• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kestabilan Arus Listrik Pada Rangkaian Arus Searah Dengan Metode Transformasi Laplace Routh-Hurwitz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Kestabilan Arus Listrik Pada Rangkaian Arus Searah Dengan Metode Transformasi Laplace Routh-Hurwitz"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KESTABILAN ARUS LISTRIK PADA RANGKAIAN ARUS SEARAH DENGAN METODE TRANSFORMASI LAPLACE ROUTH-HURWITZ

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

CHANDRA L. P. SIMBOLON 030803003

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul : UJI KESTABILAN ARUS LISTRIK PADA

RANGKAIAN ARUS SEARAH DENGAN METODE TRANSFORMASI LAPLACE ROUTH-HURWITZ

Kategori : SKRIPSI

Nama : CHANDRA L. P. SIMBOLON

Nomor Induk Mahasiswa : 030803003

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 17 Agustus 2008

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Drs.Ujian Sinulingga, M.Si Dra. Mardiningsih, M.Si NIP. 131 412 312 NIP. 131 803 344

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(3)

PERNYATAAN

UJI KESTABILAN ARUS LISTRIK PADA RANGKAIAN ARUS SEARAH DENGAN METODE TRANSFORMASI LAPLACE ROUTH-HURWITZ

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, 9 Agustus 2008

(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah membimbing dan menyertai penulis selama proses pengerjaan sampai akhirnya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Adapun penulisaan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains. Terkait dengan keberadaan penulis di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, maka penulis dalam hal ini memilih judul “UJI KESTABILAN ARUS LISTRIK PADA

RANGKAIAN ARUS SEARAH DENGAN METODE TRANSFORMASI LAPLACE ROUTH-HURWITZ”

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Mardingsih, M.Si selaku Pembimbing 1 atas segala bimbingan, arahan dan kebaikan untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan bantuan pengetahuan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Drs. Ujian Sinulingga, MSi selaku Pembimbing 2 atas segala nasehat dan saran yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, dorongan serta fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. Saib Suwilo, Msc dan Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, Msc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU yang membantu kelancaran studi penulis.

3. Seluruh Staff Pengajar Departemen Matematika FMIPA USU atas segala ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 4. Agustinus Sianturi calon S.Si, Saut Dame Hasudungan Sipayung, S.Si, Sutrisno

Mariono Simamora, S.Si, Jeffrey S.Si, Tatang, Pudan S.Si, Samuel, Herman S.Si, Dewi Simbolon S.Si dan Rekan-rekan mahasisiwa Departemen Matematika stambuk 2003 atas dorongan yang diberikan kepada penulis.

(5)

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu demi perbaikan dan penyempurnaan, penulis terbuka atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2008 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Rangkaian arus listrik searah adalah rangkaian listrik dengan arah arus listriknya selalu bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Dan bila dinyatakan dalam model

matematik adalah sebagai berikut: + + 1

idt=e(t) C

Ri dt di

L . Sehingga untuk

menyelesaikan solusi dari persamaan tersebut banyak metode yang digunakan salah satunya adalah metode transformasi Laplace. Untuk menganalisa kestabilan dari sebuah sistem dalam hal ini adalah sistem listrik banyak juga metode yang dapat digunakan. Antara lain adalah metode persamaan karakteristik dan metode Routh-Hurwitz. Dan bila

persamaan diatas ditransformasi Laplace akan menjadi

Cs s I s RI s

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar Belakang 2

1.2Perumusan Masalah 2

1.3Pembatasan Masalah 2

1.4Tujuan Penelitian 2

1.5Manfaat Penelitian 2

1.6Metodologi Penelitian 4

1.7Tinjauan Pustaka 4

Bab 2 Landasan Teori 2.1 Arus Listrik 5

2.1.1 Rangkaian Arus Listrik Searah 5

2.2 Persamaan Diferensial 7

2.2.1 Persamaan Diferensial Orde Satu 7

2.2.2 Persamaan Diferensial Orde Dua 8

2.3 Integral Parsial 9

2.4 Transformasi Laplace 9

2.4.1 Defisnisi 9

2.4.2 Transformasi Laplace Balik 11

2.4.3 Teorema Nilai Awal Dan Nilai Akhir 12

2.5 Teori Kestabilan 13

2.5.1 Definisi 13

2.5.2 Fungsi Alih Dalam Wawasan Laplace 15

2.5.3 Persamaan Karakteristik 17

2.5.4 Diagram Kotak Dan Diagram Aliran Sinyal 19

2.5.5 Pengertian Variabel Dan Persamaan Keadaan 23

2.5.6 Daigram Keadaan 24

2.5.7 Analisis Kestabilan 28

Bab 3 Pembahasan 3.1 Solusi Komplementer Untuk Sistim Listrik 37

3.2 Pemakaian Transformasi Laplace Dalam Sistim Listrik 38

(8)

Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 50

4.2 Saran 51

Daftar Pustaka 52

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kurva 17

Gambar 2.2 Diagram Balok 17

Gambar 2.3 Jaringan Terbuka Dan Tertutup 18

Gambar 2.4 Diagram Kotak 19

Gambar 2.5 Diagram Aliran Sinyal 20

Gambar 2.6 Diagram Aliran Sinyal Untuk Turunan 20

Gambar 3.1 Rangkaian Listrik 37

Gambar 3.2 Rangkaian Listrik RLC 39

(11)

ABSTRAK

Rangkaian arus listrik searah adalah rangkaian listrik dengan arah arus listriknya selalu bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Dan bila dinyatakan dalam model

matematik adalah sebagai berikut: + + 1

idt=e(t) C

Ri dt di

L . Sehingga untuk

menyelesaikan solusi dari persamaan tersebut banyak metode yang digunakan salah satunya adalah metode transformasi Laplace. Untuk menganalisa kestabilan dari sebuah sistem dalam hal ini adalah sistem listrik banyak juga metode yang dapat digunakan. Antara lain adalah metode persamaan karakteristik dan metode Routh-Hurwitz. Dan bila

persamaan diatas ditransformasi Laplace akan menjadi

Cs s I s RI s

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam proses aliran arus listrik ada sebuah rangkaian sering dibutuhkan

besaran-besaran yang memerlukan kondisi atau persyaratan yang khusus seperti ketelitian yang

tinggi harga yang konstan untuk selang waktu (t) tertentu, harga yang bervariasi dalam

suatu rangkaian tertentu, perbandingan yang tetap antara dua variabel(besaran).

Jelas semua ini tidak cukup dilakukan hanya dengan pengukuran saja, tetapi

juga memerlukan suatu cara pengontrolan agar syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi,

misalnya alat pemutus-penghubung arus yang dipasang pada instalasi listrik di

rumah-rumah. Alat ini dikenal dengan nama Sekering, jika pada sekering ini diberikan beban

arus yang berlebihan maka sakelar penghubungnya akan turun, yang berarti hubungan

arus dari PLN ke rumah akan terputus.

Dari kejadian ini dapat dilihat bahwa sebenarnya yang terjadi adalah pengukuran

terhadap aliran, membandingkan terhadap kapasitas maksimum, lalu kemudian

melakukan koreksi sehingga diperolehlah besar arus yang sesuai dengan

kapasitasnya(stabil).

Transformasi Laplace disebut juga kalkulus operasional. Metode transformasi

Laplace memberikan cara yang mudah dan efektif untuk mendapatkan solusi dari

(13)

1.2Perumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana mentransformasikan

persamaan fungsi arus rangkaian ke dalam transformasi Laplace dan menentukan

persamaan akar-akar karakteristiknya sehingga dapat dianalisa kestabilannya dengan

menggunakan metode Routh - Hurwitz.

1.3Pembatasan Masalah

Agar penyelesaian masalah tidak menyimpang dari pokok permasalah maka penulis

membuat suatu pembatasan masalah yakni penulis hanya menggunakan dua metode

yaitu metode Routh dan metode Hurwitz untuk melihat kestabilan pada rangkaian arus

searah berdasarkan transformasi Laplace-nya.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi kestabilan besar arus listrik

yang mengalir pada suatu rangkaian hingga selang waktu(t).

1.5Tinjauan Pustaka

Spiegel, Murray R. Dari buku ini dikutip apabila dimisalkan F(t) suatu fungsi dari t, maka transformasi dari yang dinyatakan oleh Ł{F(t)}, didefenisikan sebagai :

Ł{F(t)} = f(s) =

0

) (t t F e st

dengan s adalah riil. Dan simbol Ł yang mentransformasikan F(t) kedalam f(s)

yang disebut transformasi Laplace.

(14)

Transformasi Laplace dari fungsi turunan adalah sebagai berikut:

Jika F1(t) adalah turunan dari F(t) terhadap t adalah

Ł ( ) sf(s) F(0)

t t F − =     ∂ ∂

dan untuk turunan ke dua yaitu

Ł 2( ) 2 ( ) (0) (0) 2 F t sF s f s t t F ∂∂ − − =       ∂ ∂

Dan jika fungsi diperluas ke orde-n maka transformasi turunan ke-n adalah

Ł ( ) ( ) (0) ... 1 (0) 1 1 F t F s s f s t t F n n n n n n − − − ∂∂ − − − =       ∂ ∂

Pakpahan, Sahat. Dalam bukunya dikemukakan bahwa sebuah sistem dikatakan

tidak stabil adalah jika responnya terhadap suatu masukan menghasilkan suatu osilasi

yang keras atau bergetar pada suatu harga tertentu dan sebaliknya suatu sistem disebut

stabil jika sistem tersebut akan tetap dalam keadaan diam atau berhenti kecuali jika

dirangsang(dieksitasi) oleh suatu fungsi masukan dan akan kembali diam jika eksitasi

tersebut dihilangkan. Jika sebuah sistem dinyatakan dalam persamaan diferensial :

) (t F by t y

a + =

∂ ∂

Maka solusi dari persamaan ini terdiri dari solusi khusus dan solusi komplementer.

Secara fisis solusi komplementer disebut jawaban peralihan(transient response) sedang

solusi khusus disebut respon mantap (steady-state response). Dimana fungsi peralihan

disebut juga fungsi karakteristik sistem tersebut. Fungsi ini menentukan kelakuan

respon transient yang dapat memberikan informasi mengenai kestabilan sistem tersebut.

Kanginan, M. Mengatakan bahwa persamaan rangkaian arus searah dapat

dinyatakan dalam bentuk persamaan diferensial yakni :

∂ =

+ ∂ ∂

+ ( ) 1 ( ) ( )

)

( i t t V t

(15)

Dengan : I = arus listrik

V(t) = tegangan arus listrik pada selang waktu t

R = resistor

L = induktor

C = konduktor

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah agar dapat menstabilkan besar arus listrik pada rangkaian

bila terjadi ganggua n(beban) yang diberikan sekecil mungkin.

1.7Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian literatur yang meliputi

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Memodelkan rangkaian arus searah ke dalam bentuk persamaan matematik, dalam

hal ini persamaannya berbentuk persamaan diferensial.

2. Mentransformasi bentuk persamaan pada rangkaian dengan metode transformasi

Laplace.

3. Menentukan bentuk persamaan akar-akar karakteristik dari persamaan

Laplace-nya.

4. Menganalisa bentuk persamaan akar-akar karakteristiknya dengan metode

Routh-Hurwitz apakah stabil atau tidak.

5. Menyelesaikan contoh kasus.

(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

Didalam bab II ini sebagai landasan teori diberikan uraian dan penjelasan tentang arus

listrik, persamaan diferensial, transformasi Laplace, dan teori kestabilan.

2.1 Arus Listrik

Arus listrik adalah aliran elektron (bagian atom yang bermuatan negatif) yang bergerak

pada suatu penghantar dengan kecepatan tertentu.komponen-komponen penghantar

pada arus listrik dibedakan atas tiga jenis :

1. Resistor (R) : Penghantar yang digunakan untuk menimbulkan perubahan aliran.

2. Kapasitor (C) : Penyimpan energi potensial listrik.

3. Induktor (I) : Penyimpan energi kinetik listrik.

Hukum-hukum Kirchoff

1. Jumlah aljabar dari arus-arus yang mengalir menuju suatu titik cabang sama dengan

nol.

2. Jumlah aljabar dari penurunan – penurunan potensial , atau penurunan-penurunan

tegangan pada simpal tertutup sama dengan nol.

Di mana : menurut hukum Ohm, secara matematis ditulis:

∂ = ∂∂

=

= i t

C t E dan t

i L t E iR

t

E( ) , ( ) ( ) 1

Sehingga dari kedua hukum tersebut diperoleh persamaan

∂ = +

+ ∂

∂ 1 ( )

t E t i C Ri t i

(17)

Dengan : = ∂∂t

i

perubahan arus terhadap waktu

=

i kuat arus (amper)

E(t)= tegangan (volt)

2.1.1 Rangkaian arus listrik searah

Rangkaian arus listrik searah disebut juga direct current (DC). Disebut sebagai

rangkaian arus searah karena elektron-elektron yang mengalir didalam penghantarnya

mengalir satu arah yakni dari kutub negatif ke kutub positif. Dan sebagai sumber

arusnya adalah baterai, akumulator dan adaptor.

2.1.2 Rangkaian arus listrik bolak balik

Rangkaian arus listrik bolak balik disebut juga alternating current (AC). Disebut

rangkaian arus bolak balik karena sifat yang dimilikinya selalu berubah atau bertukar

antara kutub positif dan negatifnya. Dan sebagai sumber arusnya adalah PLN.

2.2 Persamaan Diferensial

Secara umum bentuk persaman diferensial linear yang tidak homogen orde n dapat

dituliskan sebagai berikut :

n n

n

t y t a

∂ ∂

)

( + 1

1

1( )

− − n

n

n

t t

a +...+ ao(t)y = f(t),... (2.2)

Dimana; t = variabel bebas dan f(t) = fungsi masukan yang dapat terjadi dalam

berbagai bentuk.

Dari persamaan diatas diperoleh keadaan – keadaan berikut

a. jika f(t) = 0, persamaan diferensial adalah homogen

b. jika n = 2, persamaan diferensial adalah orde dua .

c. jika n = 1, persamaan diferensial adalah orde satu.

d. Jika an(t)=konstan, persamaan adalah persamaan diferensial dengan

(18)

2.2.1 Persamaan diferensial orde satu

Persamaan diferensial orde satu memiliki bentuk yang lebih sederhana adalah:

+ ∂ ∂ t y

ay = f(t) (2.3) Solusi umum dari persamaan diferensial ini terdiri dari solusi homogen dan solusi

khusus.

Solusi homogen adalah solusi di mana f(t) = 0 sehingga persamaan (2.3) diatas

menjadi :

+ ∂ ∂ t y

ay = 0

Persamaan ini dapat diubah menjadi

= ∂ ∂ t y

- atsetelah dintegrasikan menghasilkan lny =−at Atau y0 =ceat

Solusi homogen ini disebut juga fungsi komplementer. Solusi khusus adalah

solusi untuk persamaan tidak homogen. Solusi ini dapat diperoleh bergantung pada f(t),

yakni f(t)≠0.

+ ∂ ∂ t y

ay = f(t)

andaikan f(t)= A

Untuk t≥0 maka persamaan tersebut menjadi : + ∂ ∂ t y

ay = A

Dengan integral khusus ; andaikan solusi khusus yk =ak, maka =0 ∂ ∂

t yk

Maka; ay A

t y

k k + = ∂

atau 0 + =0

k

a

a atau

k k

a A

a = . Dengan demikian solusi khusus

adalah

k k

a A

y = . Sehingga solusi umumnya adalah :

k

y y

y= 0+ atau

(19)

2.2.2 Persamaan diferensial orde dua

Bentuk umum adalah:

) (

2 2

t f by t y a t

y

= + ∂ ∂ + ∂

(2.4)

Dengan a, = konstan b

Solusi homogen (fungsi komplementer) dapat ditentukan berikut:

Misalkan D = t

∂∂ (operator), menjadi 0

2+ + =

D aD D

Disebut persamaan karakteristik yang akar akarnya dapat ditentukan dengan

menghitung akar akar persamaan kuadrat tersebut. Akar akar persamaan tersebut adalah

:

4 2

1 2

2

1=− + a

a

α dan 4

2 1 2

2

2= − − a

a

α

Sehingga solusinya adalah solusi dari [D−α1 ] = 0 dan [D−α2 ] = 0

Sehingga solusi homogennya adalah

t

e C

y 1

1 01

α

= dan y C e 2t

2 02

α

=

maka fungsi komplementernya adalah

02 01

0 y y

y = + atau y Ce 1t C e 2t

2 1

0

α α +

=

Untuk solusi khusus bergantung dari keadaan f(t), yakni jika f(t)≠0.

Untuk memperoleh integral khusus kita gunakan bentuk umum fungsi yang

terdapat dalam ruas kanan persamaan, dan konstanta–konstantanya kita tentukan dengan

mensubtitusikannya kedalam persamaannya dan menyamakan koefisien-koefisiennya.

Bentuk – bentuk berikut akan sangat menolong.

Jika: f(t)=k... ... misalkanlah y =C

kt t

f( )= .... .... misalkanlah y =Ct+D 2

) (t kt

f = .... .... misalkanlah y =Ct2 +Dt+E

kt

e t

f( )= ... .... misalkanlah y =Cekt

t k atau t k t

(20)

2.3. Integral parsial

Jika u dan v adalah fungsi x , maka diketahui bahwa:

x u v x v u uv

x

∂ + ∂ ∂ = ∂∂ ( )

Sekarang di integrasikan kedua ruasnya terhadap x. Di ruas kiri di peroleh kembali

fungsi asalnya,

∂ ∂ + ∂ ∂ ∂

= x

x u v x x v u uv

Dan bila suku-sukunya disusun kembali

x x u v uv x x v

u

∂ ∂ − = ∂ ∂ ∂

Untuk mudahnya hubungan ini dapat dituliskan dalam bentuk :

uv=uv

vu (2.5)

2.4 Transformasi Laplace

Definisi 2.4.1

Misalkan F(t) suatu fungsi dari t yang tertentu untuk t〉0. Maka transformasi Laplace dari F(t), yang dinyatakan L{F(t)}, di mana L adalah operator transformasi Laplace didefinisikan sebagai:

L

{ }

F t = f s = e st F tt

( ) )

( ) (

0

(2.6)

Dianggap bahwa parameter s adalah riil. Kemudian akan ditentukan untuk memandang

(21)

Beberapa sifat-sifat penting transformasi Laplace

1 Sifat linear

Jika k adalah suatu konstanta atau suatu besaran yang tidak bergantung pada S dan t

dimana f(t) adalah suatu fungsi waktu yang dapat ditransfomasikan, maka berlaku:

) ( )] ( [ )] (

[kf t kL f t kf s

L = =

2 Superposisi

transformasi Laplace dari penjumlahan dua fungsi f1(t)dan f2(t)adalah jumlah

transfomasi Laplace dari kedua fungsi tersebut. Secara matematis

L[f1(t)+ f2t]= f1(s)+ f2(s)

3 Translasi waktu

jika f(s)adalah transformasi Laplace dari F(t)dan a adalah suatu bilangan positif riil berlaku f(ta)=0 untuk 0<t< a , maka:

L[f(ta)=easf(s)

4. Diferensial dalam bentuk kompleks

Jika f(s) adalah transformasi Laplace dari F(t), maka:

s t tF L

∂∂ = )] ( [

5. Translasi dalam wawasan S

Jika f(s) adalah transformasi Laplace dari F(t) dan a adalah suatu bilangan riil

atau kompleks, maka

L[eatF(t)]= f(sa)

Transformasi Laplace dari turunan-turunan

a. Jika ()

1

1 t

F adalah turunan dari F(t) maka

L{F1(t)}=sf(s)−F(t)

Bukti : L F t e F t t e F t t p

st p

st ∂ = ∂

=

∞ → ∞

( ) lim ( )

) (

{ 1

0 0

1 1

= π

o st p {e F(t)

lim − + ( ) } 0

t t F e s

p

st

(22)

= e F p F s e F t t p

st sp

p − +

− −

→ { ( ) (0) ( )

lim

0

= ( ) (0)

0

F t t F e

s

st ∂ − ∞

= sf(s)F(0) (2.7)

Dengan memandang F(t) adalah eksponensial berorde γ bila t→∞, maka

0 ) (

limpespF p = untuk s>0.

b. Jika F11(t)adalah turunan kedua dari F(t) maka

L{F11(t)}=s2f(s)− sf(0)−F1(0)

Bukti: L{F11(t)}=sL{F1(t)−F!(0)

= s[sL{F(t)−F(0)]− F1(0)

= s2L{F(t)}−sF(0)−F1(0)

= s2 f(s)−sF(0)−F1(0) (2.8)

Sehingga dari kedua bentuk diatas diperoleh untuk turunan ke-n adalah: Jika

) (t

Fn adalah turunan ke n dari F(t) maka:

1 1

1 (0)

... )

0 ( )

( )

(

{

− −

∂ ∂ − −

= n

n n

n n

t F F

s s f s t F L

2.4.2 Transformasi Laplace balik

Jika transformasi Laplace suatu fungsi F(t) adalah f(s) , yaitu jika L{F(t)}= f(s)

) (t

F disebut suatu transformasi Laplace balik dari f(s)dan secara simbolis ditulis

)} ( { )

(t L 1 f s

F = − (2.9)

dengan −1

L disebut operator transformasi Laplace balik. Beberapa sifat–sifat transformasi balik :

a. Sifat linear

jika c dan 1 c adalah sembarang konstanta sedangkan 2 f1(s)dan f2(s) berturut-turut

adalah transformasi Laplace dari F1(t)dan F2(t), maka:

{ ( ) ( )} { ( )} 1{ 2( )}

2 1

1 1 2

2 1

1

1 c f s c f s c L f s c L f s

L− + = − + −

(23)

b. Sifat translasi atau pergeseran pertama

jika L−1{f(s)}=F(t)maka,

L−1{f(sa)}=eatF(t)

c. Sifat translasi atau pergeseran kedua

jika L−1{f(s)}=F(t),maka

L−1{eas f(s)}=F(ta) jika t>o

=0 jika t <0

d. Sifat pengubahan skala

jika L−1{f(s)}=F(t)maka,

1{ ( )} 1 ( ) k t F k ks f

L− =

Transformasi Laplace balik dari turunan turunan

jika L−1{f(s)}=F(t)maka

1{ ( )} 1{ f(s)} s

L s f

L n

n n

∂∂ = − −

=(−1)ntnF(t), n=1,2,3,...

Bukti: karena L{tnF(t)}=(−1)n fn(s)

Maka L−1{f n(s)}=(−1)ntnF(t)

2.4.3 Teorema – teorema nilai awal dan nilai akhir

a. Teorema nilai awal

) ( lim

) (

limt0 F t = s sf s

bukti ; dari { ( )} 1( ) ( ) (0) 0

1

F s sf t t F e t

F

L =

st ∂ = −

∞ −

jika F1(t) kontinu secara sebagian–sebagian, maka diperoleh

t t F e st

s

∞ −

→ ( )

lim 1

0

(24)

dengan mengambil limit bila s→∞, dengan menganggap F(t) kontinu di

0 =

t diperoleh

) 0 ( ) ( lim

0= s sf sF atau

) ( lim ) 0 ( ) (

limssf s =F = t0 F t (2.10)

b. Teorema nilai akhir

) ( lim ) (

limt→∞ F t = s→0 sf s

Bukti: dari { ( )} 1( ) ( ) (0) 0

1

F s sf t t F e t

F

L =

st ∂ = −

Limit dari ruas kiri bila s→0adalah

∂ =

∂ =

∞ ∞

− →

p

p st

s e F t t F t t F t t

0 1

0 1 1

0

0 ( ) ( ) lim ( )

lim

=limp{F1(p)−F(0)=limt0 F(t)−F(0)

Limit dari ruas kanan bila s→0adalah

) 0 ( ) ( lims0sf sF

Jadi limt→∞ F(t)−F(0)=lims→0 sf(s)− f(0)

Atau limt F(t)=lims0sf(s) (2.11)

2.5 Teori kestabilan sistem

Definisi 2.5.1

Jika sebuah sistem dinyatakan oleh persamaan diferensial :

by f(t) t

y

a + =

(2.12)

Maka solusi persamaan ini terdiri dari fungsi komplementer dan solusi khusus. Secara

fisis, fungsi komplementer disebut jawaban peralihan sedang solusi khusus disebut

(25)

Di dalam keadaan mantap, suatu input (masukan ) dianggap telah terjadi cukup

lama sehingga pengaruh daripada setiap perubahan yang ada sebelumnya telah hilang.

Pada umumnya jawaban (respons) masukan ini mempunyai bentuk yang sama dengan

fungsi masukannya sendiri. Jawaban peralihan menunjukkan bagaimana terjadinya

perubahan variabel dari nilai semula ke nilai mantap.

Fungsi masukan dapat dinyatakan sebagai berikut

0 ) (t =

f untuk t<0

= A untuk t ≥0

Dimana jika bentuk ini digunakan dimasukkan ke persamaan (2.12) akan diperoleh

0 = + ∂

by

t y

a , untuk t <0

= A, untuk t≥0

Selanjutnya dari persamaan ini diperoleh fungsi komplementer at b

Ce

y0 = − sedangkan

solusi khusus adalah :

b A

yk = sehingga solusi total (respons total) nya :

y= yk + y0

at b

Ce b A

y= + − (2.13)

Bagian eksponen [ at b

e− ] dari jawaban ini merupakan bagian peralihan , dimana

laju penurunannya ditentukan oleh nilai a b

. Perbandingan antara a dan b yaitu b a

mempunyai dimensi waktu disebut konstanta waktu τ , yang merupakan sebuah

parameter untuk menentukan respons sistem orde satu. Konstanta waktu ini

didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh bagian peralihan agar harganya

menurun. Konstanta ini merupakan karakteristik sistem dan tidak bergantung pada

fungsi masukan. Dengan memasukkan konstanta waktu b a =

τ , persamaan (2.13)

menjadi :

τ

t

Ce b A

(26)

Dengan kondisi awal y(0)=0 diperoleh harga

b A

C=− sehingga akhirnya bentuk

respons total menjadi :

] 1

[ τ

τ

t

k t

e y Ce b A

y= + − = + −

Respons suatu sistem dikatakan stabil dapat dikenali dari adanya peralihan yang

menurun menuju nol terhadap pertambahan waktu. Ini berarti bahwa untuk

mendapatkan sebuah sistem yang stabil, koefisien dari suku eksponensial yang terdapat

dalam respons peralihan tersebut harus merupakan bilangan-bilangan riil yang negatif.

Misalnya untuk sistem orde satu berikut :

0

= ∂ − ∂ ∂

x t x

x

Dimana solusinya adalah :

x

t x = ∂ ∂

x

= ∂

∂ ∂

x t

x

x

t Ae x=

Adalah suatu sistem yang tidak stabil karena eksponen dari t adalah positif. Akibatnya

respons akan makin bertambah besar terhadap waktu .

2.5.2 Fungsi alih dalam wawasan Laplace

Di dalam fungsi waktu (t) jika sebuah sistem diberikan masukan dan menghasilkan keluaran maka perbandingan antara keluaran terhadap masukan disebut fungsi alih

dalam bentuk t dari sebuah elemen linear atau sitem dengan anggapan bahwa antara

keluaran dan masukan terhadap hubungan linear. Fungsi alih ini didefinisikan sebagai

perbandingan antara transformasi Laplace dari keluaran terhadap transformasi Laplace

masukan dengan menganggap bahwa syarat awal adalah nol. Untuk elemen khusus,

fungsi alih dapat ditentukan sebagai berikut:

) (

) ( ) (

S I

s O s

(27)

Dengan: O(s)= transformasi Laplace dari fungsi masukan I(s)= transformasi Laplace dari fungsi keluaran G(s)= fungsi alih

Perlu dicatat bahwa fungsi alih hanya milik dari elemen dan tidak bergantung

pada masukan serta syarat-syarat permulaan. Karena fungsi alih memberi karakteristik

elemen dalam menentukan bentuk respons peralihanya (komplementer) maka fungsi

alih ini disebut juga fungsi karakteristik elemen tersebut. Beberapa contoh fungsi alih

ini diberikan sebagai berikut:

a. sebuah rangkaian listrik mempunyai persamaan .

t e RC e iR e ei ∂ ∂ + = + = 0 0 0

Dan dalam wawasan (s) menjadi:

] 1 )[ ( ) ( )

(s E0 s RCsE0 E0 s RCs

Ei = + = +

Dengan demikian fungsi alih adalah:

RCs s E s E i + = 1 1 ) ( ) ( 0 atau RCs s G + = 1 1 ) (

Misalkan suatu sistem dinyatakan oleh persamaan diferensial orde dua berikut :

) ( 5 2 2 2 t F y t y t y = + ∂ ∂ + ∂ ∂

Maka fungsi tersebut dalam wawasan (s) adalah

s2Y(s)+2sY(s)+5Y(s)= f(s)

(s2 +2s+5)Y(s)= f(s)

5 2 1 ) ( ) ( 2 + + = s s s f s Y atau 5 2 1 ) ( 2 + + = s s s G      + + = 4 ) 1 ( 2 2 1 2 s

Dengan menggunakan tabel transformasi Laplace balik akan diperoleh bentuk respons

dalam wawasan (fungsi ) t yaitu: G t e tsin2t 2

(28)

Persamaan ini meriilkan suatu respons yang berosilasi dengan amplitudo yang

berkurang terhadap waktu secara eksponensial. Maka sistem adalah stabil eksponensial.

Dalam bentuk kurva yakni:

Gambar 2.1

2.5.3 Persamaan karakteristik

Funsi alih sebuah sistem elemen atau sitem disebut juga fungsi karakteristik sistem

tersebut. Fungsi ini menentukan kelakuan respons peralihan dan dapat memberikan

informasi mengenai kestabilan sistem terebut. Dan jika dinyatakan dalam sebuah

diagram balok sebagai berikut :

x y

A

Gambar 2.2

Dalam simbol ini, A menyatakan suatu sistem atau proses sedangkan tanda panah

menunjukkan arah proses yang dinyatakan oleh variabel x dan y. Pada umumnya

variabel yang berada di sebelah kiri tanda kotak merupakan masukan terhadap kotak,

(29)

lebih umum tanda panah yang menuju kotak adalah masukan sedangkan tanda panah

yang menjauhi kotak adalah keluaran daripada kotak tersebut. Variabel biasanya

dinyatakan huruf kecil.

Kotak adalah suatu sistem, karena merupakan kombinasi komponen- komponen

yang saling mempengaruhi bersama dan membentuk suatu proses yang dapat

dinyatakan secara metematis. Secara simbolis sistem dinyatakan oleh y= Ax.

Dari hubungan ini dapat dilihat bahwa sebuah kotak sebetulnya merupakan

faktor pengali terhadap masukan {y= Ax}, atau dengan kata lain dapat disebutkan

bahwa kotak A adalah sebuah sistem yang berfungsi untuk merubah harga masukan.

Berbicara mengenai sistem ada dua jenis jaringan sistem yakni:

1) Jaringan tertutup adalah sistem dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap

besaran masukan sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap

harga yang diinginkan melalui alat pencatat. Di tunjukkan oleh gambar (2.3.b).

2) Jaringan terbuka adalah sistem dimana keluaran tidak memberikan efek besaran

masukan, sehingga variabel yang dikontrol tidak dapat dibandingkan terhadap harga

yang diinginkan . lihat gambar (2.3.a).

Lihat gambar berikut:

x y G G

x y + - y

(a) (b)

(30)

2.5.4 Diagram kotak dan diagram aliran

2.5.4.1 Diagram kotak

Elemen sistem dalam bentuk diagram kotak secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut :

G

( )

v G 1 G 2 G( y)

H

Gambar 2.4 Diagram Kotak

Secara umum, elemen dari sebuah sistem jaringan tertutup terdiri dari :

a. masukan {G(v)}

b. pengontrol ( G ) , 1

c. sistem (G2): merupakan elemen yang berupa proses elektris dan hidraulis.

d. jalur umpan balik (H) : dapat bernilai positif (+) atau negatif (-).

e. elemen (jalur maju ) : bagian daripada sistem tanpa elemen umpan balik.

f. keluaran (G( y))

2.5.4.1.1 Fungsi alih

Pada diagram balok, perbandingan antara besaran keluran terhadap masukan disebut

fungsi alih. Dari gambar (2.3) diperoleh :

) ( ) ( 1

) ( )

( ) (

s H s G

s G s

r s y

= (2.15)

Dengan demikian persamaan ini menunjukkan bahwa respons adalah perkalian antara

fungsi sistem terhadap fungsi masukan. Selanjutnya karena masukan tidak

(31)

hubungan apakah sistem tersebut stabil atau tidak (tentunya masukan akan

mempengaruhi terhadap respons mantap).

Dengan demikian fungsi masukan yaitu pembilang pada persamaan (2.15) dapat

di buat nol tanpa mempengaruhi bentuk peralihan, sehingga

0 )] ( ) ( 1 )[ ( ) ( )

(s r s = y s +G S H s =

G Atau

1+G(s)H(s)=0 (2.16) Persamaan ini disebut persamaan karakteristik sistem lup tertutup. Di mana selanjutnya

dari persamaan ini dapat ditentukan apakah suatu sistem akan stabil atau tidak.

2.5.4.2Diagram aliran sinyal

Pada gambar diagram kotak (2.1) dalam diagram aliran sinyal dapat digambarkan

sebagai berikut:

A x y

Gambar 2.5

Ditulis : y=Ax

Pemakaian diagram balok umumnya adalah untuk sistem yang sederhana,

sedangkan untuk sistem yang lebih kompleks dipakai diagram aliran. Diagram aliran

menyatakan suatu pasangan persamaan simultan berbentuk suatu jaringan yang terdiri

dari simpul dan percabangan. Sebuah simpul menyatakan sebuah variabel, sedang

percabangan adalah proses yang menghubungkan arah aliran proses.

a 32 a 43

a 12 a 23 a 34 a 45

y 1 y 2 y 3 y 4 y 5

a 24

[image:31.596.135.501.594.708.2]

a 25

(32)

Sebuah simpul berfungsi untuk melakukan dua hal, yaitu sebagai titik

penjumlahan dan sebagai pemulaan atau titik tujuan.

Bagian – bagian dari diagram aliran

a. Simpul masukan adalah simpul yang hanya mempunyai cabang yang keluar. Contoh

: simpul y pada gambar (2.6). 1

b. Simpul keluaran adalah simpul yang hanya mempunyai cabang yang masuk.(contoh

simpul y pada gambar (2.6)). 5

c. Lintasan adalah suatu kumpulan rangkaian kontinu dari cabang-cabang yang

melintang pada arah yang sama. (contoh : a23dana32 pada gambar (2.6)).

d. Lintasan maju adalah suatu lintasan yang bermula dari simpul masukan dan

berakahir pada simpul keluaran . (y1y2y3y4y5 pada gambar (2.6)).

e. Simpal adalah suatu lintasan yang berasal dan berakhir pada simpul yang sama dan

di sepanjang lintasan itu tidak terdapat simpul yang ditemui lebih dari satu kali.

(contoh; y2y3y2 , y3y4y3, y4y4 dan y2y4y3y2 pada gambar

(2.6).

f. Bati lintasan adalah hasil kali penguatan cabang yang ditemui pada perlintangan

suatu lintasan disebut penguatan lintasan. Jika diberikan suatu diagram aliran

dengan lintasan maju sebanyak N dan simpal sebanyak L, penguatan antara simpul

masukan y dan simpul keluaran in yout adalah:

= ∆

∆ =

= N

k

k k

in

out M

y y M

1

(2.17)

Dengan: y in = Variabel fungsi masukan

yout = Variabel fungsi keluaran

M = Penguatan antara y dan in yout

k

M = Penguatan lintasan maju ke-k antara y dan in yout

∆ = 1- (jumlah bati seluruh simpal) + (jumlah hasil kali penguatan dari Seluruh kombinasi dari dua simpal terpisah) - (jumlah hasil

kali penguatan dari seluruh kombinasi dari tiga simpal terpisah )

+....

k

(33)

Perhatikan bahwa fungsi alih simpal tertutup ) (

) (

s r

s y

dari grafik aliran sinyal pada

gambar berikut :

( )

s

r 1 e

( )

s G

( )

s y

( )

s 1 y

( )

s

( )

s H

Gambar 2.7

ditentukan dengan menggunakan rumus penguatan, maka diperoleh:

1. Hanya ada satu lintasan maju antara r(s) dan y(s)dan penguatan lintasan maju adalah M1 =G(s)

2. Hanya ada satu simpal (penguatan simpal) L11 =−G(s)H(s)

3. Tidak terdapat simpal terpisah karena hanya ada satu simpal . selain itu lintasan

maju hanya bersentuhan dengan simpal itu sendiri. Maka ∆1 =1 dan

∆=1−L11 =1+G(s)H(s)

Dengan begitu di dapat fungsi alih simpal tertutup :

) ( ) ( 1

) ( )

( ) (

s H s G

s G s

r s y

+ =

g. Penguatan lintasan maju adalah bati lintasan dari suatu lintasan maju.

h. Bati simpal adalah bati lintasan dari suatu simpal . (contoh: a24a43 pada gambar

(2.5))

i. Simpal–simpal tidak bersentuhan adalah bagaian yang tidak menggunakan simpul

secara bersamaan. Contoh : y2y3y2dan y4y4.

2.5.4.2.1 Sifat dasar grafik aliran sinyal:

Sifat–sifat grafik aliran sinyal adalah sebagai berikut:

1. Grafik aliran sinyal hanya berlaku untuk sistem linear.

2. Persamaan untuk grafik aliran sinyal yang digambarkan harus merupakan

(34)

3. Simpul digunakan untuk menyatakan variabel. Biasanya simpul disusun dari

kiri ke kanan, dari masukan ke keluaran. Mengikuti rangkaian hubungan

sebab akibat dan akibat keseluruhan sistem.

4. Sinyal hanya bergerak di sepanjang cabang dengan arah yang ditentukan

anak panah dari cabang tersebut.

5. Cabang yang mengarah dari simpul y ke k y menyatakan ketergantungan j

j

y ke y , tapi tidak sebaliknya. k

6. Sinyal y yang bergerak sepanjang cabang antara k y dan k y dikalikan j

dengan penguatan dari cabang a sehinga sinyal kj akj yk dihantarkan ke y . j

2.5.5 Pengertian variabel keadaan dan persamaan keadaan

Jika :

) ( ) (

1 t y t

x = t t y t x ∂ ∂ = ( ) ) ( 2 : 1 1 ) ( ) ( − ∂ ∂ = n n n t t y t x

Kemudian persamaan diferensial orde n diuraikan ke dalam n buah persamaan

diferensial orde satu:

) ( ) ( 2 1 t x t t x = ∂ ∂ ) ( ) ( 3 2 t x t t x = ∂ ∂ : ) ( ) ( ) ( ... ) ( )

( 1 2 2 1 1

1

0x t a x t a x t a x t F t

a t x n n n n

n =− − − − − +

∂ ∂

− −

− ..

Dari persamaan–persamaan diatas diperoleh bahwa x1,x2,...xn disebut

(35)

masa depan. a0x1(t) a1x2(t) ... a 2x 1(t) a 1x (t) F(t) t

x

n n n

n

n =− − − − − +

∂ ∂

− −

− disebut

persamaan keadaan.

Dari sudut pandang matematik pengertian variabel keadaan dan persamaan

keadaan sesuai untuk memodelkan sitem dinamik. Variabel x1,x2,...xn merupakan

varibel keadaan dari dari sistem orde n dan n buah persamaan diferensial orde satu

tersebut merupakan persamaan keadaan. Umumnya terdapat beberapa aturan dasar yang

berkenaan dengan pengertian variabel keadaan dan apa yang membentuk suatu

persamaan keadaan.

Variabel keadaan harus memenuhi syarat berikut.

1) Pada setiap waktu awal t = 0 , variabel keadaan x1(t0),x2(t0),...xn(t0)

menyatakan keadaan awal dari sistem .

2) Ketika masukan sitem untuk tt0 dan keadaan awal yang diartikan di atas telah

ditentukan, variabel keadaan haruslah dapat menentukan perilaku sistem di masa

datang.

2.5.6 Diagram keadaan

Diagram keadaan merupakan perluasan dari grafik aliran sinyal untuk menggambarkan

persamaan keadaan dan persamaan diferensial. Keutamaan dari diagram keadaan adalah

membentuk suatu hubungan erat di antara persamaan keadaan dan fungsi alih. Diagram

keadaan dibentuk mengkuti seluruh aturan dari grafik aliran sinyal dengan

menggunakan persamaan keadaan yang ditransformasi Laplace.

Misal variabel x1(t)dan x2(t) dihubungkan oleh diferensial orde satu berikut:

) ( 2 1

t x t x

= ∂ ∂

Ditransformasi Laplace menjadi untuk t ≥0

) ( )

( 2

1 s x s

sx = atau x1(s)= x2(s)

(36)

x1(t0)

1

1 s−1

X2

( )

s X1

( )

s

Gambar 2.8 (a)

( )

s

t x1 0

1

1 −

s

x2

( )

s x1

( )

s

Gambar 2.8 (b)

2.5.6.1 Diagram keadaan dari persamaan diferensial

Ketika suatu sistem linier diuraikan dengan persamaan diferensial orde tinggi, suatu

keadaan dapat dibentuk dari persamaan ini. Perhatikan diferensial berikut:

[image:36.596.168.450.94.562.2]

) ( ) ( ) ( ..

... ... )

( )

(

1 2

1 1

t r t y a t

t y a t

t y a t

t y

n n

n n n

= +

∂ ∂ + +

∂ ∂ + ∂ ∂

− −

(2.18)

Untuk membentuk diagram keadaan dengan menggunakan persamaan (2.18), disusun

(37)
[image:37.596.112.517.208.720.2]

( )

( ) ( ) ..

... ... )

(

2 1

1

t r t

t y a t

t y a

t t y

n n

n n

+ ∂ ∂ − −

∂ ∂ − = ∂ ∂

− −

Sehingga bentuk diagram keadaan dari persamaan diferensial diperlihatkan oleh gambar

berikut:

R sny sn 1y sn 2y sy y

Gambar 2.9 (a)

1 sny sn 1y sn 2y sy y

R an

an1

a2

a1

Gambar 2.9 (b)

( )

( )

s t y n−1 0

( )

( )

s t y n−2 0

( )

s t y1 0

( )

s t y o

1 s −1 s −1 s 1 −1

R sny an sn 1y

( )

xn sn 2y

( )

xn1 sy

( )

x2 y

( )

x y 1 an1

a2

a1

(38)

2.5.6.1.1 Menentukan fungsi alih dari diagram keadaan

Fungsi alih antara masukan dan keluaran dihasilkan dari diagram keadaan dengan

menggunakan rumus penguatan dan dengan mengatur seluruh masukan yang lain dan

keadaan awal nol. Contoh berikut menunjukka n bagaimana fungsi alih dihasilkan secara

langsung dari suatu diagram keadaan.

Tinjau diagram keadaan gambar .:

R 1 s2y −1

s sy −1

s Y 1 Y

-3

[image:38.596.129.513.230.381.2]

-2

Gambar 2.10

perhatikan grafik aliran sinyal yang diperlihatkan pada gambar (2.8). pertama tentukan

penguatan antara R dan y dengan menggunakan rumus penguatan maju lintasan.

Yakni:

2 1 1

1 1 1

− −

=

= s s s M

Penguatan simpal

1 1

11 3 3

− − =

=s s

L

2 1

1

12 2 2

− −

=

=s s s L

) (

1− L11+L12 =

=1−(−3s−1+−2s−2)

1 2

3 2

1+ − + −

=

s s

Dan tidak terdapat simpal yang terpisah

Sehingga dari persamaan (2.17) diperoleh:

∆ =

= 1

) (

)

( M

s r

(39)

1 2

2

3 2

1 − −

+ + − =

s s

s M

s s

M

3 2 1

2 + + =

Fungsi alih antara r(s)dan y(s)yang dihasilkan adalah :

2 3 1 )

( ) (

2+ +

=

s s s r

s y

2.5.7 Analisis kestabilan

Sebelum teknik analisa kestabilan disajikan, perhatikan beberapa sifat polinomial

berikut dan asumsikan bahwa semua koefisien polinomial orde dua :

2 1 2

1 2 2 1

0 1 2 ) (

2 s a s a (s p )(s p ) s (p p )s p p

Q s = + + = − − = − + +

Dan polinimial orde ketiga

) )( )(

( )

( 3 2 2 1 0 1 2 3

3 s s a s as a s p s p s p

Q = + + + = − − −

=[s2 −(p1 + p2)s+ p1+ p2](sp3)

=s3 −(p1+ p2 + p3)s2 +(p1p1+ p1p2 + p1p3)sp1p2p3

Dikembangkan untuk polinimial orde n

Qn(s)=sn +an1sn−1+...+a1s+a0

Untuk koefisien :

=

−1 n

a negatif penjumlahan semua akar

=

−2 n

a penjumlahan dari perkalian semua kombinasi yang mungkin dari akar-akar

diambil kombinasi yang mungkin dari akar – akar diambil dua pada suatu

waktu

=

−3 n

a negatif dari penjumlahan dari perkalian semua kombinasi yang mungkin dari

. akar- akar diambil tiga pada suatu waktu

.

.

.

n

(40)

2.5.7.1 Metode Routh-Hurwitz

sistem adalah stabil jika akar-akar pada persamaan karakteristik(s) berada di sebelah kiri

sumbu khayal di atas sumbu riil, sistem , dan dikatakan tidak stabil jika akar-akar

tersebut berada di sebelah kanan sumbu khayal di atas sumbu riil. Ditunjukkan oleh

gambar dibawah ini :

+ jw sumbu khayal

Daerah stabil

Sumbu riil

jw

Gambar 2.11

Metode Routh-Hurwitz adalah suatu prosedur analitis untuk menentukan kestabilan

suatu sistem tanpa menghitung akar-akar karakteristik, dari suatu polinomial yang

berbentuk

Qn(s)=sn +an1sn−1+...+a1s+a0 (2.19)

Dimana menurut metode Routh-Hurwitz sistem akan stabil bila tidak ada

perubahan tanda pada kolom pertama dari deret Routh-nya, karena bila terjadi

perubahan tanda pada kolom pertama dari deret Routh-nya maka akan ada akar-akar

(41)

Langkah pertama dalam penerapan metode Routh-Hurwitz adalah membentuk

deret seperti berikut , yang disebut deret routh, dengan dua baris pertama adalah

koefisien dari polinomial dalam persamaan (2.19) diatas.

1 1 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 7 5 3 1 6 4 2 0 1 2 3 2 1 . . . . . . . . . . . . . . m l k k c c c c b b b b a a a a a a a a s s s s s s s n n n n n n n n n n n n − − − − − − − − − −

Baris b dihitung dari dua baris tepat diatasnya : baris c , dari dua baris tepat diatasnya dan seterusnya. Persamaan-persamaan untuk koefisien deret adalah seperti berikut :

3 1 2 1 1 1 − − − − − = n n n n

n a a

a a a

b 1 ...

5 1 4 1 2 − − − − − = n n n n

n a a

a a a b 2 1 3 1 1 1 1 b b a a b

c =− nn− 1 ...

3 1 5 1 1 2 b b a a b

c =− nn

Dan seterusnya bahwa determinan dalam ekspresi untuk koefisien ke - i dalam

suatu garis dibentuk dari kolom pertama dan kolom ke - i+1 dari baris sebelumnya. Sebagai contoh, deret routh untuk suatu polinomial orde empat berbentuk

x x x x x x x x x x s s s s 0 1 2 3 4

Dengan setiap tabel yang masuk dipresentasikan dengan simbol x . Secara umum

karena dua baris terakhir dari deret masing-masing akan memiliki satu elemen, dua

baris berikutnya tepat diatasnya masing-masing memiliki dua elemen, dua baris

(42)

Contoh metode Routh-Hurwitz dapat ditetapkan sebagai berikut:

Perhatikan polinomial berikut :

8 2 )

4 (

) 2 ( )

(s = s+ s2−s+ =s3+s2+ s+ Q

Deret routh adalah

8 6

8 1

2 1

0 1 2 3

s s s s

Dengan :

8 0 6

8 1

6 1 6

8 1

2 1

1 1

1

1 =

− − = −

= −

= c

b

Karena terdapat dua perubahan tanda pada kolom pertama (dari 1 ke -6 dan dari -6 ke

8), maka ada akar-akar karakteristik dikanan sumbu khayal bidang kompleks. Sehingga

menurut metode Routh-Hurwitz tidak stabil.

Berikut adalah beberapa kasus pada metode Routh-Hurwitz :

Kasus 1

Kasus ini hanya satu yang akan dibicarakan secara mendalam. Untuk kasus ini tidak ada

elemen dari kolom pertama deret routh yang bernilai nol, dan tidak terjadi masalah

dalam perhitungan deret.

Kasus 2

Untuk kasus ini, elemen pertama dalam suatu baris adalah nol, dengan sedikitnya ada

sebuah elemen tidak nol dalam baris yang sama. Masalah ini dapat diselesaikan dengan

mengganti elemen pertama dari baris, yang nol, dengan suatu bilangan kecil ε, yang

dapat diasumsikan positif atau negatif. Perhitungan deret selanjutnya dilanjutkan, dan

beberapa elemen dapat mengikuti baris akan menjadi suatu fungsi dari ε. Setelah deret

dilengkapi, tanda dari elemen dalam kolom pertama ditentukan dengan mengijinkan ε

(43)

dikanan sumbu khayal bidang kompleks sama dengan jumlah perubahan tanda dalam

kolom pertama ini.

Seperti sebelumnya sebuah contoh digambarkan sebagai berikut :

10 11 4 2 2 )

(s =s5+ s4+ s3+ s2+ s+ Q

Deret routh dihitung sehingga diperoleh

10 6 10 12 6 0 10 4 2 11 2 1 0 1 2 3 4 5 ε − s s s s s s Dengan 0 4 2 2 1 2 1

1=− =

b 6 10 2 11 1 2 1

2=− =

b ε ε ε ε ε 12 ) 4 12 ( 1 6 4 2 1

1=− =− − =−

c 10

0 10 2 1

2=− =

ε ε c 6 12 6 10 12 10 12 6 12

1 =

        + = − = ε ε ε ε ε ε d 10 0 6 10 12 6 1

1=− − ε =

e

Dengan batas yang diambil yaitu ε→0 pada titik yang tepat dalam perhitungan dibandingkan dengan menunggu sampai deret dilengkapi. Prosedur ini

menyederhanakan perhitungan dan bentuk akhir dari deret, dan hasil akhirnya sama.

Dari deret terlihat bahwa ada dua perubahan tanda dalam kolom pertama, dengan

asumsi ε positif atau negatif. Jumlah perubahan tanda dalam kolom pertama selalu

tidak bergantung dari asumsi tanda ε, ada perubahan tanda pada kolom pertama

(44)

Kasus 3

Suatu polinomial kasus 3 adalah semua elemen dari deret routh yang nol. Metode yang

digambarkan pada kasus 2 tidak memberikan manfaat informasi dari kasus ini.

Contoh pertama, yang sederhana menggambarkan kasus 3 misalkan

1 )

(s =s2+ Qd

Untuk sistem ini akar-akar persamaan karakteristik pada sumbu khayal, dan akibatnya

sistem dalam batas kestabilan. Deret routh nya adalah

. 0

1 1

0 1 2

s s s

Dan baris s1 tidak memiliki elemen tidak nol, deret ini tidak dapat dilengkapi karena elemen nol dalam kolom pertama.

Contoh kedua adalah :

2 2 )

2 ( ) 1 ( )

(s = s+ s2+ =s3+s2 + s+ Q

Deret routh nya adalah

0 2 1

2 1

0 1 2 3

s s s s

Sekali lagi, baris s1 adalah nol dan deret diakhiri lebih cepat.

Suatu polinomial kasus 3 berisi suatu polinomial tetap sebagai suatu faktor.

Suatu polinomial genap adalah perpangkatan dari s yang hanya bilangan bulat genap

atau nol. Faktor polinomial genap ini disebut polinomial tambahan akan selalu menjadi

elemen-elemen baris langsung diatas baris nol dalam deret. Eksponen dari pangkat

tertinggi dari polinomial tambahan langsung diatas baris nol, baris s memuat elemen- 2

elemen pada contoh diatas. Jadi polinomial tambahan adalah

1 )

(45)

Untuk contoh kedua baris s semuanya nol dan baris 1 s memuat koefisien-koefisien. 2

Jadi persamaan tambahan adalah

2 )

(s =s2+ Qd

Polinomial kasus tiga dapat dianalisa melalui dua cara. Pertama, sekali polinomial

tambahan ditemukan, hal ini dapat difaktorisasi dari persamaan karakteristik,

meninggalkan suatu polinomial kedua. Dua polinomial dapat dianalisa secara terpisah.

Perhatikan polinomial: Qd(s)=s4 +s3+3s2 +2s+2

Deret routhnya adalah:

2 0

2 1

2 1

2 3 1

2

0 1 3 3 4

s s s s s

i b1 =−(2−3)=

2 ) 2 0 (

2 =− − =

b

0 ) 2 2 (

1 =− − =

c

0 ) 4 0 ( ) 2 1 (

1 =− − =

d

Karena baris s di semua elemen tidak nol, polinomial tambahan didapatkan dari baris 1

2

s dan diberikan oleh : Qd(s)=s2 +2

Maka:

s s Q

s d

2 ) (

= ∂ ∂

Koefisien 2 menggantikan nol dalam deret routh dilengkapi contoh di atas

menggambarkan cara melengkapi deret dengan menggunakan penurunan dari

polinomial tambahan.

Deret diinterprestasikan dengan cara yang biasa yaitu polinomial dalam contoh

tidak mempunyai akar yang terletak di kanan sumbu khayal bidang kompleks. Tetapi,

penyelidikan dari polinomial tambahan memperlihatkan adanya akar pada sumbu

(46)

Akar-akar dari polinomial bahkan terjadi berpasang-pasangan yaitu sama dalam

besar dan berlawanan tandanya. Jadi, akar-akar ini dapat khayal murni gambar (2.11

(a)) , riil murni gambar (2.11(b)) , atau kompleks gambar (2.11(c). Karena akar-akar ini

kompleks harus terjadi dalam sepasang konjugate, suatu akar kompleks dari polinomial

tetap harus terjadi dalam kelompok empat 2.11(c). Karena akar-akar mempunyai

kuadran simetris, maka akar-akar simetris tehadap sumbu riil dan sumbu khayal. Untuk

gambar (2.11(b) dan (2.11(c)), deret routh menunjukkan akar-akar dengan bagian riil

positif. Jika suatu baris nol terjadi, tetapi deret routh lengkap terlihat tidak mengalami

perubahan tanda, menunjukka n bahwa akar-akar pada sumbu jw.

(a) (b) (c)

j2 j

1− 1 1− 1

j2 − j

s4 +4 s2 +4 s2 −1 Gambar 2.12

Perhatikan polinomial berikut:

4 )

(s =s4 + Qd

Deret routh dimulai dengan dua baris.

0 0

4 0 1 3 4

s s

Dan terlihat adanya suatu baris nol. Polinomial tambahan dan turunanya adalah

3 4

4 ) ( 4

)

( s

s s Q s

s

Q d

d =

∂ ∂ +

[image:46.596.99.491.291.635.2]
(47)

Jadi deret menjadi:

4 16

4 0

0 0

4 0 1

4

0 1 2 3 4

ε

ε

s s s s s

Baris s2 mempunyai suatu elemen tidak nol dengan nol untuk pertamanya nol digantikan dengan bilangan kecil ε. Deret mempunyai dua perubahan tanda dalam

kolom pertama, menunjukka n dua akar bagian riil positif. Hasil ini sesuai dengan

gambar (2.9 c).

Polinomial ini memperlihatkan kedua kasus, yaitu kasus 2 dan kasus3. Baris nol dalam

deret menunjukkan kemungkinan akar-akar pada sumbu jw. Dalam contoh ini, kita

tahu hal ini bukan kasus secara umum sangatlah penting untuk memfaktorkan

[image:47.596.275.356.108.198.2]
(48)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Solusi komplementer untuk sistem listrik.

Suatu bentuk persamaan diferensial orde satu pada rangkaian listrik ditunjukkan pada

gambar berikut:

R

S

E L

Gambar 3.1

Dalam rangkaian ini berlaku untuk t≥0:

E Ri t

i L

= +

∂∂ (3.1)

Sehingga solusi arus dalam keadaan mantap (solusi khusus) adalah: R E

ik = dan solusi

komplementernya adalah : Lt R

Ae i0 = −

Untuk sakelar (S) terbuka , arus adalah nol dan karena perubahan energi tidak akan

terjadi begitu sakelar ditutup, maka berlaku pada t =0 berlaku E=0. Dengan menggantikan syarat ini maka:

R E A atau

A R E

− = +

(49)

Akhirnya respons totalnya:

   

 

− = −τ

t

e R E

i 1 , dimana

R L =

τ adalah konstanta waktu. Respons ini ditunjukkan pada

gambar (3.1), yang terdiri dari respons komplementer (peralihan) dan mantap beserta

respons total. Bentuk eksponensial menunjukkan karakteristik dari sistem orde satu.

3.2. Pemakaian transformasi Laplace dalam sistem elektris.

3.2.1. Prosedur pemakaian.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial

dengan mengguna

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.6 Diagram aliran sinyal
Gambar 2.8 (a)
Gambar 2.9 (a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objektif utama sistem ini adalah untuk melihat kestabilan metode yang digunakan untuk perhitungan medan listrik agar kinerja pengolahan data dapat ditingkatkan dan

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu medan listrik, intensitas medan listrik, metode bayangan, persamaan karakteristik impedansi

Penentuan Kestabilan Sistem Kontrol Lup Tertutup Waktu Kontinu dengan Metode Transformasi ke Bentuk Kanonik Terkontrol..

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan terlebih dahulu mem- pelajari studi literatur mengenai persamaan diferensial biasa, sistem persamaan diferensial

Pada tugas akhir akan dilakukan pemodelan kurva karakteristik inverse non-standar rele arus lebih dengan menggunakan metode Interpolasi Lagrange.. Interpolasi adalah

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa prinsip variasi Van Baak relatif lebih handal digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan rangkaian listrik

Selanjutnya karena perambatan gelombang tsunami yang mengarah sejajar laut (M) dan yang mengarah ke darat (N) adalah sebuah sistem persamaan maka dari metode

Pembelajaran Fisika Dengan Metode Mindmapping Menggunakan Mindmeister Pada Materi Rangkaian Arus Searah Dewi Dewantara Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat