DISTRIBUSI SPASIAL KOMUNITAS GASTROPODA DAN
ASOSIASINYA DENGAN HABITAT LAMUN DI PESISIR
MANOKWARI PAPUA BARAT
SIMON PETRUS OKTOVIANUS LEATEMIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Distribusi spasial komunitas gastropoda dan asosiasinya dengan habitat lamun di pesisir Manokwari Papua Barat” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2010
SIMON PETRUS OKTOVIANUS LEATEMIA Spatial Distribution of Gastropod Community and it’s Association with Seagrass Habitat in Manokwari Coastal West Papua. Under direction of ISDRAJAD SETYOBUDIANDI and ETTY RIANI
Seagrass vegetation in Manokwari coastal waters was classified as mixed vegetation and gastropods featured as one major animal in the seagrass ecosystem. The purpose of this study were (1) to know and analyze the influence of physical-chemical water and substrat texture on the species competition, frequency, percent cover and density of seagrass, and (2) to determine and assess the effect of seagrass habitat complexity on the density, diversity, eveness and distribution of gastropods species. From four observation sites (Rendani, Wosi, Briosi, and Padarni), eight seagrass species were identified, i.e: Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifolia H. uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, and Thalassia hemprichii, while Enhalus acoroides were founded at outside of quadrant at Rendani, Wosi and Padarni. Frequency, cover and density of individuals of each seagrass species showed a high value for C. rotundata, T. hemprichii in Rendani , Briosi, Padarni and H. uninervis, H. pinifolia in Wosi. A total of 229 gastropods species were observed, with Padarni as site with the highest gastropod abundance. Briosi featured the highest diversity of gastropod species, whilst Padarni the lowest, and gastropod community were generally in stable condition. Several species of gastropod showed clustered distribution, but most of species showed uniform distribution. The analysis result of Correspondent Analysis (CA) showed correspondence between Nerita chameleon and Clithon oualaniensis with H. ovalis in Rendani and with C.rotundata and C.serrulata in Briosi. In Wosi, showing Hastula acumen corresponds to H. uninervis and H. pinifolia, while Nassarius (Plicarcularia) globosus dominant in Padarni corresponds to H. pinifolia on sandy mud substrates, which are influenced by high temperature and high organic materials.
Gastropoda dan Asosiasinya dengan Habitat Lamun di Pesisir Manokwari Papua Barat. Dibimbing olehISDRAJAD SETYOBUDIANDI dan ETTY RIANI
Ekosistem lamun yang ada di perairan pesisir pada daerah yang dangkal merupakan ekosistem yang kompleks dan memiliki fungsi yang penting bagi berbagai organisme yang berasosiasi. Salah satu organisme yang berasosiasi dan dominan ditemukan dalam ekosistem lamun adalah gastropoda, yang sangat berperan dalam rantai makanan.
Saat ini keberadaan habitat lamun dan gastropoda di Perairan Pesisir Manokwari terancam karena degradasi lingkungan dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini, yang dilaksanakan pada empat lokasi yakni Pesisir Rendani, Pesisir Wosi, Pesisir Briosi dan Pesisir Padarni. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui dan menganalisis pengaruh parameter fisika-kimia perairan dan tekstur substrat terhadap komposisi spesies, frekuensi, persen tutupan dan kerapatan lamun, (2) Mengetahui dan mengkaji pengaruh kompleksitas habitat padang lamun terhadap kepadatan, keanekaragaman dan keseragaman serta distribusi spesies gastopoda.
Hasil pengukuran parameter fisika-kimia air menunjukkan nilai rata-rata suhu, kekeruhan, kecepatan arus, pH, DO, salinitas, BOD5
Karakteristik substrat pada lokasi Wosi adalah lumpur berpasir karena merupakan daerah muara dari Sungai Wosi. Lokasi Padarni didominasi substrat lumpur berpasir pada zona bagian tengah intertidal sedangkan zona bagian atas dan bagian bawah terdiri atas substrat berpasir. Lokasi Rendani dan Briosi memiliki tekstur substrat yang sama yaitu pasir berlumpur.
dan TOM pada keempat lokasi masih berada dalam kisaran nilai yang baik (KEPMEN Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004), bagi proses fotosintesis serta pertumbuhan dan perkembangan lamun maupun kelangsungan hidup gastropoda yang berasosiasi. Namun unsur nitrat, fosfat dan ammonia, menunjukkan kisaran nilai rata-rata yang lebih tinggi. Peningkatan ketiga unsur tersebut di lokasi Wosi disebabkan oleh limbah antropogenik dari pemukiman penduduk dan pasar Wosi.
93 famili, 170 genera dan 229 spesies, dengan total individu sebanyak 1.166 individu. Sebagian besar gastropoda yang ditemukan memiliki ukuran cangkang lebih kecil dari 1 cm, yang menunjukkan bahwa habitat lamun merupakan daerah asuhan (nursery ground) dalam daur hidup gastropoda.
Pola sebaran gastropoda terdiri atas pola sebaran mengelompok dan pola sebaran seragam. Spesies dengan pola sebaran mengelompok memiliki jumlah individu yang banyak, dan hanya ada 4 spesies yaitu Clithon oualaniensis (75 ind.) dan Nerita chamaeleon 63 ind.) yang ditemukan di Rendani, Hastula acumen (36 ind.) di Wosi, dan Nassarius (Plicarcularia) globosus (131 ind.) di Padarni. Spesies yang lain memiliki pola sebaran seragam atau terdistribusi secara merata, dengan jumlah individu yang relatif lebih sedikit.
Kelimpahan gastropoda paling tinggi terdapat di lokasi Padarni (302 ind.), yang ditandai dengan melimpahnya spesies Nassarius (Plicarcularia) globosus (131 ind.). Kelimpahan spesies terendah terdapat di lokasi Wosi, yang menandakan bahwa lokasi ini memiliki habitat yang kurang mendukung bagi kehidupan gastropoda, berkaitan dengan fluktuasi salinitas dan sedimentasi yang tinggi. Sehingga hanya spesies tertentu yang ditemukan dapat berasosiasi dengan baik di lokasi ini seperti kelompok spesies dari famili Terebridae, Costelariidae, Olividae dan Nassariidae yang memiliki jumlah spesies yang dominan.
Kisaran nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi spesies menunjukkan bahwa komunitas gastropoda yang ada pada keempat lokasi masih berada dalam kondisi yang stabil. Kestabilan spesies dalam suatu komunitas terjadi jika nilai keanekaragaman spesies, dan keseragaman spesies tinggi (mendekati 1) serta dominansi spesies rendah (mendekati 0).
Sebaran karakteristik fisika-kima air dan tekstur sedimen dijelaskan menggunakan analisis komponen utama. Hasil analisis menunjukkan adanya pengelompokkan lokasi penelitian berdasarkan parameter fisika-kimia air dan tipe substrat. Lokasi Padarni pada sumbu utama 1 sangat dipengaruhi oleh kandungan total organic matter (TOM), Ammonia (NH3), pH, salinitas, suhu dan substrat debu yang tinggi, sebaliknya nitrat (NO5), kadar oksigen terlarut (DO) dan biochemical oxygen demand5 (BOD5) yang rendah. Kondisi yang sama ditemuka n di Briosi. Sebaliknya pada lokasi Rendani, dan Wosi yang membentuk sumbu utama 2, tingkat kekeruhan, fosfat (PO4) dan substrat liat, mencirikan lokasi Wosi karena ketiga parameter tersebut memiliki nilai yang tinggi pada lokasi tersebut, sedangkan pada lokasi Rendani, parameter fisika-kimia air yang mencirikan lokasi ini adalah nitrat, BOD5
Sebaran spasial gastropoda berdasarkan sebaran lamun lamun dan habitat dianalisis menggunakan analisis faktorial koresponden. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada sumbu utama 1 dan 2 terbentuk 4 kelompok yang dicirikan oleh jenis lamun dan gastropoda tertentu. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara karakteristik habitat lamun dengan spesies gastropoda tertentu yang berasosiasi.
dan DO yang tinggi dan tipe substrat pasir,.
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber acuan.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
DISTRIBUSI SPASIAL KOMUNITAS GASTROPODA DAN
ASOSIASINYA DENGAN HABITAT LAMUN DI PESISIR
MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT
SIMON PETRUS OKTOVIANUS LEATEMIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Simon Petrus Oktovianus Leatemia Nomor Pokok : C252080404
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc
Ketua Anggota
Dr. Ir. Etty Riani, M.S
Diketahui:
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas penyertaan dan perlindungan-Nya sehingga laporan penelitian yang berjudul “Distribusi Spasial Komunitas Gastropoda dan Asosiasinya dengan Habitat Lamun di Pesisir Manokwari Papua Barat” dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan menganalisis pengaruh parameter fisika-kimia perairan dan tekstur substrat terhadap komposisi spesies, frekuensi, persen tutupan dan kerapatan lamun, (2) Mengetahui dan mengkaji pengaruh kompleksitas habitat padang lamun terhadap kepadatan, keanekaragaman dan keseragaman serta distribusi spesies gastopoda. Hasil penelitian ini dapat mengungkap informasi tentang keberadaan ekologis gastropoda di padang lamun pada Perairan Pesisir Manokwari, sehingga khasanah pengetahuan ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc dan Dr. Ir. Etty Riani, M.S selaku komisi pembimbing yang dengan kesabaran dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.
Dalam studi dan penyusunan serta penyelesaian tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu:
- Rektor Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan Dekan Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.
- Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA beserta staf Pak Zaenal, Pak Ndindin, Ibu Ola dan Mas Adjie atas kesempatan, ilmu dan pelayanan yang tulus selama penulis mengikuti studi di IPB.
- Rektor Universität Bremen dan Pimpinan Leibniz Zentrum fûr Marine
Tropenõkologie (ZMT) Prof. Dr. Venugopalan Ittekkot beserta staf, khususnya Dr. Claudia Schultz atas kerjasama dan pelayanan yang baik selama menempuh studi di Bremen.
- Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku koordinator program sandwich yang telah mengantar kami ke Bremen, terima kasih atas perhatian dan kerjasama yang baik. Selain itu selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
- Coral Reef Rehabilitation and Management Program II (COREMAP II) World Bank atas bantuan beasiswa.
- Istriku tercinta Astriet Y. Manangkoda atas cinta kasih, doa, kerjasama dan dorongan semangat yang luar biasa kepada penulis selama menempuh pendidikan dan menyelesaikan penyusunan tesis ini.
- Bapak Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, M.Sc (Om Olop), Ibu M.F.H. Wattimene-Alfons (Mami Ice), Bapak Marthin Wattimena (Om Ateng), Bapak Melkias L. Luhukay (Om Luky) dan Ibu Paulina Luhukay-Wattimena (Tante Pau), selaku keluarga dan orang tua, yang telah membantu dan mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
- Teman-teman S-2 SPL Sandwich COREMAP II-WB angkatan 2008 atas semangat, kerjasama, kekompakkan dan kebersamaan yang indah selama studi, khususnya Ralph, Herry, Adi, Barnabas, Imel dan Ivon.
- Teman-teman yang telah membantu kegiatan di lapangan maupun selama penulisan tesis ini, yaitu Emmanuel Manangkalangi, S.Pi, M.Si, Paskalina Lefaan, S.Si, M.Si, Rina Mogea, S.Ik, M.Si, Selvi Tebay, S.Pi, M.Si, Anggiat Sinaga S.Pi, Novi Lowoluntu, S.Pi, Agustinus Lebang, S.Pi, Frangkly Lahumeten S.Pi, Abram Rumfabe, S.Pi, Sem Marin, S.Pi, Rangga Namserna, S.Ik dan Mihel Aibekop atas segala bantuan dan kerjasama yang baik.
- Teman-teman persekutuan Oikumene IPB dan Saudara-saudari dari Full Time Trainer Indonesia (FTTI) Bogor yang selalu menguatkan dan mendukung dalam doa.
Akhir kata, penulis merasa tesis ini masih jauh dari sempurna, tapi ada seberkas harapan bahwa informasi yang ada dalam tesis ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir.
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 4 Novenber 1974 dari Ayah Junus Leatemia (Alm) dan Ibu Elisabeth Anna Lawalata. Penulis merupakan putra kelima dari tujuh bersaudara.
xix
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 3
1.4. Konsep Pemecahan Masalah ... 4
1.5. Hipotesis ……….. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ………... 7
2.1. Fungsi Padang Lamun ... 7
2.2. Habitat dan Sebaran Lamun ... 8
2.3. Parameter Fisika-Kimia Perairan ... 9
2.4. Asosiasi Gastropoda dan Organisme Lain di Dalam Ekosistem Lamun ... 9
2.4.1. Asosiasi Gastropoda dengan Lamun ... 11
2.4.2. Asosiasi Organisme Lain dengan Padang Lamun ... 12
3.3.2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Air dan Pengambilan Tekstur Substrat ... 18
3.4. Analisis Data ………... 19
3.4.1. Tekstur Substrat ... ………. 19
3.4.2. Frekuensi, Kerapatan, Penutupan Spesies dan Indeks Nilai Penting Lamun ... 19
3.4.3. Pola Penyebaran Lamun ... 22
3.4.4. Komposisi Spesies dan Kepadatan Gastropoda ... 22
3.4.5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Gastropoda ... 23
3.4.6. Indeks Kesamaan Komunitas ... 24
3.4.7. Karakteristik Habitat Berdasarkan Parameter Fisika- Kimia Air dan Tekstur Substrat ... 25
3.4.8. Pola Penyebaran dan Sebaran Spasial Gastropoda serta Asosiasinya dengan Karakteristik Habitat ... 27
3.4.9. Asosiasi Gastropoda dengan Lamun Berdasarkan Karakteristik Habitat ... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 29
xx
4.2.2. Frekuensi, Kerapatan, Penutupan dan Nilai Penting Spesies Lamun ... 33
4.3.10. Karakteristik Substrat dasar ... 46
4.4. Struktur Komunitas Gastropoda ………. 47
4.4.1. Komposisi Spesies dan Sebaran Gastropoda ... 47
4.4.2. Kelimpahan Gastropoda ... 50
4.4.3. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Gastropoda ... 51
4.4.4. Indeks Kesamaan Komunitas ……….. 52
4.4.5. Sebaran Spasial Karakteristik Fisika-Kimia Perairan dan Tekstur Sedimen ………... 54
4.5. Distribusi Spasial Lamun dan Gastropoda ……….. 56
4.5.1. Distribusi Spasial Lamun Berdasarkan Karakteristik Habitat ………. 56
4.5.2. Distribusi Spasial Lamun dan Gastropoda Berdasarkan Karakteristik Habitat………. 57
4.6. Pemanfaatan Gastropoda dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Manokwari ... 60
4.6.1. Pemanfaatan Gastropoda oleh Masyarakat Lokal ... 60
4.6.2. Pengelolaan Wilayah Pesisir Manokwari ... 63
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 67
5.1. Kesimpulan ……….. 67
5.2. Saran ……… 67
DAFTAR PUSTAKA ………. 68
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Parameter yang diukur serta alat dan bahan yang digunakan
dalam penelitian ……… 17
2 Komposisi spesies lamun pada lokasi penelitian ……….. 31 3 Pola sebaran lamun berdasarkan indeks Morisita (Id)………. 33 4 Frekuensi (Fi) dan frekuensi relatif (FRi) spesies lamun pada lokasi
penelitian ... 34 5 Kerapatan dan kerapatan relatif spesies lamun pada lokasi penelitian… 36 6 Penutupan spesies dan penutupan relatif spesies lamun pada lokasi
penelitian ... 36 7 Nilai rata-rata parameter fisika-kimia air pada keempat lokasi
penelitian... ……… 39 8 Nilai Persentase tekstur substrat pada lokasi pengamatan...……… 47 9 Pola sebaran gastropoda berdasarkan Indeks Morisita ... 49 10 Nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E)
dan dominansi (C) spesies gastropoda ... 52 11 Matriks nilai kesamaan (similarity value) komunitas gastropoda pada
keempat lokasi penelitian berdasarkan indeks Sorenson (%)……… 52 12.a Beberapa spesies gastropoda yang dimanfaatkan oleh masyarakat
pada beberapa kampong di Kepulauan Kofiau Kabupaten
Raja Ampat ... 61 12.b Informasi tambahan gastropoda yang dimanfaatkan oleh
xxii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagan alir konsep pendekatan masalah.………... 5
2 Organisme yang umum ditemukan berasosiasi dengan lamun maupun habitat lamun (Keough & Jenkins 1995)... 10
3 Rantai makanan dalam ekosistem lamun (Fortes 1990), dimodifikasi in Rohmimohtarto & Juwana 2001... 13
4 Peta lokasi penelitian...……… 16
5 Indeks nilai penting (INP) tiap spesies lamun pada lokasi penelitian ... 38
6 Komposisi spesies dan jumlah individu pada tiap lokasi penelitian... 48
7 Kelimpahan gastropoda pada keempat lokasi penelitian ... 51
8 Dendogram tingkat kesamaan komunitas berdasarkan kehadiran spesies gastropoda pada keempat lokasi penelitian ……… 53
9 Analisis komponen utama antar lokasi penelitian dan parameter Fisika-Kimia perairan pada sumbu 1 dan 2. (a) antar lokasi penelitian (b) antar parameter fisika-kimia perairan (c) antara lokasi dan Parameter fisika-kimia perairan ……… 55
10 Diagram PCA biplot berbagai faktor fisika-kimia perairan (suhu, Kekeruhan, pH, DO, salinitas, ammonia (NH3), Nitrat (NO3), Fosfat (PO4), BOD5, TOM, tekstur substrat pasir, lumpur (liat) dan debu dengan tutupan lamun (C. rotundata, C. serrulata, H. pinifolia, H. Uninervis, H. Ovalis, S. isoetifolium, T, hemprichii) dan lokasi penelitian (Rendani, Wosi, Briosi dan Padarni) ……….. 57
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Foto lokasi penelitian…………...……… 77 2 Parameter fisika-kimia perairan yang diukur dan dianalisis ... 79 3 Komposisi spesies gastropoda pada keempat lokasi penelitian…………. 80 4 Matriks korelasi (Pearson (n) antar faktor fisika-kimia perairan ………. 96 5 (a) Tabel data parameter fisika-kimia perairan dan tekstur substrat
(b) Eigenvalues (c) Korelasi antara variabel dengan faktor, (d) Nilai kontribusi variabel (%), (e) Dendogram kesamaan lokasi berdasarkan
parameter fisika-kimia perairan dan lokasi penelitian ……….. 97 6 (a) Eigenvalues, (b) korelasi antara variabel dengan factor (c) Nilai
kontribusi variabel (%) ………. 99 7 Hasil analisis factorial koresponden; (a) Eigenvalue dan kumulatif (%)
(b) Kualitas representasi, kosinus kuadrat (kolom) ………. 101 8 Foto beberapa spesies gastropoda yang ditemukan pada keempat
1.1 Latar Belakang
Padang lamun merupakan sebuah ekosistem di wilayah pesisir yang
memiliki peran penting dalam menyokong kehidupan berbagai organisme yang
hidup dan berasosiasi dalam ekosistem ini. Peranan lamun itu sendiri telah
dirasakan oleh manusia, terutama dalam bidang ekonomi. Lamun dimanfaatkan
sebagai bahan makanan, bahan obat, bahan untuk pabrik kertas, bahan baku
kompos dan pupuk, pakan ternak, bahan kerajinan dan sebagai sumber bahan
kimia penting dalam bidang pengobatan (Phillip & Menez 1998). Di sisi lain,
padang lamun juga memiliki fungsi secara ekologis, sehingga dikatakan sebagai
ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Fortes (1990); Tomascik et al.
(1997), menyatakan bahwa ekosistem lamun memiliki fungsi sebagai sumber
makanan dan tempat mencari makan (foods source and feeding ground), tempat
memijah (spawning ground), tempat asuhan (nursery ground), dan tempat ruaya
berbagai jenis ikan dan organisme laut.
Dalam ekosistem lamun, komposisi spesies dan kompleksitas habitat
sangat berpengaruh terhadap struktur dan komposisi fauna akuatik yang
berasosiasi, karena lamun berfungsi sebagai stabilisator substrat dan menghasilkan
sedimen yang membuat ekosistem lamun cocok bagi kehidupan fauna akuatik dan
sangat produktif (Scootfin 1970 in Creed 2000). Selain itu lamun juga berfungsi
sebagai sumber bahan organik bagi organisme (Parrish 1989 in Creed 2000).
Sumber bahan organik yang ada di habitat padang lamun berasal dari serasah yang
dihasilkan dan mengendap di substrat dasar perairan. Bahan organik ini
selanjutnya akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan membentuk rantai
makanan pada tingkatan yang lebih tinggi.
Salah satu organisme yang sangat berperan dalam rantai makanan di
ekosistem lamun adalah gastropoda (Bostrõm & Bonsdorff 1997 in Hemminga &
Duarte 2000; Hily et al. 2004). Gastropoda yang hidup dalam ekosistem lamun
biasanya ditemukan menempel di daun lamun maupun berada di substrat dasar
perairan yang kaya bahan organik. Gastropoda (keong) adalah salah satu kelas
(Underwood & Chapman 1995). Klump et al. (1992) menyatakan bahwa 20-60%
dari biomassa epifit yang ditemukan menempel di daun lamun di perairan
Pilliphina adalah gastropoda. Selain itu, gastropoda juga merupakan hewan dasar
pemakan detritus (detritivore) dan serasah dari daun lamun yang terendap dan
mensirkulasi bahan-bahan organik yang tersuspensi dalam kolom air guna
mendapatkan makanannya.
Gastropoda dapat ditemukan di seluruh perairan pesisir Indonesia, pada
karakteristik dasar perairan yang berbeda seperti berbatu, berpasir, maupun
berlumpur. Demikian halnya dengan perairan pesisir Manokwari yang merupakan
teluk semi terbuka dengan perairan yang relatif tenang dan terdapat dua pulau
kecil yaitu Pulau Mansinam dan Pulau Lemon (Gambar 2). Dasar perairan teluk
ini tidak terlalu curam dan merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai besar
dan kecil. Pada beberapa lokasi dengan dasar perairan yang landai dapat
ditemukan hamparan lamun yang terdiri dari beberapa spesies dalam area yang
tidak terlalu luasdan tidak membentuk padang lamun. Umumnya hamparan lamun
yang ada berasosiasi pada rataan terumbu, dengan substrat dasar perairan berpasir,
pasir berlumpur, maupun pasir bercampur pecahan karang.
Saat ini aktivitas pembangunan dan pengembangan wilayah Manokwari
lebih mengarah ke wilayah pesisir, yang tentunya akan berdampak terhadap
ekosistem pesisir yang ada. Dampak pembangunan dan aktivitas manusia telah
terlihat pada keberadaan habitat lamun dan gastropoda di Perairan Pesisir
Manokwari. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh Lefaan (2008) bahwa beberapa
lokasi habitat lamun seperti di wilayah Pesisir Andai, Pesisir Wosi dan Pesisir
Biriosi telah mengalami degradasi lingkungan akibat aktivitas manusia, seperti
penambangan pasir di Sungai Andai serta buangan limbah pasar dan rumah tangga
di pesisir Wosi dan Briosi. Dampak aktivitas manusia tersebut menyebabkan
degradasi habitat lamun yang terlihat dari penurunan frekuensi, kerapatan dan
persen tutupan (percent cover) lamun, yang selanjutnya akan memberikan dampak
yang besar pula bagi kehidupan organisme yang berasosiasi, termasuk gastropoda.
Mengingat begitu pentingnya habitat lamun bagi kelangsungan hidup berbagai
organisme yang berasosiasi maupun bagi produktivitas perairan dan keragaman
Berdasarkan gambaran tentang kondisi komunitas lamun di atas, maka
perlu dilakukan penelitian tentang keberadaan gastropoda yang diduga merupakan
kelompok moluska yang dominan berasosiasi dengan lamun di Perairan Pesisir
Manokwari. Asosiasi yang terjadi antar gastropoda dengan lamun maupun dengan
organisme lain dalam ekosistem lamun dapat memberikan gambaran betapa
pentingnya peranan ekosistem ini bagi kelangsungan hidup berbagai organisme di
wilayah pesisir, yang perlu dijaga kelestariannya.
`
1.2 Perumusan Masalah
Adanya degradasi lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas air
maupun gangguan terhadap substrat dasar perairan, akan berdampak pula terhadap
berkurangnya frekuensi, kerapatan dan tutupan lamun di Pesisir Manokwari.
Akibatnya keberadaan organisme penghuni padang lamun terutama gastropoda
akan terancam dan dapat menurunkan keanekaragaman spesies dan kelimpahan
gastropoda.
Menurut Lefaan 2008, Perairan Pesisir Wosi dan Briosi tergolong tercemar
berat, sedangkan Perairan Pesisir Rendani tergolong tercemar sedang.
Penggolongan ini didasarkan pada hasil pengukuran fisika-kimia air yang
dibandingkan dengan Baku mutu air laut untuk biota laut (KEPMEN Lingkungan
Hidup no 51 tahun 2004) dan dianalisis dengan metode STORET. Gambaran
permasalahan tersebut menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian tentang
distribusi spasial komunitas gastropoda dan asosiasinya dengan habitat lamun di
Perairan Pesisir Manokwari Papua Barat. Selain itu, penelitian tentang distribusi
gastropoda di padang lamun khususnya di Perairan Pesisir Manokwari belum
pernah dilakukan sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh parameter fisika-kimia perairan dan
tekstur substrat terhadap komposisi spesies, frekuensi, persen tutupan dan
kerapatan lamun.
2. Mengetahui dan mengkaji pengaruh kompleksitas habitat padang lamun
terhadap kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan distribusi spesies
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk lebih memahami fungsi
dan peranan ekologis padang lamun yang merupakan habitat gastropoda.
Disamping itu juga diharapkan untuk mengungkap informasi tentang
keberadaan ekologis gastropoda di padang lamun pada perairan pesisir
Manokwari, sehingga khasanah pengetahuan ini dapat bermanfaat dalam
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.
1.4 Konsep Pemecahan Masalah
Semakin meningkatnya aktivitas manusia di wilayah Pesisir Perairan
Manokwari tidak terelakkan lagi, yang berdampak pada berkurangnya
frekuensi, kerapatan, tutupan dan luasan habitat lamun serta degradasi
populasi gastropoda. Pemanfaatan dan pengambilan gastropoda yang
dilakukan oleh masyarakat, sebagian besar dijadikan sebagai hiasan maupun
asesoris yang digunakan saat acara-acara adat masyarakat setempat Hal ini
merupakan masalah yang terjadi saat ini dan perlu suatu bentuk pengelolaan
untuk mengurangi kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, khususnya
ekosistem lamun.
Langkah awal untuk melakukan pengelolaan lingkungan adalah
perencanaan. Dalam perencanaan diperlukan data dan informasi yang akurat
dan terbaru untuk mengetahui kondisi lingkungan, sehingga diperlukan suatu
penelitian. Berdasarkan pernyataan ini maka penulis mencoba untuk
mendekati permasalahan di atas dengan mengetahui keberadaan spesies
lamun berdasarkan frekuensi ditemukannya spesies lamun, persen tutupan
lamun, kerapatan tiap tegakan lamun dan pola sebaran tiap spesies lamun.
Sebaran dan kelimpahan spesies lamun sangat dipengaruhi oleh tekstur
substrat dasar, faktor fisika-kimia air dan aktivitas manusia, sehingga sangat
perlu mengetahui faktor-faktor tersebut. Keberadaan gastropoda yang
berasosiasi dengan lamun dapat ditelusuri dengan mengetahui komposisi
spesies, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dominansi spesies dan
pola sebaran gastropoda. Dalam pembahasan, akan dibandingkan kondisi
komunitas lamun pada tiap lokasi penelitian sehingga dapat diketahui lokasi
mana yang memiliki kondisi ekosistem lamun yang masih baik dan lokasi
Gambar 1. Bagan alir pemecahan .masalah.
Berdasarkan pada permasalahan yang ada, penulis membuat suatu
skema pendekatan masalah, sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian
dan pengelolaan ekosistem lamun. Pendekatan masalah tersebut, secara
ringkas digambarkan dalam bagan alir pemecahan masalah pada Gambar 1.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu
Keterangan:
. = Hubungan balik
= Hubungan saling mempengaruhi
1.5 Hipotesa
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah parameter fisika-kimia air dan tekstur substrat mempengaruhi
komposisi, frekuensi, persen tutupan dan kerapatan spesies lamun.
2. Apakah kompleksitas habitat lamun, parameter fisika-kimia air dan
tekstur substrat mempengaruhi keanekaragamann dan kelimpahan spesies
2.1 Fungsi Padang Lamun
Padang lamun memiliki fungsi sebagai suatu komunitas yang terdiri atas
tumbuhan dan hewan serta unsur abiotik yang saling berinteraksi. Interaksi yang
terjadi antara tumbuhan dan hewan merupakan interaksi tunggal dan dikendalikan
oleh berbagai faktor fisika-kimia perairan (Rohmimohtarto & Juwana 2001).
Gambaran tentang fungsi padang lamun sebagai ekosistem, dijabarkan oleh Wood
(1969) in Phillips & Menez (1988); Wood et al. (1969) in Ongkers (1990),
sebagai berikut :
1. Akar dan rhizome lamun melekat kuat pada substrat dasar sehingga dapat
menstabilkan dan menahan sedimen serta dapat mengurangi kuatnya hempasan
ombak saat badai.
2. Daun-daun lamun dapat memperlambat kecepatan arus, yang menyebabkan
terjadinya sedimentasi bahan-bahan organik dan mencegah resuspensi dari
bahan-bahan organik dan anorganik. Selain itu daun lamun yang cukup besar
(seperti Enhalus acoroides) dapat dimanfaatkan oleh organisme epifit sebagai
tempat hidup.
3. Lamun berperan sebagai naungan bagi ikan-ikan yang menetap dan ikan-ikan
yang hanya sementara (beruaya) berada dalam habitat lamun, baik pada stadia
dewasa maupun pada stadia juvenil.
4. Padang lamun berfungsi sebagai tempat mencari makan, berupa detritus dan
epifit yang menempel di daun lamun, maupun organisme avertebrata kecil
seperti moluska, krustasea maupun ekinodermata.
5. Tumbuhan lamun yang mati selanjutnya didekomposisi oleh bakteri menjadi
serasah dan dapat berfungsi sebagai bahan-bahan organik yang dimanfaatkan
oleh organisme sebagai bahan makanan.
Fortes (1990) menyatakan bahwa di lingkungan laut dangkal lamun dapat
berperan paling tidak sebagai produsen primer, habitat biota, perangkap sedimen
dan pendaur zat hara. Dalam ekosistem lamun, proses dekomposisi merupakan hal
yang penting. Proses ini menghasilkan material yang langsung dapat dikonsumsi
makanan hewan avertebrata dengan tipe pemakan penyaring. Pada gilirannya
nanti hewan-hewan tersebut akan menjadi mangsa dari tipe pemakan karnivora
yang terdiri dari berbagai jenis ikan dan hewan avertebrata lainnya. Selain itu
ekosistem lamun merupakan tempat asuhan, perlindungan dari predator dan
sumber pakan bagi ikan, hewan avertebrata dan dugong.
2.2 Habitat dan Sebaran Lamun
Dinamika perairan seperti pasang surut, kedalaman air, dan tekstur substrat
sangat mempengaruhi zonasi sebaran spesies lamun dan bentuk pertumbuhannya.
Spesies lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan bentuk
pertumbuhan yang berbeda pula. Selain itu spesies lamun juga dapat membentuk
zonasi vegetasi, yang terdiri atas satu jenis maupun berasosiasi dengan jenis
lainnya (Erina 2006).
Lamun memerlukan tekstur substrat dasar yang cocok agar dapat tumbuh
dengan baik. Tekstur substrat dasar perairan yang dijumpai pada padang lamun
adalah tipe dasar perairan yang terdiri atas lumpur, pasir, maupun pasir yang
bercampur dengan pecahan karang, yang mudah ditembusi oleh akar dan rimpang
lamun guna menyokong tegakannya (Kirkman 1990).
Secara umum vegetasi lamun yang berada di perairan tropis terdiri atas
tiga tipe vegetasi (Tomascik et al. 1997), yaitu (1) padang lamun dengan tipe
vegetasi tunggal (monospecific seagrass beds), yaitu padang lamun yang terdiri
atas satu spesies lamun, (2) padang lamun dengan tipe campuran, namun hanya
terdiri atas dua atau tiga spesies lamun, (3) padang lamun dengan tipe vegetasi
campuran (mixing seagrass beds), yang umumnya terdiri atas spesies lamun
seperti Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, C.
rotundata, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halophila ovalis.
Tipe vegetasi lamun yang ketiga ini merupakan tipe vegetasi yang umum di
temukan di perairan Indonesia (Nienhuis et al. 1989). Hampir di seluruh perairan
di Indonesia dapat dijumpai lamun, terutama pada tipe substrat dasar perairan
seperti telah disebutkan di atas, dan berdasarkan beberapa kajian (Fortes 1990;
Cappenberg 1996; Tomascik et al. 1997), padang lamun di Indonesia terdapat di
Selat Flores, Teluk Kotania, Teluk Jakarta, Lombok, Selat Sunda, Kepulauan
Halodule pinifolia, H. uninervis, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata,
C. rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, dan Enhalus acoroides.
2.3 Parameter Fisika-Kimia Perairan
Distribusi spasial dan pertumbuhan lamun ditentukan oleh berbagai
parameter fisika-kimia air seperti suhu, salinitas, kekeruhan, kecepatan arus, nilai
pH, kandungan oksigen terlarut, unsur hara, sedimen dasar, cahaya dan kedalaman
perairan (Abal & Dennison 1996; Lefaan 2008). Bagi gastropoda yang hidup di
padang lamun, faktor fisika-kimia perairan yang sangat berperan bagi
kelangsungan hidup adalah suhu dan kekeringan (Nybakken 1997). Kedua faktor
ini sangat berpengaruh ketika air surut dan padang lamun terpapar karena kering,
maka suhu akan meningkat secara drastis. Pengaruh kedua faktor ini secara
bersamaan dapat mematikan gastropoda maupun lamun (Manginsela 1998).
2.4 Asosiasi Gastropoda dan Organisme Lain Dalam Ekosistem Lamun
Organisme yang berasosiasi dengan padang lamun memiliki
keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi dibandingkan dengan habitat yang
tidak ditutupi lamun (Kikuchi & Peres 1977; Keough & Jenkins 1995). Habitat
lamun tergolong habitat yang sangat produktif, selain itu habitat lamun juga
memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai jenis hewan dan
tumnuh-tumbuhan (mikroalga). Habitat lamun juga berfungsi sebagai daerah
asuhan dan mencari makan berbagai jenis ikan herbivora (herbivory fishes),
dugong, penyu (Valentine & Heck Jr. 1999) dan ikan-ikan karang (coral fishes)
(Kikuchi & Peres 1977; Keough & Jenkins 1995). Berbagai asosiasi yang terjadi
antara hewan dan tumbuhan dengan lamun maupun habitat lamun dapat
dikategorikan dalam beberapa kelompok ekologi (sebagian asosiasi tersebut
ditunjukkan pada Gambar 2) (Howard et al. in Keough & Jenkins 1995), sebagai
berikut:
a. Perifiton, yaitu lapisan tebal mikroorganisme yang berukuran mikroskopis
seperti bakteri dan tumbuhan satu sel, yang dengan cepat menkolonisasi setiap
area yang terbuka dari lamun.
b. Epifit, yaitu sekumpulan mikroalga yang tumbuh pada permukaan daun.
d. Epifauna yang bergerak bebas (mobile epifauna), yaitu hewan berukuran kecil
yang dapat bergerak bebas dan berasosiasi pada bagian permukaan sedimen.
Kelompok fauna ini selalu ditemukan berada di antara tegakan lamun atau pada
daun maupun akar lamun.
e. Epifauna yang menetap (sessile epifauna), yaitu hewan yang secara permanen
menempel pada akar atau daun lamun.
f. Fauna epibenthic, yaitu hewan berukuran besar, bergerak bebas, yang
berasosiasi secara bebas dengan habitat lamun daripada secara langsung
dengan lamun.
Gambar 2 Organisme yang umum ditemukan berasosiasi dengan lamun maupun habitat lamun (Keough & Jenkins 1995).
Ketertarikan berbagai hewan maupun tumbuhan untuk berasosiasi dengan
habitat lamun maupun lamun itu sendiri disebabkan karena banyak tersedia
makanan, selain itu sangat baik sebagai tempat berlindung dan sebagai daerah
asuhan dalam siklus hidup kelompok hewan maupun tumbuhan tersebut
2.4.1 Asosiasi Gastropoda Dengan Lamun
Moluska merupakan salah satu kelompok hewan yang diketahui
berasosiasi dengan baik dengan lamun di perairan Indonesia (Tomascik et al.
1997). Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa moluska merupakan
komponen yang sangat penting dalam habitat lamun, baik yang berhubungan
dengan biomassa maupun peranannya di dalam aliran energi. Sebanyak 20-60%
biomassa epifit padang lamun di Philipina dimanfaatkan oleh epifauna yang
didominasi oleh gastropoda (Klumpp et al. 1992). Umumnya moluska di padang
lamun bersifat pemakan detritus (detritivore) dan sangat sedikit yang langsung
memakan bagian tubuh lamun. Seperti halnya ekosistem terumbu karang, di
dalam ekosistem lamun terjadi siklus makan dan dimakan sehingga menjadikan
padang lamun sebagai sumber plasma nutfah yang sangat potensial (Mann 1972 in
Mudjiono & Sudjoko 1994).
Penelitian untuk mengetahui berapa banyak tegakan lamun yang hilang
akibat dimanfaatkan oleh organisme pemakan tumbuhan (herbivory) telah
dilakukan oleh Cebrian et al. (1996). Mereka menyatakan bahwa lamun jenis
Cymodocea nodosa (Ucria) secara nyata berperan sebagai sumber makanan bagi
organisme herbivory di daerah littoral, Laut Tengah. Para peneliti ini juga
memperkirakan densitas tegakan lamun yang hilang karena aktivitas organisme
herbivory berkisar 30 gr berat kering/m3
Menurut Peristiwady (1994), pada penelitiannya di Pesisir Lombok Selatan
menemukan sedikitnya 4.99 % dari seluruh jenis makrofauna yang berasosiasi
dengan padang lamun adalah moluska. Pada tiga Teluk yang ada di Pantai Selatan
Lombok, ditemukan sebanyak 70 spesies moluska yang berasosiasi dengan
padang lamun dan beberapa diantaranya bernilai ekonomis penting (Mudjiono &
Sudjoko 1994). Dikatakan pula bahwa spesies gastropoda yang memiliki
kelimpahan yang tinggi adalah Pyrene versicolor, Strombus labiatus, S. luhuanus
dan Cymbiola vespertilio.
/tahun. Menurut Aziz (1994), aktivitas
pemangsaan (grazing) lamun oleh bulu babi jenis Tripneustes gratilla, sekitar
1.01 gr berat kering/individu/hari di Teluk Aan Lombok Selatan, sedangkan di
Penelitian Aswandy dan Hutomo (1984), menemukan ada 10 jenis
moluska yang hidup berasosiasi dcngan padang lamun di Teluk Banten, dan
komunitas tersebut didominasi oleh gastropoda spesies Columbella sp. Selain itu
Cappenberg (1996), dari hasil penelitiannya di Teluk Kotania Seram Barat
menemukan 26 famili yang termasuk dalam Kelas Gastropoda, dan Famili
Cerithiidae, Pyrenidae dan Strombidae merupakan kelompok Famili yang
dominan ditemuka n.
2.4.2
Asosiasi Organisme Lain dengan Padang Lamun
Di padang lamun, asosiasi antara lamun dengan organisme lain yang
menghuni padang lamun terjadi dalam beberapa bentuk yang umum (Nakaoka
2005). Sebagai contoh, lamun menyokong kelimpahan dan kekayaan spesies
organisme melalui karakteristik fisik habitatnya yang menunjang kehidupan
kelompok fauna bentik (Orth et al. 1984; Hemminga & Duarte 2000). Selain itu
bagi kelompok organisme pemakan tumbuhan (herbivory) sangat jarang yang
makan lamun, melainkan memakan epifit (mikroalga) sebagai sumber makanan
pengganti (Kikuchi & Peres 1977; Klumpp et al. 1989; Brawley 1992 dan
Jernakoff et al. 1996 in Nakaoka 2005). Sehingga dapat dikatakan padang lamun
merupakan habitat yang baik dan nyaman bagi berbagai organisme seperti
komunitas mikroba, mikro alga, makro alga, serta hewan avertebrata berukuran
kecil sampai vertebrata yang berukuran besar. Kelompok organisme ini sangat
beragam dalam menempati padang lamun, beberapa jenis alga dan hewan
menempati permukaan daun lamun (epiflora dan epifauna) atau pada bagian
permukaan substrat dasar (organisme epibenthic) atau tinggal dalam sedimen
(infauna), nekton serta plankton.
Menurut Keough dan Jenkins (1995), tumbuhan lamun secara khusus
menyokong kekayaan berbagai perifiton, epifit dan epifauna yang sifatnya
menetap (sessile). Epifit dan perifiton yang merupakan kelompok mikro alga juga
melakukan fotosintesis dan memberikan kontribusi yang signifikan seperti lamun
pada keseluruhan produksi primer dalam komunitas lamun (Pollard & Morriatty
1991). Daun lamun merupakan habitat yang nyaman bagi perifiton, epifit dan
larva infauna yang sessile, dimana daun muda dengan segera akan dikolonisasi
larva dari epifauna yang sessile, yang terbawa arus air ke daun lamun. Secara
khusus perifiton dan epifit yang menempati daun lamun yang muda, akan menetap
sampai daun tersebut tua dan luruh. Selengkapnya asosiasi yang terjadi antara
lamun dengan organisme lain dan membentuk rantai makanan dalam ekosistem
lamun, ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Rantai makanan dalam ekosistem lamun (Fortes 1990), dimodifikasi
in Rohmimohtarto & Juwana 2001.
1. Akar mengikat sedimen 14. Juvenil udang dan ikan
2. Detritus 15. Bulu babi
3. Teripang 16. Ikan buntal
4. Kepiting 17. Penyu laut
5. Infauna penyaring deposit 18. Dugong
6. Partikel bahan organik 19. Ikan beronang
7. Rumput laut 20. Menyimpan dan mengeluarkan
8. Menyimpan dan mengeluarkan 21. Tenggelam dan membusuk
9. Bahan organik terlarut 22. Potongan-potongan daun
10.Fitoplankton 23. Burung pantai
11.Zooplankton 24. Pupuk untuk tanah pertanian
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di perairan Pesisir Manokwari Provinsi Papua
Barat, pada empat lokasi yaitu Pesisir Perairan Rendani, Wosi, Briosi dan Padarni
(Gambar 4). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2010 (2 bulan),
yang meliputi kegiatan pengambilan data lapangan serta pengolahan data.
Pengambilan data lapangan hanya dilakukan satu kali pada tiap lokasi.
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu
Pesisir Perairan Rendani merupakan lokasi dengan kondisi lingkungan yang
masih alami karena cukup jauh dari pemukiman penduduk dan berada dalam area
Bandar Udara Rendani. Lokasi Wosi merupakan lokasi dengan tingkat gangguan
yang tinggi (Lefaan 2008), karena tingginya sedimentasi, adanya masukkan
limbah antropogenik yang berasal dari pemukiman penduduk yang cukup padat
dan Pasar Wosi, serta salinitas yang berfluktuasi karena merupakan daerah muara
Sungai Wosi. Lokasi Briosi merupakan daerah dengan tingkat gangguan yang
sedang, karena dekat dengan Pasar Sanggeng dan berhadapan dengan Pelabuhan
Manokwari serta pemukiman yang cukup padat. Lokasi Padarni merupakan
daerah dengan tingkat gangguan yang sedang karena gangguan berasal dari
limbah antropogenik rumah tangga dan aktivitas manusia.
3.2 Alat dan Bahan
Dalam penelitian ini terdapat dua kegiatan yang dilakukan yakni
kegiatan di lapangan yang meliputi pengambilan contoh lamun dan
gastropoda, pengukuran beberapa parameter fisika-kimia air secara in situ
dan pengambilan contoh substrat. Kegiatan selanjutnua dilaksanakan di
laboratorium meliputi identifikasi lamun dan gastropoda, analisis
fisika-kimia air dan analisis tekstur substrat. Kegiatan analisis laboratorium
dilakukan di Laboratorium Perikanan dan Laboratorium Kimia UNIPA serta
Laboratorium Produktivitas Lingkungan IPB. Adapun parameter fisika-kimia
air yang diukur dan dianalisis serta alat atau bahan yang digunakan seperti
Tabel 1 Parameter yang diukur serta alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
Parameter Satuan Alat/bahan Keterangan
Fisika
Suhu oC Termometer In situ
Kekeruhan NTU Turbidity meter Laboratorium
Kecepatan arus m/detik Current meter In situ
Tekstur Substrat mm Ayakan
bertingkat
Laboratorium
Kimia
pH air pH meter In situ
Salinitas ‰ Refraktometer In situ
Nitrat mg/ l Spektrofotometer Laboratorium
Ammonia mg/ l Spektrofotometer Laboratorium
Fosfat mg/ l Spektrofotometer Laboratorium
Oksigen Terlarut (DO)
mg/l DO meter In situ
Biochemical Oxygen
Biologi Gastropoda ind/cm Kuadrat 50 x 50
cm dan roll meter 2
In situ
Lamun ind/cm2 In situ
Data pendukung
Kedalaman air saat sampling
cm Tongkat berskala In situ
Posisi lokasi sampling Derajat
(o
3.3 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan contoh lamun dan gastropoda mrnggunakan
metode transek garis. Pada tiap lokasi pengamatan terdiri atas 3 garis transek
dengan jarak antara garis transek satu dengan yang lain 50 m dan panjang
garis transek disesuaikan dengan luasan padang lamun ke arah laut di lokasi
pengambilan data. Garis transek diletakkan tegak lurus dengan garis pantai,
Dalam satu garis transek terdiri atas 10 kuadrat dengan jarak setiap kuadrat
tergantung dari panjang garis transek, dengan perhitungan panjang garis
transek/9, sehingga diperoleh jarak antar kuadrat. Pengambilan contoh
dimulai dari kuadrat dekat garis pantai ke arah laut yang ditumbuhi lamun.
Kuadrat pertama dan kuadrat terakhir ditandai dengan GPS untuk
Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah metode rancagan
acak berlapis, dengan garis transek sebagai ulangan. Metode ini digunakan
berdasarkan asumsi bahwa padang lamun yang diamati tergolong vegetasi
campuran, yang terdiri atas lebih dari satu jenis lamun.
3.3.1 Pengambilan Contoh Lamun dan Gastropoda
Pengambilan contoh lamun dan gastropoda dilakukan pada tiap kuadrat
dari setiap garis transek, sehingga jumlah kuadrat yang diamati sebanyak 30
kuadrat pada masing-masing lokasi (Dennison 1990; English et al. 1997).
Setelah meletakkan kuadrat, dilakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap
gastropoda yang berada di daun lamun maupun di substrat. Jika ditemukan,
gastropoda tersebut langsung dimasukkan ke dalam plastik sampel dan diberi
keterangan. Kemudian dihitung persen tutupan tiap spesies lamun. Selanjutnya
dilakukan pengerukan substrat sedalam ± 5 cm dengan asumsi bahwa terdapat spesies gastropoda yang membenamkan diri dalam substrat (bersifat infauna)
untuk menghindari kekeringan, mengingat pengambilan sampel dilakukan saat
surut terendah. Kemudian lamun dan gastropoda dipisahkan dari substrat,
dimasukkan ke dalam plastik sampel dan diberi keterangan.
Contoh lamun dan gastropoda selanjutnya dibawa ke laboratorium
untuk diidentifikasi. Lamun diidentifikasi berdasarkan acuan dari Phillips &
Menez (1998), McKenzie et al. (2003) dan Lanyon (1986). Gastropoda
diidentifikasi berdasarkan buku karangan Habe (1964); Dharma (1988;
1992; 2005); Lindner (2000); Oliver (2004) dan Kusnaedi et al. (2008).
3.3.2 Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Air dan Pengambilan Tekstur Substrat
Parameter fisika-kimia air diambil dengan alat dan metode seperti
yang tertera dalam Tabel 1. Pengukuran parameter fisika-kimia air menurut
Fonseca (1990), meliputi: suhu, kecepatan arus, pH air, salinitas dan oksigen
terlarut (DO), yang dilakukan secara in situ. Sedangkan kekeruhan,
ammonia, nitrat, fosfat, biochemical oxygen demand 5 (BOD5), total
organic matter (TOM) dan tekstur substrat analisisnya dilakukan di
Pengambilan contoh substrat dasar untuk analisis tekstur, diambil
sebanyak 100 gr contoh sedimen. Pengambilan hanya dilakukan pada
kuadrat pertama, kuadrat kelima dan kuadrat ke sepuluh pada
masing-masing garis transek. Sampel sedimen selanjutnya dibawa ke laboratorium,
dibilas dengan air tawar untuk mengeluarkan serasah maupun kotoran yang
dapat membuat bias data yang diperoleh.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Tekstur Substrat
Sampel substrat yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan di bawah
terik matahari selama ± 3-4 hari (sinar matahari penuh) sampai kering dan beratnya konstan. Cara lain, sampel dapat dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 o
3.4.2 Frekuensi, Kerapatan, Penutupan Spesies dan Indeks Nilai Penting Lamun
C selama 24 jam sampai beratnya konstan. Selanjutnya sedimen
diayak berdasarkan ukuran mesh size ayakan. Pengolahan contoh sedimen
ini menggunakan metode kering (Holme & McIntyre 1984). Hasil
penyaringan berdasarkan mesh size ayakan (ayakan bertingkat), kemudian
ditimbang dan dicatat hasilnya dalam tabel dan selanjutnya dihitung persen
kumulatif dari setiap mesh size ayakan. Hasil perhitungan persen kumulatif
ini selanjutnya disesuaikan dengan nilai phi (Ø) menurut skala Wenworth. Sebaran butiran tekstur substrat (%) dapat diketahui berdasarkan hasil
analisis ini (Holme & McIntyre 1984).
Frekuensi Spesies Lamun
Frekuensi spesies lamun yaitu peluang ditemukannya lamun spesies
ke-i dalam suatu petak contoh yang dibatasi dan dibandingkan dengan jumlah
petak contoh yang diamati. Perhitungan spesies lamun dihitung menggunakan
Keterangan:
Fi = frekuensi spesies ke-i Pij
P = jumlah total kuadrat contoh
= jumlah kuadrat contoh ke-j ditemukan spesies ke-i
Frekuensi Relatif Lamun
Frekuensi relatif lamun (FRi), yaitu perbandingan antara frekuensi
spesies-i (Fi) dengan jumlah total frekuensi seluruh spesies. Perhitungan
frekuensi relatif lamun dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
(Brower et al. 1990):
Keterangan:
FRi = frekuensi relatif spesies ke-i Fi = frekuensi spesies ke-i
F = jumlah frekuensi untuk seluruh spesies i=1
Kerapatan Mutlak Lamun
Kerapatan mutlak lamun adalah jumlah total individu lamun dalam
suatu unit area yang diukur. Kerapatan mutlak lamun dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut (Brower et al. 1990):
Keterangan: Ki
n
= kerapatan mutlak spesies ke-i
ij
A = luas total area pengambilan contoh (m
= jumlah total individu dari spesies ke-i di unit area ke-j
2
)
Kerapatan Relatif Lamun
Kerapatan relatif lamun merupakan perbandingan antara jumlah
individu spesies lamun dan jumlah total individu seluruh spesies lamun.
Kerapatan relatif lamun dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
(Brower et al.1990) :
Keterangan: KRi
n
= kerapatan relatif spesies ke-i
i n
= jumlah individu tiap spesies
ij
Penutupan Spesies Lamun
= jumlah total individu seluruh spesies
Penutupan spesies lamun yaitu luas area yang di tutupi oleh
lamun dalam setiap kuadrat (Saito & Atobe 1990 in English et al. 1997).
Perse n tutupan spesies lamun tertentu dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
f = frekuensi (jumlah sub kuadrat yang memiliki nilai tengah yang sama) = nilai tengah persen dari kelas ke-i
Penutupan Relatif Lamun
Penutupan relatif lamun yaitu perbandingan antar tutupan individu
spesies ke-i dengan total jumlah tutupan seluruh spesies. Perhitungan
penutupan relatif lamun dihitung dengan menggunakan rumus (Brower et al.
1990), sebagai beriku:
Keterangan: PRi
P
= penutupan relatif spesies lamun ke-i
i P
= penutupan spesies ke-i
ij = total jumlah penutupan seluruh spesies
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP), dlgunakan untuk menghitung dan menduga
keseluruhan dari peranan satu spesies di dalam satu komunitas. Semakin tinggi
nilai INP suatu spesies, relatif terhadap spesies lainnva maka semakin tinggi
peranan spesies tersebut dalam komunitas. Rumus yang digunakan untuk
INPi = KRi + FRi + PR
Keterangan:
i
INPi
KR
= indeks nilai penting spesies ke-i
i
FR
= kerapatan Relatif spesies ke-i
i
PR
= frekuensi Relatif spesies ke-i
i = penutupan Relatif spesies ke-i
3.4.3 Pola Penyebaran Lamun
Pola penvebaran individu lamun, dapat dihitung dengan menggunakan
analisis Indeks Morisita. Perhitungan pola penyebaran lamun dihitung
dengan menggunakan rumus (Brower et al.1990), sebagai berikut:
Keterangan:
Id = indeks Morisita
n = jumlah kuadrat pengambilan contoh N = jumlah individu dalam n kuadrat xi
Indeks Morisita (Id) memiliki kriteria penilaian sebagai berikut: = Jumlah individu spesies ke-i pada setiap kuadrat
Id = 1, pola penyebaran merata Id < 1, pola penyebaran seragam Id > 1, pola penyebaran mengelompok
Kebenaran nilai indeks di atas, dapat diuji menggunakan sebaran
Chi-kuadrat dengan persamaan (Brower et al.1990), sebagai berikut:
Nilai Chi-kuadrat dari perhitungan di atas dibandingkan dengan nilai
Chi-kuadrat tabel dengan selang kepercayaan 95 % (α = 0,05). Jika nilai X2
hitung lebih kecil dari nilai X2
3.4.4 Komposisi Spesies dan Kelimpahan Gastropoda
tabel berarti tidak ada perbedaan yang nyata
dengan penyebaran acak.
Komposisi spesies gastropoda diperoleh dengan mencatat setiap
spesies yang ditemukan dalam setiap kuadrat berdasarkan stasiun pengamatan
famili, genera dan spesies yang ditemukan dalam tiap kuadrat contoh, ke
dalam tabel. Agar mempermudah dalam penelusuran spesies, maka nama
famili, genera dan spesies diurutkan menurut abjad. Kemudian
masing-masing famili, genera dan spesies dijumlah sesuai dengan banyaknya individu
spesies tersebut.
Kelimpahan spesies (A) didefinisikan sebagai jumlah individu per satuan
luas atau volume (Brower et al.1990), yang dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: Ai
n
= kelimpahan spesies i
ij
A = luas total area pengambilan contoh
= jumlah total individu dari spesies i di unit area ke-j
3.4.5 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Gastropoda
Keanekaragaman spesies gastropoda diartikan sebagai banyaknya spesies
gastropoda yang ditemukan dalam tiap kuadrat pada setiap garis transek.
indeks keanekaragaman yang digunakan untuk menentukan keanekaragaman
spesies gastropoda adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H') (Cox
2002), dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
H' = indeks keanekaragaman jenis pi = ni/N sebagai proporsi spesies ke-i ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu spesies ke-i
Indeks keseragaman (equitability) adalah rasio antara indeks
keanekaragaman terhadap keanekaragaman maksimumnya. Indeks ini digunakan
untuk menggambarkan keseimbangan penyebaran spesies dalam suatu komunitas.
Keterangan
E = indeks keseragaman
H’ = indek Keanekaragam Shannon-Wiener H’maks = 3,322 log2
Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1 (Setyobudiandi et al.
2009). Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0, menunjukkan adanya
konsentrasi jumlah individu pada spesies tertentu, atau terdapat spesies
tertentu yang memiliki jumlah individu relatif banyak. Sebaliknya jika nilai
indeks keseragaman mendekati 1, menunjukkan jumlah individu di setiap
spesies hampir sama atau merata.
S (S= jumlah spesies)
Dominansi spesies merupakan suatu gambaran bahwa jumlah suatu
spesies lebih banyak/dominan terhadap spesies yang lain dalam suatu
komunitas. Dominansi spesies dinyatakan dalam indeks dominansi Simpson
(Brower et al.1990), sebagai berikut :
Keterangan:
D = indeks dominansi Simpson ni = jumlah individu spesies ke-i
N = jumlah total individu dari selruh spesies
3.4.6 Indeks Kesamaan Komunitas
Indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui tingkat
kesamaan komunitas berdasarkan kesamaan spesies gastropoda antar lokasi
penelitian. Indeks kesamaan komunitas yang digunakan adalah indeks Sorenson
(Maguran 1988), sebagai berikut:
Keterangan: CS
j = jumlah spesies yang ditemukan dalam plot kuadrat di dua lokasi penelitian = indeks Sorenson
3.4.7 Karakteristik Habitat Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia air dan Tekstur Substrat
Penilaian terhadap parameter fisika-kimia perairan disesuaikan
dengan standar baku mutu air laut berdasarkan KEPMEN Lingkungan
Hidup No 51 tahun 2004, pada lampiran II (baku mutu air laut untuk biota
laut). Karakteristik lokasi penelitian dapat dinilai berdasarkan parameter
fisika-kimia perairan yang telah diukur melalui pendekatan analisis statistik
multivariate. yaitu analisis komponen utama (principal component
analysis, PCA) (Legendre & Legendre 1983).
Analisis komponen utama bertujuan untuk mempresentasi-kan
beberapa variabel dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud
terdiri atas lokasi penelitian sebagai individu (baris) dan variabel peubah
habitat kuantitatif (kolom). Data karakteristik habitat (parameter
fisika-kimia perairan dan tekstur substrat), tidak memiliki satuan ukuran dan
ragam yang sama dari data, sehingga sebelum melakukan analisis
komponen utama data-data ini harus dinormalisasikan lebih dahulu melalui
pemusatan dan pereduksian (Setyobudiandi et al. 2009). Dengan demikian
nilai-nilai analisis komponen utama tidak direalisasikan dari nilai-nilai
parameter inisial, tetapi dari indeks simetrik yang diperoleh dari kombinasi
linier nilai-nilai parameter inisial (Legendre & Legendre 1983).
Pemusatan adalah selisih antara nilai parameter dengan nilai rataan
parameter, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: C = nilai pusat
Pereduksian adalah hasil bagi antara nilai parameter yang telah
Keterangan: R = nilai reduksi C = nilai pusat
Sd = nilai simpangan baku karakteristik habitat
Langkah selanjutnya adalah menentukan hubungan antara dua
peubah. Pendekatan yang digunakan adalah matriks korelasi yang dihitung
dari indeks sintetik (Ludwig & Reynolds 1988), dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan:
= matriks korelasi r
= matriks indeks sintetik a
ij
= matriks transpose A
ij
Korelasi linier antara dua parameter yang dihitung dari indeks sintetik
adalah peragam dari kedua parameter tersebut yang telah dinormalisasikan.
sxn
Di antara semua indeks sintetik yang mungkin, analisis komponen
utama mencari terlebih dahulu mencari indeks yang menunjukkan ragam
yang maksimum dari lokasi penelitian. Indeks ini merupakan komponen
utama pertama yang merupakan sumbu utama 1 (F1). Suatu proporsi
tertentu dari ragam total lokasi penelitian dijelaskan oleh komponen utama
ini. Selanjutnya dicari komponen utama kedua (F2) yang memiliki korelasi
nihil dengan komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus hingga
memperoleh komponen utama ke-p, yang merupakan bagian informasi
yang paling kecil (Setyobudiandi et al. 2009).
Pada prinsipnya analisis komponen utama menggunakan jarak
Euclidean (jumlah kuadrat perbedaan karakteristik fisika-kimia perairan
dan tekstur sedimen antar lokasi penelitian yang berkoresponden) pada
data. Jarak Euclidean didasarkan pada rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Semakin kecil jarak Euclidean antar 2 lokasi, maka semakin mirip
karakteristik fisika-kimia perairan antar kedua lokasi tersebut. Demikian
pula sebaliknya, semakin besar nilai Euclidean antar dua lokasi, maka
semakin berbeda karakteristik fisika-kimia perairan antar dua lokasi
tersebut (Legendre & Legendre 1983).
3.4.8 Pola Penyebaran dan Sebaran Spasial Gastropoda serta Asosiasinya dengan Karakteristik Habitat
Dalam menentukan pola penyebaran gastropoda pada tiap transek
pengamatan, dapat dianalisis dengan menggunakan indeks penyebaran
Morisita (Id) dengan rumus sebagai berikut (Brower et al.1990) :
Keterangan:
Id = Indeks Morisita
n = Jumlah kuadrat pengambilan contoh N = Jumlah individu dalam n kuadrat xi = Jumlah individu pada setiap kuadrat
Pola penyebaran gastropoda ditentukan berdasarkan kriteria dari
Indeks Morisita (Id) dengan penilaian sebagai berikut:
Id = 1, pola penyebaran acak
Id < 1, pola penyebaran seragam/merata Id > 1, pola penyebaran mengelompok
Kebenaran nilai indeks Morisita (Id) dapat diuji menggunakan sebaran
Chi-kuadrat (x2
) (Brower et al.1983) dengan persamaan:
Nilai Chi-kuadrat dari perhitungan di atas dibandingkan dengan nilai
Chi-kuadrat tabel, dengan selang kepercayaan 95% (α = 0,05). Jika nilai x2 hitung lebih kecil dari nilai x2 tabel maka tidak ada perbedaan vang nyata
3.4.9 Asosiasi Gastropoda dengan Lamun Berdasarkan Karakteristik Habitat
Asosiasi gastropoda dengan karakteristik habitat dapat dijelaskan
menggunakan analisis faktoriai korespondens (Correspondence Analysis,
CA) (Legendre & Legendre 1983). Analisis ini didasarkan pada matriks data I
baris (gastropoda) dan J kolom (lokasi pengamatan atau karakteristik habitat),
dimana ditemukan pada baris ke i dan kolom ke j kelimpahan organisme pada
lokasi pengamatan atau modalitas karakteristik habitat ke j untuk organisme ke
i. Matriks data ini merupakan tabel kontigensi organisme X lokasi pengamatan
atau spesies organisme modalitas karakteristik habitat tersebut.
Peranan i dan j dalam tabel kontigensi yaitu membandingkan
unsur-unsur I (untuk tiap J), sama dengan membandingkan hukum probabilitas
bersyarat. Pengukuran kemiripan antar 2 unsur yaitu unsur I1 dan unsur I2
Keterangan:
dari
I dilakukan melalui pengukuran jarak chi-kuadrat dengan rumus sebagai
berikut:
D2 x
= jarak chi-kuadrat
i X
= jumlah baris i untuk semua kolom
j = jumlah kolom j untuk semua baris
Pengolahan data correspondence analysis (CA) untuk mengetahui sebaran
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Wilayah pesisir Manokwari merupakan wilayah perairan semi tertutup,
yang terdiri atas teluk-teluk kecil, dan salah satunya adalah Teluk Doreri (Gambar
4). Wilayah pesisir perairan ini memiliki tiga ekosistem yang penting, yaitu
ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang, dengan
berbagai organisme yang berasosiasi. Di lain sisi penduduk Manokwari sangat
dominan menempati wilayah pesisir yang relatif landai sebagai pemukiman,
pasar, pusat perbelanjaan dan perekonomian serta hotel daripada wilayah daratan
yang memiliki lahan yang berbukit.
4.1.1 Rendani
Wilayah pesisir Rendani terdiri atas ekosistem mangrove, ekosistem lamun
dan ekosistem terumbu karang. Di lokasi ini juga terdapat sungai mati yang
ditumbuhi pohon mangrove. Tipe substrat dasar perairan pesisir Rendani
merupakan tipe carbonat, yang terdiri atas pasir dan pecahan karang.
Lokasi pengambilan contoh di Rendani relatif jauh dari pemukiman
penduduk karena masih berada dalam wilayah Bandar Udara Rendani. Di sekitar
titik pengambilan contoh ditumbuhi oleh pohon magrove dengan tegakan yang
tidak terlalu rapat dan hanya terdiri atas beberapa jenis mangrove. Padang lamun
yang ada di perairan ini tidak terlalu luas ke arah laut, namun memanjang secara
horizontal searah garis pantai. Sisi luar dari padang lamun berbatasan dengan
terumbu karang yang membentuk barrier, yang menjadikan daerah ini dangkal.
Gambar lokasi dapat dilihat pada Lampiran 1a.
4.1.2 Wosi
Profil lokasi pengambilan contoh di Wosi dicirikan oleh daerah yang
landai karena terletak di muara Sungai Wosi. Tipe substrat dasar perairan di lokasi
ini tergolong tipe terrigenous yang terdiri atas pasir dan lumpur. Selain itu di
lokasi ini juga terdapat Pasar Wosi dan pemukiman penduduk yang padat.
Masyarakat setempat juga memanfaatkan daerah pesisir pantai sebagai tempat
Hamparan lamun yang ada di lokasi Wosi cukup luas dibandingkan ketiga
lokasi lainnya dan agak jauh dari bibir pantai. Saat air surut, dasar perairan yang
kering cukup luas karena dasar perairannya landai. Kondisi perairan di lokasi ini
selalu keruh karena pengaruh sedimen yang terbawa oleh aliran Sungai Wosi dan
terendap di wilayah ini. Gambar lokasi Wosi dapat dilihat dalam Lampiran 1b.
4.1.3 Briosi
Pesisir Perairan Briosi merupakan daerah yang cukup dekat dengan pasar
Sanggeng dan berhadapan dengan pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal
penumpang maupun kapal barang. Lokasi pengambilan data terletak di mulut
Teluk Doreri. Kondisi perairan di lokasi ini tidak terlalu jernih karena ada
masukan sedimen yang berasal dari aliran sungai kecil yang ada di bagian dalam
teluk dan buangan dari pasar Sanggeng.
Tipe substrat yang ada di lokasi ini merupakan tipe carbonat yang terdiri
atas pasir dan pecahan karang. Padang lamun yang ada di lokasi ini tidak terlalu
luas, dan saat surut terendah, bagian lamun yang berada pada zona bagian bawah
intertidal akan terdedah karena kering. Sisi bagian luar ke arah laut dari padang
lamun berbatasan dengan terumbu karang. Gambar lokasi Briosi dapat dilihat
dalam Lampiran 1c.
4.1.4 Padarni
Pesisir Perairan Padarni merupakan lokasi yang cukup padat penduduk. Di
pesisir perairan ini masyarakat setempat banyak memelihara ternak babi dengan
kandang sistem gantung (berada di atas air). Kondisi perairan di lokasi tidak
terlalu jernih. Hal ini disebabkan oleh sedimen lumpur berpasir yang terdapat
pada zona bagian tengah intertidal. Hamparan lamun yang terdapat di lokasi ini
tidak terlalu luas dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya, dengan vegetasi yang
berasosiasi dengan makroalga Halimeda sp dan Padina sp.
Tipe subatrat dasar perairan pada zona intertidal bagian bawah didominasi
oleh tipe substrat carbonat yang terdiri atas pasir bercampur dengan pecahan
karang, sedangkan pada zona bagian atas intertidal didominasi oleh substrat pasir.
Pada zona bagian tengah intertidal memiliki tipe substrat lumpur berpasir. Lebih