• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitosan Sebagai Edible Coating Pada Otak-Otak Bandeng (Chanos Chanos Forskal) Yang Dikemas Vakum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kitosan Sebagai Edible Coating Pada Otak-Otak Bandeng (Chanos Chanos Forskal) Yang Dikemas Vakum"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PADA

PROG

FAK

KITOS

A OTAK-O

Y

GRAM ST

KULUTAS

INS

SAN SEBA

OTAK BA

YANG DI

An’im

C

TUDI TEK

S PERIKA

STITUT P

AGAI

EDI

ANDENG (

IKEMAS V

Oleh:

m Falahud

C34104020

KNOLOG

ANAN DA

ERTANIA

2009

IBLE COA

(

Chanos ch

VAKUM

ddin

0

GI HASIL

AN ILMU K

AN BOGO

ATING

hanos

For

PERIKAN

KELAUT

OR

rskal)

(2)

RINGKASAN

AN’IM FALAHUDDIN C34104020. Kitosan Sebagai Edible Coating pada Otak-otak Bandeng (Chanos chanos Forskal) yang Dikemas Vakum. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.

Otak-otak bandeng merupakan salah satu bentuk diversifikasi olahan dari ikan bandeng yang memiliki penampakan menarik, rasa dan aroma yang khas. Produk ini berasal dari daerah Gresik, Jawa Timur. Salah satu faktor yang menyebabkan singkatnya daya awet produk otak-otak bandeng adalah masalah pengemasan yaitu dengan menggunakan daun pisang dan atau plastik. Untuk memberikan nilai tambah terhadap otak-otak bandeng, mengingat produk tersebut cepat busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan atau pengawetan guna memperpanjang daya awet dan masa distribusinya yakni dengan pengemasan vakum dan penambahan kitosan sebagai bahan pelapis dan pengawet alami. Kemasan vakum (vacuum packaging) disinyalir dapat menghambat terjadinya proses oksidasi dan memberikan efek visual yang lebih baik terhadap produk. Berdasarkan hal tersebut, penelitian kali ini dilakukan untuk melihat sejauh mana peran kitosan sebagai bahan pelapis dan kemasan vakum dalam menghambat kemunduran mutu otak-otak bandeng.

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pandahuluan berupa penentuan lama waktu penyimpanan dan konsentrasi kitosan sebagai edible coating yang optimum. Sedangkan penelitian utama adalah pengemasan vakum pada konsentrasi edible coating terpilih selama penyimpanan.

Pada penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan sebesar 2% dapat mempertahankan mutu organoleptik hingga hari ke-4 dan merupakan konsentrasi terbaik. Penentuan ini menggunakan uji organoleptik yang meliputi parameter penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna dengan nilai masing-masing parameter sebesar 4,40; 5,13; 6,47; 6,10; dan 5,13.

Pada penelitian utama, otak-otak bandeng yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan sebesar 2% pada hari ke-0 memiliki kadar air 55,30%, kadar abu 4,51%, kadar lemak 8,75%, kadar protein 23,90% dan karbohidrat 7,54%. Pada hari ke-8 kadar air menjadi 64,95%, kadar abu 2,40%, kadar lemak 7,50%, kadar protein 18,52% dan karbohidrat 6,63%. Nilai pH otak-otak bandeng dengan pelapisan kitosan 2% pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8 masing-masing adalah 6,23; 6,13; 5,80; 5,68 dan 5,64. Nilai aw masing-masing sebesar 0,956; 0,930; 0,890; 0,865 dan 0,848. Hasil analisis proksmat otak-otak bandeng vakum tanpa perlakuan memiliki kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidat sebesar 48,10%; 3,40%; 17,00; 26,89; dan 4,61. Sedangkan pada hari ke-8 adalah 54,30%; 1,70%; 15,50%; 20,91%; dan 7,59% dengan nilai pH pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8 masing-masing sebesar 6,85; 6,34; 5,02; 5,06 dan 4,93. Nilai aw masing-masing sebesar 0,941; 0,915; 0,868; 0,870 dan 0,876.

(3)

KITOSAN SEBAGAI

EDIBLE COATING

PADA OTAK-OTAK BANDENG (

Chanos chanos

Forskal)

YANG DIKEMAS VAKUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

An’im Falahuddin

C34104020

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULUTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul skripsi : KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA

OTAK-OTAK BANDENG (Chanos chanos Forskal)

YANG DIKEMAS VAKUM

Nama Mahasiswa : An’im Falahuddin

NRP : C34104020

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Dra. Pipih Suptijah, MBA

NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kitosan sebagai Edible Coating pada Otak-otak Bandeng (Chanos Chanos Forskal)

yang Dikemas Vakum adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kitosan Sebagai Edible Coating Pada Otak-otak Bandeng (Chanos chanosForskal) yang Dikemas Vakum”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah (H. Ma’sum) dan ibu (Hj. Muslimah) serta Mbak Tia, mas Zen, adik I’ul dan mas Rofik serta keluarga besarku atas segala do’a, motivasi, dukungan, kesabaran, bimbingan, keikhlasan dan kasih sayang yang selalu mengiringi sepanjang hidup ini. Do’a yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 2. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Ibu Pipih Suptijah, MBA selaku

pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan masukan, arahan, nasehat dan motivasi serta keritik selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, arahan dan saran guna penyempurnaan penulisan skripsi ini dan pengembangan peneliatian selanjutnya.

4. Bapak Joko Santoso, Bambang Riyanto, pak Uju dan Bu Wini Trilaksani, terima kasih atas arahan, motivasi dan perhatiannya selama ini.

5. Seluruh dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan atas ilmu yang telah diamalkan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penelitian ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis kedepannya.

6. Seluruh staf THP, bang Mail, pak Ade, pak Tatang, Umi, mas Jekcy, mas iPuL, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

7. Bu Ema, Bu Rubiah, Neng Rita atas bantuan dan bimbingan selama proses penelitian.

(7)

Sa’idul, Gory, Yogi, Ubiet, Ferry, Opick, Tomi Daler, Afie, Dani, Wisnu, Boby, Kates, Serel, Rijan, Dani, Wisnu, Fahmi, Alif, Deboy, Maho, Sika Uchok dan teman-teman THP-41 lainnya yang tidak dapat penulis sebut namanya satu per satu disini, terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaanya selama ini. Lost But Never Forgoten.

9. THP40; Rhamox, Tomi, Deden, Ditya, dkk. THP42; Purwati, Ulie, Dan, Tyas, si-Kembar, Martca, Iyal, Indri, Dewi, Anggie, Pril, Kuntul, Ajib, Anne, dkk. THP43; Icha, Memey, Ijal, Anjar, Tika, Arin, Yayan, Hilda, Fao, Aul, Leli, Umi, Idris, Ozi, Hera, Pipit, Joha, dkk. THP44; Mardiana, Nabila, Chen-chen, Aul, Icha, Yunko, Ellis dan semuanya yang telah memberi dukungan, hiburan, dan semangat serta inspirasi sehingga penulis dapat dengan segera menyelesaikan seminar, sidang dan skripsi ini. Terima kasih atas kebersamaanya.

10.Semua keluarga IKALUM-IPB dan Fisheries Processing Club, terima kasih atas kecerian dan rasa kekeluargaan yang selalu terjalin hingga kini.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian  skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih… 

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga usulan penelitian ini dapat bermafaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gresik, Jawa Timur pada tanggal 08 Januari 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Bapak H. Ma’sum dan Ibu Hj. Muslimah. Penulis mengawali pendidikan formal di MI Matholiul Falah Nambi pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis diterima di MTs Assa’adah I Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Darul ‘Ulum 3 Jombang, Pondok Pesantren Darul ‘Ulum dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi asisten luar biasa mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan pada tahun 2006-2007, asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan pada tahun 2007-2008. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan kampus seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2005-2007, Masa Perkenalan Fakultas (OMBAK) dan Masa Perkenalan Departemen (SANITASI) periode 2005-2007, sebagai pengurus Fisheries Pocessing Club (FPC) periode 2006-2009. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan non-formal seperti Organisasi Mahasiswa Daerah dan lainnya. Dalam bidang penulisan karya ilmiah, penulis pernah mendapatkan penghargaan diantaranya, juara I penulisan ilmiah bidang kewirausahaan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Perikanan Nasional (PIMPIKNAS) tahun 2004, pendanaan proposal hibah bersaing dari Dirjen Tinggi Pendidikan Nasional dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2004, 2006-2009. Finalis dan sekaligus juara II dalam ajang Komptisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) tingkat Nasional di Surabaya pada tahun 2008.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) ... 4

2.2 Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... 4

2.3 Otak-otak Bandeng Gresik (Jawa Timur) ... 6

2.4 Bumbu yang Dipakai dalam Pembuatan Otak-otak Bandeng ... 7

2.4.1 Bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) ... 8

2.4.2 Bawang putih (Allium sativum Linn.) ... 8

2.4.3 Cabai (Capsicum annum Linn.) ... 9

2.4.4 Kunyit (Curcuma domestik Val.) ... 10

2.4.5 Lengkuas (Alpina galanga Linn.) ... 11

2.4.6 Kencur (Kaempferia galanga Linn.) ... 11

2.4.7 Jahe (Zingiber officinale Linn.) ... 12

2.4.8 Ketumbar (Coriandrum sativum Linn.) ... 12

2.4.9 Santan ... 12

2.4.10 Gula ... 13

2.4.11 Garam ... 13

2.5 Kitosan dan Kitin ... 14

2.6 Kitosan Sebagai Edible Coating ... 16

2.7 Pengemasan Vakum ... 18

2.8 Kerusakan Produk Olahan dalam Kemasan ... 19

3. METODOLOGI ... 22

3.1 Waktu dan Tempat ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 23

3.3.2 Penelitian utama ... 25

3.4 Metode Analisis ... 25

(10)

3.4.2 Analisis proksimat ... 27

3.4.2.1Kadar air ... 27

3.4.2.2Kadar abu ... 27

3.4.2.3Kadar lemak ... 28

3.4.2.4Kadar protein ... 28

3.4.2.5Kadar karbohirat ... 29

3.4.3 Aktivitas air (aw) ... 29

3.4.4 Derajat keasaman (pH) ... 29

3.4.5 Uji Mikrobiologi (Total Plate Count) ... 30

3.5 Analisis Data ... 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 32

4.1.1 Uji organoleptik ... 32

4.1.1.1 Penampakan ... 32

4.1.1.2 Aroma ... 34

4.1.1.3 Rasa ... 36

4.1.1.4 Tekstur ... 37

4.1.1.5 Warna ... 39

4.2 Penelitian Utama ... 40

4.2.1 Penampakan ... 41

4.2.2 Aroma ... 42

4.2.3 Rasa ... 43

4.2.4 Tekstur ... 45

4.2.5 Warna ... 46

4.3 Analisis proksimat ... 48

4.4 Derajat Keasaman (pH) ... 50

4.5 Aktivitas Air (aw) ... 51

4.6 Mikrobiologi (Total Plate Count) ... 53

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

PADA

PROG

FAK

KITOS

A OTAK-O

Y

GRAM ST

KULUTAS

INS

SAN SEBA

OTAK BA

YANG DI

An’im

C

TUDI TEK

S PERIKA

STITUT P

AGAI

EDI

ANDENG (

IKEMAS V

Oleh:

m Falahud

C34104020

KNOLOG

ANAN DA

ERTANIA

2009

IBLE COA

(

Chanos ch

VAKUM

ddin

0

GI HASIL

AN ILMU K

AN BOGO

ATING

hanos

For

PERIKAN

KELAUT

OR

rskal)

(12)

RINGKASAN

AN’IM FALAHUDDIN C34104020. Kitosan Sebagai Edible Coating pada Otak-otak Bandeng (Chanos chanos Forskal) yang Dikemas Vakum. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.

Otak-otak bandeng merupakan salah satu bentuk diversifikasi olahan dari ikan bandeng yang memiliki penampakan menarik, rasa dan aroma yang khas. Produk ini berasal dari daerah Gresik, Jawa Timur. Salah satu faktor yang menyebabkan singkatnya daya awet produk otak-otak bandeng adalah masalah pengemasan yaitu dengan menggunakan daun pisang dan atau plastik. Untuk memberikan nilai tambah terhadap otak-otak bandeng, mengingat produk tersebut cepat busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan atau pengawetan guna memperpanjang daya awet dan masa distribusinya yakni dengan pengemasan vakum dan penambahan kitosan sebagai bahan pelapis dan pengawet alami. Kemasan vakum (vacuum packaging) disinyalir dapat menghambat terjadinya proses oksidasi dan memberikan efek visual yang lebih baik terhadap produk. Berdasarkan hal tersebut, penelitian kali ini dilakukan untuk melihat sejauh mana peran kitosan sebagai bahan pelapis dan kemasan vakum dalam menghambat kemunduran mutu otak-otak bandeng.

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pandahuluan berupa penentuan lama waktu penyimpanan dan konsentrasi kitosan sebagai edible coating yang optimum. Sedangkan penelitian utama adalah pengemasan vakum pada konsentrasi edible coating terpilih selama penyimpanan.

Pada penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan sebesar 2% dapat mempertahankan mutu organoleptik hingga hari ke-4 dan merupakan konsentrasi terbaik. Penentuan ini menggunakan uji organoleptik yang meliputi parameter penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna dengan nilai masing-masing parameter sebesar 4,40; 5,13; 6,47; 6,10; dan 5,13.

Pada penelitian utama, otak-otak bandeng yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan sebesar 2% pada hari ke-0 memiliki kadar air 55,30%, kadar abu 4,51%, kadar lemak 8,75%, kadar protein 23,90% dan karbohidrat 7,54%. Pada hari ke-8 kadar air menjadi 64,95%, kadar abu 2,40%, kadar lemak 7,50%, kadar protein 18,52% dan karbohidrat 6,63%. Nilai pH otak-otak bandeng dengan pelapisan kitosan 2% pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8 masing-masing adalah 6,23; 6,13; 5,80; 5,68 dan 5,64. Nilai aw masing-masing sebesar 0,956; 0,930; 0,890; 0,865 dan 0,848. Hasil analisis proksmat otak-otak bandeng vakum tanpa perlakuan memiliki kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidat sebesar 48,10%; 3,40%; 17,00; 26,89; dan 4,61. Sedangkan pada hari ke-8 adalah 54,30%; 1,70%; 15,50%; 20,91%; dan 7,59% dengan nilai pH pada hari ke-0, 2, 4, 6 dan 8 masing-masing sebesar 6,85; 6,34; 5,02; 5,06 dan 4,93. Nilai aw masing-masing sebesar 0,941; 0,915; 0,868; 0,870 dan 0,876.

(13)

KITOSAN SEBAGAI

EDIBLE COATING

PADA OTAK-OTAK BANDENG (

Chanos chanos

Forskal)

YANG DIKEMAS VAKUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

An’im Falahuddin

C34104020

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULUTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(14)

Judul skripsi : KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA

OTAK-OTAK BANDENG (Chanos chanos Forskal)

YANG DIKEMAS VAKUM

Nama Mahasiswa : An’im Falahuddin

NRP : C34104020

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Dra. Pipih Suptijah, MBA

NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002

(15)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kitosan sebagai Edible Coating pada Otak-otak Bandeng (Chanos Chanos Forskal)

yang Dikemas Vakum adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

(16)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kitosan Sebagai Edible Coating Pada Otak-otak Bandeng (Chanos chanosForskal) yang Dikemas Vakum”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ayah (H. Ma’sum) dan ibu (Hj. Muslimah) serta Mbak Tia, mas Zen, adik I’ul dan mas Rofik serta keluarga besarku atas segala do’a, motivasi, dukungan, kesabaran, bimbingan, keikhlasan dan kasih sayang yang selalu mengiringi sepanjang hidup ini. Do’a yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 2. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Ibu Pipih Suptijah, MBA selaku

pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan masukan, arahan, nasehat dan motivasi serta keritik selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku dosen penguji yang telah banyak memberi masukan, arahan dan saran guna penyempurnaan penulisan skripsi ini dan pengembangan peneliatian selanjutnya.

4. Bapak Joko Santoso, Bambang Riyanto, pak Uju dan Bu Wini Trilaksani, terima kasih atas arahan, motivasi dan perhatiannya selama ini.

5. Seluruh dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan atas ilmu yang telah diamalkan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penelitian ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis kedepannya.

6. Seluruh staf THP, bang Mail, pak Ade, pak Tatang, Umi, mas Jekcy, mas iPuL, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

7. Bu Ema, Bu Rubiah, Neng Rita atas bantuan dan bimbingan selama proses penelitian.

(17)

Sa’idul, Gory, Yogi, Ubiet, Ferry, Opick, Tomi Daler, Afie, Dani, Wisnu, Boby, Kates, Serel, Rijan, Dani, Wisnu, Fahmi, Alif, Deboy, Maho, Sika Uchok dan teman-teman THP-41 lainnya yang tidak dapat penulis sebut namanya satu per satu disini, terima kasih atas segala bantuan dan kebersamaanya selama ini. Lost But Never Forgoten.

9. THP40; Rhamox, Tomi, Deden, Ditya, dkk. THP42; Purwati, Ulie, Dan, Tyas, si-Kembar, Martca, Iyal, Indri, Dewi, Anggie, Pril, Kuntul, Ajib, Anne, dkk. THP43; Icha, Memey, Ijal, Anjar, Tika, Arin, Yayan, Hilda, Fao, Aul, Leli, Umi, Idris, Ozi, Hera, Pipit, Joha, dkk. THP44; Mardiana, Nabila, Chen-chen, Aul, Icha, Yunko, Ellis dan semuanya yang telah memberi dukungan, hiburan, dan semangat serta inspirasi sehingga penulis dapat dengan segera menyelesaikan seminar, sidang dan skripsi ini. Terima kasih atas kebersamaanya.

10.Semua keluarga IKALUM-IPB dan Fisheries Processing Club, terima kasih atas kecerian dan rasa kekeluargaan yang selalu terjalin hingga kini.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian  skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih… 

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga usulan penelitian ini dapat bermafaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2009

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gresik, Jawa Timur pada tanggal 08 Januari 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Bapak H. Ma’sum dan Ibu Hj. Muslimah. Penulis mengawali pendidikan formal di MI Matholiul Falah Nambi pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis diterima di MTs Assa’adah I Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Darul ‘Ulum 3 Jombang, Pondok Pesantren Darul ‘Ulum dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif menjadi asisten luar biasa mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan pada tahun 2006-2007, asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan pada tahun 2007-2008. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan kampus seperti Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2005-2007, Masa Perkenalan Fakultas (OMBAK) dan Masa Perkenalan Departemen (SANITASI) periode 2005-2007, sebagai pengurus Fisheries Pocessing Club (FPC) periode 2006-2009. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan non-formal seperti Organisasi Mahasiswa Daerah dan lainnya. Dalam bidang penulisan karya ilmiah, penulis pernah mendapatkan penghargaan diantaranya, juara I penulisan ilmiah bidang kewirausahaan dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Perikanan Nasional (PIMPIKNAS) tahun 2004, pendanaan proposal hibah bersaing dari Dirjen Tinggi Pendidikan Nasional dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2004, 2006-2009. Finalis dan sekaligus juara II dalam ajang Komptisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) tingkat Nasional di Surabaya pada tahun 2008.

(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) ... 4

2.2 Komposisi Kimia Ikan Bandeng ... 4

2.3 Otak-otak Bandeng Gresik (Jawa Timur) ... 6

2.4 Bumbu yang Dipakai dalam Pembuatan Otak-otak Bandeng ... 7

2.4.1 Bawang merah (Allium ascalonicum Linn.) ... 8

2.4.2 Bawang putih (Allium sativum Linn.) ... 8

2.4.3 Cabai (Capsicum annum Linn.) ... 9

2.4.4 Kunyit (Curcuma domestik Val.) ... 10

2.4.5 Lengkuas (Alpina galanga Linn.) ... 11

2.4.6 Kencur (Kaempferia galanga Linn.) ... 11

2.4.7 Jahe (Zingiber officinale Linn.) ... 12

2.4.8 Ketumbar (Coriandrum sativum Linn.) ... 12

2.4.9 Santan ... 12

2.4.10 Gula ... 13

2.4.11 Garam ... 13

2.5 Kitosan dan Kitin ... 14

2.6 Kitosan Sebagai Edible Coating ... 16

2.7 Pengemasan Vakum ... 18

2.8 Kerusakan Produk Olahan dalam Kemasan ... 19

3. METODOLOGI ... 22

3.1 Waktu dan Tempat ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Metode Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 23

3.3.2 Penelitian utama ... 25

3.4 Metode Analisis ... 25

(20)

3.4.2 Analisis proksimat ... 27

3.4.2.1Kadar air ... 27

3.4.2.2Kadar abu ... 27

3.4.2.3Kadar lemak ... 28

3.4.2.4Kadar protein ... 28

3.4.2.5Kadar karbohirat ... 29

3.4.3 Aktivitas air (aw) ... 29

3.4.4 Derajat keasaman (pH) ... 29

3.4.5 Uji Mikrobiologi (Total Plate Count) ... 30

3.5 Analisis Data ... 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 32

4.1.1 Uji organoleptik ... 32

4.1.1.1 Penampakan ... 32

4.1.1.2 Aroma ... 34

4.1.1.3 Rasa ... 36

4.1.1.4 Tekstur ... 37

4.1.1.5 Warna ... 39

4.2 Penelitian Utama ... 40

4.2.1 Penampakan ... 41

4.2.2 Aroma ... 42

4.2.3 Rasa ... 43

4.2.4 Tekstur ... 45

4.2.5 Warna ... 46

4.3 Analisis proksimat ... 48

4.4 Derajat Keasaman (pH) ... 50

4.5 Aktivitas Air (aw) ... 51

4.6 Mikrobiologi (Total Plate Count) ... 53

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi ikan bandeng segar ... 5

2. Analisis kimia bendeng asap, pindang bandeng dan bandeng presto ... 6

3. Hasil analisis proksimat otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 48

4. Nilai rata-rata pH otak-otak bandeng vakum selama penyimpanan ... 50

5. Nilai rata-rata aw otak-otak bandeng vakum selama penyimpanan ... 52

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) ... 5 2. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan ... 15 3. Diagram alir prosedur penelitian pendahuluan ... 24 4. Diagram alir prosedur penelitian utama ... 25 5. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik terhadap penampakan

otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 33 6. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik terhadap aroma

otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 35 7. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik terhadap rasa otak-otak

bandeng selama penyimpanan ... 36 8. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik terhadap tekstur

otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 38 9. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik terhadap warna

otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 40 10. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik penampakan otak-otak

bandeng yang dikemas vakum ... 41 11. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik aroma otak-otak

bandeng yang dikemas vakum ... 42 12. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik rasa otak-otak bandeng

yang dikemas vakum ... 44 13. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik tekstur otak-otak

bandeng yang dikemas vakum ... 45 14. Nilai rata-rata uji organoleptik skala hedonik warna otak-otak

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data uji organoleptik panampakan otak-otak bandeng selama

penyimpanan ... 64 2. Data uji organoleptik aroma otak-otak bandeng selama

penyimpanan ... 65 3. Data uji organoleptik rasa otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 66 4. Data uji organoleptik tekstur otak-otak bandeng selama

penyimpanan ... 67 5. Data uji organoleptik warna otak-otak bandeng selama

penyimpanan ... 68 6. Data uji organoleptik penampakan otak-otak bandeng yang dikemas

vakum selama penyimpanan ... 69 7. Data uji organoleptik aroma otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 70 8. Data uji organoleptik rasa otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 71 9. Data uji organoleptik tekstur otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 72 10. Data uji organoleptik warna otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 73 11a.Data uji organoleptik kesegaran ikan bandeng ... 74 11b.Lembar penilaian organoleptik otak-otak bandeng ... 74 12a.Data uji statistik nonparametrik penampakan otak-otak bandeng

selama penyimpanan ... 75 12b.Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan berbeda

terhadap penampakan otak-otak bandeng ... 75 12c.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap penampakan otak-otak bandeng ... 75 13a.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap penampakan otak-otak bandeng yang

dikemas vakum dan nilai tengahnya ... 76 13b.Data anova penampakan otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 76 14a.Data uji statistik nonparametrik aroma otak-otak bandeng

selama penyimpanan ... 77 14b.Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan berbeda

(24)

14c.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap aroma otak-otak bandeng ... 77 15a.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap aroma otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 78 15b.Data anova aroma otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 78 16a.Data uji statistik nonparametrik rasa otak-otak bandeng selama

penyimpanan ... 79 16b.Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan berbeda

terhadap rasa otak-otak bandeng ... 79 16c.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap rasa otak-otak bandeng ... 79 17a.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap rasa otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 80 17b.Data anova rasa otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 80 18a.Data uji statistik nonparametrik tekstur otak-otak bandeng

selama penyimpanan ... 81 18b.Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan berbeda

terhadap rasa otak-otak bandeng ... 81 18c.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap tekstur otak-otak bandeng ... 81 19a.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap tekstur otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 82 19b.Data anova tekstur otak-otak bandeng selama penyimpanan ... 82 20a.Data uji statistik nonparametrik warna otak-otak bandeng

selama penyimpanan ... 83 20b.Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan berbeda

terhadap warna otak-otak bandeng ... 83 20c.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap warna otak-otak bandeng ... 83 21a.Data uji statistik nonparametrik penampakan otak-otak bandeng

yang dikemas vakum selama penyimpanan ... 84 21b.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap penampakan otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 84 21c.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap penampakan otak-otak bandeng yang

(25)

22a.Data uji statistik nonparametrik aroma otak-otak bandeng yang

dikemas vakum selama penyimpanan ... 85 22b.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap aroma otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 85 22c.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap aroma otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 85 23a.Data uji statistik nonparametrik rasa otak-otak bandeng yang

dikemas vakum selama penyimpanan ... 86 23b.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap rasa otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 86 23c.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap rasa otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 86 24a.Data uji statistik nonparametrik tekstur otak-otak bandeng yang

dikemas vakum selama penyimpanan ... 87 24b.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap tekstur otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 87 24c.Data hubungan antara tingkat konsentrasi kitosan dengan lama

penyimpanan terhadap tekstur otak-otak bandeng yang dikemas

vakum dan nilai tengahnya ... 87 25a.Data uji statistik nonparametrik warna otak-otak bandeng yang

dikemas vakum selama penyimpanan ... 88

25b.Data uji lanjut duncan pada tingkat penyimpanan yang berbeda

terhadap tekstur otak-otak bandeng yang dikemas vakum ... 88 26. Kadar proksimat otak-otak bandeng ... 89 27a.Data kadar air otak-otak bandeng yang dikemas vakum selama

penyimpanan ... 90 27b.Data kadar abu otak-otak bandeng yang dikemas vakum selama

penyimpanan ... 90 27c.Data kadar lemak otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 90 27d.Data kadar protein otak-otak bandeng yang dikemas vakum

selama penyimpanan ... 90 28. Data kadar pH otak-otak bandeng yang dikemas vakum selama

penyimpanan ... 91 29. Data kadar aw otak-otak bandeng yang dikemas vakum selama

(26)
(27)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai daerah pantai dan laut yang cukup luas. Selain hasil laut, budidaya tambak juga turut andil dalam meningkatkan devisa negara. Potensi tambak Indonesia tersebar di seluruh tanah air antara lain di Lampung, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat dan Jawa Timur. Menurut BPS (2002) propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tambak terluas. Pada tahun 2000 tambak Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air. Sementara itu di Jawa Timur pusat tambak terletak di Kabupaten Gresik dan Sidoarjo dengan luas tambak masing-masing adalah 38,44% dan 32,17% dari luas tambak Jawa Timur. Lebih dari 60% tambak adalah tambak bandeng.

Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang bernilai ekonomis tinggi karena sangat berarti dalam pemenuhan gizi pangan masyarakat. Selain itu, prospek pengembangan budidaya ikan bandeng yang cukup cerah kini telah memacu kegiatan budidaya bandeng pada perairan laut dan payau. Produksi ikan bandeng di Indonesia rata-rata setiap tahunnya mencapai 140.000 ton. Selama sepuluh tahun terakhir permintaan ikan bandeng meningkat rata-rata sebesar 6,33%, sedangkan produksinya hanya meningkat 3,82% per tahun (Dirjen Perikanan 2000).

(28)

Di Jawa Tengah, produk otak-otak bandeng dikenal dengan nama bandeng isi. Dinamakan bandeng isi karena daging lumat yang telah dibumbui diisikan kembali ke dalam selongsong kulit bandeng. Sebagai makanan khas Jawa Timur khususnya daerah Gresik, otak-otak bandeng banyak diminati oleh para pengunjung sebagai oleh-oleh, baik pengunjung yang berasal dari pulau Jawa atau luar Jawa, bahkan para pelancong yang berasal dari mancanegara. Namun daya awet otak-otak bandeng tersebut relatif singkat sehingga produk tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Gozali et al. (2004) mengatakan bahwa umur simpan sate bandeng adalah tidak lebih dari dua hari pada suhu ruang (30 oC) dan pada hari ketiga sudah mengindikasikan adanya kebusukan.

Salah satu faktor yang menyebabkan singkatnya daya awet otak-otak bandeng adalah masalah pengemasan yang masih sederhana yaitu dengan menggunakan daun pisang dan atau plastik sebagai kemasan primer yang kemudian dikemas lagi dengan kertas karton sebagai kemasan sekunder. Mengingat produk tersebut cepat busuk, maka untuk memberikan nilai tambah terhadap otak-otak bandeng perlu dibuat alternatif pengolahan atau pengawetan guna memperpanjang daya awet dan masa distribusinya. Salah satunya adalah modifikasi kemasan dan penambahan bahan pengawet alami yang betujuan untuk memperpanjang daya awet. Bentuk kemasan yang berkembang saat ini adalah kemasan vakum (vacuum packaging) yang disinyalir dapat menghambat terjadinya proses oksidasi dan memberikan efek visual yang lebih baik terhadap kemasan (Subangsi 1993 diacu dalam Ferisa 2005). Sedangkan salah satu bahan pengawet alami yang dapat menghambat proses pembusukan makanan adalah kitosan yang memiliki sifat sebagai pelapis bahan pangan.

(29)

Aplikasi kitosan sebagai bahan antimikroba untuk bahan pengemas telah banyak dilakukan. Pada umumnya kitosan bersifat bakterisidal yang kuat terhadap gram positif dibandingkan bakteri gram negatif. Edible film kitosan telah menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap pertumbuhan jamur. Edible film kitosan yang dilarutkan dalam 1% asam asetat dapat mengurangi pertumbuhan jamur (Romanazzi et al. 2002). Edible coating kitosan 1,5% dapat menghambat pertumbuhan jamur pada ikan cucut asin (Nugroho 2005). Oleh karena itu, dalam upaya memperpanjang daya awet otak-otak bandeng sangat perlu diteliti mengenai penggunaan kitosan sebagai coating yang dipadukan dengan pengemasan vakum.

1.2 Tujuan

(30)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal)

Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai di daerah pantai atau daerah literal. Secara

geografis ikan ini hidup di daerah tropis maupun subtropis pada batas-batas 30-40o lintang selatan (Martosudarmo et al. 1994).

Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Malacopterigii Famili : Chanidae Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Ikan bandeng (Chanos chanos) termasuk ikan bertulang keras (teleostei) dan berdaging putih susu. Struktur daging padat dengan banyak duri halus diantara dagingnya, terutama daging disekitar ekor. Ikan bandeng termasuk ikan yang berukuran besar, berwarna keperakan dan bagian punggung biru kehitaman, memiliki bentuk tubuh memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong perenang cepat. Kelopak mata menutup keseluruhan mata. Ikan ini memiliki mulut yang kecil, terminal, giginya sedikit dan memiliki tulang penutup insang tambahan sebanyak empat buah. Bentuk sisiknya tipis, kecil, serta tidak mempunyai secute pada bagian perut. Tidak mempunyai jari-jari sirip berbisa, dengan satu sirip punggung yang terletak dipertengahan badan dan sirip perut berbentuk abdominal (Kimura et al. 2000). Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1.

2.2 Komposisi Kimia Ikan Bandeng

(31)
[image:31.612.155.478.229.386.2]

telah diolah. Hal ini dikarenakan proses pengolahan pada bahan pangan selain dapat menambah gizi bahan tersebut juga dapat mengurangi nilai gizi bahan. Pengolahan bahan pangan biasanya melibatkan beberapa proses diantaranya adalah proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan bahan kimia, fermentasi, radiasi dan perlakuan-perlakuan lainnya. Dari semua ini, proses pemanasan merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari (Apriyantono 1989).

Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) Sumber: IptekNet (2002)

Purnomo (1995) menyatakan bahwa pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Dari sisi gizi, denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat dapat meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik. Secara umum, komposisi kimia ikan bandeng segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan bandeng segar Komponen kimia Kadar (%)

[image:31.612.166.473.597.697.2]
(32)
[image:32.612.134.506.248.356.2]

Proses pengolahan dengan menggunakan panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi, semua perlakuan pemanasan harus dioptimalisasi untuk mempertahankan nilai gizi dan mutu produk (Buckle et al. 1987). Hal ini dapat dihindari dengan pemanasan yang tidak berlebih, karena zat gizi seperti protein, lemak dan vitamin sangat rentan terjadi perubahan struktur penyusunnya. Komposisi kimia ikan bandeng hasil pengolahan berupa bandeng asap, pindang bandeng dan bandeng presto dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis kimia bandeng asap, pindang bandeng dan bandeng presto. Proksimat

Produk olahan

Kadar Air (%)

Kadar Protein (%)

Kadar Lemak (%)

Kadar Abu (%)

Bandeng asap 68,57 25,46 1,70 2,68

Bandeng pindang 61,20 20,30 1,43 3,24

Bandeng presto 48,98 26,49 6,40 8,46

Sumber: Wibowo (2000)

2.3 Otak-otak Bandeng Gresik (Jawa Timur)

Bandeng merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan gurih. Ikan bandeng merupakan hasil budidaya di tambak. Budidaya ikan bandeng awalnya merupakan pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak dapat pergi melaut. Oleh karena itu, secara tradisional areal tambak selalu terletak di tepi pantai seperti di propinsi Jawa Barat (Karawang, Indramayu dan Cirebon). Sedangkan di propinsi Jawa Timur contohnya di Sidoarjo dan Gresik. Menurut BPS (2002) propinsi Jawa Timur merupakan propinsi yang mempunyai areal tambak terluas. Pada tahun 2000 tambak di Jawa Timur tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah air. Sementara itu, di Jawa Timur pusat tambak terletak di Kabupaten Gresik dan Sidoarjo dengan luas masing-masing adalah 38,44% dan 32,17% dari luas tambak Jawa Timur. Lebih dari 60% tambak adalah tambak bandeng.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gresik (2006) menyebutkan bahwa perkembangan potensi perikanan, baik hasil dari perikanan laut maupun perikanan darat mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai dengan

(33)

33.781.50-36.079.53 ton untuk perikanan budidaya. Perikanan budidaya didominasi oleh budidaya ikan bandeng yakni sebesar 23.200 ton tahun 2005.

Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Produksi bandeng selain dipasarkan dalam bentuk mentah juga diolah menjadi produk olahan seperti otak-otak bandeng yang merupakan produk khas daerah. Otak-otak bandeng merupakan makanan khas daerah Gresik yang telah banyak dikenal oleh masyarakat luas.

Otak-otak bandeng merupakan produk olahan ikan yang termasuk dalam diversifikasi produk olahan hasil perikanan. Produk ini diolah dengan cara mengeluarkan daging dan tulang ikan kemudian daging dihaluskan dan diberi bumbu lalu dimasukkan kembali ke dalam kulit ikan dan dimasak (Budiawati 2001). Produk otak-otak bandeng sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan gurih dengan aroma khas otak-otak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Gresik 2005). Produk otak-otak ini mirip dengan sate bandeng yang berasal dari Serang-Banten, hanya saja tidak dibakar melainkan digoreng.

Kelemahan dari produk ini adalah waktu penyimpanan produk yang relatif singkat sehingga menyebabkan produk tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gozali et al. (2004) terhadap daya awet sate bandeng manunjukkan bahwa tingkat ketahanan produk selama masa penyimpanan adalah dua hari. Hal ini ditandai dengan perubahan fisika kimia dari produk tersebut.

Oleh karena itu diperlukan upaya penanganan lebih lanjut untuk memperpanjang daya awet dari produk otak-otak bandeng. Salah satunya adalah dengan modifikasi kemasan dan penambahan bahan pengawet alami seperti kitosan.

2.4 Bumbu yang Dipakai dalam Pembuatan Otak-otak Bandeng

(34)

2.4.1 Bawang merah (Allium ascalonicum Linn.)

Bawang merah digunakan sebagai bumbu pada masakan untuk memberi rasa. Bawang memiliki komponen aromatik yang dapat diperoleh dengan cara destilasi atau ekstraksi secara sepontan dengan cara mengupas, memotong atau menggerus. Aroma dari bawang yang diiris (dihancurkan) sebagai aroma prekursor yang menimbulkan bau pedas (Sudirja 2001).

Bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15–30 cm di dalam tanah. Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut "diskus" yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas. Batang semu yang tardapat di atas diskus tersusun dari pelepah-pelepah daun dan ketika berada di dalam tanah, batang semu berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Daun bawang merah berbentuk silinder kecil memanjang antara 50–70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, bewarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).

Bawang merah mengandung kuersetin, antioksidan yang kuat yang bertindak sebagai agen untuk menghambat sel kanker. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, karbohidrat, dan serat (Nawangsari et al. 2008). Satu setengah ons bawang segar apabila dikonsumsi secara teratur dapat mencegah timbulnya kanker. Bawang kaya akan flavonoid yang telah diketahui untuk mendeaktifkan banyak karsinogen potensial dan pemicu tumor seperti mengganggu pertumbuhan sel sensitif estrogen pada kanker payudara (Anonimc 2007).

2.4.2 Bawang putih (Allium sativum Linn.)

(35)

dipakai baik untuk masakan maupun sebagai tanaman obat. Bawang putih mengandung zat anti bakteri dan jamur serta dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Bawang putih terbukti efektif melawan sejumlah infeksi oportunistik termasuk herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan organisme mikobakteri atau kandida. Bawang putih mengandung sulfur, asam amino, zat mineral termasuk germanium, selenium, dan zinc, serta vitamin A, B, dan C. Allisin dipercaya sebagai zat kandungan bawang putih yang paling banyak memberikan manfaat, selain menghasilkan bau yang menyengat (Anonimb 2005).

Bawang putih (Allium sativum) digunakan sebagai rempah-rempah penambah aroma dan untuk menambah citarasa produk yang dihasilkan. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan khamir. Sifat anti mikroba tersebut disebabkan adanya zat aktif yaitu allisin yang sangat efektif terhadap bakteri gram negatif dan gram positif, antara lain Escherichia coli, Aerobacter aerogeneses, dan Staphylococus aureus. Disamping itu bawang putih dapat mengurangi jumlah koliform, bakteri anaerob dan total mikroba (Pruthi 1980).

2.4.3 Cabai (Capsicum annum Linn.)

Cabai (cabe) atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) yang termasuk anggota genus Capsicum. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan bila digunakan untuk rempah-rempah (Anonima 1996). Selain itu, buah cabai juga mengandung karotenoid yang berperan dalam perlindungan terhadap kanker dan antioksidan, alkaloid, atsiri dan resin. Cabe secara umum diketahui mengandung dihidrokapsaisin, vitamin A dan C, dan karoten.

(36)

2.4.4 Kunyit (Curcumadomestik Val.)

Kunyit atau nama latinnya Curcuma domestik Val. adalah tumbuhan rimpang yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan dapur. Selain itu juga untuk bumbu dapur dan zat pewarna alami, kunyit juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kandungan utama kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan. Kunyit efektif utuk mengobati penyakit hepatitis, gangguan pencernaan, antimikroba, antikolesterol, dan anti-HIV. Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati, dan beberapa minyak. Komponen utamanya adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering. Kunyit mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta barbau langu. Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi rapuh (Syukur et al. 2008).

Diantara semua genus curcuma, kunyit merupakan jenis yang paling banyak kegunaannya. Menurut Rukmana (1995), manfaat kunyit antara lain sebagai bahan bumbu dalam berbagai masakan, bahan pembuat ramuan untuk mengobati berbagai jenis penyakit pada manusia, bahan baku industri jamu dan kosmetika, bahan penunjang industri teknik dan kerajinan, dan desinfektan untuk mengawetkan benih yang disimpan.

Kunyit dapat digunakan sebagai obat dalam maupun luar. Kunyit sebagai obat luar berfungsi untuk mengobati eksim, bengkak, rematik, dan memperlancar air susu ibu. Sedangkan sebagai obat dalam, kunyit digunakan untuk mengobati panas, demam, diare, gusi bengkak, kencing manis, hepatitis, dan untuk membersihkan rahim baik pada wanita yang baru melahirkan maupun setelah mendapat haid (Sinaga 2006).

(37)

dalam Sihombing 2007). Senyawa fenol menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara merusak membran sel yang akan menyebabkan denaturasi protein sel dan mengurangi tekanan permukaan sel.

Senyawa kimia utama yang terkandung di dalam rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan kurkumi-noid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen alkohol, tur-meron dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa kurkumin dan turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan bidesmetoksikurku-min. Selain itu rimpang juga mengandung senyawa gom, lemak, protein, kalsiun, fosfor dan besi (Syukur et al. 2008).

2.4.5 Lengkuas (Alpina galanga Linn.)

Lengkuas termasuk ke dalam famili Zingiberacceae. Tanaman yang memiliki tinggi hingga tiga meter ini terbagi dalam dua jenis, putih dan merah. Lengkuas (Alpina galanga Linn.) dikenal kaya kandungan kimia. Beberapa zat kimia yang sudah diketahui terkandung adalah saponin, tanin, flavonoida, dan minyak atsiri. Selain itu, terdapat kandungan aktif basonin, eugenol, galangan, dan galangol. Dalam farmakologi Cina, lengkuas merah memiliki sifat antijamur dan antikembung. Efek farmakologi ini umumnya diperoleh dari rimpang yang mengandung basonin, eugenol, galangan dan galangol (Prakoso 2007).

Basonin dikenal memiliki efek merangsang semangat. Eugenol sebagai antijamur, anestetik, dan penekan pengendali gerak. Galangan sebagai antimutagenik, penghambat enzim siklo-oksigenase dan lipoksogenase, sementara galangol dapat merangsang semangat dan menghangatkan tubuh (Prakoso 2007).

2.4.6 Kencur (Kaempferiagalanga Linn.)

Tanaman Kencur (Kaempferia galanga Linn.) termasuk kedalam famili jahe-jahean zingiberaceae yang merupakan tumbuhan asli India dengan daerah penyebaran meliputi kawasan Asia Tenggara dan Cina.

(38)

2.4.7 Jahe (Zingeber officinale Linn.)

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu yang termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae). Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen, zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu terdapat juga pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Tanaman jahe juga berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa berberat molekul kecil yang dapat bereaksi dengan oksidan sehingga reaksi oksidasi yang merusak biomolekul dapat dihambat (Langseth 1995 diacu dalam Koswara 2005).

Menurut Koswara (2005), ekstrak air jahe yang berasal dari jahe segar maupun ekstrak air jahe dari jahe bubuk dan ekstrak diklorometana jahe mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat terbukti dari kemampuannya dalam menghambat pembentukan malonaldehida.

2.4.8 Ketumbar (Coriandrum sativum Linn.)

Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum) menghasilkan buah ketumbar yang dalam perdagangan dikenal sebagai biji ketumbar. Biji ketumbar mengandung minyak atsiri 1,40%-1,70% dan lemak/minyak 12-12,20%. Minyak atsiri biji ketumbar sebagian besar tersusun oleh senyawa alkohol yang disebut sebagai linalol atau sebagai koriandrol sebanyak 6-70% dan senyawa hidrokarbon sekitar 20% (Hidayati 2002). Dalam perannya sebagai bumbu-bumbu masakan, ketumbar mempunyai fungsi untuk menghilangkan bau anyir, manyedapkan makanan dan dapat menimbulkan rasa pedas dan gurih.

2.4.9 Santan

(39)

karena itu krim berada pada bagian atas, dan skim pada bagian bawah (Kemal 2001). Santan diperoleh dari pengepresan atau perasan daging kelapa segar yang diparut dengan atau penambahan air. Santan biasa digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan makanan. Santan mudah menjadi rusak oleh mikroorganisme pembusuk karena kandungan air, protein dan lemak yang cukup tinggi. Untuk mengawetkan santan dapat dilakukan dengan cara pemanasan (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2000).

Santan atau santen adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa yang diparut dan kemudian diperas bersama air. Santan mempunyai rasa lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi gurih. Pada masa dahulu, santan akan diperas dari kelapa yang diparut dan dicampur dengan air panas sebelum diperas. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Kelapa (Balitka) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan bahwa kadar minyak dari kelapa dalam lokal pada umur panen 11-12 bulan mencapai 59,63 sampai 60,37 persen (Adi et al. 2006).

2.4.10 Gula

Gula dihasilkan dari proses pengkristalan dari sari tebu yang diperoleh dengan cara pemerasan atau pengepresan. Gula dapat berfungsi sebagai pengawet alami terhadap bahan pangan karena sifatnya yang dapat mengikat air pada bahan dan megurangi difusi oksigen ke dalam bahan pangan sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi tidak kurang dari 60% dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang (Ferisa 2005).

2.4.11 Garam

Garam digunakan sebagai bumbu untuk memberikan citarasa dan salah satu bahan pengawet makanan. Garam beperan sebagai salah satu penghambat selektif mikroorganisme pencemar tertentu. Mokroorganisme patogen, termasuk Closttridium botollinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12% (Buckle et al. 1987).

(40)

plasmolis, sel organisme akan turun kadar airnya yang dapat mengakibatkan kematian.

2.5 Kitosan dan Kitin

Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai penghalang (barrier) yang baik karena pelapis polisakarida dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak. Kitosan merupakan turunan dari kitin yang diperoleh dengan cara penghilangan gugus asetil dari kitin dengan menggunakan larutan pekat soda api dengan perlakuan suhu dan lama waktu tertentu serta perbandingan tertentu. Kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian sampai netral, pengeringan, penggilingan, grading dan sortasi serta pengepakan kitosan (Bastaman 1989).

Dalam struktur, kitin terdiri dari sebuah rantai panjang dari N-acetylglukosamine. Rumus empirisnya adalah C6H6CNHCOCH3 dan berisi

campuran murni 6,9% Nitrogen. Polimer ini adalah serupa selulosa diganti oleh suatu acetyl amino (NHCOCH3) (Pasaribu 2004).

Kitin merupakan biopolimer selulosa yang tersebar secara meluas di alam, khususnya pada invertebrata laut, serangga, fungi dan khamir. Kitosan merupakan produk deasetilasi dari kitin dengan menggunakan alkali dan suhu tinggi. Kitin dan kitosan dapat diperoleh dari limbah hasil laut khususnya kelas krustase seperti udang, kepiting, ketam dan kerang. Limbah udang yang dimanfaatkan umumnya adalah kulit dan kepalanya, sedangkan kitin dari rajungan diperoleh dari karapasnya. Kandungan kitin kulit udang mencapai 40-60% dari berat kering tubuhnya tergantung dari jenis dan spesiesnya (Ashford 1977 diacu dalam Knorr 1982). Sedangkan pada kulit rajungan kitinnya dapat mencapai 12,5-15%.

Kitin dan kitosan adalah salah satu dari polisakarida di dalam unit dasar suatu gula animo. Polisakarida ini adalah suatu struktural unsur yang memberikan kekuatan mekanik organisme. Kitin tidak dapat larut dalam air, pelarut organik alkali atau asam mineral encer. Tetapi ia tidak dapat larut dan terurai dengan adanya enzim atau dengan pengolahan asam mineral padat.

(41)
[image:41.612.211.428.265.521.2]

oleh ikatan hidrogen akan menghasilkan suatu molekul yang tahan terhadap stress mekanik dan kemampuan berkembangnya bertambah (Ornum 1992). Sifat kitin yang penting untuk aplikasinya adalah kemampuan mengikat air dan minyak karena terdapatnya gugus hidrofobik dan hidrofilik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antara ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat. Bentuk yang spesifik dan adanya kandungan asam amino dalam rantai karbonnya menyebabkan kitosan bermuatan positif. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat (Knorr 1982). Struktur kimia kitosan, kitin dan selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan Sumber: Knorr (1982).

(42)

anti jamur, dapat memberikan sebuah faktor peregangan ketika penyimpanan dan penyebaran suhu tidak dapat dipastikan (El Ghaouth et al. 1994).

2.6 Kitosan Sebagai Edible Coating

Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan. Bahan ini digunakan di atas atau diantara produk dengan cara membungkus, merendam, mengikat, atau menyeprot untuk memberikan ketahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Gennadios dan Curtis 1990 diacu dalam Musaddad 2002). Edible coating adalah produk yang ramah lingkungan tanpa efek negatif, tidak seperti bahan pengemas sintetik yang tidak dapat didegradasi.

Edible coating salah satu alternatif dalam pengemasan produk untuk menjaga kualitas dan memperpanjang daya awet suatu produk. Edible coating dan edible film merupakan satu terobosan baru yang dapat menjawab tantangan yang berkembang dalam melindungi makanan yang bergizi, aman, berkualitas tinggi, stabil dan ekonomis. Sebenarnya, tidak ada perbedaan yang jelas antara edible coating dan edible film. Edible coating biasanya langsung digunakan dan dibentuk di atas permukaan produk, sedangkan edible film dibentuk secara terpisah dan kemudian baru digunakan untuk membungkus produk (Krochta 1992).

Komponen yang berasal dari hidrokoloid merupakan barrier (penghalang) yang baik terhadap O2, CO2 dan lipid. Kebanyakan jenis hidrokoloid ini

mempunyai sifat mekanis yang diinginkan sehingga berguna untuk meningkatkan integritas bahan pangan yang mudah rusak. Komponen yang berasal dari lipid berfungsi sebagai barrier terhadap uap air atau sebagai agen pelapis untuk menambah kilap pada industri confectionary. Komponen edible coating dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu (1) hidrokoloid seperti protein, turunan selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lainnya. (2) golongan lipid seperti lilin (wax), asilgliserol dan asam lemak. (3) komposit, yaitu bahan yang mengandung komponen hidrokoloid pada lipid (Krochta et al. 1994).

Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan menurut Krochta et al. (1994), yaitu:

(43)

Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan kurang rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.

2. Penyemprotan (spraying)

Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang mempunyai dua sisi permukaan, contoh pizza.

3. Pembungkusan (casting)

Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible coating.

4. Pengolesan (brushing)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk. Edible coating dapat digunakan sebagai barrier atau penghalang terhadap gas atau uap air. Dalam hal ini edible coating digunakan dipermukaan bahan makanan seperti sebagai pelapis pada buah, sayuran, dan produk hewani. Menurut Brine et al. (1992), kitosan larut pada pH <6,5; dapat membentuk larutan kental, larutan berwarna jernih, membentuk gel dengan polianion dan mempunyai gugus hidroksil dan gugus amin yang sangat reaktif. Disamping itu, kitosan juga mampu mengikat air dan minyak, karena mengandung gugus polar dan non-polar. Kemampuan kitosan ini sangat baik jika digunakan untuk membentuk edible coating.

Pada aplikasi coating, Musaddad (2002) menggunakan konsentrasi kitosan sebayak 2% terhadap buah tomat. Konsentrasi ini diperoleh dengan cara melarutkan sebanyak 2 gram kitosan ke dalam asam asetat 1% kemudian diencerkan sampai 100 ml sehingga diperoleh larutan kitosan dengan konsentrasi 2%. Larutan kitosan dengan konsentrasi 2% menghasilkan kekentalan yang baik sehingga mampu digunakan sebagai pelapis pada buah tomat.

2.7 Pengemasan Vakum

(44)

mengalami pengolahan dalam kondisi baik dan terlindungi sampai ke tangan konsumen. Di dalam pelaksanaan pengemasan terjadi gabungan antara seni, ilmu dan teknologi penyiapan bahan untuk pengangkutan dan penjualan, karena pengemasan harus mampu melindungi bahan yang akan dijual dan menjual bahan yang dilindungi. Pada dasarnya pengemasan bahan pangan berfungsi untuk memudahkan dan mengamankan produk pangan selama pengangkutan dan penyimpanan, mencegah kerusakan serta perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki (Jenie et al 1993).

Menurut (Rachmawan 2001) fungsi pengemasan yang lainnya adalah: a) Melindungi bahan terhadap kontaminasi dari luar, baik dari mikroorganisme

maupun kotoran-kotoran serta gigitan serangga dan binatang pengerat.

b) Menghindarkan terjadinya penurunan atau peningkatan kadar air bahan yang dikemas. Jadi bahan yang dikemas tersebut tidak boleh berkurang kadar airnya karena merembes ke luar atau bertambah kadar airnya karena menyerap uap air dari atmosfer.

c) Menghindarkan terjadinya penurunan kadar lemak bahan yang dikemasnya seperti pada pengemasan mentega digunakan pengemas yang tidak bisa ditembus lemak.

d) Mencegah masuknya bau dan gas-gas yang tidak diinginkan dan mencegah keluarnya bau dan gas-gas yang diinginkan.

e) Melindungi bahan yang dikemas terhadap pengaruh sinar. Hal ini terutama ditujukan untuk bahan pangan yang tidak tahan terhadap sinar seperti minyak dikemas dalam pengemas yang tidak tembus sinar.

f) Melindungi bahan dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik seperti: gesekan, benturan dan getaran.

g) Membantu konsumen untuk dapat melihat produk yang diinginkan. Misalnya dengan digunakan pengemas yang transparan (tembus pandang).

h) Merangsang atau meningkatkan daya tarik pembeli, sehingga bentuk, warna dan dekorasi pengemas perlu direncanakan dengan baik.

(45)

pengemasan vakum dilakukan dengan cara memasukkan produk kedalam plastik yang diikuti dengan pengosongan atau pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum, kemudian ditutup dan disealler (Jay 1996).

Bahan pengemas yang sering digunakan pada produk pangan adalah plastik. Polietilen merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, penampakan jernih dan mudah digunakan sebagai laminasi (Syarief et al. 1989). Secara umum polietilen dibagi atas tiga kelompok yaitu:

a. Polietilen Densitas Rendah (LDPE: Low Density Poliethilene)

Paling banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim dan sangat murah. Sifat dari LDPE antara lain lentur, resisten terhadap suhu rendah, koefisien gesek rendah, kekuatan elektrik yang baik, tahan terhadap asam, basa dan alkohol.

b. Polietilen Densitas Menengah (MDPE: Medium Density Poliethilene) Lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu lebih tinggi dari LDPE. c. Polietilen Densiti Tinggi (HDPE: High Density Poliethilene)

Dihasilkan pada proses dengan suhu dan tekanan suhu rendah (50-70 oC, 10 atm). Paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (120 oC) sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus mengalami sterilisasi.

Pada pengemasan vakum dengan menggunakan bahan kemasan yang fleksibel, pelepasan udara dari sekeliling produk dapat dilakukan dengan memompa udara keluar kemasan atau dengan menekan dinding kemasan untuk memaksa udara keluar. Cara ini dapat mengurangi jumlah oksigen dibawah 2% (Hanlon 1971).

2.8 Kerusakan Produk Olahan dalam Kemasan

Faktor yang mempengaruhi kerusakan produk olahan sehubungan dengan kemasan yang digunakan menurut Winarno dan Rahayu (1994) dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu:

(46)

b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air pangan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan citarasa yang tidak diinginkan).

Keberadaan mikroorganisme dalam makanan akan menyebabkan kerusakan pada makanan tersebut. Dengan semakin bertambahnya jumlah mikroorganisme pada makanan akan menyebabkan penurunanan citarasa dan bau pada makanan dan dapat menyebabkan makanan meenjadi busuk (Fraizer dan Westhoff 1978). Kerusakan karena jasat renik ini menentukan pilihan jenis kemasan yang cocok untuk suatu produk. Kemasan yang baik akan mencegah pencemaran mikroba dan menekan pertumbuhan jasad renik dalam kemasan. Hal ini erat hubungannya dengan aktivitas air (Syarief et al. 1989).

Kadar air dalam permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara disekitarnya. Bila kadar air rendah sedangkan RH disekitarnya tinggi, makan akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Bila suhu bahan lebih rendah daripada sekitarnya akan terjadi ondensasi uap air udara pada permukaan bahan dan dapat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang atau perkembangbiakan bakteri (Winarno et al. 1980).

Dalam terminologi kemasan, migrasi digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan dari bahan-bahan yang terdapat dalam kemasan (umunya material plastik) ke dalam bahan makanan. Bahan-bahan yang berpindah ke dalam bahan makanan tersebut merupakan hasil dari kontak atau interaksi antara makanan dengan material kemasan. Migrasi biasanya dibedakan atas migrasi global dan migrasi spesifik. Pada migrasi global terjadi perpindahan semua komponen kemasan kedalam bahan makanan, baik yang bersifat toksik maupun tidak. Sedangkan migrasi spesifik adalah perpindahan suatu komponen tertentu kedalam bahan makanan (Winarno dan Rahayu 1994).

(47)
(48)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan bulan Maret 2009. Bertempat di laboratorium karakteristik bahan baku hasil perikanan, laboratorium mikrobiologi hasil perikanan, laboratorium biokimia hasil perikanan, laboratorium organoleptik hasil perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan laboratorium teknologi pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan adalah ikan bandeng basah (utuh) hasil budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan perahu kecil dengan waktu perjalanan 2 jam dari Pramuka ke karamba. Ikan yang diambil dari karamba memiliki berat berkisar antara 180-230 gram dengan umur panen 60 hari. Ikan bandeng yang telah diangkat dari karamba tersebut kemudian dimatikan dan dimasukan ke dalam coolbox yang berisi es dengan perbandingan es dan ikan adalah 1:1 lalu di kemas dan langsung dibawa ke bogor melalui jalur darat dengan waktu tempuh kurang lebih 6 jam.

Bahan pelengkap atau bumbu yang digunakan antara lain; bawang merah, bawang putih, cabai, lengkuas, kencur, jahe, ketumbar, gula, garam, kunyit dan santan. Asam asetat dan kitosan dari limbah cangkang udang. Bahan kemasan plastik HDPE nilon. Bahan kimia untuk analisis lemak adalah pelarut dietil eter, untuk analisis protein adalah HCl, NaSO4, CuSO4, NaCl dan NaOH, dan untuk uji TPC adalah larutan garam fisiologis, nutrien agar, alkohol 95% dan aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grinder, food prosesor, talenan, blender, pisau, baskom, kukusan, timbangan, dan kompor. Untuk pengujian mutu produk digunakan score sheet organoleptik.

3.3 Metode Penelitian

(49)

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian tahap pertama atau penelitian pendahuluan bertujuan mengetahui proses pembuatan otak-otak dari ikan bandeng dan mengetahui konsentrasi kitosan sebagai edible coating yang optimum terhadap penyimpanan otak-otak bandeng. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: Ikan Bandeng segar (basah) diuji tingkat kesegarannya dengan menggunakan score sheet (Lampiran 31), kemudian dipreparasi dengan menghilangkan sisik, insang dan isi perut (melalui rongga operkulum) dan dicuci sampai bersih. Tubuh ikan dipukul-pukul hingga gembur dengan menggunakan kayu bebentuk silinder dengan panjang 30 cm. Ujung tulang utama pada bagian ekor dilipat sampai patah dan pada bagian pangkal kepala digunting sampai tulang terputus. Setelah itu, tulang ditarik dengan mengunakan pinset melalui rongga insang sampai keluar utuh. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan daging dari dalam kulit dengan tanpa merobek kulit ikan bandeng, yakni dengan cara mengurut kulit dengan menggunakan jari tangan atau penjepit dimulai dari ujung ekor hingga pangkal kepala, lakukan berulang-ulang sampai daging benar-benar terambil semuanya. Daging ikan bandeng yang telah terpisah dari tulang (duri) kemudian dilumatkan dengan menggunakan grinder dan dicampur dengan bumbu yang sebelumnya telah dihaluskan terlebih dahulu. Selanjutnya daging ikan yang sudah dicampur dengan bumbu tersebut diisikan kembali ke dalam selongsong kulit ikan bandeng sampai penuh dan menyerupai ikan utuh. Setelah itu dikukus pada suhu 90-100 oC selama 40 menit sampai matang dan didinginkan (Budiwati 2001).

(50)
[image:50.612.123.522.117.672.2]

uji organoleptik (penampakan, aroma, rasa, tekstur dan warna). Diagram proses penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir prosedur penelitian pendahuluan. Proses pembuatan otak-otak bandeng (Budiwati 2001) dan pelapisan kitosan.

Ikan bandeng segar

Penyiangan: pembuangan sisik, insang dan isi perut

Pencucian

Pemisahan daging dan tulang (duri)

Pelumatan daging

Pencampuran daging dengan bumbu

Pengisian ke dalam selongsong kulit

Pengukusan pada suhu 90-100 oC selama 40 menit

Peniris

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia ikan bandeng segar
Tabel 2. Analisis kimia bandeng asap, pindang bandeng dan bandeng presto.
Gambar 2. Struktur kimia selulosa, kitin dan kitosan
Gambar 3. Diagram alir prosedur penelitian pendahuluan. Proses pembuatan        otak-otak bandeng (Budiwati 2001) dan pelapisan kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kitosan dalam pembuatan edible coating dan lama perendaman terhadap daya hambat kemunduran mutu fillet ikan patin skinless

Berdasarkan hasil penelitian sosis dengan perendaman kitosan kombinasi lama penyimpanan dan konsentrasi kitosan, diperoleh kadar air yang berkisar antara 61,55 — 67,58%,

Hasil Analisis Variasi dan Uji DMRT Angka Lempeng Total Sosis Dengan Perendaman Kitosan Kombinasi Lama Penyimpanan dan Konsentrasi Kitosan. Tabel

Pengaruh konsentrasi kitosan sebagai edible coating dan lama penyimpanan terhadap mutu buah jambu biji merah.. Rekayasa Pangan

Daging kambing yang diawetkan dengan substrat antimikroba Lactobacillus plantarum BAF 1121 yang dikemas vakum selama penyimpanan pada suhu kamar mengalami

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi yang lebih besar serta lama perendaman dan penyimpanan dingin yang lebih lama, sehingga dapat memenuhi