• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel Di Pt Inco Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel Di Pt Inco Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI TINGKAT KEBERHASILAN REVEGETASI

LAHAN BEKAS TAMBANG NIKEL DI PT INCO Tbk.

SOROWAKO, SULAWESI SELATAN

FIKI ABUBAKAR

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

FIKI ABUBAKAR. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel di PT. INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh YADI SETIADI.

PT INCO telah melakukan perjanjian pinjam pakai atas kawasan hutan dengan pemerintah untuk kegiatan penambangan. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT INCO telah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang parah. Tetapi dengan penuh kesadaran disertai kewajiban untuk memenuhi perjanjian pinjam pakai dengan pemerintah, maka PT INCO telah melakukan rehabilitasi hutan pada daerah-daerah yang terkena dampak penambangan. Untuk mengetahui status keberhasilan dari rehabilitasi yang dilakukan oleh PT INCO, diperlukan sebuah penilaian. Penilaian ini menitikberatkan pada aspek vegetasi dan biologis agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan revegetasi dapat memenuhi tujuan perbaikan sebagaimana tercantum dalam Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 dan dapat kembali memenuhi fungsi-fungsi dari sebuah kawasan hutan.

Objek penelitian ini adalah tegakan hutan hasil revegetasi tahun tanam 1999-2007 serta tahun tanam 1985 dan 1996. Peralatan yang dibutuhkan antara lain : kompas brunton, pita ukur, Sunto clinometer, spherical densiometer, tali tambang plastik. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan petak berbentuk lingkaran berdiameter 17,8 m. Jumlah plot yang dibuat untuk tiap tahun tanam adalah 2 sampai 3 buah dengan jarak antar plot 50-100 meter, tetapi terdapat juga yang hanya satu plot contoh yang diambil karena keterbatasan lahan. Pada plot itu akan dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman terhadap seluruh tanaman yang berada pada plot contoh, meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman, perkembangan akar dan penutupan tajuk. Untuk parameter keberadaan jenis-jenis lokal serta keberadaan satwaliar juga dilakukan pada plot ini.

Persentase pertumbuhan pada areal revegetasi berkisar antara 95-100%. Komposisi tumbuhan yang ditanam adalah jenis pioner seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalytus eurograndis), Sengon Buto (Enterolobium macrocarpum) serta jenis lokal seperti Trema (Melochia umbellata), Sandro (Sandoricum kacappeae) dan Uru (Elmerelia sp). Itu berarti telah sesuai dengan peraturan pemerintah. Perkembangan akar, pertumbuhan, dekomposisi serasah, erosi serta penutupan tajuk telah menunjukkan perkembangan dalam tataran konsep suksesi. Begitupun dengan satwa liar, telah terjadi introduksi pada lahan-lahan revegetasi. Revegetasi di PT INCO pada beberapa aspek telah memenuhi kriteria dan indikator yang ditetapkan pemerintah, tetapi belum membentuk kembali struktur dan fungsi semula yaitu hutan lindung.

(3)

SUMMARY

FIKI ABUBAKAR. Succession Evaluation of Nickel Post-mining Land Revegetation at PT. INCO Tbk. Sorowako, South Sulawesi. Under Supervision of YADI SETIADI.

PT INCO has made a borrow and use agreement with the government to do mining activity in forest area. This mining activity has caused severe damage to the forest and the land. With full awareness and to fulfill obligation in borrow and use agreement, PT INCO has done rehabilitation to severely damage forest and lands due to its mining activity. An evaluation is needed to measure the succession rate of rehabilitation effort that has been done by PT INCO. This evaluation put an emphasis on vegetational and biological aspect, enabling to see how far the revegetation activity able to fulfill restoration purpose as mention in Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 and to restore functions of a forest.

Object of this research is forest stand resulted from revegetation planted in 1999-2007, 1985 and 1996. Some of the equipments been used in this activity are brunton compass, measuring band, Sunto clinometer, spherical densiometer, plastic rope. Vegetational analysis done by using 17,8 m diameter circle plot. For each planting year make 2-3 plots with range 50 - 100 meter between each plot, for some cases such as limited land one plot is sufficient enough. In it observation made to plant growth factor such as plant height, plant diameter, root development and crown covering. Another parameter that also observed are local species existances and wildlife presence.

Growth percentage in revegetation area range from 95% to 100%. Plant composition are pioneer species as Sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalytus eurograndis), Sengon Buto (Enterolobium macrocarpum)and local species as Trema (Melochia umbellata), Sandro (Sandoricum kacappeae) dan Uru (Elmerelia sp). This mean it is suitable with goverment rule. Root development, growth, litter decomposition, erotion and crown covering has shown improvement according to succession concept. Same thing happen to wildlife, introduction has happened to revegetation lands. Revegetation at PT INCO in some aspects has fulfill goverment´s criteria and indicator but this revegetation has not reform original forest structure and function as protected forest.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Tingkat

Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel di PT INCO, Sorowako

Sulawesi Selatan adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, November 2008

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Gusti Yang Widi, untuk beragam anugerah yang sering datang dengan cara yang tak terduga. Termasuk penyelesaian karya ilmiah ini.

Rangkaian kegiatan dalam revegetasi lahan bekas tambang, dimulai dari

persiapan lahan, penanaman hingga pemantauan merupakan sebuah upaya

memperbaiki kesetimbangan alam juga refleksi dalam berbagi sifat Allah yang

telah dititipkan pada seluruh makhluk-Nya. Al-Hayy. Yang Maha Hidup.

Dalam pada itu, penulis memilih judul “Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi

Lahan Bekas Tambang Nikel di PT. INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan”

dibawah bimbingan Dr.Ir. Yadi Setiadi M.Sc.

Untuk pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam terhadirnya karya ilmiah ini di

(6)

RIWAYAT HIDUP

Bercita-cita menjadi wartawan, selepas menamatkan jenjang pendidikan di SMU

Negeri 4 Bandung pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke Program Studi

Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Pemilihan ini didasarkan pada

beberapa faktor: pemetaan kemandirian hidup, kecintaan terhadap alam

(terutama hutan) serta usaha pengayaan pengetahuan.

Penulis yang dilahirkan di Cimahi, 19 Februari 1984, putra pertama dari

pasangan Kiki Umar dan Noerhayati, mengisi masa perkuliahan dengan

berusaha banyak membaca, mempublikasi tulisan di dinding kampus serta

kegiatan lain yang berhubungan dengan bidang yang penulis tekuni, yaitu

ekologi hutan -dengan daya minat lebih terhadap ekologi restorasi, seperti

Assistensi mata kuliah Ekologi Hutan 2005-2008, tenaga lapangan pada Garuda

Project YPAL-BICONS di Subang (2003), tenaga penunjang di Pusat Informasi

Lingkungan Indonesia (2003) program Internship serta Consultancy Services for Exclosure Research di Wanariset Malinau-CIFOR (2006) serta tenaga lapangan pada AMDAL untuk uji-seismik Serica-Energy di Kalimantan Timur (2007). Selain

itu, semenjak tahun 2004, penulis tercatat sebagai anggota BICONS (Bird

Conservation Society).

Dalam ranah akademis, penulis melakukan praktek Umum Kehutanan di KPH

Banyumas Barat serta KPH Banyumas Timur dan Praktek Umum Pengelolaan

Hutan di KPH Ngawi. Keduanya pada pertengahan 2004. Pada tahun 2006

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Wanariset Malinau-CIFOR

Kalimantan Timur. Setahun berikutnya tahap pengambilan data untuk

penyelesaian skripsi yang berjudul “Evaluasi Tingkat Revegtasi Lahan bekas

Tambang Nikel di PT.INCO, Sorowako Sulawesi Selatan, dimulai. Penyusunan

skipsi ini dibimbing oleh Dr. Ir. Yadi Setiadi, MSc.

Hobi membaca, menulis serta berbagi mulai dicurahkan dalam website-blog

(7)

[ucapan terima kasih]

• Ibu, Ibu, Ibu dan papap, Ené (almh) serta adik-adik tercinta juga Rifkiyanti Haqqi untuk kasih sayang yang terus berlimpah serta doa yang tak hendak putus.

• Dr. Ir. Yadi Setiadi M.Sc untuk seluruh dukungan, teladan serta kesabaran dalam melakukan bimbingan.

• Bu Nining Puspaningsih untuk beragam bantuan selama rangkaian penelitian.

• Pak Aris Prio Ambodo, Pak Boorliant, Pak Yohan, Erwin, Edy Tangke beserta seluruh staf di Divisi Mine Revegetation PT.INCO untuk segala fasilitas yang telah diberikan di Sorowako.

• Pak DR. Ahmad M Thohari serta Pak Prof. Imam Wahyudi sebagai dosen penguji.

• Mas Imam, Mas Irman, Dedi serta seluruh staf di PT Green Planet Indonesia untuk beberapa data sekunder serta bantuan tenaga lapangan.

• Bu Yani, Pak Edi Permana, Bu Nunung serta seluruh keluarga Laboratorium Ekologi Hutan: Beni, Welly, Danu, Dania, Eko dkk.

• Mbak Faiq, Mas Ari, Kang Fatah, Kang Jefri, Teh Susan dan kawan-kawan di PAU.

• Pak Ismail, Bu Aliyah, Bu Kokom, Bu Layya, Bu Ria, Bu Rusnani, Bu Fifi serta seluruh staf KPAP.

• Rekan-rekan “Residu Peradaban”: Among, Berry, Derry, Dika , Muklish, Syuhada dan Tezar untuk beragam bantuan.

• Kawan-kawan di kampus abu-abu: Ajay, Wempy, Ewink, Jack, Ace, Bayu, John, Irwan dkk yang masih tetap melestarikan tradisi ke-Fahutan-an dalam tafsir yang positif.

• Rekan seperjuangan : Dasep, Berry, Lisna dan Irin, untuk setiap dukungan di “ruang tunggu”. • Rekan di lapangan: Istafiana Candarini dan Ari Prasetiyo untuk setiap bantuan.

• Mas Agus di PILI; Kang Bayu, Kang Jack serta semua di kost-kostan Manggala untuk fondasi perenialist serta semangat berdikari.

• Rekan-rekan Fahutan khususnya angkatan 38, lebih khusus lagi Budidaya Hutan.

(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu sektor yang dapat menghasilkan

devisa besar bagi negara. Tercatat bahwa pada tahun 2007, penerimaan negara

perpajakan umum dari sektor pertambangan mencapai Rp 24.000 miliar

(www.esdm.go.id). Tetapi selain devisa, industri pertambangan (terutama dengan

metode pertambangan terbuka) telah menghasilkan dampak ikutan berupa

kerusakan lingkungan yang sangat parah terutama pada hutan hujan tropika

yang merupakan dominasi lapisan penutup dari permukaan bentang lahan yang

ditambang.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 146/Kpts-II/1999 mengenai

Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan menyebutkan

bahwa setiap perusahaan pertambangan dan energi memiliki kewajiban untuk

melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang atas kawasan hutan yang

dipinjam-pakai. Hal itu bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan yang

rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi sehingga

kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan

peruntukannya.

PT International Nickel Indonesia Tbk. (PT INCO) adalah perusahaan

multinasional yang bergerak di bidang pertambangan nikel yang berlokasi di

Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Utara, Propinsi Sulawesi Selatan.

PT INCO melakukan produksi komersial pertama pada tahun 1978 dan program

rehabilitasi purna tambang mulai dilakukan enam tahun sesudahnya.

PT INCO telah melakukan perjanjian pinjam pakai atas kawasan hutan

dengan pemerintah untuk kegiatan penambangan. Kegiatan penambangan yang

dilakukan oleh PT INCO telah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang

parah. Tetapi dengan penuh kesadaran disertai kewajiban untuk memenuhi

perjanjian pinjam pakai dengan pemerintah, PT INCO telah melakukan

rehabilitasi hutan pada daerah-daerah yang terkena dampak penambangan.

Pada periode awal, kegiatan revegetasi dilakukan tanpa memperhatikan

karekteristik dan manajemen lahan yang benar, tingkat adaptibilitas jenis

tanaman, dan metode penanaman yang tepat. Hal ini disebabkan kurangnya

pengetahuan para perencana dan pelaksana kegiatan revegetasi dalam hal

(9)

silvikultur yang tepat telah digunakan untuk merehabilitasi lahan bekas tambang

yang ada (Sirait 1997).

Untuk mengetahui status keberhasilan dari rehabilitasi yang dilakukan

oleh PT INCO, diperlukan sebuah penilaian. Penilaian ini menitikberatkan pada

aspek vegetasi dan biologis agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan

revegetasi dapat memenuhi tujuan perbaikan sebagaimana tercantum dalam

Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 dan dapat kembali memenuhi fungsi-fungsi

dari sebuah kawasan hutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menilai tingkat keberhasilan dari revegetasi yang dilakukan oleh PT INCO di

lahan-lahan bekas pertambangan nikel.

2. Mempelajari proses revegetasi yang tengah berlangsung di areal bekas

tambang PT INCO.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan :

1. Dapat digunakan oleh pihak pengelola program revegetasi perusahaan

sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan revegetasi yang telah dilakukan.

2. Dapat menjadi acuan untuk memperbaiki program revegetasi yang masih

kurang memenuhi kriteria yang berlaku menurut Pedoman Reklamasi

(10)

TINJAUAN PUSTAKA

Reklamasi

Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah

usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam

kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan

energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

(Permenhut Nomor: 146-Kpts-II-1999). Rehabilitasi hutan dan lahan adalah

kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan

meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan

peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

(Anonim, 2004)

Parotta (1993) dalam Setiawan (2003) menyatakan bahwa tujuan

rehabilitasi ekosistem hutan yang mengalami degradasi ialah menyediakan,

mempercepat berlangsungnya proses suksesi alami. Selain itu juga untuk

menambah produktivitas biologis, mengurangi laju erosi tanah, menambah

kesuburan tanah dan menambah kontrol biotik terhadap aliran biogeokimia

dalam ekosistem yang ditutupi tanaman.

Kata reklamasi berasal dari kata to reclaim yang bermakna to bring back to proper state, sedangkan arti umum reklamasi adalah the making of land fit for cultivation. Membuat keadaan lahan menjadi lebih baik untuk dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang sudah bagus menjadi lebih bagus, sama sekali tidak

mengandung implikasi pemulihan ke kondisi asal tapi yang lebih diutamakan

adalah fungsi dan asas kemanfaatan lahan. Arti demikian juga dapat

diterjemahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengubah peruntukan

sebuah lahan atau mengubah kondisi sebuah lahan agar sesuai dengan

keinginan manusia (Young dan Chan, 1997 dalam Nusantara et al. 2004 ). Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu:

a. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang sudah

terganggu ekologinya.

b. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya

untuk pemanfaatan selanjutnya.

Sasaran akhir dari reklamasi adalah terciptanya lahan bekas tambang yang

kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan

(11)

1

EVALUASI TINGKAT KEBERHASILAN REVEGETASI

LAHAN BEKAS TAMBANG NIKEL DI PT INCO Tbk.

SOROWAKO, SULAWESI SELATAN

FIKI ABUBAKAR

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(12)

RINGKASAN

FIKI ABUBAKAR. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel di PT. INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh YADI SETIADI.

PT INCO telah melakukan perjanjian pinjam pakai atas kawasan hutan dengan pemerintah untuk kegiatan penambangan. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT INCO telah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang parah. Tetapi dengan penuh kesadaran disertai kewajiban untuk memenuhi perjanjian pinjam pakai dengan pemerintah, maka PT INCO telah melakukan rehabilitasi hutan pada daerah-daerah yang terkena dampak penambangan. Untuk mengetahui status keberhasilan dari rehabilitasi yang dilakukan oleh PT INCO, diperlukan sebuah penilaian. Penilaian ini menitikberatkan pada aspek vegetasi dan biologis agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan revegetasi dapat memenuhi tujuan perbaikan sebagaimana tercantum dalam Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 dan dapat kembali memenuhi fungsi-fungsi dari sebuah kawasan hutan.

Objek penelitian ini adalah tegakan hutan hasil revegetasi tahun tanam 1999-2007 serta tahun tanam 1985 dan 1996. Peralatan yang dibutuhkan antara lain : kompas brunton, pita ukur, Sunto clinometer, spherical densiometer, tali tambang plastik. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan petak berbentuk lingkaran berdiameter 17,8 m. Jumlah plot yang dibuat untuk tiap tahun tanam adalah 2 sampai 3 buah dengan jarak antar plot 50-100 meter, tetapi terdapat juga yang hanya satu plot contoh yang diambil karena keterbatasan lahan. Pada plot itu akan dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman terhadap seluruh tanaman yang berada pada plot contoh, meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman, perkembangan akar dan penutupan tajuk. Untuk parameter keberadaan jenis-jenis lokal serta keberadaan satwaliar juga dilakukan pada plot ini.

Persentase pertumbuhan pada areal revegetasi berkisar antara 95-100%. Komposisi tumbuhan yang ditanam adalah jenis pioner seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalytus eurograndis), Sengon Buto (Enterolobium macrocarpum) serta jenis lokal seperti Trema (Melochia umbellata), Sandro (Sandoricum kacappeae) dan Uru (Elmerelia sp). Itu berarti telah sesuai dengan peraturan pemerintah. Perkembangan akar, pertumbuhan, dekomposisi serasah, erosi serta penutupan tajuk telah menunjukkan perkembangan dalam tataran konsep suksesi. Begitupun dengan satwa liar, telah terjadi introduksi pada lahan-lahan revegetasi. Revegetasi di PT INCO pada beberapa aspek telah memenuhi kriteria dan indikator yang ditetapkan pemerintah, tetapi belum membentuk kembali struktur dan fungsi semula yaitu hutan lindung.

(13)

SUMMARY

FIKI ABUBAKAR. Succession Evaluation of Nickel Post-mining Land Revegetation at PT. INCO Tbk. Sorowako, South Sulawesi. Under Supervision of YADI SETIADI.

PT INCO has made a borrow and use agreement with the government to do mining activity in forest area. This mining activity has caused severe damage to the forest and the land. With full awareness and to fulfill obligation in borrow and use agreement, PT INCO has done rehabilitation to severely damage forest and lands due to its mining activity. An evaluation is needed to measure the succession rate of rehabilitation effort that has been done by PT INCO. This evaluation put an emphasis on vegetational and biological aspect, enabling to see how far the revegetation activity able to fulfill restoration purpose as mention in Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 and to restore functions of a forest.

Object of this research is forest stand resulted from revegetation planted in 1999-2007, 1985 and 1996. Some of the equipments been used in this activity are brunton compass, measuring band, Sunto clinometer, spherical densiometer, plastic rope. Vegetational analysis done by using 17,8 m diameter circle plot. For each planting year make 2-3 plots with range 50 - 100 meter between each plot, for some cases such as limited land one plot is sufficient enough. In it observation made to plant growth factor such as plant height, plant diameter, root development and crown covering. Another parameter that also observed are local species existances and wildlife presence.

Growth percentage in revegetation area range from 95% to 100%. Plant composition are pioneer species as Sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalytus eurograndis), Sengon Buto (Enterolobium macrocarpum)and local species as Trema (Melochia umbellata), Sandro (Sandoricum kacappeae) dan Uru (Elmerelia sp). This mean it is suitable with goverment rule. Root development, growth, litter decomposition, erotion and crown covering has shown improvement according to succession concept. Same thing happen to wildlife, introduction has happened to revegetation lands. Revegetation at PT INCO in some aspects has fulfill goverment´s criteria and indicator but this revegetation has not reform original forest structure and function as protected forest.

(14)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Tingkat

Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Nikel di PT INCO, Sorowako

Sulawesi Selatan adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, November 2008

(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Gusti Yang Widi, untuk beragam anugerah yang sering datang dengan cara yang tak terduga. Termasuk penyelesaian karya ilmiah ini.

Rangkaian kegiatan dalam revegetasi lahan bekas tambang, dimulai dari

persiapan lahan, penanaman hingga pemantauan merupakan sebuah upaya

memperbaiki kesetimbangan alam juga refleksi dalam berbagi sifat Allah yang

telah dititipkan pada seluruh makhluk-Nya. Al-Hayy. Yang Maha Hidup.

Dalam pada itu, penulis memilih judul “Evaluasi Tingkat Keberhasilan Revegetasi

Lahan Bekas Tambang Nikel di PT. INCO Tbk. Sorowako, Sulawesi Selatan”

dibawah bimbingan Dr.Ir. Yadi Setiadi M.Sc.

Untuk pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam terhadirnya karya ilmiah ini di

(16)

RIWAYAT HIDUP

Bercita-cita menjadi wartawan, selepas menamatkan jenjang pendidikan di SMU

Negeri 4 Bandung pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke Program Studi

Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Pemilihan ini didasarkan pada

beberapa faktor: pemetaan kemandirian hidup, kecintaan terhadap alam

(terutama hutan) serta usaha pengayaan pengetahuan.

Penulis yang dilahirkan di Cimahi, 19 Februari 1984, putra pertama dari

pasangan Kiki Umar dan Noerhayati, mengisi masa perkuliahan dengan

berusaha banyak membaca, mempublikasi tulisan di dinding kampus serta

kegiatan lain yang berhubungan dengan bidang yang penulis tekuni, yaitu

ekologi hutan -dengan daya minat lebih terhadap ekologi restorasi, seperti

Assistensi mata kuliah Ekologi Hutan 2005-2008, tenaga lapangan pada Garuda

Project YPAL-BICONS di Subang (2003), tenaga penunjang di Pusat Informasi

Lingkungan Indonesia (2003) program Internship serta Consultancy Services for Exclosure Research di Wanariset Malinau-CIFOR (2006) serta tenaga lapangan pada AMDAL untuk uji-seismik Serica-Energy di Kalimantan Timur (2007). Selain

itu, semenjak tahun 2004, penulis tercatat sebagai anggota BICONS (Bird

Conservation Society).

Dalam ranah akademis, penulis melakukan praktek Umum Kehutanan di KPH

Banyumas Barat serta KPH Banyumas Timur dan Praktek Umum Pengelolaan

Hutan di KPH Ngawi. Keduanya pada pertengahan 2004. Pada tahun 2006

penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Wanariset Malinau-CIFOR

Kalimantan Timur. Setahun berikutnya tahap pengambilan data untuk

penyelesaian skripsi yang berjudul “Evaluasi Tingkat Revegtasi Lahan bekas

Tambang Nikel di PT.INCO, Sorowako Sulawesi Selatan, dimulai. Penyusunan

skipsi ini dibimbing oleh Dr. Ir. Yadi Setiadi, MSc.

Hobi membaca, menulis serta berbagi mulai dicurahkan dalam website-blog

(17)

[ucapan terima kasih]

• Ibu, Ibu, Ibu dan papap, Ené (almh) serta adik-adik tercinta juga Rifkiyanti Haqqi untuk kasih sayang yang terus berlimpah serta doa yang tak hendak putus.

• Dr. Ir. Yadi Setiadi M.Sc untuk seluruh dukungan, teladan serta kesabaran dalam melakukan bimbingan.

• Bu Nining Puspaningsih untuk beragam bantuan selama rangkaian penelitian.

• Pak Aris Prio Ambodo, Pak Boorliant, Pak Yohan, Erwin, Edy Tangke beserta seluruh staf di Divisi Mine Revegetation PT.INCO untuk segala fasilitas yang telah diberikan di Sorowako.

• Pak DR. Ahmad M Thohari serta Pak Prof. Imam Wahyudi sebagai dosen penguji.

• Mas Imam, Mas Irman, Dedi serta seluruh staf di PT Green Planet Indonesia untuk beberapa data sekunder serta bantuan tenaga lapangan.

• Bu Yani, Pak Edi Permana, Bu Nunung serta seluruh keluarga Laboratorium Ekologi Hutan: Beni, Welly, Danu, Dania, Eko dkk.

• Mbak Faiq, Mas Ari, Kang Fatah, Kang Jefri, Teh Susan dan kawan-kawan di PAU.

• Pak Ismail, Bu Aliyah, Bu Kokom, Bu Layya, Bu Ria, Bu Rusnani, Bu Fifi serta seluruh staf KPAP.

• Rekan-rekan “Residu Peradaban”: Among, Berry, Derry, Dika , Muklish, Syuhada dan Tezar untuk beragam bantuan.

• Kawan-kawan di kampus abu-abu: Ajay, Wempy, Ewink, Jack, Ace, Bayu, John, Irwan dkk yang masih tetap melestarikan tradisi ke-Fahutan-an dalam tafsir yang positif.

• Rekan seperjuangan : Dasep, Berry, Lisna dan Irin, untuk setiap dukungan di “ruang tunggu”. • Rekan di lapangan: Istafiana Candarini dan Ari Prasetiyo untuk setiap bantuan.

• Mas Agus di PILI; Kang Bayu, Kang Jack serta semua di kost-kostan Manggala untuk fondasi perenialist serta semangat berdikari.

• Rekan-rekan Fahutan khususnya angkatan 38, lebih khusus lagi Budidaya Hutan.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu sektor yang dapat menghasilkan

devisa besar bagi negara. Tercatat bahwa pada tahun 2007, penerimaan negara

perpajakan umum dari sektor pertambangan mencapai Rp 24.000 miliar

(www.esdm.go.id). Tetapi selain devisa, industri pertambangan (terutama dengan

metode pertambangan terbuka) telah menghasilkan dampak ikutan berupa

kerusakan lingkungan yang sangat parah terutama pada hutan hujan tropika

yang merupakan dominasi lapisan penutup dari permukaan bentang lahan yang

ditambang.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 146/Kpts-II/1999 mengenai

Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan menyebutkan

bahwa setiap perusahaan pertambangan dan energi memiliki kewajiban untuk

melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang atas kawasan hutan yang

dipinjam-pakai. Hal itu bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan yang

rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi sehingga

kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan

peruntukannya.

PT International Nickel Indonesia Tbk. (PT INCO) adalah perusahaan

multinasional yang bergerak di bidang pertambangan nikel yang berlokasi di

Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Utara, Propinsi Sulawesi Selatan.

PT INCO melakukan produksi komersial pertama pada tahun 1978 dan program

rehabilitasi purna tambang mulai dilakukan enam tahun sesudahnya.

PT INCO telah melakukan perjanjian pinjam pakai atas kawasan hutan

dengan pemerintah untuk kegiatan penambangan. Kegiatan penambangan yang

dilakukan oleh PT INCO telah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang

parah. Tetapi dengan penuh kesadaran disertai kewajiban untuk memenuhi

perjanjian pinjam pakai dengan pemerintah, PT INCO telah melakukan

rehabilitasi hutan pada daerah-daerah yang terkena dampak penambangan.

Pada periode awal, kegiatan revegetasi dilakukan tanpa memperhatikan

karekteristik dan manajemen lahan yang benar, tingkat adaptibilitas jenis

tanaman, dan metode penanaman yang tepat. Hal ini disebabkan kurangnya

pengetahuan para perencana dan pelaksana kegiatan revegetasi dalam hal

(19)

silvikultur yang tepat telah digunakan untuk merehabilitasi lahan bekas tambang

yang ada (Sirait 1997).

Untuk mengetahui status keberhasilan dari rehabilitasi yang dilakukan

oleh PT INCO, diperlukan sebuah penilaian. Penilaian ini menitikberatkan pada

aspek vegetasi dan biologis agar dapat diketahui sejauh mana kegiatan

revegetasi dapat memenuhi tujuan perbaikan sebagaimana tercantum dalam

Permenhut Nomor 146/Kpts-II/1999 dan dapat kembali memenuhi fungsi-fungsi

dari sebuah kawasan hutan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menilai tingkat keberhasilan dari revegetasi yang dilakukan oleh PT INCO di

lahan-lahan bekas pertambangan nikel.

2. Mempelajari proses revegetasi yang tengah berlangsung di areal bekas

tambang PT INCO.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan :

1. Dapat digunakan oleh pihak pengelola program revegetasi perusahaan

sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan revegetasi yang telah dilakukan.

2. Dapat menjadi acuan untuk memperbaiki program revegetasi yang masih

kurang memenuhi kriteria yang berlaku menurut Pedoman Reklamasi

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Reklamasi

Reklamasi bekas tambang yang selanjutnya disebut reklamasi adalah

usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam

kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan

energi agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

(Permenhut Nomor: 146-Kpts-II-1999). Rehabilitasi hutan dan lahan adalah

kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan

meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan

peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

(Anonim, 2004)

Parotta (1993) dalam Setiawan (2003) menyatakan bahwa tujuan

rehabilitasi ekosistem hutan yang mengalami degradasi ialah menyediakan,

mempercepat berlangsungnya proses suksesi alami. Selain itu juga untuk

menambah produktivitas biologis, mengurangi laju erosi tanah, menambah

kesuburan tanah dan menambah kontrol biotik terhadap aliran biogeokimia

dalam ekosistem yang ditutupi tanaman.

Kata reklamasi berasal dari kata to reclaim yang bermakna to bring back to proper state, sedangkan arti umum reklamasi adalah the making of land fit for cultivation. Membuat keadaan lahan menjadi lebih baik untuk dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang sudah bagus menjadi lebih bagus, sama sekali tidak

mengandung implikasi pemulihan ke kondisi asal tapi yang lebih diutamakan

adalah fungsi dan asas kemanfaatan lahan. Arti demikian juga dapat

diterjemahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengubah peruntukan

sebuah lahan atau mengubah kondisi sebuah lahan agar sesuai dengan

keinginan manusia (Young dan Chan, 1997 dalam Nusantara et al. 2004 ). Kegiatan reklamasi meliputi dua tahapan, yaitu:

a. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang sudah

terganggu ekologinya.

b. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya

untuk pemanfaatan selanjutnya.

Sasaran akhir dari reklamasi adalah terciptanya lahan bekas tambang yang

kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan

(21)

Revegetasi

Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas

tambang (Ditjen RLPS). Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi

dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain

restorasi (memiliki aksentuasi pada fungsi proteksi dan konservasi serta

bertujuan untuk kembali ke kondisi awal), reforestasi dan agroforestri. Lebih

lanjut lagi dinyatakan bahwa aktivitas dalam kegiatan revegetasi meliputi

beberapa hal yaitu (i) seleksi dari tanaman lokal yang potensial, (ii) produksi bibit,

(iii) penyiapan lahan, (iv) amandemen tanah, (v) teknik penanaman, (vi)

pemeliharaan, dan (vii) program monitoring,

Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang

adaptif, tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca

penambangan. Vegetasi yang cocok untuk tanah berbatu termasuk klasifikasi

herba, pohon dan rumput yang cepat tumbuh, sehingga dapat mengendalikan

erosi tanah. Tumbuhan yang bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah yang

mampu memfiksasi nitrogen adalah salah satu vegetasi revegetasi lahan pasca

tambang, seperti tanaman yang termasuk dalam famili Leguminoceaea (Vogel,

1987 dalam Setiawan, 2003).

Pada lahan bekas tambang, revegetasi merupakan sebuah usaha yang

kompleks yang meliputi banyak aspek, tetapi juga memiliki banyak keuntungan.

Beberapa keuntungan yang didapat dari revegetasi antara lain, menjaga lahan

terkena erosi dan aliran permukaan yang deras; membangun habitat bagi

satwaliar; membangun keanekaragaman jenis-jenis lokal; memperbaiki

produktivitas dan kestabilan tanah; memperbaiki kondisi lingkungan secara

biologis dan estetika; dan menyediakan tempat perlindungan bagi jenis-jenis

lokal dan plasma nutfah (Setiadi, 2006).

Evaluasi Keberhasilan Revegetasi

Lahan disebut berhasil direstorasi dan bersifat swalanjut manakala

dapat memenuhi kriteria-kriteria berikut (i) persen daya hidup bibit yang

ditanam adalah tinggi, (ii) pertumbuhan vegetasinya normal dan swalanjut, (iii)

perkembangan akar dapat menembus tanah asli (yang berkepadatan tinggi)

dan menjangkau bagian lain, (v) penutupan tajuknya cepat, terstratifikasi dan

melebar, (v) lahan menghasilkan serasah yang melimpah dan terdekomposisi

(22)

konstan, (vi) terjadi rekolonisasi spesies-spesies spesifik lokasi, dan (vii)

tercipta habitat bagi beraneka jenis satwa liar. Setidak-tidaknya ada lima hal

penting yang harus diingat sehubungan dengan restorasi yaitu (i) rekolonisasi,

(ii) retensi hara dan air, (iii) salingtindak biotik, (iv) produktivitas, dan (v)

keswalanjutan (Setiadi, 2004 dalam Nusantara et al. 2004).

Daniel, Helms dan Baker (1987) menyatakan bahwa perhatian pertama

dari keberhasilan penghutanan kembali adalah kondisi dari tanaman itu yang

harus sehat, berbentuk baik, dan bebas dari persaingan hama dan gulma.

Tanaman itu hendaknya mempunyai potensi dominasi tinggi dan karakteristik

vigor yang diinginkan.

Departemen Perindustrian, Pariwisata dan Sumber Daya Pemerintah

Australia (2006) menyatakan bahwa umumnya, pemantauan rehabilitasi

mencakup:

1. Penilaian kestabilan permukaan (dan lereng)

2. Kinerja lapisan penutup yang dibuat (jika ditaruh di atas limbah tambang

atau limbah pemrosesan mineral)

3. Sifat-sifat pada tanah atau medium zona akar (seperti sifat kimia,

kesuburan dan hubungan airnya)

4. Atribut-atribut struktural pada komunitas tumbuhan (misalnya sebagai

lapisan penutup, kepadatan dan tinggi spesies kayu)

5. Komposisi komunitas tumbuhan (seperti hadirnya spesies yang

diinginkan, gulma)

6. Beberapa indikator terhadap ekosistem yang berjalan (seperti biomassa

mikroba tanah).

Setiadi (2006) menyebutkan beberapa faktor sebagai bahan evaluasi

revegetasi antara lain, performa pertumbuhan dan kesesuaian jenis;

kesinambungan dan tingkat pemenuhan kebutuhan diri oleh tanaman;

peningkatan lingkungan mikro-habitat; pengurangan dampak terhadap

lingkungan serta keuntungan bagi mayarakat sekitar. Sedangkan beberapa

kriteria mengenai lahan revegetasi yang swalanjut antara lain: daya hidup

anakan yang tinggi; pertumbuhan tanaman yang normal dan

berkesinambungan; perkembngan akar yang telah mampu menembus lubang

tanam; penutupan tajuk yang cepat, beragam dan berstratifikasi; produksi

serasah yang banyak dan mudah terdekomposisi; dapat menghasilkan

(23)

kehidupan satwaliar. Secara singkat, faktor-faktor yang menjadi parameter bagi

evaluasi keberhasilan revegetasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Evaluasi keberhasilan revegetasi adalah sebuah upaya untuk menjamin

bahwa revegetasi tengah berjalan menuju arah yang diharapkan yaitu kondisi

asli sebelum terjadinya gangguan. Selain itu, hal ini juga merupakan sebuah

mekanisme untuk menentukan keberhasilan revegetasi yang telah dilakukan,

berdasarkan parameter silvikultur dan ekologis juga sesuai dengan peraturan

pemerintah yang mengikat bagi pelaksana kegiatan revegetasi, dalam hal ini

perusahaan pertambangan.

Tabel 1 Evaluasi Keberhasilan Revegetasi (Setiadi, 2006)

No Kriteria Indikator

1.1. Persentase Pertumbuhan

1.2. Perkembangan Pertumbuhan

1.3. Perkembangan Perakaran 1 Adaptabilitas

(≤ 4 tahun)

1.4. Fase Produksi

2.1. Keanekaragaman

2.2. Rekolonisasi

2.3. Penyimpanan nutrisi 2 Kekanjangan

2.4. Status Hidupan-liar

3.1 Kerapatan

3.2. Komposisi

3.3. Stratifikasi Tajuk 3 Strukutur dan

Komposisi Tegakan (≥ 5 tahun)

3.4. Penutupan Tajuk

4.1. Erosi

4 Bentang Lahan

4.2. Stabilitas Lahan

Suksesi dan Klimaks

Suksesi adalah perubahan-perubahan langsung yang berkaitan dengan

waktu dalam komposisi komunitas dan sifat-sifat ekosistem lainnya. Suksesi

disebabkan dinamikan individu-individu di dalam ekosistem karena mereka

berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan fisik. Perubahan langsung

dalam komposisi spesies timbul ketika individu-individu dari beberapa spesies

digantikan oleh individu-individu dari spesies lain pada waktu individu pertama

mati (McNaughton & Wolf 1990). Manan (1998) menyatakan bahwa suatu

(24)

dengan perubahan habitat tempat tumbuhnya. Perubahan ini tidaklah

sembarangan, tetapi dapat diramalkan pola dan arahnya.

Suksesi sebagai suatu studi orientasi yang memperhatikan semua

perubahan dalam vegetasi yang terjadi pada habitat sama dalam suatu

perjalanan waktu (Mueller-Dombois and Ellenberg, 1974). Selanjutnya dikatakan

bahwa suksesi ada dua tipe, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder.

Perbedaaan dua tipe suksesi ini terletak pada kondisi habitat awal proses

suksesi terjadi. Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan

ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di

tempat komunitas asal, terbentuk habitat baru. Suksesi sekunder terjadi bila

suatu komunitas atau ekosistem alami terganggu baik secara alami atau buatan

dan gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga

dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada.

Mekanisme perubahan dalam suksesi dapat dibedakan menjadi tiga

tahap utama, yaitu (1) kolonisasi, (2) perubahan fisik lahan, dan (3) pergeseran

spesies oleh kompetisi dan antibiosis. Sedangkan Clements dalam

Mueller-Dombois and Ellenberg (1974) membedakan enam sub komponen dalam

suksesi (a) nudasi, yaitu terbukanya areal baru; (b) migrasi, yaitu sampai dan

tersebarnya biji di areal; (c) ecesis, yaitu proses perkecambahan, pertumbuhan

dan perkembangbiakan tumbuhan baru; (d) kompetisi, yaitu proses yang

mengakibatkan pergantian jenis-jenis tumbuhan; (e) reaksi, yaitu adanya proses

perubahan habitat karena aktivitas jenis-jenis baru; dan (f) klimaks yang

merupakan tingkat kestabilan komunitas. Pendapat lain menyatakan bahwa

suksesi dimulai dari pioneer stage; menuju consolidation stage; lalu pada tingkatan sub klimaks dan berakhir pada klimaks. (Dansereau, 1957 dalam

Barnes dan Spurr, 1980).

Freeman et al (1977) menyatakan bahwa kemampuan suatu ekosistem

untuk mentoleransi penggunaan oleh manusia dan untuk pulih kembali setalah

pemakaian sewenang-wenang, sangat bervariasi bergantung pada faktor-faktor

iklim dan biologi. Dan meskipun vegetasi masuk dengan cepat menempati

kembali daerah yang terbuka, dan suksesi biasanya berjalan cepat, namun

pemulihan hutan primer setelah gangguan hebat biasanya berjalan lambat. Hal

ini sebagian karena kerumitan hutan hujan klimkas dan jaringan hubungan

tumbuhan dan hewan yang rumit memperhambat pemulihan setelah mengalami

(25)

Merupakan sebuah istilah dari bahasa Yunani, klimaks sebenarnya berarti

sebuah jenjang. Namun pada akhirnya selalu diinterpretasikan sebagai titik akhir

dari sebuah jenjang (Mueller-Dombois and Ellenberg, 1974). Klimaks adalah

sebuah tahap akhir proses suksesi yang bersifat teguh. Perubahan-perubahan

komposisi spesies dan banyak sifat ekosistem terjadi dengan sangat cepat pada

awal suksesi dan laju perubahan menurun dengan berlangsungnya suksesi.

(McNaughton & Wolf 1990).

Proses suksesi merupakan sebuah mekanisme alami yang dimiliki oleh

suatu lahan untuk kembali pada keadaan semula, tetapi untuk mencapai itu,

memerlukan waktu yang sangat lama. Oleh karenanya, pengetahuan mengenai

suksesi mutlak diperlukan dalam melakukan revegetasi agar campur tangan

yang dilakukan (revegetasi) dapat berdampak dalam mempercepat proses

suksesi alami.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan revegetasi

haruslah berjalan menuju arah yang seharusnya melalui prinsip regenerasi dan

(26)

KEADAAN UMUM LOKASI

Kondisi Fisik Luas dan Letak

Lokasi penambangan PT INCO terletak di daerah Sorowako, Kecamatan

Nuha, Kabupaten Luwu Utara, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis,

lokasi konsesi awal PT INCO terletak pada posisi 120045' – 123030' BT (Sua-Sua

s/d Torokulu) dan 6030' - 5030' LS (Kolonedale s/d Malapulu). Sorowoako

merupakan daerah pertambangan nikel di sebelah utara Teluk Bone, tepatnya 60

km dari pantai Malili.

Secara umum, wilayah kontrak karya PT INCO dibagi dalam tiga kategori

yang meliputi lokasi :

1.

Soroako Project Area (SPA), dengan luas daerah sekitar 10.010,22 ha.

2.

Soroako Outer Area (SOA), dengan luas daerah sekitar 108.377,25 ha, meliputi daerah Lingke, Lengkobale, Lasobonti, Lambatu, Tanamalia,

Lingkona, Lampenisu, Lampesue, Petea, Topemanu, Tanah Merah, Nuha,

Matano, Larona, dan Malili.

3. Sulawesi Coastal Deposite (SCD), dengan luas daerah sekitar 100.141,54

ha, meliputi daerah Bahodopi, Kolonedale (Sulawesi Tengah) dan daerah

Latao, Sua-Sua, Pao-Pao, Pomalaa, Malapulu, Torobulu, Lasolo serta

Matarape (Sultra).

Daerah Soroako Project Area (SPA) yang terdiri dari daerah Blok Timur

(East Block) dan Blok Barat (West Block), lokasinya dipisahkan oleh pabrik (Plant

Site) dan secara umum berbatasan dengan :

1. Bagian Utara dengan Desa Nuha dan Danau Matano

2. Bagian Timur dengan Danau Mahalona

3. Bagian Selatan dengan Desa Wawondula Kecamatan Towuti

4. Bagian Barat dengan Desa Wasuponda Kecamatan Nuha

Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson daerah Sorowako termasuk tipe

iklim A dengan curah hujan yang cukup tinggi 3000 mm/tahun. Curah hujan

berlangsung sepanjang tahun dan curah hujan tertinggi yang tercatat yaitu pada

bulan Nopember sampai Maret. Suhu udara berkisar antara 25 - 260 C dengan

(27)

Topografi dan Tanah

Daerah penambangan nikel Sorowako dibagi menjadi dua bagian yaitu

blok Barat dan blok Timur. Pembagian blok didasarkan pada kondisi geologi

daerah tersebut, dimana blok Barat mengandung lebih banyak batuan keras

yang berbanding lurus dengan kandungan nikel, sedangkan blok timur memiliki

lapisan tanah yang lebih sedikit mengandung batuan keras dengan kadar nikel

yang lebih rendah.

Rata-rata kemiringan di Sorowako yaitu 9 sampai 30% dengan ketinggian

rata-rata 600 m dpl. Perbukitan di blok Barat memiliki kemiringan 400 (83.9%)

dan blok Timur memiliki kemiringan rata-rata 250 (46%).

Daerah Sorowako didominasi oleh tanah laterit. Menurut Hardjowigeno

(1987), tanah laterit (Oksisol) adalah tanah dengan pelapukan lanjut dan

mempunyai horison oksik, yaitu horison dengan kandungan mineral rendah

(kurang dari 16 me/100 gr lempung). Banyak mengandung oksida-oksida besi

atau oksida Al. Tanah ini tidak mempunyai horison yang jelas.

Tanah laterit memiliki erodibilitas yang tinggi (peka terhadap erosi).

Berdasarkan sifat fisiknya tekstur tanah lateritik yaitu liat, liat berpasir dan liat

berdebu serta berstruktur lempeng. Ruang pori mikro dan makro porositas

tanahnya seimbang dengan drainase yang agak buruk sampai buruk. Bulk

density bersifat padat mencapai nilai 1,25 – 1,30 gr/cc, dengan permeabilitas

tanah yang rendah sampai sangat rendah (0,125 – 2,0). Apabila ditinjau dari sifat

kimia tanah, pH tanah lateritik berkisar antara 4,5 – 5,6 (sangat masam sampai

masam). Kandungan persentase C-organiknya rendah yaitu kurang dari 0,1

sampai 0,2. Hal tersebut serupa dengan nilai dari nisbah C/N yang besarnya

sangat rendah sampai rendah (kurang dari 5 sampai 10). Begitupun dengan

kandungan fosfor dalam bentuk P2O5 yang nilainya sangat rendah yaitu (0,5 -1,8

ppm). Sedangkan persentase Fe dan Al berskala tinggi yaitu (31-60), dengan

kandungan Kalium (K) rendah sampai sedang (0,1 – 0,3 me/100 gr tanah).

Kandungan Magnesium (Mg) berskala tinggi sampai sangat tinggi ( lebih dari 8

me/100 gr tanah). Untuk kandungan Kalsium (Ca), skalanya sangat rendah

sampai rendah (kurang dari 4 – 5 me/100 gr tanah). Kapasitas tukar kation (KTK)

berskala rendah (5 -16 me/100 gr tanah) dengan kejenuha basanya sangat tinggi

(28)

Kondisi Biologis Vegetasi

Kawasan hutan yang dipinjam pakai merupakan hutan hujan tropis

dataran rendah yang secara umum sama dengan formasi hutan hujan dataran

rendah di Indonesia. Beberapa jenis lokal yang tercatat antara lain; Belulang,

Cina-Cina, Cemara (Casuarina equisetifolia), Damar (Podocarpus spp), Nosu (Ficus ribes Reinw. Ex Blume), Lodah (Ficus sp), dan Panopi (Eugenia sp).

Sejarah PT INCO

PT International Nickel Indonesia (PT INCO) menandatangani Kontrak

Karya dengan pemerintah Republik Indonesia pada bulan Juli 1968 setelah

sebelumnya dilakukan survei geologis besar-besaran yang memberikan data

bahwa terdapat cadangan nikel dalam jumlah besar di Sulawesi. Kontrak karya

tersebut berdasarkan UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing,

dan ditetapkan berlaku selama 30 tahun (terhitung sejak produksi komersial

1978).

Hasil penelitian sumber endapan bijih nikel dalam daerah konsesi PT

INCO, tahun 1968 – 1973, seluas 6,6 juta ha menggunakan foto udara,

pengambilan contoh dari test pit maupun trenching serta dari hasil penelitian laboratorium di Kanada. Disimpulkan bahwa pengembangan pabrik di Sorowako

sangat layak. Sebagian besar daerah konsesi dikembalikan kepada pemerintah

RI secara bertahap, dan saat ini hanya mempertahankan hak konsesi seluas

218.000 ha (setelah penyusutan ke-9).

Sesuai dengan kontrak karya dengan Pemerintah RI dan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 146/Kpts-II/1999, dengan penuh

kesadaran PT INCO melakukan kegiatan rehabilitasi pada lahan bekas tambang

yang dimulai pada tahun 1984. Pada periode tahun 1984 – 1990 kegiatan

revegetasi dilakukan tanpa memperhatikan karekteristik dan manajemen lahan

yang benar, tingkat adaptibilitas jenis tanaman, metode penanaman yang tepat,

dan sebagainya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan para perencana

dan pelaksana kegiatan revegetasi dalam hal ilmu pembinaan hutan. Sejak tahun

1991 penerapan teknik silvikultur yang tepat telah digunakan untuk merehabilitasi

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, dimulai dari awal

Januari 2008 sampai dengan awal Maret 2008. Penelitian dilakukan pada lokasi

lahan-lahan bekas pertambangan nikel yang telah direvegetasi PT INCO Tbk.

Bahan dan Alat

Objek penelitian ini adalah tegakan hutan hasil revegetasi tahun tanam

1999-2007 serta tahun tanam 1985 dan 1996. Sedangkan peralatan yang

dibutuhkan antara lain : kompas brunton, pita ukur, Sunto clinometer, spherical

densiometer, tali tambang plastik.

Prosedur Pengumpulan Data Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer yang diambil adalah data mengenai kondisi tegakan terkini yaitu

komposisi dan struktur tegakan (jenis, jumlah jenis, jumlah individu, tinggi dan

diameter), kondisi tempat tumbuh (serasah dan jenis erosi yang terjadi) serta

keberadaan satwa liar. Data mengenai persentase pertumbuhan tanaman

diambil dari data sekunder yang merupakan rekapitulasi dari beberapa petak

contoh untuk tahun tanam 2004-2007 yang didapatkan dari pihak kontraktor

perusahaan.

Tahap Persiapan

Setelah dilakukan sigi pada lokasi objek penelitian, maka dipersiapkan

plot untuk melakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan

menggunakan petak berbentuk lingkaran seluas 0,1 Ha dengan jari-jari

sepanjang 17.8 m.

Penentuan plot dilakukan secara acak, tetapi dengan mempertimbangkan

faktor-faktor seperti aksesibilitas terhadap lokasi plot contoh, penyebaran plot

contoh, ketersediaan plot dengan umur tanam tertentu yang semuanya dapat

terlihat pada peta revegetasi. Sebelumnya dilakukan pengecekan kondisi plot

contoh, karena sering terjadi perbedaan antara kondisi aktual dengan kondisi

(30)

Jumlah plot yang dibuat untuk tiap tahun tanam adalah 2 sampai 3 buah

plot per tahun tanam dengan jarak antar plot 50-100 meter, tetapi terdapat juga

yang hanya satu plot contoh yang diambil karena keterbatasan lahan. Pada plot

itu akan dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman terhadap seluruh

tanaman yang berada pada plot contoh, meliputi tinggi tanaman, diameter

tanaman, perkembangan akar dan penutupan tajuk. Untuk parameter

keberadaan jenis-jenis lokal serta keberadaan satwaliar juga dilakukan pada plot

ini. Plot contoh dibuat pada areal revegetasi dengan tahun tanam yang

berbeda-beda yaitu :

Tabel 2 Lokasi Pembuatan Plot Contoh

Tahun Tanam Nama

1985 Butoh 1996 Ponsesa 1999 Ponsesa

2000 Koro South

2001 Watulabu 2002 Debbie

2003 Hasan, Rante

2004 Koro, Triple A 2005 Olivia 2006 Petea

2007 Koro North

Pengambilan data.

1. Parameter Pertumbuhan

1.1. Tinggi dan Diameter Tanaman

Pengukuran tingi tanaman dilakukan dengan menggunakan alat ukur

tinggi Sunto Clinometer. Dilakukan pembidikan dengan jarak tertentu pada

pangkal dan ujung pohon sesuai dengan kemampuan alat. Hasil yang didapat

dari alat berbentuk satuan persen (%), oleh karena itu harus dilakukan konversi

agar didapat hasil berbentuk satuan meter (m).

Pengukuran keliling dilakukan pada bagian tanaman setinggi dada atau

1,3 m dari permukaan tanah untuk tanaman yang memiliki tingi ≥ 4 m.

Sedangkan untuk tanaman yang dibawahnya dilakukan pengukuran pada

ketinggian 30 cm dari pangkal batang.

1.2. Penutupan tajuk

(31)

tengah plot, serta empat titik lainnya yang simetris pada titik tengah plot itu

dengan menggunakan alat ukur spherical densiometer. Alat ini

menggunakan asumsi bahwa tiap kotak yang ditampilkan pada alat

ekuivalen dengan dengan luasan penutupan tajuk. Tetapi untuk dapat

menghasilkan dalam bentuk persentase, maka perlu dilakukan konversi

dengan menggunakan rumus :

% 100 x kotak seluruh Jumlah tertutupi yang kotak Jumlah tajuk penutupan Luasan =

1.3. Perkembangan akar

Pengukuran perkembangan akar diukur dengan menggali tanah di

sekitar tanaman dengan jarak lebih dari lubang tanam di setiap sisi dari

tanaman. Pengukuran dilakukan pada lahan hasil revegetasi yang berumur

dua dan empat tahun. Jumlah yang diambil sebagai sampel adalah 5

tanaman pada masing-masing plot.

1.4. Komposisi tegakan

Pengukuran komposisi tegakan dilakukan dengan mengamati

jenis dan jumlah tanaman yang ada pada plot contoh. Setelah itu dilakukan

rekapitulasi jumlah jenis antara jenis pioner, jenis primer serta jenis-jenis

lokal yang ada pada plot contoh.

2. Kondisi Tempat Tumbuh 2.1.Kondisi Serasah

Pengamatan serasah dilakukan dengan cara mengamati kondisi

serasah yang ada pada lokasi pengamatan. Parameter dari kondisi serasah

yang diamati adalah keberadaan serasah serta keadaan serasah.

2.2.Tanah

Pengamblan sampel tanah dilakukan dengan mengambil tanah

secara komposit. Pengambilan dilakukan pada plot contoh analisis vegetasi

dengan masing-masing plot mengambil lima titik yaitu titik tengah plot, serta

empat titik lainnya yang simetris pada titik tengah plot itu dengan kedalaman

0-20 cm. Sampel tanah dari kelima titik tadi lalu kemudian dicampur dan

(32)

untuk kemudian dilakukan analisis laboratorium.

3. Keanekaragaman hayati. 3.1. Vegetasi

Pengukuran untuk keanekaragaman hayati dilakukan dengan

analisis vegetasi menggunakan petak lingkaran seluas 0,1 Ha dengan

diameter 17,8 m. Pengukuran dilakukan pada setiap tanaman yang ada,

baik yang merupakan hasil penanaman ataupun hasil rekolonisasi. Untuk

pengenalan jenis, dilakukan dengan melibatkan pengenal jenis.

Parameter yang diukur untuk vegetasi adalah tinggi dan diameter.

Untuk jenis-jenis rekolonisasi hanya dicatat keberadaannya saja dan

dilakukan pengenalan jenis secara langsung oleh pengenal jenis maupun

dengan bantuan dokumentasi.

3.1. Fauna

Pengamatan keberadaan satwa liar dilakukan pada setiap plot

contoh, dengan metode audio dan visual, selain itu dilakukan juga

wawancara pada pihak pekerja yang pernah mendatangi tempat itu.

Pencatatan dilakukan berdasarkan parameter keberadaannya, dan hanya

diidentifikasi sampai tingkatan takson kelas. Jika dimungkinkan tertangkap

jelas oleh kamera, maka dapat dilakukan identifikasi sampai tingkat jenis.

Analisis Data

1. Analisis Vegetasi

Setelah pengambilan data selesai dilakukan, dilakukan rekapitulasi

data dan hasilnya dihitung dengan menggunakan parameter kerapatan.

Kerapatan ini dibedakan menjadi dua yaitu untuk tumbuhan dengan diameter

0-10 cm dan tumbuhan dengan diameter diatas 10 cm. Berikut rumus

kerapatan (Soerianegara dan Indrawan, 1987) :

2. Parameter Pertumbuhan

Analisis data dilakukan dengan membandingkan secara deskriptif

tingkat pertumbuhan sesuai dengan kondisi lahan objek pengamatan yaitu

lahan hasil revegetasi dari tahun 1985, 1996, 1999 sampai dengan 2007.

Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, diameter

areal

Luas

individu

Jumlah

(33)

tanaman, perkembangan akar dan pembukaan tajuk.

3. Persentase Pertumbuhan Tanaman

Data persentase pertumbuhan tanaman diambil dari data sekunder.

Data ini merupakan rekapitulasi dari beberapa petak contoh untuk tahun

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Setelah melakukan pengamatan disertai pengolahan data pada

beberapa blok vegetasi, maka didapatkan hasil seperti tabel-tabel di bawah ini:

Tabel 3 Persen tumbuh untuk beberapa jenis tanaman di beberapa areal revegetasi umur 3 tahun

Persen Tumbuh (%) No Species

Himalaya Kathryn Layla Rerata

1 Sengon (Paraserianthes falcataria) 97.0 97.8 100.0 98.2

2 Kapuk (Ceiba pentandra) 100.0 100.0 100.0 100.0

3 Akasia (Acacia mangium) 97.1 * 99.5 98.3

4 Mangga (Mangifera indica) 80.0 * * 80.0

5 Saga (Adenanthera speciosa) 100.0 81.3 * 90.6

6 Uru (Elmerelia sp) 96.6 100.0 100.0 98.9

7 Sandro (Sandoricum kacappeae) 100.0 * * 100.0

8 Eukaliptus (Eucalyptus urograndis) 90.2 * 100.0 95.1

Rerata 95.1 94.8 99.9 96.6

[image:34.595.83.543.202.346.2]

Keterangan :* = tidak ada data, jenis tersebut tidak ditanam pada plot.

Tabel 4 Persen tumbuh untuk beberapa jenis tanaman di beberapa areal revegetasi umur 2 tahun

Persen Tumbuh (%) No Species

Desy Solia Rerata

1 Sengon (Paraserianthes falcataria) 98.3 97.5 97.9

2 Kemiri (Aleuritus molluccana) 97.6 95.1 96.4

3 Eukaliptus (Eucalyptus urograndis) 97.4 98.1 97.8

4 (Mimosops eminii) 88.8 * 88.8

Rerata 95.5 96.9 96.2

Keterangan :* = tidak ada data, jenis tersebut tidak ditanam pada plot..

Tabel 5 Persen tumbuh untuk beberapa jenis tanaman di beberapa areal revegetasi umur 1 tahun

Persen Tumbuh (%) No Species

Fiona Lorraine Hasan Rerata

1 Sengon (Paraserianthes falcataria) 93.9 100.0 100.0 98.0

2 Saga (Adenanthera speciosa) 100.0 100.0 * 100.0

3 Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum) 98.2 100.0 * 99.1

4 Johar (Cassia siamea) 96.2 100.0 98.9 98.4

5 Eukaliptus (Eucalyptus urograndis) 94.1 83.3 100.0 92.5

6 Kayu Angin (Casuarina sp) * 100.0 100.0 100.0

Rerata 96.5 97.2 99.7 97.80

[image:34.595.89.544.416.505.2]
(35)
[image:35.595.115.537.89.296.2]

Tabel 6 Data rekolonisasi serta kondisi serasah pada tiap plot pengamatan

No Nama Plot Tahun Tanam Rekolonisasi Serasah

1 Butoh 1985 Pionir ****

2 Ponsesa 1996 Kelakai, tali-tali, teduhu **** 3 Ponsesa 1999 Rudu, teduhu, liana, Lumut ****

4 Koro South 2000 Tali-tali ***

5 Watulabu 2001 Liana tak berkayu, rudu ***

6 Debbie 2002 epifit, tali-tali, teduhu, pionir, anakan ****

7 Hasan 2003 liana tak berkayu, epifit **

8 Rante 2003 Tali-tali *

9 Koro 2004 liana tak berkayu *

10 Triple A 2004 Tali-tali *

11 Olivia 2005 Liana tak berkayu, teduhu, rudu ***

12 Petea 2006 tidak diketemukan ***

13 Koro North 2007 tidak diketemukan **

Keterangan :

[image:35.595.112.422.372.583.2]

* ketebalan kurang dari 5 cm dengan jumlah sedikit. ** ketebalan lebih dari 5 cm dan tersebar relatif merata. *** ketebalan lebih dari 5 cm, terdiri dari berbagai jenis serasah. **** sudah terdapat dekomposisi.

Tabel 7 Data tipe erosi pada tiap plot pengamatan

No Nama Tahun Tanam Tipe Erosi

1 Butoh 1985 Percik, Lembar

2 Ponsesa 1996 Percik

3 Ponsesa 1999 Percik, Alur

4 Koro South 2000 Percik

5 Watulabu 2001 Percik, Lembar, Alur

6 Debbie 2002 Percik

7 Hasan 2003 Percik, Lembar

8 Rante 2003 Percik

9 Koro 2004 Percik

10 Triple A 2004 Percik

11 Olivia 2005 Percik, Lembar

12 Petea 2006 Percik, Lembar

(36)
[image:36.595.84.565.107.346.2]

Tabel 8 Data kerapatan tanaman, penutupan tajuk serta stratifikasi tajuk pada tiap plot pengamatan

Kerapatan (individu/ha)

No Nama Plot Tahun

Tanam Diameter 0-10 cm Diameter >10 cm

Penutupan Tajuk (%)

Stratifikasi Tajuk

1 Butoh 1985 1370 60 65.83 E-D-C

2 Ponsesa 1996 150 280 52.5 E-D-C

3 Ponsesa 1999 150 270 42.71 E-D-C

4 Koro South 2000 110 470 50 E-D-C

5 Watulabu 2001 640 170 48.61 E-D-C

6 Debbie 2002 530 290 56.94 E-D-C

7 Hasan 2003 390 290 41.67 E-D-C

8 Rante 2003 290 140 32.29 E-D-C

9 Koro 2004 230 120 35.83 E-D-C

10 Triple A 2004 320 70 36.98 E-D-C

11 Olivia 2005 330 110 40.63 E-D-C

12 Petea 2006 530 70 53.67 E-D

13 Koro North 2007 420 - 15.17 E-D

Keterangan :

E : Lapisan tumbuhan penutup tanah

D : Lapisan tumbuhan dengan ketinggian 1-2 meter C : Lapisan tumbuhan dengan ketinggian > 2 meter

Tabel 9 Data tumbuhan penutup tanah serta persentase penutupan tanah pada tiap plot pengamatan.

No Nama Plot Tahun

Tanam Tumbuhan penutup tanah

Persentase Penutupan Tanah (%)

1 Butoh 1985 - 5

2 Ponsesa 1996 Brachiaria decumbens 45

3 Ponsesa 1999 Brachiaria decumbens 90

4 Koro South 2000 Brachiaria decumbens 80

5 Watulabu 2001 Brachiaria decumbens 50

6 Debbie 2002 Brachiaria decumbens 40

7 Hasan 2003 Brachiaria decumbens 100

8 Rante 2003 Brachiaria decumbens 100

9 Koro 2004 Brachiaria decumbens 100

10 Triple A 2004 Brachiaria decumbens 100

[image:36.595.87.561.421.620.2]
(37)

Pembahasan Persentase Pertumbuhan

Jika dibandingkan dengan penelitian Sirait pada tahun 1997 di beberapa

areal revegetasi PT INCO, terlihat bahwa persentase pertumbuhan memiliki

peningkatan: pada tahun 1997 persentase pertumbuhan tertinggi hanya

mencapai 93%. Hal itu dapat menjadi takaran bahwa terdapat pembenahan yang

baik pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persentase pertumbuhan

yang terutama disebabkan faktor ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan persen tumbuh di atas 80%, sesuai dengan Pedoman Reklamasi

Lahan Tambang dari Ditjen RLPS, kegiatan revegetasi telah dinilai berhasil.

Dengan kata lain, daya adaptasi tanaman serta kualitas tempat tumbuh juga

penerapan teknologi sudah baik.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat persen tumbuh ini

antara lain dimulai dari kondisi bibit, pengangkutan bibit, cara penanaman dan

pemupukan. Selain itu, kondisi tanah laterit dapat mempengaruhi persen tumbuh.

Seperti diketahui, bahwa karakteristik tanah laterit adalah memiliki kesuburan

yang rendah dengan KTK rendah dan memiliki kandungan oksida Fe dan Al

tinggi (Hadjowigeno, 1987).

Beberapa tanaman yang mencapai persen tumbuh 100% pada tahun

ketiga merupakan tanaman pionir lokal yaitu Sandro (Sandoricum kacappeae) dan Uru (Elmerelia sp). Hal itu menandakan bahwa karakteristik lahan sudah cukup baik bagi tumbuhnya jenis-jenis lokal. Dan juga sudah sejalan dengan

peraturan pemerintah yang mengharuskan penanaman jenis lokal di areal bekas

tambang.

Perkembangan Tanaman

Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa diameter dan tinggi dari

tanaman-tanaman yang ditanam pada areal revegetasi menunjukkan perkembangan.

Dengan kata lain dalam 10 pekan pertama, tanaman telah dapat tumbuh dan

berkembang dengan grafik yang terus menaik. Diharapkan dengan kondisi

seperti itu, maka pertumbuhan pada masa ke depannya akan terus meningkat

dan dapat bertahan dari kematian. Peningkatan tertinggi pada diameter juga

tinggi justru dicapai oleh jenis lokal yaitu Trema (Melochia umbellata). Peningkatan tinggi yang baik juga sangat menunjang penutupan lahan yang

(38)

Beberapa hal yang dapat menjadi faktor meningkatnya pertumbuhan,

antara lain persiapan lahan yang baik serta kondisi bibit yang memiliki daya

[image:38.595.114.520.165.397.2]

tahan yang baik juga perakaran yang menunjang.

Gambar 1 Pertumbuhan diameter beberapa jenis tanaman.

[image:38.595.112.518.449.681.2]
(39)

Perakaran

Sistem perakaran yang berada pada areal revegetasi telah cukup

berkembang, dalam artian akar tanaman telah menembus tanah asli. Hal itu

terjadi pada setiap tahun tanam yang diamati dan pada jenis-jenis yang beragam

seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Eukaliptus (Eucalyptus sp), Trema (Melochia umbellata), Johar (Senna siamea), Kayu Angin (Casuarina sp) juga Dengen (Dillenia serrata).

Pada areal Petea dengan tahun tanam 2005, ditemukan akar Sengon

(Paraserianthes falcataria) yang telah berkembang baik, yaitu mencapai 3 meter untuk akar horizontal dan 1.74 meter untuk akar vertikal (Gambar 3). Sedangkan

di daerah Watulabu dengan tahun tanam 2001, akar Sengon yang teramati

mencapai 3 meter untuk akar horizontal sedangkan disitu tidak terdapat akar

vertikal. Hal itu dapat terjadi disebabkan karena kondisi tanah bagian bawah

yang cukup keras juga belum kuatnya akar pada saat penanaman dilakukan

(Gambar 4).

Perakaran menjadi penting, karena untuk menunjang pertumbuhan dan

perkembangan tanaman yang berkelanjutan diperlukan akar yang baik dalam

upaya menyerap unsur hara juga untuk menopang tubuh tumbuhan. Selain

perkembangan akar, keberlanjutan pertumbuhan haruslah didukung dengan

kondisi tempat tumbuh yang baik, salah satunya dicirikan adanya serasah

[image:39.595.220.437.372.533.2]

sebagai wahana keberlangsungan siklus hara.

(40)

Serasah

Pada tiap areal pengamatan, sudah terdapat akumulasi serasah,

walaupun dalam jumlah dan kondisi yang beragam. Areal yang memiliki

akumulasi serasah paling minim yaitu Rante (tahun tanam 2003) juga Koro dan

Triple A dengan tahun tanam sama yaitu 2004. Pada areal tersebut, ketebalan

serasah masih kurang dari 5 cm dengan jumlah yang sedikit, dan hanya terdiri

dari dedaunan saja dengan kondisi belum terdapat dekomposisi. Kondisi seperti

ini dapat dipengaruhi oleh keadaan lahan pada areal di atas yang memiliki

penutupan oleh tumbuhan penutup tanah yang berupa Signal Grass (Brachiaria decumbens) sebesar 100%.

Serasah yang telah terdekomposisi, terdapat pada areal Butoh (tahun

tanam 1985), Ponsesa (tahun tanam 1996 dan 1999) serta Debbie (tahun tanam

2002). Serasah yang sudah terdekomposisi berupa daun, sedangkan jenis

lainnya seperti ranting belum terdapat dekomposisi. (Gambar 5 dan 6).

Dekomposisi berkaitan erat dengan rekolonisasi. Hal itu dapat dilihat bahwa

rekolonisasi berupa anakan dari tumbuhan pionir hanya terdapat di tempat yang

sudah terdapat dekomposisi serasah (Butoh dan Debbie). Itu menunjukkan

bahwa kondisi kedua tempat sudah cukup baik bagi tumbuhnya anakan alami

dan adanya dekomposisi serasah dapat menjadi pertanda adanya

[image:40.595.202.445.88.264.2]

keberlangsungan siklus unsur hara.

(41)

Rekolonisasi

Pada setiap areal yang diamati, rekolonisasi sudah terjadi dalam skala

kecil. Pada umumnya, rekolonisasi yang terjadi didominasi oleh liana tak berkayu

dari jenis Mikania micrantha. Jenis ini sangatlah mudah untuk tumbuh dan merambat melalui mekanisme fototaksis. Penyebarannya pun relatif cepat,

karena biji dari Mikania micrantha ini sangat kecil dan mudah untuk terbawa angin (ISSG, 2005). Dengan kondisi seperti itu, maka tidak mengherankan jika

jenis ini sangat mudah ditemukan di seluruh areal revegetasi kecuali di Daerah

Butoh (tahun tanam 1985) dan Koro serta Petea dengan tahun tanam

masing-masing 2007 dan 2006.

[image:41.595.203.438.83.260.2]

Tumbuhnya jenis Mikania micrantha ini diduga berasal dari kompos yang digunakan pada saat persiapan lahan dan penanaman. Akan tetapi, seiring

Gambar 5 Akumulasi serasah di Debbie.

[image:41.595.204.439.297.473.2]
(42)

berjalannya waktu, penyebaran jenis ini yang sangat cepat dan invasif,

menjadikan jenis ini memiliki dampak negatif terhadap program revegetasi yaitu

dengan cara menjadi gulma dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman

pokok (Gambar 7).

Dalam pada itu perlu dilakukan pemeliharaan pada areal yang terganggu

oleh jenis Mikania micrantha. Pemeliharaan yang dilakukan adalah pembebasan tanaman pokok dari jenis Mikania micrantha baik dengan cara mekanis yaitu mencabuti untuk areal yang tidak terlalu banyak terserang ataupun cara

non-mekanis seperti penyemprotan herbisida untuk areal yang terkena dampak

serangan parah seperti di Debbie dengan tahun tanam 2002. Pembebasan

tanaman pokok dari gulma mutlak diperlukan untuk memberikan ruang tumbuh

yang optimal. Selain itu, kesehatan tanaman juga menjadi salah satu kriteria

yang ditetapkan oleh Ditjen RLPS untuk keberhasilan revegetasi lahan bekas

tambang.

Anakan pionir hanya dapat ditemukan di areal Butoh (tahun tanam 1985)

dan Debbie (tahun tanam 2002) (Gambar 8). Pada dua wilayah ini dapat

ditemukan kesamaan pada variabel lain pengamatan yaitu keduanya memiliki

persentase penutupan tajuk oleh kanopi paling tinggi (Butoh : 65,93% dan

Debbie : 56,94%); memiliki persentase penutupan lahan oleh tumbuhan penutup

tanah paling rendah (Butoh : 5% dan Debbie : 40%); serta kondisi serasah di

[image:42.595.188.453.166.349.2]

kedua tempat sudah menunjukan adanya dekomposisi.

(43)

Jenis epifit serta lumut terdapat di Ponsesa dengan tahun tanam 1999

(Gambar 9 dan 10). Terdapatnya jenis lumut merupakan salah satu keadaan

yang baik, karena karakteristik lumut yang dapat mengeluarkan eksudat berupa

organic acid dapat membantu terjadinya pelapukan pada bagian-bagian tanah yang keras (Setiadi 2006).

Jenis-jenis herba seperti kelakai dapat ditemukan di Ponsesa dengan

tahun tanam 1996 (Gambar 11). Jenis jamur dapat ditemukan di bukit Triple A

[image:43.595.208.426.79.244.2]

dengan tahun tanam 2003 (Gambar 12).

[image:43.595.128.235.435.569.2]

Gambar 8 Anakan hasil rekolonisasi di Debbie.

[image:43.595.335.487.435.549.2]

Gambar 9 Epifit di Ponsesa.

Gambar 10 Lumut di Ponsesa.

[image:43.595.373.475.588.728.2] [image:43.595.116.270.606.719.2]
(44)

Mengacu pada Budowski (1965) dalam Freeman, Dasmann dan Milton

(1977), maka terlihat bahwa suksesi tengah berjalan pada peralihan antara strata

pionir menuju sekunder awal. Beberapa cirinya antara lain: memiliki tumbuhan

merambat yang bayak dengan batang basah tetapi memiliki spesies yang sedikit;

dengan penyebaran biji tumbuhan dominan oleh burung, kelelawar dan angin;

serta regenerasi tumbuhan dominan yang sangat langka atau bahkan praktis

tidak ada.

Tumbuhan Penutup Tanah

Dengan sudah masuknya beberapa jenis hewan yang dapat membantu

penyebaran biji ke lahan revegetasi, sebenarnya merupakan simptom terjadinya

rekolonisasi, tetapi kondisi tumbuhan penutup tanah yang sangat padat

(terutama jenis seperti uraso dan signal grass) memungkinkan biji tidak mencapai lantai hutan untuk kemudian berkecambah. Jika pun ada biji yang

mencapai lahan hutan, akan terjadi kesu

Gambar

Tabel 5  Persen tumbuh untuk beberapa jenis tanaman di beberapa areal revegetasi umur 1 tahun
Tabel 7 Data tipe erosi pada tiap plot pengamatan
Tabel 8  Data kerapatan tanaman, penutupan tajuk serta stratifikasi tajuk pada tiap plot pengamatan
Gambar 1  Pertumbuhan diameter beberapa jenis tanaman.
+7

Referensi

Dokumen terkait