• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing Dan Pupuk Organik Cair

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing Dan Pupuk Organik Cair"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.)

TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KASCING

DAN PUPUK ORGANIK CAIR

SKRIPSI

OLEH :

SYLVIA FRANSISCA 040301039 BDP - AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI (Brassica juncea L.)

TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KASCING

DAN PUPUK ORGANIK CAIR

SKRIPSI

OLEH :

SYLVIA FRANSISCA 040301039 BDP - AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Ujian Sarjana di Departemen Budidaya Pertanian Fakultan Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc) (Ir. Balonggu Siagian, MS) NIP : 130 231 557 NIP: 130 806 538

PROGRAM STUDI AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRACT

This research is proposed to find out the best growth and production response of mustard (Brassica juncea L.) as worm compost and liquid organic fertilizer given. The research was held in Padang Bulan, Medan Tuntungan, started from November 2008 until December 2008. The design use randomized block design factorial with 2 aspects. The first aspect is kascing consist of four

stages those are K0 (0 g/plant), K1 (20 g/plant), K2 (40 g/ plant) and

K3 (60 g/ plant). The second factor is Puja 168 fertilizer consist four stage those

are P0 (0 ml/liter water), P1 (2.5 ml/liter water), P2 (5 ml/liter water) and

P3 (7.5 ml/liter water). Worm compost given perform real effect to plant height,

number of leaf, leaf area total, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate 24-40 day after planted, relative growth rate 24-40 day after planted, production per plant, and production per plot, but not gave any influenced to net assimilation rate and relative growth rate 16-24 day after planted. Puja 168 fertilizer really influenced on plant height, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate and relative growth rate 8-40 day after planted. Number of leaf 24-40 day after planted, leaf area total 16-40 day after planted, production per plant, and production per plot, but not influenced on plant height, fresh weight per plant, dry weight per plant, net assimilation rate and relative growth rate 16-24 day after planted and number of leaf 16-20 day after planted. The interaction between both aspect influenced on plant height 23-36 day after planted, number of leaf 24 day after planted, leaf area total 40 day after plant, fresh weight per plant 40 day after planted, dry weight per plant 40 day after planted, net assimilation rate 32-40 day after plant, production per plant and production per plot.

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang terbaik terhadap penggunaan pupuk kascing dan pupuk organik cair. Penelitian ini dilaksanakan di Padang Bulan Kecamatan Medan Tuntungan, dimulai pada bulan Nopember 2008 dan selesai pada bulan Desember 2008. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah pupuk Kascing dengan 4 taraf, yaitu K0 (0 g/tanaman), K1 (20 g/tanaman), K2 (40 g/tanaman), dan

K3 (60 g/tanaman). Faktor kedua adalah pupuk Puja 168 dengan 4 taraf, yaitu P0 (0

ml/liter air), P1 (2.5 ml/liter air), P2 (5 ml/liter air) dan P3 (7.5 ml/liter air). Perlakuan

pupuk Kascing berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, total luas daun, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih umur 24-40 hst, laju pertumbuhan relatif 24-40 hst, produksi per tanaman dan produksi per plot, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 16-24 hst. Perlakuan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 28-40 hst, jumlah daun umur 24-40 hst, total luas daun 16-40 hst, produksi per tanaman dan produksi per plot, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 16-24 hst, serta jumlah daun umur 16-20 hst. Interaksi antara pupuk Kascing dan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 28-36 hst; jumlah daun umur 24 hst; total luas daun umur 40 hst; bobot segar per tanaman umur 40 hst; bobot kering per tanaman umur 40 hst; laju asimilasi bersih umur 32-40 hst; produksi per tanaman dan produksi per plot.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Sylvia Fransisca, lahir pada tanggal 06 Agustus 1984 di Padangsidimpuan,

Provinsi Sumatera Utara, anak ke-2 dari 2 bersaudara, puteri dari ayahanda

P. Simangunsong dan ibunda L. Sibarani.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis hingga saat ini adalah

Pendidikan Dasar di SD Swasta Xaverius Padangsidimpuan lulus tahun 1997,

Pendidikan Menengah Pertama di SLTP Swasta Kesuma Indah Padangsidimpuan

lulus tahun 2000, Pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 2 Padangsidimpuan

lulus tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara Medan pada tahun 2004 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah

Fisiologi Tumbuhan (TA. 2006/2007–2008/2009), asisten mata kuliah Nutrisi

Tanaman (TA. 2007/2008-2008/2009), dan mengikuti kegiatan organisasi

Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian HIMADITA tahun 2007-2009.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) periode Juni 2008

sampai Juli 2008 di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Silau Dunia, Kabupaten

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan

Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair” yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penelitian dan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing

dan Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberi banyak saran, petunjuk, bimbingan, arahan serta

kepercayaan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan

skripsi ini.

2. Ayahanda P. Simangunsong dan Ibunda L. Sibarani yang telah membesarkan

penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak

ternilai harganya dan juga kepada Abangda Jimmy Simangunsong yang

(7)

3. Keluarga C. Surbakti/br. Sibarani yang begitu banyak memberikan semangat,

dukungan, motivasi serta doa dan menampung segala keluh kesah penulis

selama memulai perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Keluarga A. Simanjuntak/br. Sibarani, Keluarga Pdt. F. Sibarani/br. Sitorus,

Kak Grace, Kak Esti, Kak Reina, Margareth, Michelle, Jacqueline dan seluruh

Keluarga besar Simangunsong yang telah memberi dukungan dan doa kepada

penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Kepada teman-teman: Diana, Susi, Ophi, Lya, Limsasi, Andrew, Toto, Gugun,

Anggiat, Daniel, Sony, Difa, Jihot, Nicolas dan seluruh teman-teman angkatan

2004 dan juga adik-adik angkatan 2007 atas bantuan tenaga, doa, motivasi,

dan rasa kekeluargaan yang telah membantu penulis selama perkuliahan,

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan

skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2009

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

(9)

Pengaplikasian Pupuk Organik Cair Puja 168 ... 19

Produksi per Tanaman ... 23

Produksi per Plot ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24

Produksi per Tanaman ... 66

Produksi per Plot ... 68

Pembahasan... 70

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Terhadap Dosis Pupuk Kascing... 71

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Terhadap Konsentrasi Pupuk Puja 168... 72

(10)

DAFTAR TABEL

Kandugan Gizi Tanaman Sawi (mg/100 g)………

Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah...

Kandungan unsur hara dalam pupuk puja 168…………...

Rataan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst………...…

Rataan Tinggi Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 28, 32, dan 36 hst ………..….

Rataan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………...

Rataan Jumlah Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 24 hst………...……

Rataan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Dosis

Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………...…...

Rataan Luas Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) pada Umur 40 hst ………..

Rataan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ………..………

Rataan Bobot Segar pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….

(11)

14

15

16

17

18

(K) dan Puja 168 (P) Umur 40hst………. .

Rataan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst ……….………...

Rataan Laju Asimilasi Bersih pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst………

Rataan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada

Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst………...

Rataan Produksi per Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….

Rataan Produksi per Plot pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst ……….…….

53

57

59

64

67

(12)

DAFTAR GAMBAR

Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (g) Umur 16 s/d 40 hst ………...

Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ……….

Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 24 dan 40 hst………...…..

Hubungan Antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28 s/d 40 hst ...…

Pengaruh Dosis Kascing pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst....

Pengaruh Puja 168 pada berbagai Kascing terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst …….…………

Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst …..…….

Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst …

Hubungan antara Jumlah Daun (helai) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst ……….……

Hubungan Antara Jumlah Daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28, 32, 36 dan 40 hst………..

Pengaruh Dosis Kascing pada berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Jumah Daun Umur 24 hst...……...

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 pada berbagai Dosis Kascing terhadap Jumlah Daun Umur 24 hst……….

(13)

13

Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai

Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst…………

Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai

Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....

Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Berbagai

Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst.…….

Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Berbagai Puja 168 (ml/liter air) Umur 16, 24 dan 32 hst………..

Pengaruh Dosis Kascing terhadap Luas Daun pada berbagai Konsentrasi Puja 168 Umur 40 hst …………....

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Luas Daun pada berbagai Kascing umur 40 hst ………..

Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst ……....

Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....

Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst ………...

Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 32 hst ………..

Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst …………..

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Dosis Kascing umur 40 hst …………

Perkembangan Bobot Kering Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst ………

Perkembangan Bobot Kering Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ....

Hubungan antara Bobot Kering (g) dengan Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 24 dan 32 hst……..

(14)

29

Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Kering (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst………..

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Bobot Kering (g) pada berbagai Dosis Kascing umur 40 hst …………

Perkembangan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst………..

Perkembangan Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst………

Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih Sawi

(g.cm2.hari-1) dengan Berbagai Dosis Kascing

(g/tanaman) Umur 24-32 hst………..

Hubungan antara Laju Asimilasi Bersih Sawi (g.cm2.hari-1) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 24-32 hst ………..

Pengaruh Kascing Terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Puja 168 umur 32-40 hst … Pengaruh Puja 168 Terhadap Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1) pada Berbagai Kascing umur 40 hst ……. Perkembangan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst………..…………..

Perkembangan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst ………..

Hubungan antara Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 24-32 dan 32-40 hst ……….……

Hubungan antara Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 24-32 dan 32-40 hst ……….

Pengaruh Dosis Kascing terhadap Produksi per Tanaman (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168………..

(15)

42

43

44

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 terhadap Produksi per Tanaman pada berbagai Dosis Kascing ………...

Pengaruh Dosis Kascing terhadap Produksi per Plot pada Berbagai Konsentrasi Puja 168……….

Pengaruh Konsentrasi Puja 168 terhadap Produksi per Plot pada berbagai Dosis Kascing ………...

68

70

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Bagan Plot Penelitian ……….…………

Bagan Penelitian ……….………

Jadwal Kegiatan………...

Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Umur 16-40 hst……….

Rangkuman Sidik Ragam Tinggi Tanaman ………..

Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 16-40 hst ..…

Rangkuman Sidik Ragam Jumlah Daun ………...…………

Data Pengamatan Luas Daun (cm2) Umur 16-40 hst…….…

Rangkuman Sidik Ragam Luas Daun …………...…………

Data Pengamatan Bobot Basah (g) Umur 16-40 hst ……….

Rangkuman Sidik Ragam Bobot Basah ………...…….

Data Pengamatan Bobot Kering (g) Umur 16-40 hst……….

Rangkuman Sidik Ragam Bobot Kering ………..….

Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.h-1) Umur 16-40 hst ……….………...

Rangkuman Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih……..……

Data Pengamatan Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.h-1) Umur 16-40 hst ………...…………..

Rangkuman Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif ….…..

Data Pengamatan Produksi per Tanaman (g) Umur 16-40 hst ………..………..

Sidik Ragam Produksi per Tanaman………...……..

(17)

20

21

22

23

24

25

26

Data Pengamatan Produksi per Plot (g) Umur 16-40 hst …..

Sidik Ragam Produksi per Plot………...…..

Deskripsi Sawi Varietas Tosakan ……….……

Analisis Tanah Lahan Penelitian ………..…

Analisis Pupuk Kascing………...…..

Foto Lahan Penelitian……….

Foto Sampel Tanaman Sawi pada Masing-masing Perlakuan………

93

93

94

95

96

97

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Daerah asal tanaman sawi diduga dari

Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Konon di daerah Cina tanaman ini telah

dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina

dan Taiwan. Masuknya sawi ke Indonesia diduga pada abad XI bersamaan dengan

lintas perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya. Daerah pusat penyebarannya

antara lain di Cipanas (Bogor), Lembang dan Pangalengan (Rukmana, 2007).

Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat giji yang

cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan

kesehatan tubuh. Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan yang

diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, komposisi zat-zat

makanan yang terkandung dalam sawi dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan Gizi Tanaman Sawi (mg / 100 g)

Zat Gizi Kandungan Gizi

---mg/100 g---

Protein 23

Lemak 3

Karbohidrat 40

Ca 220,0

P 38,0

Fe 2,9

Viatamin A 1.940,0

Viatamin B 0,09

Viatamin C 102

(19)

Selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting bagi kesehatan,

sawi dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita

batuk. Sawi yang dikonsumsi berfungsi pula sebagai penyembuh sakit kepala dan

juga dapat membersihkan darah (Haryanto, dkk, 2003).

Menurut Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian (2008),

produksi sawi di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2006 terus mengalami

peningkatan. Produksi sawi tahun 2003, 2004, 2005, 2006 berturut-turut adalah

459,253 ton, 534,964 ton, 548,453 ton dan 590,400 ton.

Namun di Sumatera Utara, pada enam tahun terakhir (2001-2006)

produksi sayuran justru anjlok hingga 25,6%. Pada tahun 2001 daerah ini masih

mampu menghasilkan sayuran sebanyak 1.146.341 ton, namun tahun 2006 anjlok

hingga 852.299 ton atau turun sebanyak 294.042 ton. Salah satu jenis sayuran

yang ditanam di daerah Sumut adalah sawi. Menurut Badan Pusat Statistik

Provinsi Sumatera Utara (2008) produksi sawi pada tahun 2006 adalah 73.008

ton. Salah satu penyebab terjadinya penurunan adalah semakin rendahnya minat

petani menanam sayuran karena dianggap tidak menguntungkan dan banyak lahan

yang beralih fungsi serta banyaknya sayuran impor saat ini. Jika kondisi ini terus

dibiarkan bukan tidak mungkin, 20 atau 40 tahun lagi tidak ada sayuran yang

dihasilkan dari daerah ini. Padahal, sayuran termasuk sumber gizi yang sangat

dibutuhkan masyarakat (Harian Global, 2008).

Untuk meningkatkan keuntungan dapat dicapai antara lain melalui

peningkatan produksi dengan biaya produksi yang lebih rendah. Peningkatan

produksi dapat dicapai melalui pemupukan. Salah satu pupuk organik yang telah

(20)

banyak negara adalah kascing. Kascing memilki beberapa keunggulan,

diantaranya mempercepat pertumbuhan tanaman, memperbaiki mutu buah, dan

mencegah berbagai jenis penyakit pada tanaman (Mulat,2003). Kandungan nutrisi

kascing lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Kandungan N, P dan K dapat

mencapai dua kali lipat kompos biasa, dan kascing juga lebih kaya akan zat

pengatur tumbuh (ZPT) tanaman dan mikroba tanah. Keseluruhan kandungan

kascing, kimiawi maupun hayati, membuat jumlah nutrisi yang tersedia dan dapat

diserap tanaman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kompos biasa

Puja 168 adalah pupuk organik cair Bio Enzym yang terbuat dari

daun-daunan dan buah - buahan segar yang diolah secara

enzimisasi sehingga menghasilkan mikroorganisme, unsur hara makro dan mikro

yang berguna untuk memingkatkan kesuburan tanah serta mempercepat

penguraian unsur hara bagi tamanan (

Berdasarkan uraian diatas dalam upaya menghasilkan tanaman sawi yang

berkualitas dengan meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman, penulis merasa

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ’’Respon Pertumbuhan dan

Produksi Sawi (Brassica juncea L.) terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan

Pupuk Organik Cair,’’ sehingga dapat dicari dosis optimum yang dapat

(21)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi

sawi (Brassica juncea L.) yang terbaik terhadap penggunaan pupuk kascing dan

pupuk organik cair.

Hipotesis Penelitian

1. Ada respon positif pertumbuhan dan produksi tanaman sawi terhadap

peningkatan dosis pupuk kascing hingga batas tertentu.

2. Ada respon positif pertumbuhan dan produksi tanaman sawi terhadap

peningkatan konsentrasi pupuk organik cair hingga batas tertentu.

3. Ada interaksi antara pupuk Kascing dan pupuk Puja 168 terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan untuk penulisan skripsi yang menjadi syarat mengikuti

ujian Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tanaman Sawi

Sistematika tanaman sawi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L. (Haryanto, dkk, 2003).

Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara

menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal

pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar tunggang.

Perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada

tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman tanah

cukup dalam (Cahyono, 2003).

Batang (caulis) sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak

kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun

(Rukmana, 2007).

Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada

(23)

Tanaman sawi umumnya mudah berbunga secara alami, baik didataran

tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga

(inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap

kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota

bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu buah putik yang

berongga dua (Rukmana, 2007).

Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan

berongga. Tiap buah (polong ) berisi 2-8 butir biji (Rukmana, 2007). Biji sawi

hijau berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaannya licin dan mengkilap, agak

keras, dan berwarna coklat kehitaman (Cahyono, 2003).

Syarat Tumbuh

Iklim

Daerah penanaman yang cocok untuk untuk pertumbuhan tanaman sawi

adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1200 meter dpl. Namun, biasanya

taanaman ini dibudidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 m dpl.

Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut

(Haryanto,dkk,2003).

Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi

yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman

untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan

(24)

Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah

daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,6 0C dan siang harinya 21,10C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa

varietas sawi yang tahan (toleran) terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan

berproduksi dengan baik di daerah yang suhunya antara 270-320C

(Rukmana, 2007).

Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau

yang optimal berkisar antara 80%-90%. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman

yang tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa

memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk

pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Daerah yang

memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun dapat dijumpai di dataran

tinggi pada ketinggian 1000-1500 m dpl. Akan tetapi tanaman sawi tidak tahan

terhadap air yang menggenang (Cahyono,2003).

Tanah

Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah yang gembur, banyak

mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman

(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH 7

(Haryanto, dkk, 2003).

Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah

jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung

(25)

cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi

(Rukmana, 2007).

Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah

tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam

unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat

jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan

demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman

(Cahyono, 2003).

Pupuk Kascing

Kascing adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan

organiknya. Walaupun sebagian besar penguraian dilakukan oleh jasad renik,

kehadiran cacing justru membantu memperlancar proses dekomposisi. Pasalnya,

bahan yang akan diurai oleh jasad renik pengurai, telah diurai lebih dulu oleh

cacing. Proses pengomposan dengan melibatkan cacing tanah tersebut dikenal

dengan istilah vermi-composting. Sementara hasil akhirnya disebut kascing

(Agromedia, 2007).

Jenis cacing tanah yang biasa digunakan pada pembuatan kompos adalah

Lumbricus rubellus. Cacing jenis ini dapat hidup dalam populasi yang padat.

Lumbricus rubellus sering ditemukan di bawah timbunan timbunan dedaunan atau

timbunan kotoran ternak. Cacing ini tidak hidup jauh di dalam tanah seperti jenis

cacing lainnya, tetapi lebih sering hidup di lapisan yang mendekati permukaan

(26)

Menurut Mashur (2001) kascing memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

1. Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman

seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung

pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi

mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan

organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih

cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah,

vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik.

2. Vermikompos membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki

struktur tanah dan menetralkan pH tanah.

3. Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini

karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu

menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan

kelembaban.

4. Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing

tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut.

yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya.

Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh

akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman.

Kascing memiliki tekstur yang didominasi ukuran pasir (diameter butiran

0,05-2 mm), sehingga kascing bersifat remah. Kascing juga mempunyai

kemampuan menahan air yang besar, yakni sekitar 145-168 %. Artinya berat air

(27)

sehingga sangat penting untuk tanah berpasir agar tidak cepat mengalami

kekeringan. Dalam pembuatan kascing banyaknya cacing yang dibutuhkan adalah

0,5 kg per 2 kg media yang dapat berupa sisa bahan sayuran, dedaunan dan sisa

buah-buahan dan mengandung C 20,20%, N 1,58%, C/N 13, P 70,30 mg/100g, K

21,8 mg/100g, Ca 34,99 mg/100g, Mg 21,43 mg/100g, S 153,7 mg/100kg, Fe 13,5

mg/kg (Mulat, 2003).

Kotoran cacing (kascing) mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman.

Penambahan kascing pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan,

meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing yang

dibutuhkan untuk mendapatkan hasil positif hanya 10-20% dari volume media

tanaman (Mashur, 2001).

Kascing mengandung asam humat. Zat-zat humat bersama-sama dengan

tanah liat berperan terhadap sejumlah reaksi kompleks baik secara langsung

maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui

pengaruhnya terhadap sejumlah proses-proses dalam tubuh tanaman. Secara tidak

langsung, zat humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan mengubah

kondisi-kondisi fisik, kimia dan bilogi tanah. Kascing dapat diberikan pada

tanaman sayur-sayuran seperti tomat, terung dan sawi dengan dosis 450-500 g/m2 dan diberikan sebelum tanam atau saat tanam dengan sistem larikan atau di sekitar

daerah perakaran (Mulat, 2003).

Sludge adalah benda padat yang tenggelam di dasar bak pengendapan

dalam sarana pengelolaan limbah dan harus dibuang atau dikelola untuk

mengurangi pencemaran lingkungan. Tetapi sludge yang dihasilkan dari

(28)

kalium magnesium, dan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan

sebagai pupuk.

Tabel 2. Hasil Analisis Padatan (Sludge) tanpa Pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah

Kandungan/senyawa Sludge Baru (mg/100 g) Sludge Umur 1 Bulan (mg/100 g) Nirogen 2.770,00 3.400,00 P2O5 874,02 338,25

K2O 897,43 897,43

MgO 356,33 329,72 CaO 1.681,48 664,42

Sumber : :Lubis et al, 1988. Inventarisasi dan Karakteristik Limbah PMS. Seminar Pengendalian PMS dan Karet, 20-21 Desember 1988 di Medan

Pupuk Organik Cair Puja 168

Ada dua kelompok pupuk daun berdasarkan unsur hara yang

dikandungnya, yaitu kelompok pupuk yang mengandung unsur hara makro dan

kelompok pupuk yang hanya mengandung unsur hara mikro. Hal ini sudah

tampak bahwa rata-rata pupuk daun merupakan pupuk majemuk, bahkan disebut

pupuk lengkap. Ini disebabkan dalam pupuk daun sudah terkandung beberapa

unsur hara (baik makro maupun mikro) dengan konsentrasi berbeda-beda

(Lingga dan Marsono, 2000).

Puja 168 adalah pupuk organik cair Bio Enzym yang terbuat dari

daun-daunan dan buah-buahan segar yang diolah menggunakan proses enzimisasi

sehingga menghasilkan senyawa organik berupa zat hidup yang berguna untuk

meningkatkan kesuburan tanah. Puja 168 tidak menggunakan kotoran hewan

(29)

168 diberikan kepada tanaman sayuran dengan konsentrasi anjuran 10 ml/2 liter

air (

Pupuk Puja 168 memiliki manfaat bagi tanah, yaitu mampu meningkatkan

biodiversitas dan kesehatan tanah, memperbaiki tekstur tanah; sehingga tanah

mudah diolah (menggemburkan tanah), meningkatkan daya tahan tanah terhadap

erosi; meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK); mempunyai keunggulan

dalam hal memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah; tanah akan menjadi

lebih subur; menyediakan unsur hara; dan meningkatkan mikroba tanah

Pupuk Puja 168 dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman secara

sempurna dan sehat baik pada tanaman lahan, stek maupun cangkokan, serta dapat

mempercepat perkecambahan biji selain itu akar dapat menyerap unsur hara,

melalui pertukaran ion (

Pemberian pupuk Puja 168 juga bermanfaat bagi batang tanaman,

dintaranya dapat menyebabkan pertumbuhan batang besar dan kuat sehingga

optimalisasi untuk menghasilkan buah yang besar; sebagai media perantara

penyerapan unsur hara dari akar menuju daun; dapat menyerap unsur hara

seperti K dan Ca sehingga gampang masuk ke jaringan tanaman

Pupuk Puja 168 memiliki manfaat bagi daun tanaman, yaitu dapat

membuat daun menjadi lebih lebar, tebal dan dapat meningkatkan jumlah klorofil

sehingga efektif dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang baik sangat

(30)

yang lebih besar dan lebat. Selain itu pemberian pupuk Puja 168 juga dapat

membuat warna daun menjadi lebih tua, tahan rontok, jumlah daun lebih banyak,

daun akan dijauhi hama dan penyakit serta memacu pertumbuhan daun dan tunas

Menurut (2008), kandungan unsur hara yang terdapat

dalam pupuk Puja 168 dapat dilihata pada tabel berikut:

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam Pupuk Puja 168

Parameter Hasil

Sumber : Sucofindo Laboratory,

Puja 168 sama sekali tidak mengandung bahan-bahan kimia

anorganik dan mengandung unsur hara mikro dan makro, sehingga mampu

merubah struktur tanah menjadi lebih gembur dan lebih remah, warna lebih hitam,

pori-pori sangat terbuka. Puja 168 mengandung mikroorganisme seperti

Lactobacillus dan Yeast yang dapat menambahkan ketersediaan hara dalam

menunjang proses biologi, fisika dan kimia dalam tanah serta mampu

menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat penyakit

(31)

Bila salah satu faktor lebih kuat pengaruhnya dari faktor lain sehingga

faktor lain tersebut tertutupi dan masing-masing faktor mempunyai sifat yang

jauh berbeda pengaruhnya dan sifat kerjanya, maka akan menghasilkan hubungan

yang berbeda dalam mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman

(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Padang Bulan jalan Jamin Ginting km 8.5

Kecamatan Medan Tuntungan, Medan. Dengan ketinggian tempat + 25 meter di

atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai

dengan Nopember 2008.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sawi

varietas Tosakan, kascing dari hasil degradasi sludge (limbah kelapa sawit) oleh

cacing Lumbricus rubellus, pupuk organik cair Puja 168, air, amplop, kertas label,

pelepah kelapa sebagai atap naungan persemaian, kawat sebagai pengikat bambu

persemaian, insektisida Decis 2,5 EC, fungisida Dithane M-45, dan bahan-bahan

lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,

meteran, handsprayer, kalkulator, timbangan, planimeter dan alat-alat lain yang

(33)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

dengan dua faktor perlakuan, sebagai berikut :

Faktor 1: Pupuk Kascing dengan 4 taraf, yaitu:

K0 = 0 g / tanaman

K1 = 20 g / tanaman

K2 = 40 g / tanaman

K3 = 60 g / tanaman

Faktor 2: Pupuk Organik Cair Puja 168 dengan 4 taraf yaitu :

P0 = 0 ml/liter air

P1 = 2,5 ml/liter air

P2 = 5 ml/liter air

P3 = 7, 5 ml/liter air

Sehingga diperoleh 16 kombinasi, yaitu:

K0P0 K1P0 K2P0 K3P0

K0P1 K1P1 K2P1 K3P1

K0P2 K1P2 K2P2 K3P2

K0P3 K1P3 K2P3 K3P3

Jumlah ulangan = 3

Jumlah Kombinasi Perlakuan = 16

Jumlah plot penelitian = 48

Jumlah tanaman/plot = 40 tanaman

(34)

Jumlah sampel destruksi/plot = 8 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya = 1920 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya = 240 tanaman

Jumlah seluruh sampel destruksi = 384 tanaman

Jarak tanam = 25 cm x 30 cm

Jarak antar ulangan = 60 cm

Ukuran plot = 250 cm x 120 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

dimana: Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan pupuk

kascing pada taraf ke-j dan pemberian organik cair pada taraf

ke-k

μ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh pemberian pupuk kascing pada taraf ke-j

βk = Pengaruh pemberian pupuk organik cair pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian pupuk kascing pada taraf ke-j

dan pemberian organik cair pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan pupuk

kascing pada taraf ke-j dan pemberian pupuk organik cair pada

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persemaian

Tempat persemaian benih dibuat dengan ukuran plot 1 x 2. Media

tanamnya berupa campuran top soil, pasir dan kompos dengan perbandingan

2:1:1. Naungan terbuat dari bambu sebagai tiang dan pelepah kelapa sebagai atap

dengan ketinggian 1,5 m arah timur dan 1 m arah barat, panjang naungan 2,5 m

dan lebarnya 1,5 m yang memanjang arah utara- selatan.

Penyemaian benih

Media semai atau tempat persemaian sebelum di tanam benih disiram air

terlebih dahulu hingga lembab dan dibuat larikan. Jarak antar larikan adalah 5 cm,

setelah itu benih disebar pada larikan secara merata pada permukaan media

sebanyak 100 benih tiap larikan kemudian ditutup tanah.

Pengolahan tanah

Pengolahan tanah diawali dengan membersihkan areal dari gulma

dan sampah. Kemudian tanah diolah dengan cara mencangkul kemudian

dibuat plot-plot dengan ukuran 250 x 120 cm dan jarak antar ulangan 60 cm

(Lampiran 1 dan 2).

Pemupukan dasar

Pupuk dasar yang diberikan adalah Urea, SP-36 dan KCl. Dosis yang

(36)

Penanaman

Sebelum bibit ditanam, tanah pada masing-masing plot terlebih dahulu

ditugal dengan kedalaman ± 4 cm dan jarak tanam 25 cm x 30 cm. Setelah itu

bibit dicabut dari persemaian dan ditanam pada lubang tanam yang telah

dipersiapkan. Pindah tanam dilakukan pada 9 hst (hari setelah tabur)

Pengaplikasian Kascing

Pengaplikasian pupuk kascing dilakukan pada 9 hst atau bersamaan pada

saat pindah tanam. Pupuk Kascing ditabur disekitar batang tanaman dengan

jumlah sesuai dengan perlakuan. Dosis anjuran yang diberikan adalah 500 g/m2 (40 g/tanaman).

Pengaplikasian pupuk organik cair Puja 168

Pengaplikasian Pupuk Organik cair dilakukan pada 14, 19, 24, dan 29 hst.

Pengaplikasian pupuk organik cair dilakukan dengan cara disemprotkan ke daun

sampai daun dalam keadaan basah tetapi tidak menetes. Konsentrasi anjuran

pupuk Puja 168 adalah 10 ml/2 liter air (5 ml/lter air).

Penyisipan

Penyisipan dilakukan guna mengganti tanaman yang rusak akibat hama,

penyakit ataupun kerusakan mekanis lainnya. Penyisipan dilakukan paling lama

(37)

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi pada pukul 08.00-09.00 WIB

dan sore hari pada pukul 16.00-15.00 WIB secara merata pada seluruh tanaman

dengan menggunakan gembor dan air bersih (antara 12.000-16.000 cc/plot), dan

disesuaikan dengan kondisi dilapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma yang

tumbuh.

Pencegahan hama dan penyakit

Usaha untuk mencegah serangan hama dilakukan dengan menyemprotkan

insektisida Decis 2,5 EC 2 cc/l air dan sedangkan untuk mencegah serangan

penyakit dilakukan penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi

anjuran 2,5 g/l air.

Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam.

Peubah yang Diamati

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah (patok standar)

sampai daun tertinggi yaitu yang tegak alami. Pengukuran dilakukan pada 5

(38)

dilakukan sekali dalam 4 hari hingga tanaman berumur 40 hari setelah tanam

(tujuh kali pengukuran).

Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah berkembang

sempurna minimal 2/3 dari daun normal. Penghitungan dilakukan pada 5 sampel

tanaman yang sama dengan pegukuran tinggi tanaman dan dimulai pada umur 16

hst dan selanjutnya pengukuran dilakukan sekali dalam 4 hari hingga tanaman

berumur 40 hari setelah tanam (tujuh kali pengukuran).

Luas daun (cm2)/tanaman

Pengukuran luas daun dilakukan pada setiap daun dari 2 tanaman sempel

destruksi dengan menggunakan alat Planimeter dan dilaksanakan saat tanaman

berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah tanam .

Bobot segar tanaman (g)

Penimbangan bobot segar tanaman dilakukan pada 2 tanaman sampel

destruksi dari tiap plot dengan menggunakan neraca elektrik dan ditimbang secara

terpisah bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman (akar).

Sebelum ditimbang tanaman dibersihkan dengan air dan dikeringanginkan.

Pekerjaan ini dilakukan saat tanaman berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah

tanam.

Bobot kering tanaman (g)

Bobot kering ditimbang secara terpisah bagian atas (batang dan daun) dan

(39)

itu sampel dikeluarkan dari lemari pengering dan dimasukkan ke dalam eksikator

selama 30 menit dan ditimbang, pengeringan diulang hingga bobot tetap.

Penimbangan dilakukan saat tanaman berumur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah

tanam.

Laju assimilasi bersih (g.cm2.hari-1)

Nilai laju assimilasi bersih merupakan pertambahan material tanaman dari

asimilasi persatuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung pada umur 16,

24, 32, dan 40 hari setelah tanaman, dengan persamaan sebagai berikut :

(W2 – W1) (ln A2 – ln A1)

LAB = x

(T2 – T1) (A2 – A1)

Dimana : W1 dan W2 = Berat kering tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2

A1 dan A2 = Luas daun tanaman pengamatan ke-1 dan ke-2

T1 dan T2 = Waktu Pengamatan ke-1 dan ke-2

Laju pertumbuhan relatif (g.g-1.hari-1)

Laju Pertumbuhan Relatif merupakan penambahan berat kering dalam

interval waktu terhadap berat permulaan (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung

pada umur 16, 24, 32, dan 40 hari setelah tanam, dengan persamaan sebagai

berikut :

(ln W2 – ln W1)

LPR =

( T2 – T1 )

Dimana : W1 = berat kering tanaman pengamatan ke-1

W2 = berat kering tanaman pengamatan ke-2

T1 = waktu pengamatan 1

(40)

Produksi

Produksi dihitung dengan menggunakan 2 cara, yaitu :

1. Produksi per tanaman : diambil dari bobot segar destruksi 40 hari lalu

ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

2. Produksi per plot : Untuk pengukuran produksi per plot diambil dari ½

plot yang tidak diganggu atau tidak diambil untuk tanaman destruksi,

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi tanaman (cm)

Data tinggi tanaman umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat

dilihat pada Lampiran 3-4, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K)

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 16 hst dan berpengaruh

sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 20, 24, 28, 32, 36, dan 40 hst.

Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata terhadap

tinggi tanaman pada umur 28, 32, 36, dan 40 hst. Interaksi kedua perlakuan

berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 28, 32

dan 36 hst.

Perkembangan tinggi tanaman (cm) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis

Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 1.

(42)

Gambar 1 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada berbagai

dosis Kascing (g) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat

setelah 24 hst. Juga terlihat bahwa tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan K3

diikuti K2, K1 dan K0.

Perkembangan tinggi tanaman (cm) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 2 menunjukkan perkembangan tinggi tanaman pada berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.

Pada umur 16 s/d 24 hst tidak terlihat perbedaan yang jelas, sesudah 24 hst

tanaman tertinggi diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1 dan P0.

Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap tinggi

tanaman sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 4.

(43)

Tabel 4. Rataan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst

Tinggi Tanaman pada umur (hst) Perlakuan

16 20 24 28* 32* 36* 40

---cm---

K0 (0 g/tanaman) 4.38b 5.3b 8.65b 12.59 16.36 22.67 27.35d

K1 (20 g/tanaman) 4.33b 5.42b 8.39b 13.95 18.15 25.09 31.29c

K2 (40 g/tanaman) 4.95a 6.01a 10.39a 16.88 22.01 28.14 35.94b

K3 (60 g/tanaman) 5.01a 6.26a 10.76a 19.73 24.62 32.02 40.04a

P0 (0 ml/liter air) 4.72 5.79 9.04 13.91 17.99 24.72 31.11d

P1 (2.5 ml/liter air) 4.58 5.68 9.47 15.45 19.81 26.11 32.78c

P2 (5 ml/liter air) 4.58 5.63 9.77 16.47 21.10 27.98 35.16b

P3 (7.5 ml/liter air) 4.79 5.89 9.91 17.32 22.24 29.13 35.56a

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

* Ada interaksi nyata K x P

Tabel 4 menunjukkan pada umur 16, 20, dan 24 hst, tanaman tertinggi

masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2 yang tidak berbeda nyata, tetapi

keduanya berbeda nyata dengan K0 dan K1. Pada 16 dan 24 hst, K1 terendah tetapi

berbeda tidak nyata dengan K0. Pada 20 hst K0 terendah tetapi berbeda tidak nyata

dengan K1. Pada umur 40 hst tanaman tertinggi diperoleh pada K3 diikuti oleh K2,

K1 dan K0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya.

Tabel 4 menunjukkan pada umur 40 hst, tanaman tertinggi diperoleh pada

P3 diikuti oleh P2, P1, dan P0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya.

Hubungan antara tinggi tanaman sawi (cm) dengan dosis Kascing

(44)

16= 4.290+0.012x  

Gambar 3. Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 24 dan 40 hst

Gambar 3 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara tinggi

tanaman (cm) dengan dosis Kascing umur 16, 20, 24 dan 40 hst.

Hubungan antara tinggi tanaman sawi (cm) umur 40 hst dengan berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara tinggi

tanaman (cm) dengan konsentrasi Puja 168 umur 40 hst.

(45)

Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap tinggi tanaman

sawi pada umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Tinggi Tanaman pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 28, 32, dan 36 hst

Tinggi Tanaman pada umur (hst) Kombinasi Perlakuan

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur 28 hst tanaman tertinggi diperoleh

pada perlakuan K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan

kecuali dengan K3P2 dan K3P1. Tanaman terendah diperoleh pada K0P0 dan

berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada umur 32 hst tanaman tertinggi

diperoleh pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya kecuali

dengan K3P2. Tanaman terendah diperoleh pada K0P0 yang berbeda nyata dengan

semua perlakuan lainnya. Pada umur 36 hst tanaman tertinggi diperoleh pada K3P3

dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya. Tanaman terendah diperoleh

(46)

Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)

terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada

(47)

0= 0.208x + 18.46

Gambar 5 menunjukkan pada Kascing dengan dosis 60 g/tanaman jarak

antara masing-masing perlakuan Puja 168 terlihat tidak begitu berbeda, dan

diperoleh pengaruh konsentrasi Puja 168 semakin kecil pada dosis Kascing yang

semakin besar. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)

terhadap tinggi tanaman umur 28, 32, dan 36 hst dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 5. Pengaruh Dosis Kascig pada Berbagai Konsentrasi Puja 168

terhadap Tinggi Tanaman umur 28, 32, dan 36 hst

(48)

0 20 40 60

Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kascing dan

konsentrasi pupuk puja 168 yang diberikan, maka pertumbuhan tinggi tanaman

pada 28, 32 dan 36 hst juga semakin meningkat. Interaksi yang terjadi adalah

interaksi sinergis.

Jumlah daun (helai)

Data jumlah daun umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat

dilihat pada Lampiran 5-6, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K)

berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 16, 20, 24, 28, 32, 36,

dan 40 hst. Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata

terhadap jumlah daun pada umur 24, 28, 32, 36, dan 40 hst. Interaksi kedua

perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada umur 24 hst.

0

(49)

Perkembangan jumlah daun (helai) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis

Kascing (g) dapat dilihat pada Gambar 7.

0 2 4 6 8 10 12

16 20 24 28 32 36 40

Jumlah

d

a

un

(

h

elai

)

Umur Tanaman (hst)

0 20 40 60

Gambar 7. Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 7 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada berbagai dosis

Kascing selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat setelah 20

hst. Juga terlihat bahwa jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan K3

diikuti K2, K1 dan K0.

Perkembangan jumlah daun (helai) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai

(50)

0

Gambar 8. Perkembangan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah daun pada berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.

Pada umur 16 s/d 40 hst jumlah daun antar konsentrasi Puja 168 tidak begitu jelas

kelihatan walaupun masih terlihat daun terbanyak diperoleh pada P3 diikuti oleh

P2, P1 dan P0.

Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap jumlah

daun sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Jumlah Daun Sawi (helai) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst

(51)

P1 (2.5 ml/liter air) 2.82 3.17 4.23 4.98bc 5.77c 7.52b 9.25bc

P2 (5 ml/liter air) 2.77 3.23 4.23 5.05b 6.00b 7.82ab 9.47ab

P3 (7.5 ml/liter air) 2.83 3.23 4.40 5.30a 6.28a 7.95a 9.77a

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

* Ada interaksi nyata K x P

Tabel 6 menunjukkan pada umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst, jumlah

daun terbanyak masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang

berbeda nyata satu dengan lainnya kecuali pada umur 16 dan 20 hst dimana K1

dan K2 berbeda tidak nyata.

Tabel 6 menunjukkan pada umur 28, 32, 36 dan 40 hst, jumlah daun

terbanyak masing-masing diperoleh pada P3 yang berbeda nyata satu dengan

lainnya kecuali pada umur 36 dan 40 hst dimana P3 dan P2 berbeda tidak nyata.

Jumlah daun terendah diperoleh pada P0 yang berbeda nyata satu dengan lainnya

kecuali pada umur 28, 32 dan 40 hst dimana P0 dan P1 berbeda tidak nyata.

Hubungan antara jumlah daun sawi (helai) dengan dosis Kascing

(g/tanaman) umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst dapat dilihat pada Gambar 9.

(52)

Gambar 9. Hubungan antara Jumlah Daun (helai) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst

Gambar 9 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara jumlah

daun (helai) dan dosis Kascing umur 16, 20, 28, 32, 36 dan 40 hst.

Hubungan antara jumlah daun sawi (helai) umur 28 s/d 40 hst dengan

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 10.

28=   4.775 + 0.066x

Gambar 10. Hubungan Antara Jumlah Daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 28, 32, 36 dan 40 hst

Gambar 10 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara jumlah

daun (helai) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 28 s/d 40 hst.

Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap jumlah daun sawi

pada umur 24 hst dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Jumlah Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 24 hst

Kombinasi Perlakuan Jumlah Daun Pada Umur 24 hst

---helai---

K0P0 3.53hi

(53)

K0P3 4.00e-g

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

Tabel 7 menunjukkan bahwa umur 24 hst jumlah daun terbanyak diperoleh

pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan.Jumlah daun

terendah diperoleh pada K1P0 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya

kecuali dengan perlakuan K0P0 dan K0P2.

Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)

terhadap jumlah daun (helai) pada umur 24 hst dapat dilihat pada Gambar 11.

(54)

Gambar 11. Pengaruh Dosis Kascing pada berbagai Konsentrasi Puja 168 terhadap Jumah Daun Umur 24 hst

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka jumlah daun pada umur 24 hst juga

semakin meningkat, tetapi jarak antara masing-masing perlakuan Puja 168 tidak

begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)

terhadap jumlah daun umur 24 hst dapat dilihat pada Gambar 12.

0 = 3.4667+0.1333x

Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka jumlah daun pada umur 24 hst juga

semakin meningkat, tetapi jarak antara perlakuan Kascing dengan dosis 0 dan

20 g/tanaman tidak begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Luas daun (cm2)

Data luas daun umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya dapat dilihat

pada Lampiran 7-8, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing (K) Gambar 12. Pengaruh Konsentrasi Puja 168 pada berbagai Dosis Kascing terhadap

(55)

dan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun

pada umur 16, 24, 32 dan 40 hst. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata

terhadap luas daun pada umur 40 hst.

Perkembangan luas daun (cm2) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 13.

0

Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 13 menunjukkan perkembangan luas daun pada berbagai dosis

Kascing (g) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst dan semakin cepat setelah

24 hst. Juga terlihat bahwa luas daun terbesar diperoleh pada perlakuan K3 diikuti

K2, K1 dan K0.

Perkembangan luas daun (cm2) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai

(56)

0

Gambar 14. Perkembangan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Konsentrasi

Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 14 menunjukkan perkembangan luas daun pada berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) selalu meningkat dari 16 hst sampai 40 hst.

Pada umur 16 s/d 40 hst luas daun terbesar diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1

dan P0.

Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap luas

daun sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Luas Daun Sawi (cm2) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan

Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst

(57)

P0 (0 ml/liter air) 3.37c 4.89b 10.80c 24.63

P1 (2.5 ml/liter air) 3.53bc 5.09b 11.17c 25.50

P2 (5 ml/liter air) 3.75ab 5.58a 11.95b 26.34

P3 (7.5 ml/liter air) 4.12a 5.81a 12.52a 27.76

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

* Ada interaksi nyata K x P

Tabel 8 menunjukkan pada umur 16, 24, dan 32 hst, luas daun terbesar

masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang berbeda nyata

dengan semua perlakuan lainnya kecuali pada umur 16 dan 24 hst dimana K1 dan

K0 berbeda tidak nyata dengan lainnya.

Tabel 8 menunjukkan pada umur 16, 24 dan 32 hst, luas daun terbesar

masing-masing diperoleh pada K3 diikuti oleh K2, K1, dan K0 yang berbeda tidak

nyata pada semua perlakuan lainnya kecuali pada umur 32 hst dimana P3 dan P2

berbeda nyata dengan lainnya.

Hubungan antara luas daun sawi (cm2) dengan dosis Kascing (g/tanaman) umur 16, 24 dan 32 hst dapat dilihat pada Gambar 15.

16=  2.828+0.028x

(58)

Gambar 15 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara luas daun

(cm2) dan dosis Kascing umur 16, 24 dan 32 hst.

Hubungan antara luas daun sawi (cm2) umur 16, 24 dan 32 hst dengan konsentrasi Puja 168 dapat dilihat pada Gambar 16.

16=  3.323+0.098x 

Gambar 16. Hubungan antara Luas Daun (cm2) dengan Konsentrasi Puja 168

(ml/liter air) Umur 16, 24 dan 32 hst

Gambar 16 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara luas daun

(cm2) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 28 s/d 40 hst.

Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap luas daun sawi

pada umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Luas Daun pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) pada Umur 40 hst

Kombinasi Perlakuan Luas Daun Umur 40 hst

---cm2---

K0P0 19.51j

K0P1 20.20j

K0P2 20.66ij

(59)

K1P0 21.99hi

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

Tabel 9 menunjukkan bahwa umur 40 hst luas daun terbesar diperoleh

pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan. Luas daun

terendah diperoleh pada K0P0 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi

perlakuan kecuali dengan perlakuan K0P1 dan K0P2.

Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)

terhadap luas daun (cm2) pada umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 17.

0= 15.271+3.7443x

(60)

Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka luas daun pada umur 40 hst juga

semakin meningkat, tetapi jarak antara masing-masing perlakuan Puja 168 tidak

begitu berbeda. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)

terhadap luas daun (cm2) umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 18.

0= 18.042+1.1318x

Gambar 18 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka luas daun pada umur 40 hst juga

semakin meningkat. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Bobot segar tanaman (g)

Data bobot segar tanaman umur 16 s/d 40 hst dan daftar sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 9-10, yang menunjukkan perlakuan pupuk Kascing

(K) berpengaruh sangat nyata terhadap bobot segar pada umur 16, 24, 32 dan

40 hst. Sedangkan perlakuan pupuk Puja 168 (P) berpengaruh nyata terhadap

bobot segar pada umur 32 hst dan sangat nyata pada umur 40 hst. Interaksi kedua Gambar 18. Pengaruh Konsentrasi Puja 168 Terhadap Luas Daun pada

(61)

Perkembangan bobot segar (g) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai dosis

Kascing (g/tanaman) dapat dilihat pada Gambar 19.

0 Kascing (g/tanaman) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 19 menunjukkan perkembangan bobot segar pada berbagai dosis

Kascing (g). Dari 16 hingga 32 hst hampir tidak terlihat peningkatan dan baru

setelah 32 hst meningkat dengan cepat. Juga terlihat bahwa bobot segar tertinggi

diperoleh pada perlakuan K3 diikuti K2, K1 dan K0.

Perkembangan bobot segar (g) dari 16 s/d 40 hst pada berbagai konsentrasi

(62)

0

Gambar 20. Perkembangan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 16 s/d 40 hst

Gambar 20 menunjukkan perkembangan bobot segar pada berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air). Dari 16 hingga 32 hst hampir tidak terlihat

peningkatan dan baru setelah 32 hst meningkat dengan cepat. Bobot segar

tertinggi diperoleh pada P3 diikuti oleh P2, P1 dan P0, kecuali pada 32 hst dimana

P0 lebih besar dari P1.

Pengaruh dosis Kascing (K) dan konsentrasi Puja 168 (P) terhadap bobot

segar sawi hingga umur 40 hst dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Bobot Segar Sawi (g) pada Berbagai Dosis Kascing (K) dan Konsentrasi Puja 168 (P) Umur 16 s/d 40 hst

Bobot Segar pada umur (hst) Perlakuan

16 24 32 40*

---g---

K0 (0 g/tanaman) 1.15c 2.23b 6.57d 124.13

(63)

K3 (60 g/tanaman) 2.53a 3.87a 21.50a 251.17

P0 (0 ml/liter air) 1.61 2.75 11.99b 160.23

P1 (2.5 ml/liter air) 1.65 2.94 11.49b 168.86

P2 (5 ml/liter air) 1.73 2.91 12.36b 185.54

P3 (7.5 ml/liter air) 2.07 3.41 16.84a 222.07

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

* Ada interaksi nyata K x P

Tabel 10 menunjukkan pada umur 16 hst bobot segar tertinggi diperoleh

pada K3 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya dan bobot segar

terendah diperoleh pada K0 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya

kecuali dengan K1 berbeda tidak nyata. Umur 24 hst bobot segar tertinggi

diperoleh pada K3 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan kecuali dengan K2

dan bobot segar terendah diperoleh pada K0 yang bebeda nyata dengan semua

perlakuan kecuali dengan K1. Umur 32 hst bobot segar tertinggi diperoleh pada K3

yang berbeda nyata pada semua perlakuan dan bobot segar terendah diperoleh

pada K0 yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya.

Tabel 10 menunjukkan pada umur 32 hst bobot segar tertinggi diperoleh

pada K3 yang berbeda nyata pada semua perlakuan dan bobot segar terendah

diperoleh pada P1 yang berbeda tidak nyata pada semua perlakuan kecuali pada

P3.

Hubungan antara bobot segar sawi (g) dengan dosis Kascing (g/tanaman)

(64)

16= 0.023x + 1.049

Gambar 21 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara bobot

segar (g) dan dosis Kascing (g/tanaman) umur 16, 24 dan 32 hst.

Hubungan antara bobot segar sawi (g) umur 32 hst dengan berbagai

konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) dapat dilihat pada Gambar 22.

32 =   10.86+ 0.077x

Gambar 22. Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) Umur 32 hst

Gambar 22 menunjukkan terdapat hubungan linear positif antara bobot

segar (g) dengan konsentrasi Puja 168 (ml/liter air) umur 32 hst.

Interaksi antara Kascing (K) dan Puja 168 (P) terhadap bobot segar sawi Gambar 21. Hubungan antara Bobot Segar (g) dengan Dosis

(65)

Tabel 11. Rataan Bobot Segar pada Interaksi Kascing (K) dan Puja 168 (P) Umur 40 hst

Kombinasi Perlakuan Bobot Segar pada umur (hst)

---g---

K0P0 66.57f

K0P1 111.11e

K0P2 120.43e

K0P3 198.42cd

K1P0 109.34e

K1P1 139.33e

K1P2 187.74d

K1P3 196.89cd

K2P0 193.60cd

K2P1 205.14cd

K2P2 201.09cd

K2P3 212.48cd

K3P0 271.39ab

K3P1 219.88cd

K3P2 232.91bc

K3P3 280.49a

Keterangan: Angka-angka pada kolom dari kelompok perlakuan yang sama yang diikuti oleh notasi yang tidak sama berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan.

Tabel 11 menunjukkan bahwa umur 40 hst bobot segar tertinggi diperoleh

pada K3P3 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan. Bobot segar

terendah diperoleh pada K0P0 dan berbeda nyata dengan semua kombinasi

perlakuan.

Pengaruh Kascing (g/tanaman) pada berbagai Puja 168 (ml/liter air)

(66)

y 0= - 14.458+ 69.873x

Gambar 23. Pengaruh Dosis Kascing terhadap Bobot Segar (g) pada berbagai Konsentrasi Puja 168 umur 40 hst

Gambar 23 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka bobot segar pada umur 40 hst juga

semakin meningkat dan pengaruh konsentrasi puja 168 semakin kecil pada dosis

kascing yang semakin besar. Interaksi yang terjadi adalah interaksi sinergis.

Pengaruh Puja 168 (ml/liter air) pada berbagai Kascing (g/tanaman)

terhadap bobot segar (g) umur 40 hst dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Kascing dan

konsentrasi Puja 168 yang diberikan maka bobot segar pada umur 40 hst juga

Gambar

Tabel 2. Kandungan Unsur Hara dalam Pupuk Puja 168
Gambar 1. Perkembangan Tinggi Tanaman Sawi (cm) pada Berbagai Dosis      Kascing (g) Umur 16 s/d 40 hst
Gambar 3. Hubungan antara Tinggi Tanaman (cm) dengan Dosis Kascing (g/tanaman) Umur 16, 20, 24 dan 40 hst
Gambar 5. 40
+7

Referensi

Dokumen terkait

2) Implementasi Haversine Formula ke Dalam Sistem Halaman pencarian lokasi properti terdekat pada menu map berfungsi untuk melakukan proses pencarian

OPTIMASI BIAYA DAN WAKTU PROYEK PERUMAHAN DENGAN CARA CRASH PROGRAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE TIME COST TRADE OFF (STUDI LOKASI PERUMAHAN MUTIARA GRAHA AGUNG..

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan praktik shalat anak, gerakan dan sebagian

CALON INVESTOR WAJIB MEMBACA DAN MEMAHAMI PROSPEKTUS DAN TATA CARA BERTRANSAKSI SEBELUM BERINVESTASI MELALUI REKSA DANA.. KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMIN KAN KINERJA

Data hasil penilaian terhadap penggunaan produk pengembangan modul pembelajaran matematika terhadap tes kelas yang yang digunakan sebagai penelitian dengan kelas

Jika dilihat kepada pola pengundian mengikut kelas, didapati kawasan yang mempunyai majoriti pengundi Melayu kelas atasan atau golongan kaya dan pertengahan/berpendidikan

Hasil analisis multivariabel menunjukkan bahwa wanita yang melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia tahun berisiko , kali lebih besar untuk menderita kanker serviks

Masyarakat yang gemar mengoleksi buku-buku komik tokoh. Strategi Desain Visual.. Konsep visual yang akan ditampilkan dalam cerita komik ini adalah menampilkan realita