• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” Rsud Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” Rsud Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP

KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS

DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)

“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009

T E S I S

Oleh

CHANDRA Z.A

077012004/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) "MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Chandra Z.A Nomor Induk Mahasiswa : 077012004

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

( Prof. dr. H. M. Yoesoef Simbolon, Sp.K.J (K) ) ( Dra. Syarifah, M.S ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

(3)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP

KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS

DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)

“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHANDRA Z.A

077012004/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP

KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS

DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)

“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2009

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Desember 2009

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. H.M. Yoesoef Simbolon, Sp.K.J (K) Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Fery Novliadi, S.Psi, M.Si

(6)

ABSTRAK

Kejadian trauma akibat konflik dan tsunami yang terjadi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdampak terhadap gangguan mental pada manusia. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen merupakan sarana pelayanan kesehatan mental untuk penanganan kejadian kesehatan gangguan mental akibat trauma termasuk Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Sejak April – Oktober 2008 angka penderita kejadian PTSD fluktuatif. Berdasarkan literatur dukungan sosial keluarga memengaruhi penurunan tingkat stres.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penilaian, dukungan informasi) terhadap kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan survei explanatory. Populasinya adalah seluruh penderita rawat jalan PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) ”Mawar” dengan jumlah 42 orang (total sampling). Alat ukur penelitian berupa kuesioner, data dianalisis dengan uji regresi logistik.

Hasil uji regresi logistik menunjukkan dukungan sosial emosional yang paling berpengaruh terhadap kesembuhan PTSD (p=0,00) diikuti variabel dukungan sosial informasional (p= 0,015), sementara dukungan sosial instrumental dan dukungan sosial penilaian walaupun berhubungan tetapi tidak mempunyai pengaruh yang bermakna. Keseluruhan variabel mempunyai nilai overall percentase 90,5%, sementara sisanya 9,5 % merupakan variabel lain yang memengaruhi dan tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Disarankan kepada Kepala Rumah Sakit dr. Fauziah Bireuen untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan berupa komunikasi, bimbingan dan konseling kepada keluarga penderita PTSD. Bagi keluarga penderita PTSD agar lebih dapat memahami tentang penyakit penderita PTSD untuk mencegah penderita menjadi relaps.

(7)

ABSTRACT

The incident traumatized by conflict and the tsunami which occurred in Nanggroe Aceh Darussalam Province has an impact on mental disorders in human. The integrated service center (PPT) “Mawar” dr. Fauziah Bireuen hospital is a mental service facility for handling mental health events due to trauma including Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Since April – Oktober 2008 the PTSD sufferers number were fluktuatif. Based on literature, social support by family member influence to reducing of stress.

This research aimed to analyze the influence of social family support (emotional support, instrumental support, appraisal support and informational support) on recovery of PTSD sufferer at integrated services center (PPT) “Mawar” dr. Fauziah Bireuen hospital.

The research used an explanatory survey. The population were all patients in the outpatient PTSD Traumatic Center amount 42 patients (total sampling). Date were collected by questionaire, data were analyzed by using logistic regression test.

The result of logistic regression test showed that the emotional support was the influence on healing PTSD (p = 0.00) followed by social informational support variable (p = 0.015), while social instrumental support and social appraisal support, although they were related, but did not have significant influence. The variable had overall percentage of 90.5%, while the remaining 9.5% were other variables that influenced and were not included in this research.

To the district of dr. Fauziah Bireuen Hospital is suggested to improve the quality of survices in form of communication, guidance, and counseling to the family of PTSD suffer. For the family of PTSD sufferer must be understand about the disease of PTSD to prevent the sufferer becomes relaps.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kesembuhan Penderita Post

Traumatic Stress Disorder (PTSD) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar”

RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini

izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K).

Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S

selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

(9)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. H.M. Yoesoef Simbolon,

Sp.K.J (K) selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal

hingga penulisan tesis ini selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fery Novliadi, S.Psi, M.Si, dan

Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si, selaku penguji tesis yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Selanjutnya terima kasih juga kepada dr. Irwan A.Gani selaku Kepala Rumah

Sakit Daerah dr. Fauziah Bireuen, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan

penelitian ini.

Tak terhingga terima kasih yang tulis dan ikhlas kepada orangtua tercinta

Ayahanda Zainal Ayub dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan

sumbangan moril dan materil.

Teristimewa buat isteri tercinta dan tersayang dr. Asriani serta ananda

Muhammad Ismail, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta

motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini

tepat waktu.

Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa

yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam

penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penulisan tesis ini

hingga selesai.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2009

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Chandra ZA, lahir pada tanggal 24 November 1964 di Medan, dengan jumlah

5 bersaudara, tinggal di Jalan Jangka No.6 Matang Glp Dua- Bireuen.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1

Terjun Medan selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1

Lhokseumawe selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1

Lhokseumawe selesai tahun 1983, Fakultas Kedokteran Universitas Syiahkuala di

Banda Aceh tahun 1996.

Penulis menikah pada tahun 23 Maret 1996 dengan dokter Asriani dan sampai

saat ini telah dikaruniai 1 orang anak putra yang bernama Muhammad Ismail.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

Utara menjabat Kepala Puskesmas Bukit Hagu Tahun 1996, Kepala Puskesmas Ulee

Jalan Kabupaten Bireuen Tahun 1998, Kepala Puskesmas Peusangan Kabupaten

Bireuen Tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, Kabid Pelayanan Medis Rumah

Sakit Umum Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2007 sampai dengan 2008, Kabid Penunjang

Medis Rumah Sakit Umum Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2008 sampai sekarang.

Tahun 2007 Penulis mengikuti Pendidikan Lanjutan S-2 di Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

2.2. Pengaruh Keluarga terhadap Penyembuhan Penderita PTSD ... 17

2.3. Landasan Teori ... 29

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.7. Metode Analisis Data ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.2. Karakteristik Penderita Post Traumatic Stress Disorders... 44

4.3. Dukungan Sosial Keluarga ... 45

4.3.1. Dukungan Emosional ... 46

4.3.2. Dukungan Instrumental... 49

4.3.3. Dukungan Penilaian ... 52

(13)

4.4. Kesembuhan Penderita ... 59

4.5. Analisis Bivariat ... 64

4.5.1. Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 64

4.5.2. Hubungan Dukungan Instrumental dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 64

4.5.3. Hubungan Dukungan Penilaian dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009 ... 65

4.5.4. Hubungan Dukungan Informasional dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 66

4.6. Analisis Multivariat ... 67

BAB 5 PEMBAHASAN... 70

5.1. Dukungan Emosional Terhadap Kesembuhan Penderita PTSD .... 70

5.2. Dukungan Instrumental Terhadap Kesembuhan PTSD... 71

5.3. Dukungan Penilaian Terhadap Kesembuhan PTSD... 72

5.4. Dukungan Informasi Terhadap Kesembuhan PTSD ... 74

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 76

6.1. Kesimpulan... 76

6.2. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA... 79

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Dukungan Emosional Kepada Penderita PTSD... 34

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Dukungan Instrumental Kepada Penderita PTSD... 34

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Dukungan Penilaian Kepada Penderita PTSD ... 35

3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Dukungan Informasional Kepada Penderita PTSD... 35

3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kesembuhan Penderita PTSD ... 36

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

4.1. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 45

4.2. Persentase Dukungan Emosional yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009 ... 46

4.3. Persentase Kategori Dukungan Emosional yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 48

4.4. Deskripsi Skor Dukungan Emosional yang Diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 48

4.5. Persentase Dukungan Instrumental yang diperoleh

Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga

di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

(15)

4.6. Persentase Kategori Dukungan Instrumental yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga

di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ... 51

4.7. Deskripsi Skor Dukungan Instrumental yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 52

4.8. Persentase Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post

Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 53

4.9. Persentase Kategori Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ...55

4.10. Deskripsi Skor Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ...55

4.11. Persentase Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post

Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 57

4.12. Persentase Kategori Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga

di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ... 58

4.13. Deskripsi Skor Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga

di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ... 59

4.14. Persentase Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

(16)

4.15. Persentase Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ... 63

4.16. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Emosional Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen

Tahun 2009 ... 64

4.17. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Instrumental Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 65

4.18. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Penilaian Berdasarkan

Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 66

4.19. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Informasi Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat

Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 66

4.20. Hasil Uji Regresi Logistik Dukungan Sosial Keluarga Terhadap

Kesembuhan PTSD ... 68

4.21. Hasil Uji Regresi Logistik Terhadap Sub Variabel dengan Metode

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 31

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 81

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian trauma merupakan peristiwa kehidupan yang dapat mengenai setiap

orang. Banyak dampak yang diakibatkan oleh kejadian trauma, salah satunya adalah

gangguan kejiwaan yang berpengaruh terhadap psikososial dalam kelangsungan

hidup dan menyebabkan gangguan produktivitas serta menentukan tingkat derajat

kesehatan manusia. Kejadian trauma ini disebabkan oleh adanya peristiwa bencana

alam, ulah manusia dan peristiwa lainnya (Dharmono S, et al., 2008).

Adanya peristiwa trauma menempatkan manusia pada kondisi rentan untuk

mengalami kejadian traumatik. Mereka yang mengalami peristiwa tersebut tidak

cukup hanya mendapat bantuan penyelamatan kesehatan fisik semata, tetapi

pemulihan kondisi kesehatan jiwa juga merupakan bagian yang sangat penting dalam

memperoleh kembali kehidupan yang sehat dan berkualitas terutama pengaruh

keluarga terhadap kesembuhan trauma tersebut.

Menurut Sandra, et al., (2005) bahwa prevalensi Post Traumatic Stress

Disorder (PTSD) meningkat setelah terjadinya bencana alam seperti banjir,

peperangan atau lainnya setelah mengalami kecelakaan. Hal ini sesuai menurut World

Health Organization (WHO) tahun 2005 bahwa PTSD merupakan gangguan

kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam

(20)

Menurut Zlocnik dkk (2001), Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) atau

dikenal dengan gangguan stres pasca trauma merupakan reaksi maladaptif yang

berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. PTSD kemungkinan bertahan

selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah pengalaman traumatis dan

mungkin tidak muncul sampai berbulan–bulan atau bertahun–tahun setelah adanya

pemaparan terhadap peristiwa traumatis (Nevid J, et al., 2002). Menurut Darmono S,

et al, (2008) bahwa PTSD merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang berat yang

sangat menganggu kualitas hidup dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat

berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi gangguan stres pasca

trauma yang kompleks.

Menurut laporan WHO (2005), jumlah penderita PTSD mencapai 3.230.000

orang yaitu 0,2% dari seluruh kesakitan di dunia. Dengan penyebaran 28,5%

(921.000 jiwa) penderita PTSD terdapat di Pasifik Barat, 27,4% (885.000 jiwa) di

Asia Tenggara 14,2% (460.000 jiwa) di Eropa, 12,6% (407.000 jiwa) di Amerika

9,3% (299.000 jiwa) di Afrika dan 8,0% (258.000 jiwa) di Mediterania Timur.

Berdasarkan laporan WHO (2005), penelitian yang dilakukan oleh

dr. Mohammad S Alkaisy di Mosul City terhadap 424 responden menunjukkan

bahwa 98% responden mengalami trauma sebanyak 4 kali, 43% diantaranya

mengalami depresi, 31% mengalami gangguan kecemasan, dan 26% mengalami

PTSD. Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Dr. Issam K. Taha (2004),

terhadap 8 sekolah menengah atas di Baghdad diketahui bahwa 68% pelajar telah

mengalami trauma sebanyak 3 kali dan 30% diantaranya mengalami PTSD dan 92%

(21)

Secara epidemiologi kasus PTSD juga terjadi di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005, diketahui prevalensi gangguan jiwa 140/1000 penduduk usia 15 tahun keatas, dan 23% diantaranya adalah PTSD (Depkes, 2006). Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan salah satu provinsi di

Indonesia memiliki kasus PTSD yang tinggi. Hal ini berdasarkan Survei bersama

yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of

Migration), dan Universitas Harvard pada tahun 2006 menemukan bahwa 65% dari

penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan

kecemasan, dan 34% mengalami PTSD. Survei berikutnya yang dilakukan pada tahun

2007 menunjukkan bahwa 35% penduduk mengalami depresi, 39% mengalami

gangguan kecemasan, dan 10% mengalami PTSD (Widyatmoko, 2007).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Bireuen tahun 2008 ditemukan 1.867

jiwa penderita gangguan jiwa. Tersebar di 17 Puskesmas yang

ada dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen.

Di RSUD dr. Fauziah Bireuen tahun 2008 terdapat Pusat

Pelayanan Terpadu (PPT) Mawar dan ditemukan jumlah kasus

PTSD yang berfluktuasi selama 1 tahun terakhir. Bulan Januari

terdapat 6 kasus, meningkat menjadi 20 kasus pada bulan Mei,

23 kasus pada bulan Juni, dan menjadi 42 kasus pada bulan

Oktober. Berdasarkan Profil RSUD dr. Fauziah Bireuen tahun

(22)

PTSD dengan intervensi oleh tenaga kesehatan untuk tidak

terjadinya relaps dan hanya dilakukan rawat jalan.

Menurut Kaplan dan Sadock (1998), upaya kesembuhan penderita gangguan jiwa seperti PTSD tergantung pada pengobatan yang diberikan berdasarkan etiologi PTSD, peran petugas kesehatan baik dokter maupun perawat kesehatan, serta adanya keterlibatan keluarga. Hal ini didukung oleh Yoshiharu (2006), upaya pemulihan penderita PTSD dapat dilakukan melalui penyediaan kondisi yang mendorong pemulihan alami seperti perawatan psikologis secara terus menerus, pemberian obat serta pendekatan secara persuasif dan pembinaan yang dilakukan oleh keluarga (Yoshiharu, 2006).

Yosep (2007) mengemukakan, adanya suatu penyakit yang serius dan kronis

pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam

pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi-fungsi

keluarga. Oleh karena itu keluarga merupakan sistem pendukung utama yang

memberikan perawatan langsung setiap keadaan sehat dan sakit terhadap penderita.

Indie (2009) mengemukakan, dukungan keluarga adalah bantuan yang berupa

perhatian emosi, bantuan instrumental, maupun penilaian yang diberikan oleh

sekelompok anggota keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik

dan psikisnya dan merupakan salah satu bentuk dukungan sosial. Hal ini sesuai

dengan Friedman (1998) adapun dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita. Keluarga berfungsi sebagai sistem

pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika

(23)

salah satu unsur dari dukungan sosial dapat diberikan dalam bentuk, yaitu :

(1) dukungan emosi (2) dukungan intsrumental (3) dukungan penilaian, dan

(4) dukungan informasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap

kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD

dr. Fauziah Bireuen.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap proses

kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD

dr. Fauziah Bireuen.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial

keluarga terhadap kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu

“Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesa utama penelitian ini adalah ada pengaruh dukungan sosial keluarga

terhadap kesembuhan PTSD. Secara rinci, hipotesa ini diuraikan ke dalam 4 (empat)

(24)

1. Ada pengaruh dukungan sosial emosional keluarga terhadap kesembuhan

penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah

Bireuen.

2. Ada pengaruh dukungan sosial instrumental keluarga terhadap kesembuhan

penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah

Bireuen.

3. Ada pengaruh dukungan sosial penilaian keluarga terhadap kesembuhan

penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah

Bireuen.

4. Ada pengaruh dukungan sosial informasi keluarga terhadap kesembuhan

penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah

Bireuen.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan terhadap upaya penanggulangan penderita gangguan

jiwa khususnya PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD

dr. Fauziah Bireuen.

2. Memberikan informasi tentang peran keluarga dalam penanganan penderita

PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.

3. Memberikan kontribusi kepada praktisi kesehatan jiwa tentang perlunya

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

2.1.1 Pengertian

Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD merupakan sindrom kecemasan,

labilitas autonomic, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang

amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang

biasa (Kaplan, 2002). National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan

PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami

peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa trauma ini bisa

berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan atau

perang (WHO, 2005).

Hikmat (2005) mengatakan PTSD adalah sebuah kondisi yang muncul setelah

pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam jiwa seseorang,

misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, kekerasan seksual (sexual

abuse), atau perang.

Dalam DSM (Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders), PTSD

didefinisikan suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau

disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian,

atau cidera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang. Kejadian

tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem, horor, atau rasa tidak berdaya

(26)

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan, PTSD merupakan gangguan yang diakibatkan suatu atau lebih kejadian traumatis dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian, kematian, cedera fisik atau diri seseorang yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, honor dan rasa tidak berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi gangguan stress pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian.

2.1.2 Simtom/Gejala PTSD

Seperti halnya gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh sekelompok

simtom yang mencakup asumsi etiologinya. Simtom-simtom PTSD dikelompokkan

dalam tiga kategori utama. Diagnosis dapat ditegakan jika simtom-simtom dalam

kategori berlangsung selama lebih dari satu bulan. Tiga kategori utama simtom yang

terjadi pada penderita PTSD adalah pertama, mengalami kembali kejadian traumatis.

Seseorang kerap teringat akan kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang

hal itu. Dalam literatur lain dikatakan simtom flashback (merasa seolah-olah

peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang

kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang

berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. Kedua,

penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam

responsivitas. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berpikir tentang

trauma atau menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut;

dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya

ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan dan ketidak mampuan untuk

(27)

pada simtom di atas, pada PTSD kenyataannya terdapat suatu fluktuatif; penderita

bergantian mengalami kembali dan mati rasa. Dalam banyak literatur simtom ini

menunjukan adanya menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau

percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat

terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.

Ketiga, simtom-simtom ketegangan. Simtom-simtom ini mencakup sulit tidur atau

mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan dan respon terkejut

yang berlebihan, termasuk meningkatnya reaktivitas fisiolologis dan respon-respon

terkejut yang sangat tinggi (Gerald et.al. 2006).

2.1.3 Kriteria PTSD

Berdasarkan Nevid, dkk, (2002), kriteria diagnosis PTSD menjadi longgar

dengan memasukan reaksi rentangan stresor traumatis yang lebih luas,

termasuk menerima diagnosis suatu penyakit yang mengancam hidup.

Menurut Gerald.et.al. (2006), sebagai diagnosis PTSD yang didasari

sekelompok simtom-simtom dimasukan dalam DSM. Hal ini sejalan dalam

Darmono S, dkk, (2008), kriteria diagnosis PTSD yang diajukan oleh the

Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders, 4th edition (DSM IV)

dan oleh the International Classification for Disease, 10th edition (ICD 10),

antara lain:

A. Stresor traumatik

1. Satu atau banyak peristiwa yang membuat seseorang mengalami,

(28)

ancaman kematian, cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisik

atau orang lain.

2. Tanggapan individu terhadap pengalaman tersebut dengan ketakutan,

kengerian, atau ketidakberdayaan yang sangat kuat.

B. Mengalami ulang gejalanya (satu atau lebih)

Kenangan yang mengganggu, mimpi yang mencemaskan, kilas balik

peristiwa trauma, gejala disosiatif, kecemasan psikologis, dan fisik bersamaan

dengan kenangan akan peristiwa trauma.

C. Gejala penghindaran dan penumpulan perasaan (tiga atau lebih)

Menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan

dengan peristiwa trauma, menghindari tempat, situasi, atau orang yang

mengingatkan kepada peristiwa itu; tidak mampu mengingat aspek penting

peristiwanya; minat yang berkurang; terasing dari orang sekitar; terbatasnya

rentang emosi; perasaan bahwa masa depan menjadi lebih pendek.

D. Gejala sensitifitas yang sangat/ hyper-arousal (dua atau lebih)

Gangguan tidur; konsentrasi yang terganggu atau sulit konsentrasi,

rasa kesal atau ledakan amarah; hypervigilance (kewaspadaan yang berlebih);

reaksi kaget yang berlebihan.

E. Gejala berlangsung sedikitnya1 bulan

F. Gejala menyebabkan kecemasan atau gangguan fungsional.

(29)

Akut, yaitu gejala berlangsung 1 sampai 3 bulan, (2) Kronis, yaitu gejala

berlangsung lebih dari 3 bulan, dan (3) Awal gejala (onset) yang tertunda

(gejala dimulai sedikitnya 6 bulan setelah ada stresor).

Selanjutnya menurut ICD-10 dan DSM-IV, PTSD dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Pasien harus pernah terpapar pada suatu peristiwa atau situasi yang

menimbulkan stres (sebentar atau lama) yang sifatnya malapetaka atau sangat

mengancam sehingga mungkin akan menyebabkan stres pada hampir semua

orang.

2. Terus menerus ’ingat atau menghayati’ lagi penyebab stress dalam bentuk

‘kilas balik’ yang mengganggu, kenangan yang jelas sekali atau mimpi

yang berulang, atau mengalami kecemasan ketika menghadapi keadaan yang

mirip atau berkaitan dengan penyebab stres.

3. Pasien harus memperlihatkan suatu penghindaran nyata dari keadaan

yang mirip atau berhubungan dengan penyebab stres yang tidak ada

sebelumnya.

4. Salah satu dari hal berikut harus terjadi :

a) tidak mampu mengingat, sebagian atau seluruhnya, dari beberapa aspek

penting selama masa terpapar pada penyebab stres.

b) gejala yang terus-menerus dari adanya peningkatan kepekaan

psikologis dan sensasi (tidak ada sebelum terpapar dengan penyebab

(30)

tidur dan mempertahankan tidur, (2) gampang marah atau amarah yang

meledak, (3) sulit berkonsentrasi, (4) kewaspadaan yang sangat tinggi, dan

(5) reaksi kaget yang berlebihan.

Gejala tertentu yang terkait dengan PTSD dan diagnosis medis atau

psikiatris komorbid (terutama depresi dan gangguan kecemasan lain) dalam

pasien yang sedang dinilai untuk PTSD bisa mempersulit diagnosis yang tepat

dan mengubah pengobatan. Pada mulanya, pasien harus memiliki riwayat

psikiatri dan medis yang lengkap dengan pertimbangan yang tepat untuk rujukan

laboratorium dan pemeriksaan fisik jika diperlukan.

Sebagai bagian dari penilaian diagnosis awal, dan sesudah tiap urutan uji

pengobatan jika hasilnya tak memuaskan, klinisi harus mengevaluasi

gejala-gejala yang terkait dengan PTSD (seperti kecenderungan untuk bunuh diri,

insomnia atau mimpi buruk, psikosis), diagnosis komorbid (termasuk depresi,

gangguan bipolar, dan gangguan kecemasan lainnya, penyalahgunaan zat), dan

juga masalah lain seperti penyakit medis, kehamilan, trauma yang berlanjut,

masalah hukum, penumpukan penyakit medis yang tidak terdiagnosis (seperti

penyakit thyroid), penggunaan terus-menerus zat-zat yang menimbulkan

kecemasan seperti kafein, dan kesulitan mentaati pengobatan (WHO, 2005).

Mereka yang menderita PTSD, dengan dan tanpa depresi, makin

beresiko untuk bunuh diri, dan penting untuk mengukur resiko bunuh diri baik

(31)

umumnya, tinjauan lengkap atas diagnosis diferensial dari gejala kecemasan

harus dilakukan, dengan menyingkirkan atau mengobati diagnosis psikiatris dan

penyebab medis yang ada (Yosep, 2006).

2.1.4 Pengobatan PTSD

Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD,

yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi

dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah

dikenal. Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca traumatik ini masih

kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, dan zat pemblok

beta seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin.

Obat tersebut biasanya diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak

lama dan kini dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu

benzodiazepin –contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os,

Diazepam (valium) 5-10 mg per os, Klonazepam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam

1-2 mg per os atau IM– juga dapat digunakan dalam Unit Gawat Darurat (UGD) atau

kamar praktek terhadap ansietas yang gawat dan agitasi yang timbul bersama

gangguan stres pasca traumatik tersebut (Kaplan et al., 2002).

Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada masalah PTSD percaya bahwa

ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD,

(32)

management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu

mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik (Swalm, 2005).

1) Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara

sistematis dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama.

2) Reathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan -lahan,

santai dan menghindari bernafas dengan tergesa- gesa yang menimbulkan

perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung

berdebar dan sakit kepala,

3) Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif

dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal–hal yang membuat

stress,

4) Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini

dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain,

5) Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika sedang

memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.

Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang

tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan penderita

PTSD, misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena

tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang

tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk

melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik

(33)

Sementara itu, dalam exposure therapy para terapis membantu menghadapi

situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada

trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi

dapat berjalan dengan cara : exposure in the imagination, yaitu bertanya pada

penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan

menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang

sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat

(misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).

Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan membantu

menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi. Di

samping itu, didapatkan pula terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada

penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk penatalaksanaan

anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak

dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman

dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya (Rose, et al., 2002).

Boyce dan Condon (2000) merekomendasikan bidan untuk melakukan

debriefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika

melahirkan. Selain itu, didapatkan pula support group therapy dan terapi bicara.

Dalam support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang

mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa

bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman

(34)

Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi

penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma,

mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi, bisa memperingan

beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib,

bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang

untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan (Swalm, 2005).

Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk

mengobati PTSD. Konselor ahli mempertimbangkan pentingnya penderita PTSD

(dan keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi

dan pengobatan) yang cocok untuk PTSD (Yosep, 2006).

2.1.5. Indikator Kesembuhan Penderita PTSD.

Dalam kesembuhan penderita PTSD sangat tergantung dari seberapa parah

kejadian trauma yang menimpa, berapa lama berlangsungnya dan seberapa besar

keterlibatannya, juga tergantung faktor pendukung yang diperolehnya. Namun

penyebab trauma yang terjadi sering menjadi permasalahan yang paling sulit

(Gopina, 2009).

Untuk mengetahui kesembuhan pada penderita PTSD diperlukan indikator.

Indikator kesembuhan berdasarkan berkurang atau hilangnya tiga gejala utama yang

sering terjadi pada penderita PTSD sesuai kriteria DSM IV yaitu:

- Penderita mampu mengatasi dan menghilangkan pengulangan kejadian

trauma seperti hilangnya flashback, nightmares dan reaksi emosional yang

(35)

- Penderita mampu menghadapi hal- hal yang terkait dengan trauma dan

adanya ketertarikan, kepedulian, perhatian dan minat terhadap orang lain

maupun kejadian-kejadian yang dihadapi.

- Penderita mampu mengendalikan emosi, berkomunikasi, berkonsentrasi,

dan beradaptasi terhadap kondisi sekitar.

2.2 Keluarga

2.2.1 Konsep keluarga

Menurut Kamus Webster, keluarga adalah A social unit consisting of parent

and the children they rear (Sebuah unit sosial yang terdiri dari orang tua dan anak

yang mereka asuh) atau A group of people related by ancestry or marriage

(sekelompok orang yang dihubungkan oleh keturunan atau perkawinan

(Glitterfy.com).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1988) Keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Sedangkan menurut Bailon dan Manglaya (1989) bahwa keluarga

adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah

tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing – masing

(36)

Menurut Burgess, dkk, (1963) mendefenisikan bahwa keluaga adalah : 1).

Terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan

adopsi. 2) para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu

rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka menganggap rumah

tangga tersebut sebagai rumah mereka. 3). anggota keluarga berinteraksi dan

berkomunikasi satu sama lain dalam peran–peran sosial keluarga seperti suami-istri,

ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. 4). keluarga

sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat

dengan beberapa ciri unik tersendiri. Sementara Wall (1986), tentang keluarga

sebagai unit yang perlu dirawat dalam perawatan, ia mendefenisikan keluarga sebagai

kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu

atau lebih, yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak

diikat oleh hubungan darah atau hukum. Dan menurut Friedman (1998), keluarga

adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling

membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi

diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2002).

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah

unit terkecil dalam kehidupan sosial dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan

anak baik terhubung melalui pertalian darah, perkawinan maupun adopsi yang

mempunyai ikatan emosional dan memerlukan perawatan dalam pemenuhan

kebutuhan.

(37)

Anderson Carter dalam Effendy (1997) mengatakan ciri – ciri struktur

keluarga sebagai berikut :

1. Terorganisir, saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.

2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga

mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing –

masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan

fungsinya masing – masing.

2.2.3 Peranan Keluarga

Menurut Effendy (1997), peranan keluarga menggambarkan seperangkat

perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan

pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Hal ini sejalan menurut

Friedmen (1998), struktur peran keluarga merupakan serangkaian perilaku yang

diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi

atau status individu yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

1. Peranan Ayah; Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

(38)

2. Peranan Ibu; sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, ibu mempunyai peranan

untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

anggota dari masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

3. Peranan Anak; anak – anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan

tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.2.4 Fungsi Keluarga

Menurut Effendy (1997), ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga

sebagai berikut :

1. Fungsi Biologis

a. Untuk meneruskan keturunan.

b. Memelihara dan membesarkan anak.

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga.

2. Fungsi Psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

(39)

3. Fungsi Sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak.

b. Membentuk norma – norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

anak.

c. Meneruskan nilai – nilai budaya keluarga.

4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber – sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga dimasa yang

akan datang, misalnya pendidikan anak – anak, jaminan hari tua dan

sebagainya.

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak – anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimilikinya.

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat – tingkat perkembangannya.

Menurut Effendy (1997) fungsi keluarga dibagi sebagai berikut :

2. Fungsi pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan

menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak

(40)

3. Fungsi Sosialisasi Anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah

bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

4. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari

tindakan – tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa

terlindungi dan merasa aman.

5. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,

merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling

pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

6. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan

mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan

tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain

yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah didunia ini.

7. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber–

sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala

keluarga bekerja untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut

sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

8. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus

pergi ketempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana

yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan

(41)

dengan cara menonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing–

masing dan sebagainya.

9. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk

meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

Berdasarkan Friedman (1998), fungsi keluarga terdiri dari 5 yaitu :

1. Fungsi Afektif

Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis

kekuatan keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.

Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan

kegembiraan seluruh anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling

mempertahankan iklim positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan

melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga.Dengan demikian keluarga

yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh keluarga dapat

mengembangkan konsep diri dengan positif. Komponen yang perlu dipenuhi

oleh keluarga dalam memenuhi fungsi afektif adalah :

a. Saling mengasuh, saling cinta, kehangatan, saling menerima, saling

mendukung antar keluarga. Setiap anggota keluarga yang mendapatkan

kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya

untuk memberikan kasih sayang akan meningkat yang pada akhirnya

tercipta hubungan hangat dan saling mendukung. Hubungan intim dalam

keluarga merupakan modal dasar dalam memberikan hubungan dengan

(42)

b. Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan

mengakui keberadaan dan hak setiap anggota kelurga serta selalu

mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.

c. Ikatan dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai

hidup baru. Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses

identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota

keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang

positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.

Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan

keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga atau masalah

keluarga pada umumnya ditimbulkan oleh karena fungsi afektif keluarga tidak

terpenuhi.

2. Fungsi sosial

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu

yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan

sosial.

Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk

belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga

dicapai melalui interaksi dan hubungan antar anggota keluarga yang

diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar

norma-norma budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan

(43)

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya

manusia.

4. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga,

seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan sebagainya.

5. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan perawatan

kesehatan.yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan /atau merawat

anggota yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

perawatan kesehatan mempengaruhi sistem kesehatan keluarga. Kesanggupan

keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas

kesehatan yang dilaksanakan. Keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan

berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Tugas kesehatan

yang dilaksanakan berdasarkan sebagai berikut :

1. Mengenal masalah.

2. Membuat keputusan tindakan yang tepat

3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

5. Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat

Dari berbagai fungsi diatas ada 3 fungsi pokok terhadap anggota keluarga, adalah :

1. Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada

anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang

(44)

2. Asuh, adalah memenhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar

kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak –

anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

3. Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi

manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Fungsi keluarga dalam perawatan pasien di rumah mencakup pola asuh

dengan memenuhi kebutuhan akan perawatan kesehatan penderita, memberikan

motivasi dan semangat bagi penderita selama proses kesembuhan, memberikan

dukungan–dukungan moral dan spiritual. Hal ini berguna untuk mempertahankan

keadaan homeostatis keluarga dan anggota keluarga.

2.3. Dukungan Sosial

Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga berupa keluarga internal seperti suami/isteri atau saudara kandung dan dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

Menurut Friedman (1998) dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan,

dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dimana dukungan keluarga

merupakan proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan

sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap kehidupan. Namun demikian,

(45)

mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sebagai akibatnya hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

Caplan (dalam Friedman, 1998), mengemukakan bahwa bentuk dukungan

sosial keluarga diberikan dalam bentuk, yaitu :

1. Dukungan emosi, yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

2. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis

dan konkrit bagi anggota keluarga yang mengalami masalah.

3. Dukungan informasi, yaitu keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator

(penyebaran) informasi tentang dunia melalui upaya memberikan informasi dan

dapat meningkatkan pengetahuan.

4. Dukungan penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan, umpan

balik dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan validator

identitas anggota.

Pernyataan diatas sejalan menurut Cohen dan Syme (1985) dalam Wang

Muda (2009), dukungan keluarga yang merupakan salah satu dukungan sosial

diklasifikasikan atas empat katagori yaitu :

1. Dukungan emosional yaitu yang meliputi ekspresi empati

misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan sikap

percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami,

ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan

membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman,

(46)

2. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung dalam

bentuk nyata, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang

diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau yang lain.

dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala

sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu.

3. Dukungan informasional ini meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan

atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi

situasi yang dianggap membebani.

4. Dukungan penilaian yaitu dukungan yang bisa berbentuk penilaian yang positif,

penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukan

perbandingan yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan

terganggu.

Dari penjelasan diatas dapat simpulkan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu dukungan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikis seseorang melalui : a) dukungan emosional yaitu bantuan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga meliputi ekspresi empati yang meyakinkan bahwa diri seseorang diperhatikan orang lain, kehangatan dan kepedulian sehingga

seseorang merasa dihargai, nyaman, aman dan disayangi, 2) dukungan instrumental yaitu bantuan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa bantuan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh seseorang dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama seseorang belum dapat menolong dirinya sendiri, 3) dukungan informasional yaitu dukungan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk dalam mencari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya, 4) dukungan penilaian yaitu dukungan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan orang lain.

Perlu dilakukan suatu penelitian guna mengetahui apakah ada pengaruh

(47)

gambaran dukungan keluarga yang bagaimana sangat berperan terhadap kesembuhan

PTSD (Keliat, 1995).

2.3 Landasan Teori

Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga yang ikut terlibat dalam

penyembuhan atau pemulihan terhadap penderita PTSD. Berdasarkan Friedman

(1998) keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu

untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta

mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2002).

Menurut Cohen dan Syme (1985) dukungan sosial keluarga meliputi.

1. Dukungan emosional yaitu yang meliputi ekspresi empati misalnya

mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang

dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan

emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin,

dan disayangi.

2. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung,

bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas

yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan,

permainan atau yang lain.

3. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan

(48)

dihadapi individu. Dukungan informasional ini meliputi

memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan

bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi

situasi yang dianggap membebani.

4. Dukungan penilaian yaitu dukungan yang bisa berbentuk penilaian yang

positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu,

umpan balik atau menunjukan perbandingan yang membuka

wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan terganggu.

Indikator kesembuhan PTSD berdasarkan berkurang atau hilangnya tiga

gejala utama yang sering terjadi pada penderita PTSD sesuai DSM IV yaitu :

- Penderita mampu mengatasi dan menghilangkan pengulangan kejadian

trauma seperti hilangnya flashback, nightmares dan reaksi emosional yang

berlebihan.

- Penderita mampu menghadapi hal- hal yang terkait dengan trauma dan

adanya ketertarikan, kepedulian, perhatian dan minat terhadap orang lain

maupun kejadian-kejadian yang dihadapi.

- Penderita mampu mengendalikan emosi, berkomunikasi, berkonsentrasi,

dan beradaptasi terhadap kondisi sekitar.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori tersebut, penulis merumuskan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

(49)

Teori Cohen dan Syme (1985) DSM IV

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Emosional

Indikator

Kesembuhan Penderita PTSD

Berkurang atau Hilangnya tiga gejala utama yang sering timbul pada penderita PTSD

Dukungan Instrumental

Dukungan Penilaian

Dukungan Informasi

D

ukunga

n S

os

ia

l K

el

ua

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan adanya

hubungan antara variabel independen (pengaruh dukungan sosial keluarga) dengan

variabel dependen (kesembuhan pasien penderita PTSD) di Pusat Pelayanan Terpadu

”Mawar” RSU Daerah dr. Fauziah Bireuen melalui uji hipotesa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen dengan pertimbangan

merupakan salah satu daerah di Provinsi NAD yang memiliki sarana Pusat Pelayanan

Terpadu ”Mawar” RS Daerah dr. Fauziah Bireuen.

Penelitian ini diawali dari proses persetujuan judul penelitian, telaah pustaka,

konsultasi, kolokium, penelitian lapangan, analisis data, seminar hasil, dan

komprehensif membutuhkan waktu selama 10 bulan terhitung bulan Oktober 2008

sampai dengan Juli 2009

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan penderita

PTSD yang tercatat di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSU Daerah dr.Fauziah

Bireuen yang berjumlah 42 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian (Total

(51)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden langsung melalui

wawancara berpedoman pada pertanyaan terstruktur yang telah disusun. Data

sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dari RSUD dr. Fauziah

Bireuen untuk kelengkapan penelitian.

Analisis untuk uji validitas menggunakan statistik dengan cara mengukur

korelasi setiap item pertanyaan dengan skor total variabel yang dilihat dari nilai

correcteditem total correlation pada hasil realiability sebagai nilai r hitung, dimana

Nilai r hitung dalam uji validitas dan reliabilitas dengan ketentuan :

1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid

2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid

Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya dan tepat. Analisis untuk uji relialibilitas

dilakukan juga dengan analisis statistik menggunakan metode Cronbach’s Alpha,

dengan ketentuan:

1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan relialibel

2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak relialibel

...Seda

ngkan data lainnya adalah data sekunder, yaitu data yang

(52)

dr.Fauziah Bireuen dan data dari Pusat Pelayanan Terpadu

Mawar yang dibutuhkan untuk kelengkapan penelitian.

3.4.1. Dukungan Emosional

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Emosional Kepada Penderita PTSD

Item r-Tabel r-Hitung Alpha if Item Cronbach’s

Deleted Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan emosional (A1, A2, A3,

A4, A5, dan A6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel.

Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,893 (Cronbach’s Alpha

> Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.

3.4.2. Dukungan Instrumental

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Instrumental Kepada Penderita PTSD

(53)

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan instrumental (B1, B2,

B3, B4, B5, dan B6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan

reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,935

(Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.

3.4.3. Dukungan Penilaian

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Penilaian Kepada Penderita PTSD

Item r-Tabel r-Hitung Cronbach’s Alpha if

Item Deleted

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan penlaian (C1, C2, C3,

C4, C5, dan C6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel.

Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,912 (Cronbach’s Alpha

> Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.

3.4.4. Dukungan Informasional

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Informasional Kepada Penderita PTSD

Item r-Tabel r-Hitung Alpha if Item Cronbach’s

(54)

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan informasional (D1, D2,

D3, D4, D5, dan D6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan

reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,892

(Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.

3.4.5. Kesembuhan Penderita

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesembuhan Penderita PTSD

Item r-Tabel r-Hitung Cronbach’s Alpha if Item Deleted Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kesembuhan penderita PTSD (K1,

K2, K3, K4, K5, K6, K7, K8, K9, K10, K11, K12, K13, dan K14) terhadap 10

responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat

diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,968 (Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if

Gambar

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Emosional Kepada Penderita PTSD
Tabel 3.4. Hasil Informasional Kepada Penderita PTSD
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesembuhan Penderita PTSD
Tabel 3.6. Variabel dan Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di Desa Sabangmawang, Kabupaten Natuna terdapat potensi energi listrik dari arus laut dengan estimasi

penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku ibu dalam memberikan asi eksklusif di Desa Trenyang Wilayah Kerja Puskesmas Sumber Pucung

Salah satu tujuan penting dari aktivitas-aktivitas perusahaan pada akhirnya adalah pencapaian laba yang diinginkan, laba yang memadai sesuai dengan jumlah investasi

Hampir semua negara bagian terkecuali empat negara bagian saat ini telah memiliki insentif untuk mempromosi- kan energi terbarukan, sementara lebih dari selusin negara bagian

(a) Tuan/ puan yang belum disahkan dalam perkhidmatan pada tarikh kuat kuasa pertukaran pelantikan akan ditawarkan matagaji tertinggi berhampiran dengan matagaji akhir

Terdakwa bertugas sebagai Collector II yang bertugas sebagai Penagih angsuran kredit kepada konsumen yang terlambat bayar selama 2 (dua) bulan); Menimbang, bahwa

penggunaan bahasa Jawa yang digunakan dalam khotbah Jumat oleh khatib.. Penelitian ini meng- ambil objek dari wacana lisan khotbah Jumat berbahasa |awa di Masjid Agi

Menurut Lowenthal rezim-rezim otoritarian tidak dapat disamakan karena muncul berbagai kasus-kasus memperlihatkan bahwa faktor-faktor internasional- secara