• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE

SIANTAR (BOM’S) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Oleh

BOY ISKANDAR WARONGAN

127024022/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE

SIANTAR (BOM’S) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister

Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

BOY ISKANDAR WARONGAN

127024022/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE SIANTAR (BOM’S) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Nama Mahasiswa : Boy Iskandar Warongan Nomor Pokok : 127024022

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani, Harahap M.Si) (

Ketua Anggota Drs. Kariono, M.Si)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Drs. Kariono, M.Si

: 2. Drs. Yance, M.Si

(5)

PERNYATAAN

BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE SIANTAR (BOM’S) DI KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 05 September 2014

Penulis

(6)

BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE’ SIANTAR (BOM’S) DI KOTA

PEMATANGSIANTAR ABSTRAK

Becak BSA (Birmingham Small Arm) yang telah melekat dengan kota Pematangsiantar menghadapi segenap tantangan yang dapat mengancam keberadaannya. Padahal jika mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, Becak BSA seharusnya sudah dapat dijadikan salah satu situs purbakala/cagar budaya dan resmi dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) agar dilarang keluar dari kota Pematangsiantar. Dalam situasi atmosfir konfrontasi untuk mempertahankan Becak BSA, lahirlah organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar), yang menentang keras upaya penghapusan Becak BSA dari kota Pematangsiantar. Namun, banyak dari program-program BOM’S yang ditujukan untuk kelestarian becak BSA tidak berjalan. Hal itu disebabkan adanya kesenjangan pada budaya organisasi yang dipahami oleh masing-masing anggota BOM’S. Penelitian ini memfokuskan perhatian atas budaya organisasi yang terdapat pada BOM’S di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang melibatkan 3 orang informan kunci. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan penelaahan dokumen tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh elemen idealistik dan behavioral dalam budaya organisasi dimiliki oleh BOM’S dan menjadi pembeda dengan organisasi sepeda motor lainnya. Budaya organisasi BOM’S ini tidak dapat dipisahkan dari rasa persaudaraan dan rasa cinta budaya yang mendasari terbentuknya organisasi ini. Budaya organisasi yang dimiliki BOM’S juga memberikan manfaat bagi jalannya organisasi.

(7)

ORGANISATIONAL CULTURE OF BSA OWNER MOTORCYCLE’ SIANTAR (BOMS) IN PEMATANGSIANTAR

ABSTRACT

BSA (Birmingham Small Arm) rickshaw which has attached to Pematangsiantar is facing some challenges that threaten it’s existence. According to The 11th Law of 2010 about cultural heritage, BSA rickshaw should be a cultural heritage site and officially added to The Local Regulation in order to prohibited for sale to another city. Under this situation, BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) was founded in order to against the abolition of BSA rickshaw in Pematangsiantar. However, there are some many BOM’S’s programs are not implemented. It’s caused by there is a gap between BOMS’s organisational culture and members’s understanding of the organisational culture itself. This research aimed to study the organisational culture of BOMS’s in Pematangsiantar. This research based on qualitative method. There are three key informants in this research. Depth interview, observation and document analysis were used to collecting data. As the result, it shows that BOM’S fulfill all idealistic and behavioral elements of organisational culture, which are differentiate with other motorcycle organisations. BOM’S’s organisational culture can’t be separated from brotherhood and sense of loving the heritage which are underlie it’s establishment. BOM’S’s organisational culture has been provides advantages for this organisation.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “

Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota

Pematangsiantar ”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister

Studi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara, Kota Medan.

Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, penulis sadar banyak

mendapatkan bimbingan dan bantuan baik moril maupun materil, oleh karena itu

melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM),

Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi

Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Tamu ketika Penulis

melaksanakan sidang meja hijau

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, MA selaku Sekretaris Program Studi

Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(9)

Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan

kepada penulis dalam proses pengerjaan tesis ini.

5. Bapak Drs. Kariono M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

dengan kesabarannya sudah sangat banyak membantu memberikan

arahan dan bimbingan kepada Penulis untuk menyempurnakan

penulisan tesis ini.

6. Bapak Drs. Yance M.Si dan Bapak Nurman Achmad S.Sos.,

M.Soc.Sc., selaku Komisi Pembanding yang juga telah banyak sekali

membantu mengarahkan penulisan tesis ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi Magister Studi

Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara yang telah banyak membantu baik dalam bidang

akademik maupun administratif.

8. Seluruh pengurus organisasi BSA Owner Motorcycle’ Siantar

(BOM’S) yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan tesis

ini.

9. Istri tercinta R. Desta Mahestri S.Psi., M.Psi., Psikolog., CGA., yang

telah luar biasa banyak membantu dan memberi motivasi kepada

penulis selama pengerjaan tesis ini, juga putriku tersayang Bellova

Cherissa Warongan.

10.Papi Alm. Capt., John I Warongan MMT dan Mami Yenny E Bangun,

Oma, Opa, Bapak H.K Erizal Ginting SH dan Ibu dr. Susanti

(10)

11.Seluruh rekan-rekan seperjuangan di MSP Angkatan 25 tahun 2012

atas dukungan dan kerjasamanya, semoga kita semua sukses. Amin

YRA.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh

dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada

seluruh pembaca. Amin YRA.

Medan, 05 September 2014

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Boy Iskandar Warongan

2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 5 September 1989

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Agama : Islam

5. Status : Kawin

6. Suku : Manado

7. Nama Ayah Kandung : Alm. Capt. John Izhar Warongan MMT

8. Nama Ibu Kandung : Yenny Eldinarita Bangun

9. Alamat : Jln. Karya Wisata, Komplek Citra Wisata

Blok 10 No: 5

10.Pendidikan :

1. SD Swasta Persit Kartika Chandra Kirana I-I Medan

2. SMP Negeri 18 Medan

3. SMA Swasta Panca Budi Medan

4. S-1 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... .i

ABSTRACT ... .ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Manfaat Penelitian. ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Organisasi ... 10

2.1.1. Defenisisi Organisasi. ... 10

2.1.2. Budaya Organisasi. ... 19

2.2. BSA Owner Motorcycle Siantar (BOM’S) ... 36

2.2.1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BOM’S BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 56

3.2. Lokasi Penelitian ... 58

3.3. Informan ... 58

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5. Analisa Data ... 59

(13)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Kota Pematangsiantar ... 61

4.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar ... 61

4.1.2. Letak Geografis dan Kependudukan Kota Pematangsiatar ... 62

4.2. BOM’S (BSA Owner Motorclcle’ Siantar). ... 64

4.3. Pembahasan. ... 67

4.3.1. Identifikasi Diri Informan ... 67

4.3.2. Analisa Data. ... 69

BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran... 93

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk Kota Pematangsiantar...63

4.2. Budaya Organisasi pada Organisasi BOM’S (BSA Owner

(15)

BUDAYA ORGANISASI PADA BSA OWNER MOTORCYCLE’ SIANTAR (BOM’S) DI KOTA

PEMATANGSIANTAR ABSTRAK

Becak BSA (Birmingham Small Arm) yang telah melekat dengan kota Pematangsiantar menghadapi segenap tantangan yang dapat mengancam keberadaannya. Padahal jika mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, Becak BSA seharusnya sudah dapat dijadikan salah satu situs purbakala/cagar budaya dan resmi dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) agar dilarang keluar dari kota Pematangsiantar. Dalam situasi atmosfir konfrontasi untuk mempertahankan Becak BSA, lahirlah organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar), yang menentang keras upaya penghapusan Becak BSA dari kota Pematangsiantar. Namun, banyak dari program-program BOM’S yang ditujukan untuk kelestarian becak BSA tidak berjalan. Hal itu disebabkan adanya kesenjangan pada budaya organisasi yang dipahami oleh masing-masing anggota BOM’S. Penelitian ini memfokuskan perhatian atas budaya organisasi yang terdapat pada BOM’S di Kota Pematangsiantar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang melibatkan 3 orang informan kunci. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan penelaahan dokumen tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh elemen idealistik dan behavioral dalam budaya organisasi dimiliki oleh BOM’S dan menjadi pembeda dengan organisasi sepeda motor lainnya. Budaya organisasi BOM’S ini tidak dapat dipisahkan dari rasa persaudaraan dan rasa cinta budaya yang mendasari terbentuknya organisasi ini. Budaya organisasi yang dimiliki BOM’S juga memberikan manfaat bagi jalannya organisasi.

(16)

ORGANISATIONAL CULTURE OF BSA OWNER MOTORCYCLE’ SIANTAR (BOMS) IN PEMATANGSIANTAR

ABSTRACT

BSA (Birmingham Small Arm) rickshaw which has attached to Pematangsiantar is facing some challenges that threaten it’s existence. According to The 11th Law of 2010 about cultural heritage, BSA rickshaw should be a cultural heritage site and officially added to The Local Regulation in order to prohibited for sale to another city. Under this situation, BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) was founded in order to against the abolition of BSA rickshaw in Pematangsiantar. However, there are some many BOM’S’s programs are not implemented. It’s caused by there is a gap between BOMS’s organisational culture and members’s understanding of the organisational culture itself. This research aimed to study the organisational culture of BOMS’s in Pematangsiantar. This research based on qualitative method. There are three key informants in this research. Depth interview, observation and document analysis were used to collecting data. As the result, it shows that BOM’S fulfill all idealistic and behavioral elements of organisational culture, which are differentiate with other motorcycle organisations. BOM’S’s organisational culture can’t be separated from brotherhood and sense of loving the heritage which are underlie it’s establishment. BOM’S’s organisational culture has been provides advantages for this organisation.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Semua manusia menginginkan kehidupan aman, tenteram dan lepas dari

gangguan yang memusnahkan harkat manusia. Kala itu orang-orang yang

mendambakan ketentraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka

berkumpul disana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang oleh Socrates

dinamakan polis (satu kota saja). Organisasi yang mengatur hubungan-hubungan

antara orang-orang yang di dalam polis itu tidak hanya mempersoalkan

organisasinya saja, tapi juga kepribadian orang-orang disekitarnya. Socrates

menganggap polis identik dengan masyarakat dan masyarakat identik dengan

negara. Sistem pemerintahan negara bersifat demokratis yang langsung. Rakyat

ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintahan negara (Busroh,

2010).

Indonesia menurut situs resmi pemerintah Republik Indonesia merupakan

negara di Asia Tenggara, terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua

Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, karena

letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga

sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia

adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut Montesquieu dalam Busroh

2010, negara memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi legislatif (membuat

undang-undang), fungsi eksekutif (melaksanakan undang-undang-undang), dan yang terakhir

(18)

ketiga fungsi tersebut masih belum bisa bejalan secara baik, masih banyak kasus

penyalahgunaan wewenang pada masing-masing fungsi, baik legislatif, eksekutif

maupun yudikatif. Berbagai macam permasalahan yang terjadi, mulai dari tidak

efektifnya undang-undang terhadap suatu permasalahan maupun KKN (Korupsi

Kolusi Nepotisme) pada jajaran pemerintahan (Surat kabar digital Berita Satu,

edisi 19 Februari 2014)

Berbicara mengenai tidak efektifnya undang-undang yang dirancang oleh

para legislator, dapat kita ambil contoh kasus rencana pemerintah kota

Pematangsiantar terhadap peremajaan unit becak siantar, yang berakibat langsung

pada penghapusan motor penarik becak siantar yang bermesin BSA ( Birmingham

Small Arm) yaitu motor produksi Inggris pada masa 1938 – 1956, pada masa itu

digunakan sebagai kendaraan perang pasukan sekutu dengan motor produksi

Jepang yang modern. Padahal jika kita melihat Undang-Undang nomor 11 tahun

2010 tentang cagar budaya, Becak Siantar seharusnya sudah dapat dijadikan salah

satu situs purbakala/cagar budaya dan resmi dimasukkan dalam Peraturan Daerah

(Perda) agar dilarang keluar dari kota Pematangsiantar, disebut setiap benda

peninggalan sejarah diatas usia 50 tahun dapat dinyatakan cagar budaya dan wajib

dilindungi pemerintah. Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun

2010, benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,

baik bergerak maupun tuidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau

bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan

kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia (Undang Undang Nomor 11

(19)

Sikap pemerintah kota Pematangsiantar tersebut dapat menimbulkan

kemiskinan dikalangan penarik becak siantar dikota Pematangsiantar, hal itu

dikarenakan penggantian tipe motor pada becak siantar ke tipe motor bermesin

Jepang sudah pasti tidak efektif jika kita lihat dari kapasitas mesin Jepang yang

hanya seratus sampai seratus lima puluh cc dan mesin BSA yang berkapasitas tiga

ratus lima puluh sampai lima ratus cc. Hal ini nantinya akan mengakibatkan biaya

perawatan yang lebih besar. Pearce dalam Siagian 2012, mengatakan kemiskinan

merupakan produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan

sumber daya manusia serta kelembagaan. Analisis kemiskinan seperti ini

didasarkan pada hipotesis bahwa berbagai unsur yang menjadi elemen suatu

ekosistem senantiasa terlibat dalam suatu interaksi. Dalam hal ini kemiskinan itu

merupakan suatu produk dari proses interaksi yang tidak seimbang atau interaksi

yang bersifat timpang diantara berbagai elemen yang ada didalam suatu

ekosistem, sehingga pada gilirannya berdampak negatif terhadap kehidupan

manusia. Teori ini sejalan dengan rencana pemerintah Kota Pematangsiantar saat

ingin menghapuskan becak siantar bermesin BSA, yang berdampak pada semakin

besarnya biaya perawatan becak dan hilangnya nilai sejarah serta budaya dari

becak tersebut sehingga pengguna jasa dari becak Siantar berkurang..

Keberadaan becak siantar telah melegenda di Sumatera Utara, Indonesia,

bahkan dunia. Hal tersebut dikarenakan Pematangsiantar merupakan satu-satunya

kota di dunia yang menggunakan sepeda motor gede merk BSA secara massal

sebagai alat transportasi umum. Hal tersebut berbanding terbalik dengan negara

tetangga kita Singapura, seperti yang diungkapkan Ramle Ismael (46 tahun) yang

(20)

motor eropa di Singapura yang juga mengkampanyekan pelestarian becak siantar

di Singapura) sebagai berikut :

“Satu unit motor BSA harganya lima ratus sampai enam ratus jutaan rupiah sekarang di Singapura, heran juga saya di Siantar bisa dijadikan becak, barang antik...” .

(Wawancara personal, 22 Februari 2014)

Perjalanan waktu sejak zaman penjajahan telah membuktikan kehandalan

dan ketangguhan mesin sepeda motor BSA yang bermesin besar melewati rute

naik turun, ciri tipologi kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit, tentu tidak

dapat ditandingi oleh sepeda motor bermesin kecil buatan Jepang berplat hitam

yang kini keberadaan mulai banyak di kota Siantar. Becak Siantar unik karena

digerakkan oleh mesin sepeda motor merek BSA (Birmingham Small Arm)

buatan kota Birmingham, Inggris, yang kini tidak ada lagi pabriknya dan sudah

tidak di produksi. Umumnya sepeda motor BSA yang digunakan tipe M 20 buatan

tahun 1938 – 1948 berkapasitas mesin 500 cc, dan tipe ZB 31 buatan tahun 1950 –

1956 berkapasitas mesin 350 cc.

Becak Siantar, selain menjadi kendaraan angkutan umum, dapat

diandalkan menjadi sumber tambahan pemasukan devisa negara dan pemerintah

daerah sebagai obyek wisata sejarah, karena keunikannya sekaligus menambah

pendapatan ekstra bagi masyarakat yang berprofesi sebagai penarik Becak BSA,

dengan konsep memasukkannya dalam Peraturan Daerah sebagai kendaraan

angkutan pariwisata resmi satu-satunya. Sehingga bagi para wisatawan domestik

maupun mancanegara yang singgah di kota Pematangsiantar, diwajibkan

menggunakan becak BSA untuk trip wisata kota yang teknisnya dapat diatur

(21)

BSA dan becaknya sudah menjadi public domain/ milik masyarakat kota

Pematangsiantar, hal ini dikarenakan keberadaan becak siantar yang sudah

berpuluh-puluh tahun beroperasi di kota Pematangsiantar sehingga menjadi ciri

khas dari kota Pematangsiantar, bahkan masyarakat kota Pematangsiantar

menyebut BSA sebagai Becak Siantar Asli bukan Birmingham Small Arm yang

merupakan kepanjangan dari BSA itu sendiri.

Pada pertengahan bulan Mei 2006, oknum DPRD Pematangsiantar

berencana untuk meremajakan Becak BSA dengan becak motor bermesin Jepang.

Hal ini ditentang oleh masyarakat kota Pematangsiantar baik abang becak BSA,

tokoh agama, pemuda dan elemen masyarakat lainnya, namun hal itu tidak

dihiraukan semua dianggap angin lalu. Dalam situasi atmosfir konfrontasi

ditengah pesimistis masyarakat Siantar untuk mempertahankan becak BSA,

lahirlah organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) sebagai jawaban.

Terdiri dari para bikers dan penarik becak BSA, bersatu padu menentang keras

kebijakan penghapusan tersebut dan menuntut agar segera menghentikan

keinginan kaum penguasa menghilangkan bukti bisu sejarah kota Siantar (Becak

BSA), akhirnya keputusan penghapusan itu gagal total dan dapat dihentikan oleh

organisasi BOM’S, melalui perjuangan panjang yang tak kenal lelah dengan tekad

“ Maju bersama sampai tetes darah terakhir!”.

Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya wahana perjuangan

dan pergerakan yang kuat, mampu menyalurkan aspirasi dan menyatukan saluruh

potensi pengguna, pemilik, penggemar dan pecinta motor tua bermerk BSA dikota

Pematangsiantar dengan suatu cita-cita dapat melestarikan becak BSA dan

(22)

komunitas, dan perkumpulan pengguna, pemilik, penggemar, dan pecinta motor

BSA mendirikan sebuah wadah organisasi sosial yang berangkat dari kesamaan

cita-cita dengan nama BSA Owner Motorcycle’ Siantar (BOM’S). Menurut Oliver

Sheldon (1923) : Organisasi adalah proses penggabungan pekerjaaan yang para

individu atau kelompok-kelompok harus melakukan dengan bakat-bakat yang

diperlukan untuk melakukan tugas-tugas, sedemikian rupa, memberikan saluran

terbaik untuk pemakaian yang efesien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari

usaha yang tersedia.

BOM’S didirikan pada 25 Juni 2006, di Kota Pematangsiantar, Provinsi

Sumatera Utara, untuk waktu yang tidak terbatas. Sifat dan bentuk BOM’S yang

tertuang dalam AD/ART pasal 3 (sifat dan bentuk), merupakan Organisasi

otomotif motor tua roda dua dan roda tiga (becak) khususnya merk BSA yang

bersifat terbuka untuk semua warga negara Republik Indonesia, tanpa

membedakan suku bangsa, ras, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan

terhadap terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam menyikapi hal ini idealnya Pemerintah Kota Pematangsiantar dan

BOM’S sebagai dua organisasi yang paling bertanggung jawab terhadap

kelangsungan hidup dari becak BSA dan penariknya harusnya mampu

menciptakan program-program yang dapat memaksimalkan potensi dari becak

BSA di kota Pematangsiantar. BOM’S sebagai organisasi yang mewadahi becak

BSA di kota Pematangsiantar sebenarnya memiliki program yang baik untuk

kelestarian becak siantar, namun banyak dari program-program tersebut tidak

dapat berjalan sesuai harapan. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa anggota

(23)

anggota yang lain untuk berpartisipasi aktif dalam menyukseskan program yang

telah direncanakan.

“banyak anggota mau haknya aja bang, kalau udah udah kewajiban susah kali, padahal banyaknya manfaat BOM’S ini buat parbecak siantar ...” . (Wawancara personal, 21 Februari 2014)

“program BOM’S ini udah banyak bang, buat bikers buat abang becak, tapi banyak anggota cuma ngomong aja gak ada kerjanya...” .

(Wawancara personal, 21 Februari 2014)

Kondisi diatas menunjukkan kesenjangan antara nilai yang dipahami

tiap-tiap anggota didalam BOM’S. Andrew Pettigrew, Vijai Sathe (1983) menekankan

pentingnya shared meanings untuk memahami budaya organisasi dimana hal ini

memiliki pengaruh besar terhadap kinerja organisasi. Pentingnya budaya

organisasi untuk pencapaian kinerja organisasi yang optimal juga tercermin dari

sejumlah penelitian yang menemukan bahwa budaya organisasi dapat membantu

meningkatkan performa organisasi (Ojo, 2010 ; Imam, Abbasi, Muneer & Qadri,

2013). Dalam hal ini Sathe mengartikan budaya organisasi sebagai satu set asumsi

yang dianggap sangat penting (meski kadang tidak tertulis) yang di shared oleh

para anggota organisasi. Asumsi dalam hal ini berarti suatu anggapan

mendasar/sentral yang berdampak luas bagi kehidupan organisasi dibandingkan

suatu anggapan yang lain. Padahal BOM’S merupakan satu-satunya organisasi

yang mewadahi becak BSA, jika tujuan dan program BOM’S tidak dapat berjalan

sesuai rencana maka dampaknya akan berpengaruh besar terhadap kelestarian

becak BSA di kota Pematangsiantar. Berdasarkan hal inilah peneliti merasa perlu

untuk melakukan penelitian terhadap organisasi BOM’S yang merupakan

satu-satunya organisasi yang mewadahi dan melestarikan benda cagar budaya

(24)

Organisasi Pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar (BOM’S) di kota

Pematangsiantar “.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah

penelitian ini adalah , bagaimana budaya organisasi ( pola prilaku interaksi

anggota, norma-norma kelompok, prinsip atau nilai-nilai, kebijakan umum atau

keahlian khusus, dan kepemimpinan) pada BSA Owner Motorcycle Siantar

(BOM’S) di kota Pematangsiantar?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana budaya

organisasi ( pola prilaku interaksi anggota, norma-norma kelompok, prinsip

atau nilai-nilai, kebijakan umum atau keahlian khusus, dan kepemimpinan)

pada BSA Owner Motorcycle Siantar (BOM’S).

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara

lain:

1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu

sosial terutama pada bidang Studi Pembangunan, mengenai budaya

(25)

prinsip atau nilai-nilai, kebijakan umum atau keahlian khusus, dan

kepemimpinan) BOM’S di kota Pematangsiantar.

2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk

meneliti lebih jauh mengenai budaya organisasi dan organisasi

BOM’S.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara

lain:

1. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi para anggota

maupun simpatisan organisasi BSA Owner Motorcycle Siantar

(BOM’S).

2. Memberikan masukan dan sumber informasi bagi pembaca, pengamat

sosial, dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini

mengenai budaya organisasi pada BSA Owner Motorcycle Siantar

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Defenisi Organisasi

Organisasi berasal dari bahasa yunani organon, yang berarti “alat”. Kata

ini masuk ke bahasa latin, menjadi organizatio, dan kemudian ke bahasa prancis

(abad ke-14) menjadi organisation. Pengertian awalnya tidak merujuk pada benda

atau proses, melainkan tubun manusia atau mahluk biologis lainnya. tidak sama

dengan alat mekanis, organon terdiri dari bagian-bagian yang tersusun dan

terkoordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu secara dinamis. Tangan

manusia atau kaki seekor belalang memiliki kesamaan dalam hal fungsi gerak

yang dinamis ini, jadi orgonon merujuk pada keteraturan atau susunan tertentu

yang memungkinkan suatu fungsi dijalankan oleh tubuh atau mahluk hidup.

Pengertian ini masih tersisa sampai sekarang. Kata ‘organ tubuh’, ‘organik’, serta

‘organisme’ biasanya selalu mengacu pada mahluk hidup. Belakangan, kata ini

dipergunakan untuk menggambarkan penyusunan dan pengelolaan berbagai

aktivitas manusia (baik dengan institusi/lembaga maupun tidak), yang bertujuan

menjalankan suatu fungsi atau maksud tertentu. Inilah ‘organisasi’ dalam

pengertian modern.

Karateristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu: Purposes,

People, dan Plan (Gerloff, 1985). Sesuatu tidak bisa di sebut sebagai organisasi

(27)

Dalam aspek ‘rencana’ terkandung semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur,

desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang untuk menggerakkan

unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan (purposes) yang telah

ditetapkan. Menurut Kusdi dalam buku ini, organisasi ialah suatu entitas sosial

yang secara sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif dapat

diidentifikasi, dan berfungsi secara relatif kontinu (berkesinambungan) untuk

mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.

Beberapa Pengertian Organisasi

Berikut merupakan beberapa pendapat dari berbagai ahli mengenai

organisasi.

a) Oliver Sheldon (1923) : Organisasi adalah proses penggabungan

pekerjaaan yang para individu atau kelompok-kelompok harus melakukan

dengan bakat-bakat yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas,

sedemikian rupa, memberikan saluran terbaik untuk pemakaian yang

efesien, sistematis, positif, dan terkoordinasi dari usaha yang tersedia.

b) Chester I. Bernard (1938) : Organisasi adalah suatu sistem tentang

aktivitas-aktivitas kerja sama dari dua orang atau lebih sesuatu yang tak

berwujud dan tak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal

hubungan-hubungan.

c) Harleigh Trecker (1950) : Organisasi adalah perbuatan atau proses

menghimpun atau mengatur kelompok-kelompok yang saling

(28)

d) Ralp Currier Davis (1951) : Organisasi adalah suatu kelompok

orang-orang yang sedang bekerja ke arah tujuan bersama di bawah

kepemimpinan.

e) Dwight Waldo (1956) : Organisasi adalah struktur hubungan-hubungan

diantara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam

suatu sistem administrasi.

f) William G. Scott (1962) : Suatu organisasi formal adalah suatu sistem

mengenai aktivitas-aktivitas yang dikoornasikan dari sekelompok orang

yang bekerja sama ke arah suatu tujuan bersama dibawah wewenang dan

kepemimpinan.

g) Michael J. Juchius (1962) : Istilah organisasi disini dipakai untuk

menunjukkan pada suatu kelompok orang yang bekerja dalam hubungan

yang saling bergantung ke arah tujuan atau tujuan-tujuan bersama.

h) Van Miller, George R. Madden, James B. Kincheloe (1972) : Istilah

organisasi menuju pada sekelompok orang yang telah mengikat mereka

sendiri bersama-sama menuntut tujuan-tujuan tertentu, telah menugaskan

tugas-tugas kepada macam-macam anggota, telah mengembangkan

kepribadian khusus untuk menjalankan tugas-tugas, dan telah memberikan

wewenang tertentu kepada para anggotanya untuk melaksanakan

tugas-tugas.

i) Cyril Soffer (1973) : Organisasi adalah perserikatan orang, yang

masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian

(29)

diantara para pemegang peranan, dan kemudian digabung dalam beberapa

bentuk hasil.

j) J. H. Vesting, I. V. Fine and Gary J. Zent (1976) : Organisasi diperlukan

apabila orang-orang bergabung berusaha mencapai beberapa tujuan

bersama.

Organisasi tak berwujud, agar organisasi menjadi konkrit maka harus

mempunyai nama tertentu, misalnya Pemerintah Daerah Sumatera Utara,

Universitas Sumatera Utara, BSA Owner Motorcycle Siantar. Tetapi walaupun

sudah diberi nama jenis tertentu kadang-kadang yang tertunjuk itu hanya nama

gedung tempat kerja organisasi yang bersangkutan, maka agar yang ditunjuk tidak

hanya sekedar gedung tempat kerja, organisasi harus membentuk struktur

organisasi sehingga jelas organisasi yang dimaksud, dan struktur organisasi ini

akan nampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi. Struktur

organisasi ialah kerangka antar hubungan satuan-satuan organisasi yang di

dalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing

mempunyai peranan tertentu dalam kesatuan yang utuh. Pengertian struktur

organisasi tersebut merupakan kesimpulan sederhana dari beberapa pendapat

berikut:

a) Ralph Currier Davis : Struktur organisasi adalah hubungan antara

fungsi-fungsi tertentu, faktor-faktor fisik dan orang.

b) John Pfiffner & Owen Lane : Struktur organisasi adalah hubungan antara

para pegawai dan aktivitas-aktivitas mereka satu sama lain serta terhadap

(30)

atau fungsi-fungsi dan masing-masing anggota kelompok pegawai yang

melaksanakannya.

c) Robert Y. Durant : Struktur organisasi ialah bagan hubungan dan

tugas-tugas dari orang-orang yang digunakan oleh organisasi terutama sekali

pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial.

d) Dalton E. McFarland : Struktur organisasi diartikan sebagai pola jaringan

hubungan antara bermacam-macam jabatan dan para pemegang jabatan.

e) F. G. Anderson : Struktur organisasi ialah susunan hubungan-hubungan,

pertanggung jawaban-pertanggungjawaban, dan wewenang-wewenang

melalui tujuan organisasi pada pencapaian sasarannya.

f) Richard A. Johnson, Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig : Struktur

organisasi ialah hubungan antara macam-macam fungsi atau aktivitas di

dalam organisasi.

Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang

baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efesien.

Struktur organisasi yang sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat

menjalankan perannya dengan tertib, struktur organisasi yang efesien berarti

dalam menjalankan perannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat

mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Struktur organisasi

yang sehat dan efesien dapat dibentuk dengan memperhatikan berbagai asas

organisasi.

Asas organisasi memiliki dua peranan yaitu, sebagai pedoman untuk

membentuk struktur organisasi yang sehat dan efesien, dan peranan kedua sebagai

(31)

dasar dua peranan organisasi tersebut maka dapat disusun defenisi organisasi

sebagai berikut, asas-asas organisasi adalah berbagai pedoman yang sejauh

mungkin hendaknya dilaksanakan agar diperoleh struktur organisasi yang baik

dan aktivitas organisasi dapat berjalan lancar.

Beberapa pendapat mengenai asas-asas organisasi ;

James D. Mooney & Alan C. Reily :

1. Asas koordinasi

2. Asas jenjang

3. Asas penyusunan fungsi

4. Asas staff

Luther Gulick & Lyndall Urwick :

1. Orang yang layak pada struktur organisasi

2. Pengakuan seorang pemimpin puncak sebagai sumber

wewenang

3. Yang bersangkutan dengan kesatuan perintah

4. Memakai staff khusus dan umum

5. Departemanisasi berdasarkan tujuan, proses, orang dan

tempat

(32)

7. Membuat tanggung jawab sepadan dengan wewenang

8. Mempertimbangkan rentangan kontrol yang tepat

L. P. Alford & H. Russel Beatty :

1. Asas tujuan

2. Asas wewenang dan tanggung jawab

3. Asas wewenang pokok

4. Asas penugasan kewajiban-kewajiban

5. Asas defenisi

6. Asas kesamaan

7. Asas efektifitas organisasi

Louis A. Allen :

1. Tujuan

2. Pembagian fungsi

3. Tanggung jawab wewenang

4. Pelimpahan

5. Pengawasan

(33)

Pengertian masing-masing bentuk organisasi :

a) Bentuk organisasi tunggal adalah organisasi yang pucuk pimpinannya ada

di tangan seseorang. Sebutan jabatan untuk bentuk tunggal antara lain

Presiden, Ketua, Direktur, Kepala.

b) Bentuk organisasi jamak adalah organisasi yang pucuk pimpinannya ada

di tangan beberapa sebagai satu kesatuan. Sebutan jabatan yang digunakan

antara lain Presidium, Direksi, Dewan.

c) Bentuk organisasi jalur adalah organisasi yang wewenang dari pucuk

pimpinan dilimpahkan ke satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam

semua bidang pekerjaan.

d) Bentuk organisasi fungsional adalah organisasi yang wewenang dari pucuk

pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya dalam

bidang pekerjaan tertentu; pimpinan tiap bidang berhak memerintah

kepada semua pelaksana yang ada sepanjang menyangkut bidang kerjanya.

e) Bentuk organisasi jalur dan staff adalah organisasi yang wewenang dari

pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi dibawahnya

dalam semua bidang dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan

organisasi yang memerlukan diangkat pejabat yang tidak memeliki

wewenang komando tetapi hanya dapat memberikan nasehat tentang

bidang keahlian tertentu.

f) Bentuk organisasi fungsional dan staff adalah organisasi yang wewenang

dari pucuk pimpinan dilimpahkan ke satuan-satuan organisasi dibawahnya

dalam bidang pekerjaan teretntu, pimpinan dari tiap bidang kerja berhak

(34)

bidang kerjanya, dan dibawah pucuk pimpinan atau pimpinan satuan

diangkat pejabat yang tidak memiliki wewenang komando tetapi hanya

dapat memberikan nasihat tentang bidang keahlian tertentu.

g) Bentuk organisasi fungsional dan jalur adalah organisasi yang wewenang

dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan organisasi

dibawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap bidang kerja

berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang

menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana kebawah

memiliki wewenang dalam semua bidang kerja.

h) Bentuk organisasi jalur, fungsional dan staff adalah organisasi yang

wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan

organisasi di bawahnya dalam bidang pekerjaan tertentu, pimpinan tiap

bidang berhak memerintah kepada semua pelaksana yang ada sepanjang

menyangkut bidang kerjanya, dan tiap-tiap satuan pelaksana kebawah

memiliki wewenang dalam semua bidang kerja, dan dibawah pucuk

pimpinan atau pimpinan bidang diangkat pejabat yang tidak memiliki

wewenang komando tetapi hanya dapay memberikan nasihat dalam bidang

keahlian tertentu.

Struktur organisasi akan lebih jelas dan tegas apabila digambarkan dalam

bagan organisasi, berikut beberapa pendapat mengenai bagan organisasi :

a) William Grant Ireson : Bagan organisasi akan menunjukkan dengan amat

jelas bagaimana informasi mengalir dari satuan organisasi yang satu ke

satuan organisasi yang lain, tingkatan tanggung jawab, dari mana

(35)

b) W. Warren Haynes & Joseph L. Massie : Mempelajari bagan akan

memberikan pengertian tentang organisasi dalam kenyataan.

c) William R. Spriegel & Richard H. Landsburgh : Suatu bagan organisasi

mengikhtiarkan untuk menggambarkan seperti lukisan hubungan struktur

antara bermacam-macam satuan-satuan organisasi dan kedudukan dalam

perusahaan.

d) Louis A. Allen : Bagan organisasi adalah suatu alat yang melukiskan

dengan nyata yang melukiskan data organisasi.

e) Lyman A. Keith & Carlo E. Gubellini : Bagan organisasi menggambarkan

seperti lukisan hubungan fungsi dan individu-individu serta menunjukkan

tingkatan dan aliran wewenang serta tanggung jawab.

f) George R. Terry : Suatu bagan organisasi adalah suatu gambaran lukisan

dari suatu struktur organisasi. Itu dapat dianggap sebagai suatu gambar

struktur organisasi; itu menunjukkan satuan-satuan organisasi,

hubungan-hubungan dan saluran-saluran wewenang yang sah.

2.1.2 Budaya Organisasi

Konsep budaya organisasi bisa dikatakan masih relatif baru yakni baru

berkembang sekitar awal tahun 1980-an. Konsep ini, seperti diakui para teoritis

organisasi, diadopsi dari konsep budaya yang terlebih dahulu berkembang pada

disiplin antropologi. Oleh karenanya, keragaman pengertian budaya pada disiplin

antropologi juga akan berpengaruh pada keragaman pengertian budaya pada

disiplin organisasi. Hal ini misalnya ditegaskan oleh Linda Smircich yang

mengingatkan agar kita tidak terkejut jika kita mendapatkan aneka pengertian

(36)

Secara umum konsep budaya organisasi dibagi menjadi dua school of

thought (mazhab)-ideational dan adaptationist school. Mahzab pertama ideational

school lebih melihat budaya sebuah organisasi dari apa yang di shared (dipahami,

dijiwai, dan dipraktikkan bersama) anggota sebuah komunitas atau masyarakat.

Mahzab ini biasanya di anut oleh para organization theorist yang menggunakan

pendekatan antropologi sebagai basisnya. Mahzab kedua adaptationist school

melihat budaya dari apa yang bisa di observasi baik dari bangunan organisasi

seperti arsitektur/tata ruang bangunan fisik sebuah organisasi maupun dari

orang-orang yang terlibat didalamnya seperti pola perilaku dan cara mereka

berkomunikasi. Pendek kata para adaptationist school melihat budaya dari kulit

luar organisasi. Disamping kedua mahzab diatas , gabungan keduanya realist

school juga banyak dikenal. Penganut mahzab ketiga menyadari bahwa budaya

organisasi merupakan sesuatu yang kompleks yang tidak bisa dipahami hanya dari

pola perilaku orang-orangnya saja tetap juga sumber pola perilaku tersebut.

Hubungan resiprokal keduanya menjadi cukup penting dalam mempelajari budaya

organisasi.

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Ideational School

Andrew Pettigrew (1979), orang pertama yang secara formal

menggunakan istilah budaya organisasi, memberikan pengertian budaya

organisasi sebagai sistem makna yang diterima secara terbuka dan kolektif, yang

berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu. Dalam hal ini

sistem makna diharapkan bisa memberikan gambaran tentang jati diri (budaya

organisasi) sebuah organisasi pada orang-orang yang berada dalam organisasi dan

(37)

semua aspek kehidupan organisasi. Biasanya hanya orang-orang tertentu

(utamanya elit organisasi) yang dapat dan merasa layak untuk memaknai semua

aspek kehidupan organisasi, oleh karena itu jika proses pemakanaan tersebut

berhenti pada elit organisasi, bisa dipastikan banyak orang yang tidak memahami

makna sesungguhnya dari setiap fenomena, kejadian atau kegiatan organisasi.

Karena alasan itu pulalah proses pemakanaan tersebut harus di komunikasikan

dan di internalisasikan kepada setiap orang, atau dengan kata lain untuk bisa

menjadi budaya, sistem makna tersebut harus di shared (dipahami, dijiwai, dan

dipraktikkan bersama) diantara orang orang yang berada didalam organisasi agar

menghasilkan shared meaning.

Seperti halnya Andrew Pettigrew, Vijai Sathe (1983) juga menekankan

pentingnya shared meanings untuk memahami budaya organisasi. Dalam hal ini

Sathe mengartikan budaya organisasi sebagai satu set asumsi yang dianggap

sangat penting (meski kadang tidak tertulis) yang di shared oleh para anggota

organisasi. Asumsi dalam hal ini berati suatu anggapan mendasar/sentral yang

berdampak luas bagi kehidupan organisasi dibandingkan suatu anggapan yang

lain.

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Adaptationist School

Defenisi budaya menurut Stanley Davis (1984), budaya perusahaan ialah

keyakinan dan nilai bersama yang memberikan makna bagi anggota sebuah

institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan/pedoman

berperilaku dalam organisasi. Defenisi tersebut menunjukkan bahwa istilah yang

(38)

Sebagai seorang konsultan yang banyak berhubungan langsung dengan

perusahaan, sangat wajar jika Davis lebih suka menggunakan istilah budaya

perusahaan meski objek yang dikaji sama yakni budaya yang berkembang

didalam organisasi/perusahaan. Sama seperti Davis, Charles Hamdten-Turner

(1994) menggunakan istilah budaya perusahaan dan mendefenisikannya sebagai “

budaya perusahaan adalah pandangan hidup, cara pandang sebagai cara dasar

untuk bertindak, mengungkapkan perasaan dan berpikir jyang semuanya itu

merupakan hasil pembelajaran sekelompok orang yang tidak disebabkan karena

faktor keturunan “. Sedangkan Deal dan Kennedy (1998) secara sederhana

mengatakan bahwa budaya organisasi adalah cara kita melakukan sesuatu di

lingkungan organisasi ini.

Ketiga defenisi tersebut yang mewakili adaptationist school lebih

menekankan pada pentingnya memahami budaya dari aspek perilaku manusia

(behavior). Mereka mengakui bahwa keyakinan dan tata nilai adalah inti sebuah

budaya, namun mereka juga mengakui bahwa keduanya (keyakinan dan tata nilai)

lebih merupakan sumber inspirasi yang wujud kongkritnya akan tercermin dari

kejelasan, konsistensi, dan konsensus perilaku masing-masing individu dalam

organisasi. Pandangan tentang budaya semacam ini, yang tidak lain merujuk pada

konsep budaya seperti yang dikemukakan Ruth Benedict (1934) pada umumnya

dianut oleh para manajer dan praktisi bisnis yang mengelola organisasi

berorientasi laba. Penyebabnya tidak lain karena para manajer cendrung lebih

pragmatis dalam memahami budaya dan lebih memperdulikan hal-hal praktis

yang diperkirakan secara langsung berhubungan dengan kinerja perusahaan. Itulah

(39)

yang kasat mata yang mudah di manag, sedangkan aspek budaya yang lebih soft

dan susah di manag diperlakukan sebagai simbol yang jarang dijamah.

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Realist School

Pengertian budaya yang bisa dikatakan menggabungkan ideational school

dan Adaptationist School diberikan oleh Edgar Schein sebagai berikut, “ budaya

organisasi adalah pola asumsi dasar yang di shared oleh sekelompok orang

setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi

tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan

dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asmusi dasar

tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar

untuk berpersepsi, berpikir, dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya

dengan persoalan-persoalan organisasi.

Seperti halnya Schein, Ogbonna dan Harris (1998) juga masuk kedalam

kelompok tengah antara ideational school dan adaptationist school. Dalam bahasa

mereka, Ogbonna dan Harris menyebut dirinya kelompok realist. Mereka

mendefenisikan budaya organisasi sebagai keyakinan, tata nilai, makna dan

asumsi-asumsi yang secara kolektif di shared oleh sebuah kelompok sosial guna

membantu mempertegas cara mereka saling berinteraksi dan mempertegas mereka

dalam merespon lingkungan.

Kedua defenisi diatas menegaskan bahwa budaya organisasi dalam

pandangan Edgar Schein dan Ogbonna dan Harris merupakan satu kesatuan yang

tidak bisa dipisahkan antara elemen yang bersifat idealistik dan behavioral.

(40)

asumsi dasar, demikian juga sangat keliru jika memahami budaya hanya dari

perilaku manusia. Secara bersama-sama kedua elemen tersebut harus dipahami

sebagai unsur pembentuk budaya.

Elemen Budaya Organisasi

Secara umum terdapat 2 elemen budaya organisasasi yaitu elemen yang

bersifat idealistik dan elemen yang bersifat behavioral, berikut pemaparannya:

a) Elemen yang idealistik

Dikatakan idealistik karena elemen ini menjadi ideoloigi organisasi

yang tidak mudah berubah walaupun disisi lain organisasi secara natural

harus selalu berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Elemen ini

juga bersifat terselubung, tidak tampak kepermukaan dan hanya

orang-orang tertentu saja (biasanya elit organisasi) yang tahu apa sesungguhnya

ideologi mereka dan mengapa organisasi itu didirikan.

Bagi organisasi yang baru berdiri dan masih relatif kecil dimana

seorang pemilik atau pendiri biasanya menjadi penguasa tunggal dan

sekaligus juga merangkap sebagai manajer dan pegawai, elemen yang

idealistik itu umumnya tidak tertulis. Sebaliknya elemen tersebut melekat

pada diri pendiri atau pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah hidup atau

nilai-nilai individual para pendiri atau pemilik organisasi. Itulah sebabnya

organisasi yang masih kecil, figur pendiri atau pemilik organisasi sangat

sentral dan menentukan. Hidup matinya organisasi dan keberhasilan

organisasi di masa datang bergantung pada karakter, insiatif dan semangat

(41)

menjadi pengikut yang menjalankan aktivitas sesuai dengan jalan pikiran

pemilik organisasi.

Berbeda dengan organisasi yang relatif masih kecil, bagi organisasi

yang sudah cukup lama berdiri dan sudah cukup besar, para pendiri

organisasi biasanya tidak lagi terlibat secara langsung dalam kegiatan

sehari-hari organisasi. Namun bukan berarti ketidak terlibatan para pendiri

atau pemilik organisasi menyebabkan organisasi kehilangan ideologinya.

Ideologi organisasi berupa doktrin, falsaha, dan nilai-nilai organisasi yang

jauh dibangun sebelumnya oleh para pendiri dalam batas-batas tertentu

akan tetap dipertahankan oleh para generasi penerus organisasi. Hal

tersebut biasanya dinyatakan secara formal dalam anggaran dasar

organisasi dan visi misi organisasi. Memang tidak jarang generasi penerus

memodifikasi atau paling tidak menginterpretasi ulang ideologi lama

dengan bahasa yang lebih cocok dengan situasi lingkungan berjalan.

Meski demikian substansi dari ideologi lama biasanya masih tetap

dipertahankan.

Stanley Davis (1984) mengungkapkan bahwa elemen yang

idealistik ini sebagai keyakinan yang menjadi penuntun kehidupan

sehari-hari sebuah organisasi. Sementara itu Schein dan Rousseau (1990)

mengatakan bahwa elemen yang idealistik tidak hanya terdiri dari

nilai-nilai organisasi tetapi masih ada komponen-komponen yang lebih esensial

yakni asumsi dasar, yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan

diluar kesadaran. Meski masing-masing teoritis organisasi mempunyai

(42)

mereka pada dasarnya sepakat bahwa elemen yang bersifat idealistik ini

merupakan ruh nya organisasi, karena itulah karateristik organisasi sangat

bergantung pada elemen ini. Itulah sebabnya elemen ini sering disebut

sebagai ruh nya budaya organisasi dan karena ini pula budaya organisasi

sering juga disebut ruh nya organisasi.

Schein (dalam Rollinson, 2005) menambahkan bahwa ada 2 aspek

dalam elemen idealistik ini, yaitu :

1) Asumsi dasar, merupakan keyakinan mendasar yang

dianggap benar oleh sebagian besar anggota kelompok dan

disetujui oleh mereka secara tidak sadar.

2) Nilai dan keyakinan, merupakan alasan atau pertimbangan

bagi anggota kelompok atas tindakan yang mereka lakukan.

Nilai dan keyakinan secara sadar dipegang dan merupakan

sandi moral dan etik ysng menuntun perilaku dengan cara

menempatkan asumsi dasar kedalam bentuk praktis.

b) Elemen Behavioral

Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata,

muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-hari para

anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur

organisasi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap

sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen

ini mudah diamati, dipahami, dan diirprentasikan meski

interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi

(43)

ketika orang luar organisasi mencoba mengidentifikasikan dan

memahami budaya sebuah organisasi, cara paling mudah yang

mereka lakukan adalah dengan mengamati bagaimana para anggota

organisasi berperilakku dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka

lakukan. Davis (1984) menyebutkan sebagai daily belief – praktik

sehari-hari organisasi. Dalam bahasa Hofstede (1997), kebiasaan

tersebut muncul dalam praktik-praktik manajemen, apakah sebuah

organisasi lebih berorientasi pada proses atau hasil, lebih peduli

pada kepentingan pekerjaan atau karyawan, lebih parochial atau

profesional, lebih terbuka atau tertutup dan lebih pragmatis atau

normatif. Sementara Schein (1990) dan Rousseau (1990)

berpendapat bahwa kebiasaan sehari-hari muncul dalam bentuk

artefak termasuk didalamnya adalah perilaku para anggota

organisasi. Artefak bisa berupa bentuk/arsitektur bangunan, logo

atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian atau cara

bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi.

Lebih ringkasnya, Schein (Rollinson, 2005) menerangkan ada 6 hal

utama dalam elemen behavioral ini, yaitu :

1) Norma, merupakan seperangkat kode perilaku yang didasari

oleh asumsi, nilai dan terus menerus diabadikan ketika anggota

kelompok menyaksikan norma tersebut.

2) Bahasa, keberadaan bahasa yang di gunakan oleh anggota

kelompok dapat menjadi indikasi yang sangat bernilai dari

(44)

bawahan dan sebaliknya dapat menunjukkan informasi

mengenai nilai status, jargon, dan kata kunci yang sering

digunakan untuk menandakan siapa yang diterima dan siapa

yang tidak dalam organisasi tersebut.

3) Simbol, dapat mengkomunikasikan posisi sosial dan tingkatan

sosial dalam struktur. Kedudukan tersebut dapat menjadi

indikasi seberapa penting posisi tersebut dalam mengatur

kebijakan.

4) Ritual dan seremoni, baik formal maupun informal biasanya

cukup sering dilakukan di dalam kebanyakan organisasi dan

seringkali memiliki makna yang penting bagi anggota kelompok

yang terlibat di dalamnya.

5) Mitos dan cerita, merupakan cara yang sering digunakan untuk

mengkomunikasikan nilai dan asumsi dasar kepada orang lain.

6) Taboo, merupakan penanda atas apa yang tidak boleh dilakukan

dan sebaiknya dihindari dalam organisasi tersebut.

Keith Davis dan Jhon W. Newstorm (1989) mengemukakan bahwa

”Budaya organisasi adalah kesatuan dari asumsi, kepercayaan, nilai, dan

norma-norma yang di bagi bersama para anggota organisasi”. Lebih lanjut Jhon R.

Scermerhorn dan James G. Hunt (1991) mengemukakan bahwa ”Budaya

organisasi adalah suatu sistem kepercayaan bersama dan nilai yang dibangun

suatu organisasi dan membentuk kepercayaan dari anggotanya”. Sedangkan Edgar

H. Schein (1992) berpendapatan bahwa: “Budaya organisasi adalah pola asumsi

(45)

didalamnya mereka belajar untuk memecahkan masalah eksternal maupun

internal, dan hal tersebut dapat di pelajari oleh anggota baru bagaimana cara

organisasi tersebut berpersepsi, berpikir dan mendapatkan pemecahan masalah

bersama”. Berdasarkan pendapat itu dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya

organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan

norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah

laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal.

Landasan dan Tujuan Penerapan Budaya Organisasi

Pelaksanaaan perusahaan di indonesia sangat memprihatinkan karena

masih banyak pimpinan dan manejer yang melupakan moral. Tampaknya, mereka

terpengaruh oleh budaya barat yang kapitalitas, mereka lupa bahwa bekerja itu

beribadah dan tanggung jawabnya tidak hanya di dunia saja, tetapi di akhirat

nanti. Begitu pula banyak pimpinan dan menejer yang hanya memperalat

karyawan dan mereka memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang

dikemukakan oleh herman soewardi (1995) bahwa: “manusia yang melupakan

tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya”, sedangkan menurut

ajaran agama islam, bahwa nafsu manusia harus dikendalikan”. Sebagaimana

hadist nabi muhammad saw bahwa:”orang dilarang berlebih-lebihan”. Begitu pula

dalam Al-quran (at-taubah: 41 dan 111). Dikemukakan bahwa:” fungsi harta

hanyalah sebagai alat saja dalam beribadah atau bekal untuk beribadah “.

Berdasarkan pendapat herman soewardi dan ajaran Al-quran maupun al hadist

(46)

Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam

perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai

keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi

tersebut.

Pelaksanaan dan Fungsi Budaya Organisasi

Fred luthans (1989) berpendapat bahwa: “organizitional culture has a

member of important characteristics. Some of the most readly agreed upon are the

following: observed behavioral regularities, norms, dominant values, philosophy,

rules, and organizitional cilmate”.

Stephen P. Robbins (1992: 253) mengemukakan sebagai berikut: “there

apear to be ten characteristics that when mixed and matched, expose the essence

of an organization culture: individual initiative, risk tolerance, direction,

integration, manegement support, control, indentevity, reward system, conflict

tolerance, and communication petterns”.

Berdasarkan pendapatan Fred Luthans dan Stephen P. Robbins dapat

dikemukakan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari karakteristik

budaya organisasi yaitu:

1. Perilaku individu yang tampak

2. Norma-norma yang beralku dalam organisasi

3. Nilai-nilai yang dominan dalam kehidupan organisasi.

4. Falsafah manajemen.

5. Peraturan-peraturan yang berlaku.

(47)

7. Inisiatif individu organisasi.

8. Tolaransi terhadap risiko.

9. Pengarahan pimpinan (manajemen).

10.Integrasi kerja.

11.Dukungan manajemen (pimpinan dan manajer).

12.Pengawasan kerja.

13.Identitas individu organisasi.

14.Sistem penghargaan terhadap prestasi kerja.

15.Toleransi terhadap konflik.

16.Pola komunikasi kerja.

Fungsi budaya organisasi dapat membantu mengatasi masalah adaptasi

eksternal dan integrasi koperasi. Hal ini sesuai dengan pendapat John R.

Schermerhorn dan James G. Hunt (1991) bahwa: “the culture of an organization

can help it deal with problems of both esternal adaption and internal integration”.

Permasalahan yang berhubungan dengan adaptasi eksternal dapat

dilakukan melalui pengembangan tentang strategi dan misi koperasi, tujuan utama

organisasi dan pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang berhubungan

dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain komunikasi, kriteria

karyawan, penentuan standar bagi insentif (reward) dan sanksi (punishment) serta

melakukan pengawasan (pengendalian) internal organisasi.

Budaya organisasi dapat didefenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai,

keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah lama berlaku,

(48)

pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasinya. Dalam budaya

organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para

anggota, menjiwai orang per orang didalam organisasi. Dengan demikian maka

Kilmann dkk (1988) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan jiwa

organisasi dan jiwa para anggota organisasi. Budaya organisasi yang kuat

mendukung tujuan tujuan perusahaaan, sebaliknya yang lemah atau negatif

menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan organisasi. Budaya yang

kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja

organisasi sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy (1982), Miner (1990),

Robbins (1990), karena menimbulkan antara lain sebagai berikut:

1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan,

menginternalisasi, menjiwai para anggota, dan merupakan kekuatan

yang tidak tampak;

2. Perilaku-perilaku orang-orang didalam organisasi secara tidak disadari

terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak

tampak;

3. Para anggota merasa loyal dan komit pada organisasi;

4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dalam hal-hal yang berarti

sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan terhadap

anggota;

5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan pada misi ataupun tujuan

organisasi;

6. Para anggota merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan

(49)

7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan

kegiatan-kegiatan organisasi;

8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan

perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada anggota

organisasi, dan kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk

melaksanakan nilai-nilai budaya.

9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.

Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2001), budaya organisasi memiliki beberapa fungsi,

diantaranya:

c) Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya

kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan

yang lain.

d) Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota

organisasi.

e) Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada

sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

f) Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Dalam hubungan nya dengan segi sosial Gordon (1991) berpendapat

bahwa, budaya berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang

(50)

sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk

sikap serta perilaku para anggota.

Budaya organisasi yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan,

keterbukaan komunikasi, kepemimpinan yang mendapat masukan, dan didukung

oleh bawahan, pemecahan masalah oleh kelompok, kemandirian kerja, dan

pertukaran informasi (Anderson dan Kryprianou, 1994). Nelson dan Quick (1997)

mengemukakan perasaan identitas dan menambah komitmen organisasi, alat

pengorganisasian anggota, menguatkan nilai-nilai dalam organisasi dan

mekanisme kontrol dalam perilaku.

Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, dan

cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi, oleh karena itu berakar

dalam tradisi, budaya mencerminkan apa yang dilakukan, dan bukan apa yang

akan berlaku (Pastin, 1986). Sehingga, fungsi budaya organisasi, adalah sebagai

perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan

organisasi berupa ketentuan-ketentuan dan nilai-nilai yang harus dikatakan dan

dilakukan oleh para anggota. Hal ini dapat berfungsi pula sebagai kontrol atas

perilaku anggota dan pembeda antar anggota organisasi.

Manfaat Budaya Organisasi

Beberapa manfaat budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robins

(1993), sebagai berikut:

1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan

(51)

sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan

yang ada dalam organisasi.

2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dalam

budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki

identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan

individu.

4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi

yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat

kondisi organisasi relatif stabil.

Keempat manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat

membentuk perilaku dan tindakan anggota dalam menjalankan aktivitasnya

didalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam budaya organisasi perlu

ditanamkan sejak dini ‘pada setiap individu organisasi.

Kesimpulan

Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak,

yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan

aktivitas organisasi. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi

mempelajari budaya yang berlaku dalam organisasinya. Apalagi bila ia sebagai

orang yang baru supaya dapat diterima oleh lingkungan organisasinya, ia berusaha

mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa

(52)

dan tidak harus dilakukan didalam organisasi tersebut, jadi budaya organisasi

mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan tujuan perusahaaan,

sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan

tujuan-tujuan organisasi. Budaya organisasi yang benar-benar dikelola sebagai alat

manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi anggota untuk

berperilaku positif, dedikatif dan produktif. Nilai-nilai budaya itu tidak tampak,

tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk mencapai tujuan, visi

dan misi organisasi.

2.2. BSA Owner Motorcycle Siantar (BOM’S)

Becak BSA merupakan alat transportasi yang hanya dapat kita temui dan

khas kota Pematangsiantar, mengingat keberadaannya yang sudah ada sejak awal

tahun 1960 di Pematangsiantar. Situasi ini harusnya dapat menjadi nilai positif

bagi para penarik becak BSA dengan nilai jual sejarah dan keunikan motor

bermesin besarnya, namun kini para penarik becak BSA mengalami kesulitan

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya dan berpeluang menimbulkan efek

negatif di masyarakat, kriminalitas misalnya.

Keberadaan Becak Siantar telah melegenda di Sumatera Utara, Indonesia,

bahkan dunia. Hal tersebut dikarenakan Pematangsiantar merupakan satu-satunya

kota di dunia yang menggunakan sepeda motor gede merk BSA secara massal.

Perjalanan waktu sejak zaman penjajahan telah membuktikan kehandalan dan

ketangguhan mesin sepeda motor BSA melewati rute naik turun, ciri tipologi kota

(53)

Becak Siantar unik karena digerakkan oleh mesin sepeda motor merek

BSA (Birmingham Small Arm) buatan kota Birmingham, Inggris, yang kini tidak

ada lagi pabriknya dan sudah tidak di produksi. Umumnya sepeda motor BSA

yang digunakan tipe M 20 buatan tahun 1938 – 1948 berkapasitas mesin 500 cc,

dan tipe ZB 31 buatan tahun 1950 – 1956 berkapasitas mesin 350 cc.

BSA dan becaknya sudah menjadi public domain/ milik masyarakat kota

Pematangsiantar, hal ini dikarenakan keberadaan becak Siantar yang sudah

berpuluh-puluh tahun beroperasi di kota Pematangsiantar sehingga menjadi ciri

khas dari kota Pematangsiantar.

Menarik untuk diketahui, pada medio Mei 2006 Becak BSA sudah mau di

bumi hanguskan diganti dengan becak motor bermesin Jepang oleh oknum DPRD

kota Pematangsiantar beserta aparat terkait. Hal ini ditentang oleh masyarakat

kota Pematangsiantar baik abang becak BSA, tokoh agama, pemuda dan elemen

masyarakat lainnya, namun hal itu tidak dihiraukan semua dianggap angin lalu.

Dalam situasi atmosfir konfrontasi ditengah pesimistis masyarakat Siantar untuk

mempertahankan becak BSA, lahirlah organisasi BOM’S (BSA Owner

Motorcycle’ Siantar) sebagai jawaban. Terdiri dari para bikers dan abang-abang

becak BSA, bersatu padu menentang keras kebijakan penghapusan tersebut dan

menuntut agar segera menghentikan keinginan barbar penguasa menghilangkan

bukti bisu sejarah kota Siantar (Becak BSA), akhirnya keputusan penghapusan itu

gagal total dan dapat dihentikan oleh organisasi BOM’S, melalui perjuangan

panjang yang tak kenal lelah dengan tekad “ Maju bersama sampai tetes darah

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Organisasi BOM’S
Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1. Jumlah dan Sebaran Penduduk Kota Pematangsiantar
Tabel 4.2. Budaya Organisasi Pada Organisasi BOM’S (BSA Owner Motorcycle’ Siantar) pada informan 1, informan 2 dan informan 3

Referensi

Dokumen terkait

Ada juga faktor pendukung lainnya seperti pengaruh dari dalam keluarga dan sifat kesukuan suku batak yang merupakan mayoritas keberadaannya di Kecamatan Siantar Selatan yang