• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Industri Barang Konsumsi di BEI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Industri Barang Konsumsi di BEI."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA 1 MEDAN

ANALISIS FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBIJAKAN DIVIDEN PADA INDUSTRI BARANG

KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

LAMSIHAR E M H 070502191 MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

ABSTRAK

Lamsihar E M H (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Industri Barang Konsumsi di BEI, dibawah bimbingan oleh Drs. Nakman Harahap, Msi., Ketua Departemen Manajemen; Dr. Isfenti Sadalia,SE,ME., Ketua Program Studi; Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi., Dosen Penguji I; Dr. Muslich Lufti, Drs, MBA. Dosen Penguji II; Dra. Lisa Marlina, MSi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dengan free cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan industri barang konsumsi yang ada di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dengan metode targeting sampling dengan menggunakan 11 perusahaan sebagai sampel. Jenis data yang dipakai merupakan data sekunder yang berupa data laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel selama tahun 2006-2009 dalam bentuk data tahunan.

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah metode analisis deskriptif dan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji secara parsial (uji-t) dan uji serempak (uji-F), dengan tingkat signifikan (

α

) 5%. Penganalisaan data menggunakan Sofware pengolahan data statistik yaitu SPSS 17.00 For Windows. Hasil simultan (uji-F) menunjukkan bahwa semua variabel independen frree cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kebijakan dividen)Hasil uji secara parsial (uji-t) yang dilakukan adalah bahwa dari seluruh variabel independen yaitu cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE, hanya variabel free cash flow dan growth yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden.

(3)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang Maha Kuasa atas kasih dan anugerahNya yang diberikan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Indonesia”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Pada penulisan Skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME., selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, Msi., selaku Ketua Program Study Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Bapak Drs. Nakman Harahap, Msi., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA. dan ibu Dra. Lisa Marlina, MSi. selaku Dosen Penguji yang memberikan dukungan dan saran dalam memperbaiki Skripsi.

7. Seluruh Dosen dan Staff Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara untuk segala bantuan juga jasa-jasanya selama masa perkulihaan. 8. Orang tua penulis, Papa D. Hutagaol dan Mama R. Br Simorangkir untuk

segala doa dan kasih sayangnya, dan adek saya Andri S M Hutagaol yang selalu mendukung penulis. Damai Tuhan Yesus Menyertai Papa, Mama dan Andri.

9. Sahabat penulis Iin, Fenny, Junita, Ayu, Benget, Rival, Ayakhi, Reinhard, Frans, Rina, Ester, Tomy Tanzil, Tomy Yansen, Martha, Winda Novika, Roby, dan masih banyak lagi, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Tuhan memberikan berkatnya selalu kepada teman – teman.

10.Teman doa penulis Rimbun Dharmadi Rivando Siahaan yang selalu mendoakan dan memberi semangat,semoga kasih Tuhan melindungi kita. Penulis mengucapkan terimakasih kepada setiap orang yang tidak tersebutkan satu per satu dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kasih dan berkatNya kepada berbagai pihak yang membantu.

Medan, Januari 2010 Penulis

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Kerangka Konseptual ... 9

D. Hipotesis ... 12

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1. Tujuan Penelitian ... 12

2. Manfaat Penelitian ... 12

F. Metodologi Penelitian ... 13

1. Batasan Operasional ... 13

2. Definisi Operasional Variabel ... 14

3. Populasi dan Sampel ... 17

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

5. Jenis Data ... 19

6. Teknik Pegumpulan Data ... 19

7. Metode Analisis Data ... 19

BAB II URAIAN TEORITIS ... 26

A. Penelitian Terdahulu... 26

B. Free Cash Flow (Arus Kas Bebas) ... 29

C. Debt to Equity Ratio ... 30

D. Collacterizable Asstes (Penjaminan Aktiva Tetap) ... 30

E. Growth (Pertumbuhan) ... 31

F. Return On Equity (ROE)... 31

G. Kebijakan Deviden ... 31

H. Teori-Teori Kebijakan Deviden ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN...40

A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia...40

(6)

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA...47

A. Analisis Deskritif ...47

B. Analisis Statistik...57

1. Uji Asumsi Klasik...57

a. Uji Normalitas...57

b. Uji Heteroskedastisitas...60

c. Uji Autokorelasi...61

d. Uji Multikolinearitas...63

2. Analisis Regresi Berganda...65

3. Koefisien Determinasi...67

4. Pengujian Hipotesis...67

a. Uji F...67

b. Uji t...69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... ix

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Nilai Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio,

dan Devidend Payout Ratio... ... ..4

Tabel 1.2 Nilai Collacterizable Asstets, Growth dan Dividend Payout Ratio... .. ..5

Tabel 1.3 Nilai Return on Equity dan Dividend Payout Ratio... .. 6

Tabel 1.4 Laba Bersih Industri Barang Konsumsi...7

Tabel 1.5 Pesentase pembagian deviden dalam setiap sub sektor industri barang konsumsi...7

Tabel 1.6 Nama – nama Perusahaan Sampel...18

Tabel 4.1 Rata – rata CP,FCF, DER, CA, G, ROE dan DPR Perusahaan Industri barang Konsumsi di BEI ... 47

Tabel 4.2 Free Cash Flow Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 51

Tabel 4.3 Debt to Equity pada perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 52

Tabel 4.4 Collacterizable Assets pada perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 53

Tabel 4.5 Growth (Pertumbuhan) pada perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 52

Tabel 4.6 Retun on Equity pada perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 52

Tabel 4.7 Dividend Payout Ratio pada perusahaan Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006 – 2009 ... 52

Tabel 4.8 One Kolmogorov-Smirnov Test ... 62

Tabel 4.9 Uji Glejser ... 63

(8)

Tabel 4.11 Uji Runs Test ... 65

Tabel 4.12 Uji Multikolinearitas ... 66

Tabel 4.13 Uji Regresi Berganda... 67

Tabel 4.14 Koefisien Determinasi ... 69

Tabel 4.15 Uji F ... 71

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

ABSTRAK

Lamsihar E M H (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Pada Industri Barang Konsumsi di BEI, dibawah bimbingan oleh Drs. Nakman Harahap, Msi., Ketua Departemen Manajemen; Dr. Isfenti Sadalia,SE,ME., Ketua Program Studi; Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi., Dosen Penguji I; Dr. Muslich Lufti, Drs, MBA. Dosen Penguji II; Dra. Lisa Marlina, MSi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dengan free cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan industri barang konsumsi yang ada di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dengan metode targeting sampling dengan menggunakan 11 perusahaan sebagai sampel. Jenis data yang dipakai merupakan data sekunder yang berupa data laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel selama tahun 2006-2009 dalam bentuk data tahunan.

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah metode analisis deskriptif dan statistik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji secara parsial (uji-t) dan uji serempak (uji-F), dengan tingkat signifikan (

α

) 5%. Penganalisaan data menggunakan Sofware pengolahan data statistik yaitu SPSS 17.00 For Windows. Hasil simultan (uji-F) menunjukkan bahwa semua variabel independen frree cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kebijakan dividen)Hasil uji secara parsial (uji-t) yang dilakukan adalah bahwa dari seluruh variabel independen yaitu cash flow, debt to equity ratio, collacterizable assets, growth, ROE, hanya variabel free cash flow dan growth yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan deviden.

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya ada dua keuntungan yang akan didapatkan pemegang saham (investor) , yaitu Capital Gain dan Dividend. Kebijakan pembayaran dividen mempunyai dampak yang sangat penting bagi investor maupun bagi perusahaan yang membayarkan dividen. Para investor mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan mengharapkan return dalam bentuk dividen maupun capital gain. Dilain pihak, perusahaan juga mengharapkan pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus memberikan kesejahteraan bagi pemegang saham. Penetapan pembagian dividen menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan investor, disisi lain kebijakan tersebut jangan sampai menghambat pertumbuhan apalagi mengancam kelangsungan hidup perusahaan.

(12)

merupakan salah satu komponen dasar kebijakan dividen. Besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dividen dari masing-masing perusahaan, sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan.

Dalam penentuan dividen, arus kas juga menjadi suatu pertimbangan yang penting dikarenakan pembayarn dividen merupakan arus kas keluar. Posisi kas yang benar-benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada free cash flow yang dimiliki oleh perusahaan.White et al (2003). Mendifinisikan free

cash flow sebagai aliran kas diskusioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash

flow dapat digunakan untuk penggunaan diskusioner seperti akuisisi dan

pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan, pembayaran utang dan pembayaran dividen kepada pemegang saham. Dengan kata lain aliran kas bebas yang tersedia di atas kebutuhan investasi yang profitable (Sartono,2001:101). Jika tidak terdapat peluang investasi yang dianggap profitable maka Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan pembayaran utang atau pembayaran kepada pemegang saham sebagai dividen. The larger the firm’s FCF, the healthier it is, because it has more cash for growth, debt paymen, and dividend. (White et al.

2003: 27). Semakin besar arus kas bebas yang dimiliki perusahaan maka manajemen akan mendapat tekanan yang besar dari para pemegang saham untuk membagikan dividen (dalam Dini, 2009). Hal ini menunjukkan semakin tinggi free cash flow, semakin besar dividend payout rationya.

(13)

hutang (Debt to Eqiuty Ratio) dipakai dalam menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi hutangnya. Apabila perusahaan menentukan bahwa dana untuk pelunasan utang atas pembayaran bunganya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen. Semakin tinggi DER maka tingkat pembayaran dividen (DPR) semakin rendah, begitu pula sebaliknya (dalam Sutrisno:2001)

Selain itu perusahaan sebagai debitur, perusahaan kerap kali menggunakan aktiva tetap sebagai jaminan pinjamannya. Besarnya aktiva tetap yang digunakan kreditur sebagai jaminan disebut penjaminan aktiva tetap (Collaterizable Asset). Semakin besar Collaterizable Asstes berarti semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada pembelian aktiva tetap baru maupun pemeliharaannya, sehingga semakin kecil dividen yang dibagikan juga akan semakin (dalam Pradessya, 2006).

Manajer juga sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi dividennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali kepada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan maka dapat diperkirakan bahwa pertumbuhan perusahaan (growth) menjadi salah satu penentu kebijakan pembagian dividen.

”Intuitively, sustainable growth is merely a formalization of the old adage ”it takes money to make money” (Higgins,2007:120).”

(14)

Faktor profitabilitas juga menjadi penentu yang sangat penting bagi pemegang saham yang akan melihat keuntungan yang benar – benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono,2001:122). ROE mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Sartono,2001:124). Rasio ini juga mengukur imbal hasil rata – rata dari total kepemilikan saham yang mungkin diberikan dalam bentuk dividen. Menurut Tambunan (2010), ROE berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.

Berikut ini akan kita lihat bagaimana nilai free cash flow, DER, collaterizable assets, growth, ROE terhadap DPR. Pada perusahaan yang memiliki

tingkat dividend payout ratio tertinggi disetiap sub sektor. Tabel 1.1

Nilai Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio dan Dividend Payout Ratio Free Cash Flow DER Dividen Payout Ratio

(15)

Tabel 1.2

Nilai Collaterizable Assets, Growth dan Dividend Payout Ratio

Hasil penelitian Pradessya (2006) menyatakan bahwa Collaterizable Assets berpengaruh negatif terhadap DPR, namun pada perusahan MLBI dan HMSP pada saat tingkat collaterizable assets memiliki pengaruh yang positif dengan DPR. Pradessya (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi growth maka semakin kecil DPR, namun dalam tabel diatas, pada perusahaan UNVR terlihat bahwa saat pertumbuhan perusahaan mengalami penurunan tingkat DPR juga penurunan.

Tabel 1.3

Nilai Return on Equity dan Dividen Payout Ratio.

(diakses oleh Lamsihar, 5 September 2010, data diolah.)

(16)

Perusahaan – perusahaan yang terdaftar di BEI tidak semuanya membagikan dividen. Beberapa perusahaan yang tergabung dalam perusahaan industri barang konsumsi merupakan perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik. Emiten di sektor industri barang konsumsi pada tahun 2009 mampu mencetak laba bersih sebesar Rpl6,49 triliun atau naik 45,03% dibandingkan dengan perolehan laba bersih dari sektor ini pada 2008 dapat terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.4

Laba Bersih Industri Barang Konsumsi

TAHUN LABA BERSIH

2006 Rp 14,546 Triliun

2007 Rp 9,99 Triliun

2008 Rp 11,09 Triliun

2009 Rp 16,49 Trilliun

Sumber :

Selain itu, terdapat 3 emiten yang masuk kedalam urutan 10 emiten terbesar bila dilihat dari kapitalisasi pasar (PT Uniliever,PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam)

(17)

Tabel 1.5

Persentase pembagian dividen sub sektor industri barang konsumsi (secara berturut – turut selama tahun 2006-2009).

Sumber:

Dari tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa sektor yang paling banyak membagikan dividen setiap tahunnya secara berturut – turut ialah sub sektor kosmetika (66.67%) dimana dua perusahaan yang terdaftar membagikan dividennya secara berturut – turut setiap tahun dari tahun 2006 - 2009. Sedangkan sub sektor rokok paling sedikit membagikan dividennya secara berturur – turut dari tahun 2006 - 2009 (33,3%), dimana hanya terdapat 1 dari 3 perusahaan yang membagikan dividen setiap tahun secara berturut – turut dari tahun 2006-2009. Selain itu terlihat bahwa terdapat sub sektor yang sama sekali tidak membayarkan dividen yaitu perusahaan – perusahaan yang ada di sub sektor barang keperluan rumah tangga.

Perusahaan yang terdaftar di BEI sebagai perusahaan industri barang konsumsi sebanyak 32 perusahaan. Sedangkan perusahaan yang membagikan dividen secara beturut – turut selama tahun 2006-2009 hanya sebanyak 11 perusahaan. Artinya hanya 34,37% dari jumlah seluruh perusahaan di industri barang kosumsi yang membagikan dividen secara berturut - turut. Tentu saja, hal No. Sub Sektor Industri Perusahaan yang

membagikan

3. Barang Keperluan Rumah Tangga

0 3 0%

4. Farmasi 3 10 30%

(18)

dalam membagikan dividennya atau dengan kata lain tergantung kepada kebijakan dividen perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengambil judul: ”Analisis faktor - faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

”Apakah faktor Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio, Collaterizable Assets, Growth dan ROE mempunyai pengaruh signifikan terhadap Dividend

Payout Ratio pada perusahaan industri barang konsumsi terdaftar di BEI?”

C. Kerangka Konseptual

Dividen merupakan salah satu pembayaran atas saham yang ditanamkan pemegang saham. Jumlah dividen yang dibayarkan relatif terhadap pendapatan perusahaan atau pendapatan tiap lembar disebut rasio pembayaran dividen (Dividend Payout ratio) (Keown,2000:606). Pembayaran dividen merupakan

salah satu dari arus kas keluar yang pasti akan memperngaruhi posisi kas perusahaan. Posisi kas perusahaan yang menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan dalam membagikan dividen. Posisi kas yang benar-benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada free cash flow (arus kas bebas) yang dimiliki oleh perusahaan.

(19)

oleh rasio arus kas dari kegiatan operasi dikurangi dividend dan dibagi dengan total aktiva. Semakin besar free cash flow, maka semakin kayalah perusahaan itu, karena ia memiliki kas yang cukup untuk membayar utang, dan dividennya (White ,2003: 27). Free cash flow merupakan hak pemegang saham sehingga semakin besar arus kas bebas yang tidak dipergunakan untuk investasi maka perusahaan mendapatkan tekanan yang besar dari pemilik saham untuk membagikan dividen atas sahamnya (Sartono 2001:101).

Rasio leverage ialah rasio yang menggunakan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya (Sartono,2001:120). Salah satunya ialah rasio utang terhadap ekuitas juga dapat dinilai sebagai faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Jika perusahaan telah membuat pinjaman untuk memperluas usahanya atau pembiayaan lainnya, maka terdapat tanggung jawab untuk melunasi pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan memutuskan untuk melunasi utangnya, maka biasanya laba ditahan yang akan dipergunakan, hal ini mengurangi tingkat pembagian dividen. Semakin tinggi DER maka dividen yang dibayarkan akan semakin sedikit (dalam Sutrisno,2001).

(20)

Tingkat pertumbuhan (growth) perusahaan menjadi gambaran perusahaan yang memiliki keputusan investasi yang baik (Higgins, 2007:118). Semakin tinggi pertumbuhan perusahaan akan menurunkan tingkat dividen yang didapatkan oleh investor sebagai dividen (dalam Pradessya,2006).

ROE mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan (Sartono,2001:124). Tingkat ROE perusahaan menunjukkan kemampuan dari modal untuk menghasilkan keuntungan, semakin besar ROE semakin tinggi kemungkinan jumlah dividen yang dibayarkan karena ekuitas telah dapat menghasilkan laba. Adapun kerangka pemikiran yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut:

Arus Kas bebas/ Free Cash Flow

(X1)

Debt to Equity Ratio (X2)

Gambar 1.1 : Kerangka Konseptual Penelitian

(21)

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu jawaban yang diberikan masih berdasar pada teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2006 : 51).

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa:

” Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio, Collaterizable Assets, Growth, Return on

Equity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan

industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI.”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh free cash flow, debt to equity ratio, collaterizable asstes, growth, return on equity

berpengaruh terhadap dividend payout ratio. 2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

(22)

b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi penelitian pasar modal khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen.

F. Metodologi Penelitian 1. Batasan Operasional

Adapun yang menjadi batasan operasional penelitian penulis, yaitu:

a. Data Laporan Keuangan perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI untuk periode 2006 sampai 2009.

b. Perusahaan membagikan dividen tunai atau cash dividend setiap tahunnya.

c. Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kebijakan dividen, yaitu: free cash flow, debt to equity ratio, collaterizable asstes, growth,

return on equity berpengaruh terhadap dividend payout ratio.

2. Defenisi Operasional Variabel

a. Variabel Dependen (Kebijakan Dividen / Dividend Payout Ratio)

(23)

sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.

Kebijakan dividen diukur dengan perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapat dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase dividend payout ratio (DPR). Kebijakan dividen ini dapat dihitung dengan rumus (Warsono, 2003:275):

DPR = Deviden per lembar saham Laba bersih per lembar saham

b. Variabel Independen

1) Free Cash Flow /Arus kas bebas (X1

Free cash flow adalah arus kas operasi dikurangi investasi yang

diwajibkan. Arus kas bebas diwakili oleh rasio arus kas bebas dibagi dengan total aktiva. Semakin kecil rasio ini menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan cenderung digunakan untuk membayar dividen, sehingga laba yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan semakin kecil. Arus kas bebas dihitung dengan rumus (dalam Pradessya,2006):

Arus Kas Bebas =Arus kas operasi−deviden Total aktiva

)

2) Debt to Equity Ratio/ DER (X2

Rasio utang dikenal juga dengan leverage ratio ini dapat digunakan untuk melihat seberapa besar risiko keuangan perusahaan (financial risk). Rasio ini memperlihatkan seberapa besar tingkat hutang yang dimiliki perusahaan yang didanai oleh ekuitas (Sartono,2001:121). Rasio ini dihitung dengan rumus (Horne, 2005: 208) :

(24)

DER = Total Hutang Ekuitas pemegang saham

3) Collaterizable Assets/ Penjaminan aktiva tetap (X3

Penjaminan aktiva tetap adalah besarnya aktiva yang dijaminkan oleh kreditur untuk menjamin pinjamannya. Semakin besar aktiva yang dijaminkan, maka akan banyak dana yang digunakan untuk menjamin kelangsungan pemakaian penjaminan aktiva tetap. Penjaminan aktiva tetap merupakan perbandingan antara rasio total aktiva tetap bersih dengan total aktiva. Penjaminan aktiva tetap dihitung dengan rumus (dalam Pradessya, 2006):

Penjaminan aktiva tetap

= Total aktiva tetap−Akumulasi penyusutan

Total Aktiva × 100%

)

4) Growth / tingkat pertumbuhan (X4

Main cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Sebaliknya, jika perusahaan telah well-esthablised, maka perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhan dengan dana dari pasar modal dan sumber dana ekstern lainnya dan semakin meningkkatlah pembagian dividen. Kemampuan perusahaan mendanai pertumbuhan dapat dilihat dari profitabilitas perusahaan yang meningkat setiap tahunnya. Semakin baik profitabilitas suatu perusahaan maka tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dikatakan semakin meningkat. Semakin besar peningkatan profitabilitas perusahaan, tingkat pertumbuhan perusahaan dikatakan semakin meningkat (dalam Pradessya,2006). Tingkat pertumbuhan perusahaan dihitung dengan rumus (Higgins,2007:122):

(25)

g = (r × ROE) × 100%

Keterangan :

g : Tingkat pertumbuhan perusahaan

r : Rasio penahanan laba (profitretention rate)

ROE : Tingkat pengembalian ekuitas

5) Return on Equity / ROE (X5

Return on Equity (ROE) adalah rasio yang mengukur tingkat kembalian

perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Sartono,2001:124).

ROE =Laba bersih setelah pajak

Modal sendiri × 100%

)

3. Populasi dan Populasi Sasaran

Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2006-2009 yang berjumlah 32 perusahaan. Secara sederhana sampel adalah bagian dari suatu populasi. Penelitian ini menggunakan populasi sasaran yaitu populasi spesifik yang relevan dengan tujuan masalah penelitian atau populasi yang akan diteliti dalam area/ wilayah/ kurun waktu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria (pertimbangan) penarikan populasi sasaran yang digunakan adalah :

(26)

b. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan tiap akhir tahun, selama periode 2006-2009.

c. Perusahaan yang membayar dividen tunai secara berturut-turut selama periode 2006-2009.

Adapun perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 11 perusahaan, dapat dilihat pada tabel di halaman selanjutnya :

Tabel 1.6

Nama – Nama Perusahaan Sampel

No. Perusahaan Sub Sektor Kode

1. PT Aqua Golden M Makanan dan minuman AQUA 2. PT Delta Djakarta Makanan dan minuman DLTA 3. PT Indofood Sukses Makmur Makanan dan minuman INDO 4. PT Mayora Indah Makanan dan minuman MYRA 5. PT Multi Bintang Makanan dan minuman MLBI

6. PT Unilever Kosmetik UNVR

7. PT Mandom Indonesia Kosmetik TCDI

8. PT Kimia Farma Farmasi KAEF

9. PT Merck Indonesias Farmasi MERK

10. PT Tempo Scan Pasific Farmasi TSCP

11. PT HM Sampoerna Rokok HSMP

Sumber :

4. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan situs

b. Waktu Penelitian

(27)

5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data laporan keuangan perusahaan, antara lain neraca, laporan laba / rugi, laporan arus kas, diperoleh dari hasil publikasi Bursa Efek Indonesia tentang data emiten, media internet, jurnal-jurnal penelitian, buku-buku referensi, majalah dan surat kabar lainnya.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan mengumpulkan data pendukung literature, jurnal, skripsi, dan buku-buku referensi untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan data sekunder yang relevan dari laporan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia. 7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis statistik sebagai berikut :

a. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan dan digolongkan kemudian di analisis dan diinterpretasikan secara obyektif.

b. Analisis Statistik

(28)

1) Uji Asumsi Klasik

Adapun syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel independen, variabel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang paling baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan melalui analisis Kolmogorov Smirnov.

b) Uji Heterokedastisitas

(29)

c) Uji Multikolinearitas

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model sebuah regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terdapat korelasi antar variabel independen maka dapat dikatakan terdapat masalah multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Uji multikolinearitas menggunakan kriteria Variance Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan:

Bila VIF > 5 terdapat masalah multikolinearitas yang serius, Bila VIF < 5 tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius. d) Uji Autokorelasi

Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi-regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu pada periode t-1

2) Metode Analisis Regresi Berganda

(periode sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi ini menggunakan Durbin Watson (DW) Test dan Runs test.

(30)

Product and Social Sciences). Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Yi = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 +b5 X5 Keterangan :

+ e

Y = Kebijakan dividen ( dividen payout ratio) a = Konstanta

X1 X

= Free Cash Flow (Arus kas bebas)

2

X

= Debt to Equity Ratio 3

X

= Collaterizable Assets (Penjaminan Aktiva tetap)

4

X

= Growth (Pertumbuhan)

5

b

= ROE (Perturn on Equity)

12345

e = Error

= Koefisien regresi variabel

3) Koefisien Determinasi

Pengujian koefisien determinasi (R2) akan menunjukkan besarnya persentase sumbangan free cash flow, debt to equity ratio, collaterizable asstes, growth, return on equity berpengaruh terhadap dividend payout ratio, dimana 0<

R2 <1. hal ini berarti bahwa nilai R2

4) Pengujian Hipotesis

yang semakin mendekati 1 merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

(31)

a) Uji Signifikansi Simultan (Uji -F)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : b1=b2=b3=b4=b5

Ha : b

= 0, artinya variabel free cash flow, debt to equity ratio, collaterizable asstes, growth dan ROE tidak berpengaruh

terhadap variabel kebijakan dividen.

1≠b2≠b3≠b4≠b5

Kriteria Pengambilan Keputusan:

0, artinya variabel free cash flow, debt to equity ratio. Collaterizable assets, growth dan ROE berpengaruh terhadap

variabel kebijakan dividen.

Ho diterima jika F hitung ≤ F tabel Ha diterima jika F

pada α = 5 %

hitung > F tabel b) Uji Signifikansi Parsial (Uji -t)

pada α = 5 %

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : βI = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variable free cash flow, debt to equity ratio. Collaterizable assets, growth dan ROE terhadap variabel kebijakan

(32)

Ha : βI

Pengujian menggunakan Uji-t dengan tingkat pengujian (level of test) pada α = 5 % dan derajat kebebasan (n-k).

≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel dari variabel free cash flow, debt to equity ratio. Collaterizable assets, growth dan ROE terhadap variabel kebijakan dividen.

Kriteria Pengambilan Keputusan: Ho diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel Ha diterima jika t

(33)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan dividen telah banyak dilakukan. Sutrisno (2001) menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio (DPR) pada 148 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Motode analisis ang digunakan ialah Model Analysis of Moment Structure (AMOS), dimana variabel bebasnya terdiri dari

posisi kas, potensi pertumbuhan, size perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, holding, dan variabel terikat ialah DPR. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil :

1. Posisi kas, dan rasio hutang dengan modal (kelompok perkiraan neraca) saja yang berpengaruh signifikan terhadap DPR.

2. Earnings yang merupakan proksi dari kelompok rugi-laba berpengaruh kurang signifikan terhadap DPR.

Sudarsih (2002) menganalisis tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan – perusahaan perbankan yang terdaftar di JSX. Metode penelitian yang digunakan ialah model regresi tersebut bebas dari gejala asumsi klasik. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil :

(34)

2. Penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang konsisten dan signifikan antara posisi kas, profitabilitas, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen.

Pradessya (2006), meneliti tentang pengaruh insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow, collaterizable assets, dan tingkat pertumbuhan

terhadap kebijkan dividen. Penelitian dilakukan pada 18 perusahaan yang terdaftar di BEI. Metode penelitian yang digunakan ialah metode analisi regresi berganda. Berdasarkan uji pengaruh secara keseluruhan pada saat periode penelitian menunjukkan bahwa variabel insider, despresion, fcf, collas, growth secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Dividen Payout Ratio, namun yang paling berpengaruh secara signifikan ialah insider ownership, sedangkan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif signifikan pada kebijakan dividen.

Rosdini (2009) meneliti tentang pengeruh free cash flow atau arus kas bebas. Unit analisis penelitian ini adalah perusahaan manufaktur tertentu pada tahun 2000-2002 yang sesuai dengan kriteria penelitian. Metode penelitian yang digunakan ialah model analisis regresi pada seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil yang didapatkan ialah pengaruh yang signifikan antara free cash flow dan dividend payout ratio.

(35)

Margin (NPM), dan Earning per Share (EPS) dapat mengestimasi variabel

dividen tunai dalam model analisis. Hasil uji secara parsial (uji-t) menunjukkan bahwa pada perusahaan terbuka, masing-masing variabel Return on Assets (ROA) dan Net Profit Margin (NPM) tidak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap dividen tunai. Sedangkan Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen tunai.

B. Free Cash Flow (Arus Kas Bebas)

Nilai aktiva (atau keseluruhan perusahaan) ditentukan oleh arus kas yang dihasilkan aktiva tersebut. Laba bersih perusahaan adalah hal yang penting, tetapi arus kas lebih penting lagi karena dividen harus dibayar secara tunai dan karena kas diperlukan dalam membeli aktiva untuk melanjutkan operasi perusahaan. Arus kas yang dihasilkan perusahaan dibagi ke dalam 3 kelompok utama (Brigham,2001) yaitu:

1. Arus Kas dari Kegiatan Operasi

(36)

2. Arus Kas dari Kegiatan Investasi

Arus kas dari penerimaan atau pembayaran investasi yang mencakup; penerimaan dari pengeluaran saham baru, peningkatan pinjaman, pembayaran kembali pokok pinjaman, pembayaran dividen saham biasa.

3. Arus Kas dari Kegiatan Pembiayaan

Arus kas dari kegiatan pembiyaan mencakup kas yang diperoleh selama tahun berjalan dengan menerbitkan utang jangka pendek, utang jangka panjang, atau saham. Selain itu, karena pembayaran dividen atau kas yang digunakan untuk membeli kembali saham atau obligasi menurunkan kas perusahaan, maka transaksi semacam itu dimasukkan di sini. Posisi kas yang benar-benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada free cash flow yang dimiliki oleh perusahaan. Ross et al. (2000) mendifinisikan free cash flow sebagai aliran kas yang dapat didistribusijan kepada pemeganga saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap. Arus kas bebas adalah aliran kas bersih yang tidak dapat diinvestasikan kembali karena tidak tersedia kesempatan investasi yang profitable (Sartono : 2001). Semakin kecil arus kas bebas menunjukkan semakin kecil laba perusahaan digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan.

C. Debt to Equity Ratio

(37)

satu dari leverage ratio yang juga dapat digunakan untuk melihat seberapa besar risiko perusahaan (financial risk). Semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan, maka semakin besar kewajiban perusahaan untuk melunasi hutang atau pun membayar bunga atas hutang yang dimiliki secara periodik. Hal ini dapat mengurangi jumlah dividen yang akan didapatkan oleh pemegang saham.

D. Collacterizable Asstes (Penjaminan Aktiva Tetap)

Perusahaan sebagai kreditur menggunakan aktiva tetap sebagai jaminan pinjamannya. Besarnya aktiva tetap yang digunakan kreditur sebagai jaminan disebut collaterizable assets. Penjaminan aktiva tetap adalah aktiva dalam bentuk properti, surat berharga, atau harta lain yang telah terikat sebagai jaminan untuk mendukung penerbitan obligasi, surat utang, atau pinjaman. Semakin besar collaterizable assets, semakin besar dana perusahaan yang diinvestasikan pada

aktiva tetap, sehingga semakin kecil dividen yang dibagikan (dalam Pradessya,2006)

E. Growth (Pertumbuhan)

(38)

Perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang pesat akan membutuhkan dana investasi yang lebih besar. Peluang-peluang pertumbuhan yang lebih besar akan mengurangi pembayaran dividen, karena earning yang dihasilkan digunakan untuk investasi guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, pertumbuhan perusahaan memiliki pengaruh kuat pada kebijakan penahanan laba, atau dengan semakin besar pertumbuhan perusahaan, semakin kecil jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.

F. Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) yaitu rasio antara laba bersih setelah pajak

terhadap total modal sendiri (ekuitas) yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Sartono,2001:124).

G. Kebijakan Dividen 1. Pengertian

(39)

sisi pemegang saham, dividen merupakan salah satu motivator untuk menanamkan dana di pasar modal. Pemegang saham lebih memilih dividen yang berupa kas dibandingkan dengan capital gain. Perilaku ini diakui oleh Gordon-Lintner sebagai “the bird in the hand theory” bahwa satu burung ditangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Selain itu pemegang saham juga dapat mengevaluasi kinerja perusahaan dengan menilai besarnya dividen yang dibagikan. Sedangkan dari sisi perusahaan, kebijakan dividen sangat penting, karena jika perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka akan mengurangi laba yang ditahan perusahaan, dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar.

2. Kebijakan Pembagian Dividen

Menurut (Sutrisno, 2003: 304) ada beberapa bentuk dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham antara lain:

1. Pembagian dividen secara tunai atau cash dividend. Pembagian dividen secara tunai terdiri dari beberapa bentuk yaitu:

a. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil

(40)

peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan, yaitu: (1) dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko lebih kecil, (2) dapat memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, (3) dapat menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.

b. Kebijakan Dividen Meningkat

Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

c. Kebijakan Dividen dengan Ratio yang Konstan

Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout raio.

(41)

Kebijakan dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

2. Pembagian Stock Dividen

Salah satu kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan adalah dengan dengan memberikan dividen tidak dalam bentuk uang, tetapi dividen diberikan dalam bentuk saham. Artinya pemegang saham akan diberi tambahan saham sebagai pengganti cash dividen. Pemberian stock dividen tidak akan mengubah besarnya jumlah modal sendiri, tetapi akan mengubah komposisi modal sendiri perusahaan yang bersangkutan. Karena pada dasarnya pemberian stock dividen ini akan mengurangi pos laba ditahan di neraca dan akan ditambahkan ke pos modal saham.

3. Kebijakan Stock Split

Apabila harga pasar saham suatu perusahaan terlalu tinggi, mengakibatkan banyak investor kurang berminat terhadap saham perusahaan. oleh karena itu perusahaan bisa mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham melalui stock split yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan stock split ini jumlah lembar saham menjadi lebih banyak, maka mengakibatkan harga saham turun. Oleh karena itu dengan stock split harga saham menjadi lebih murah, sehingga harga pasar masih dalam

(42)

4. Kebijakan Repurchase Stock

Repurcahse stock adalah pembelian kembali saham-saham perusahaan

yang dimiliki oleh pemegang saham atau investor.

H. Teori-Teori Kebijakan Dividen

Bringham (2006:69) menyatakan ada beberapa teori yang mendasari kebijakan dividen, antara lain:

1. Teori Ketidak Relevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory)

Teori ketidakrelevanan dividen adalah teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Penganjur utama teori ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba yang ditahan (atau pertumbuhan). Asumsi –asumsi yang digunakan :

1. Tidak terdapat pajak pendapatan perseorangan atau perusahaan.

2. Tidak terdapat biaya emisi atas jual beli saham.

(43)

4. Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang prospek (masa depan) perusahaan.

5. Distribusi pendapatan mempunyai pengaruh terhadap biaya ekuitas perusahaan.

2. Teori Bird In the Hand

Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan merupakan hal yang tidak penting, secara tidak langsung membuat para investor berasumsi bahwa pendapatan yang mereka harapkan melalui perolehan modal akan berbeda besarnya dengan pendapatan yang berasal dari dividen. Hal ini disebabkan karena dividen lebih bisa diramalkan daripada pendapatan modal, manajemen dapat mengontrol dividen, tapi tak dapat mendikte harga saham. Investor kurang yakin akan menerima pendapatan dari perolehan modal daripada dari dividen.

Mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (a bird in the bush) karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan terwujud sebagai dividen dimasa yang akan datang (it can fly away). Pandangan yang mengatakan dividen lebih pasti dari pada perolehan modal, disebut “bird in the hand theory” (teori burung ditangan).

3. Dividen Rendah Meningkatkan Nilai Saham

(44)

tingkat pajak atas pendapatan, atau menunda pembayaran pajak jika memungkinkan.

Saham yang memungkinkan penundaan pajak (dividen rendah perolehan modal tinggi) mungkin akan dijual pada harga premi yang relatif sama terhadap saham yang telah dikenakan pajak. Oleh karena itu, dividen yang rendah akan membantu investor menunda pajak pendapatan sehingga memaksimumkan return setelah pajak atas investasinya, sedangkan dividen yang tinggi akan meningkatkan pembayaran pajak pendapatan investor, sehingga return setelah pajak yang diperolehnya berkurang. Berdasarkan logika pemikiran tersebut, kebijakan dividen rendah akan meningkatkan harga saham perusahaan.

4. Teori Dividen Residu

Teori dividen residu adalah teori yang menyatakan bahwa dividen dibayar dari kapital yang sama setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Jika perusahaan memiliki biaya pengembangan, yang mungkin secara langsung mempengaruhi keputusan dividen, maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk kegiatan investasi.

Perusahaan umumnya menetapkan empat langkah berikut ketika mengambil keputusan atas rasio pembagian dividennya:

1. Menentukan anggaran barang modal yang optimal.

(45)

3. Sedapat mungkin menggunakan laba yang ditahan untuk memenuhi penyertaan modal (ekuitas) dan;

4. Membayar dividen hanya jika lebih banyak laba yang tersedia daripada yang dibutuhkan untuk mendukung anggaran modal optimal. Kata residual mengandung arti “sisa”, dan kebijakan dividen residual menyiratkan bahwa dividen sebaiknya dibayarkan jika ada laba yang “tersisa”.

Dasar dari kebijakan residual adalah investor lebih menginginkan perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada tingkat pengembalian laba yang dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain dengan resiko yang sebanding.

5. Teori dividen Isyarat (Dividend Signaling Theory)

Dividend signaling theory merupakan suatu teori yang mendasari dugaan

(46)

dianggap sebagai signal bahwa prospek perusahaan kurang menguntungkan, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif..

Manajer sebagai orang dalam yang mempunyai informasi yang lengkap tentang arus kas perusahaan akan memilih untuk menciptakan isyarat yang jelas mengenai masa depan perusahaan apabila mereka mempunyai dorongan yang tepat untuk melakukannya. Kenaikan dividen yang dibayarkan dapat menimbulkan isyarat yang jelas kepada pasar bahwa prospek perusahaan telah mengalami kemajuan.

Suatu isyarat (signal) dapat bermanfaat bagi investor dan pengambil keputusan apabila memenuhi empat hal, yaitu:

1. Manajemen harus selalu mempunyai dorongan yang tepat untuk mengirimkan isyarat yang jujur, walaupun beritanya buruk.

2. Isyarat dari suatu perusahaan yang sukses tidak mudah diterima oleh pesaingnya yang kurang sukses.

3. Isyarat harus mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan kejadian yang dapat diamati. (misalnya dividen yang lebih tinggi saat ini akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang). 4. Tidak menekan biaya pada pengiriman isyarat yang efektif.

(47)
(48)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

(49)

1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. 2. Tahun 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama

Perang Dunia I.

3. Tahun 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.

4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup. 5. Tahun 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali

selama Perang Dunia II

6. Tahun 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)

7. Tahun 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

8. Tahun 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum. 10 Agustus 1977 , Bursa Efek diresmikan kembali oleh

(50)

BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

9. Tahun 1977 – 1987: Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

10. Tahun 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan

untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

11. Tahun 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

12. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

(51)

perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

14. Tanggal 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh

Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

15. Tanggal 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

16. Tanggal 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem comput er JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

17. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

(52)

19. Tahun 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

20. Tahun 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading). 21. Tahun 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES)

ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). 22. 02 Maret 2009 : Peluncuran Perdsna Aistem Perdagangan

Baru PT Bursa Efek Indonesia : JATS-NextG.

B. Gambaran Umum Perusahaan 1. PT. Aqua Golden Missisipi Tbk

(53)

2. PT. Delta Djakarta Tbk

PT Delta Djakarta Tbk didirikan pada tahun 1932 dengan nama Archipel Brouwerji. Setelah mengalami beberapa kali perubahan, PT Delta Djakarta didirikan dan disahkan pada tanggal 15 Juni 1970. Perusahaan ini bergerak di bidang produksi dan penjualan bir pilsener dan bir hitam dangan berbagai merek. Hasil produksi juga dipasarkan ke luar negeri. Penawaran saham perdana (Initial Public Offering) pada tanggak 27 Februari 1984 memiliki 347.400 lembar saham dengan nilai nomimal Rp 1000 (rupiah penuh).

3. PT Indofood Sukses Makmur Tbk

PT Indofood sukses makmur didirikan di Indonesia tanggal 14 Agustus 1990. Bergerak di bidang produksi mie, penggilingan gamdun, kemasan, jasa manajemen, serta penelitian dan pengembangan. Melalukan Penawaran saham perdana (Initial Public Offering) pada tanggal 14 Juli 1994 dengan harga perdana sebesar Rp 6200,- per lembar sahamnya.

4. PT Mayora Indah Tbk

(54)

5. PT Multi Bintang Indonesia Tbk

PT Multi Bintang Indonesia Tbk didirikan tanggal 3 Juni 1929. Perusahaan bergerak dibidang industri bir dan minuman lainnya. Perusahaan ini terdaftar (listing) sebagai perusahaan yang go public pada tanggal 15 Desember 1981 dengan harga perdana (Initial Pubic Offering) sebesar Rp 3520,- perlembar sahamnya.

6. PT Unilever Indonesia Tbk

PT Unilever Indonesia Tbk didirikan pada tanggal 5 desember 1933. Kegitaan usaha perseroan meliputi bidang produksi, pemasaran, dan distribusi barang – barang konsumsi yang meliputi sabun deterjen, margarin, makanan berinri susu, es krim, produk – produk kosmetik, minuman dengan bahan pokok the dan minuman dengan sari buah. Initial Public Offering pada tanggal 11 Januari 1982.

7. PT Mandom Indonesia Tbk

(55)

8. PT Kimia Farma Tbk

PT Kimia Farma Tbk didirikan 23 Agustus 1969. Perusahaan ini mulai beroperasi secara komersial sejak tahun 1971. Perusahaan ini bergerak dibidang distribusi obat dan bahan baku obat. Melakukan pernawaran saham perdana (Initial Pubic Offering) tanggal 4 Juli 2001 dengan 3.000.000.000 lembar saham. Hasil produksi perusahaan ini juga dipasarkan didalam dan luar negeri.

9. PT Merck Tbk

PT Merck Tbk didirikan pada tanggal 14 Maret 1978. Perusahaan ini bergerak dibidang industri farmasi dan perdagangan. PT Merck Tbk melakukan penawaran saham perdana pada tanggal 23 Juli 1981 dengan 1.680.000 lembar saham seharga Rp 2.600 per lembar saham.

10. PT Tempo Scan Pasific Tbk

(56)

11. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk

(57)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI DATA

A. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan dan digolongkan/dikelompokkan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan secara objektif. Deskripsi nilai variable independen yaitu free cash flow (fcf), debt to equity ratio (DER), collacterizabel assets (ca), growth (g),

return on equity (ROE), serta variabel dependen yaitu Dividend payout ratio

(DPR) adalah sebagai berikut:

1. Deskripsi Free Cash Low, Debt to Equity Ratio, Collacterizable Asstes, Growth, Return on Equity terhadap Dividend Payout Ratio Pada

Perusahaan Industri Barang Konsumsi Di BEI Periode 2006-2009. Tabel 4.1

Rata – rata FCF, DER, COLLAS, G, ROE,dan DPR Perusahaan Industri Barang Konsumsi di BEI (2006-2009).

(58)

Tabel 4.1 menunjukkan rata – rata nilai FCF, DER, COLLAS, G, ROE,dan DPR periode tahun 2006 – 2009 dari perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Free Cash Flow dihitung dengan mengurangkan arus kas operasi dan dividen lalu membagikan hasilnya dengan total aktiva. Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa rata – rata FCF tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) yaitu sebesar 0.285 sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Kimia Farma (KAEF) dengan nilai 0,043.

Debt to Equity dihitung dengan membandingkan total hutang dengan

ekuitas pemegang saham. Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa rata – rata DER tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) sebesar 3.640 sedangkan yang terendah dimiliki oleh perusahaan PT Mandom Tbk (TCDI) yaitu sebesar 0.103.

Collacterizabel Assets dihitung dengan membandingkan hasil pengurangan total aktiva tetap dan akumulasi penyusutan dengan total aktiva. Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa rata – rata COLLAS yang tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) sebesar 51.06% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Merck (MERK) dengan 15.138%.

Growth dihitung dengan mengalikan rasio penahanan laba dengan ROE.

Dari table 4.1 dapat dilihat bahwa rata – rata G yang tertinggi ialah PT H M Sampoerna Tbk dengan nilai 29.830 sedangkan yang terendah ialah PT Multi Bintang Tbk (MLBI) sebesar -10.343.

Return on equity dihitung dengan membagikan laba bersih dengan total

(59)

oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) yaitu 116.988% sedangkan yang terendah ialah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yaitu 5.730%.

Dividend payout ratio dihitung sengan membandingkan dividen per

lembar saham dengan laba bersih per lembar saham. Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa DPR tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) yaitu 112.668% sedangkan yang terendah ialah PT Aqua Golden M Tbk (AQUA) dengan 20.203%.

2. Deskripsi Free Cash Flow (Arus Kas Bebas) Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi di BEI Pada Tahun 2006-2009.

Tabel 4.2

Free Cash Flow Pada Industri Barang Konsumsi Periode Tahun 2006-2009

(60)

total aktiva. Pada tahun 2006 Free Cash Flow tertinggi dimiliki oleh PT Unilever Tbk (UNVR) dengan nilai 0.14 dan yang terendah ialah PT Mayora Tbk (MYOR) dengan 0.003.

Pada tahun 2007 Free Cash Flow tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai 0.23 sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT H M Sampoerna dengan nilai 0.03. Pada tahun 2008 Free Cash Flow tertinggi dimiliki oleh PT Unilever tbk (UNVR) dengan nilai 0.37 sedangkan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mengalami deficit pada tahun ini senilai -0.03. Pada tahun 2009, PT Multi Bintang Tbk memiliki Free Cash Flow yang tertinggi sebesar 0.45, sedangkan yang terendah ialah PT Merck Tbk (MERK) 0.03.

3. Deskripsi Debt to Equity Ratio Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Di BEI Periode Tahun 2006 – 2009.

Tabel 4.3

Debt to Equity Ratio Pada Perusahaan Industry Barang Konsumsi Di BEI Periode Tahun 2006 – 2009.

(61)
(62)

4. Deskripsi Collacterizable Asstes Pada Perusahaan Industry BaranGKonsumsi Di BEI Pada Tahun 2006 – 2009.

Table 4.4

Collacterizable Asstes Pada Perusahaan Industry Barang Konsumsi Di BEI Pada Tahun 2006 – 2009 (dalam %).

2006 2007 2008 2009

Table 4.4 menunjukkan nilai variable Collacterizable aseets (penjaminan aktiva tetap) pada perusahaan industry barang konsumsi di BEI pada tahun 2006 -2009. Collacterizable aseets diukur dengan membagikan total akitiva tetap setelah dikurangi akumulasi penyusutan terhadap total aktiva. Variable ini menunjukkan seberapa besar aktiva tetap digunakan sebagai bahan agunan (jaminan) atas utang.

Pada tahun 2006 nilai Collacterizable Asstes tertinggi tetap dimiliki oleh PT Multi BIntang Tbk dengan nilai 59,58 sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT MERCK Tbk (MERK) dengan nilai 16.37. Pada tahun 2007 dan 2008 Collacterizable Asstes tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI)

(63)

Tbk (MERK) dengan nilai 14.15 dan 14.61. Pada tahun 2009 Collacterizable Asstes tertinggi dimiliki oleh PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan nilai 46.28

sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Merck (MERK) dengan nilai 15.42. 5. Deskripsi Growth (pertumbuhan) pada perusahaan Industri barang

konsumsi di BEI tahun 2006 – 2009. Table 4.5

Growth (pertumbuhan) pada perusahaan Industri barang konsumsi di BEI tahun 2006 – 2009 (dalam %)

(64)

dengan nilai 36.90% dan terendah dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai -25.92%.

6. Deskripsi Return on equity Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi di BEI Pada Tahun 2006 – 2009.

Table 4.6

Return on equity Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi di BEI Pada Tahun 2006 – 2009 (dalam %)

Tabel 4.6 menunjukkan nilai Return on equity pada perusahaan industry barang konsumsi di BEI dari tahun 2006 -2009. Return on equity dihitung dengan membagikan laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini mengukur tingkat efektifitas perusaaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitasnya.

(65)

dan yang terendah tetap dimilki oleh PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dengan nilai 5.75%.

Pada tahun 2008 nilai tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai 64.59% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Kima Farma (KAEF) dengan nilai 5.84%. Pada tahun 2009 nilai Return on equity yang tertinggi dari setiap perusahaan disetiap tahunnya dimiliki oleh PT Muli Bintang tbk dengn nilai 323.60% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Kimia Farma Tbk dengan nilai 6.28%.

7. Deskripsi Dividend payout ratio Pada Perusahaan Industry Barang Konsumsi di BEI Periode Tahun 2006 -2009.

Tabel 4.7

Dividend payout ratio Pada Perusahaan Industry Barang Konsumsi di BEI Periode Tahun 2006 -2009 (dalam %)

2006 2007 2008 2009

(66)

diukur dengan membagi nilai dividend per lembar saham dengan pendapatan bersih perlembar saham. Pada tahun 2006 DPR tertinggi dimiliki oelh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai 125% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dengan nilai 6.4%.

Pada tahun 2007 nilai DPR tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai 124.84% sedangkan yang terendah dimiliki oleh Pt Mayora Indah Tbk (MYOR) dengan nilai 21.62%. pada tahun 2008 nilai DPR tertinggi dimiliki oleh PT Tempo Scan Pasific Tbk dengan nilai 105.63% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Aqua Golden Missisipi Tbk (AQUA) dengan nilai 19.18%. pada tahun 2009 nilai DPR yang tertinggi dimiliki oleh PT Multi Bintang Tbk (MLBI) dengan nilai 108% sedangkan yang terendah dimiliki oleh PT Kimia Farma Tbk dengan nilai 20%.

B. Analisis Statistik 1. Uji Asumsi Klasik

(67)

a. Uji Normalitas

(68)

Sumber : Hasil Pengilahan SPSS,2010

Dari gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pola berdistribusi normal dikarenakan diagram batang cenderung ditengah dan berbentuk seperti lonceng. Selanjutnya dilakukan uji normalitas dengn P-Plot dan hasilnya dapat dilihat dibawah ini:

Gambar 4.2 Normal P-Plot

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS,2010

(69)

menunjukkan pola distribusi normal. Untuk memastikan apakah data disepanjang garis diagonal berdistribusi normal maka dilakuka uji

Kolmogorov-smirnov (1 Samplw KS), dan hasil uji Kolmogorov0smirnov dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 44

Normal Parametersa,,b Mean .0000000 Std. Deviation .24109789 Most Extreme

Differences

Absolute .124

Positive .124

Negative -.080

Kolmogorov-Smirnov Z .825

Asymp. Sig. (2-tailed) .504

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber : Hail Pengolahan SPSS,2010

Pada tabel 4.8 diatas terlihat bahwa nilai Asymp,Sig. (2-tailed) adalah 0.504 dan diatas nilai ssignifikan (0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Heteroskedastisitas

(70)

– variabel independen lebih besar dari taris nyata 5%. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9

a. Dependent Variable: absut

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS,2010

Dari hasil SPSS seperti yang terlihat dalam tabel 4.9 menyatakan dari probabilitas signifikansinya diatas ti gkat kepercayaan 5% (0.05). jadi dapat disimpukan model regresi tidak mengarah pada adanaya heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

(71)

Kriteria yang menunjuk tidak terjadi autokorelasi adalah sebagai berikut: N = Jumlah sampel = 44

K = Jumlah variabel bebas = 5

Pada tingkat signifikansi 5% diperoleh du = 1.2769. Tabel 4.10 Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .731a .534 .473 .25647 1.979

a. Predictors: (Constant), ROE, COLLAS, G, FCF, DER b. Dependent Variable: DPR

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS,2010

(72)

Tabel 4.11 Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -.04735

Cases < Test Value 22 Cases >= Test Value 22

Total Cases 44

Number of Runs 28

Z 1.373

Asymp. Sig. (2-tailed) .170

a. Median

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS,2010.

Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai Asymp,Sig. (2-Tailed) adalah sebesar 0.170 > nilai signifikansi 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antara nilai residual.

d. Uji Multikolinearitas

(73)

2. Analisis Regresi Berganda.

Regresi linear nerganda dilakukan dengan mngetahui pengaruh variabel bebas yakni Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio, Collacterizable Asstes, Growth, Return on Assets terhadap Dividend payout ratio. Tabel 4.13 berikut akan

menunjukkan hasil uji regresi dengan menggunakan program software SPSS (Statistic Package for the Social Sciens) 17.00 for windows.

Tabel 4.12

a. Dependent Variable: DPR

Gambar

Tabel 1.1 Free Cash Flow, Debt to Equity Ratio
Tabel 1.4 Laba Bersih Industri Barang Konsumsi
Tabel 1.5 Persentase pembagian dividen sub sektor industri barang konsumsi
Gambar 1.1  Sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

A manufacturer determines that when x hundred units of a particular commodity are produced, they can all be sold for a unit price given by the demand function p=60-x dollars..

Simpulan penelitian ini adalah: (1) struktur yang terdapat dalam novel MKkarya Retni SB: tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa, (2)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik

Hasil yang di dapat dari penelitian ini yaitu:(1) nilai karakter sudah tercantum dalam RPP yang dibuat; (2) Nilai Karakter Sudah diterapkan dalam

The acceleration a(t) of an object moving along a straight line is the derivative of the velocity v(t).. If C, q, t, denote the cost, units produced and time respectively,

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) penggunaan diksi dalam kumpulan puisi Asal Muasal Pelukan karya Candra Malik; (2) pemilihan gaya bahasa dalam

Informasi akuntansi mempunyai pengaruh sangat penting dalam pencapaian keberhasilan usaha, termasuk bagi usaha kecil, kebanyakan pengusaha kecil di Indonesia tidak

2015 dengan hasil Rancangan Akhir Standar Nasional Indonesia (RASNI).. Salah satu aspek penting dalam proses produksi usaha sapi potong adalah ketersediaan bibit yang sesuai