• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah (Studi Di Satlantas Polresta Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah (Studi Di Satlantas Polresta Medan)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

(STUDI DI SATLANTAS POLRESTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 080200226

JHOSEPINE GITA ELISABETH SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

(STUDI DI SATLANTAS POLRESTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

080200226

JHOSEPINE GITA ELISABETH SINAGA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP : 195703261986011001 DR. M. Hamdan, S.H, M.H

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum

NIP : 195405251981031003 NIP : 196209071988112001 Nurmalawaty, S.H, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAKSI

Prof.Dr. Ediwarman,S.H,M.Hum∗ Nurmalawaty,S.H, M.Hum∗

Jhosepine Gita Sinaga * ∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗∗

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Pelanggaran lalu lintas merupakan masalah yang tidak ada habisnya. Begitu juga permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kotamadya Medan. Permasalahan lalu lintas di kota ini merupakan masalah yang harus segera ditangani oleh Polisi lalu lintas. Hal ini dikarenakan jumlah pelanggar lau lintas di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur di dominasi oleh kalangan anak sekolah, dimana kalangan anak sekolah ini sering melanggar peraturan lalu lintas seperti tidak memakai helm, tidak memilik SIM, tidak memiliki STNK, bonceng tiga, tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan ugal-ugalan dalam menggunakan jalan dan berlalu lintas. Pelanggaran lalu lintas ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena berdasarkan fakta yang ada sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh pelanggaran lalu lintas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peraturan mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, bagaimana hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah dan bagaimana upaya penanggulangan untuk mengatasi hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah di Kotamadya Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur.

Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakan adalah menggunakan metode gabungan antara penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan lalu lintas dan angkutan jalan dan penanggulangannya, dan penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan obyek yang berhubungan.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang dilakukan dalam memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang berjudul “ KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH “.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis begitu banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan ,arahan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum,sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan,S.H, DFM, MH, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni,S.H, MH, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Ibu Liza Erwina,S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Agusmidah,S.H, M.Hum, selaku Dosen Wali yang telah membimbing penulis dalam akademik dari semester awal sampai dengan semester akhir. 8. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, S.H,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I

yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing, memberi waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik. 9. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak membantu penulis dalam membimbing, memberi waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.

10.Ucapan terima kasih kepada Bapak Briptu. M. Sitorus, SH, untuk waktunya,untuk bantuannya serta dukungan yang diberikan kepada penulis dalam membantu penulisan skripsi ini.

11.Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12.Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

kasih sayang yang tak hentinya memberi motivasi, semangat, dan mendoakan setiap langkah penulis dalam mencapai cita-cita. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan kasih karunia serta kesehatan kepada ayah dan ibu tercinta.

14.Ungkapan terima kasih yang tulus kepada kakak penulis Jholant Sinaga,S.E, dan kepada adik-adik penulis Jimmy Sinaga dan Jhonatan Sinaga yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doa kepada penulis.

15.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Lisda, Rumanty, Siska, Oka, Rahayu, Gladis, Dwi Cesaria, Thomas, Oude, Rickson, Prinst, Mega, Hanna, Pratiwi, Debora, Ririn, Lusi, dan seluruh teman-teman penulis di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa disebut namanya satu persatu, terima kasih untuk setiap suka duka dan dukungan kepada penulis. I love you all.

(7)

Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran, masukan, maupun kritik dari pembaca.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua dan ilmu yang diperoleh oleh penulis dapat penulis terapkan bagi nusa dan bangsa.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin

Medan, Juni 2012

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas ... 6

2. Tinjauan Umum Tentang Tugas Dan Kewenangan Polisi Republik Indonesia ... 8

3. Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia ... 14

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 24

(9)

B. Pengaturan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 ... 33

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah, ... 45 D. Upaya Penanggulangan Terhadap Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah. ... 49

BAB III : FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

A. Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah Menurut Undang –

Undang Nomor 22 Tahun 2009 ... 65 B. Faktor Pendukung Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah ... 70 C. Hambatan Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas

Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah ... 74 D. Upaya Penanggulangan Untuk Mengatasi Hambatan

Penerapan Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu

(10)

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan... 79 B. Saran ... 83

(11)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

(STUDI DI SATLANTAS POLRESTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM : 080200226

JHOSEPINE GITA ELISABETH SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(12)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

(STUDI DI SATLANTAS POLRESTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

080200226

JHOSEPINE GITA ELISABETH SINAGA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP : 195703261986011001 DR. M. Hamdan, S.H, M.H

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum

NIP : 195405251981031003 NIP : 196209071988112001 Nurmalawaty, S.H, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(13)

ABSTRAKSI

Prof.Dr. Ediwarman,S.H,M.Hum∗ Nurmalawaty,S.H, M.Hum∗

Jhosepine Gita Sinaga * ∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗∗

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Pelanggaran lalu lintas merupakan masalah yang tidak ada habisnya. Begitu juga permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kotamadya Medan. Permasalahan lalu lintas di kota ini merupakan masalah yang harus segera ditangani oleh Polisi lalu lintas. Hal ini dikarenakan jumlah pelanggar lau lintas di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur di dominasi oleh kalangan anak sekolah, dimana kalangan anak sekolah ini sering melanggar peraturan lalu lintas seperti tidak memakai helm, tidak memilik SIM, tidak memiliki STNK, bonceng tiga, tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan ugal-ugalan dalam menggunakan jalan dan berlalu lintas. Pelanggaran lalu lintas ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena berdasarkan fakta yang ada sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh pelanggaran lalu lintas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peraturan mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, bagaimana hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah dan bagaimana upaya penanggulangan untuk mengatasi hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah di Kotamadya Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur.

Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakan adalah menggunakan metode gabungan antara penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan lalu lintas dan angkutan jalan dan penanggulangannya, dan penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan obyek yang berhubungan.

(14)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang dilakukan dalam memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang berjudul “ KAJIAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH “.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis begitu banyak mendapat dukungan, bimbingan, bantuan ,arahan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum,sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan,S.H, DFM, MH, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni,S.H, MH, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(15)

6. Ibu Liza Erwina,S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Agusmidah,S.H, M.Hum, selaku Dosen Wali yang telah membimbing penulis dalam akademik dari semester awal sampai dengan semester akhir. 8. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, S.H,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I

yang telah banyak membantu penulis dalam membimbing, memberi waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik. 9. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak membantu penulis dalam membimbing, memberi waktu, sumbangan pikiran, tenaga dalam memberikan saran dan kritik serta mengevaluasi sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan baik.

10.Ucapan terima kasih kepada Bapak Briptu. M. Sitorus, SH, untuk waktunya,untuk bantuannya serta dukungan yang diberikan kepada penulis dalam membantu penulisan skripsi ini.

11.Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12.Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(16)

kasih sayang yang tak hentinya memberi motivasi, semangat, dan mendoakan setiap langkah penulis dalam mencapai cita-cita. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan kasih karunia serta kesehatan kepada ayah dan ibu tercinta.

14.Ungkapan terima kasih yang tulus kepada kakak penulis Jholant Sinaga,S.E, dan kepada adik-adik penulis Jimmy Sinaga dan Jhonatan Sinaga yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doa kepada penulis.

15.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Lisda, Rumanty, Siska, Oka, Rahayu, Gladis, Dwi Cesaria, Thomas, Oude, Rickson, Prinst, Mega, Hanna, Pratiwi, Debora, Ririn, Lusi, dan seluruh teman-teman penulis di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa disebut namanya satu persatu, terima kasih untuk setiap suka duka dan dukungan kepada penulis. I love you all.

(17)

Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran, masukan, maupun kritik dari pembaca.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua dan ilmu yang diperoleh oleh penulis dapat penulis terapkan bagi nusa dan bangsa.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin

Medan, Juni 2012

(18)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas ... 6

2. Tinjauan Umum Tentang Tugas Dan Kewenangan Polisi Republik Indonesia ... 8

3. Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia ... 14

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 24

(19)

B. Pengaturan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 ... 33

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah, ... 45 D. Upaya Penanggulangan Terhadap Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah. ... 49

BAB III : FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

A. Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah Menurut Undang –

Undang Nomor 22 Tahun 2009 ... 65 B. Faktor Pendukung Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu

Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah ... 70 C. Hambatan Penerapan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas

Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah ... 74 D. Upaya Penanggulangan Untuk Mengatasi Hambatan

Penerapan Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu

(20)

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan... 79 B. Saran ... 83

(21)

ABSTRAKSI

Prof.Dr. Ediwarman,S.H,M.Hum∗ Nurmalawaty,S.H, M.Hum∗

Jhosepine Gita Sinaga * ∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗

Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗∗

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Pelanggaran lalu lintas merupakan masalah yang tidak ada habisnya. Begitu juga permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kotamadya Medan. Permasalahan lalu lintas di kota ini merupakan masalah yang harus segera ditangani oleh Polisi lalu lintas. Hal ini dikarenakan jumlah pelanggar lau lintas di Kota Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur di dominasi oleh kalangan anak sekolah, dimana kalangan anak sekolah ini sering melanggar peraturan lalu lintas seperti tidak memakai helm, tidak memilik SIM, tidak memiliki STNK, bonceng tiga, tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan ugal-ugalan dalam menggunakan jalan dan berlalu lintas. Pelanggaran lalu lintas ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena berdasarkan fakta yang ada sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh pelanggaran lalu lintas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peraturan mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, bagaimana hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah dan bagaimana upaya penanggulangan untuk mengatasi hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah di Kotamadya Medan, khususnya di Kecamatan Medan Timur.

Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakan adalah menggunakan metode gabungan antara penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan lalu lintas dan angkutan jalan dan penanggulangannya, dan penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan obyek yang berhubungan.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelanggaran lalu lintas dewasa ini semakin memperihatinkan, tercatat di wilayah hukum Satlantas Polresta Medan Tahun 2011, anggota POLRI menindak langsung 139.2911 kasus pelanggar lalu lintas ( tilang ). Kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi ini berbanding lurus dengan kecelakaan lalu lintas, terbukti selama tahun 2011 telah terjadi 1.702 kecelakaan lalu lintas2

Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, mulai dari yang ringan hingga yang berat

. Data juga mencatat sebanyak 77.988 tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh anak sekolah.

3

1

Data dari SATLANTAS Polresta Medan

. Pelanggaran ringan yang kerap terjadi dalam permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm, menerobos lampu merah, tidak memiliki SIM atau STNK , tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan bonceng tiga dianggap sudah membudaya di kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah. Pelanggaran lalu lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga tiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

2

Berita Sumut.co

3

(23)

Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politik. Di samping itu polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi)4

Peraturan perundang – undangan yang mengatur masalah lalu lintas dan angkutan jalan raya tidaklah sepenuhnya sinkron dan ada ketentuan – ketentuan yang sudah tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Namun demikian tidaklah berlebih – lebihan untuk mengemukakan beberapa cara penegakan peraturan lalu lintas yang menurut pengalaman akan lebih efisien.

. Mengendarai kendaraan secara kurang hati – hati dan melebihi kecepatan maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walau demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang dihadapi apabila mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal itu, khususnya anak sekolah sehingga dalam pelanggaran lalu lintas tersebut tidak sedikit yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

Cara yang lazim disebutkan periodic reinforcement atau partial reinforcement.

4

Soerjono Soekanto 2, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, hlm 58

(24)

terbiasakan menjalani rute jalan raya tertentu, maka ada kecenderungan untuk melebihi kecepatan maksimal. Hal itu disebabkan oleh karena pengemudi menganggap dirinya telah mengenal bagian dari jalan raya tersebut dengan baik. Kalau pada tempat – tempat tertentu dari jalan tersebut ditempatkan petugas patroli jalan raya, maka dia tidak mempunyai kesempatan untuk melanggar batas maksimal kecepatan. Akan tetapi apabila penempatan petugas dilakukan secara tetap, maka pengemudi mengetahui kapan dia harus mematuhi peraturan lalu lintas. Cara ini bertujuan untuk menghasilkan pengemudi yang berperilaku baik. Cara kedua biasanya disebut conspicuous enforcement, yang biasanya bertujuan untuk mencegah pengemudi mengendarai kendaraan secara membahayakan. Dengan cara ini dimaksudkan sebagai cara untuk menempatkan mobil polisi atau sarana lainnya secara menyolok, sehingga pengemudi melihatnya dengan sejelas mungkin. Hal ini biasanya akan dapat mencegah seseorang untuk melanggar peraturan. Cara ini bertujuan untuk menjaga keselamatan jiwa manusia dan sudah tentu, bahwa kedua cara tersebut memerlukan fasilitas yang cukup dan tenaga manusia yang mampu serta terampil.5

5

Ibid, hlm 79

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis maka permasalahan yang akan dikemukakan penulis adalah :

1. Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah?

2. Apa saja yang merupakan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah .

2. Untuk mengetahui apa sajakah faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah.

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

a. Manfaat Teoritis :

1. Menambah wawasan, memberikan informasi dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah

(26)

pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah.

b. Manfaat Praktis :

Memberikan masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya menanggulangi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah tersebut.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul : “Kajian Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah”, merupakan hasil pemikiran penulis sendiri, isi dari skripsi ini penulis ambil dari beberapa buku, undang-undang, media cetak maupun media elektronik. Setelah itu peneliti memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, maka judul skripsi ini belum ada yang membuatnya, walaupun ada sudut pandang dan pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum tentang Pelanggaran Lalu Lintas

(27)

menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Seperti yang kita ketahui, pengertian pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar tindak pidana yang lebih ringan dari pada kejahatan6. Oleh karena itu, apabila seseorang telah melanggar suatu peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, contohnya dalam hal pelanggaran lalu lintas, maka kepadanya akan dikenai hukuman yang sesuai dengan apa yang diperbuatnya.

Tipe-tipe Pelanggaran di dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai berikut :7

1.

2.

Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan umum

3.

Tentang pelanggaran ketertiban umum

4.

Tentang pelanggaran penguasa umum

Tentang pelanggaran mengenai asal-usul dan 5.

perkawinan Tentang pelanggaran terhadap orang

6.

yang memerlukan pertolongan

7. T

Tentang pelanggaran kesusilaan

entang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekaranga 8.

n

9.

Tentang pelanggaran jabatan Tentang pelanggaran pelayaran

6

W. J. Poerwagarnminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm 98

7

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm 208

(28)

menimbulkan kerugian jiwa atau benda dan juga kamtibcarlantas8 . Pelanggaran lalu lintas ini tidak di atur dalam KUHP akan tetapi ada yang menyangkut delik delik yang disebut dalam KUHP, misalnya karena kealpaannya menyebabkan matinya orang (Pasal 359), karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat, dan sebagainya (Pasal 360), karena kealpaannya menyebabkan bangunan-bangunan, trem kereta api, telegram, telepon dan listrik dan sebagainya hancur atau rusak (Pasal 409). 9

Definisi dan Pengertian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Naning Ramdlon, adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.10 Pelanggaran yang dimaksud tersebut adalah sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 326, apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka dikualifikasikan sebagai pelanggaran.

1.

Jenis-jenis Pelanggaran Lalu Lintas Dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, JaksaAgung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tanggal 23 Desember 1992 dinyatakan ada 27 jenis pelanggaran yang diklasifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu :

8

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Lalu Lintas, Semarang : Kompetensi Utama, 2009, hlm 6

9

Moeljatno, op.cit, hlm 178

10

Mohammad Yakup, Pelaksanaan Diskresi Kepolisian Pada Satuan Lalu Lintas di Lingkungan Polresta Malang, Skripsi tidak diterbitkan, Malang Fakultas Hukum, 2002, Hlm .9.

(29)

2. 3.

Klasifikasi jenis pelanggaran sedang Klasifikasi jenis pelanggaran berat

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa dari ketentuan Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat diketahui jelas mengenai pasal-pasal yang telah mengatur tentang pelanggaran Lalu Lintas, antara lain : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281, Pasal 282,Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286 , Pasal 287, Pasal 288, Pasal289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295,Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal

2.

300, Pasal 301, Pasal302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308,Pasal 309, dan Pasal 313 .

2.1

Tinjauan umum tentang tugas dan kewenangan POLRI Pengertian Polisi

Kata Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut orang yang menjadi warga negara dari kota Athena, kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk menyebut semua usaha kota. Oleh karena pada jaman itu kota-kota merupakan negara yang berdiri sendiri, yang disebut juga Polis, maka Politea atau Polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.11

11

Andi Munwarman, Sejarah Singkat POLRI .http:

(30)

Di dalam perkembangannya, sesudah pertengahan Masehi, agama Kristus mendapat kemajuan dan berkembang sangat luas. Maka semakin lama urusan dan kegiatan agama menjadi semakin banyak, sehingga mempunyai urusan khusus dan perlu diselenggarakan secara khusus pula, akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha Politea (Polis Negara/kota).12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata Polisi adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan suatu anggota badan pemerintahan (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban).13

Para cendekiawan di bidang Kepolisian menyimpulkan bahwa dalam kata

Polisi terdapat 3 pengertian, yaitu :14

1. 2.

Polisi sebagai fungsi Polisi sebagai oran 3.

kenegaraan Polisi sebagai pejabat / tugas

12

ibid

13

Poerwagarnminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm 320

14

(31)

Menurut Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia fungsi POLRI adalah:15

“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negaradi bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanankepada masyarakat”.

1.

Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum, polisi wajib memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut :

2.

Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.

Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur

3.

dalam hukum

Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudk an ketaatan hukum di

4.

kalangan masyarakat.

Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan daripada penindakan (represif) kepada

5.

masyarakat.

Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi.16

15

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

16

(32)

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur juga tentang tujuan dari POLRI yaitu :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Kedudukan POLRI sekarang berada di

1.

bawah Presiden menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang menyatakan :

Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di 2.

bawah Presiden.

Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh KaPOLRI yangdalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Dalam hal ini mengenai tugas dan wewenang POLRI di atur dalam Bab III mulai pasal 13 sampai 14, yang berbunyi :

a)

Pasal 13 : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban

b)

masyarakat; c)

menegakkan hukum; dan

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

1)

Pasal 14 :

(33)

a) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan

b)

pemerintah sesuai kebutuhan;

Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,dan kelancaran lalu lintas di

c)

jalan;

Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undanga

d) T

n; e)

urut serta dalam pembinaan hukum nasional; f)

Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan

g)

swakarsa;

h)

Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

i)

Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi

j)

hak asasi manusia;

Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelumditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang

k)

;

l)

Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannyadalam lingkup tugas kepolisian; serta

Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Menurut semboyan Tribrata, tugas dan wewenang POLRI adalah :

a)

Kami Polisi Indonesia :

(34)

b)

c)

Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Senantiasa Melindungi, mengayomi dan Melayani masyarakat dengan Keikhlasan utuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.”17

Tugas dan wewenang Polisi ini harus dapat dijalankan dengan baik agar tujuan Polisi yang tertuang dalam pasal-pasal dari Undang-Undang Kepolisian yaitu untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan negara, terselenggaranya fungsi pertahanan dan keamanan negara, tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung fungsi hak asasi manusia dapat terlaksana.

2.2 Tugas dan Fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Polisi lalu lintas adalah bagian dari kepolisian yang diberi tangan khusus di bidang lalu lintas dan karenanya merupakan pengkhususan (spesifikasi) dari tangan polisi pada umumnya. Karena kepada polisi lalu lintas diberikan tugas yang khusus ini, maka diperluka n kecakapan teknis yang khusus pula. Akan tetapi, walaupun demikian hal ini tidaklah menghilangkan atau mengurangi tugas pokok yang dibebankan kepada setiap anggota POLRI, karena itu berhadapan dengan keadaan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban pada umumnya, maka polisi lalu lintas pun harus bertindak .

17

(35)

2.3Tugas Polisi Lalu Lintas

1)

Polisi Lalu Lintas adalah bagian dari polisi kota dan mewujudkan susunan pegawai-pegawai lalu lintas di jalan-jalan. Tugas polisi lalu lintas dapat dibagi dalam dua golongan besar, “yaitu :

a)

Operatif :

b)

memeriksa kecelakaan lalu lintas

c)

mengatur lalu lintas menegakkan Hukum lalu 2) lintas a) Administrative mengeluarkan Surat b) Izin Mengemudi

mengeluarkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor

embuat statistic/grafik dan pengumpulan semua data yang berhubungan dengan lalu lintas18

2.4Fungsi Polisi dibidang Lalu Lintas

Fungsi Kepolisian Bidang Lalu Lintas (fungsi LANTASPOL)dilaksanakan dengan melakukan

kegiatan-1)

kegiatan yang “meliputi:

2)

Penegakan hukum lalu lintas (Police Traffic Law Enforcement ),yang dapat bersifat preventif yaitu pengaturan, penjagaan, dan patroli lalu lintas dan represif yaitu penindakan hukum terhadap para pelanggar lalu lintas dan penyidikan kecelakaan lalu lintas

18

Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas (Police Traffic Education)

(36)

3) 4)

Enjinering lalu lintas (Police Traffic Enginering)

Registrasi dan identifikasi pengemudi serta kendaraan bermotor.19

Dalam rangka penyelenggaraan fungsi LANTASPOL, tersebut polisi

1)

lalu lintas berperan sebagai :

Aparat penegak hukum perundang-undangan lalu lintas dan peraturan pelaksanany

2)

a;

3)

Aparat yang mempunyai wewenang Kepolisisan Umum;

4)

Aparat penyidik kecelakaan lalu lintas; Aparat pendidikan lalu lintas

5)

terhadap masyarakat;

6)

Penyelenggaran registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor;

Pengumpul dan pengelola data tentang lalu lintas; Unsur bantuan pengelola data bantuan teknis melalui unit-unit patroli jalan raya (PJR) “.20 3. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia

Menurut Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan21

19

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, op. cit, hlm 14

20

Naning Ramadahan, Menggairahkan kesadaran Hukum Masyarakat Dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas ,Surabaya : Bina ilmu, 1983, hlm 26

21

C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonessia, Jakarta : Balai Pustaka, hlm 34

(37)

karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah menjadikan kenyataan. Dalam menegakkan hukum, ada 3 unsur yang harus diperhatikan, yakni : kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit).22

Soerjono menyatakan bahwa Penegakan Hukum adalah adalah mencakup proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, upaya hukum dan eksekusi23. Selain itu penegakan hukum juga mengandung arti keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban dan ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan hukum yang dikaitkan dengan perlindungan masyarakat terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah penegakan hukum pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai salah satu sarana politik criminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang sering pula dikenal dengan istilah “sosial defence”24

Menurut Arief Barda Nawawi, fungsionalisasi hukum pidana diartikan sebagai upaya untuk membuat hukum pidana dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara konkret. Istilah fungsionalisasi atau konkretisasi

22

Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta : PT Citra Aditya Bhakti, hlm 1

23

Ibid, hlm 36

24

(38)

hukum pidana yang pada hakekatnya sama dengan pengertian hukum pidana. 25

Penegakan hukum juga merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejewantahkannya dalam sikap dan tindakan sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Tegaknya hukum ditandai oleh beberapa faktor yang saling terkait sangat erat yaitu hukum dan aturannya sendiri.

Dalam proses penegakan hukum, bukan merupakan tanggung jawab aparatur penegak hukum semata, tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat dalam upaya menghadapi, menanggulangi berbagai bentuk kejahatan yang merugikan dan meresahkan masyarakat itu sendiri.

26

Penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement tetapi juga peach maintenance. Menurut Friedman dalam penegakan hukum pidana

dipengaruhi oleh 3 aspek penting, yakni : 27

1. Legal Structure (struktur hukum), dapat diartikan sebagai institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung didalamnya. Institusi ini dalam sistem yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan yang menjamin berjalannya proses peradilan pidana.

25

Ibid , hlm 13

26

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PenegakanHukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1983, Hlm 3.

27

(39)

2. Legal Substance ( substansi hukum), adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada di dalam sistem tersebut. Substansi hukum tidak hanya terpusat pada hukum yang tertulis saja (law in the book), tetapi juga mencakup hukum yang hidup di masyarakat (the living law).

3. Legal Culture (budaya hukum), sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum itu sendiri. Sikap masyarakat ini mencakup kepercayaan , nilai-nilai dan ide-ide, serta harapan mereka tentang hukum dan sistem hukum. Hal ini karena pada hakikatnya penegakan hukum merupakan proses penyesuaian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata,yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Oleh karena itu tugas utama penegakan hukum adalah mencapai keadilan.

(40)

Dalam penegakan hukum harus memperhatikan kemanfaatan atau kegunaannya bagi masyarakat, sebab hukum justru dibuat untuk kepentingan masyarakat, jangan sampai terjadi pelaksanaan dan penegakan hukum nerugikan masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan keresahan. Penegakan hukum juga merupakan proses sosial yang melibatkan lingkungannya, oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya yang bisa disebut pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya, politik dan lain sebagainya, jadi penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai macam kenyataan dan keadaan yang terjadi dalam masyarakat.

Soerjono Soekanto membuat perincian faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri,misalnya undang-undang

2. Faktor penegakan hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.28

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum. Unsur-unsur yang terkait dalam menegakkan hukum

28

(41)

hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Asas

penegakan hukum yang cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan, hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan masyarakat. Sejalan dengan itu pula masih banyak ditemui sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merugikan masyarakat maupun keluarga korban. Harus diakui pula bahwa banyak anggota masyarakat yang masih sering melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, contohnya yaitu mempengaruhi aparatur hukum secara negative dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku pada proses penegakan hukum yang bersangkutan, yang ditujukan kepada diri pribadi,keluarga atau anak/kelompoknya.29

F.Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan masalah.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu : pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang – undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatannya.30

29

Soejono Soekonto, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1996, hlm 1

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali, 1985, hlm 17.

(42)

pendekatan dengan berdasarkan norma – norma atau peraturan perundang – undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.

Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang suatu peraturan perundang – undangan yang berlaku, khususnya Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan – permasalahan dalam penelitian ini.

2. Sumber data.

(43)

3. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data jumlah pelanggaran lalu lintas dari Satlantas Polresta Medan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.” Wawancara saya lakukan dengan Bapak M. Sitorus, S.H, selaku Anggota Kesatuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kotamadya Medan, Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan terutama Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini.

(44)

pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.31

4. Analisis data.

Prosedur pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang sistematis.

Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.32

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karateristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.

Skripsi ini terdiri dari 4 bab, dan setiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untu mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

31

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 72.

32

(45)

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALULINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

Dalam bab ini diuraikan mengenai pengaturan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, pengaturan sanksi pidana, faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, dan upaya penanggulangan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah.

BAB III : FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENERAPAN HUKIUM TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

(46)

oleh anak sekolah, upaya penanggulangan untuk mengatasi hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah

BAB IV : PENUTUP

(47)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH

A. Pengaturan Hukum Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah

Perbuatan pidana atau sering disebut tindak pidana (strafbaar feit) dibedakan atas dua bentuk ,yaitu dalam bentuk pelanggaran (overtredingen) dan dalam bentuk kejahatan (misdrijven). Secara teoritis sulit sekali membedakan antara kejahatan dengan pelanggaran.

Suatu perbuatan dapat disebut pelanggaran apabila perbuatan perbuatan yang sifatnya melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah adanya undang-undang (wet) yang menentukan demikian33. Masyarakat baru menyadarai hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang).34

Sementara itu yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang, sebagai perbuatan pidana, telah dirasakan sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum (onrecht)35

33

Sutrisno, Pembagian Perbuatan Pidana dalam Kejahatan dan Pelanggaran, dalam

sehingga meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam

2012

34

C.S.T.Kansil, Christine Kansil, Memahami Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No 10 tahun 2004), Jakarta : Pradya Paramita, 2007, hlm 38

35

(48)

undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum).36

1. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk pelanggaran menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dapat dibagi menjadi :

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan memiliki pasal-pasal yang mengatur tentang larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban bagi pengguna dan penyelenggara jalan. Dari keseluruhan pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka terdapat beberapa pasal yang memiliki sanksi pidana dengan dua kategori yaitu merupakan tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan:

1.1.Pelanggaran Terhadap Kelengkapan Menggunakan Kendaraan Bermotor. Kelengkapan di dalam menggunakan kendaraan bermotor sangatlah penting, disamping untuk melindungi pengguna kendaraan, penumpang kendaraan, maupun pengguna jalan dan kendaraan bermotor lainnya dari bahaya kecelakaan yang tidak diinginkan . Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan telah mengatur berbagai ketentuan mengenai kelengkapan-kelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan, adapun kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan dalam hal kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan antara lain kewajiban menggunakan helm bagi pengguna

36

(49)

kendaraan roda dua, dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Kewajiban penggunaan helm bagi pengguna kendaraan roda dua dimaksudkan untuk melindungi anggota tubuh yang penting, yaitu kepala dari pengendara ataupun penumpang dari benturan apabila terjadi suatu kecelakaan, kewajiban ini tertulis pada Pasal 57 ayat (1) sampai (4) yaitu :37

a. Ayat (1): Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.

b. Ayat (2): Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.

c. Ayat (3): Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-kurangnya terdiri atas:

1) sabuk keselamatan; 2) ban cadangan; 3) segitiga pengaman; 4) dongkrak;

5) pembuka roda;

6) helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas.

d. Ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.

37

(50)

Berkendaraan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas38

Kendaraan bermotor juga diwajibkan untuk memasang tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berfungsi untuk menandai kepemilikan yang sah dari kendaraan bermotor rersebut, seperti diatur pada Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan : Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

diatur pada Pasal 58, yaitu: Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.

39

Bagi pengguna kendaraan bermotor juga diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), yaitu surat yang menandakan bahwa pengendara telah mendapatkan izin untuk mengemudi suatu kendaraan tertentu, seperti telah diatur pada Pasal 77 ayat (1) yaitu : Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.40

Persyaratan teknis bagi kendaraan sepeda motor yang layak jalan meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan,

38

Lihat penjelasan UU 22 Tahun 2009 pasal 58,yang dimaksud dengan perlengkapan, atau benda lain pada kendaraan yang dapat membahayakan keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan bumper tanduk dan lampu menyilaukan

39

Ibid, hlm 38

40

(51)

knalpot, dan kedalaman alur ban seperti diatur dalam Pasal 48 ayat (2) dan (3) kewajibannya diatur dalam Pasal 106 ayat (3) yaitu: Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.41

a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;

Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib untuk memiliki Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti diatur dalam Pasal 106 ayat (5) yaitu :

Ayat (5) :

Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:

b. Surat Izin Mengemudi;

c. bukti lulus uji berkala; dan/atau d. tanda bukti lain yang sah. 42

Adanya kewajiban bagi pengemudi dan penumpang kendaraan beroda empat atau lebih untuk memakai sabuk keselamatan diatur pada Pasal 106 ayat (6) dan ayat (7) yang berisi:

41

Ibid, hlm 59

42

(52)

Ayat (6):

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.43

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

Ayat (7) :

44

Kewajiban bagi pengendara dan penumpang sepeda motor untuk memakai helm Standar Nasional Indonesia diatur pada Pasal 106 ayat (8) yaitu :Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia.45

Tata cara berlalu lintas lebih ditujukan kepada pengemudi kendaraan bermotor, pengemudi sebagai subyek hukum tentunya bertanggung jawab apabila terjadi gangguan terhadap kepentingan yang dilindungi oleh hukum.

1.2.Pelanggaran Terhadap Tata Cara Berlalu Lintas dan Berkendaraan

46

43

ibid

44

ibid

45

ibid

46

(53)

Pelanggaran yang kerap terjadi terhadap tata cara berlalu lintas dan berkendaraan antara lain adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang harus dijalan kanan dihindari oleh pengemudi kendaraan bermotor, antara lain seperti : Tindakan pengguna jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melakukan tindakan memberhentikan arus lalu lintas atau pengguna jalan, memerintahkan pengguna jalan untuk jalan terus, mempercepat arus lalu lintas, memperlambat arus lalu lintas, dan/atau mengalihkan arah arus lalu lintas , seperti diatur pada Pasal 104 ayat (1), kewajiban ini diatur pada Pasal 104 ayat (3) yang berbunyi : Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Setiap pengemudi kendaraan bermotor di jalan juga wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi seperti diatur pada Pasal 106 ayat (1): Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

(54)

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 106 ayat (4) yaitu :

a. Rambu perintah atau rambu larangan b. Marka jalan

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas d. Gerakan lalu lintas

e. Berhenti dan parkir

Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang, larangan ini diatur pada Pasal 106 ayat (9), pengemudi kendaraan bermotor juga wajib menghidupkan lampu pada malam hari dan juga dalam kondisi tertentu (Pasal 107 ayat 1), kewajiban menghidupkan lampu pada siang hari diberlakukan terhadap pengemudi sepeda motor seperti diatur pada Pasal 107 ayat (2), pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan seperti yang diatur pada Pasal 112 ayat (1),ketentuan ini juga berlaku terhadap kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak kesamping (Pasal 112 ayat 2).

(55)

Bagi pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh kendaraan bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan, mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau membahayakan pengguna jalan lain dan menggunakan jalur jalan kendaraan bermotor jika telah disediakan jalur jalan khusus bagi kendaraan tidak bermotor, ketentuan ini diatur pada Pasal 122 huruf a, b, dan c.

1.3.Pelanggaran Terhadap Fungsi Jalan dan Rambu Lalu Lintas

Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat dan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan seperti yang disebutkan pada Pasal 25 ayat (1).

2. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk kejahatan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan :

Beberapa bentuk tindak pidana yang termasuk kejahatan di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 antara lain adalah tindak pidana yang melanggar larangan-larangan dan juga tidak menjalankan kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan.

(56)

orang lain sebagai pengguna jalan, larangan ini terdapat dalam Pasal 28 ayat (2), hal ini berarti setiap orang dilarang untuk merusak sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan seperti rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan.47

Masalah yang sering muncul di dalam berlalu lintas salah satunya adalah masalah kelalaian dari pengendara kendaraan bermotor itu sendiri, pengendara kendaraan bermotor sering lalai dalam mengendarai kendaraan sehingga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan pada Pasal 229 ayat 1 sampai 5 menyebutkan ada tiga jenis kecelakaan lalu lintas , yaitu kecelakaan lalu lintas ringan ( yang berakibat kerusakan kendaraan atau barang ), kecelakaan lalu lintas sedang (yang berakibat kerusakan kendaraan atau barang dan juga mengakibatkan orang lain mengalami luka ringan), dan kecelakaan lalu lintas berat ( yang dapat mengakibatkan orang lain meninggal dunia atau luka berat)

Penyelenggaraan jalan juga tidak luput dari sasaran undang-undang ini, kejahatan terhadap sarana dan prasarana lalu lintas yang dilakukan oleh penyelenggara jalan antara lain karena tidak menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai penyelenggara jalan seperti kewajiban dengan segera untuk memperbaiki jalan yang rusak dan dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

47

(57)

B. Pengaturan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Bagian terpenting dari suatu sistem pemidanaan adalah menetapkan sanksi, keberadannya akan memberikan arah dan pertimbangan mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan berlakunya norma,48

Dalam suatu peraturan perundang-undangan, adanya pengaturan tentang sanksi atau hukuman pidana menjadi hal yang sangat penting karena didalam hukum pidana kita dapat mengetahui perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dan harus dilakukan dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.49

Sanksi pidana didalam undang-undang ini dirumuskan menggunakan sistem perumusan Alternatif, dari aspek pengertian dan substansinya, sistem perumusan alternatif adalah sistem dimana pidana penjara dirumuskan secara alternatif dengan jenis sanksi pidana lainnya, berdasarkan urutan-urutan jenis sanksi pidana dari yang terberat sampai yang teringan. Dengan demikian, hakim diberikan

Seperti undang-undang pada umumnya,Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan juga memiliki sanksi-sanksi pidana.

48

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah ,Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, hlm.82

49

(58)

kesempatan memilih salah satu jenis pidana yang dicantumkan dalam pasal yang bersangkutan.50

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal 10 menentukan jenis-jenis hukuman pidana ,yaitu :51

1) Hukuman Pokok,yang meliputi : a) Hukuman mati

b) Hukuman penjara c) Hukuman kurungan d) Hukuman denda

2) Hukum Tambahan,yang meliputi : a) Pencabutan beberapa hak tertentu b) Perampasan barang tertentu c) Pengumuman Keputusan Hakim

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 ini menerapkan ancaman hukuman pokok berupa hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda, selain itu pelaku tindak pidana dan pelaku pelanggaran lalu lintas dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana maupun pelanggaran lalu lintas.

Adapun sanksi pidana yang dikenakan pada pelaku pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam beberapa pasal yaitu :52

50

Lilik Mulyadi, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Jakarta : Djambatan, 2004, hlm 19

51

(59)

1. Pasal 281

Pelanggaran dalam pasal ini yaitu perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi atau sering disebut SIM sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (1) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000 (satu juta rupiah).

Pada undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan sebelumnya yaitu UU Nomor 14 Tahun 1992 Pasal 59 ayat (2) disebutkan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.6.000.000 (enam juta rupiah)

2. Pasal 282

Pelanggaran dalam pasal ini yaitu perbuatan pengendara kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang tidak mematuhi pemerintah yang diberikan oleh petugas kepolisian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) dan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah).

3. Pasal 283

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana

52

(60)

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

4. Pasal 284

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

5. Pasal 285

(1) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(61)

bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

6. Pasal 286

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

7. Pasal 287

(1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

(62)

(3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf d atau tata cara berhenti dan Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Referensi

Dokumen terkait

Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas angkutan jalan, jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu

sebagai kuasa jaksa penuntut umum dalam proses peradilan pelanggaran.. lalu lintas

Kendala Atau Hambatan Penanggulangan Polri Dalam Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Wilayah Polresta

Pengenaan sanksi denda yang terjadi dalam pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas terkait jumlah sanksi denda dikota Yogyakarta diatur dalam peraturan lalu lintas dan angkutan

berkendara pengemudi harus mengetahui ketentuan mengenai pelanggaran lalu lintas yagn diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu LIntas dan Angkutan

1 Lalu lintas di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu

80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak masih sering terjadi faktor-faktor yang menyebabkan tingginya pelanggaran lalu