• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI RUANG BIOLOGIS DI POLRESTA MEDAN SEBAGAI IMPLEMENTASI HAM TERSANGKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSISTENSI RUANG BIOLOGIS DI POLRESTA MEDAN SEBAGAI IMPLEMENTASI HAM TERSANGKA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI RUANG BIOLOGIS DI POLRESTA MEDAN SEBAGAI IMPLEMENTASI HAM TERSANGKA

Oleh

Ira Quwaity Saragih

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Dimana semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak terhadap sesama manusia dalam semangat persaudaraan (Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Ketetentuan ini merupakan suatu pernyataan umum mengenai martabat yang melekat dan kebebasan serta persamaan manusia. Dengan demikian apapun status yang disandang oleh seseorang tidak akan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan martabat, kebebasan serta persamaan hak dan kewajiban seseorang tak terkecuali tersangka. Untuk itu Polda dan jajaranya membentuk ruang biologis di dalam Rutan untuk menjamin hak asasi tersangka, disamping itu guna menekan angka terjadinya perilaku penyimpangan seksual di dalam Rutan. Permasalahan yang diambil dalam skripsi ini adalah bagaimanakah eksistensi ruang biologis di Polresta Medan, apakah dasar pertimbangan pembentukan ruang biologis di Polresta Medan serta bagaimanakah bentuk pengawasan pelaksanaan ruang biologis di Polresta Medan.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data yang diperoleh adalah data primer yang diperoleh dari penelitian di lapangan yang berupa pendapat-pendapat penegak hukum dan Dosen Fakultas Hukum yang menjadi responden dan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan, setelah data-data tersebut diperoleh, dilakukan analisis secara kualitatif.

(2)

dirasakan sebagai keadilan bagi masyarakat khususnya tersangka dan ketentuan yang telah ditetapkan dari kebijakan kapolda ini dapat dipatuhi oleh para tersangka dan petugas yang mengawas. Dasar Pertimbangan Pembentukan ruang biologis di Polresta Medan yaitu sebagai implementasi hak asasi manusia khususnya bagi tahanan berdasarkan ketentuan Pasal 9 dan 21 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu Hak untuk hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir dan bathin serta terlengkapi kebutuhan jasmani dan rohani setiap manusia. Serta Pasal 5 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.04-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata cara Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Ruang Tahanan negara yaitu mendapatkan perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur, kesehatan, rohani dan jasmani agar terhindar dari sikap defresi dan penyimpangan seksual, hal ini juga sebagai bentuk kepedulian polisi kepada masyarakat khususnya tahanan mengingat tahanan adalah seorang manusia yang dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak. Bentuk pengawasan yang dilakukan dengan cara pengawasan secara internal dan pengawasan secara eksternal. Pengawasan secara internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Sat Tahti ( Satuan Tahanan dan Barang Bukti ) Polresta Medan. Sedangkan pengawasan secara eksternal yaitu dilakukan oleh lembaga diluar polres Medan berupa Dewan Perwikilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Komisi Polisi Nasional, dan Lembaga swadaya masyarakat.

(3)

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945, yang menjunjung Hak Asasi Manisia serta menjamin segala hak warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada diri hukum. Namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi dengan hak dan kewajiban individu anggota masyarakat

lainnya. Disamping itu, karena hukum tidak hanya mengatur hubungan antar individu di dalam pergaulan masyarakat, tetapi juga hubungan individu dengan

lingkungan dan masyarakat sebagai salah satu kesatuan komunitas, maka hak asasi manusia (HAM) secara individual berkonotasi pula dengan HAM sebagai kesatuan komunitas. Jadi HAM pada hakikatnya mengandung dua wajah, yaitu

(4)

Prinsip Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Semua manusia

dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak terhadap sesama manusia dalam semangat

persaudaraan” (Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Ketentuan ini

merupakan suatu pernyataan umum mengenai martabat yang melekat dan kebebasan serta persamaan manusia, yang menujukan nilai normatif konsep

hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, apa pun status yang disandang oleh seseorang tidak akan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan martabat,

kebebasan serta persamaan hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat.

Tuntutan akan pemenuhan hak asasi manusia tentunya tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan kewajiban dasar manusia sebagai aggota masyarakat. Hak Asasi

Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia). Sedangkan kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan

tegaknya hak asasi manusia (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).

Prinsip keseimbangan antara pemenuhan hak asasi manusia ini akan menjamin

tegaknya hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu nilai

(5)

Namun pada dasarnya pernyataan ini dapat diartikan bahwa setiap orang

mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai anggota masyarakat.

Hanya Undang-undang yang dapat membatasi hak dan kebebasan seseorang.

Kondisi ini berlaku secara universal, artinya bahwa apapun kedudukan atau status seseorang tidak akan mengurangi atau menambah hak dan kewajibanya dalam keadaan normal. Hal ini sangat jelas tertera dalam Pasal 28J ayat (1)UUD 1945:

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-undang dengan maksud semata-mata

untuk menjamin tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai

agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Implementasi nilai “persamaan kedudukan di dalam masyarakat” diterapkan di

berbagai bidang termasuk salah satunya adalah di bidang hukum. Salah satu prinsip yang berlaku di bidang hukum adalah prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum), yang berlaku bagi orang-orang yang berkonflik dengan hukum. Proses yang dilalui oleh orang-orang yang berkonflik dengan hukum tidak menghilangkan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh mereka tidak

terkecuali tersangka.

Seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka, dimana telah terindifikasi dan

ditemukan bukti permulaan yang cukup. Apabila dipandang perlu penyidik dapat melakukan penahanan terhadap tersangka guna kepentingan penyidik. Penahanan tersangka pada hakekatnya adalah tindakan yang membatasi kebebasan manusia

(6)

Rights yang di keluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Pasal 11 ayat(1) menentukan “Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak

dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam

suatu pengadilan terbuka, di mana dia dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.”

Pelaksanaan penahanan yang menempatkan tersangka di lingkungan yang

terbatas dan pola kehidupan yang dipaksakan akan menimbulkan tekanan-tekanan yang bersifat fisik dan non fisik. Dengan ditempatkannya tersangka

pada ruang tahanan negara akan menyebabkan perubahan corak kehidupan dari yang bersangkutan, paling tidak merubah kehidupan yang bebas pada masyarakat kepada alam kehidupan yang serba terbatas dan dipaksakan dalam

lingkup masyarakat narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang cenderung memiliki kadar muatan kriminogenik.

Sebagai manusia normal tentu pemenuhan hak-hak ataupun kebutuhan-kebutuhan secara biologis sangatlah mutlak untuk dipenuhi, pada prinsipnya kebutuhan biologis bukan hanya sebatas makan, minum saja namun juga termasuk

kebutuhan dalam mendapatkan ketenangan jiwa, lahir dan bathin.

Sebagai upaya penegakan Hak Asasi Manusia dimana setiap manusia dilahirkan

bebas dan sama dalam martabat dan hak, tidak membedakan apapun status yang disandang olehnya. Untuk itu Polda Sumatera Utara dan jajaranya membuat Ruang Biologis guna menjamin Hak Asasi seorang tersangka. Dimana Ruang

(7)

Biologis ini juga ditujukan guna menekan angka terjadinya penyimpangan

seksual di dalam Rutan.

Pembentukan Ruang Biologis ini termasuk dapatlah dikategorikan baru pertama

kali di Indonesia, tentu hal ini sangat berpengaruh dan dapat pula jadi acuan bagi aparat penegak hukum lainnya baik di kepolisian, kejaksaan dan Lembaga

pemasayarakatan.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul

Eksistensi Ruang Biologis di Polresta Medan Sebagai Implementasi HAM

Tersangka”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup.

1. Permasalahan

Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahann yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah eksistensi ruang biologis di Polresta Medan sebagai

implementasi HAM tersangka?

b. Apakah dasar pertimbangan pembentukan ruang biologis di Polresta Medan

sebagai implementasi HAM tersangka?

(8)

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang akan membahas permasalahan tersebut, penulis membatasi dalam sistem peradilan pidana sub bagian implementasi HAM bagi

tersangka dalam memenuhi haknya di wilayah hukum Polres Medan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui eksistensi ruang biologis di Polresta Medan sebagai implementasi HAM tersangka.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan pembentukan ruang biologis di Polresta Medan sebagai implementasi HAM tersangka.

c. Untuk mengetahui bentuk pengawasan pelaksanaann ruang biologis di

Polresta Medan.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara Teoritis, untuk mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah, daya nalar, dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis

dan menambah khasanah kepustakaan dibidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum pidana.

b. Kegunaan Praktis

Secara Praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan maupun sebagai

(9)

masyarakat pada umumnya serta dapat bermanfaat sebagai sumber informasi

bagi para pihak yang ingin mengetahui dan memahami gambaran tentang eksistensi ruang biologis sebagai implementasi HAM tersangka.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

a. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi

dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.

(Soerjono Soekanto. 1986: 125).

Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan, sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi landasan,

acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. (Abdulkadir Muhammad. 2004: 77)

Kerangka teoritis yang akan penulis ajukan dalam membahas permasalahan dalam penelitian adalah kerangka teoritis tentang tujuan ilmu hukum acara pidana.

Bambang Poernomo. (1988 : 28-29) mengemukakan bahwa :

“Tujuan ilmu hukum acara pidana mempunyai kesamaan dengan tujuan

(10)

mengadakan tindakan penuntutan secara tepat dan memberikan putusan dan pelaksanaannya secara adil”.

Didalam hukum Acara Pidana, selain asas Praduga tidak bersalah juga dikenal

berbagai asas hukum yang lainnya yang tidak kalah penting antara lain; perlakukan yang sama dimuka hukum; harus adanya perintah tertulis dari pejabat

yang berwenang; adanya ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan, dan salah tuntut terhadap tersangka atau terdakwa; asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan,bebas, jujur, dan tidak memihak; asas memperoleh

bantuan hukum yang seluas-luasnya; asas pemeriksaan dimuka hukum; asas pengawasan terhadap tuntutan.

Upaya penegakan hukum pada tahap-tahap pemeriksaan perkara pidana, yang dalam hal ini adalah ditingkat penyidikan, diselaraskan dengan hak yang telah ada

pada tersangka sejak dilahirkan sesuai dengan jiwa Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) sepanjang hak tersebut disesuaikan dengan upaya penegakan hukum objektif sebagai reaksi atas perbuatan pidana.

Bahwasanya semua warga negara mempunyai hak yang sama dimuka hukum dan pemerintahan, hal tersebut merupakan norma hukum yang melindungi hak

tersangka.

1. Eksistensi Ruang Biologis

Eksistensi adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Ichtijanto SA (1990 :

(11)

digunakan oleh seseorang sebagai bentuk memenuhi hak-hak setiap manusia

dalam hal ini adalah tahanan.

Sehubungan dengan hal di atas, apabila kita tetap berkeinginan agar keberadaan

(eksistensi) hukum sebagai suatu sistem dalam menjalankan tugasnya di masyarakat. Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pernbangunan, maka sistem hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan

penunjangnya. Suatu sistem hukum yang tidak efektif tentunya akan menghambat terealisasinya tujuan yang ingin dicapai. Sistem hukum dapat dikatakan efektif

bila perilaku-perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-aturan hukum yang berlaku.

(Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2164914-substansi-hukum-legal-substance/#ixzz1tZuoRTw3)

Menurut Soerjono Soekanto (1989 : 53) bahwa agar hukum itu benar-benar hidup

dalam suatu masyarakat dalam artian berlaku secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Berlaku secara filosofis berarti bahwa hukum itu berlaku sebagaimana dikehendaki atau dicita-citakan oleh adanya suatu hukum tersebut. Berlaku

secara Yuridis, berarti sesuai dengan apa yang telah dirumuskan, dan berlaku secara Sosiologis berarti hukum itu dipatuhi dan dirasakan adil bagi masyarakat.

Berkaitan dengan hal diatas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu

berfungsi dalam masyarakat yaitu :

1) Kaidah Hukum

Teori Ilmu hukum dapat dibedakan tiga macam hal mengenai berlakunya hukum

(12)

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila penetuannya didasarkan pada

kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.

b. Kaidah hukum berlaku secara Sosiologis apabilah kaidah tersebut efektif artinya kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori Kekuasaa). Atau

kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis yaitu sesuai dengan cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.

2) Penegak Hukum

Penegak hukum harus betul-betul melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, sehingga dengan demikian hukum akan berlaku secara efektif dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya para penegak hukum tentu saja harus

berpedoman pada peraturan tertulis, yang dapat berupa peraturan perundang–

(13)

3) Masyarakat

Kesadaran hukum dalam masyarakat belumlah merupakan proses sekali jadi, melainkan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi tahap demi tahap kesadaran hukum masyarakat sangat berpengaruh terhadap kepatuhan hukum,

baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Dasar Pertimbangan

Dalam mengimplementasikan ruang biologis di dalam Rutan tentu ada hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menerapkankannya, yaitu:

a. Hak Asasi Manusia

Hak Asasai Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Pengertian HAM berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah :

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara , hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Prinsip Universal Hak Asasi Manusia menyatakan “Semua manusia dilahirkan

sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus

bertindak terhadap sesama manusia dalam semangat pesaudaraan” ( Pasal 1

(14)

pernyataan umum mengenai martabat yang melekat dan kebebasan serta

persamaan manusia, yang menunjukan nilai normatif konsep hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, apa pun status yang disandang oleh seseorang tidak

akan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan martabat, kebebasan serta persamaan hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat tak terkecuali

tersangka.

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apa pun” (Pasal 28I ayat (1) UUD1945).

Rumusan tersebut menunjukan pengakuan dan bentuk dasar perlindungan negara terhadap HAM, dimana HAM dipandang sebagai sesuatu yang vital untuk menjaga kehidupan manusia tetap manusiawi dan menjaga hak yang paling

hakiki, yaitu hak untuk menjadi manusia.

Ketentuan UUD 1945 di atas juga menegaskan jaminan atas perlindungan HAM yang pada akhirnya merujuk suatu prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Hal itu tentu menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintah atau penguasa negara termasuk badan peradilan harus memperlakukan setiap orang

(15)

Implementasi prinsip equality before the law dalam sistem peradilan di Indonesia khususnya Sistem Peradilan Pidana, memiliki kaitan yang sangat erat dalam rangka melaksanakan perlindungan HAM. Dalam Sistem Peradilan Pidana, HAM

merupakan sesuatu yang sangat penting karena menyangkut dengan adanya hak tersangka yang harus dilindungi.

KUHAP Indonesia merupakan wahana dalam rangka pencapaian tujuan hukum acara pidana yang pada hakekatnya memuat hal-hal tersebut, yaitu di satu pihak

memberi jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia dan di lain pihak mengatur serta membatasi wewenang dan susunan alat perlengkapan negara penegak hukum

dalam praktek pelaksanaan peradilan pidana secara keseluruhan.

b. Dampak Pemidanaan

Sanksi pidana mempunyai tujuan yang terarah selain untuk melindungi

masyarakat dari segala perbuatan jahat atau yang menyesatkan, menghukum pelaku yang akan berbuat jahat atau melanggar hukum yang terpenting adalah

untuk menginsyafkan, menyadarkan dan memperbaiki jiwa dan tingkah laku terpidana.

Berkaitan dengan sanksi pidana, maka jenis pidana perampasan kemerdekaan

berupa pidana penjara merupakan jenis pidana yang kerap dikenakan terhadap pelaku tindak pidana oleh hakim. Dalam perjalanannya, sehubungan dengan

(16)

dari banyak pihak terutama masalah efektivitas dan adanya dampak negatif yang

ditimbulkan dengan penerapan pidana penjara tersebut.

Barda Nawawi Arief ( 2008 :207 ) mengemukakan bahwa pidana penjara saat ini

sedang mengalami “masa krisis” karena termasuk salah satu jenis pidana yang “kurang disukai”, sehingga banyak kritik tajam ditujukan terhadap jenis pidana perampasan kemerdekaan ini, baik dilihat dari sudut efektivitasnya maupun dilihat

dari akibatakibat negatif lainnya yang menyertai atau berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang.

Berdasarkan teori tentang hukuman atau pemidanaan disebutkan bahwa hukuman sebaiknya didasarkan pada tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat, yang diterapkan dengan menggabungkan salah satu unsur tanpa

memberatkan unsur lain sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan hukum dapat tercapai ( Kartosapoetra, 1988:55).

Pembalasan tidak selalu dalam bentuk-bentuk penyiksaan fisik, tetapi bisa juga

bersifat penekanan psikologis. Hal itu bertujuan bukan saja ditujukan kepada pelaku kejahatan, tetapi tertuju pada anggota keluarga. Terciptanya pembalasan

seperti ini akan membawa dampak negatif terhadap anggota keluarga si pelaku kejahatan. Akibatnya anggota keluarga akan dipaksa oleh keadaan berbuat hal yang sama dengan si pelaku kejahatan.

Menurut Muladi ( 1984 : 4 ), bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk

(17)

dengan tujuan yang merupakan titik berat harus bersifat kasuistis. Perangkat

tujuan pemidanaan yang dimaksud terdiri atas: 1. Pencegahan (umum dan khusus);

2. Perlindungan masyarakat;

3. Memelihara solidaritas masyarakat; 4. Pengimbalan/perimbangan.

Konsekuensi logis dengan diterapkannya pemidanaan maka diharapkan pidana yang dijatuhkan hakim pemidanaannya mengandung unsur-unsur yang bersifat:

1. Kemanusiaan dalam artian bahwa pemidanaan yang dijatuhkan hakim tetap menjungjung tinggi harkat dan martabat para pelakunya ;

2. Edukatif dalam artian bahwa pemidanaan tersebut mampu membuat orang

sadar sepenuhnya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan menyebabkan pelaku mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha

penanggulangan kejahatan ; dan

3. Keadilan dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat.

Pemidanaan tidak semata-mata bertumpu, bertitik tolak dan hanya mempertimbangkan aspek yuridis (formal legalistik) semata-mata karena apabila bertitik tolak demikian kurang mencerminkan nilai-nilai keadilan yang seharusnya

diwujudkan oleh peradilan pidana. Pada hakekatnya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang bersifat non yuridis seperti aspek psikologis terdakwa, sosial

(18)

sebagainya maka hendaknya pemidanaan diharapkan memenuhi dimensi

keadilan. Konkretnya, pemidanaan juga mempertimbangkan aspek bersifat yuridis, sosiologis dan filosofis sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan

dan dipertanggungjawabkan adalah keadilan dengan orientasi pada moral justice, sosial justice dan legal justice. diharapkan pemidanaan di samping mempertimbangkan aspek moral justice, sosial justice dan legal justice juga

sebagai sebuah proses pembelajaran, sebagai tolok ukur dan pencegahan kepada masyarakat lainnya agar tidak melakukan tindak pidana.

3. Bentuk-bentuk pengawasan

Menurut John F. Staal (2003 : 35) Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu

usaha sistematis oleh manajemen kerja untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan

penyembuhan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.

Adapun bentuk pengawasan menurut Victor M Situmorang dan Jusuf Juhir

terbagi menjadi 2 ( dua ) macam, yakni:

1. Pengawasan Internal

Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam

(19)

mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidangnya

masing-masing.

2. Pengawasan Eksternal

Pengawasan Eksternal adalah pegawasan yang dilakukan oleh suatu badan yang tidak terikat atau memiliki hubungan langsung dengan instansi tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, penulisan akan mengarahkan pokok-pokok bahasan

pada eksistensi ruang biologis sebagai implementasi HAM tersangka di ruang tahanan negara dalam sistem peradilan pidana.

b. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti ( Soerjono Soekanto,1986 : 132).

Adapun pengertian dasar dari istilah-istilah yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah meliputi :

1. Eksistensi adalah keberadaan suatu hal apakah ditentukan atau tida dalam menjalankan perannya ( Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 1990 : 213 )

2. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana

(Pasal 1 butir 14 Ayat 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). 3. Ruang Biologis adalah ruang yang di sediakan bagi tahanan untuk

menyalurkan hasrat biologisnya terhadap istri yang sah berdasarkan

(20)

4. Implementasi yaitu suatu proses pelaksanaan kebijakan (Solichin Abdul

Wahab, 2004 : 64 ).

5. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang

demi kehormatan serta perlindungan ahrkat dan martabat manusia. (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia).

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan memahami skripsi ini secara keseluruhan,maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan

konseptual serta sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka berisi beberapa pengertian serta pemahaman terhadap objek

penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian di dalam skripsi ini.

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara-cara yang dipakai penulis untuk menjabarkan

(21)

penentuan populasi dan sample yang diperlukan, prosedur pengumpulan dan

pengelolahan data hasil penelitian, serta metode analisis terhadap data yang telah diperoleh.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi ini, yaitu karakteristik responden, mengenai apakah yang menjadi

dasar pertimbangan pembentukan ruang biologis serta bagaimanakah bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan ruang biologis di Polresta Medan.

V. PENUTUP

Pada bab ini memuat kesimpulan yang dirumuskan dari hasil penelitian dan

(22)

A. Pengertian Penahanan

Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah

penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1 angka 21

KUHAP ini, maka penahanan pada prinsipnya adalah pembatasan kebebasan bergerak seseorang yang merupakan pelanggaran HAM yang seharusnya dihormati dan dilindungi negara. Oleh karena itu penahanan yang dilakukan

terhadap atau terdakwa oleh pejabat yang berwenang dibatasi oleh hak-hak tersangka atau terdakwa dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan

secara limitatif sesuai ketentuan-ketentuan dalam KUHAP. (Hari Sasangka 2003 : 39-40).

B. Dasar Hukum Penahanan

1. Alasan Objektif

(23)

Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap Tersangka / Terdakwa yang

melakukan tindak pidana atau percobaan melakukan tindak pidana, atau yang memberi bantuan dalam melakukan tindak pidana tersebut, dalam hal:

a. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. orang yang melakukan tindak pidana, misalnya penganiayaan (pasal 351 ayat 1 dan pasal 353 ayat 1), penggelapan, penipuan (pasal 372, 378 dan 379a), mencari nafkah dengan memudahkan orang melakukan percabulan (germo/mucikari) pasal 296, mucikari yang melakukan eksploitasi pelacur (pasal 506) dan berbagai tindak pidana lainnya. Serta pelanggaran peraturan Bea & Cukai (pasal 25 dan pasal 26 Ordonansi Bea & Cukai), juga pelanggaran terhadap UU Tindak Pidana Imigrasi (UU No.8 Drt 1955) sebagaimana diatur dalam pasal 1,2 dan pasal 4. Penggunaan Narkotika pasal 36 ayat (7), pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47 dan pasal 48 UU No. 9 Tahun 1976.

(Rusli Muhammad 2007 : 29-30)

2. Alasan Subjektif

Unsur atau alasan ini menitikberatkan kepada keadaan atau keperluan penahanan ditinjau dari segi subyektivitas si tersangka atau terdakwa yang dinilai secara subjektif oleh penegak hukum yang bersangkutan. Adapun unsur keadaan atau

keperluan pemahaman dimaksud ditentukan dalam Pasal 21 Ayat 1 yaitu berupa

adanya “keadaan yang menimbulkan kekhawatiran” : a. tersangka atau terdakwa akan melarikan diri

b. tersangka atau terdakwa akan menghilangkan barang bukti c. tersangka atau terdakwa akan merusak barang bukti

d. tersangka atau terdakwa akan mengulangi kembali tindak pidana.

Semua keadaan yang mengkhawatirkan di sini adalah keadaan yang meliputi

(24)

kekhawatiran tersebut bertitik tolak dari penilaian subjektifnya. (M. Yahya

Harahap 2002 : 167).

C. Prosedur Penahanan

1. Dengan Surat Perintah Penahanan Atau Surat Penetapan

Dalam ketentuan ini terdapat perbedaan sebutan. Kalau penyidik atau penuntut umum melakukan penahanan maka penahanan berbentuk surat peintah penahanan,

danapabila penahanan itu dilakukan oleh hakim maka penahanan tersebut berbentuk surat penetapan. Surat perintah penahanan penetapan penahanan harus memuat hal-hal sebagai beriktu :

a. identitas lengkap tersangka atau terdakwa b. menyebut alasan penahanannya.

c. Uraian singkat kejahatan yang dituduhkan

d. Menyebutkan dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk memberi kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya.

2. Tembusan harus diberikan kepada Keluarga

Pemberian tembusan surat perintah penahanan atau lanjutan penahanan meupun

penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh hakim wajib disampaikan kepada keluarga orang yang ditahan. Hal ini dimaksudkan disamping memberi kepastian

(25)

undang-undang untuk meminta kepada Praperadilan memeriksa dah atau tidaknya

penahanan.

D. Jenis Penahanan

Berbicara mengenai jenis tahanan menurut KUHAP, diatur dalam ketentuan Pasal 22 KUHAP yaitu :

(1) Jenis penahanan dapat berupa : a) penahanan rumah tahanan negara; b) penahanan rumah;

c) penahanan kota.

(2) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

(3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada waktu yang ditentukan.

(4) Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan.

(5) Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu penahanan.

1. Penahanan Rumah Tahanan

Penjelasan Pasal 22 KUHAP menyatakan:

“Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan,

(26)

negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang

memaksa ditempat lain.”

Mengingat sarana dan prasana rumah tahana yang tidak begitu memadai dan

kapasistas yang cenderung over load mengaharsukan pemerintah untuk membuat kebijakan baru serta untuk mempercepada dan memudahkan proses hukum oleh aparat penagak hukum yang bersangkutan dimungkinkan untuk membuat cabang

rutan pada jajaran aparat penagk hukum yang memiliki ruag tahanan seperti kepolisin negara republik indonesia, kejaksaan atau tempat lainnya yang

dimungkinkan oleh undang-undang. Menurut M. Yahya Harahap (2006 : 169-170) penahanan diatur dalam Pasal 22 Ayat 1 KUHAP, menurut ketentuan ini Adapun jenis tahanan dapat berupa :

a. Rumah Tahanan

Yaitu Rumah tahanan yang terdapat di suatu kabupaten atau kotamadya

b. Rumah tahanan Kepolisian

Yaitu pada ruang tahanan yang terdapat di kepolisian Republik Indonesia baik di tingkat Pusat Mabes Polri, Mapolda, Mapolres, hingga di Mapolsek.

c. Rumah tahanan Markas Komando Brimob

Pada prinsipnya ruang tahanan yang terdapat di satuan brigadir mobil ini

(27)

d. Rumah Sakit

Yaitu penahanan seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan penahanannya di Rumah Sakit disebabkan ia sakit atau perlu berobat dengan

cara rawat inap yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian.

e. Tempat Rehabilitasi

Diperuntukkan bagi tahanan yang diduga melakukan tindak pidana berupa

penyalahgunaan narkoba dat obat-obatan terlarang lainnya.

2. Penahanan Rumah

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 2 yang menyatakan Penahanan rumah

dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan

atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Tahanan rumah juga merupakan jenis penahanan, maka bila akan keluar rumah harus dengan izin aparat penegak hukum yang melakukan penahanan

terhadapnya.

3. Penahanan Kota

(28)

terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada

waktu yang ditentukan.

E. Hak Asasi Manusia dan Hak–Hak Tersangka dalam KUHAP

Menurut Abdul Hakim G. Nusantara dkk (1986 : 195) :

Pengaturan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam KUHAP menggunakan pendekatan asas keseimbangan, keselarasan, dan keserasian di mana di satu pihak memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa dan untuk merealisasikan hak itu undang-undang menentukan pemberian kewajiban dalam pemenuhannya secara maksimal. Sebab apabila hanya sekedar pengaturan tentang pemberian hak di satu pihak tanpa adanya kewajiban di pihak lain, maka hak itu hanya beruapa satu ide saja.

KUHAP telah mengatur cukup banyak hak-hak tersangka atau terdakwa yaitu

hak-hak diberikan pada tahap penyidikan, penuntutan antara lain :

a. Hak tersangka segera mendapat pemeriksa oleh penyidk dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum sebagaimana dimaskud dalam Pasal 50 Ayat 1 KUHAP. Sehubungan dengan hak tersangka ini, Martiman Prodjohamidjojo (1984 :22) menyatakan “hak tersangka yang diatur dalam Pasal 50 KUHAP untuk menjauhkan kemungkinan terkatung-katungnya nasib seseorang yang disangka melakukan tindak pidana dan terutama bagi mereka yang dikenakan penahanan, sehingga tidak timbul suatu kesan tidak adanya kepastian hukum, adanya perlakuan yang sewenang-wenang dan tidak wajar”.

b. Hak tersangka untuk diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.

c. Hak tersangka untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.

d. Guna kepentingan pembelaan tersangka berhak mendapatkan bantuanhukum dari penasihat hukumnya selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.

e. Tersangka berhak memilih penasehat hukumnya

f. Kewajiban pejabat pada semua tingkat pemeriksaan untuk menunjuk penasihat hukum dalam hal sebagaiman dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP .

g. Hak mendapatkan bantuan hukum secara Cuma-Cuma

(29)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

tersangka atau terdakwa dimana perkaranya belum mendapatkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dipandang sebagai manusia yang tidak

bersalah sebagai manifesatasi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent). Beberapa hak dasar manusia yang diatur dalam Undang-Undang HAM yaitu Hak untuk mendapatkan ketenangan hidup lahir maupun bathin

Pasal 9 menetukan :

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.

(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.

(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pasal 21 menentukan :

Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi obyek penelitian tanpa persetujuan

darinya.

Pasal di atas menunjukkan bahwa Tersangka yang ditahan dalam rumah tahanan juga merupakan subyek hukum yang hak-hak asasinya diliindungi oleh undang-undang. Hak-hak dasar tahanan juga dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.

(30)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.04-UM.01.06 Tahun 1983

tentang tata cara perawatan tahanan dan tata tertib Ruang tahanan negara yaitu : 1. Memakai pakaian sendiri

2. Mendapatkan makanan yang layak

3. Mendapatkan perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur, kesehatan, rohani dan jasamani.

4. Mendapatkan biaya apabila meninggal dunia apabila tidak diurusi keluarganya

5. Melakukan olah raga untuk kesehatan jasmani 6. Menyalurkan hobbi kesenian

7. Tidak dipekerjakan

F. Kebutuhan Biologis Manusia

Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi

salah satunya adalah kebutuhan biologis yang terdiri dari oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi,cairan, istirahat dan tidur, melakukan aktivitas, pakaian, tempat berlindung, bereproduksi, dan mempunyai suhu tubuh.

1. Oksigen

Oksigen merupakan unsur gas dengan symbol O. Gas ini tidak berwarna dan tidak

(31)

fisik, penyerapan makanan, membangun kekebalan tubuh, pemulihan kondisi

tubuh dan penghancuran bebarapa racun sisa metabolisme. Kekurangan oksigen menyebabkan metabolisme tidak berlangsung sempurna. Akibatnya tubuh terasa

lelah, pegal-pegal, mengantuk, kekabalan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit.

2. Nutrisi

Pengaturan nutrisi untuk asupan sehari-hari sangat dibutuhkan baik untuk bayi

hingga manula. Tetapi terkadang karena kesibukan sehari-hari kita tidak dapat mengatur asupan tersebut.

3. Air

Selain oksigen, air adalah komponen terpenting yang dibutuhkan tubuh. Air berfungsi untuk mengatur suhu tubuh, membantu pencernaan dan proses kimia

tubuh, membuang kotoran, melancarkan persendian, dan menyalurkan nutrisi ke sel sel tubuh.Demikian pentingnya air, tubuh kita lebih bisa bertahan tanpa makanan daripada tanpa air.Rata-rata, tubuh kita mengandung sekitar 60% air.

Dari otak, otot, dan kulit yang mengandung sekitar 75% air sampai ke tulang yang mengandung sekitar 20% air.Karena itu, sudah sewajarnya kita memperhatikan

quality dan quantity air yang kita minum.Untuk berfungsi dengan baik, tubuh memerlukan sekitar 2 liter air setiap hari, tergantung dari berat badan dan aktivitas yang dilakukan. Minumlah secara berkala sekitar 1 gelas air setiap jamnya. Jangan

(32)

kafein (kopi, teh, soft-drinks) dan alkohol karena minuman tersebut bersifat

diuretic, yaitu mengeluarkan lebih banyak air dari tubuh daripada memasukan. Sehingga pada akhirnya, tubuh akan menjadi lebih haus dari

sebelumnya.Sedangkan untuk quality, minumlah air yang semurni mungkin. Air yang murni dengan sendirinya bebas dari zat-zat lain, termasuk mineral. Tetapi jangan dirisaukan karena kemurnian air jauh lebih penting dari mineralnya. Semua

ahli nutrisi (termasuk World Health Organization) akan mengkonfirmasi bahwa sumber utama mineral tubuh kita datangnya dari sayuran dan buah-buahan yang

kita makan dan bukan dari air minum. Demikian pula jenisnya, mineral yang terkandung di dalam sayur dan buah lebih cocok untuk tubuh manusia dibandingkan mineral yang berasal dari air tanah (organik vs. anorganik).Bila

kebutuhan air tubuh kita tidak dipenuhi, maka sedikit demi sedikit masalah kesehatan akan mulai muncul. Mulai dari rasa lelah (fatigue) dan sakit kepala, sampai yang parah seperti batu ginjal.

4. Istirahat dan Tidur

Semua mahluk hidup memerlukan istirahat setelah melakukan aktivitas / kegiatan,

karena aktivitas tersebut menggunakan jaringan sel hidup sehingga akan timbul kerusakan pada jaringan tersebut, istirahat ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan yang dimaksud. Selama kita tidur, tubuh mengganti sel-sel yang rusak

dengan yang baru dan limbah serta uap kotor yang terjadi pun dibuang. Tidur ini tidak hanya diperlukan oleh manusia dan hewan saja, tumbuh-tumbuhan pun

(33)

daun-daun kelopak bunganya terbuka dan menutup kembali pada waktu senja

menjelang malam hari.

Mengenai tidur ini, tidak ada aturan kaku dan ketat yang diberlakukan, karena istirahat tidur ini tergantung pada usia, jenis pekerjaan, temperamen setiap

individu. Bayi dan anak-anak memerlukan tidur lebih banyak dibandingkan orang dewasa. Pada orang orang yang sudah berumur mereka sebenarnya lebih memerlukan istirahat daripada tidur yang sebenarnya, selama berbaring mereka

lebih banyak menggunakan waktu untuk mengubah-ubah posisi berbaringnya saja. Orang yang bekerja dengan menggunakan otak/pikirannya memerlukan lebih

banyak tidur dibandingkan dengan orang yang bekerja dengan fisiknya. Orang-orang yang lemah dan sakit-sakitan memerlukan lebih banyak tidur daripada orang sehat. Sebagai suatu ukuran, orang dewasa yang sehat dan banyak bekerja

dengan otak/pikiran seyogyanya tidur selama tujuh jam.

Malam hari adalah waktu terbaik untuk tidur. Hal ini bukanlah masalah kebiasaan saja bahwa orang-orang yang bekerja pada siang hari akan tidur pada malam hari,

namun secara alamiah terlihat bahwa siang hari lebih cocok untuk bekerja dan waktu malam digunakan untuk beristirahat/tidur. Pelaksanaan diluar aturan

alamiah ini akan menimbulkan suatu beban yang lebih besar dan menghasilkan kondisi yang tidak sehat. Sebagai buktinya adalah bahwa para penjaga malam, dan bintang-bintang sinema yang bekerja di malam hari sebagai konsekwensinya

(34)

5. Aktifitas

Setiap manusia membutuhkan aktifitas untuk menggerakkan tubuhnya agar dapat berfungsi dengan maksimal sesuai dengan kebutuhannya, misalnya otot berkontraksi, otak berkembang

6. Pakaian

Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuhnya, menjaga kesopanan, harga diri, dengan mempercantik penampilan, dengan pakaian yang rapih. Tapi dewaasa ini pakaian juga di jadikan gaya hidup atau sebagai alat pengukur status.

7. Tempat Berlindung

Tempat berlindung termasuk kebutuhan manusia, karena dengan memiliki tempat berlindung manusia dapat melindungi diri nya dari bahaya lingkungan sekitar dari kriminalitas, terjaga saat hujan tiba, panas matahari, binatang liar

8. Reproduksi

Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Reproduksi manusia normal adalah contoh umum

reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih kompleks melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana, biasanya

(35)

A. Pendekatan Masalah

Menurut Soerjono Soekanto (2001 : 37) bahwa untuk mencari, menemukan dan

menganalisa suatu masalah yang akan diteliti, digunakan metode-metode tertentu yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode Penelitian tersebut diperlukan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dan penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Pendekatan Yuridis Normatif

Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menganalisis teori-teori, konsep- konsep, serta perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-hak tersangka terutama yang

tercantum dalam peraturan perundang-undangan khususnya mengenai pemenuhan hak-hak tahanan dan hak-hak asasi manusia.

b. Pendekatan Yuridis Empiris

Yaitu dilakukan dengan penelitian di lapangan yakni pendekatan dengan menganilisis

pemenuhan hak-hak para tahanan dalam rumah tahanan di Polres Medan.

(36)

diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan

untuk menggambarkan sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Adapun Iangkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

a. Mengkaji ketentuan hukum positif serta penjelasannya guna menentukan

penerapannya.

b. Mengkaji pelaksanaannya dalam bentuk perbuatan hukum yang didukung dalam

pemberian hak para tahanan dalam rumah tahanan Polres Medan,

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari kepustakaan dan lapangan. Sedangkan

jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang

meliputi :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersumber dari :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 3. Undang-Undang Nomoor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b. Bahan hukum sekunder , yaitu bahan hukum yang bersumber dari :

(37)

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan KUHAP.

3. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No-M-01-PW-07 003 Tahun

1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. 4. Peraturan lain yang timbul dalam praktik.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari : karya -karya

ilmiah, bahan seminar, literatur dan pendapat para sarjana yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

2. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan pada

obyek yang diteliti, beberapa keterangan dari aparat penegak hukum di kepolisian yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam skripsi ini.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit yang ciri-cirinya akan diduga. (Masri

Singarimbun dan Sofian Efendi, 1989 : 152 ).

Menurut S. Nasution (2005 : 42) yang dimaksud dengan sampel adalah suatu kelompok atau bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dipilih untuk memberikan atau memperoleh informasi tentang suatu kegiatan.

Populasi yang diambil penulis adalah polisi, hakim, dan advokat. Untuk menentukan

(38)

menentukan sampel disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan kedudukan

masing-masing sampel yang dianggap telah mewakili populasi terhadap masalahyang hendak diteliti. Sesuai dengan metode penentuan sampel dari populasiyang akan diteliti

secara hierarki sebagaimana tersebut di atas maka sampel dalam penelitian ini : 1. Anggota Kepolisian Polresta Medan : 2 orang

2. Dosen Fakultas Hukum Univ. Lampung : 1 orang

3. Tahanan di Rutan Polresta Medan : 2 orang + Jumlah responden : 5 orang.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : a. Data Sekunder dilakukan dengan cara :

1. Studi Dokumentasi, yaitu mempelajari bahan-bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan; 2. Studi pustaka, yaitu dengan mempelajari hukum tersier yang berhubungan

dengan pelaksanaan hak-hak tahanan dan pelaksanaan hak asasi manusia terhadap terhadap tahanan yang didasarkan pada KUHAP.

b. Data Primer, dilakukan dengan mengadakan studi lapangan di Polres Medan. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah :

(39)

2. Wawancara yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dengan

cara bertanya secara langsung kepada responden yang terdiri dari Kepolisian, advokat dan akademisi hukum.;

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh baik yang berupa data sekunder amaupun data primer akan

diolah melalui beberapa cara antara lain :

a. Evaluasi, yaitu data yang diperoleh diperiksa ulang dan diteliti kembali mengenai kelengkapan, kejelasan amupun kebenaran yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dibahas.

b. Klasifikasi, yaitu pengelompokan data yang telah dievaluasi menurut bahasanya

masing-masing setelah dianalisis sesuai dengan permasalahan.

c. Editing, yaitu dengan cara memeriksa dan meneliti ulang terhadap data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data-data tersebut lengkap atau tidak

kejelasannya dan relevansinya bagi penelitian. (Bambang Sunggono.1996 : 129) d. Sistematisasi, yaitu menyusun data yang telah dievaluasi dan diklasifikasi

dengan tujuan agar tercipta keteraturan dalam menjwab permasalahan.

E. Analisis Data

Pada kegiatan ini yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif

(40)

ini. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui serta diperoleh kesimpulan induktif,

(41)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan hal-hal sebagai

berikut:

1. Eksistensi Ruang Biologis di Polresta Medan Sebagai Implementasi HAM Tersangka Secara filosofis tidak bertentangan dengan cita-cita hukum yaitu

memajukan kesejaheraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial sehingga tahanan juga perlu merasakan keadilan selama proses pidananya berlangsung. Secara yuridis keberadaan ruang biologis sebagai bentuk implementasi HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Pasal 9 dan 21 yaitu Hak untuk hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir dan bathin serta terlengkapi kebutuhan jasmani dan rohani setiap manusia dan Peraturan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Ruang

Tahanan negara yaitu mendapatkan perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur, kesehatan, rohani dan jasmani. Secara sosiologis, ruang biologis ini diharapkan dapat dirasakan sebagai keadilan bagi masyarakat

(42)

kebijakan kapolda ini dapat dipatuhi oleh para tahanan dan petugas yang

mengawas.

2. Dasar Pertimbangan Pembentukan ruang biologis di Polres Medan yaitu sebagai implementasi hak asasi manusia khususnya bagi tahanan berdasarkan

ketentuan Pasal 9 dan 21 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu Hak untuk hidup tenteram, aman, damai, sejahtera lahir

dan bathin serta terlengkapi kebutuhan jasmani dan rohani setiap manusia. Serta Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.04-UM.01.06 Tahun 1983 tentang Tata cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan

Tata Tertib Ruang Tahanan negara Pasal 5 yaitu mendapatkan perawatan yang meliputi makanan, pakaian, tempat tidur, kesehatan, rohani dan jasmani agar

terhindar dari sikap defresi dan penyimpangan seksual, hal ini juga sebagai bentuk kepedulian polisi kepada masyarakat khususnya tahanan mengingat tahanan adalah seorang manusia yang dilahirkan sama bebas dan sama dalam

martabat dan hak.

3. Pengawasan dalam pelaksanaan ruang biologis di Polres Medan yaitu dengan melakukan pendataan dan tahanan harus melengkapi semua syarat yang

ditentukan dan pelaksanaanya sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Bentuk pengawasan yang dilakukan dengan cara pengawasan secara internal

dan pengawasan secara eksternal. Pengawasan secara internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh polri yaitu oleh Sat Tahti ( Satuan Tahanan dan Barang Bukti). Sedangkan pengawasan secara eksternal yaitu dilakukan

(43)

B. Saran

Selanjutnya disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu adanya payung hukum terhadap eksistensi ruang biologis oleh pejabat terkait agar keberadaan ruang biologis diakui eksistensinya dan

sebaiknya dilakukan pengawasan secara intensif terhadap pelaksanaan ruang biologis untuk menghindari adanya penyalahgunaan wewenang oleh

pejabat terkait dengan cara menyediakan ruangan bagi tahanan secara illegal.

2. Ruang Biologis seharusnya dibentuk juga di Lembaga pemasyarakatan hal

(44)

( Skripsi )

Oleh

Ira Quwaity Saragih

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(45)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan ... 20

B. Dasar Hukum Penahanan ... 20

C. Prosedur Penahanan ... 23

D. Jenis Penahanan ... 24

E. HAM dan Hak-Hak Tersangka dalam KUHAP... 27

F. Kebutuhan Biologis Manusia... 29

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

(46)

B. Gambaran umum Lokasi Penelitian ... 40 C. Eksistensi Ruang Biologis di Polresta Medan Sebagai

Implementasi HAM ... 46 D. Dasar Pertimbangan pembentukan Ruang biologis di polres

Medan Sebagai Bentuk Implementasi Hak Asasi Manusia Tersangka ... 52 E. Bentuk Pengawasan Pelaksanaan Ruang Biologsi di Wilayah

hukum Kepolisian Resort Medan ... 61

V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 70 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA

(47)

Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya .Bandung

Lamintang. P.A.F. 2005. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti . Bandung.

Muladi dan Barda Nawawi Arief.1984.Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana.PT. Alumni, Bandung.

Harahap, M. Yahya. 2009. Pembahasan dan Permasalahan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta

Sasangka, Hari. 2006.Hukum Acara Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum.UI Press. Jakarta. __________. 1989.Sosiologi Suara Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunggono, Bambang. 1996. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grasindo.

Jakarta.

Singarimbun, Masri Dan Sofian Efendi. 1989. Metodologi Penelitian Survey. LP3ES Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

Universitas Lampung. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila Press. Bandar Lampung.

Siagian, P. Sondang. 1999. Pengawasan Eksekutif, Legistafi dan Yudikatif. Rhineka : Jakarta

Ali, Zainuddin . 2009.Sosiologi Hukum.Sinar Grafika . Jakarta.

(48)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentag Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Dasar 1945.

Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.04-UM.01.06 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Ruang tahanan Negara Http : www.waspada.co.id/rumah-biologis/polres-medan/12-10-2011/html/fdo di

browsing pada tanggal 12 oktober 2011.

www.detik.com/penyimpangan+seksual+penjara/hjk/nhkk/bf di browsing pada tanggal 8 April 2012

(49)

Oleh

IRA QUWAITY SARAGIH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(50)

Nama Mahasiswa :

IRA QUWAITY SARAGIH

No. Pokok Mahasiswa : 0812011192

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1.Komisi pembimbing

Diah Gustiniati M, S.H.,M.H. Maya Shafira, S.H.,M.H. NIP. 19620817198703 2 003 NIP. 19770601200501 2002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(51)

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota :Maya Shafira, S.H., M.H. ...

Penguji Utama :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H.,M.S NIP. 19621109 198703 1 003

(52)

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi Sumatera Utara pada tanggal 22 Agustus 1990. Penulis merupakan anak kedua dari

tiga bersaudara buah hati dari pasangan Bapak Edi Rianto Saragih dan Ibu Nurhayati Lubis.

Penulis mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar 163098 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2002, melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3

Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2008.

Pada Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan mengambil minat bagian Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2011 di Desa Wira Bangun,

(53)

Ketika hidup memberi kata TIDAK atas apa yg kamu inginkan,

percayalah, Allah selalu memberi kata YA atas apa yg kamu

butuhkan.

Hidup bukanlah tentang 'Aku bisa saja', namun tentang 'aku

mencoba'. Jangan pikirkan tentang kegagalan, itu adalah

pelajaran.

Wahai anak muda, jika engkau tidak sanggup menahan

lelahnya belajar, engkau harus menanggung pahitnya

kebodohan.

(

phytagoras

)

Many people say that the intelligence that make the great

scientists. They are mistaken .. it is the characters.

(54)

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIIM

Puji Syukur kupanjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam untuk setiap nafas yang kuhirup, detak jantung yang berdegup dan darah yang mengalir

dalam hidupku ini. Karena karunia-Mu dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini kepada keluarga ku semoga menjadi sebuah

kebanggaan.

Ayah Edi Rianto Saragih dan Mama Nurhayati Lubis.

tercinta yang selalu dengan sabar membimbing dengan keikhlasannya hingga hari kemenangan ini

Kakak dan Adikku tersayang Faye Anurha Saragih, S.Farm dan Pola Azzura Saragih

Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani, memberikan

dukungan dan do’anya untuk keberhasilanku, terima kasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu yang kita lalui bersama

Serta

(55)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan Penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan mendukung Penulis selama penulisan skripsi ini dengan

penuh perhatian dan kesabaran.

3. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi,

mengarahkan, dan mendukung Penulis selama penulisan skripsi ini dengan penuh perhatian dan kesabaran.

4. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya selama Penulis menempuh masa studi serta telah berkenan menuangkan waktu, saran, masukan, dan

(56)

6. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Narasumber yang telah meluangkan waktu

dan telah memberikan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Kapolresta Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Bapak IPTU P.M Simanjuntak KASAT TAHTI dan AIPTU Bilson Hutagalung KANIT BARBUK Polresta Medan yang telah meluangkan

waktunya dan telah memberikan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

banyak memberikan ilmu, khusunya ilmu hukum kepada Penulis.

10. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung baik dibidang kemahasiswaan maupun akademik, terkhusus Mbak Sri dan Mbak Yanti yang

telah banyak membantu Penulis demi kelancaran skripsi ini, terimakasih atas bantuannya.

11. Bapak M. Hasan selaku Kepala Desa Wira Bangun, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji yang telah memberikan Bantuan Tempat Tinggal serta Terima Kasih juga kepada Seluruh Warga Desa Wira Bangun

atas kerja sama nya selama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata pada tahun 2011.

(57)

Indah, Merita, Nora, Daniel, Yopi, Anggun, Juliana, Ratia Hesti dan

teman-teman selama menjalankan KKN (Izda, Ressy, Butet alias Ningsih, Rendy, Acung, Jaya, Lintong ) dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas persahabatan yang tidak akan terlupakan, doa

dan bantuan dari kalian.

15. Adik-adikku dikosan; Yessy, Herlin, Gadis, shelli, Bety, Devia, Briyan, Intan,

Kiki, Sinta, Cana, Ecci, Al.

16. Semua Pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik itu berupa moril maupun materiil selama menempuh studi.

Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini

dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..

Bandar Lampung, 07 Mei 2012

Penulis

Referensi

Dokumen terkait

ini adalah anak muda Sidoarjo telah berlomba dalam aksi peduli lingkungan dan melaksanakan kegiatan bersih-bersih lingkungan ( trashmob ) dengan tujuan dari Program

Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang memberikan penjelasan tentang tauhid (meng-esa-kan) Allah. Salah satu dari ayat tersebut adalah surah al-Baqarah: 255 atau dikenal

Keterkaitan hormon steroid pada regulasi VEGF didukung oleh penelitian secara in vitro pada kultur sel endometrium dengan reseptor progesteron positif yang menunjukkan

Surat Pernyataan Tidak Masuk Daftar Hitam dan Perusahaan Tidak Bangkrut, Pailit, Tidak Dalam Pengawasan Pengadilan Tidak

(3) Setiap penduduk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) atau Pasal 22 ayat (4) yang bepergian tidak membawa

di urutan ketujuh di Indonesia untuk tingkat kemiskinan pada tahun 2012. Walaupun secara umum dari tahun ke tahun, Aceh telah berhasil menekan angka kemiskinan terutama sejak

Dalam proses penyusunan atau penetapan Perda tentang RDTR Kota Surakarta Kawasan I, sebagai bagian dari sebuah Kebijakan/Rencana/Program (KRP), untuk meyakinkan bahwa

Proses penilaian pelanggaran siswa di SMK Putra Mahkota Kayen dilakukan dengan cara guru BK atau guru piket melihat jenis dan point pelanggaran yang dilakukan