PENGARUH SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA
TERHADAP KENAKALAN REMAJA
DI DESA SIDODADI, KECAMATAN BIRU-BIRU
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Oleh:
060902040
DEWI MOLINA
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan penguji skripsi Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara pada :
Nama : Dewi Molina
NIM : 060902040
Judul : Pengaruh Sosial Ekonomi Rumah Tangga Terhadap Kenakalan
Remaja Di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru Kabupaten Deli
Serdang
Yang dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal :
Pukul :
Tempat :
TIM PENGUJI
Ketua Penguji :
Penguji I :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : DEWI MOLINA NIM : 060902040
ABSTRAK
PENGARUH SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI DESA SIDODADI KECAMATAN BIRUBIRU KABUPATEN DELI SERDANG
(Skripsi terdiri dari 6 bab, 99 halaman, 48 tabel, 7 lampiran, serta 23 kepustakaan)
Masalah kenakalan remaja (delinquency) dewasa ini dirasakan meresahkan masyarakat, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi rumah tangga. Dari beberapa teori dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan. Anak atau remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula.
Skripsi ini berjudul pengaruh sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru Kabupaten Deli Serdang. Penarikan sample dilakukan dengan menggunakan tehnik simple random sampling, jumlah sample adalah 46 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi yaitu bertujuan untuk menguji variabel yang dihipotesiskan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi. Hal ini terbukti dari hasil analisa korelasi yang dilakukan dengan analisa product moment dimana koefisien korelasi
( )
rxy = 0,586 dengan taraf signifikan 5% (taraf kepercayaan 95%) yaitu 0,291. maka berdasarkan ketentuan Guilford, koefisien korelasi r sebesar 0,586 mempunyai arti bahwa hubungan sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi menunjukkan tingkat hubungan yang mantap.UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE
DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE
NAME : DEWI MOLINA NIM : 060902040
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF HOUSEHOLD SOCIAL ECONOMIC TO THE JUVENILE DELINQUENCY IN SIDODADI VILLAGE SUB-DISTRICT OF BIRUBIRU REGENCY OF DELI SERDANG
(thesis consist of 6 chapters, 99 pages, 48 tables, 7 appendixes, and 23 bibliography)
The juvenile delinquency cause the fear to the society either in the developed or developing countries. The juvenile delinquency can reviewed on the influence of household social economic. Based on any theories and results of researches indicate that there is a correlation between the social economic condition to the juvenile delinquency. The child or adolescent from the different social economic condition with have the different knowledge and behaviours.
This thesis entitled the influence of household social economic to the juvenile delinquency at Sidodadi village, sub-district of Birubiru, regency of Deli Serdang. The sampling using the simple random sampling with the number of sample is 46 respondents. The method applied in this research is explanation method in order to test the hypothesized variable.
This research indicates that there is a correlation between household social economic to the juvenile adolescent at Sidodadi village. This indicated by the results of correlation using the product moment analysis where the correlation coefficient (Rxy) = 0,586 with significant level 5% (confidential level 95%), i.e 0,291. Based on the term of Guildford, the correlation coefficient r for 0,586 means that there is a significant correlation between household social economic to the juvenile adolescent at village of Sidodadi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Terhadap Kenakalan Remaja Di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru
Kabupaten Deli Serdang”.
Salawat dan salam keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
menunjukkan jalan kebenaran kepada kita semua. Skripsi ini disusun untuk
diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik
yang dapat membangun guna perbaikan dimasa akan datang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan
secara khusus penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Matias Siagian, M. Si, selaku ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
3. Ibu Prof. Dr. Risnawati Sinulingga, M. Th, selaku Dosen Pembimbing
yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staff pengajar yang telah mengajar dan membimbing
penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara serta seluruh staff administrasi FISIP
USU.
5. Kepada Bapak Kepala Desa Sidodadi yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di desa tersebut dan pegawai kantor
kepala desa telah banyak membantu dan memberikan informasi kepada
penulis selama mengadakan penelitian.
6. Kepada kedua orangtua saya yang telah banyak berkorban dalam merawat,
mendidik dan membimbing serta do’a tulus yang tiada henti-hentinya
mengiringi penulis serta memberikan dukungan penuh selama saya
mengerjakan skripsi ini. (Ewi belum bisa balas semua yang telah mama
papa berikan, wi sayang kalian….)
7. Untuk kakak ku tersayang Lydia Sofrina S, Kom (makasih ya kak atas
bantuan dan dukungannya selama ini…), abang ipar ku Tri Andri Bair
Hamzah S, Sit, adikku tersayang Muhammad Fariza Maulana (belajar
yang rajin dek… biar bisa lulus UN dan kuliah di kampus yang eja mau.
Ok…) ewi sayang kalian…
8. Buat mas ku Raja Tamira Winanda (makasih ya mas udah bantuin dan
selama dua tahun ni dengan ewi… cepat tamat ya, biar kita wujudkan
semua impian dan cita-cita kita, amin…)
9. Teman-teman seperjuanganku dalam menyelesaikan skripsi…. Immanuel,
Halim, Monica, Ade, dan teman lainnya yang tidak disebutkan, akhirnya
perjuangan kita berhasil kawan, sukses buat kita semua.
10. Buat Opi dan Ayu, makasih buat persahabatan kita selama ini, kalian
emang teman yang baik buat ewi… cepat tamat ya…
11. Buat sisa-sisa anak 06 kessos, ayo nyusul… Nanta, Edo, Ari, Mantho,
Rahmat, Yepi, Diah, dan yang lainnya… ayo semangat selesaikan
skripsinya, jangan ditunda-tunda trus tu skripsi….
12. Buat teman-teman stambuk 07 kessos, Restu, Dodi, Frans, Ronal, Alex,
Ayu, Miftah, makasih untuk dukungannya. Untuk yang lagi ngerjain
skripsi, semangat yah…
13. Buat Adek-adekku stambuk 08 Kessos, Sandra, Tika, Lia, makasih
dukungannya ya adekku…
14. Seluruh responden yang telah membantu penulis selama mengadakan
penelitian. Penulis ucapkan terimakasih banyak atas data dan
informasinya.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun telah
banyak membantu dan memberikan dorongan moril maupun materil bagi
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang benar-benar konstruktif dari
semua pihak, agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang
membutuhkannya. Akhirnya, penulis memohon ampun kepada Allah SWT atas
segala kesalahan diri dari hal-hal yang tidak diridhoiNya, Amin.
Medan, November 2010
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
C. 1. Tujuan Penelitian ... 12
C. 2. Manfaat Penelitian ... 12
D. Sistematika Penulisan... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang Pengertian Sosial Ekonomi... 14
B. Konsep Rumah Tangga dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga ... 17
B.1 Konsep Rumah Tangga ... 17
B.2 Peranan dan Fungsi Rumah Tangga ... 18
C. Pengertian Remaja ... 21
C.1. Remaja dan Ciri-cirinya ... 23
C.2. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja ... 25
D. Pengertian Kenakalan Remaja ... 27
D.1 Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial ... 30
D.2 Wujud Perilaku Kenakalan Remaja ... 31
D.3 Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja ... 34
F. Hipotesa ... 41
G. Defenisi Konsep dan Definisi Operasional ... 41
G.1 Definisi Konsep ... 41
G.2 Definisi Operasional ... 42
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 44
B. Lokasi Penelitian ... 44
C. Populasi dan Sampel ... 45
C.1. Populasi ... 45
C.2. Sampel ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data ... 45
E. Teknik Analisa Data ... 46
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Sidodadi ... 48
B. Keadaan Penduduk ... 48
B.1. Jumlah Penduduk ... 48
B.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 48
B.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
B.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 50
B.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 51
B.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 52
B.7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 53
C. Sarana dan Prasarana ... 54
C.1. Sarana Pendidikan ... 55
C.2. Sarana Perumahan ... 55
C.3. Sarana Tempat Ibadah ... 56
C.4. Prasarana Pemerintahan Desa ... 57
C.5. Prasarana Kesehatan ... 58
BAB V. ANALISA DATA
A. Distribusi Identitas Responden ... 61
A.1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61
A.2. Identitas Responden Berdasarkan Umur ... 62
A.3. Identitas Responden Berdasarkan Suku ... 63
A.4. Identitas Responden Berdasarkan Kegiatan ... 64
B. Gambaran Variabel ... 60
B.1. Tingkat Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden ... 65
B.1.1. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Pendidikan Ayah ... 65
B.1.2. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah ... 66
B.1.3. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Penghasilan Ayah ... 67
B.1.4. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Pendidikan Ibu ... 68
B.1.5. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu ... 69
B.1.6. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Penghasilan Ibu ... 70
B.1.7. Sosial Ekonomi Rumah Tangga responden Berdasarkan Penghasilan Rumah Tangga Per Bulan ... 71
B.1.8. Tanggapan Responden Tentang Cukup Tidaknya Penghasilan Orangtua Dalam Memenuhi kebutuhan ... 72
B.1.9. Data Responden Tentang Lokasi Ayah Bekerja ... 73
B.1.10. Data Mengenai Frekuensi Kepulangan Ayah Responden Berkerja... 75
B.1.11. Data Responden Tentang Lokasi Ibu Bekerja ... 74
B.1.13. Tanggapan Responden tentang Komunikasi Di Dalam
Keluarga ... 76
B.1.14. Data Responden tentang Anggota Keluarga Terdekat .... 77
B.1.15. Data Responden tentang Jumlah Uang saku Yang
Diberikan Per Bulan ... 78
B.1.16. Data Responden Tentang Dapat Tidaknya Uang Saku
Ditabung... 79
B.2. Keterlibatan Responden Dalam Tindak Kenakalan Remaja ... 80
B.2.1. Keterlibatan Responden Dalam Tindak Kenakalan
Remaja ... 80
C. Uji Hipotesis ... 95
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran-Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 49
Tabel 2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50
Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama... 50
Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 51
Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 52
Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 53
Tabel 7. Sarana Pendidikan ... 55
Tabel 8. Sarana Perumahan ... 56
Tabel 9. Sarana Tempat Ibadah ... 57
Tabel 10. Prasarana Pemerintahan Desa ... 57
Tabel 11. Prasarana Kesehatan ... 58
Tabel 12. Jenis Kelamin Responden ... 61
Tabel 13. Umur Responden ... 62
Tabel 14. Suku Bangsa/Etnis Responden ... 63
Tabel 15. Kegiatan Responden ... 64
Tabel 16. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan Pendidikan Ayah ... 65
Tabel 17. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah ... 66
Tabel 19. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan
Pendidikan Ibu... 68
Tabel 20. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan
Pekerjaan Ibu ... 69
Tabel 21. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Berdasarkan Penghasilan
Ibu ... 70
Tabel 22. Gambaran Sosial Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan
Penghasilan Rumah Tangga Per Bulan... 71
Tabel 23. Distribusi Jawaban Tentang Cukup Tidaknya Penghasilan Memenuhi
Kebutuhan ... 72
Tabel 24. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Lokasi Ayah Bekerja ... 73
Tabel 25. Distribusi Jawaban Responden Tentang Frekuensi Kepulangan Ayah
Bekerja ... 73
Tabel 26. Distribusi Jawaban responden Berdasarkan Lokasi Ibu Bekerja ... 74
Tabel 27. Distribusi Jawaban Responden Tentang FrekuensiKepulangan Ibu
Bekerja ... 75
Tabel 28. Distribusi Jawaban Responden Tetang Komunikasi Di Dalam
Keluarga ... 76
Tabel 29. Distribusi jawaban Tentang Anggota Keluarga Terdekat ... 77
Tabel 30. Distribusi Jawaban Tentang Jumlah Uang Saku Yang Diberikan ... 78
Tabel 31. Distribusi Jawaban Tentang Dapat Tidaknya Uang Saku Yang
Ditabung ... 79
Tabel 32. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Kebohongan ... 80
Tabel 34. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Perkelahian ... 82
Tabel 35. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Menonton Film Porno ... 83
Tabel 36. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Membaca Buku Porno ... 84
Tabel 37. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Minum-minuman Keras ... 85
Tabel 38. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Mengkonsumsi Narkoba ... 86
Tabel 39. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Seks Bebas ... 87
Tabel 40. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Mencuri Di rumah ... 88
Tabel 41. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Mencuri Di Luar Rumah ... 89
Tabel 42. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Kebut-kebutan ... 89
Tabel 43. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Pembunuhan ... 90
Tabel 44. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Tawuran ... 91
Tabel 45. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Melakukan Perjudian ... 92
Tabel 46. Frekuensi Jawaban Responden Dalam Menentang Orang Tua ... 93
Tabel 47. Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Reaksi Keluarga ... 93
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan I. Kerangka Pemikiran ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kalkulasi Harga X dan Y
2. Jawaban Responden Variabel X
3. Jawaban Responden Variabel Y
4. Kuesioner Penelitian
5. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian Skripsi
6. Foto Copy Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : DEWI MOLINA NIM : 060902040
ABSTRAK
PENGARUH SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI DESA SIDODADI KECAMATAN BIRUBIRU KABUPATEN DELI SERDANG
(Skripsi terdiri dari 6 bab, 99 halaman, 48 tabel, 7 lampiran, serta 23 kepustakaan)
Masalah kenakalan remaja (delinquency) dewasa ini dirasakan meresahkan masyarakat, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Kenakalan remaja dapat dikaitkan dari kemungkinan pengaruh sosial ekonomi rumah tangga. Dari beberapa teori dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan. Anak atau remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula.
Skripsi ini berjudul pengaruh sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi Kecamatan Birubiru Kabupaten Deli Serdang. Penarikan sample dilakukan dengan menggunakan tehnik simple random sampling, jumlah sample adalah 46 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplanasi yaitu bertujuan untuk menguji variabel yang dihipotesiskan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi. Hal ini terbukti dari hasil analisa korelasi yang dilakukan dengan analisa product moment dimana koefisien korelasi
( )
rxy = 0,586 dengan taraf signifikan 5% (taraf kepercayaan 95%) yaitu 0,291. maka berdasarkan ketentuan Guilford, koefisien korelasi r sebesar 0,586 mempunyai arti bahwa hubungan sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di Desa Sidodadi menunjukkan tingkat hubungan yang mantap.UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE
DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE
NAME : DEWI MOLINA NIM : 060902040
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF HOUSEHOLD SOCIAL ECONOMIC TO THE JUVENILE DELINQUENCY IN SIDODADI VILLAGE SUB-DISTRICT OF BIRUBIRU REGENCY OF DELI SERDANG
(thesis consist of 6 chapters, 99 pages, 48 tables, 7 appendixes, and 23 bibliography)
The juvenile delinquency cause the fear to the society either in the developed or developing countries. The juvenile delinquency can reviewed on the influence of household social economic. Based on any theories and results of researches indicate that there is a correlation between the social economic condition to the juvenile delinquency. The child or adolescent from the different social economic condition with have the different knowledge and behaviours.
This thesis entitled the influence of household social economic to the juvenile delinquency at Sidodadi village, sub-district of Birubiru, regency of Deli Serdang. The sampling using the simple random sampling with the number of sample is 46 respondents. The method applied in this research is explanation method in order to test the hypothesized variable.
This research indicates that there is a correlation between household social economic to the juvenile adolescent at Sidodadi village. This indicated by the results of correlation using the product moment analysis where the correlation coefficient (Rxy) = 0,586 with significant level 5% (confidential level 95%), i.e 0,291. Based on the term of Guildford, the correlation coefficient r for 0,586 means that there is a significant correlation between household social economic to the juvenile adolescent at village of Sidodadi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki
masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya
kematangan, biasanya dari usia 14 pada pria dan 12 pada wanita. Sementara
United Nations (UN) atau PBB menyebutnya sebagai anak muda (youth) untuk
usia 15-24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam batasan kaum muda (young
people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari
satu budaya ke budaya lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu
dimana individu mulai bertindak terlepas dari orangtua mereka. Sedangkan
menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) remaja mulai dari usia 10
s/d 19 tahun, dan batasan inilah yang digunakan dalam penelitian ini
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah
tidak di golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh ke
dalam golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa.
Karena itu, remaja sering dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan
dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara
maksimal fisik dan psikisnya (Monks, 1989 : 259).
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah.
Karenanya remaja sangat rentan mengalami masalah psikososial, yakni masalah
psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Dan
hal tersebut dapat memicu terjadinya kenakalan pada remaja (juvenile
deliquency).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Polwiltabes kota Semarang,
menyatakan tingginya jumlah kenakalan remaja (dalam bentuk perilaku-perilaku
patologis) pertanda tingginya kecenderungan kenakalan remaja. Dampak dari
perkembangan zaman yang semakin modern menjadikan segalanya semakin
cepat. Perkembangan teknologi yang serba cepat, menuntut remaja segera mampu
menguasai dan mengikuti perubahan jika tidak mau tertinggal dengan remaja
lainnya. Tuntutan tersebut adalah tugas berat yang harus diemban remaja dewasa
ini. Remaja yang memiliki kemampuan dapat terhindar dari kebimbangan,
kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik (konflik internal maupun eksternal),
sementara remaja yang tidak memiliki keahlian tidak dapat ikut berkompetisi
dengan remaja lainnya dan tersisihkan dari pergaulan
Kenakalan remaja seperti sebuah lingkaran hitam yang tidak pernah putus,
sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke
tahun dan bahkan dari hari ke hari semakin rumit. Kenakalan remaja merupakan
masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus
globalisasi dan teknologi yang semakin berkembang, arus informasi yang semakin
berbagai informasi di berbagai media, di sisi lain juga membawa suatu dampak
negatif yang cukup meluas di berbagai lapisan masyarakat.
Kenakalan remaja yang terjadi dewasa ini sering bukan lagi kenakalan
biasa, melainkan kenakalan yang menimbulkan gangguan serius dalam
masyarakat dan dapat digolongkan ke dalam kejahatan atau crime. Kenakalan
yang identik dengan kejahatan ini antara lain pencurian, perampokan,
pemerkosaan, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obat terlarang dan lain-lain.
Seperti yang terlihat di kota-kota besar, dimana perkelahian antar pelajar misalnya
menjadi trend yang banyak menimbulkan korban. Pencurian, perampokan,
mempergunakan obat-obat terlarang bagi sebagian remaja sudah merupakan hal
yang tidak asing lagi
Kejahatan yang dilakukan remaja selama tahun 2001 sebanyak 98 kasus.
Dari kasus tersebut, remaja yang melakukan pencurian sebanyak 50 kasus,
memakai narkoba 4 kasus, melanggar lalu lintas 3 kasus, melakukan pengrusakan
2 kasus, melakukan penganiayaan 14 kasus, melakukan tindakan asusila 9 kasus,
perjudian 3 kasus, perkelahian menggunakan senjata tajam 1 kasus, pengeroyokan
1 kasus, pemerkosaan 7 kasus, melakukan tindakan kekerasan 2 kasus, dan
melarikan anak di bawah umur 1 kasus. Ini hanya sebagian data yang dilaporkan,
belum termasuk kejadian yang tidak dilaporkan kata Kepala Bapas Surakarta Dra.
Siti Jumirah
Pada tahun 2003, empat persen dari anak-anak usia SMP dan SMA
menjadi pemakai narkoba. Pada tahun 2004, jumlah tersebut naik 100 persen.
Pada tahun 2003, enam persen tahanan dan narapidana adalah pemakai dan
(BNP) DKI Jakarta, A Kasandra Oemarjoedi, dalam seminar bertema Hidup Indah
Tanpa Narkoba, di Jakarta, Selasa (31/8). Acara itu diselenggarakan DPD
Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri DKI Jakarta
(http://www.suarapembaruan.com/news/2004/09/01/ jabotabek/jab15.htm).
Dewasa ini, berbagai macam pengaruh dari luar banyak masuk ke negara
kita. Kemajuan dan perkembangan teknologi mengakibatkan arus informasi makin
pesat. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan perubahan dalam sistem dan
nilai-nilai sosial, moral dan agama di dalam masyarakat. Pengaruh arus informasi
melalui media (radio, televisi, koran, majalah,dan lain-lain), menjadikan masalah
remaja makin kompleks.
Selain masalah penyalahgunaan narkoba, perkelahian atau tawuran juga
sering terjadi di antara pelajar. Para remaja menganggap perkelahian sebagai suatu
yang wajar bagi mereka. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya tawuran
kerap kali terjadi. Data yang ada di Bimmas Polda Metro Jaya di Jakarta, tahun
1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183
kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan
korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230
kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota polri. Tahun berikutnya
korban meningkat menjadi 37 orang pelajar yang tewas. Data tersebut
menunjukkan jumlah perkelahian dan korban selalu mengalami peningkatan,
bahkan tercatat dalam satu hari sampai 3 perkelahian di tiga tempat sekaligus
(http://www.e-psikologi.com/remaja/161001.htm).
Selanjutnya, masalah pornografi dan pergaulan bebas juga sudah menjadi
persentase pergaulan bebas remaja bervariasi. Penelitian Zubairi Djoerban di
Jakarta menunjukkan 21 dari 864 remaja atau 2,4 persen mengaku pernah
berhubungan seks, di Jawa Tengah 57 dari 2.748 siswa atau 2,1 persen mengaku
pernah melakukan hubungan seks pranikah, dan di Bali terdapat 24 persen remaja
pria dan 1 persen remaja wanita yang pernah berhubungan seks
(http://www.hgweb01.bkkbn.go.id/hgweb/ceria/mbrtpage90.htm/) .
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh dr. Andik Wijaya kepada
202 pelajar di kota Malang, Jawa Timur antara lain menyebutkan bahwa 93 persen
remaja kota Malang pernah terlibat pornografi. Dari hasil penelitian tersebut,
82 responden menyatakan pernah, 105 sering dan sisanya mengaku setiap hari
selalu terlibat dengan hal-hal yang berbau pornografi. Responden yang diteliti
terdiri atas 51 persen laki-laki dan 49 persen perempuan, 6 persen berusia antara
13-15 tahun, 67,3 persen berusia 16-18 tahun, dan 26,7 persen berusia diatas
18 tahun. Dalam penelitian ini terungkap hampir 15 persen responden telah
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan 100 persen dari mereka
yang telah bertunangan mengaku telah melakukan hubungan seksual. Hal yang
perlu digarisbawahi adalah bahwa semua melakukan tadi mengaku mendapat
gagasan itu dari VCD porno, teman, internet dan dari media lainnya
Selain seks bebas, kasus aborsi juga sangat menonjol. Sebuah laporan
yang dirilis Antara (16/02/09), kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya
mencapai 2,3 juta dan 30 persen pelakunya masih remaja. Data dari Luh Putu
Ikwa Widani dari LSM Kita Sayang Remaja. Lembaga ini meneliti di 9 kota besar
meningkat jadi 150-200 ribu kasus per tahunnya. Sebuah survei yang dilakukan di
33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 melaporkan bahwa 63 persen remaja di
Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar
nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Secara umum survei itu
mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan.
Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN mengatakan,
persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data
penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung,
Surabaya, hingga Makassar, masih berkisar 47,54 persen remaja mengaku
melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, dari hasil survei terakhir tahun
2008, persentasenya meningkat menjadi 63 persen. Dengan adanya perilaku
seperti itu, para remaja tersebut sangat rentan terhadap risiko kesehatan seperti
penularan penyakit HIV-AIDS, penggunaan narkoba, serta penyakit lainnya.
Sebab, berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari
15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia, 54
persen adalah remaja. Jika ditelisik, ada beberapa faktor yang mendorong anak
remaja usia sekolah SMP dan SMA melakukan hubungan seks di luar nikah
Tingginya penggunaan narkoba di kalangan remaja ditunjukkan hasil riset
yang dilakukan oleh Universitas Indonesia. Berdasarkan hasil riset, angka
penyalahgunaan narkoba pada pelajar dan mahasiswa sejak tahun 2003 sampai
dengan 2006 meningkat dari 3,9% menjadi 5,3% atau jumlah totalnya 1.037.682
Hal yang sama dikatakan Rahardjo selaku Ketua Harian Badan Narkoba
D.I. Yogyakarta (Suara Merdeka, 2008), bahwa penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza) di Indonesia terus mengalami
peningkatan. Data dari Badan Narkotika Nasional, menunjukkan bahwa pengguna
narkoba di Indonesia mencapai 3,2 juta jiwa atau sekitar 1,5 persen dari penduduk
Indonesia, dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dari jumlah itu,
menurut Raharjo, tercatat sekitar 8.000 orang di antaranya menggunakan narkoba
dengan alat bantu yang berupa alat suntik. Akibatnya, 60 persen di antara
pengguna yang menggunakan alat bantu suntik terjangkit HIV/AIDS. Tingginya
penyalahgunaan narkoba tersebut, di dunia rata-rata 15 ribu jiwa setiap tahun
melayang karena narkoba (http://www.scribd.com/doc/16176402/).
Para pakar baik pakar hukum, psikolog, pakar agama dan lain sebagainya
selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya ini. Mengatasi
kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu.
Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua,
teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses
perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus
diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan,
dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja yang gagal dalam
menjalani proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada
masa anak-anaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu
singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara
terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja. Seringkali
didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak
menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi
lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.
Namun pada kenyataannya orang cenderung langsung menyalahkan, menghakimi,
bahkan menghukum pelaku kenakalan remaja tanpa mencari penyebab, latar
belakang dari perilakunya tersebut (Gunarsa, 2003 : 17).
Para ahli jiwa berkomentar bahwa kenakalan remaja sebagai akibat dari
perkembangan jiwa remaja yang cenderung lebih mengedepankan sifat emosi
daripada pemikiran. Sedang menurut politikus kenakalan remaja sebagai akibat
kurangnya kontrol sosial, dan para ahli pendidikan berpendapat bahwa kenakalan
remaja sebagai akibat dari kecerobohan orangtua, masyarakat dan lingkungan
(Stephen Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 110).
Minddendorff mengemukakan pendapatnya pada salah satu karangan
Kartini Kartono menyatakan bahwa ada kenaikan jumlah juvenile delinquency
(kejahatan anak remaja) dalam kualitas, dan peningkatan dalam kegarangan serta
kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada
tindak kejahatan individual. Fakta kemudian menunjukkan bahwa semua tipe
kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya
perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. Di kota-kota industri dan kota besar
yang cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus kejahatan yang jauh lebih
banyak daripada dalam masyarakat primitif atau di desa-desa. Di Indonesia
masalah kenakalan remaja telah mencapai tingkat yang cukup meresahkan
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peranan yang besar dalam
pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja.
Perilaku anak-anak ini menunjukkan tanda-tanda kurang atau tidak adanya
korfomitas terhadap norma-norma sosial, mayoritas juvenile delinquency berusia
di bawah 21 tahun. Anak tertinggi tindak kejahatan ada pada usia 15-19 tahun dan
sesudah umur 22 tahun, kasus kejahatan yang dilakukan oleh delinkuen menjadi
menurun (Minddendorff, dalam Kartono, 1992 : 3).
Kondisi rumah tangga yang dapat menyumbang terhadap terjadinya
kenakalan remaja adalah kurangnya perhatian yang diberikan orangtua, serta
kurangnya penghayatan dan pengamalan orangtua terhadap agama. Sekolah
merupakan lingkungan belajar kedua yang berkontribusi terhadap keberhasilan
dan ketidakberhasilan, dengan salah satu indikator kenakalan remaja. Faktor
sekolah yang berkontribusi terhadap kenakalan remaja antara lain disiplin sekolah
yang longgar, ketidakacuhan guru dan pengelola sekolah terhadap masalah siswa
di luar urusan sekolah, serta tidak lancarnya komunikasi antara guru dan orangtua
yang menyebabkan kecilnya peran orangtua dalam kemajuan pendidikan anaknya.
Di kota besar di negara-negara yang sudah maju, kejahatan remaja
bergandengan erat dengan kemiskinan. Hal ini dicerminkan oleh distribusi
ekonomis dan distribusi ekologis dari orang-orang yang berasal dari kelas-kelas
sosial yang berbeda-beda. Dengan sendirinya dalam masyarakat terdapat banyak
kesenjangan antara si kaya dan si miskin, semua kejadian tadi merangsang
terjadinya peningkatan jumlah kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang berasal
anak-anak remajanya memiliki ambisi materiil yang terlalu tinggi dan tidak realistis
(Kartono, 1992 : 33).
Di kalangan kelas menengah dan tinggi dalam masyarakat modern
sekarang pada dekade terakhir ini anak mudanya yang hidup sejahtera dan
makmur banyak yang ikut-ikutan menjadi delinkuen, khususnya hal ini terdapat di
negara-negara yang sejahtera dan teknis maju. Mereka banyak menjadi delinkuen
disebabkan faktor kejemuan dan kejenuhan (jenuh hidup di tengah-tengah
kemakmuran). Kemewahan dan kemakmuran membuat anak tadi menjadi terlalu
manja, lemah secara mental, bosan karena terlalu lama menganggur, tidak mampu
memanfaatkan waktu kosong dengan perbuatan yang bermanfaat, dan terlalu enak
hidup santai, maka dalam iklim subkultur makmur-santai tadi anak-anak remaja
ini menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi bagi
kehampaan jiwa dengan melakukan perbuatan delinkuen jahat yang hebat-hebat
(Gunarsa, 2003 : 108).
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari
kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal
di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki
banyak privilege diperkirakan 50 : 1. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan
remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima
oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa akan mendapatkan
perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi
“tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas
remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah
melakukan kenakalan (Kartono, 1992 : 85).
Kenakalan remaja sesungguhnya merupakan suatu ketimpangan tingkah
laku yang mendapat menjadi tingkah laku yang patologis yang kronis dan
sisiopatik yang parah ditengah-tengah masyarakat seperti yang terjadi saat ini.
Oleh sebab itu sudah seharusnya diusahakan langkah-langkah penanggulangan
kenakalan remaja tersebut. Didasarkan kepada penelitian-penelitian tentang
kenakalan tersebut antara lain penyebab kenakalan remaja ini salah satunya
keadaan social ekonomi. Karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang
dituntut untuk lebih inovatif dan kreatif serta penuh dedikasi. Karena di tangan
merekalah penentu maju atau mundurnya kehidupan bangsa. Untuk itu penulis
tertarik mengangkat masalah kenakalan remaja di desa Sidodadi, kecamatan
Birubiru, alasan penulis memilih desa Sidodadi, kecamatan Birubiru sebagai
lokasi penelitian karena daerah tersebut merupakan daerah suburban, yaitu daerah
yang terletak di antara city dan urban, atau daerah yang terletak di antara kota dan
desa, jadi daerah tersebut dapat dikatakan daerah transisi, sehingga masyarakat
khususnya remaja desa Sidodadi cenderung mengikuti pola kehidupan sosial
masyarakat kota. Dimana masyarakat daerah tersebut dominan memiliki tingkat
sosial ekonomi yang rendah, sedangkan perilaku remajanya mengikuti gaya hidup
masyarakat kota yang terbiasa dengan pola hidup mewah.
Untuk itu penulis akan melakukan penelitian dengan satu judul pengaruh
sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja di desa Sidodadi,
B. Perumusan Masalah
Masalah merupakan pokok dari suatu kegiatan penelitian, untuk itu dalam
penelitian ini ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti berdasarkan latar
belakang dan uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
“Apakah sosial ekonomi rumah tangga berpengaruh terhadap kenakalan remaja di
desa Sidodadi, kecamatan Birubiru, kabupaten Deli Serdang?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kenakalan remaja.
2. Untuk mengetahui latar belakang sosial ekonomi rumah tangga pelaku
kenakalan remaja.
3. Untuk mengetahui bagaimana sosial ekonomi keluarga mempengaruhi
kenakalan remaja.
C.2. Manfaat
1. Dapat digunakan untuk lebih mendalami pengaruh yang disebabkan
sosial ekonomi rumah tangga terhadap kenakalan remaja.
2. Menjadi referensi dalam rangka pemahaman perilaku remaja.
3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam rangka pemecahan
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan maslah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang akan diteliti, kerangka pemilihan, hipotesa, definisi konsep dan
definisi operasional.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel
penelitian, tehnik pengumpulan data, serta tehnik analisa data.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan penguraian tentang sejarah geografis dan gambaran
umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang
diteliti.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian
beserta analisanya.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tentang Pengertian Sosial Ekonomi
Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya kawan (teman). Dalam
hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas,
teman sekampung dan sebagainya. Yang dimaksud kawan disini adalah mereka
(orang-orang) yang ada di sekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan
tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1986 : 60).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 2002 : 1454). Sedangkan kata sosial
menurut Depsos adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam
berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai
acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan
pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur
tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu
masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari
seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari
seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu
yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http://www.depsos.go.id/).
Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang
artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah
ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling
maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan
sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat
dikatakan bahwa ekonomi bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup
manusia sehari-har
Menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti
segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian
barang-barang serta kekayaan (seperti perdagangan, hal keuangan dan perindustrian)
(KBBI, 2002 : 379).
Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sosial
ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan,
pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud
berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang
dilakukan.
Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial)
yaitu satu keseluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan
dalam suatu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau
kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Interaksi ini pertama sekali
terjadi pada keluarga dimana ada terjadi hubungan antara ayah, ibu dan anak. dari
adanya interaksi antara anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan
masyarakat luar. Pola hubungan interaksi ini tentu saja di pengaruhi lingkungan
dimana masyarakat tersebut bertempat tinggal. Di dalam masyarakat pedesaan
kita ketahui interaksi yang terjadi lebih erat dibandingkan dengan perkotaan. Pada
oleh status, jabatan atau pekerjaan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan terjadinya
stratifikasi sosial di dalam masyarakat.
Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu
saja termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti
yang dikatakan oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi
terhadap suatu barang menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok
atau status tertentu (Kartono, 1992 : 137).
Melly. G. Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi
adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat itu
dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi
(Tan dalam Koentjaraningrat, 1981 : 35).
1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Yaitu masyarakat yang
menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat
hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal,
mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain. Karena tuntutan
kehidupan yang keras, kehidupan remajanya menjadi agresif. Sementara
itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan
terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan
menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.
2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang. Yaitu pendapatan yang
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat
3. Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi. Yaitu selain dapat memenuhi
kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan
dan digunakan untuk kebutuhan yang lain. Remaja dalam golongan ini
sering berada dalam kemewahan yang berlebihan. Remaja dengan
mudahnya mendapatkan segala sesuatu. Membuatnya kurang menghargai
dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya,
sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan
membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu
memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi
demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu
berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan
yang bersifat melanggar.
B. Konsep Rumah Tangga dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga
B.1. Konsep Rumah Tangga
Menurut Badan Pusat Statistik, rumah tangga adalah seseorang atau
sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau
sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang
dimaksud dengan satu dapur adalah bahwa pembiayaan keperluan jika pengurusan
kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama.
Pengertian rumah tangga menurut Ensiklopedia Nasional jilid ke-1, yang
dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal
manusia. Sementara rumah tangga memiliki pengertian tempat tinggal beserta
perumahan dasar di mana produksi ekonomi, konsumsi, warisan, membesarkan
anak, dan tempat tinggal yang terorganisasi dan dilaksanakan. Dalam ilmu
ekonomi, rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang tinggal di
kediaman yang sama
Istilah rumah tangga dan keluarga sendiri sering dicampur adukkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengertian rumah tangga lebih mengacu pada sisi ekonomi,
sedangkan keluarga lebih mengacu pada hubungan kekerabatan, fungsi sosial dan
lain sebagainya (http://datastatistik-indonesia.com).
B.2. Peranan dan Fungsi Rumah Tangga
Peranan dan fungsi rumah tangga sangat luas dan uraian mengenai ini
sangat bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Peranan dan fungsi
rumah tangga diantaranya yaitu:
1. Dari sudut biologi, rumah tangga berfungsi untuk melanjutkan garis
keturunan.
2. Dari sudut psikologi perkembangan, rumah tangga berfungsi untuk
mengembangkan seluruh aspek kepribadian sehingga bayi yang kecil
menjadi anak yang besar yang berkembang dan diperkembangkan seluruh
kepribadiannya, sehingga tercapai gambaran kepribadian yang matang,
dewasa dan harmonis. Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun
dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak
meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas
anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,
mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.
3. Dari sudut pendidikan, rumah tangga berfungsi sebagai tempat pendidikan
informal, tempat dimana anak memperkembangkan dan diperkembangkan
kemapuan-kemampuan dasar yang dimiliki, sehingga mencapai prestasi
yang sesuai dengan kemampuan dasarnya dan memperlihatkan perubahan
perilaku dalam berbagai aspeknya seperti yang diharapkan dan
direncanakan.
4. Dari sudut sosiologi, rumah tangga berfungsi sebagai tempat untuk
menanamkan aspek sosial agar bisa menjadi anggota masyarakat yang
mampu berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
5. Dari sudut agama, rumah tangga adalah tempat persemaian bagi
benih-benih kesadaran akan adanya sesuatu yang luhur, Yang Maha Kuasa, Sang
Pencipta, Ketuhanan Yang Maha Esa, dan norma-norma ethis-moral
seperti tindakan baik dan buruk yang dijadikan pegangan dalam perilaku
sehari-hari.
6. Dari sudut ekonomi, rumah tangga adalah primer sebagai organisasi
tidak terbatas, keinginan-keinginan daripada keluarga untuk meningkatkan
kualitas kebutuhan hidupnya, akan tetapi penghasilan mereka terbatas, hal
tersebut menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dalam keluarga, maka
untuk mengimbangkan kebutuhan dan pendapatan mereka mempunyai
prinsip bahwa keluarga harus mempunyai perencanaan (merencanakan)
anggaran rumah tangga dan meningkatkan penghasilan rumah tangga dan
meningkatkan semangat kerja (Gunarsa, 1993 : 230).
Sebagai tambahan untuk fungsi rumah tangga yang lain dikutip pendapat
Horton sebagai berikut :
1. Fungsi pengaturan seksual. Keluarga berfungsi sebagai lembaga pokok
yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan
mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi reproduksi fungsi rumah tangga untuk memproduksi anak atau
melahirkan anak.
3. Fungsi afeksi. Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan
dicintai (Horton, dalam Su’adah, 2005 : 109).
Pada dasarnya rumah tangga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi
biologis antara lain melahirkan anak, fungsi afeksi hubungan kasih sayang dan
fungsi sosialisasi yaitu interaksi sosial dalam keluarga tentang pola-pola tingkah
laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka
perkembangannya (Su’adah, 2005 : 109).
Dari beberapa penyajian tentang fungsi dan peranan rumah tangga,
nyatalah betapa pentingnya rumah tangga terutama bagi perkembangan
dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian
seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan
diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses
yang ada dan terjadi sebelumnya.
C. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan masa anak menuju
masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan baik fisik
maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana pun
tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang
disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga
berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa.
Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari
orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang
dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, dalam Agustiani, 2006 : 28).
Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992 : 203).
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, memberikan batasan usia remaja Indonesia antara
11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik,
baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti
tercapainya identitas diri (kriteria psikologik).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan
peluang bagi mereka mempunyai hak-hak yang penuh sebagai orang
dewasa.
5. Dalam defenisi di atas status perkawinan sangat menentukan. Seorang
yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan
dewasa (Sarwono, 2000 : 14).
Sedangkan masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun
bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia
12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun
sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Hurlock, dalam Ali, 2004 : 9).
Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan defenisi
tentang remaja yang bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3
kriteia yang biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap
defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut :
Remaja adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama sekali ia menunjukkan tanda-tanda
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3. terjadi perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2000 : 9).
C.1 Remaja dan Ciri-cirinya
Dari sudut batas usia saja sudah tampak bahwa golongan remaja
sebenarnya tergolong kalangan yang labil. Artinya, keremajaan merupakan gejala
sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada antara usia anak-anak dengan
usia dewasa, sedangkan bagi orang dewasa mereka masih dianggap kecil.
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari sudut kepribadiannya
remaja mempunyai ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual maupun badaniah.
Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki
atau wanita tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan
oleh para remaja, sehingga perhatian terhadap jenis kelamin kian semakin
meningkat. Oleh remaja perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai
salah satu kebanggaan.
2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan
yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya.
Kadang-kadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat
3. keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan
dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum
matang.
4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis
maupun politis, dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang
terlalu ketat oleh orang tua dan sekolah.
5. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk
mendapatkan identitas diri.
6. menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau
keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan nilai yang
dianut oleh orang dewasa (Soekanto, 1990 : 52).
Menurut Elizabeth B. Hurlock, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakannya dengan masa sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut
akan diterangkan secara singkat sebagai berikut :
1. Masa remaja merupakan periode yang penting : dimana ada dua
perkembangan pada masa periode ini yang penting yaitu perkembangan
fisik dan psikologis.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan : masa ini merupakan sebuah
peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan
berikutnya. Bila masa remaja beralih ke masa dewasa, maka remaja harus
meninggalkan segala yang bersifat kekanak-kanakkan dan harus
3. Masa remaja sebagai periode perubahan : dimana selama masa remaja,
ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan
sifat juga berlangsung cepat.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah : pada periode ini, masalah yang
paling sering muncul disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan
seksual yang normal.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas : penyesuaian diri dengan
kelompok masih tetap penting, tetapi lambat laun remaja mulai
mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan
teman-temannya dalam segala hal, seperti sebelumnya.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan : anggapan yang
buruk terhadap citra diri remaja dianggap sebagai gambaran yang asli
sehingga remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran
tersebut.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik : remaja sering memandang
kehidupan melalui kaca mata merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang
lain sebagaimana yang ia ingginkan bukan sebagaimana adanya.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa : para remaja biasanya mulai
bertindak, berperilaku dan berpakaian seperti orang dewasa (Hurlock,1992
: 207).
C.2 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja
Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada
persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa
remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Akibatnya,
hanya sedikit remaja yang diharapkan mampu mengusai tugas-tugas tersebut pada
masa awal remaja, apalagi mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan remaja
memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa mereka sudah hampir dewasa.
Mereka mulai berpakaian dan bertingkah laku seperti orang dewasa. Mereka juga
mulai merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan
terlibat dalam perilaku seks bebas. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1992 : 209).
Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang meliputi bidang
intelijensia, sosial, maupun lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya.
R. J. Havighust, seorang sarjana psikologi pendidikan menyimpulkan tugas
perkembangan remaja sebagai berikut :
1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomonikasi secara lebih
dewasa dengan kawan sebayanya.
2. Memperoleh peran sosial.
3. Menerima keadaannya dan menggunakan dengan efektif.
4. Memperoleh kebebasan emosional.
5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri.
6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan.
7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga.
8. Membentuk sistem nilai moral dan falsafah hidup (Gunarsa, 2003 :
Menurut Furter, dalam tinjauan fenomenologisnya dikemukakan ada tiga
dalil perkembangan masa remaja, yaitu :
1. Bahwa tingkah laku moral yang sesungguhnya baru timbul pada masa
remaja.
2. Bahwa masa remaja sebagai periode masa muda harus dihayati betul-betul
untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom.
3. Bahwa eksistensi muda secara keseluruhan merupakan masalah moral dan
nilai (Sudarsono, 1995 : 166).
D. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa
latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa
muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari
bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian
diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan,
pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya (Kartono, 1992 : 3).
Dalam bukunya Kartini Kartono, mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula
sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh
pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, dikarenakan tingkat sosial
ekonomi rumah tangga mereka rendah, remaja tersebut mendapatkan perlakuan
diskriminasi dari lingkungan. Maka ia mencoba untuk melakukan perlawanan
dengan cara mereka sendiri yang terkadang salah, sehingga perilaku mereka
dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam
adalah kelainan tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial,
melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat (Kartono, 1992 : 93). Dalam pengertian yang lebih luas tentang
kenakalan remaja ialah perbuatan atau kejahatan, pelanggaran yang dilakukan
oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan
menyalahi norma-norma masyarakat.
Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan
sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk.
Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi
rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan
melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja
cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman
sendiri.
Sedangkan menurut Cohen, perilaku kenakalan banyak terjadi di kalangan
remaja laki-laki kelas bawah yang kemudian membentuk gang. Perilaku
kenakalan merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok
kelas menengah atas yang cenderung mendominasi (Hadisuprapto, 1997 : 25).
Karena kondisi sosial ekonomi yang ada dipandang sebagai kendala dalam
upaya mereka untuk mencapai tujuan sesuai dengan keinginan mereka sehingga
menyebabkan dari kelompok kelas bawah ini mengalami frustasi, akibat dari
situasi ini banyak remaja yang melakukan perilaku yang bertentangan dengan
Orangtua dengan kelas sosial ekonomi rendah cenderung tidak konsisten
dan melakukan kekerasan terhadap anaknya. Tekanan ekonomi yang begitu berat
membuat orangtua dari golongan sosial ekonomi bawah rentan stres dan tidak
memperhatikan kehidupan anaknya. Apapun akan dilakukan demi memenuhi
kebutuhan hidup, termasuk melakukan tindak kejahatan, dan kondisi semacam ini
lebih memungkinkan remaja juga melakukan tindak kejahatan guna memenuhi
kebutuhan ekonomi yang tidak dapat disediakan oleh orangtuanya.
Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi
sosial ekonomi rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial
ekonomi rendah sebagai faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga
memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas.
Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana
remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan
segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele,
yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus
dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja,
lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal
yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan
memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan
perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111).
Peranan orangtua sangatlah penting dalam membentuk watak dan
kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Keluarga merupakan kelompok
sosial yang utama, terutama tempat anak berada dan menjadi manusia sosial.
orangtua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada
anaknya. Kesejahteraan tersebut meliputi pemenuhan akan kebutuhan pangan dan
papan, perhatian serta kasih sayang. Kemampuan orangtua memberikan berbagai
bentuk kesejahteraan tersebut tidak terlepas dari status sosial ekonomi yang
dimiliki oleh orangtua itu sendiri (Ahmadi, 1991 : 244).
D.1 Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke
dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah
sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan
sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang
dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya
sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat
mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang
tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu
membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang
disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada.
Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku
tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku
tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu
apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan
untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan
pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa
pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan,
sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari
dorongan-dorongan untuk menyimpang (Becker, dalam Soekanto,1990 : 26).
D.2 Wujud Perilaku Kenakalan Remaja
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kenakalan remaja yang
dimaksud adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum.
Kenakalan remaja dibagi menjadi empat bentuk yaitu:
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dan lain- lain.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain:
pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah
perintah (Walgito, dalam Simanjuntak, 1981 : 200)
Singgih D. Gunarsa membagi kenakalan remaja itu menjadi dua kelompok
besar, yaitu :
A. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial, karena tidak diatur dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai
1. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu
orang atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak
sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang
keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan
mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain,
sehingga mudah terangsang untuk menggunakannya, seperti pisau,
silet dan lain-lain.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah
terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah
timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan
<