EVALUASI SEGREGASI FENOTIPE QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS LOKAL DAN NASIONAL
DI LINGKUNGAN SAWAH BARU
Oleh
RIZKI AMELIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
EVALUASI SEGREGASI FENOTIPE QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS LOKAL DAN NASIONAL
DI LINGKUNGAN SAWAH BARU
oleh
Rizki Amelia
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang diusahakan di Indonesia. Indonesia di kenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Salah satu usaha untuk
meningkatkan produksi padi salah satunya dengan metode quantitative trait loci (QTL).
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan kultivar QTL yang mengalami segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru;(2) mendapatkan kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Rancangan perlakuan disusun dalam kuasi Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan 3 ulangan untuk setiap sampel. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya. Selanjutnya, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan data. Bila homogen analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) segregasi fenotipe muncul di
lingkungan sawah baru pada tanaman padi varietas IR64 yang merupakan varietas nasional. Segregasi fenotipe terlihat dari parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang tidak sama pada tanaman padi yang ditanam di lingkungan sawah baru; (2) Keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi terlihat pada semua varietas baik varietas lokal maupun varietas nasional yang ditanam di lingkungan sawah baru; (3) seleksi langsung ditujukkan oleh parameter produksi, sedangkan seleksi tidak langsung ditujukkan oleh parameter bobot gabah isi, bobot gabah total dan jumlah bulir isi pada varietas padi lokal dan nasional di lingkungan sawah baru.
iv
4.2 Analisis Peringkat untuk Varietas, QTL dan VarietasQTL ... 28
4.3 Pendugaan Ragam Genetik, Heritabilitas, dan Koefisien Keragaman Genetik ... 33
4.4 Korelasi Antar Peubah Pengamatan ... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Saran ... 41 PUSTAKA ACUAN
v DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai kuadrat nilai tengah harapan
6. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk varietas ……… 33
7. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk QTL ……… 33
8. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk Varietas QTL ………. 33
9. Korelasi variabel pengamatan ... 36
10. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan …… 45
11. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan (lanjutan)……… 46
12. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan (lanjutan) ……….. 47
vi
Tabel Halaman
14. Uji kehomogenan ragam berdasarkan Bartlett dan Levenne
untuk QTL ……… 48
15. Uji kehomogenan ragam berdasarkan Bartlett dan Levenne untuk varietas QTL ……….. 48
16. Analisis ragam untuk tinggi tanaman ……….. 49
17. Analisis ragam untuk jumlah anakan total per rumpun ……… 49
18. Analisis ragam bobot gabah isi ………. 49
19. Analisis ragam untuk bobot gabah total ……… 49
20. Analisis ragam untuk bobot 100 butir gabah isi ……… 50
21. Analisis ragam untuk jumlah gabah isi ……….. 50
22. Analisis ragam untuk produksi ……….. 50
23. Deskripsi Varietas IR64 ……… 51
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Penetapan seleksi tidak langsung yang berperan terhadap
seleksi langsung (produksi) menggunakan nilai σ²g, h²BS, dan r varietas yang memenuhi persyaratan :
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,34 % per tahun (BPS 2008). Hal ini mengharuskan petani untuk
2 Segregasi yang terjadi pada tanaman padi yang dapat terlihat secara visual adalah segregasi fenotipe yang meliputi antara lain tinggi tanaman dan.jumlah anakan. Segregasi fenotipe dapat terlihat apabila tanaman padi yang ditanam di lahan
budidaya memiliki tinggi yang tidak seragam dan jumlah anakan yang berbeda untuk tiap-tiap rumpun padi. Nilai fenotipe suatu tanaman tidak hanya terdiri atas pengaruh genotipe tetapi juga oleh pengaruh lingkungan dan interaksi genotipe dan
lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Adanya pengaruh genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan ini akan mengaburkan penarikan kesimpulan mengenai nilai fenotipe tanaman. Oleh sebab itu suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau suatu famili dengan keragaan seperti induknya.
Salah satu cara untuk mengendalikan sifat-sifat gen tanaman padi yang ditanam tersebut adalah dengan menggunakan metode analisis quantitative trait loci atau disebut metode QTL. Pemetaan QTL adalah upaya untuk mengidentifikasi lokasi di dalam segmen DNA yang terdapat gen untuk mengendalikan suatu karakter
3 Selain itu faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Penelitian ini dilakukan di lingkungan ketiga atau lahan sawah baru yang merupakan sawah irigasi. Lingkungan ketiga berbeda dengan lingkungan pertama (Tulang Bawang Barat) yang merupakan sawah tadah hujan dan lingkungan kedua (Way Jepara) yang merupakan sawah irigasi teknis. Dengan adanya perbedaan ketiga lingkungan tersebutm maka dapat terjadi kemungkinan segregasi fenotipe dan keragaman pada tanaman padi yang ditanam.
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut
(1) Apakah terjadi segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru?
(2) Apakah terdapat kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru? (3) Apakah terdapat peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan tidak langsung?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut
4 (2) Mendapatkan kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas
broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru. (3) Mendapatkan peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan tidak langsung.
1.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah dipaparkan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah dan tujuan.
Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan cara menanam varietas unggul yang memiliki gen terbaik. Namun jika suatu tanaman ditanam lebih dari sekali maka tanaman tersebut akan mengalami segregasi gen-gen yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah segregasi fenotipe. Segregasi fenotipe terlihat dari tinggi tanaman yang tidak seragam atau jumlah anakan yang berbeda untuk tiap rumpun padi yang ditanam. Segregasi fenotipe dapat mempengaruhi kualitas tampilan dari tanaman padi yaitu dari segi ukuran bulir, tinggi tanaman, jumlah anakan per-rumpun. Dengan adanya masalah segregasi fenotipe tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas tanaman padi dengan menggunakan metode QTL.
5 Persyaratan yang diperlukan untuk pemetaan QTL adalah sebagai berikut
(1) Jaringan pemetaan dari lokus penanda polimorfik yang mampu menutupi keseluruhan genom,
(2) Variasi untuk sifat kuantitatif didalam atau diantara populasi atau keturunan.
6 cukup baik namun produksinya masih rendah. Sedangkan padi nasional memiliki produksi yang lebih tinggi namun daya adaptasinya lebih rendah.
Dengan demikian metode QTL diharapkan dapat meningkatkan kualitas padi lokal dan nasional dengan mengendalikan sifat kuantitatif nya. Namun faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi yang ditanam. Pada penelitian ini padi ditanam di lingkungan ketiga yaitu lingkungan sawah baru atau sawah irigasi. Lingkungan ketiga memiliki sistem irigasi yang cukup baik namun untuk beberapa saat sistem irigasi tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan tanah sawah menjadi kering dan retak. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman padi menjadi terhambat dan beberapa tanaman padi ada yang layu. Sebelum ditanam di lingkungan ketiga padi ditanam di lingkungan pertama (Tulang Bawang Barat) yang merupakan sawah irigasi teknis. Sawah irigasi teknis adalah sawah yang sistem irigasinya berasal dari sumber air dan bersifat permanen sehingga penguapan atau perembesan air dapat diminimalkan.
7 tanaman padi. Oleh karena itu faktor lingkungan dan metode QTL memegang
peranan penting dalam meningkatkan keragaman genetik dari suatu tanaman.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut
(1) Terdapat kultivar QTL yang mengalami segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru
(2) Terdapat kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru (3) Terdapat peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Segregasi
Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam dan secara alami akan terjadi perkawinan sendiri dalam satu tanaman. Hasilnya ditanam kembali dan akan sangat bervariasi karena terjadi segregasi gen-gen di dalamnya. Dari variasi yang ada pada generasi bersegregasi tersebut diseleksi tanaman terbaik sesuai dengan tujuan perakitan varietas yang dilakukan. Demikian seterusnya selama beberapa generasi (Wikipedia, 2012). Selain itu dengan adanya kemampuan regenerasi seksual secara normal dan siklus pertumbuhan yang relatif singkat memberikan keuntungan bagi pemuliaan
tanaman membiak vegetatif karena proses segregasi yang terjadi dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan variabilitas genetik antar dan inter populasi tanaman terlebih apabila siklus pertumbuhan tanaman tersebut singkat.
Aspek yang membedakan seleksi tanaman membiak vegetatif dan generatif yaitu segregasi tanamam membiak vegetatif tidak dapat memisahkan pengaruh
9
2.2. Quantitative Trait Loci (QTL)
2.2.1 Metode QTL
Banyak lokus mempengaruhi sifat kuantitatif yang telah diidentifikasi secara kebetulan melalui penjelajahan alel yang mempengaruhi sifat yang cukup besar untuk dikenali oleh segregasi individunya. Rancangan penelitian untuk
memperkirakan efek dan posisi dari QTL diperluas dari metode standar untuk pemetaan gen tunggal dan didasarkan pada hubungan ketidakseimbangan antara alel-alel pada penanda lokus dan alel-alel pada jaringan QTL. Persyaratan yang diperlukan untuk pemetaan QTL adalah sebagai berikut
(1) Jaringan pemetaan dari lokus penanda polimorfik yang mampu menutupi keseluruhan genom
(2) Variasi untuk sifat kuantitatif didalam atau diantara populasi atau keturunan . (Falconer dan Mackay, 1996).
2.2.2 QTL Jumlah Anakan
10
2.2.3 QTL Tinggi Tanaman
Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik dan kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya
(Wikipedia, 2013). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genotipe dan lingkungan hal ini sesuai dengan yang dikatakan Gardner (1991), yang
mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan
2.2.4 QTL Jumlah Bulir
11
2.3 Padi Varietas Lokal dan Nasional
Varietas lokal merupakan sumber gen sifat mutu baik (rasa nasi enak, aromatik), ketahanan terhadap hama dan penyakit utama (wereng coklat, hawar daun bakteri, tungro dan sebagainya), dan toleransi terhadap cekaman abiotik seperti suhu rendah, toleran lahan salin, sulfat asam, genangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi memiliki hampir 4.000 varietas lokal padi hasil koleksi dari daerah-daerah sentra padi yang ada di Indonesia. Kekurangan informasi yang akurat tentang nilai guna suatu varietas lokal merupakan sebab utama terbatasnya penggunaaan plasma nutfah yang dikoleksi baik di tingkat koleksi nasional, regional maupun koleksi global. Untuk tanaman yang memiliki kisaran gen pool tinggi seperti halnya tanaman padi, pembentukan core collection akan
memfasilitasi mudahnya pemanfaatan plasma nutfah (Brown, 1995).
12 Varietas unggul relatif aman karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80 % total areal padi di Indonesia. Keberhasilan varietas unggul dalam meningkatkan produksi sangat menakjubkan dan disebut dengan revolusi hijau. Fenomena revolusi hijau dimulai pada tahun 60-an dengan ditemukannya varietas IR-5 dan IR-8. Kedua varietas tersebut mampu berproduksi tinggi, responsif terhadap pemupukan dan berumur genjah, sehingga dapat melipatgandakan hasil. Varietas IR-5 menghasilkan 8 ton/ha tiga kali tanam dalam setahun sementara pada kondisi yang sama varietas lokal hanya
memberikan hasil 2 – 4 ton/ha satu atau dua kali tanam dalam setahun jelas sekali pelipatgandaan hasil dapat dilakukan melalui penggunaan varietas unggul
(Wikipedia, 2013).
2.4 Lingkungan Sawah
2.4.1 Sawah Irigasi
Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah. Lahan sawah memiliki multifungsi dalam bentuk mitigasi banjir,
13 Berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan atas berbagai macam salah satunya adalah sawah berpengairan (irigasi) yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri atas
(1) Lahan sawah irigasi teknis. Sawah yang pengairannya sejak dari sumber air sampai petak sawah terdapat jaringan irigasi dari bangunan permanen. Sehingga kehilangan air karena rembesan atau penguapan dapat diminimalkan.
(2) Lahan sawah irigasi setengah teknis. Sawah yang jaringan irigasinya tidak seluruhnya permanen, sehingga kehilangan air akibat rembesan dan
penguapan masih banyak terjadi.
(3) Lahan sawah irigasi sederhana. Sawah dengan bangunan jaringan irigasi menggunakan peralatan seadanya, sehingga kurang hemat air.
Usaha pemerintah untuk mencapai tujuan dalam produksi beras dilakukan intensifikasi produksi padi dan tanaman pangan lain dengan menerapkan teknologi baru dan pemanfaatan lahan potensial untuk meningkatkan produksi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah telah melakukan investasi untuk pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi, pembinaan pengelolaan irigasi, penyediaan sarana produksi modern. Irigasi sejak Pelita I telah dikembangkan seiring dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras. Terjaminnya penyediaan air irigasi memiliki arti penting dalam produksi padi karena bibit unggul, pupuk, pestisida dan cara bercocok tanam yang baik akan memberikan hasil tinggi jika air irigasinya cukup tersedia dan
14
2.4.2 Sawah Tadah Hujan
Indonesia mempunyai lahan sawah tadah hujan yang sangat luas dan tersebar di beberapa wilayah. Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 – 3,5 ton/ha (Fagi, 1995).
Gulma umumnya merupakan masalah serius yang sering dihadapi petani padi sawah tadah hujan utamanya di musim kemarau (Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan karena dari petakan basah pada saat tanam menjelang berakhirnya musim hujan berangsur-angsur kering seiring dengan semakin jarang turun hujan. Oleh karena itu petakan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun tergenang air atau kondisi air di petakan sawah sering berubah-ubah dari mulai basah atau lembab ke kering karena tidak ada hujan. Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agroekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi yang paling murah bagi petani.
2.5 Ragam Genetik dan Heritabilitas
Heritabilitas adalah potensi suatu individu untuk mewariskan karakter tertentu pada keturunannya. Kegunaan nilai heritabilitas adalah untuk menentukan metode seleksi yang paling tepat untuk meningkatkan mutu genetik. Heritabilitas dibagi dua yaitu
15 (2) Heritabilitas arti sempit/narrow sense heritability dinotasikan sebagai (h2ns) adalah suatu koefisien yang menggambarkan berapa bagian dari keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh pengaruh kelompok gen yang beraksi secara aditif.
Heritabilitas arti sempit banyak digunakan, karena pengukurannya relatif penting dan bagian ragam genetik aditif yang dipindahkan dari parental ke keturunannya (Silitonga et al .,2003).
Dalam menyeleksi karakter tanaman perhatian diberikan terhadap keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik. Seleksi akan efektif jika nilai kemajuan genetik tinggi yang ditunjang oleh nilai keragaman genetik dan
haritabilitas yang tinggi (Heliyanto et al., 1998). Karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar daripada faktor lingkungan dan seleksi terhadap karakter ini dapat dimulai pada generasi awal (Wicaksana 2001; Rachmadi et al., 1990).
Apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi maka keragaman karakter tersebut antarindividu dalam populasinya akan tinggi pula sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan (Heliyanto et al., 2000). Keragaman genetik luas diartikan bahwa seleksi yang tepat terhadap karakter tersebut berlangsung efektif dan mampu meningkatkan potensi genetik karakter pada generasi selanjutnya (Zen dan Bahar, 2001).
16 umur genjah, dan tahan terhadap penyakit. Respon genotipe yang tidak konsisten terhadap lingkungan seperti temperatur, jenis tanah, dan lokasi merupakan fungsi interaksi genotipe x lingkungan (G x E). Interaksi G x E dapat didefinisikan sebagai respon genotipe yang berbeda terhadap lingkungan (Roy, 2000). Perkembangan suatu varietas modern tergantung pada ketersediaan keragaman genetik yang bersumber dari varietas tradisional yang tumbuh dan terseleksi selama beberapa generasi oleh petani dan sejumlah spesies liar.
2.6 Seleksi Langsung dan Tidak Langsung
2.6.1 Seleksi Langsung
Seleksi langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara langsung genotipe- genotipe terbaik berdasarkan karakter-karakter yang memenuhi kriteria seleksi. Seleksi langsung dapat dikategorikan ke dalam seleksi langsung berdasarkan satu sifat dan seleksi langsung terhadap beberapa sifat. Metode yang dapat dipilih antara lain
17 (3) Seleksi indeks (Index Selection) adalah seleksi yang dapat mengatasi
kekurangan dua metode sebelumnya. Pada seleksi ini diperlukan nilai ekonomis relatif, penduga ragam fenotipe, ragam fenotipe, serta kedua peragam genotipe dan fenotipe untuk memperoleh nilai-nilai hubungan indeksnya.
Kemajuan seleksi dapat diartikan sebagai nilai kemajuan genetik secara teoritis yang merupakan besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh akibat
dilakukannya kegiatan seleksi terhadap suatu populasi tanaman. Untuk mengetahui seberapa besar kemajuan seleksi yang diperoleh diperlukan pengetahuan tentang populasi dan keragamannya serta besarnya angka heritabilitas. (Wikipedia, 2013)
2.6.2 Seleksi Tidak Langsung
Seleksi tidak langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara tidak langsung genotipe-genotipe terbaik berdasarkan karakter-karakter yang dinilai memiliki hubungan dengan tujuan akhir program pemuliaan misalnya karakter daya hasil, ketahanan terhadap penyakit, dan lain sebagainya. Syarat utama agar seleksi tidak langsung dapat dilakukan adalah adanya korelasi genetik dan fenotipik antara karakter yang dituju dengan karakter lain. Kondisi yang menjadi dasar pertimbangan seleksi tidak langsung antara lain
(1) Siklus hidup tanaman yang panjang (tanaman tahunan). (2) Karakter yang diinginkan sulit diukur.
18 (4) Variasi fenotipik karakter yang diinginkan sempit sedangkan karakter
sekundernya luas.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Mulai bulan Maret – Mei 2012.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 varietas padi, yaitu varietas Sarinah (V1), Mutiara (V2), Gendut (V3), IR-64 (V4), PB Bogor (V5), Ciliwung (V6), Ciherang (V7), Kesit (V8), dan Tewe (V9).
Dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 varietas padi yaitu varietas Sarinah, Mutiara, Gendut dan IR-64.
20
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan kuasi RKTS (Rancangan Kelompok Teracak Sempurna) dengan 3 ulangan. Masing masing ulangan terdiri dari 3 sampel tanaman. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya. Selanjutnya, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan data. Bila homogen analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam. Pengujian ANOVA menggunakan software Statistic Analysis System (SAS) dan korelasi
menggunakan software Minitab 14. Besarnya ragam genetik (σ²g), heritabilitas
broad-sense (h²bs) yang diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan pada
hasil analisis ragam dan rancangan percobaan yang digunakan sesuai model matematika berdasarkan Hallauer dan Miranda.
Tabel 1. pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense
berdasarkan nilai kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis
Ragam genetik dan galat baku dihitung dengan menggunakan rumus
σ²v =
σ √ [ ] [ ]
σ²qtl =
21
σ √ [ ] [ ]
σ²vq =
σ √ [ ] [ ] [ ] [ ]
Nilai heritabilitas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Koefisien keragaman dihitung menggunakan rumus
22
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengolahan Lahan
Sebelum digunakan untuk penanaman lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak. Pengolahan lahan bertujuan agar tanah lebih gembur dan sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi.
3.4.2 Penyemaian
Sebelum ditanam benih padi terlebih dulu disemai. Penyemaian benih padi dilakukan di lahan kering di darat. Pada penelitian ini benih mulai disemai pada tanggal 10 Januari 2012.
3.4.3 Penanaman
Setelah disemai benih padi kemudian siap untuk dipindahkan ke lubang tanam pada lahan yang telah diolah dengan luas lahan 20 m x 20 m dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Satu lubang tanam diisi dengan 2 benih padi. Penanaman dilakukan pada tanggal 31 Januari 2012.
3.4.4 Pemupukan
23 vegetatif dan pada awal pembungaan. Pupuk SP36 diberikan sebanyak 100 kg/ha yang diaplikasikan sebanyak 1 kali pada saat awal tanam. Pupuk KCL diberikan sebanyak 100 kg/ha yang diaplikasikan sebanyak 2 kali yaitu pada awal tanam dan pada masa pembungaan.
3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi
Hama yang ditemukan pada lahan padi berupa hama keong emas dan walang sangit. Pengendalian hama menggunakan insektisida Regent Spontan yang diaplikasikan seminggu sekali dan pestisida yang diaplikasikan setiap 10 hari sekali. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman padi adalah penyakit blast. Selain melakukan penyemprotan insektisida dan pestisida lahan padi juga
disemprot dengan fungisida dengan merk dagang Scoore yang ditambah dengan ZPT. Penyemprotan fungisida dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat menjelang waktu berbunga dan pada saat tanaman padi 75 % sudah berbunga penuh.
3.4.6 Sampel
Penetapan sampel dilakukan pada saat masa vegetatif. Bambu yang sudah dicat ditancapkan pada 9 tanaman padi secara acak dalam satu blok. Penetapan sampel pertama untuk menetukan QTL pertama yaitu sudut anakan dan ketahanan
24 lainnya dalam satu tanaman dan penyakit blast dapat dilihat dari daun tanaman padi. Penetapan sampel kedua dilakukan 2 minggu setelah penetapan sampel pertama dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel kedua untuk menentukan QTL kedua yaitu jumlah bulir. Penetapan sampel ketiga dilakukan saat masa berbunga dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel ketiga untuk menentukan QTL ketiga yaitu tinggi tanaman dan kecepatan waktu berbunga.
3.4.7 Pemanenan
Panen dilakukan saat masa berbunga < 50 %, panen dilakukan dengan cara diarit dan kemudian dirontokkan dari malainya dengan cara dipukulkan ke papan.
3.4.8 Pasca Panen
Padi yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama beberapa hari kemudian padi yang telah mengering dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di ruang penyimpanan.
3.5 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan dalam penelitian ini antara lain
25 (2) Jumlah anakan. Jumlah anakan dihitung pada tiap tiap rumpun tanaman padi; (3) Bobot gabah isi. Bobot gabah isi ditentukan dengan cara menimbang gabah isi dari tiap kantong sampel;
(4) Bobot gabah total per rumpun. Bobot gabah total ditentukan dengan cara menghitung bobot gabah isi dan bobot gabah hampa;
(5) Bobot 100 butir gabah isi. Bobot 100 butir ditentukan dengan mengambil 100 butir gabah isi dan kemudian ditimbang;
(6) Jumlah gabah isi. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara memisahkan antara gabah isi dan hampa kemudian dihitung jumlah gabah isi;
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Segregasi fenotipe muncul di lingkungan sawah baru pada tanaman padi varietas IR64 yang merupakan varietas nasional. Segregasi fenotipe terlihat dari parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang tidak sama pada tanaman padi yang ditanam di lingkungan sawah baru.
2. Keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi terlihat pada semua varietas baik varietas lokal maupun varietas nasional yang ditanam di lingkungan sawah baru.
41
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan saran sebagai berikut :
PUSTAKA ACUAN
Agus, F., dan Irawan. 2004. Alih Guna dan Aspek Lingkungan Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.Bogor. Anwar, Syafril. 2013. Analisis Ragam Genetik, Heretabilitas dan Hubungan
Antara Beberapa Karakter Pertumbuhan Produksi dengan Indek Toleransi Tanaman Rumput Pakan Terhadap Cekaman Keragaman. Universitas Diponegoro. Semarang.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian . 2009. Deskripsi Varietas Padi. Departemen Pertanian. Jawa Barat
Gardner , Pearce dan R, I, Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Brown, A.H.D. 1995. The core collection at the croasroads in Core Collection of Plant Genetic Resources. IPGRI. A Wiley-Sayce Publication. 134p. .
Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj.Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A.
Simanullang. 2001b. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi.
Fagi, A.M. 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice.
Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines. Falconer, D.S. dan T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics.
4th eds. Longman England.
Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development.Theory and Technique. Vol. I. MacMillan Pub. Co., New York. 536 p.
Hapsari, Ratri dan Adie, Muchlis. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan Antarkomponen Hasil Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 29 No. 1 2010
43 Helyanto, B., U. Setyo Budi, A. Kartamidjaja, dan D. Sunardi. 2000. Studi
parameter genetik hasil serat dan komponennya pada plasma nutfah rosela. Jurnal Pertanian Tropika. Volume 8 No. 1. hlm. 82-87.
Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.
Pradnyawathi, Ni Luh Made.2012. Evaluasi Galur Jagung SMB-5 Hasil Seleksi
Massa Varietas Lokal Bali “Berte” Pada Daerah Kering. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 106 - 115
Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa Publishing House. Calcutta.
Sadjad, S.E., Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komperatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta.185 hal.
Sudjana.1983.Teknik Analisa Regresi dan Korelasi.Bandung.Tarsito
Suprapto dan N.M. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merill) pada ultisol. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 2. hlm. 183-190.
Silitonga, TS., Ida H.S., Aan A.D., Hakim K. 2003. Panduan Sistem
Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah Syukur, Sriani Sujiprihati, Rahmi Yunianti, dan Darmawan Asta Kusumah.
2011.Pendugaan Ragam Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotipik Cabai. J. Agrivigor, Volume 10 No 2. hlm. 148-156, Januari-April 2011
Wicaksana, N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik 16 genotip kentang pada lahan sawah. Zuriat Volume 12, No.1, hlm. 15-20.
Wikipedia.2012. Segregasi.
Wikipedia. 2013. Padi Varietas Lokal dan Nasional. Wikipedia. 2013. Seleksi Pada Pemuliaan Tanaman.