BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelanggaran lalu lintas dewasa ini semakin memperihatinkan, tercatat di
wilayah hukum Satlantas Polresta Medan Tahun 2011, anggota POLRI menindak
langsung 139.2911 kasus pelanggar lalu lintas ( tilang ). Kasus pelanggaran lalu
lintas yang terjadi ini berbanding lurus dengan kecelakaan lalu lintas, terbukti
selama tahun 2011 telah terjadi 1.702 kecelakaan lalu lintas2
Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran
hukum, mulai dari yang ringan hingga yang berat
. Data juga mencatat
sebanyak 77.988 tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas dilakukan
oleh anak sekolah.
3
1
Data dari SATLANTAS Polresta Medan
. Pelanggaran ringan yang
kerap terjadi dalam permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm,
menerobos lampu merah, tidak memiliki SIM atau STNK , tidak menghidupkan
lampu pada siang hari, dan bonceng tiga dianggap sudah membudaya di kalangan
masyarakat dan anak-anak sekolah. Pelanggaran lalu lintas seperti itu dianggap
sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga tiap kali
dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak yang berwenang, maka
tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga
karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
2
Berita Sumut.co
3
Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah
(politie toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politik. Di
samping itu polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya,
pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi
dengan segitiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan
atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi)4
Peraturan perundang – undangan yang mengatur masalah lalu lintas dan
angkutan jalan raya tidaklah sepenuhnya sinkron dan ada ketentuan – ketentuan
yang sudah tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Namun demikian tidaklah
berlebih – lebihan untuk mengemukakan beberapa cara penegakan peraturan lalu
lintas yang menurut pengalaman akan lebih efisien.
.
Mengendarai kendaraan secara kurang hati – hati dan melebihi kecepatan
maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang.
Walau demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang dihadapi
apabila mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut.
Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal
itu, khususnya anak sekolah sehingga dalam pelanggaran lalu lintas tersebut tidak
sedikit yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Cara yang lazim disebutkan periodic reinforcement atau partial
reinforcement.
4
Soerjono Soekanto 2, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, hlm 58
Cara ini diterapkan apabila terhadap perilaku tertentu, tidak selalu
terbiasakan menjalani rute jalan raya tertentu, maka ada kecenderungan untuk
melebihi kecepatan maksimal. Hal itu disebabkan oleh karena pengemudi
menganggap dirinya telah mengenal bagian dari jalan raya tersebut dengan baik.
Kalau pada tempat – tempat tertentu dari jalan tersebut ditempatkan petugas
patroli jalan raya, maka dia tidak mempunyai kesempatan untuk melanggar batas
maksimal kecepatan. Akan tetapi apabila penempatan petugas dilakukan secara
tetap, maka pengemudi mengetahui kapan dia harus mematuhi peraturan lalu
lintas. Cara ini bertujuan untuk menghasilkan pengemudi yang berperilaku baik.
Cara kedua biasanya disebut conspicuous enforcement, yang biasanya bertujuan
untuk mencegah pengemudi mengendarai kendaraan secara membahayakan.
Dengan cara ini dimaksudkan sebagai cara untuk menempatkan mobil polisi atau
sarana lainnya secara menyolok, sehingga pengemudi melihatnya dengan sejelas
mungkin. Hal ini biasanya akan dapat mencegah seseorang untuk melanggar
peraturan. Cara ini bertujuan untuk menjaga keselamatan jiwa manusia dan sudah
tentu, bahwa kedua cara tersebut memerlukan fasilitas yang cukup dan tenaga
manusia yang mampu serta terampil.5
5Ibid,
hlm 79
Berdasarkan uraian diatas, maka dibuatlah sebuah penelitian dengan
menyusunnya menjadi sebuah skripsi yang berjudul : “ Kajian Hukum Mengenai
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis
maka permasalahan yang akan dikemukakan penulis adalah :
1. Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh anak sekolah?
2. Apa saja yang merupakan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak
sekolah?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh anak sekolah .
2. Untuk mengetahui apa sajakah faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
anak sekolah.
Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :
a. Manfaat Teoritis :
1. Menambah wawasan, memberikan informasi dan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran lalu
lintas yang dilakukan oleh anak sekolah
2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, lembaga hukum, badan
pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
anak sekolah.
b. Manfaat Praktis :
Memberikan masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan
masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya menanggulangi
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah tersebut.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini berjudul : “Kajian Hukum Mengenai Pelanggaran
Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Sekolah”, merupakan hasil pemikiran
penulis sendiri, isi dari skripsi ini penulis ambil dari beberapa buku,
undang-undang, media cetak maupun media elektronik. Setelah itu peneliti memeriksa
judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan, maka judul skripsi ini belum ada yang membuatnya, walaupun ada sudut
pandang dan pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau
secara akademik.
E. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum tentang Pelanggaran Lalu Lintas
Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan dijalan. Dalam
melakukan kegiatan dalam berlalu lintas diperlukan suatu peraturan yang dapat
digunakan untuk menjadi pedoman masyarakat dalam berlalulintas, sehingga
pelanggaran lalu lintas tidak terjadi. Namun, meskipun berbagai peraturan telah
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Seperti yang kita ketahui, pengertian
pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar tindak pidana yang lebih
ringan dari pada kejahatan6. Oleh karena itu, apabila seseorang telah melanggar
suatu peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, contohnya dalam hal
pelanggaran lalu lintas, maka kepadanya akan dikenai hukuman yang sesuai
dengan apa yang diperbuatnya.
Tipe-tipe Pelanggaran di dalam Undang-Undang nomor 4 Tahun 1946
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai berikut :7
1.
2.
Tentang pelanggaran keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan
umum
3.
Tentang pelanggaran ketertiban umum
4.
Tentang pelanggaran penguasa umum
Tentang pelanggaran mengenai asal-usul dan
5.
entang pelanggaran mengenai tanah, tanaman dan pekaranga
8.
W. J. Poerwagarnminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm 98
7
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm 208 Pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan yang bertentangan dengan lalu
menimbulkan kerugian jiwa atau benda dan juga kamtibcarlantas8 . Pelanggaran
lalu lintas ini tidak di atur dalam KUHP akan tetapi ada yang menyangkut delik
delik yang disebut dalam KUHP, misalnya karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang (Pasal 359), karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka
berat, dan sebagainya (Pasal 360), karena kealpaannya menyebabkan
bangunan-bangunan, trem kereta api, telegram, telepon dan listrik dan sebagainya hancur
atau rusak (Pasal 409). 9
Definisi dan Pengertian Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut
Naning Ramdlon, adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.10 Pelanggaran
yang dimaksud tersebut adalah sebagaimana yang telah disebutkan di dalam
Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 326, apabila ketentuan
tersebut dilanggar, maka dikualifikasikan sebagai pelanggaran.
1.
Jenis-jenis Pelanggaran Lalu Lintas Dalam Surat Keputusan Mahkamah
Agung, Menteri Kehakiman, JaksaAgung dan Kepala Kepolisian Republik
Indonesia tanggal 23 Desember 1992 dinyatakan ada 27 jenis pelanggaran yang
diklasifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu :
8
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Lalu Lintas, Semarang : Kompetensi Utama, 2009, hlm 6
9
Moeljatno, op.cit, hlm 178 10
Mohammad Yakup, Pelaksanaan Diskresi Kepolisian Pada Satuan Lalu Lintas di Lingkungan Polresta Malang, Skripsi tidak diterbitkan, Malang Fakultas Hukum, 2002, Hlm .9.
2.
3.
Klasifikasi jenis pelanggaran sedang
Klasifikasi jenis pelanggaran berat
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, bahwa dari ketentuan Pasal 316 ayat (1)
Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat
diketahui jelas mengenai pasal-pasal yang telah mengatur tentang pelanggaran
Lalu Lintas, antara lain : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281,
Pasal 282,Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286 , Pasal 287, Pasal 288,
Pasal289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295,Pasal
296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal
2.
300, Pasal 301, Pasal302, Pasal 303,
Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308,Pasal 309, dan Pasal 313 .
2.1
Tinjauan umum tentang tugas dan kewenangan POLRI Pengertian Polisi
Kata Polisi berasal dari kata Yunani yaitu Politea. Kata ini pada mulanya
dipergunakan untuk menyebut orang yang menjadi warga negara dari kota
Athena, kemudian pengertian itu berkembang menjadi kota dan dipakai untuk
menyebut semua usaha kota. Oleh karena pada jaman itu kota-kota merupakan
negara yang berdiri sendiri, yang disebut juga Polis, maka Politea atau Polis
diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan
keagamaan.11
11
Andi Munwarman, Sejarah Singkat POLRI .http:
Di dalam perkembangannya, sesudah pertengahan Masehi, agama Kristus
mendapat kemajuan dan berkembang sangat luas. Maka semakin lama urusan dan
kegiatan agama menjadi semakin banyak, sehingga mempunyai urusan khusus
dan perlu diselenggarakan secara khusus pula, akhirnya urusan agama dikeluarkan
dari usaha Politea (Polis Negara/kota).12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata Polisi adalah suatu
badan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap
orang yang melanggar hukum), merupakan suatu anggota badan pemerintahan
(pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban).13
Para cendekiawan di bidang Kepolisian menyimpulkan bahwa dalam kata
Polisi terdapat 3 pengertian, yaitu :14
1.
2.
Polisi sebagai fungsi
Polisi sebagai oran
3.
kenegaraan
Polisi sebagai pejabat / tugas
12ibid
13
Poerwagarnminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm
320
14
Menurut Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentangKepolisian
Negara Republik Indonesia fungsi POLRI adalah:15
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negaradi bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanankepada masyarakat”.
1.
Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum, polisi wajib
memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut :
2.
Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib
tunduk pada hukum.
Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan
masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur
3.
dalam hukum
Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi
mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudk an ketaatan
hukum di
4.
kalangan masyarakat.
Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan daripada
penindakan (represif) kepada
5.
masyarakat.
Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan
permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang
membidangi.16
15
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
16
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia diatur juga tentang tujuan dari POLRI yaitu :
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan
dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia”.
Kedudukan POLRI sekarang berada di
1.
bawah Presiden menurut pasal 8
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang menyatakan :
Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di
2.
bawah Presiden.
Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh KaPOLRI yangdalam
pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan
peraturan perundang – undangan.
Dalam hal ini mengenai tugas dan wewenang POLRI di atur dalam Bab III
mulai pasal 13 sampai 14, yang berbunyi :
a)
Pasal 13 : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
memelihara keamanan dan ketertiban b)
masyarakat;
c)
menegakkan hukum; dan
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
1)
Pasal 14 :
a) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
b)
pemerintah sesuai kebutuhan;
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban,dan kelancaran lalu lintas di c)
jalan;
Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undanga
d) T
n;
e)
urut serta dalam pembinaan hukum nasional;
f)
Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan
g)
swakarsa;
h)
Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
i)
Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi
j)
hak asasi manusia;
Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara
sebelumditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang k)
;
l)
Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannyadalam lingkup tugas kepolisian; serta
Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Menurut semboyan
Tribrata, tugas dan wewenang POLRI adalah :
a)
Kami Polisi Indonesia :
b)
c)
Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Senantiasa Melindungi, mengayomi dan Melayani masyarakat dengan
Keikhlasan utuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.”17
Tugas dan wewenang Polisi ini harus dapat dijalankan dengan baik agar
tujuan Polisi yang tertuang dalam pasal-pasal dari Undang-Undang Kepolisian
yaitu untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan negara, terselenggaranya
fungsi pertahanan dan keamanan negara, tercapainya tujuan nasional dengan
menjunjung fungsi hak asasi manusia dapat terlaksana.
2.2 Tugas dan Fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Polisi lalu lintas adalah bagian dari kepolisian yang diberi tangan khusus
di bidang lalu lintas dan karenanya merupakan pengkhususan (spesifikasi) dari
tangan polisi pada umumnya. Karena kepada polisi lalu lintas diberikan tugas
yang khusus ini, maka diperluka n kecakapan teknis yang khusus pula. Akan
tetapi, walaupun demikian hal ini tidaklah menghilangkan atau mengurangi tugas
pokok yang dibebankan kepada setiap anggota POLRI, karena itu berhadapan
dengan keadaan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban pada
umumnya, maka polisi lalu lintas pun harus bertindak .
17
2.3Tugas Polisi Lalu Lintas
1)
Polisi Lalu Lintas adalah bagian dari polisi kota dan mewujudkan susunan
pegawai-pegawai lalu lintas di jalan-jalan. Tugas polisi lalu lintas dapat dibagi
dalam dua golongan besar, “yaitu :
a)
mengeluarkan Surat Tanda Kendaraan Bermotor
embuat statistic/grafik dan pengumpulan semua data yang berhubungan
dengan lalu lintas18
2.4Fungsi Polisi dibidang Lalu Lintas
Fungsi Kepolisian Bidang Lalu Lintas (fungsi LANTASPOL)dilaksanakan
dengan melakukan
kegiatan-1)
kegiatan yang “meliputi:
2)
Penegakan hukum lalu lintas (Police Traffic Law Enforcement ),yang dapat
bersifat preventif yaitu pengaturan, penjagaan, dan patroli lalu lintas dan
represif yaitu penindakan hukum terhadap para pelanggar lalu lintas dan
penyidikan kecelakaan lalu lintas
18
Pendidikan masyarakat tentang lalu lintas (Police Traffic Education)
3)
4)
Enjinering lalu lintas (Police Traffic Enginering)
Registrasi dan identifikasi pengemudi serta kendaraan bermotor.19
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi LANTASPOL, tersebut polisi
1)
lalu
lintas berperan sebagai :
Aparat penegak hukum perundang-undangan lalu lintas dan
peraturan pelaksanany
2)
a;
3)
Aparat yang mempunyai wewenang Kepolisisan Umum;
4)
Aparat penyidik kecelakaan lalu lintas;
Aparat pendidikan lalu lintas
5)
terhadap masyarakat;
6)
Penyelenggaran registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan
bermotor;
Pengumpul dan pengelola data tentang lalu lintas; Unsur bantuan
pengelola data bantuan teknis melalui unit-unit patroli jalan raya (PJR) “.20
3. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia
Menurut Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang
dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan
kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan21
19
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, op. cit, hlm 14
20
Naning Ramadahan, Menggairahkan kesadaran Hukum Masyarakat Dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas ,Surabaya : Bina ilmu, 1983, hlm 26
21
C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonessia, Jakarta : Balai Pustaka, hlm 34
. Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia.
Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan
karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang dilanggar itu harus
ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah menjadikan kenyataan. Dalam
menegakkan hukum, ada 3 unsur yang harus diperhatikan, yakni : kepastian
hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan
(gerechtigkeit).22
Soerjono menyatakan bahwa Penegakan Hukum adalah adalah mencakup
proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang
pengadilan negeri, upaya hukum dan eksekusi23. Selain itu penegakan hukum juga
mengandung arti keseluruhan kegiatan dari para pelaksana penegak hukum kearah
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban dan ketenteraman dan kepastian hukum sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan hukum yang dikaitkan dengan
perlindungan masyarakat terhadap kejahatan tentunya berkaitan dengan masalah
penegakan hukum pidana. Tujuan ditetapkannya hukum pidana adalah sebagai
salah satu sarana politik criminal yaitu untuk “perlindungan masyarakat” yang
sering pula dikenal dengan istilah “sosial defence”24
Menurut Arief Barda Nawawi, fungsionalisasi hukum pidana diartikan
sebagai upaya untuk membuat hukum pidana dapat berfungsi, beroperasi atau
bekerja dan terwujud secara konkret. Istilah fungsionalisasi atau konkretisasi
22
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta : PT Citra Aditya Bhakti, hlm 1
23
Ibid, hlm 36 24
hukum pidana yang pada hakekatnya sama dengan pengertian hukum pidana. 25
Penegakan hukum juga merupakan kegiatan menyerasikan hubungan
nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap
dan mengejewantahkannya dalam sikap dan tindakan sebagai serangkaian
penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup.
Tegaknya hukum ditandai oleh beberapa faktor yang saling terkait sangat erat
yaitu hukum dan aturannya sendiri.
Dalam proses penegakan hukum, bukan merupakan tanggung jawab aparatur
penegak hukum semata, tetapi merupakan tanggung jawab masyarakat dalam
upaya menghadapi, menanggulangi berbagai bentuk kejahatan yang merugikan
dan meresahkan masyarakat itu sendiri.
26
Penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement tetapi juga
peach maintenance. Menurut Friedman dalam penegakan hukum pidana
dipengaruhi oleh 3 aspek penting, yakni : 27
1. Legal Structure (struktur hukum), dapat diartikan sebagai institusi yang
menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang berlangsung
didalamnya. Institusi ini dalam sistem yang terdiri atas kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan lembaga pemasyarakatan yang menjamin berjalannya proses
peradilan pidana.
25
Ibid , hlm 13 26
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PenegakanHukum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1983, Hlm 3.
27
2. Legal Substance ( substansi hukum), adalah aturan, norma, dan pola perilaku
nyata manusia yang berada di dalam sistem tersebut. Substansi hukum tidak
hanya terpusat pada hukum yang tertulis saja (law in the book), tetapi juga
mencakup hukum yang hidup di masyarakat (the living law).
3. Legal Culture (budaya hukum), sebagai sikap masyarakat terhadap hukum dan
sistem hukum itu sendiri. Sikap masyarakat ini mencakup kepercayaan ,
nilai-nilai dan ide-ide, serta harapan mereka tentang hukum dan sistem hukum. Hal
ini karena pada hakikatnya penegakan hukum merupakan proses penyesuaian
antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata,yang bertujuan untuk
mencapai kedamaian. Oleh karena itu tugas utama penegakan hukum adalah
mencapai keadilan.
Penegakan hukum dalam Negara dilakukan secara preventif dan represif.
Penegakan hukum secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan
pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya
diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Penegakan hukum represif
dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat
pelanggaran hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka hukum haruslah ditegakkan
secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisional.
Penegakan hukum represif pada tingkatnya operasionalnya (pelaksanaannya)
didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organitoris terpisah satu
dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum,
mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, sampai kepada lembaga
Dalam penegakan hukum harus memperhatikan kemanfaatan atau
kegunaannya bagi masyarakat, sebab hukum justru dibuat untuk kepentingan
masyarakat, jangan sampai terjadi pelaksanaan dan penegakan hukum nerugikan
masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan keresahan. Penegakan hukum
juga merupakan proses sosial yang melibatkan lingkungannya, oleh karena itu
penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya yang bisa disebut
pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya, politik dan lain sebagainya,
jadi penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai macam kenyataan dan keadaan
yang terjadi dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto membuat perincian faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum sebagai berikut :
1. Faktor hukumnya sendiri,misalnya undang-undang
2. Faktor penegakan hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasanya yang didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup.28
Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
efektifitas penegakan hukum. Unsur-unsur yang terkait dalam menegakkan hukum
28
hanya diperhatikan kepastian hukum saja, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan.
Demikian pula kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian
hukum dan keadilan dikorbankan dan begitu selanjutnya. Asas
penegakan hukum yang cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan, hingga saat ini
belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang diharapkan masyarakat. Sejalan
dengan itu pula masih banyak ditemui sikap dan perilaku aparat penegak hukum
yang merugikan masyarakat maupun keluarga korban. Harus diakui pula bahwa
banyak anggota masyarakat yang masih sering melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, contohnya yaitu mempengaruhi
aparatur hukum secara negative dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
pada proses penegakan hukum yang bersangkutan, yang ditujukan kepada diri
pribadi,keluarga atau anak/kelompoknya.29
F.Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan masalah.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis
normatif, yaitu : pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan
perundang – undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor
pendukung dan hambatannya.30
29
Soejono Soekonto, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1996, hlm 1
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali, 1985, hlm 17.
pendekatan dengan berdasarkan norma – norma atau peraturan perundang –
undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.
Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui
tentang suatu peraturan perundang – undangan yang berlaku, khususnya Kitab
Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang – Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang –
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan – permasalahan
dalam penelitian ini.
2. Sumber data.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah asal data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, sedangkan sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh
tidak langsung dari sumbernya. Dalam hal ini sumber data primernya adalah
Bapak M. Sitorus,S.H, selaku Anggota Kesatuan Lalu Lintas Kepolisian Resort
Kotamadya Medan, sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa berupa
buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan khususnya Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, catatan – catatan yang relevan, koran,
majalah dan dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan
3. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua
cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data jumlah pelanggaran lalu
lintas dari Satlantas Polresta Medan dan kemudian studi kepustakaan. Studi
lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari
sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “Wawancara adalah
suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan
memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan
secara verbal.” Wawancara saya lakukan dengan Bapak M. Sitorus, S.H, selaku
Anggota Kesatuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kotamadya Medan, Kemudian
studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang
tidak langsung dari sumbernya dengan metode dokumenter, yaitu dengan cara
membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan
terutama Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang –
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, catatan kuliah, dokumen serta hasil penelitian yang ada hubungannya
dengan judul skripsi ini.
Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah
pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis.31
4. Analisis data.
Prosedur
pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang
hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah
karya yang sistematis.
Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data.
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan
seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara
optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.32
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Hasil analisis
ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan
dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan
serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan
adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan
secara lengkap kualitas dan karateristik dari data-data yang sudah terkumpul dan
sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.
Skripsi ini terdiri dari 4 bab, dan setiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab,
untu mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
31
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 72.
32
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan skripsi.
BAB II : PENGATURAN HUKUM MENGENAI PELANGGARAN LALULINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengaturan hukum mengenai
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah,
pengaturan sanksi pidana, faktor-faktor penyebab terjadinya
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah, dan
upaya penanggulangan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh
anak sekolah.
BAB III : FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PENERAPAN HUKIUM TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SEKOLAH
Dalam bab ini diuraikan mengenai penerapan hukum pelanggaran
lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah menurut undang –
undang nomor 22 tahun 2009, Faktor pendukung penerapan hukum
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak sekolah,
oleh anak sekolah, upaya penanggulangan untuk mengatasi
hambatan penerapan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan oleh anak sekolah
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran penulis