PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP
KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS
DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)
“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009
T E S I S
Oleh
CHANDRA Z.A
077012004/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) "MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009
Nama Mahasiswa : Chandra Z.A Nomor Induk Mahasiswa : 077012004
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
( Prof. dr. H. M. Yoesoef Simbolon, Sp.K.J (K) ) ( Dra. Syarifah, M.S ) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP
KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS
DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)
“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
CHANDRA Z.A
077012004/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP
KESEMBUHAN PENDERITA POST TRAUMATIC STRESS
DISORDER (PTSD) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT)
“MAWAR” RSUD dr. FAUZIAH BIREUEN TAHUN 2009
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 30 Desember 2009
Panitia Penguji Tesis
Ketua : Prof. dr. H.M. Yoesoef Simbolon, Sp.K.J (K) Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S
2. Fery Novliadi, S.Psi, M.Si
ABSTRAK
Kejadian trauma akibat konflik dan tsunami yang terjadi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdampak terhadap gangguan mental pada manusia. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen merupakan sarana pelayanan kesehatan mental untuk penanganan kejadian kesehatan gangguan mental akibat trauma termasuk Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Sejak April – Oktober 2008 angka penderita kejadian PTSD fluktuatif. Berdasarkan literatur dukungan sosial keluarga memengaruhi penurunan tingkat stres.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penilaian, dukungan informasi) terhadap kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan survei explanatory. Populasinya adalah seluruh penderita rawat jalan PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) ”Mawar” dengan jumlah 42 orang (total sampling). Alat ukur penelitian berupa kuesioner, data dianalisis dengan uji regresi logistik.
Hasil uji regresi logistik menunjukkan dukungan sosial emosional yang paling berpengaruh terhadap kesembuhan PTSD (p=0,00) diikuti variabel dukungan sosial informasional (p= 0,015), sementara dukungan sosial instrumental dan dukungan sosial penilaian walaupun berhubungan tetapi tidak mempunyai pengaruh yang bermakna. Keseluruhan variabel mempunyai nilai overall percentase 90,5%, sementara sisanya 9,5 % merupakan variabel lain yang memengaruhi dan tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Disarankan kepada Kepala Rumah Sakit dr. Fauziah Bireuen untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan berupa komunikasi, bimbingan dan konseling kepada keluarga penderita PTSD. Bagi keluarga penderita PTSD agar lebih dapat memahami tentang penyakit penderita PTSD untuk mencegah penderita menjadi relaps.
ABSTRACT
The incident traumatized by conflict and the tsunami which occurred in Nanggroe Aceh Darussalam Province has an impact on mental disorders in human. The integrated service center (PPT) “Mawar” dr. Fauziah Bireuen hospital is a mental service facility for handling mental health events due to trauma including Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Since April – Oktober 2008 the PTSD sufferers number were fluktuatif. Based on literature, social support by family member influence to reducing of stress.
This research aimed to analyze the influence of social family support (emotional support, instrumental support, appraisal support and informational support) on recovery of PTSD sufferer at integrated services center (PPT) “Mawar” dr. Fauziah Bireuen hospital.
The research used an explanatory survey. The population were all patients in the outpatient PTSD Traumatic Center amount 42 patients (total sampling). Date were collected by questionaire, data were analyzed by using logistic regression test.
The result of logistic regression test showed that the emotional support was the influence on healing PTSD (p = 0.00) followed by social informational support variable (p = 0.015), while social instrumental support and social appraisal support, although they were related, but did not have significant influence. The variable had overall percentage of 90.5%, while the remaining 9.5% were other variables that influenced and were not included in this research.
To the district of dr. Fauziah Bireuen Hospital is suggested to improve the quality of survices in form of communication, guidance, and counseling to the family of PTSD suffer. For the family of PTSD sufferer must be understand about the disease of PTSD to prevent the sufferer becomes relaps.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
”Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kesembuhan Penderita Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar”
RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini
izinkanlah penulis untuk menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu
Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K).
Selanjutnya kepada dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, M.S
selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si
selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. dr. H.M. Yoesoef Simbolon,
Sp.K.J (K) selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal
hingga penulisan tesis ini selesai.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fery Novliadi, S.Psi, M.Si, dan
Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si, selaku penguji tesis yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Selanjutnya terima kasih juga kepada dr. Irwan A.Gani selaku Kepala Rumah
Sakit Daerah dr. Fauziah Bireuen, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan
penelitian ini.
Tak terhingga terima kasih yang tulis dan ikhlas kepada orangtua tercinta
Ayahanda Zainal Ayub dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan
sumbangan moril dan materil.
Teristimewa buat isteri tercinta dan tersayang dr. Asriani serta ananda
Muhammad Ismail, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta
motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini
tepat waktu.
Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa
yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam
penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penulisan tesis ini
hingga selesai.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Chandra ZA, lahir pada tanggal 24 November 1964 di Medan, dengan jumlah
5 bersaudara, tinggal di Jalan Jangka No.6 Matang Glp Dua- Bireuen.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1
Terjun Medan selesai tahun 1976, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Lhokseumawe selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Lhokseumawe selesai tahun 1983, Fakultas Kedokteran Universitas Syiahkuala di
Banda Aceh tahun 1996.
Penulis menikah pada tahun 23 Maret 1996 dengan dokter Asriani dan sampai
saat ini telah dikaruniai 1 orang anak putra yang bernama Muhammad Ismail.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Utara menjabat Kepala Puskesmas Bukit Hagu Tahun 1996, Kepala Puskesmas Ulee
Jalan Kabupaten Bireuen Tahun 1998, Kepala Puskesmas Peusangan Kabupaten
Bireuen Tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, Kabid Pelayanan Medis Rumah
Sakit Umum Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2007 sampai dengan 2008, Kabid Penunjang
Medis Rumah Sakit Umum Dr. Fauziah Bireuen Tahun 2008 sampai sekarang.
Tahun 2007 Penulis mengikuti Pendidikan Lanjutan S-2 di Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
2.2. Pengaruh Keluarga terhadap Penyembuhan Penderita PTSD ... 17
2.3. Landasan Teori ... 29
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 37
3.6. Metode Pengukuran ... 39
3.7. Metode Analisis Data ... 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42
4.2. Karakteristik Penderita Post Traumatic Stress Disorders... 44
4.3. Dukungan Sosial Keluarga ... 45
4.3.1. Dukungan Emosional ... 46
4.3.2. Dukungan Instrumental... 49
4.3.3. Dukungan Penilaian ... 52
4.4. Kesembuhan Penderita ... 59
4.5. Analisis Bivariat ... 64
4.5.1. Hubungan Dukungan Emosional dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 64
4.5.2. Hubungan Dukungan Instrumental dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 64
4.5.3. Hubungan Dukungan Penilaian dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009 ... 65
4.5.4. Hubungan Dukungan Informasional dengan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 66
4.6. Analisis Multivariat ... 67
BAB 5 PEMBAHASAN... 70
5.1. Dukungan Emosional Terhadap Kesembuhan Penderita PTSD .... 70
5.2. Dukungan Instrumental Terhadap Kesembuhan PTSD... 71
5.3. Dukungan Penilaian Terhadap Kesembuhan PTSD... 72
5.4. Dukungan Informasi Terhadap Kesembuhan PTSD ... 74
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 76
6.1. Kesimpulan... 76
6.2. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA... 79
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dukungan Emosional Kepada Penderita PTSD... 34
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dukungan Instrumental Kepada Penderita PTSD... 34
3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dukungan Penilaian Kepada Penderita PTSD ... 35
3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dukungan Informasional Kepada Penderita PTSD... 35
3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Kesembuhan Penderita PTSD ... 36
3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 37
4.1. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 45
4.2. Persentase Dukungan Emosional yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009 ... 46
4.3. Persentase Kategori Dukungan Emosional yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 48
4.4. Deskripsi Skor Dukungan Emosional yang Diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 48
4.5. Persentase Dukungan Instrumental yang diperoleh
Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga
di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
4.6. Persentase Kategori Dukungan Instrumental yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga
di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ... 51
4.7. Deskripsi Skor Dukungan Instrumental yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 52
4.8. Persentase Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post
Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 53
4.9. Persentase Kategori Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ...55
4.10. Deskripsi Skor Dukungan Penilaian yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ...55
4.11. Persentase Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post
Traumatic Stress Disorders dari Keluarga di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009... 57
4.12. Persentase Kategori Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga
di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ... 58
4.13. Deskripsi Skor Dukungan Informasi yang diperoleh Penderita Post Traumatic Stress Disorders dari Keluarga
di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ... 59
4.14. Persentase Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
4.15. Persentase Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ... 63
4.16. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Emosional Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen
Tahun 2009 ... 64
4.17. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Instrumental Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 65
4.18. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Penilaian Berdasarkan
Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 66
4.19. Distribusi Rata-rata Skor Dukungan Informasi Berdasarkan Kesembuhan Penderita Post Traumatic Stress Disorders di Pusat
Pelayanan Terpadu "Mawar" RSUD dr. Fauziah Bireuen Tahun 2009.. 66
4.20. Hasil Uji Regresi Logistik Dukungan Sosial Keluarga Terhadap
Kesembuhan PTSD ... 68
4.21. Hasil Uji Regresi Logistik Terhadap Sub Variabel dengan Metode
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 81
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejadian trauma merupakan peristiwa kehidupan yang dapat mengenai setiap
orang. Banyak dampak yang diakibatkan oleh kejadian trauma, salah satunya adalah
gangguan kejiwaan yang berpengaruh terhadap psikososial dalam kelangsungan
hidup dan menyebabkan gangguan produktivitas serta menentukan tingkat derajat
kesehatan manusia. Kejadian trauma ini disebabkan oleh adanya peristiwa bencana
alam, ulah manusia dan peristiwa lainnya (Dharmono S, et al., 2008).
Adanya peristiwa trauma menempatkan manusia pada kondisi rentan untuk
mengalami kejadian traumatik. Mereka yang mengalami peristiwa tersebut tidak
cukup hanya mendapat bantuan penyelamatan kesehatan fisik semata, tetapi
pemulihan kondisi kesehatan jiwa juga merupakan bagian yang sangat penting dalam
memperoleh kembali kehidupan yang sehat dan berkualitas terutama pengaruh
keluarga terhadap kesembuhan trauma tersebut.
Menurut Sandra, et al., (2005) bahwa prevalensi Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) meningkat setelah terjadinya bencana alam seperti banjir,
peperangan atau lainnya setelah mengalami kecelakaan. Hal ini sesuai menurut World
Health Organization (WHO) tahun 2005 bahwa PTSD merupakan gangguan
kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam
Menurut Zlocnik dkk (2001), Post Traumatik Stress Disorder (PTSD) atau
dikenal dengan gangguan stres pasca trauma merupakan reaksi maladaptif yang
berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. PTSD kemungkinan bertahan
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah pengalaman traumatis dan
mungkin tidak muncul sampai berbulan–bulan atau bertahun–tahun setelah adanya
pemaparan terhadap peristiwa traumatis (Nevid J, et al., 2002). Menurut Darmono S,
et al, (2008) bahwa PTSD merupakan salah satu gangguan kejiwaan yang berat yang
sangat menganggu kualitas hidup dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat
berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi gangguan stres pasca
trauma yang kompleks.
Menurut laporan WHO (2005), jumlah penderita PTSD mencapai 3.230.000
orang yaitu 0,2% dari seluruh kesakitan di dunia. Dengan penyebaran 28,5%
(921.000 jiwa) penderita PTSD terdapat di Pasifik Barat, 27,4% (885.000 jiwa) di
Asia Tenggara 14,2% (460.000 jiwa) di Eropa, 12,6% (407.000 jiwa) di Amerika
9,3% (299.000 jiwa) di Afrika dan 8,0% (258.000 jiwa) di Mediterania Timur.
Berdasarkan laporan WHO (2005), penelitian yang dilakukan oleh
dr. Mohammad S Alkaisy di Mosul City terhadap 424 responden menunjukkan
bahwa 98% responden mengalami trauma sebanyak 4 kali, 43% diantaranya
mengalami depresi, 31% mengalami gangguan kecemasan, dan 26% mengalami
PTSD. Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Dr. Issam K. Taha (2004),
terhadap 8 sekolah menengah atas di Baghdad diketahui bahwa 68% pelajar telah
mengalami trauma sebanyak 3 kali dan 30% diantaranya mengalami PTSD dan 92%
Secara epidemiologi kasus PTSD juga terjadi di Indonesia. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005, diketahui prevalensi gangguan jiwa 140/1000 penduduk usia 15 tahun keatas, dan 23% diantaranya adalah PTSD (Depkes, 2006). Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan salah satu provinsi di
Indonesia memiliki kasus PTSD yang tinggi. Hal ini berdasarkan Survei bersama
yang dilakukan Universitas Syiah Kuala, IOM (International Organization of
Migration), dan Universitas Harvard pada tahun 2006 menemukan bahwa 65% dari
penduduk Aceh yang diteliti mengalami depresi, 69% mengalami gangguan
kecemasan, dan 34% mengalami PTSD. Survei berikutnya yang dilakukan pada tahun
2007 menunjukkan bahwa 35% penduduk mengalami depresi, 39% mengalami
gangguan kecemasan, dan 10% mengalami PTSD (Widyatmoko, 2007).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Bireuen tahun 2008 ditemukan 1.867
jiwa penderita gangguan jiwa. Tersebar di 17 Puskesmas yang
ada dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen.
Di RSUD dr. Fauziah Bireuen tahun 2008 terdapat Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) Mawar dan ditemukan jumlah kasus
PTSD yang berfluktuasi selama 1 tahun terakhir. Bulan Januari
terdapat 6 kasus, meningkat menjadi 20 kasus pada bulan Mei,
23 kasus pada bulan Juni, dan menjadi 42 kasus pada bulan
Oktober. Berdasarkan Profil RSUD dr. Fauziah Bireuen tahun
PTSD dengan intervensi oleh tenaga kesehatan untuk tidak
terjadinya relaps dan hanya dilakukan rawat jalan.
Menurut Kaplan dan Sadock (1998), upaya kesembuhan penderita gangguan jiwa seperti PTSD tergantung pada pengobatan yang diberikan berdasarkan etiologi PTSD, peran petugas kesehatan baik dokter maupun perawat kesehatan, serta adanya keterlibatan keluarga. Hal ini didukung oleh Yoshiharu (2006), upaya pemulihan penderita PTSD dapat dilakukan melalui penyediaan kondisi yang mendorong pemulihan alami seperti perawatan psikologis secara terus menerus, pemberian obat serta pendekatan secara persuasif dan pembinaan yang dilakukan oleh keluarga (Yoshiharu, 2006).
Yosep (2007) mengemukakan, adanya suatu penyakit yang serius dan kronis
pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam
pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi-fungsi
keluarga. Oleh karena itu keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung setiap keadaan sehat dan sakit terhadap penderita.
Indie (2009) mengemukakan, dukungan keluarga adalah bantuan yang berupa
perhatian emosi, bantuan instrumental, maupun penilaian yang diberikan oleh
sekelompok anggota keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik
dan psikisnya dan merupakan salah satu bentuk dukungan sosial. Hal ini sesuai
dengan Friedman (1998) adapun dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita. Keluarga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika
salah satu unsur dari dukungan sosial dapat diberikan dalam bentuk, yaitu :
(1) dukungan emosi (2) dukungan intsrumental (3) dukungan penilaian, dan
(4) dukungan informasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap
kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD
dr. Fauziah Bireuen.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap proses
kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD
dr. Fauziah Bireuen.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial
keluarga terhadap kesembuhan penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu
“Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesa utama penelitian ini adalah ada pengaruh dukungan sosial keluarga
terhadap kesembuhan PTSD. Secara rinci, hipotesa ini diuraikan ke dalam 4 (empat)
1. Ada pengaruh dukungan sosial emosional keluarga terhadap kesembuhan
penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah
Bireuen.
2. Ada pengaruh dukungan sosial instrumental keluarga terhadap kesembuhan
penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah
Bireuen.
3. Ada pengaruh dukungan sosial penilaian keluarga terhadap kesembuhan
penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah
Bireuen.
4. Ada pengaruh dukungan sosial informasi keluarga terhadap kesembuhan
penderita PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah
Bireuen.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan terhadap upaya penanggulangan penderita gangguan
jiwa khususnya PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD
dr. Fauziah Bireuen.
2. Memberikan informasi tentang peran keluarga dalam penanganan penderita
PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSUD dr. Fauziah Bireuen.
3. Memberikan kontribusi kepada praktisi kesehatan jiwa tentang perlunya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
2.1.1 Pengertian
Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD merupakan sindrom kecemasan,
labilitas autonomic, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang
amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang
biasa (Kaplan, 2002). National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan
PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami
peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa trauma ini bisa
berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan atau
perang (WHO, 2005).
Hikmat (2005) mengatakan PTSD adalah sebuah kondisi yang muncul setelah
pengalaman luar biasa yang mencekam, mengerikan, dan mengancam jiwa seseorang,
misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, kekerasan seksual (sexual
abuse), atau perang.
Dalam DSM (Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders), PTSD
didefinisikan suatu kejadian atau beberapa kejadian traumatis yang dialami atau
disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian,
atau cidera serius, atau ancaman terhadap integritas fisik atau diri seseorang. Kejadian
tersebut harus menciptakan ketakutan yang ekstrem, horor, atau rasa tidak berdaya
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan, PTSD merupakan gangguan yang diakibatkan suatu atau lebih kejadian traumatis dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian, kematian, cedera fisik atau diri seseorang yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, honor dan rasa tidak berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi gangguan stress pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian.
2.1.2 Simtom/Gejala PTSD
Seperti halnya gangguan lain dalam DSM, PTSD ditentukan oleh sekelompok
simtom yang mencakup asumsi etiologinya. Simtom-simtom PTSD dikelompokkan
dalam tiga kategori utama. Diagnosis dapat ditegakan jika simtom-simtom dalam
kategori berlangsung selama lebih dari satu bulan. Tiga kategori utama simtom yang
terjadi pada penderita PTSD adalah pertama, mengalami kembali kejadian traumatis.
Seseorang kerap teringat akan kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang
hal itu. Dalam literatur lain dikatakan simtom flashback (merasa seolah-olah
peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang
kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang
berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. Kedua,
penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam
responsivitas. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berpikir tentang
trauma atau menghadapi stimuli yang akan mengingatkan pada kejadian tersebut;
dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya
ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan dan ketidak mampuan untuk
pada simtom di atas, pada PTSD kenyataannya terdapat suatu fluktuatif; penderita
bergantian mengalami kembali dan mati rasa. Dalam banyak literatur simtom ini
menunjukan adanya menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau
percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat
terhadap semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.
Ketiga, simtom-simtom ketegangan. Simtom-simtom ini mencakup sulit tidur atau
mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, waspada berlebihan dan respon terkejut
yang berlebihan, termasuk meningkatnya reaktivitas fisiolologis dan respon-respon
terkejut yang sangat tinggi (Gerald et.al. 2006).
2.1.3 Kriteria PTSD
Berdasarkan Nevid, dkk, (2002), kriteria diagnosis PTSD menjadi longgar
dengan memasukan reaksi rentangan stresor traumatis yang lebih luas,
termasuk menerima diagnosis suatu penyakit yang mengancam hidup.
Menurut Gerald.et.al. (2006), sebagai diagnosis PTSD yang didasari
sekelompok simtom-simtom dimasukan dalam DSM. Hal ini sejalan dalam
Darmono S, dkk, (2008), kriteria diagnosis PTSD yang diajukan oleh the
Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders, 4th edition (DSM IV)
dan oleh the International Classification for Disease, 10th edition (ICD 10),
antara lain:
A. Stresor traumatik
1. Satu atau banyak peristiwa yang membuat seseorang mengalami,
ancaman kematian, cedera yang serius atau ancaman kepada integritas fisik
atau orang lain.
2. Tanggapan individu terhadap pengalaman tersebut dengan ketakutan,
kengerian, atau ketidakberdayaan yang sangat kuat.
B. Mengalami ulang gejalanya (satu atau lebih)
Kenangan yang mengganggu, mimpi yang mencemaskan, kilas balik
peristiwa trauma, gejala disosiatif, kecemasan psikologis, dan fisik bersamaan
dengan kenangan akan peristiwa trauma.
C. Gejala penghindaran dan penumpulan perasaan (tiga atau lebih)
Menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan
dengan peristiwa trauma, menghindari tempat, situasi, atau orang yang
mengingatkan kepada peristiwa itu; tidak mampu mengingat aspek penting
peristiwanya; minat yang berkurang; terasing dari orang sekitar; terbatasnya
rentang emosi; perasaan bahwa masa depan menjadi lebih pendek.
D. Gejala sensitifitas yang sangat/ hyper-arousal (dua atau lebih)
Gangguan tidur; konsentrasi yang terganggu atau sulit konsentrasi,
rasa kesal atau ledakan amarah; hypervigilance (kewaspadaan yang berlebih);
reaksi kaget yang berlebihan.
E. Gejala berlangsung sedikitnya1 bulan
F. Gejala menyebabkan kecemasan atau gangguan fungsional.
Akut, yaitu gejala berlangsung 1 sampai 3 bulan, (2) Kronis, yaitu gejala
berlangsung lebih dari 3 bulan, dan (3) Awal gejala (onset) yang tertunda
(gejala dimulai sedikitnya 6 bulan setelah ada stresor).
Selanjutnya menurut ICD-10 dan DSM-IV, PTSD dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Pasien harus pernah terpapar pada suatu peristiwa atau situasi yang
menimbulkan stres (sebentar atau lama) yang sifatnya malapetaka atau sangat
mengancam sehingga mungkin akan menyebabkan stres pada hampir semua
orang.
2. Terus menerus ’ingat atau menghayati’ lagi penyebab stress dalam bentuk
‘kilas balik’ yang mengganggu, kenangan yang jelas sekali atau mimpi
yang berulang, atau mengalami kecemasan ketika menghadapi keadaan yang
mirip atau berkaitan dengan penyebab stres.
3. Pasien harus memperlihatkan suatu penghindaran nyata dari keadaan
yang mirip atau berhubungan dengan penyebab stres yang tidak ada
sebelumnya.
4. Salah satu dari hal berikut harus terjadi :
a) tidak mampu mengingat, sebagian atau seluruhnya, dari beberapa aspek
penting selama masa terpapar pada penyebab stres.
b) gejala yang terus-menerus dari adanya peningkatan kepekaan
psikologis dan sensasi (tidak ada sebelum terpapar dengan penyebab
tidur dan mempertahankan tidur, (2) gampang marah atau amarah yang
meledak, (3) sulit berkonsentrasi, (4) kewaspadaan yang sangat tinggi, dan
(5) reaksi kaget yang berlebihan.
Gejala tertentu yang terkait dengan PTSD dan diagnosis medis atau
psikiatris komorbid (terutama depresi dan gangguan kecemasan lain) dalam
pasien yang sedang dinilai untuk PTSD bisa mempersulit diagnosis yang tepat
dan mengubah pengobatan. Pada mulanya, pasien harus memiliki riwayat
psikiatri dan medis yang lengkap dengan pertimbangan yang tepat untuk rujukan
laboratorium dan pemeriksaan fisik jika diperlukan.
Sebagai bagian dari penilaian diagnosis awal, dan sesudah tiap urutan uji
pengobatan jika hasilnya tak memuaskan, klinisi harus mengevaluasi
gejala-gejala yang terkait dengan PTSD (seperti kecenderungan untuk bunuh diri,
insomnia atau mimpi buruk, psikosis), diagnosis komorbid (termasuk depresi,
gangguan bipolar, dan gangguan kecemasan lainnya, penyalahgunaan zat), dan
juga masalah lain seperti penyakit medis, kehamilan, trauma yang berlanjut,
masalah hukum, penumpukan penyakit medis yang tidak terdiagnosis (seperti
penyakit thyroid), penggunaan terus-menerus zat-zat yang menimbulkan
kecemasan seperti kafein, dan kesulitan mentaati pengobatan (WHO, 2005).
Mereka yang menderita PTSD, dengan dan tanpa depresi, makin
beresiko untuk bunuh diri, dan penting untuk mengukur resiko bunuh diri baik
umumnya, tinjauan lengkap atas diagnosis diferensial dari gejala kecemasan
harus dilakukan, dengan menyingkirkan atau mengobati diagnosis psikiatris dan
penyebab medis yang ada (Yosep, 2006).
2.1.4 Pengobatan PTSD
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita PTSD,
yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan farmakoterapi
dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah
dikenal. Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca traumatik ini masih
kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, dan zat pemblok
beta seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin.
Obat tersebut biasanya diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak
lama dan kini dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu
benzodiazepin –contoh, estazolam 0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os,
Diazepam (valium) 5-10 mg per os, Klonazepam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam
1-2 mg per os atau IM– juga dapat digunakan dalam Unit Gawat Darurat (UGD) atau
kamar praktek terhadap ansietas yang gawat dan agitasi yang timbul bersama
gangguan stres pasca traumatik tersebut (Kaplan et al., 2002).
Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada masalah PTSD percaya bahwa
ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan dan efektif untuk penanganan PTSD,
management, terapis akan mengajarkan beberapa ketrampilan untuk membantu
mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik (Swalm, 2005).
1) Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan secara
sistematis dan merelaksasikan kelompok otot -otot utama.
2) Reathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan -lahan,
santai dan menghindari bernafas dengan tergesa- gesa yang menimbulkan
perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung
berdebar dan sakit kepala,
3) Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif
dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal–hal yang membuat
stress,
4) Assertiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini
dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain,
5) Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang
tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan penderita
PTSD, misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena
tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang
tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk
melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik
Sementara itu, dalam exposure therapy para terapis membantu menghadapi
situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada
trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupannya. Terapi
dapat berjalan dengan cara : exposure in the imagination, yaitu bertanya pada
penderita untuk mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan
menceritakan; atau exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang
sekarang aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat
(misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).
Pengulangan situasi disertai penyadaran yang berulang akan membantu
menyadari situasi lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi. Di
samping itu, didapatkan pula terapi bermain (play therapy) mungkin berguna pada
penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk penatalaksanaan
anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai topik yang tidak
dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak lebih merasa nyaman
dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya (Rose, et al., 2002).
Boyce dan Condon (2000) merekomendasikan bidan untuk melakukan
debriefing pada semua wanita yang berpotensi mengalami kejadian traumatik ketika
melahirkan. Selain itu, didapatkan pula support group therapy dan terapi bicara.
Dalam support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang
mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa
bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman
Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam sejumlah studi
penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi cerita mengenai trauma,
mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan berbagi, bisa memperingan
beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam. Bertukar cerita membuat merasa senasib,
bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kondisi ini memicu seseorang
untuk bangkit dari trauma yang diderita dan melawan kecemasan (Swalm, 2005).
Pendidikan dan supportive konseling juga merupakan upaya lain untuk
mengobati PTSD. Konselor ahli mempertimbangkan pentingnya penderita PTSD
(dan keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi
dan pengobatan) yang cocok untuk PTSD (Yosep, 2006).
2.1.5. Indikator Kesembuhan Penderita PTSD.
Dalam kesembuhan penderita PTSD sangat tergantung dari seberapa parah
kejadian trauma yang menimpa, berapa lama berlangsungnya dan seberapa besar
keterlibatannya, juga tergantung faktor pendukung yang diperolehnya. Namun
penyebab trauma yang terjadi sering menjadi permasalahan yang paling sulit
(Gopina, 2009).
Untuk mengetahui kesembuhan pada penderita PTSD diperlukan indikator.
Indikator kesembuhan berdasarkan berkurang atau hilangnya tiga gejala utama yang
sering terjadi pada penderita PTSD sesuai kriteria DSM IV yaitu:
- Penderita mampu mengatasi dan menghilangkan pengulangan kejadian
trauma seperti hilangnya flashback, nightmares dan reaksi emosional yang
- Penderita mampu menghadapi hal- hal yang terkait dengan trauma dan
adanya ketertarikan, kepedulian, perhatian dan minat terhadap orang lain
maupun kejadian-kejadian yang dihadapi.
- Penderita mampu mengendalikan emosi, berkomunikasi, berkonsentrasi,
dan beradaptasi terhadap kondisi sekitar.
2.2 Keluarga
2.2.1 Konsep keluarga
Menurut Kamus Webster, keluarga adalah A social unit consisting of parent
and the children they rear (Sebuah unit sosial yang terdiri dari orang tua dan anak
yang mereka asuh) atau A group of people related by ancestry or marriage
(sekelompok orang yang dihubungkan oleh keturunan atau perkawinan
(Glitterfy.com).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1988) Keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Sedangkan menurut Bailon dan Manglaya (1989) bahwa keluarga
adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing – masing
Menurut Burgess, dkk, (1963) mendefenisikan bahwa keluaga adalah : 1).
Terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan
adopsi. 2) para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka menganggap rumah
tangga tersebut sebagai rumah mereka. 3). anggota keluarga berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain dalam peran–peran sosial keluarga seperti suami-istri,
ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. 4). keluarga
sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat
dengan beberapa ciri unik tersendiri. Sementara Wall (1986), tentang keluarga
sebagai unit yang perlu dirawat dalam perawatan, ia mendefenisikan keluarga sebagai
kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu
atau lebih, yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak
diikat oleh hubungan darah atau hukum. Dan menurut Friedman (1998), keluarga
adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling
membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi
diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2002).
Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sebuah
unit terkecil dalam kehidupan sosial dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua dan
anak baik terhubung melalui pertalian darah, perkawinan maupun adopsi yang
mempunyai ikatan emosional dan memerlukan perawatan dalam pemenuhan
kebutuhan.
Anderson Carter dalam Effendy (1997) mengatakan ciri – ciri struktur
keluarga sebagai berikut :
1. Terorganisir, saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing –
masing.
3. Ada perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsinya masing – masing.
2.2.3 Peranan Keluarga
Menurut Effendy (1997), peranan keluarga menggambarkan seperangkat
perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan
pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Hal ini sejalan menurut
Friedmen (1998), struktur peran keluarga merupakan serangkaian perilaku yang
diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi
atau status individu yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah; Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
2. Peranan Ibu; sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota dari masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peranan Anak; anak – anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan
tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.2.4 Fungsi Keluarga
Menurut Effendy (1997), ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga
sebagai berikut :
1. Fungsi Biologis
a. Untuk meneruskan keturunan.
b. Memelihara dan membesarkan anak.
c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d. Memelihara dan merawat anggota keluarga.
2. Fungsi Psikologis
a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
a. Membina sosialisasi pada anak.
b. Membentuk norma – norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak.
c. Meneruskan nilai – nilai budaya keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
a. Mencari sumber – sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan keluarga dimasa yang
akan datang, misalnya pendidikan anak – anak, jaminan hari tua dan
sebagainya.
5. Fungsi Pendidikan
a. Menyekolahkan anak – anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat – tingkat perkembangannya.
Menurut Effendy (1997) fungsi keluarga dibagi sebagai berikut :
2. Fungsi pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak
3. Fungsi Sosialisasi Anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
4. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari
tindakan – tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa
terlindungi dan merasa aman.
5. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling
pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
6. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan
tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain
yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah didunia ini.
7. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber–
sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala
keluarga bekerja untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut
sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
8. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus
pergi ketempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan
dengan cara menonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing–
masing dan sebagainya.
9. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk
meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
Berdasarkan Friedman (1998), fungsi keluarga terdiri dari 5 yaitu :
1. Fungsi Afektif
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan seluruh anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling
mempertahankan iklim positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan
melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga.Dengan demikian keluarga
yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh keluarga dapat
mengembangkan konsep diri dengan positif. Komponen yang perlu dipenuhi
oleh keluarga dalam memenuhi fungsi afektif adalah :
a. Saling mengasuh, saling cinta, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar keluarga. Setiap anggota keluarga yang mendapatkan
kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya
untuk memberikan kasih sayang akan meningkat yang pada akhirnya
tercipta hubungan hangat dan saling mendukung. Hubungan intim dalam
keluarga merupakan modal dasar dalam memberikan hubungan dengan
b. Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota kelurga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
c. Ikatan dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai
hidup baru. Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses
identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota
keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang
positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan
keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga atau masalah
keluarga pada umumnya ditimbulkan oleh karena fungsi afektif keluarga tidak
terpenuhi.
2. Fungsi sosial
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosial.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga
dicapai melalui interaksi dan hubungan antar anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar
norma-norma budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan
3. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
4. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga,
seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan sebagainya.
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan perawatan
kesehatan.yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan /atau merawat
anggota yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
perawatan kesehatan mempengaruhi sistem kesehatan keluarga. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan yang dilaksanakan. Keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Tugas kesehatan
yang dilaksanakan berdasarkan sebagai berikut :
1. Mengenal masalah.
2. Membuat keputusan tindakan yang tepat
3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
5. Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat
Dari berbagai fungsi diatas ada 3 fungsi pokok terhadap anggota keluarga, adalah :
1. Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada
anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang
2. Asuh, adalah memenhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak –
anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
3. Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Fungsi keluarga dalam perawatan pasien di rumah mencakup pola asuh
dengan memenuhi kebutuhan akan perawatan kesehatan penderita, memberikan
motivasi dan semangat bagi penderita selama proses kesembuhan, memberikan
dukungan–dukungan moral dan spiritual. Hal ini berguna untuk mempertahankan
keadaan homeostatis keluarga dan anggota keluarga.
2.3. Dukungan Sosial
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga berupa keluarga internal seperti suami/isteri atau saudara kandung dan dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).
Menurut Friedman (1998) dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan,
dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dimana dukungan keluarga
merupakan proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan
sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap kehidupan. Namun demikian,
mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sebagai akibatnya hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
Caplan (dalam Friedman, 1998), mengemukakan bahwa bentuk dukungan
sosial keluarga diberikan dalam bentuk, yaitu :
1. Dukungan emosi, yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
2. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis
dan konkrit bagi anggota keluarga yang mengalami masalah.
3. Dukungan informasi, yaitu keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator
(penyebaran) informasi tentang dunia melalui upaya memberikan informasi dan
dapat meningkatkan pengetahuan.
4. Dukungan penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan, umpan
balik dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan validator
identitas anggota.
Pernyataan diatas sejalan menurut Cohen dan Syme (1985) dalam Wang
Muda (2009), dukungan keluarga yang merupakan salah satu dukungan sosial
diklasifikasikan atas empat katagori yaitu :
1. Dukungan emosional yaitu yang meliputi ekspresi empati
misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan sikap
percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami,
ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan
membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman,
2. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung dalam
bentuk nyata, bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang
diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau yang lain.
dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu.
3. Dukungan informasional ini meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan
atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi
situasi yang dianggap membebani.
4. Dukungan penilaian yaitu dukungan yang bisa berbentuk penilaian yang positif,
penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukan
perbandingan yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan
terganggu.
Dari penjelasan diatas dapat simpulkan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu dukungan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikis seseorang melalui : a) dukungan emosional yaitu bantuan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga meliputi ekspresi empati yang meyakinkan bahwa diri seseorang diperhatikan orang lain, kehangatan dan kepedulian sehingga
seseorang merasa dihargai, nyaman, aman dan disayangi, 2) dukungan instrumental yaitu bantuan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa bantuan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh seseorang dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama seseorang belum dapat menolong dirinya sendiri, 3) dukungan informasional yaitu dukungan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk dalam mencari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya, 4) dukungan penilaian yaitu dukungan yang diberikan kepada seseorang oleh keluarga berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Perlu dilakukan suatu penelitian guna mengetahui apakah ada pengaruh
gambaran dukungan keluarga yang bagaimana sangat berperan terhadap kesembuhan
PTSD (Keliat, 1995).
2.3 Landasan Teori
Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga yang ikut terlibat dalam
penyembuhan atau pemulihan terhadap penderita PTSD. Berdasarkan Friedman
(1998) keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu
untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2002).
Menurut Cohen dan Syme (1985) dukungan sosial keluarga meliputi.
1. Dukungan emosional yaitu yang meliputi ekspresi empati misalnya
mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan sikap percaya terhadap apa yang
dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan
emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin,
dan disayangi.
2. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung,
bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas
yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan,
permainan atau yang lain.
3. Dukungan informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan
dihadapi individu. Dukungan informasional ini meliputi
memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan
bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam menghadapi
situasi yang dianggap membebani.
4. Dukungan penilaian yaitu dukungan yang bisa berbentuk penilaian yang
positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu,
umpan balik atau menunjukan perbandingan yang membuka
wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan terganggu.
Indikator kesembuhan PTSD berdasarkan berkurang atau hilangnya tiga
gejala utama yang sering terjadi pada penderita PTSD sesuai DSM IV yaitu :
- Penderita mampu mengatasi dan menghilangkan pengulangan kejadian
trauma seperti hilangnya flashback, nightmares dan reaksi emosional yang
berlebihan.
- Penderita mampu menghadapi hal- hal yang terkait dengan trauma dan
adanya ketertarikan, kepedulian, perhatian dan minat terhadap orang lain
maupun kejadian-kejadian yang dihadapi.
- Penderita mampu mengendalikan emosi, berkomunikasi, berkonsentrasi,
dan beradaptasi terhadap kondisi sekitar.
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori tersebut, penulis merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Teori Cohen dan Syme (1985) DSM IV
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Emosional
Indikator
Kesembuhan Penderita PTSD
Berkurang atau Hilangnya tiga gejala utama yang sering timbul pada penderita PTSD
Dukungan Instrumental
Dukungan Penilaian
Dukungan Informasi
D
ukunga
n S
os
ia
l K
el
ua
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan
pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan adanya
hubungan antara variabel independen (pengaruh dukungan sosial keluarga) dengan
variabel dependen (kesembuhan pasien penderita PTSD) di Pusat Pelayanan Terpadu
”Mawar” RSU Daerah dr. Fauziah Bireuen melalui uji hipotesa.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen dengan pertimbangan
merupakan salah satu daerah di Provinsi NAD yang memiliki sarana Pusat Pelayanan
Terpadu ”Mawar” RS Daerah dr. Fauziah Bireuen.
Penelitian ini diawali dari proses persetujuan judul penelitian, telaah pustaka,
konsultasi, kolokium, penelitian lapangan, analisis data, seminar hasil, dan
komprehensif membutuhkan waktu selama 10 bulan terhitung bulan Oktober 2008
sampai dengan Juli 2009
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan penderita
PTSD yang tercatat di Pusat Pelayanan Terpadu “Mawar” RSU Daerah dr.Fauziah
Bireuen yang berjumlah 42 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian (Total
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden langsung melalui
wawancara berpedoman pada pertanyaan terstruktur yang telah disusun. Data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen dari RSUD dr. Fauziah
Bireuen untuk kelengkapan penelitian.
Analisis untuk uji validitas menggunakan statistik dengan cara mengukur
korelasi setiap item pertanyaan dengan skor total variabel yang dilihat dari nilai
correcteditem total correlation pada hasil realiability sebagai nilai r hitung, dimana
Nilai r hitung dalam uji validitas dan reliabilitas dengan ketentuan :
1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid
2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid
Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya dan tepat. Analisis untuk uji relialibilitas
dilakukan juga dengan analisis statistik menggunakan metode Cronbach’s Alpha,
dengan ketentuan:
1. Jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan relialibel
2. Jika nilai r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak relialibel
...Seda
ngkan data lainnya adalah data sekunder, yaitu data yang
dr.Fauziah Bireuen dan data dari Pusat Pelayanan Terpadu
Mawar yang dibutuhkan untuk kelengkapan penelitian.
3.4.1. Dukungan Emosional
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Emosional Kepada Penderita PTSD
Item r-Tabel r-Hitung Alpha if Item Cronbach’s
Deleted Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan emosional (A1, A2, A3,
A4, A5, dan A6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel.
Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,893 (Cronbach’s Alpha
> Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.
3.4.2. Dukungan Instrumental
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Instrumental Kepada Penderita PTSD
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan instrumental (B1, B2,
B3, B4, B5, dan B6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan
reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,935
(Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.
3.4.3. Dukungan Penilaian
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Penilaian Kepada Penderita PTSD
Item r-Tabel r-Hitung Cronbach’s Alpha if
Item Deleted
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan penlaian (C1, C2, C3,
C4, C5, dan C6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel.
Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,912 (Cronbach’s Alpha
> Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.
3.4.4. Dukungan Informasional
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Dukungan Informasional Kepada Penderita PTSD
Item r-Tabel r-Hitung Alpha if Item Cronbach’s
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dukungan informasional (D1, D2,
D3, D4, D5, dan D6) terhadap 10 responden manunjukkan hasil yang valid dan
reliabel. Dari tabel di atas dapat diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,892
(Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if Item Deleted) dan r-Hitung > r-Tabel.
3.4.5. Kesembuhan Penderita
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kesembuhan Penderita PTSD
Item r-Tabel r-Hitung Cronbach’s Alpha if Item Deleted Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kesembuhan penderita PTSD (K1,
K2, K3, K4, K5, K6, K7, K8, K9, K10, K11, K12, K13, dan K14) terhadap 10
responden manunjukkan hasil yang valid dan reliabel. Dari tabel di atas dapat
diketahui Cronbach’s Alpha sebesar 0,968 (Cronbach’s Alpha > Cronbach’s Alpha if