RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.)
TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KASCING
DAN PUPUK ORGANIK CAIR
SKRIPSI
OLEH :
SYLVIA FRANSISCA 040301039 BDP - AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.)
TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KASCING
DAN PUPUK ORGANIK CAIR
SKRIPSI
OLEH :
SYLVIA FRANSISCA 040301039 BDP - AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Ujian Sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakultan Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Ketua Anggota
(Prof. Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc) (Ir. Balonggu Siagian, MS) NIP : 130 231 557 NIP: 130 806 538
PROGRAM STUDI AGRONOMI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
This research is proposed to find out the best growth and production response of mustard (Brassica juncea L.) as worm compost and liquid organic fertilizer given. The research was held in Padang Bulan, Medan Tuntungan, started from November 2008 until December 2008. The design use randomized block design factorial with 2 aspects. The first aspect is kascing consist of four
stages those are K0 (0 g/plant), K1 (20 g/plant), K2 (40 g/ plant) and
K3 (60 g/ plant). The second factor is Puja 168 fertilizer consist four stage those
are P0 (0 ml/liter water), P1 (2.5 ml/liter water), P2 (5 ml/liter water) and
P3 (7.5 ml/liter water). Worm compost given perform real effect to plant height,
number of leaf, leaf area total, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate 24-40 day after planted, relative growth rate 24-40 day after planted, production per plant, and production per plot, but not gave any influenced to net assimilation rate and relative growth rate 16-24 day after planted. Puja 168 fertilizer really influenced on plant height, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate and relative growth rate 8-40 day after planted. Number of leaf 24-40 day after planted, leaf area total 16-40 day after planted, production per plant, and production per plot, but not influenced on plant height, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate and relative growth rate 16-24 day after planted and number of leaf 16-20 day after planted. The interaction between both aspect influenced on plant height 23-36 day after planted, number of leaf 24 day after planted, leaf area total 40 day after plant, fresh weight per plant 40 day after planted, dry weight per plant 40 day after planted, net assimilation rate 32-40 day after plant, production per plant and production per plot.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang terbaik terhadap penggunaan pupuk kascing dan pupuk organik cair. Penelitian ini dilaksanakan di Padang Bulan Kecamatan Medan Tuntungan, dimulai pada bulan Nopember 2008 dan selesai pada bulan Desember 2008. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pupuk Kascing dengan 4 taraf, yaitu K0 (0 g/tanaman), K1 (20 g/tanaman), K2 (40 g/tanaman), dan
K3 (60 g/tanaman). Faktor kedua adalah pupuk Puja 168 dengan 4 taraf, yaitu P0 (0
ml/liter air), P1 (2.5 ml/liter air), P2 (5 ml/liter air) dan P3 (7.5 ml/liter air). Perlakuan
pupuk Kascing berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, total luas daun, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih umur 24-40 hst, laju pertumbuhan relatif 24-40 hst, produksi per tanaman dan produksi per plot, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 16-24 hst. Perlakuan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 28-40 hst, jumlah daun umur 24-40 hst, total luas daun 16-40 hst, produksi per tanaman dan produksi per plot, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 16-24 hst, serta jumlah daun umur 16-20 hst. Interaksi antara pupuk Kascing dan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 28-36 hst; jumlah daun umur 24 hst; total luas daun umur 40 hst; bobot segar per tanaman umur 40 hst; bobot kering per tanaman umur 40 hst; laju asimilasi bersih umur 32-40 hst; produksi per tanaman dan produksi per plot.
RIWAYAT HIDUP
Sylvia Fransisca, lahir pada tanggal 06 Agustus 1984 di Padangsidimpuan,
Provinsi Sumatera Utara, anak ke-2 dari 2 bersaudara, puteri dari ayahanda
P. Simangunsong dan ibunda L. Sibarani.
Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis hingga saat ini adalah
Pendidikan Dasar di SD Swasta Xaverius Padangsidimpuan lulus tahun 1997,
Pendidikan Menengah Pertama di SLTP Swasta Kesuma Indah Padangsidimpuan
lulus tahun 2000, Pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 2 Padangsidimpuan
lulus tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan pada tahun 2004 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan (TA. 2006/2007–2008/2009), asisten mata kuliah Nutrisi
Tanaman (TA. 2007/2008-2008/2009), dan mengikuti kegiatan organisasi
Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian HIMADITA tahun 2007-2009.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) periode Juni 2008
sampai Juli 2008 di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Silau Dunia, Kabupaten
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan
Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair” yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Penelitian dan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberi banyak saran, petunjuk, bimbingan, arahan serta
kepercayaan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini.
2. Ayahanda P. Simangunsong dan Ibunda L. Sibarani yang telah membesarkan
penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak
ternilai harganya dan juga kepada Abangda Jimmy Simangunsong yang
3. Keluarga C. Surbakti/br. Sibarani yang begitu banyak memberikan semangat,
dukungan, motivasi serta doa dan menampung segala keluh kesah penulis
selama memulai perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
4. Keluarga A. Simanjuntak/br. Sibarani, Keluarga Pdt. F. Sibarani/br. Sitorus,
Kak Grace, Kak Esti, Kak Reina, Margareth, Michelle, Jacqueline dan seluruh
Keluarga besar Simangunsong yang telah memberi dukungan dan doa kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Kepada teman-teman: Diana, Susi, Ophi, Lya, Limsasi, Andrew, Toto, Gugun,
Anggiat, Daniel, Sony, Difa, Jihot, Nicolas dan seluruh teman-teman angkatan
2004 dan juga adik-adik angkatan 2007 atas bantuan tenaga, doa, motivasi,
dan rasa kekeluargaan yang telah membantu penulis selama perkuliahan,
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
Pengaplikasian Pupuk Organik Cair Puja 168 ... 19
Produksi per Tanaman ... 23
Produksi per Plot ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24
Produksi per Tanaman ... 66
Produksi per Plot ... 68
Pembahasan... 70
Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Terhadap Dosis Pupuk Kascing... 71
Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Terhadap Konsentrasi Pupuk Puja 168... 72
DAFTAR TABEL
Kandugan Gizi Tanaman Sawi (mg/100 g)………
Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah...
Kandungan unsur hara dalam pupuk puja 168…………...
Rataan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst………...…
Rataan Tinggi Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 28, 32, dan 36 hst ………..….
Rataan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………...
Rataan Jumlah Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 24 hst………...……
Rataan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Dosis
Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………...…...
Rataan Luas Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) pada Umur 40 hst ………..
Rataan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………..………
Rataan Bobot Segar pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….
14
15
16
17
18
(K) dan Puja 168 (P) Umur 40hst………. .
Rataan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ……….………...
Rataan Laju Asimilasi Bersih pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst………
Rataan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada
Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst………...
Rataan Produksi per Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….
Rataan Produksi per Plot pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….…….
53
57
59
64
67
DAFTAR GAMBAR
Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (g) Umur 16 s/d 40 hst ………...
Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ……….
Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 24 dan 40 hst………...…..
Hubungan Antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28 s/d 40 hst ...…
Pengaruh Dosis Kascing pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst....
Pengaruh Puja 168 pada berbagai Kascing terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst …….…………
Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst …..…….
Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst …
Hubungan antara Jumlah Daun (helai) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst ……….……
Hubungan Antara Jumlah Daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28, 32, 36 dan 40 hst………..
Pengaruh Dosis Kascing pada berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Jumah Daun Umur 24 hst...……...
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 pada berbagai Dosis Kascing terhadap Jumlah Daun Umur 24 hst……….
13
Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai
Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst…………
Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai
Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....
Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Berbagai
Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst.…….
Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Berbagai Puja 168 (ml/liter air) Umur 16, 24 dan 32 hst………..
Pengaruh Dosis Kascing terhadap Luas Daun pada berbagai Konsentrasi Puja 168 Umur 40 hst …………....
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Luas Daun pada berbagai Kascing umur 40 hst ………..
Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst ……....
Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....
Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst ………...
Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 32 hst ………..
Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst …………..
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Dosis Kascing umur 40 hst …………
Perkembangan Bobot Kering Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst ………
Perkembangan Bobot Kering Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....
Hubungan antara Bobot Kering (g) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst……..
29
Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Kering (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst………..
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Bobot Kering (g) pada berbagai Dosis Kascing umur 40 hst …………
Perkembangan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst………..
Perkembangan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst………
Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih Sawi
(g.cm2.hari-1) dengan Berbagai Dosis Kascing
(g/tanaman) Umur 24-32 hst………..
Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 24-32 hst ………..
Pengaruh Kascing Terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Puja 168 umur 32-40 hst … Pengaruh Puja 168 Terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Kascing umur 40 hst ……. Perkembangan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst………..…………..
Perkembangan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ………..
Hubungan antara Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 24-32 dan 32-40 hst ……….……
Hubungan antara Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 24-32 dan 32-40 hst ……….
Pengaruh Dosis Kascing terhadap Produksi per Tanaman (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168………..
42
43
44
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 terhadap Produksi per Tanaman pada berbagai Dosis Kascing ………...
Pengaruh Dosis Kascing terhadap Produksi per Plot pada Berbagai Konsentrasi Puja 168……….
Pengaruh Konsentrasi Puja 168 terhadap Produksi per Plot pada berbagai Dosis Kascing ………...
68
70
DAFTAR LAMPIRAN
Bagan Plot Penelitian ……….…………
Bagan Penelitian ……….………
Jadwal Kegiatan………...
Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Umur 16-40 hst……….
Rangkuman Sidik Ragam Tinggi Tanaman ………..
Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 16-40 hst ..…
Rangkuman Sidik Ragam Jumlah Daun ………...…………
Data Pengamatan Luas Daun (cm2) Umur 16-40 hst…….…
Rangkuman Sidik Ragam Luas Daun …………...…………
Data Pengamatan Bobot Basah (g) Umur 16-40 hst ……….
Rangkuman Sidik Ragam Bobot Basah ………...…….
Data Pengamatan Bobot Kering (g) Umur 16-40 hst……….
Rangkuman Sidik Ragam Bobot Kering ………..….
Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.h-1) Umur 16-40 hst ……….………...
Rangkuman Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih……..……
Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) Umur 16-40 hst ………...…………..
Rangkuman Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif ….…..
Data Pengamatan Produksi per Tanaman (g) Umur 16-40 hst ………..………..
Sidik Ragam Produksi per Tanaman………...……..
20
21
22
23
24
25
26
Data Pengamatan Produksi per Plot (g) Umur 16-40 hst …..
Sidik Ragam Produksi per Plot………...…..
Deskripsi Sawi Varietas Tosakan ……….……
Analisis Tanah Lahan Penelitian ………..…
Analisis Pupuk Kascing………...…..
Foto Lahan Penelitian……….
Foto Sampel Tanaman Sawi pada Masing-masing Perlakuan………
93
93
94
95
96
97
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Daerah asal tanaman sawi diduga dari
Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Konon di daerah Cina tanaman ini telah
dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina
dan Taiwan. Masuknya sawi ke Indonesia diduga pada abad XI bersamaan dengan
lintas perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya. Daerah pusat penyebarannya
antara lain di Cipanas (Bogor), Lembang dan Pangalengan (Rukmana, 2007).
Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat giji yang
cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan
kesehatan tubuh. Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan yang
diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, komposisi zat-zat
makanan yang terkandung dalam sawi dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan Gizi Tanaman Sawi (mg / 100 g)
Zat Gizi Kandungan Gizi
---mg/100 g---
Protein 23
Lemak 3
Karbohidrat 40
Ca 220,0
P 38,0
Fe 2,9
Viatamin A 1.940,0
Viatamin B 0,09
Viatamin C 102
Selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting bagi kesehatan,
sawi dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita
batuk. Sawi yang dikonsumsi berfungsi pula sebagai penyembuh sakit kepala dan
juga dapat membersihkan darah (Haryanto, dkk, 2003).
Menurut Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian (2008),
produksi sawi di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2006 terus mengalami
peningkatan. Produksi sawi tahun 2003, 2004, 2005, 2006 berturut-turut adalah
459,253 ton, 534,964 ton, 548,453 ton dan 590,400 ton.
Namun di Sumatera Utara, pada enam tahun terakhir (2001-2006)
produksi sayuran justru anjlok hingga 25,6%. Pada tahun 2001 daerah ini masih
mampu menghasilkan sayuran sebanyak 1.146.341 ton, namun tahun 2006 anjlok
hingga 852.299 ton atau turun sebanyak 294.042 ton. Salah satu jenis sayuran
yang ditanam di daerah Sumut adalah sawi. Menurut Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara (2008) produksi sawi pada tahun 2006 adalah 73.008
ton. Salah satu penyebab terjadinya penurunan adalah semakin rendahnya minat
petani menanam sayuran karena dianggap tidak menguntungkan dan banyak lahan
yang beralih fungsi serta banyaknya sayuran impor saat ini. Jika kondisi ini terus
dibiarkan bukan tidak mungkin, 20 atau 40 tahun lagi tidak ada sayuran yang
dihasilkan dari daerah ini. Padahal, sayuran termasuk sumber gizi yang sangat
dibutuhkan masyarakat (Harian Global, 2008).
Untuk meningkatkan keuntungan dapat dicapai antara lain melalui
peningkatan produksi dengan biaya produksi yang lebih rendah. Peningkatan
produksi dapat dicapai melalui pemupukan. Salah satu pupuk organik yang telah
banyak negara adalah kascing. Kascing memilki beberapa keunggulan,
diantaranya mempercepat pertumbuhan tanaman, memperbaiki mutu buah, dan
mencegah berbagai jenis penyakit pada tanaman (Mulat,2003). Kandungan nutrisi
kascing lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Kandungan N, P dan K dapat
mencapai dua kali lipat kompos biasa, dan kascing juga lebih kaya akan zat
pengatur tumbuh (ZPT) tanaman dan mikroba tanah. Keseluruhan kandungan
kascing, kimiawi maupun hayati, membuat jumlah nutrisi yang tersedia dan dapat
diserap tanaman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kompos biasa
Puja 168 adalah pupuk organik cair Bio Enzym yang terbuat dari
daun-daunan dan buah - buahan segar yang diolah secara
enzimisasi sehingga menghasilkan mikroorganisme, unsur hara makro dan mikro
yang berguna untuk memingkatkan kesuburan tanah serta mempercepat
penguraian unsur hara bagi tamanan (
Berdasarkan uraian diatas dalam upaya menghasilkan tanaman sawi yang
berkualitas dengan meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ’’Respon Pertumbuhan dan
Produksi Sawi (Brassica juncea L.) terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan
Pupuk Organik Cair,’’ sehingga dapat dicari dosis optimum yang dapat
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi
sawi (Brassica juncea L.) yang terbaik terhadap penggunaan pupuk kascing dan
pupuk organik cair.
Hipotesis Penelitian
1. Ada respon positif pertumbuhan dan produksi tanaman sawi terhadap
peningkatan dosis pupuk kascing hingga batas tertentu.
2. Ada respon positif pertumbuhan dan produksi tanaman sawi terhadap
peningkatan konsentrasi pupuk organik cair hingga batas tertentu.
3. Ada interaksi antara pupuk Kascing dan pupuk Puja 168 terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan untuk penulisan skripsi yang menjadi syarat mengikuti
ujian Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Sawi
Sistematika tanaman sawi adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea L. (Haryanto, dkk, 2003).
Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara
menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal
pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang.
Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada
tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah
cukup dalam (Cahyono, 2003).
Batang (caulis) sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak
kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun
(Rukmana, 2007).
Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada
Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik didataran
tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga
(inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap
kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota
bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang
berongga dua (Rukmana, 2007).
Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan
berongga. Tiap buah (polong ) berisi 2-8 butir biji (Rukmana, 2007). Biji sawi
hijau berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaannya licin dan mengkilap, agak
keras, dan berwarna coklat kehitaman (Cahyono, 2003).
Syarat Tumbuh
Iklim
Daerah penanaman yang cocok untuk untuk pertumbuhan tanaman sawi
adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1200 meter dpl. Namun, biasanya
taanaman ini dibudidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 m dpl.
Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut
(Haryanto,dkk,2003).
Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi
yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman
untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan
Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6 0C dan siang harinya 21,10C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa
varietas sawi yang tahan (toleran) terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik di daerah yang suhunya antara 270-320C
(Rukmana, 2007).
Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau
yang optimal berkisar antara 80%-90%. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman
yang tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa
memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk
pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Daerah yang
memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun dapat dijumpai di dataran
tinggi pada ketinggian 1000-1500 m dpl. Akan tetapi tanaman sawi tidak tahan
terhadap air yang menggenang (Cahyono,2003).
Tanah
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang gembur, banyak
mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman
(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7
(Haryanto, dkk, 2003).
Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah
jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung
cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi
(Rukmana, 2007).
Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam
unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Cahyono, 2003).
Pupuk Kascing
Kascing adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang
melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan
organiknya. Walaupun sebagian besar penguraian dilakukan oleh jasad renik,
kehadiran cacing justru membantu memperlancar proses dekomposisi. Pasalnya,
bahan yang akan diurai oleh jasad renik pengurai, telah diurai lebih dulu oleh
cacing. Proses pengomposan dengan melibatkan cacing tanah tersebut dikenal
dengan istilah vermi-composting. Sementara hasil akhirnya disebut kascing
(Agromedia, 2007).
Jenis cacing tanah yang biasa digunakan pada pembuatan kompos adalah
Lumbricus rubellus. Cacing jenis ini dapat hidup dalam populasi yang padat.
Lumbricus rubellus sering ditemukan di bawah timbunan timbunan dedaunan atau
timbunan kotoran ternak. Cacing ini tidak hidup jauh di dalam tanah seperti jenis
cacing lainnya, tetapi lebih sering hidup di lapisan yang mendekati permukaan
Menurut Mashur (2001) kascing memiliki beberapa keunggulan, yaitu :
1. Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung
pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi
mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan
organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih
cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah,
vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik.
2. Vermikompos membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki
struktur tanah dan menetralkan pH tanah.
3. Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini
karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu
menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan
kelembaban.
4. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing
tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut.
yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya.
Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh
akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman.
Kascing memiliki tekstur yang didominasi ukuran pasir (diameter butiran
0,05-2 mm), sehingga kascing bersifat remah. Kascing juga mempunyai
kemampuan menahan air yang besar, yakni sekitar 145-168 %. Artinya berat air
sehingga sangat penting untuk tanah berpasir agar tidak cepat mengalami
kekeringan. Dalam pembuatan kascing banyaknya cacing yang dibutuhkan adalah
0,5 kg per 2 kg media yang dapat berupa sisa bahan sayuran, dedaunan dan sisa
buah-buahan dan mengandung C 20,20%, N 1,58%, C/N 13, P 70,30 mg/100g, K
21,8 mg/100g, Ca 34,99 mg/100g, Mg 21,43 mg/100g, S 153,7 mg/100kg, Fe 13,5
mg/kg (Mulat, 2003).
Kotoran cacing (kascing) mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman.
Penambahan kascing pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan,
meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing yang
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media
tanaman (Mashur, 2001).
Kascing mengandung asam humat. Zat-zat humat bersama-sama dengan
tanah liat berperan terhadap sejumlah reaksi kompleks baik secara langsung
maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui
pengaruhnya terhadap sejumlah proses-proses dalam tubuh tanaman. Secara tidak
langsung, zat humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan mengubah
kondisi-kondisi fisik, kimia dan bilogi tanah. Kascing dapat diberikan pada
tanaman sayur-sayuran seperti tomat, terung dan sawi dengan dosis 450-500 g/m2 dan diberikan sebelum tanam atau saat tanam dengan sistem larikan atau di sekitar
daerah perakaran (Mulat, 2003).
Sludge adalah benda padat yang tenggelam di dasar bak pengendapan
dalam sarana pengelolaan limbah dan harus dibuang atau dikelola untuk
mengurangi pencemaran lingkungan. Tetapi sludge yang dihasilkan dari
kalium magnesium, dan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan
sebagai pupuk.
Tabel 2. Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa Pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah
Kandungan/senyawa Sludge Baru (mg/100 g) Sludge Umur 1 Bulan (mg/100 g) Nirogen 2.770,00 3.400,00 P2O5 874,02 338,25
K2O 897,43 897,43
MgO 356,33 329,72 CaO 1.681,48 664,42
Sumber : :Lubis et al, 1988. Inventarisasi dan Karakteristik Limbah PMS. Seminar Pengendalian PMS dan Karet, 20-21 Desember 1988 di Medan
Pupuk Organik Cair Puja 168
Ada dua kelompok pupuk daun berdasarkan unsur hara yang
dikandungnya, yaitu kelompok pupuk yang mengandung unsur hara makro dan
kelompok pupuk yang hanya mengandung unsur hara mikro. Hal ini sudah
tampak bahwa rata-rata pupuk daun merupakan pupuk majemuk, bahkan disebut
pupuk lengkap. Ini disebabkan dalam pupuk daun sudah terkandung beberapa
unsur hara (baik makro maupun mikro) dengan konsentrasi berbeda-beda
(Lingga dan Marsono, 2000).
Puja 168 adalah pupuk organik cair Bio Enzym yang terbuat dari
daun-daunan dan buah-buahan segar yang diolah menggunakan proses enzimisasi
sehingga menghasilkan senyawa organik berupa zat hidup yang berguna untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Puja 168 tidak menggunakan kotoran hewan
168 diberikan kepada tanaman sayuran dengan konsentrasi anjuran 10 ml/2 liter
air (
Pupuk Puja 168 memiliki manfaat bagi tanah, yaitu mampu meningkatkan
biodiversitas dan kesehatan tanah, memperbaiki tekstur tanah; sehingga tanah
mudah diolah (menggemburkan tanah), meningkatkan daya tahan tanah terhadap
erosi; meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK); mempunyai keunggulan
dalam hal memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah; tanah akan menjadi
lebih subur; menyediakan unsur hara; dan meningkatkan mikroba tanah
Pupuk Puja 168 dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman secara
sempurna dan sehat baik pada tanaman lahan, stek maupun cangkokan, serta dapat
mempercepat perkecambahan biji selain itu akar dapat menyerap unsur hara,
melalui pertukaran ion (
Pemberian pupuk Puja 168 juga bermanfaat bagi batang tanaman,
dintaranya dapat menyebabkan pertumbuhan batang besar dan kuat sehingga
optimalisasi untuk menghasilkan buah yang besar; sebagai media perantara
penyerapan unsur hara dari akar menuju daun; dapat menyerap unsur hara
seperti K dan Ca sehingga gampang masuk ke jaringan tanaman
Pupuk Puja 168 memiliki manfaat bagi daun tanaman, yaitu dapat
membuat daun menjadi lebih lebar, tebal dan dapat meningkatkan jumlah klorofil
sehingga efektif dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang baik sangat
yang lebih besar dan lebat. Selain itu pemberian pupuk Puja 168 juga dapat
membuat warna daun menjadi lebih tua, tahan rontok, jumlah daun lebih banyak,
daun akan dijauhi hama dan penyakit serta memacu pertumbuhan daun dan tunas
Menurut (2008), kandungan unsur hara yang terdapat
dalam pupuk Puja 168 dapat dilihata pada tabel berikut:
Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam Pupuk Puja 168
Parameter Hasil
Sumber : Sucofindo Laboratory,
Puja 168 sama sekali tidak mengandung bahan-bahan kimia
anorganik dan mengandung unsur hara mikro dan makro, sehingga mampu
merubah struktur tanah menjadi lebih gembur dan lebih remah, warna lebih hitam,
pori-pori sangat terbuka. Puja 168 mengandung mikroorganisme seperti
Lactobacillus dan Yeast yang dapat menambahkan ketersediaan hara dalam
menunjang proses biologi, fisika dan kimia dalam tanah serta mampu
menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat penyakit
Bila salah satu faktor lebih kuat pengaruhnya dari faktor lain sehingga
faktor lain tersebut tertutupi dan masing-masing faktor mempunyai sifat yang
jauh berbeda pengaruhnya dan sifat kerjanya, maka akan menghasilkan hubungan
yang berbeda dalam mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Padang Bulan jalan Jamin Ginting km 8.5
Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. Dengan ketinggian tempat + 25 meter di
atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai
dengan Nopember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sawi
varietas Tosakan, kascing dari hasil degradasi sludge (limbah kelapa sawit) oleh
cacing Lumbricus rubellus, pupuk organik cair Puja 168, air, amplop, kertas label,
pelepah kelapa sebagai atap naungan persemaian, kawat sebagai pengikat bambu
persemaian, insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Dithane M-45, dan bahan-bahan
lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
meteran, handsprayer, kalkulator, timbangan, planimeter dan alat-alat lain yang
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan dua faktor perlakuan, sebagai berikut :
Faktor 1: Pupuk Kascing dengan 4 taraf, yaitu:
K0 = 0 g / tanaman
K1 = 20 g / tanaman
K2 = 40 g / tanaman
K3 = 60 g / tanaman
Faktor 2: Pupuk Organik Cair Puja 168 dengan 4 taraf yaitu :
P0 = 0 ml/liter air
P1 = 2,5 ml/liter air
P2 = 5 ml/liter air
P3 = 7, 5 ml/liter air
Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu:
K0P0 K1P0 K2P0 K3P0
K0P1 K1P1 K2P1 K3P1
K0P2 K1P2 K2P2 K3P2
K0P3 K1P3 K2P3 K3P3
Jumlah ulangan = 3
Jumlah Kombinasi Perlakuan = 16
Jumlah plot penelitian = 48
Jumlah tanaman/plot = 40 tanaman
Jumlah sampel destruksi/plot = 8 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya = 1920 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya = 240 tanaman
Jumlah seluruh sampel destruksi = 384 tanaman
Jarak tanam = 25 cm x 30 cm
Jarak antar ulangan = 60 cm
Ukuran plot = 250 cm x 120 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
dimana: Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan pupuk
kascing pada taraf ke-j dan pemberian organik cair pada taraf
ke-k
μ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh pemberian pupuk kascing pada taraf ke-j
βk = Pengaruh pemberian pupuk organik cair pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian pupuk kascing pada taraf ke-j
dan pemberian organik cair pada taraf ke-k
εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk
kascing pada taraf ke-j dan pemberian pupuk organik cair pada
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persemaian
Tempat persemaian benih dibuat dengan ukuran plot 1 x 2. Media
tanamnya berupa campuran top soil, pasir dan kompos dengan perbandingan
2:1:1. Naungan terbuat dari bambu sebagai tiang dan pelepah kelapa sebagai atap
dengan ketinggian 1,5 m arah timur dan 1 m arah barat, panjang naungan 2,5 m
dan lebarnya 1,5 m yang memanjang arah utara- selatan.
Penyemaian benih
Media semai atau tempat persemaian sebelum di tanam benih disiram air
terlebih dahulu hingga lembab dan dibuat larikan. Jarak antar larikan adalah 5 cm,
setelah itu benih disebar pada larikan secara merata pada permukaan media
sebanyak 100 benih tiap larikan kemudian ditutup tanah.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan areal dari gulma
dan sampah. Kemudian tanah diolah dengan cara mencangkul kemudian
dibuat plot-plot dengan ukuran 250 x 120 cm dan jarak antar ulangan 60 cm
(Lampiran 1 dan 2).
Pemupukan dasar
Pupuk dasar yang diberikan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Dosis yang
Penanaman
Sebelum bibit ditanam, tanah pada masing-masing plot terlebih dahulu
ditugal dengan kedalaman ± 4 cm dan jarak tanam 25 cm x 30 cm. Setelah itu
bibit dicabut dari persemaian dan ditanam pada lubang tanam yang telah
dipersiapkan. Pindah tanam dilakukan pada 9 hst (hari setelah tabur)
Pengaplikasian Kascing
Pengaplikasian pupuk kascing dilakukan pada 9 hst atau bersamaan pada
saat pindah tanam. Pupuk Kascing ditabur disekitar batang tanaman dengan
jumlah sesuai dengan perlakuan. Dosis anjuran yang diberikan adalah 500 g/m2 (40 g/tanaman).
Pengaplikasian pupuk organik cair Puja 168
Pengaplikasian Pupuk Organik cair dilakukan pada 14, 19, 24, dan 29 hst.
Pengaplikasian pupuk organik cair dilakukan dengan cara disemprotkan ke daun
sampai daun dalam keadaan basah tetapi tidak menetes. Konsentrasi anjuran
pupuk Puja 168 adalah 10 ml/2 liter air (5 ml/lter air).
Penyisipan
Penyisipan dilakukan guna mengganti tanaman yang rusak akibat hama,
penyakit ataupun kerusakan mekanis lainnya. Penyisipan dilakukan paling lama
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi pada pukul 08.00-09.00 WIB
dan sore hari pada pukul 16.00-15.00 WIB secara merata pada seluruh tanaman
dengan menggunakan gembor dan air bersih (antara 12.000-16.000 cc/plot), dan
disesuaikan dengan kondisi dilapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang
tumbuh.
Pencegahan hama dan penyakit
Usaha untuk mencegah serangan hama dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida Decis 2,5 EC 2 cc/l air dan sedangkan untuk mencegah serangan
penyakit dilakukan penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi
anjuran 2,5 g/l air.
Panen
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam.
Peubah yang Diamati
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah (patok standar)
sampai daun tertinggi yaitu yang tegak alami. Pengukuran dilakukan pada 5
dilakukan sekali dalam 4 hari hingga tanaman berumur 40 hari setelah tanam
(tujuh kali pengukuran).
Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah berkembang
sempurna minimal 2/3 dari daun normal. Penghitungan dilakukan pada 5 sampel
tanaman yang sama dengan pegukuran tinggi tanaman dan dimulai pada umur 16
hst dan selanjutnya pengukuran dilakukan sekali dalam 4 hari hingga tanaman
berumur 40 hari setelah tanam (tujuh kali pengukuran).
Luas daun (cm2)/tanaman
Pengukuran luas daun dilakukan pada setiap daun dari 2 tanaman sempel
destruksi dengan menggunakan alat Planimeter dan dilaksanakan saat tanaman
berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah tanam .
Bobot segar tanaman (g)
Penimbangan bobot segar tanaman dilakukan pada 2 tanaman sampel
destruksi dari tiap plot dengan menggunakan neraca elektrik dan ditimbang secara
terpisah bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman (akar).
Sebelum ditimbang tanaman dibersihkan dengan air dan dikeringanginkan.
Pekerjaan ini dilakukan saat tanaman berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah
tanam.
Bobot kering tanaman (g)
Bobot kering ditimbang secara terpisah bagian atas (batang dan daun) dan
itu sampel dikeluarkan dari lemari pengering dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 30 menit dan ditimbang, pengeringan diulang hingga bobot tetap.
Penimbangan dilakukan saat tanaman berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah
tanam.
Laju assimilasi bersih (g.cm2.hari-1)
Nilai laju assimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari
asimilasi persatuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung pada umur 16,
24, 32, dan 40 hari setelah tanaman, dengan persamaan sebagai berikut :
(W2 – W1) (ln A2 – ln A1)
LAB = x
(T2 – T1) (A2 – A1)
Dimana : W1 dan W2 = Berat kering tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2
A1 dan A2 = Luas daun tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2
T1 dan T2 = Waktu Pengamatan ke-1 dan ke-2
Laju pertumbuhan relatif (g.g-1.hari-1)
Laju Pertumbuhan Relatif merupakan penambahan berat kering dalam
interval waktu terhadap berat permulaan (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung
pada umur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah tanam, dengan persamaan sebagai
berikut :
(ln W2 – ln W1)
LPR =
( T2 – T1 )
Dimana : W1 = berat kering tanaman pengamatan ke-1
W2 = berat kering tanaman pengamatan ke-2
T1 = waktu pengamatan 1
Produksi
Produksi dihitung dengan menggunakan 2 cara, yaitu :
1. Produksi per tanaman : diambil dari bobot segar destruksi 40 hari lalu
ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
2. Produksi per plot : Untuk pengukuran produksi per plot diambil dari ½
plot yang tidak diganggu atau tidak diambil untuk tanaman destruksi,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi tanaman (cm)
Data tinggi tanaman umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada Lampiran 3-4, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K)
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 16 hst dan berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 20, 24, 28, 32, 36, dan 40 hst.
Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata terhadap
tinggi tanaman pada umur 28, 32, 36, dan 40 hst. Interaksi kedua perlakuan
berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 28, 32
dan 36 hst.
Perkembangan tinggi tanaman (cm) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis
Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada berbagai
dosis Kascing (g) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat
setelah 24 hst. Juga terlihat bahwa tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan K3
diikuti K2, K1 dan K0.
Perkembangan tinggi tanaman (cm) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 2 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.
Pada umur 16 s/d 24 hst tidak terlihat perbedaan yang jelas, sesudah 24 hst
tanaman tertinggi diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1 dan P0.
Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap tinggi
tanaman sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst
Tinggi Tanaman pada umur (hst) Perlakuan
16 20 24 28* 32* 36* 40
---cm---
K0 (0 g/tanaman) 4.38b 5.3b 8.65b 12.59 16.36 22.67 27.35d
K1 (20 g/tanaman) 4.33b 5.42b 8.39b 13.95 18.15 25.09 31.29c
K2 (40 g/tanaman) 4.95a 6.01a 10.39a 16.88 22.01 28.14 35.94b
K3 (60 g/tanaman) 5.01a 6.26a 10.76a 19.73 24.62 32.02 40.04a
P0 (0 ml/liter air) 4.72 5.79 9.04 13.91 17.99 24.72 31.11d
P1 (2.5 ml/liter air) 4.58 5.68 9.47 15.45 19.81 26.11 32.78c
P2 (5 ml/liter air) 4.58 5.63 9.77 16.47 21.10 27.98 35.16b
P3 (7.5 ml/liter air) 4.79 5.89 9.91 17.32 22.24 29.13 35.56a
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
* Ada interaksi nyata K x P
Tabel 4 menunjukkan pada umur 16, 20, dan 24 hst, tanaman tertinggi
masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2 yang tidak berbeda nyata, tetapi
keduanya berbeda nyata dengan K0 dan K1. Pada 16 dan 24 hst, K1 terendah tetapi
berbeda tidak nyata dengan K0. Pada 20 hst K0 terendah tetapi berbeda tidak nyata
dengan K1. Pada umur 40 hst tanaman tertinggi diperoleh pada K3 diikuti oleh K2,
K1 dan K0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya.
Tabel 4 menunjukkan pada umur 40 hst, tanaman tertinggi diperoleh pada
P3 diikuti oleh P2, P1, dan P0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya.
Hubungan antara tinggi tanaman sawi (cm) dengan dosis Kascing
16= 4.290+0.012x
Gambar 3. Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 24 dan 40 hst
Gambar 3 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara tinggi
tanaman (cm) dengan dosis Kascing umur 16, 20, 24 dan 40 hst.
Hubungan antara tinggi tanaman sawi (cm) umur 40 hst dengan berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara tinggi
tanaman (cm) dengan konsentrasi Puja 168 umur 40 hst.
Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap tinggi tanaman
sawi pada umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Tinggi Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 28, 32, dan 36 hst
Tinggi Tanaman pada umur (hst) Kombinasi Perlakuan
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur 28 hst tanaman tertinggi diperoleh
pada perlakuan K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan
kecuali dengan K3P2 dan K3P1. Tanaman terendah diperoleh pada K0P0 dan
berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada umur 32 hst tanaman tertinggi
diperoleh pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya kecuali
dengan K3P2. Tanaman terendah diperoleh pada K0P0 yang berbeda nyata dengan
semua perlakuan lainnya. Pada umur 36 hst tanaman tertinggi diperoleh pada K3P3
dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Tanaman terendah diperoleh
Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)
terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada
0= 0.208x + 18.46
Gambar 5 menunjukkan pada Kascing dengan dosis 60 g/tanaman jarak
antara masing-masing perlakuan Puja 168 terlihat tidak begitu berbeda, dan
diperoleh pengaruh konsentrasi Puja 168 semakin kecil pada dosis Kascing yang
semakin besar. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)
terhadap tinggi tanaman umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 5. Pengaruh Dosis Kascig pada Berbagai Konsentrasi Puja 168
terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst
0 20 40 60
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kascing dan
konsentrasi pupuk puja 168 yang diberikan, maka pertumbuhan tinggi tanaman
pada 28, 32 dan 36 hst juga semakin meningkat. Interaksi yang terjadi adalah
interaksi sinergis.
Jumlah daun (helai)
Data jumlah daun umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat
dilihat pada Lampiran 5-6, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K)
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 16, 20, 24, 28, 32, 36,
dan 40 hst. Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah daun pada umur 24, 28, 32, 36, dan 40 hst. Interaksi kedua
perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 24 hst.
0
Perkembangan jumlah daun (helai) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis
Kascing (g) dapat dilihat pada Gambar 7.
0 2 4 6 8 10 12
16 20 24 28 32 36 40
Jumlah
d
a
un
(
h
elai
)
Umur Tanaman (hst)
0 20 40 60
Gambar 7. Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada berbagai dosis
Kascing selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat setelah 20
hst. Juga terlihat bahwa jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan K3
diikuti K2, K1 dan K0.
Perkembangan jumlah daun (helai) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai
0
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.
Pada umur 16 s/d 40 hst jumlah daun antar konsentrasi Puja 168 tidak begitu jelas
kelihatan walaupun masih terlihat daun terbanyak diperoleh pada P3 diikuti oleh
P2, P1 dan P0.
Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap jumlah
daun sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst
P1 (2.5 ml/liter air) 2.82 3.17 4.23 4.98bc 5.77c 7.52b 9.25bc
P2 (5 ml/liter air) 2.77 3.23 4.23 5.05b 6.00b 7.82ab 9.47ab
P3 (7.5 ml/liter air) 2.83 3.23 4.40 5.30a 6.28a 7.95a 9.77a
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
* Ada interaksi nyata K x P
Tabel 6 menunjukkan pada umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst, jumlah
daun terbanyak masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang
berbeda nyata satu dengan lainnya kecuali pada umur 16 dan 20 hst dimana K1
dan K2 berbeda tidak nyata.
Tabel 6 menunjukkan pada umur 28, 32, 36 dan 40 hst, jumlah daun
terbanyak masing-masing diperoleh pada P3 yang berbeda nyata satu dengan
lainnya kecuali pada umur 36 dan 40 hst dimana P3 dan P2 berbeda tidak nyata.
Jumlah daun terendah diperoleh pada P0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya
kecuali pada umur 28, 32 dan 40 hst dimana P0 dan P1 berbeda tidak nyata.
Hubungan antara jumlah daun sawi (helai) dengan dosis Kascing
(g/tanaman) umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Hubungan antara Jumlah Daun (helai) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst
Gambar 9 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara jumlah
daun (helai) dan dosis Kascing umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst.
Hubungan antara jumlah daun sawi (helai) umur 28 s/d 40 hst dengan
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 10.
28= 4.775 + 0.066x
Gambar 10. Hubungan Antara Jumlah Daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28, 32, 36 dan 40 hst
Gambar 10 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara jumlah
daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 28 s/d 40 hst.
Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap jumlah daun sawi
pada umur 24 hst dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Jumlah Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 24 hst
Kombinasi Perlakuan Jumlah Daun Pada Umur 24 hst
---helai---
K0P0 3.53hi
K0P3 4.00e-g
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
Tabel 7 menunjukkan bahwa umur 24 hst jumlah daun terbanyak diperoleh
pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan.Jumlah daun
terendah diperoleh pada K1P0 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya
kecuali dengan perlakuan K0P0 dan K0P2.
Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)
terhadap jumlah daun (helai) pada umur 24 hst dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengaruh Dosis Kascing pada berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Jumah Daun Umur 24 hst
Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka jumlah daun pada umur 24 hst juga
semakin meningkat, tetapi jarak antara masing-masing perlakuan Puja 168 tidak
begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)
terhadap jumlah daun umur 24 hst dapat dilihat pada Gambar 12.
0 = 3.4667+0.1333x
Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka jumlah daun pada umur 24 hst juga
semakin meningkat, tetapi jarak antara perlakuan Kascing dengan dosis 0 dan
20 g/tanaman tidak begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Luas daun (cm2)
Data luas daun umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat
pada Lampiran 7-8, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K) Gambar 12. Pengaruh Konsentrasi Puja 168 pada berbagai Dosis Kascing terhadap
dan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun
pada umur 16, 24, 32 dan 40 hst. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata
terhadap luas daun pada umur 40 hst.
Perkembangan luas daun (cm2) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 13.
0
Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 13 menunjukkan perkembangan luas daun pada berbagai dosis
Kascing (g) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat setelah
24 hst. Juga terlihat bahwa luas daun terbesar diperoleh pada perlakuan K3 diikuti
K2, K1 dan K0.
Perkembangan luas daun (cm2) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai
0
Gambar 14. Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Konsentrasi
Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 14 menunjukkan perkembangan luas daun pada berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.
Pada umur 16 s/d 40 hst luas daun terbesar diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1
dan P0.
Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap luas
daun sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan
Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst
P0 (0 ml/liter air) 3.37c 4.89b 10.80c 24.63
P1 (2.5 ml/liter air) 3.53bc 5.09b 11.17c 25.50
P2 (5 ml/liter air) 3.75ab 5.58a 11.95b 26.34
P3 (7.5 ml/liter air) 4.12a 5.81a 12.52a 27.76
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
* Ada interaksi nyata K x P
Tabel 8 menunjukkan pada umur 16, 24, dan 32 hst, luas daun terbesar
masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang berbeda nyata
dengan semua perlakuan lainnya kecuali pada umur 16 dan 24 hst dimana K1 dan
K0 berbeda tidak nyata dengan lainnya.
Tabel 8 menunjukkan pada umur 16, 24 dan 32 hst, luas daun terbesar
masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang berbeda tidak
nyata pada semua perlakuan lainnya kecuali pada umur 32 hst dimana P3 dan P2
berbeda nyata dengan lainnya.
Hubungan antara luas daun sawi (cm2) dengan dosis Kascing (g/tanaman) umur 16, 24 dan 32 hst dapat dilihat pada Gambar 15.
16= 2.828+0.028x
Gambar 15 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara luas daun
(cm2) dan dosis Kascing umur 16, 24 dan 32 hst.
Hubungan antara luas daun sawi (cm2) umur 16, 24 dan 32 hst dengan konsentrasi Puja 168 dapat dilihat pada Gambar 16.
16= 3.323+0.098x
Gambar 16. Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Konsentrasi Puja 168
(ml/liter air) Umur 16, 24 dan 32 hst
Gambar 16 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara luas daun
(cm2) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 28 s/d 40 hst.
Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap luas daun sawi
pada umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Luas Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) pada Umur 40 hst
Kombinasi Perlakuan Luas Daun Umur 40 hst
---cm2---
K0P0 19.51j
K0P1 20.20j
K0P2 20.66ij
K1P0 21.99hi
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
Tabel 9 menunjukkan bahwa umur 40 hst luas daun terbesar diperoleh
pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan. Luas daun
terendah diperoleh pada K0P0 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi
perlakuan kecuali dengan perlakuan K0P1 dan K0P2.
Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)
terhadap luas daun (cm2) pada umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 17.
0= 15.271+3.7443x
Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka luas daun pada umur 40 hst juga
semakin meningkat, tetapi jarak antara masing-masing perlakuan Puja 168 tidak
begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)
terhadap luas daun (cm2) umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 18.
0= 18.042+1.1318x
Gambar 18 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka luas daun pada umur 40 hst juga
semakin meningkat. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Bobot segar tanaman (g)
Data bobot segar tanaman umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya
dapat dilihat pada Lampiran 9-10, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing
(K) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot segar pada umur 16, 24, 32 dan
40 hst. Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh nyata terhadap
bobot segar pada umur 32 hst dan sangat nyata pada umur 40 hst. Interaksi kedua Gambar 18. Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Luas Daun pada
Perkembangan bobot segar (g) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis
Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 19.
0 Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 19 menunjukkan perkembangan bobot segar pada berbagai dosis
Kascing (g). Dari 16 hingga 32 hst hampir tidak terlihat peningkatan dan baru
setelah 32 hst meningkat dengan cepat. Juga terlihat bahwa bobot segar tertinggi
diperoleh pada perlakuan K3 diikuti K2, K1 dan K0.
Perkembangan bobot segar (g) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai konsentrasi
0
Gambar 20. Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 20 menunjukkan perkembangan bobot segar pada berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air). Dari 16 hingga 32 hst hampir tidak terlihat
peningkatan dan baru setelah 32 hst meningkat dengan cepat. Bobot segar
tertinggi diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1 dan P0, kecuali pada 32 hst dimana
P0 lebih besar dari P1.
Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap bobot
segar sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst
Bobot Segar pada umur (hst) Perlakuan
16 24 32 40*
---g---
K0 (0 g/tanaman) 1.15c 2.23b 6.57d 124.13
K3 (60 g/tanaman) 2.53a 3.87a 21.50a 251.17
P0 (0 ml/liter air) 1.61 2.75 11.99b 160.23
P1 (2.5 ml/liter air) 1.65 2.94 11.49b 168.86
P2 (5 ml/liter air) 1.73 2.91 12.36b 185.54
P3 (7.5 ml/liter air) 2.07 3.41 16.84a 222.07
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
* Ada interaksi nyata K x P
Tabel 10 menunjukkan pada umur 16 hst bobot segar tertinggi diperoleh
pada K3 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dan bobot segar
terendah diperoleh pada K0 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya
kecuali dengan K1 berbeda tidak nyata. Umur 24 hst bobot segar tertinggi
diperoleh pada K3 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan K2
dan bobot segar terendah diperoleh pada K0 yang bebeda nyata dengan semua
perlakuan kecuali dengan K1. Umur 32 hst bobot segar tertinggi diperoleh pada K3
yang berbeda nyata pada semua perlakuan dan bobot segar terendah diperoleh
pada K0 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya.
Tabel 10 menunjukkan pada umur 32 hst bobot segar tertinggi diperoleh
pada K3 yang berbeda nyata pada semua perlakuan dan bobot segar terendah
diperoleh pada P1 yang berbeda tidak nyata pada semua perlakuan kecuali pada
P3.
Hubungan antara bobot segar sawi (g) dengan dosis Kascing (g/tanaman)
16= 0.023x + 1.049
Gambar 21 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara bobot
segar (g) dan dosis Kascing (g/tanaman) umur 16, 24 dan 32 hst.
Hubungan antara bobot segar sawi (g) umur 32 hst dengan berbagai
konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 22.
32 = 10.86+ 0.077x
Gambar 22. Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 32 hst
Gambar 22 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara bobot
segar (g) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 32 hst.
Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap bobot segar sawi Gambar 21. Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Dosis
Tabel 11. Rataan Bobot Segar pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst
Kombinasi Perlakuan Bobot Segar pada umur (hst)
---g---
K0P0 66.57f
K0P1 111.11e
K0P2 120.43e
K0P3 198.42cd
K1P0 109.34e
K1P1 139.33e
K1P2 187.74d
K1P3 196.89cd
K2P0 193.60cd
K2P1 205.14cd
K2P2 201.09cd
K2P3 212.48cd
K3P0 271.39ab
K3P1 219.88cd
K3P2 232.91bc
K3P3 280.49a
Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.
Tabel 11 menunjukkan bahwa umur 40 hst bobot segar tertinggi diperoleh
pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan. Bobot segar
terendah diperoleh pada K0P0 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi
perlakuan.
Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)
y 0= - 14.458+ 69.873x
Gambar 23. Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst
Gambar 23 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka bobot segar pada umur 40 hst juga
semakin meningkat dan pengaruh konsentrasi puja 168 semakin kecil pada dosis
kascing yang semakin besar. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.
Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)
terhadap bobot segar (g) umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan
konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka bobot segar pada umur 40 hst juga