• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GIZI LEBIH DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK Hubungan Gizi Lebih Dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue Pada Anak Di RSUD Kota Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN GIZI LEBIH DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK Hubungan Gizi Lebih Dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue Pada Anak Di RSUD Kota Surakarta."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GIZI LEBIH DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK

DI RSUD KOTA SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

TANTRI MUTMAINNNA SAFRI J500130016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)
(3)
(4)
(5)

1

HUBUNGAN GIZI LEBIH DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK

DI RSUD KOTA SURAKARTA Abstrak

Status gizi terbukti berhubungan dengan status infeksi virus dengue. Anak dengan gizi lebih akan menderita penyakit demam berdarah dengue derajat yang lebih parah dibandingkan anak dengan status gizi baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan Cross sectional. Penelitian dilakukan di Poli Gizi RSUD Kota Surakarta. Sampel diambil dengan cara teknik purposive sampling, dengan total sampel sebanyak 88 pasien yang telah disesuaikan dengan kriteria restriksi. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menunjukkan bahwa pasien anak status gizi baik dengan diagnosis DBD derajat 1 dan 2 (ringan) 72,7%, status gizi baik diagnosis DBD derajat 3 dan 4 (berat) 27,3%, status gizi lebih diagnosis derajat 1 dan 2 (ringan) 81,8%, status gizi lebih diagnosis DBD derajat 3 dan 4 (berat) 18,2%. Hasil uji analisis Chi-Square menunjukkan nilai p=0,309 (p>0,05). Tidak terdapat hubungan status gizi dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta.

Kata Kunci : DBD, Gizi Lebih

Abstract

(6)

2

relationship between more nutritious status to the severity of dengue hemorrhagic fever to children in general hospital of Surakarta.

Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, children with more nutritious

1. PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Demam Berdarah di Indonesia pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %) dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Kemenkes, 2010).

Pada tahun 2014 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang (IR/Angka kesakitan=39,8 per 100.000 penduduk serta CFR angka kematian=0,9%).

Selama tahun 2014, 7 kabupaten/kota di 5 provinsi yang melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu di Kabupaten Dumai (Provinsi Riau), Kabupaten Belitung dan Kabupaten Bangka Barat (Provinsi Bangka Belitung), Kabupaten Karimun (provinsi Kepulauan Riau), Kabupaten Sintang dan Kabupaten Ketapang (Provinsi Kalimantan Barat) serta Kabupaten Morowali (Provinsi Sulawesi tengah) (Kemenkes, 2014).

(7)

3

Kabupaten Gianyar (Provinsi Bali), Kabupaten Bulukumba, Pangkep, Luwu Utara, dan Wajo (Provinsi Sulawesi Selatan), Kabupaten Gorontalo (Provinsi Gorontalo) serta Kabupaten Kaimana (Provinsi Papua Barat) (Kemenkes, 2016).

Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti terdapat 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit

DBD. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 sebesar 36,2/100.000 penduduk, lebih rendah dibanding tahun 2013 (45,53/100.000 penduduk). Hal ini berarti bahwa IR DBD di Jawa Tengah lebih rendah dari target nasional yaitu <51/100.000 penduduk, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan target RPJMD (< 20/100.000). Sedangkan angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2014 sebesar 1,7%, lebih tinggi dibanding tahun 2013 (1,21%), dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan target nasional maupun RPJMD (<1%). Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Kota Surakarta sendiri pada tahun 2014 sebesar 50,91/100.000 (Dinkes, 2014).

Beberapa aspek mengenai DBD telah diteliti untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi berat ringannya infeksi virus dengue. Beberapa penelitian menghubungkan status gizi dengan kejadian Sindrom Syok Dengue (SSD) pada anak. Status gizi merupakan faktor resiko terjadinya infeksi virus dengue (Permatasari et al., 2015).

Pada tahun 2013 prevalensi gemuk secara nasional di Indonesia adalah 11,9 %, yang menunjukkan terjadi penurunan dari 14,0 % pada tahun 2010. Terdapat 12 provinsi yang memiliki masalah anak gemuk di atas angka

nasional dengan urutan prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu : (1) Lampung, (2) Sumatera Selatan, (3) Bengkulu, (4) Papua, (5) Riau, (6) Bangka

Belitung, (7) Jambi, (8) Sumatera Utara, (9) Kalimantan Timur, (10) Bali, (11) Kalimantan Barat, dan (12) JawaTengah (Riskesdas, 2013).

(8)

4

Penelitian yang dilakukan di Thailand menemukan jika SSD lebih sering terjadi pada anak dengan status gizi kurang daripada anak yang berstatus gizi normal (Pichainarong et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan di enam rumah sakit di Jakarta saat kejadian luar biasa pada tahun 2004, mendapatkan 1818 kasus DBD pada anak usi 0-15 tahun. Penelitian ini mendapatkan sebagian besar pasien memiliki status gizi

baik 42,3% dan 1,4% pasien DBD yang memiliki status gizi buruk (Citraresmi et al., 2009).

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hakim (2012) yang menunjukkan bahwa pasien dengan status gizi tidak normal (kurang atau lebih) berisiko 1,250 kali lebih berisiko untuk sindrom syok dengue dibandingkan pasien dengan status gizi normal (Hakim & Asep, 2012).

Oleh karena itu, peneliti akan mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta.

2. METODE PENELITIAN

(9)

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

Sebanyak 88 sampel memenuhi kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini dan sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dari 88 sampel tersebut diperoleh data sebagai berikut:

[image:9.595.154.508.279.384.2]

3.1.1 Analisis Deskriptif.

Tabel 1. Sebaran Sampel

Pasien Anak Jumlah Sampel Presentase

Gizi Baik 44 50%

Gizi Lebih 44 50%

Total 88 100%

Sumber: Data Sekunder, 2016

Dari data tabel diatas diketahui jumlah setiap masing-masing kelompok penelitian sejumlah 44 pasien dengan demikian jumlah responden penelitian adalah 88 pasien anak. Jumlah tiap kelompok sebelumnya telah ditentukan dengan rumus estimasi besar sampel yaitu sampel minimal 31 orang.

Tabel 2. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin DBD Ringan DBD Berat Total

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Laki-laki 28 71,8 11 28,2 39 100

Perempuan 40 81,6 9 18,4 49 100

Sumber: Data Sekunder, 2016

Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dari 88 pasien didapatkan hasil yaitu pasien anak perempuan yang terdiri dari 49 orang yang menderita DBD derajat ringan 40 (81,6%) orang dan 9 (18,4%) orang menderita derajat berat, serta 39 orang anak laki-laki yang terdiri dari 28 (71,8%) osssssrang menderita DBD derajat ringan dan 11 (28,2) orang

[image:9.595.140.512.522.611.2]
(10)

6

[image:10.595.142.516.198.298.2]

Sehingga diperoleh hasil pada penelitian ini menunjukkan jika anak laki-laki lebih banyak terkena DBD derajat berat dibandingkan dengan anak perempuan.

Tabel 3. Distribusi berdasarkan umur

Umur Dbd Ringan Dbd Berat Total

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

1-5 tahun 25 83,3 5 16,7 30 100

6-14 tahun 43 74,1 15 13,2 58 100

Sumber: Data Sekunder, 2016

Berdasarkan penggolongan umur, subjek penelitian pada penelitian ini didominasi oleh anak berumur 6-14 tahun sebanyak 58 orang yang terdiri dari 43 (71,4%) orang yang menderita DBD derajat ringan dan 15 (13,2%) orang yang menderita DBD derajat berat, selanjutnya kelompok umur 1-5 tahun sebanyak 30 orang terdiri dari 25 (83,3%) orang yang menderita DBD derajat ringan dan 5 (16,7%) orang pasien yang menderita DBD derajat berat.

Tabel 4 . Distribusi berdasarkan status gizi

Umur Dbd Ringan Dbd Berat Total

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

Gizi lebih 36 81,8 8 18,2 44 100

Gizi baik 32 72,7 12 27,3 44 100

Sumber: Data Sekunder, 2016

Berdasarkan penggolongan status gizi, dari 44 pasien anak dengan gizi baik terdapat 32 (72,2%) anak yang menderita DBD derajat ringan dan 12 (27,3%) anak yang menderita DBD derajat berat sedangkan dari 44 pasien anak dengan status gizi lebih 36 (81,8%) orang menderita DBD derajat ringan dan 8 (18,2%) orang menderita DBD derajat berat.

3.1.2 Analisis Bivariat

[image:10.595.141.514.483.573.2]
(11)

7

[image:11.595.139.507.212.271.2]

keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta. Tabel yang digunakan 2x2 sehingga menggunakan uji Chi-Square dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi pasien DBD dengan status gizi lebih dan gizi baik yang

mengalami DBD derajat ringan dan DBD derajat berat.

DBD Ringan DBD Berat Total P N % N % N % 0,309 Gizi baik 32 72,7 12 27,3 44 100

Gizi lebih 36 81,8 8 18,2 44 100

Sumber: Data Sekunder, 2016

Nilai Significancy menunjukkan angka 0,309 oleh karena p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta.

3.2 Pembahasan

Penelitian ini adalah penelitian tentan hubungan gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 bertempat di bagian Poli Gizi RSUD Kopta Surakarta. Desain penelitian ini berupa

observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dimana kedua variabel dinilai dalam satu waktu yang sama. Subjek dipilih berdasarkan

kriteria retriksi yang sudah ditetapkan. Setiap kelompok terdiri dari 44 pasien DBD anak sehingga total jumlah subjek penelitian ini sebanyak 88 pasien DBD anak.

Hasil uji Chi-Square pada tabel 7 merupakan analisi data yang telah dilakukan untuk menjawab hipotesis yang telah ditetapkan. Didapatkan nilai tidak signifikan p=0,309 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pada penelitian ini tidak terbukti. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta.

(12)

8

status gizi tidak normal (kurang atau lebih) berisiko 1,250 kali lebih berisiko untuk sindrom syok dengue dibandingkan pasien dengan status gizi normal (Hakim & Asep, 2012).

Dengue syok sindrom lebih sering terjadi pada anak imunokompeten dan status gizi baik, sangat jarang pada malnutrisi sebab status gizi baik berhubungan dengan respon imun yang baik yang dapat menimbulkan

DBD berat (Raihan et al., 2010).

Berdasarkan teori imunologi, satus gizi baik mempengaruhi derajat berat ringannya penyakit yaitu gizi baik dapat meningkatkan respon antibodi, reaksi antigen dan antibodi dalam tubuh akibat infeksi virus menyebabkan infeksi virus dengue lebih berat, sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi mordibitas dan mortalitas DBD di berbagai negara antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, jenis kelamin, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis (Elmy et al., 2009).

Usia merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue, pada penelitian yang dilakukan di Bangkok, anak usia muda terbukti yang banyak mengalami kasus dengue berat sedangkan di Indonesia anak yang terkena DBD atau DSS berkisar usia 5-9 tahun (Mariko et al., 2014). Makin muda usia pasien makin tinggi pula mortalitasnya, karena pada anak yang lebih muda endotel pembuluh darah kapiler lebih rentan terjadi pelepasan sitokin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Raihan et al., 2010). Selain itu perubahan transmisi dari transmisi di rumah beralih ke fasilitas publik bisa menjadi salah satu

faktor yang menyebabkan anak usia >5 tahun lebih banyak menderita DBD (Pangaribuan el al., 2014).

(13)

9

daripada laki-laki (Permatasari et al., 2015). Pendapat lain mengatakan terdapat perbedaan secara imunologis antara anak perempuan dan laki-laki, anak perempuan memiliki respon imun yang kuat dan permeabilitas kapiler yang lebih tinggi sehingga lebih cepat mengalami syok (Pangaribuan et al., 2014).

Jenis infeksi sekunder merupakan infeksi terbanyak pada SSD dan

DBD yaitu lebih dari 50% kasus (Elmy et al., 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Pichainarong et al didapatkan kejadian infeksi sekunder 90,5% pada SSD dan 88,6% pada DBD. Anak dengan infeksi sekunder berisiko 10 kali atau lebih dibanding dengan anak dengan infeksi primer (Rizal, 2011). Infeksi sekunder atau infeksi ulang dengan berbagai serotipe virus Dengue merupakan faktor risiko utama timbulnya demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue yang dipacu oleh peranan antibody-dependent enhancement (Soegijanto, 2006).

Pada wabah yang meluas biasanya terdapat suatu jenis atau serotipe virus Dengue baru, hal tersebut terkait dengan kerentanan imunologis suatu populasi terhadap virus tersebut dan virulensinya yang berperan pada beratnya penyakit (Rizal, 2011). Indonesia pada tahun 1973-2010 hampir selalu menunjukkan dominasi serotipe DENV-3, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung didapatkan dominasi serotipe virus dengue DENV-3 (13 kasus), DENV-2 (8 kasus), DENV-4 (4 kasus) dan DENV-1 (2 kasus), setiap infeksi karena serotipe virus Dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis dan profil epidemiologi yang bervariasi, serotipe DENV-2 dan DENV-3

menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan serotipe lainnya (Andriyoko et al., 2012).

(14)

10

gejala syok yang dapat diketahui secara awal dan mendapat terapi cairan secara adekuat akan mengalami perbaikan secara cepat dan angka kematian yang rendah 0,2%, pasien DBD dengan perdarahan dan hemokonsentrasi akan mengalami tanda syok lebih dini, tetapi dengan manajemen cairan intravaskular untuk mempertahankan hemodinamik yang stabil sehingga dapat mencegah perkembangan ke arah syok

(Pangaribuan et al., 2014).

Keterbatasan penelitian ini adalah data umur dan berat badan pasien yang ada di poli gizi RSUD Kota Surakarta yang tidak lengkap tetapi kelemahan ini dapat dikurangi dengan mengambil data pasien yang lengkap saja.

4. PENUTUP

Kesimpulan dari penelitian ini yang dilakukan di Poli Gizi RSUD Kota

Surakarta pada bulan Desember 2016 bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara gizi lebih dengan derajat keparahan demam berdarah dengue pada anak di RSUD Kota Surakarta (p = 0,309 p>0,05).

PERSANTUNAN

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada direktur utama RSUD Kota Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan baik. Kepada DR. Dr. E. M. Sutrisna, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Erna Herawati., Sp.KJ selaku Kepala Biro Skripsi, Dr. Mohammad Wildan, Sp.A selaku pembimbing utama skripsi, Dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes selaku ketua penguji skripsi, Dr. Nur Mahmudah, M.Sc selaku anggota penguji, segenap dosen dan staff Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Keluarga tercinta, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan naskah publikasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

11

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : KEMENKES RI 212-213

Citraresmi E., Hadinegoro S. R., Akib A. A. P., 2009. Diagnosis Dan Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Pada Kejadian Luar Biasa Tahun 2004 Di Enam Rumah Sakit Di Jakarta. Sari Pediatri. 3:8-14

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Semarang: DINKES 35-37

Elmy S., Arhana B.N.P., Suandi I.K.G., & Sidiartha I.G.L., 2009. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Sindrom Syok Dengue. Sari Pediatri. 11:238-242 Hakim L., & Asep J.K., 2012. Hubungan Status Gizi Dan Kelompok Umur

Dengan Status Infeksi Virus Dengue. Aspirator. 4:34-45

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: KEMENKES RI. 153-155

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue. Jakarta: KEMENKES RI. 1-2

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Wilayah Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue Ada 11 Kabupaten Atau Kota, www.depkes.go.id ,21 Agustus 2016

Mariko R., Sri R. S. H., Hindra I. S., 2014. Faktor Prognosis Terjadinya Perdarahan Gastrointestinal Dengan Demam Berdarah Dengue Pada Dua Rumah Sakit Rujukan. Sari Pediatri. 15:361-368

Pangaribuan A., Endy P. P., Ida S. L., 2014. Faktor Prognosis Kematian Syok Dengue. Sari Pediatri. 13: 332-340

Permatasari D.Y., Galuh R., & Andra N., 2015. Hubungan Status Gizi, Umur, dan Jenis Kelamin Dengan Derajat Infeksi Dengue Pada Anak. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2:25-28

Pichainarong N., Mongkalangoon N., Katayanarooj S., Chaveepojnkamjorn W., 2006. Relationship between body size and severity of dengue hemorrhagic fever among children aged 0-14 years. Suthlast Asia J Trop Med Public Health. 37:283-288

(16)

12

Rizal., 2011. Kebocoran Plasma Pada Demam Berdarah Dengue. CDK. 38: 92-96 Soegijanto S. 2006. Demam Berdarah Dengue. Surabaya, Airlangga University

Gambar

Tabel 1. Sebaran Sampel
Tabel 3. Distribusi berdasarkan umur
Tabel 7. Distribusi pasien DBD dengan status gizi lebih dan gizi baik yang

Referensi

Dokumen terkait

The Android application made by the writer will help English teachers facilitate the students to practice their speaking skill both inside and outside the

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa silase klobot jagung mempunyai kualiatas yang sama dengan rumput dan pemberian silase klobot jagung pada ransum domba

Begitu juga peralihan kekuasaan dari satu khalifah ke khalifah yang lain semasa banyak sahabat masih hidup, sehingga menjadi Ijma' shahabat bahwa boleh menggunakan beberapa uslub

(dua puluh satu Bulan April Tahun dua ribu tujuh belas) Pokja V Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Tahun Anggaran 2017

Diskusi informasi tentang cara menentukan konsentrasi asam basa berdasarkan data hasil titrasi.. Memberikan latihan soal menentukan konsentrasi asam basa berdasarkan data hasil

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kabupaten Bima belum dapat

Agar lebih jelas dan lebih spesifik tentang apa tepatnya yang dilakukan, kapan, dimana dan bagaimana, maka perlu kita ajukan pertanyaan sebagai berikut : “Bekerja sama

[r]