unsur biaya kedalam harga produksi dimana harga pokok produksi dapat melalui pendekatan salah satunya yaitu dengan