• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak Dan Implikasi Dari Perebutan Sumber Agraria Di Kabupaten Sumbawa, Ntb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak Dan Implikasi Dari Perebutan Sumber Agraria Di Kabupaten Sumbawa, Ntb"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ESKALASI KETEGANGAN HUBUNGAN MULTI PIHAK DAN

IMPLIKASI DARI PEREBUTAN SUMBER AGRARIA

DI KABUPATEN SUMBAWA, NTB

FAHRUNNISA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak dan Implikasi dari Perebutan Sumber Agraria di Kabupaten Sumbawa, NTB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Fahrunnisa

(3)
(4)

RINGKASAN

FAHRUNNISA. Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak dan Implikasi dari Perebutan Sumber Agraria di Kabupaten Sumbawa, NTB. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO dan NURMALA K. PANDJAITAN.

Rezim Orde Baru telah meletakkan dasar pembangunan ekonomi Indonesia berbasis pada ekstraksi sumber daya alam. Untuk mendukung kebijakan tersebut maka dicetuskannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) No.1 yang didukung oleh Undang-Undang Pokok Kehutanan No.5 tahun 1978. Atas dasar ini negara menetapkan hubungan melalui Kontrak Karya dengan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) tahun 1986. PT.NNT adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan tembaga dan mendapatkan area konsesi di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa seluas 1.127.134 ha. Beroperasinya PT.NNT di Sumbawa khsusnya di Blok Elang Dodo telah menyulitkan masyarakat secara ekonomi, sosial maupun budaya. Area konsesi perusahaan juga masuk kedalam wilayah adat masyarakat. Kondisi ini kemudian menyebabkan ketegangan hubungan dan saling klaim antara masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah daerah. Disisi lain masyarakat juga bertentangan dengan masyarakat yang setuju dengan keberadaan perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar historis dan klaim antar pihak, memuncaknya ketegangan hubungan multi pihak di Hutan Dodo serta implikasinya. Penelitian dilakukan dari Maret sampai Agustus 2015 yang berlokasi di Desa Lebangkar dan Desa Lawin Kecamatan Ropang, Kabupaten Sumbawa, NTB. Penelitian juga dilakukan diberbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Kabupaten Sumbawa yang meliputi Bappeda, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertambangan, Badan Pertanahan Nasional, serta Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Sumbawa. Metode pengumpulan data dan analisa data dilakukan secara kualitatif yang berlandas pada paradigma konstruktivis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertentangan telah mengakar sejak tahun 1933 saat masyarakat adat dipindahkan oleh pemerintah ke luar Hutan Dodo. Ketegangan hubungan berlanjut ketika pemerintah menjalin kontrak karya dengan perusahaan dalam hal konsesi pertambangan di Hutan Dodo. Dengan otoritas yang dimilikinya, perusahaan membatasi akses masyarakat ke Hutan Dodo karena dianggap mengganggu aktivitas perusahaan. Disisi lain, keberadaan perusahaan dianggap masuk ke wilayah adat masyarakat tanpa ijin serta menggangu aktivitas ekonomi, sosial-budaya sehingga menyulitkan masyarakat. Atas dasar ini, terjadilah pertentangan antara masyarakat Lebangkar dan Lawin dengan perusahaan.

(5)

Pasca pembakaran camp, aksi kolektif masyarakat sempat terhenti, namun tahun 2008 konfrontasi kembali terlihat sampai dengan awal 2011, dengan kehadiran Masyarakat Adat Cek Bocek dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menuntut diakui sebagai masyarakat hukum adat. Tahun 2011 konfrontasi yang menguat dan sampai pada fase krisis tepat pada saat kegiatan eksplorasi tahap II berlangsung. Masyarakat Cek Bocek melakukan pembubaran aktivitas perusahaan, yang kemudian masyarakat justru mendapat intimidasi dari perusahaan dan aparat keamanan yang ada. Aksi ini berujung pada saling lapor ke Kepolisian. Terjadinya krisis juga karena dilantiknya Sultan Sumbawa beserta Lembaga Adat Tanah Sawamwa (LATS) dan keberadaannya diakui oleh pemerintah daerah sumbawa. Sejak 2012 sampai saat ini, adalah fase-fase konfrontasi, semua pihak yang berkepentingan terus menerus membangun power agar mendapatkan otoritas di Hutan Dodo.

Berlangsungnya ketegangan hubungan ini telah menyebabkan distribusi otoritas dan struktur yang lebih longgar. Dalam artian apa yang menjadi harapan masyarakat mulai di akomodir baik oleh perusahan maupun pemerintah. Tetapi, disisi lain muncul rasa tidak suka, kecemburuan sosial, sentimen dari masyarakat yang mendukung perusahaan ataupun yang mengagap dirinya masyarakat Sumbawa asli karena Cek Bocek dianggap hanya mencari keuntungan dan keberadaannya dianggap menggangu investasi sehingga perekrutan tenaga kerja menjadi tertunda. Bila disimak lebih jauh, argumen ketidaksukaan lebih bersifat struktural tekait tenaga kerja, ketimpangan ekonomi maupun pembangunan yang ada di Sumbawa. Dapat dikatakan bahwa konflik horizontal yang menguat bukan karena perbedaan identitas atau terkait etnis namun lebih pada materialisme. Seperti yang dinyatakan Malasevic bahwa konflik etnis pada dasarnya adalah konflik kelas yang tersembunyi, sehingga pertentangan antar sesama masyarakat di Sumbawa disebabkan ketimpangan struktur. Namun hal ini perlu diseikapi dengan tegas, karena pada titik tertentu dapat meluas yang berujung pada konflik berdarah-darah karena terkadang melibatkan emosi, sentimen dari masing-masing kelompok masyarakat.

(6)

SUMMARY

FAHRUNNISA. Escalation of Multiparties’ Strained Relation and Implications of The Agrariarian Struggle in Sumbawa Regency, NTB. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO and NURMALA K. PANDJAITAN.

The New regime had laid a foundation of Indonesia's economic development based on natural resources extraction. In order to support the policy, the Act of Foreign Investment (UUPMA) No. 1 supported by the Principal Act of Forestry No. 5 of 1978 was initiated. Based on the regulation government established a work contract with PT. Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) in 1986. PT. NNT concentrates its business activity in the gold and copper mining industry that got a concession area of 1,127,134 ha in Lombok and Sumbawa Island. The operation of PT.NNT in Sumbawa, particularly at Elang Dodo Block had burdened the community in economic, social, and culture. The company concession area was also the territory of Sumbawa indigenous community. These condition led to strained relationship and overlapping claims between the company and local government. On the other hand, there was a conflict among local people who were different in the acceptance of the existence of the company.

The study aimed to analyze the historical background and claims between the parties, the mounting of multiparties’ strained relationship in Dodo Forest, and its implications. The study was conducted in March to August 2015, located in the Village of Lebangkar and Lawin, Ropang District, Sumbawa Regency, West Nusa Tenggara. Data were also carried out from several Regional Work Units (SKPD) of Sumbawa regency including Bappeda, Forestry Department, Mining Department, the National Land Agency, as well as Indigenous People Alliance of Sumbawa Region. Methods of data collection and analysis were based on qualitative approach with constructivist paradigm.

The results showed that conflicts have taken hold since 1933 when the government made the indigenous people left Dodo Forest. A strained relationship was continued when the government established a work contract with the company in terms of mining concessions in Dodo Forest. The authority given to the company limited people's access to Dodo Forest since it considered as an interference for the company’s activities. On the other hand, the company was considered had illegally entered the territory of indigenous community and disrupted their economical and socio-cultural activity and has brought them into difficulties. That condition led a conflict between Lebangkar and Lawin community with the company.

(7)

the Archipelago (AMAN) who asked to be recognized as indigenous peoples. In 2011, confrontation grew stronger and had reached the crisis phase in the time of the second exploration phase. Cek Bocek community dissolved company's activities, but they got intimidation from the company and security guards. As the result, both parties reported each other to police. The crisis phase was also caused by the inauguration of Sultan Sumbawa along with the acknowledgment of the existence of Institute of Traditional Land Sawamwa (LATS) by Sumbawa local government. The next strain phase happening since 2012 was confrontation where all interested parties have been building power continuously to gain authority in Dodo Forest.

The ongoing strained relation has caused the loose of authority and structural distribution. In another words, the expectations of community have begun to be accommodated either by the company or government. However, feel of dislike, resentment, and sentiments has emerged from both community that supported the company and which acknowledged itself as the origin community of Sumbawa, as Cek Bocek was considered profit oriented whose existence disturbing the investment that delayed the labor recruitment. The dislike arguments tended to be more structural in relation to the issues of labor as well as the economic and development inequality and development in Sumbawa. It could be said that the risen horizontal conflicts were not initiated by the identity or ethnic-related differences but by the issue of materialism. As stated by Malasevic that ethnics’ conflict is essentially a hidden class conflict, so conflict between the members of society in Sumbawa were caused by structural inequality. Yet, it was needed to be followed up seriously, because at certain points it is potentially extended and led to blooded conflict, involving emotions and sentiment of each community.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Sosiologi Pedesaan

Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak dan Implikasi dari

Perebutan Sumber Agraria di Kabupaten Sumbawa, NTB

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Eskalasi Ketegangan Hubungan Multi Pihak dan Implikasi dari Perebutan Sumber Agraria di Kabupaten Sumbawa, NTB Nama : Fahrunnisa

NIM : I353130021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Endriatmo Soetarto, MA Ketua

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS.DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 adalah Eskalasi Ketegangan Hubungan dan Implikasi dari Perebutan Sumber Agraria di Kabupaten Sumbawa, NTB.

Dengan segala tulus, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada dosen Sosiologi Pedesaan, teman-teman seperjuangan, para sahabat, para kolega dan keluarga besar atas do’a dan dukungannya. Secara khusus penulis ingin sampaikan kepada: Program Studi yang juga merupakan dosen penguji Luar Komisi.

3. Saudara seperjuangan di Sosiologi Pedesaan angkatan 2013: Ratna Patriatna, Helmi Ayurardi Mihardja, Habibi Azhar dan Doni Moidadi, terimakasih atas kehangatan persahabatannya.

4. Para sahabat, senior, dan teman diskusi yang selalu menyediakan solusi uni Nining Erlina Fitri, Mas Eko Cahyono, Annisa Konno, Sitti M Meliana Rustam dan Turasih.

5. Keluarga besar Asrama Mahasiswa NTB di Bogor yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu.

6. Keluarga Samawa Center yang memotivasi untuk melanjutkan studi: Muslim, M.Sos, Amrullah, Msi, M Nurdayat, SP, Endang Komaladewi, SE, Julmasyah S.Hut.Msi, Mahyuddin Soud, Spd, terimakasih atas dukungannya selama studi, walaupun terkadang dibeberapa hal kita tidak sejalan.

7. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Petambangan dan Energi, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa di Lingkup Kecamatan Ropang), dan Perwakilan Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang telah berbagi informasi dan pengalaman dilapangan.

8. Keluarga Bapak Aziz (Lebangkar), Bapak Anggo (Lawin), Bapak M. Saleh (Ranan), Bapak H. A Latif (Ropang) dan Sudarmono (Lawin) atas jamuannya sehari-hari serta tumpangan.

9. Tesis ini penulis persembahkan untuk Masyarakat se-Kecamatan Ropang, khususnya masyarakat Lebangkar dan Lawin yang bersedia menerima penulis, berbagi pengalaman maupun pengetahuan serta mendukung berjalannya penelitiannya ini.

(14)

Selsainya penulisan karya ini adalah berkat doa’a dan dukungan suami Januar Adeka Putra,Ssi. Terimakasih atas cinta kasih, pengertiannya, bersedia menjadi asisten lapangan, guru, dan teman diskusi saat penelitian berlangsung. Serta penantiannya selama tiga tahun ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi saudara-saudara ku pegiat agraria.

Bogor, Agustus 2016

Referensi

Dokumen terkait

Memahami makna dalam wacana lisan interpersonal dan transaksional, secara formal maupun informal, dalam bentuk mendengarkan permintaan dan perintah yang berkaitan dengan

EOQ merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menemukan jumlah pesanan yang ekonomis, yaitu jumlah pesanan yang memenuhi total biaya persediaan minimal dengan

 proses pengeluaran janin janin yang yang terjadi terjadi pada pada kehamilan cukup kehamilan cukup bulan bulan ( ( 37-40 37-40 minggu minggu ), lahir

Dimana untuk variabel Hard Skill, Pelatihan Terhadap Kinerja secara bersama-sama, maka dengan melihat nilai R square dapat diketahui besarnya pengaruh Hard Skill, Pelatihan

Gula Pasir Lokal Bawang Merah Cabai Merah Keriting Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Daging Sapi Minyak goreng Tepung terigu.. Berapa rata-rata

Dari semua jenis logam, biasanya Resistance Temperature Detector yang sering digunakan pada industri adalah jenis Platinum Resistance Temperature Detector, karena memiliki

Hasil angket setelah Siklus I menyatakan, bahwa pembelajaran keterampilan menulis surat pribadi (persönlicher Brief) melalui pola latihan analisis kesalahan

Menurut bapak ary selaku guru kelas VA mengungkapkan pada peneliti sebagai berikut59: “Kendala lain yang sering saya dapat adalah, anak ADHD itu mudah bosan dalam proses