PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI
TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN
REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI
KOTA LHOKSEMAWE
TESIS
Oleh
M. N A S I R
067024034/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI
TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN
REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI
KOTA LHOKSEMAWE
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
M. N A S I R
067024034/SP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE
Nama Mahasiswa : M. N a s i r Nomor Pokok : 067024034
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Drs. Humaizi, MA) (Drs. Agus Suriadi, M.Si) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
Telah diuji pada
Tanggal 8 Juni 2008
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Humaizi, MA
Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si 2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
PERNYATAAN
PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI
TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHARAN
REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA
LHOKSEUMAWE
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh grlar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.
Medan, 8 Juni 2008 Penulis,
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang fenomena masalah kesehatan yang dilihat dari perspektif cara penyebaran informasi kesehatan. Aspek yang dilihat adalah keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Persoalan dasarnya bukan hanya menyangkut kesehatan semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan turut berpengaruh di dalam penyebaran dan penerimaan informasi. Jika dilihat dari sudut ini, maka masalah kesehatan bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah kesehatan juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain berpendidikan relatif rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan interpersonal sangat kuat, sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak luar. Karena itu, pertanyaan yang hendak dijawab adalah bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) terhadap proses difusi inovasi kesehatan modern yang dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi? Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang pengobatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi? Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem sosial, struktur sosial, norma sistem sosial, difusi inovasi. Serangkaian konsep tersebut digunakan untuk melihat posyandu dalam persektif komunikasi pembangunan dan peranan kader posyandu dalam proses adopsi inovasi kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Wawancara kepada 15 orang, studi dokumentasi dan observasi digunakan untuk mengumpulkan data.
Sistem sosial masyarakat lingkungan seperti Banda Sakti yang tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah, pola hubungan interpersonal sangat kuat. Proses perjaianan waktu inovasi kesehatan posyandu tidak memakan jangka waktu yang lama. Karena inovasi kesehatan memberikan insentif atau imbalan bagi ibu-ibu balita. Pengaruh insentif posyandu efektif sangat dalam meningkatkan taraf keuntungan reiatif inovasi kesehatan. Tetapi apabila ditarik insentif posyandu maka pengadopsian akan berhenti. Hal ini menjadi masalah karena tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Tujuan ini juga yang akan direalisasikan oleh posyandu. Kader memegang peranan yang sangat penting dalam posyandu. Posyandu tidak bisa berjaian tanpa ada kader. Kader tanpa posyandu tidak bisa juga. Partisipasi masyarakat di Banda Lhokseumawe masih merupakan partisipasi paternalistik atau patrimonial. Peranan pemimpin paternalistik seperti kepala lingkungan sangat menentukan dalam meningkatkan partisipasi ibu ibu balita dalam posyandu.
ABSTRACT
This research try to explain about Problem of health, seen from in perspective way of spreading of helath information. Aspect seen The Family Planning and health reproduce the miraculous subdistrict Banda Sakti of Town Lhokseumawe. Its base problem not merely concerning health but social factor of culture, Economic, education, attitude, and belief partake to have an effect on spreading and information acceptance. If seen from the aspect of this, health problem of not merely problem of just doctor, but health problem also represent the responsibility of all social science expert.
Traditional society own the marking for example have education to relative lower, the social life of weak economics, pattern of relation interpersonal very strong, communications conducted by system member with the outside party. That its question which will be replied how formal institutes view, informal an social system society (Baby’s mother) to diffusion process innovative the modern health especially hit the Family Planning And health reproduce ?. How social members (Baby’s mother) searching information about modern medication especially hit the Family Planning and health reproduce ? How cader role in spreading innovate the modern health especially hit the family Planning and health reproduce ?.health especially hit the Family Planning and health reproduce ?.
Some concept used in the research social system, Social structure, social system norm, diffusion innovate. With rever to the concept used to see the Public Helath clinic in perspective communications of development and role cader Posyandu in course of adoption innovate the health. Resarch used descriptive approach qualitative. Interview with 15 (Fiveteen) People’s study of documentations and observations used the collect the data.
Paternalistic leader role like environment head very determining improving participation of baby’s mother in The Public Helath clinic.
KATA PENGANTAR
Puji beserta Syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hiadayah beserta kekuatan dan kesehatan kepada
penulis seehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul “Peran
Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana Dan Kesehatan
Reproduksi Di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe”.
Selawat beserta salam penulis sanjungkan kepangkuan alam Nabi Besar
Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarganya, yang telah memimpin alam
semesta dan membawa Rachmat kepada ummat Islan di seluruh penjuru dunia.
Pada Kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang selama ini dengan keikhlasan hati telah banyak
memberikan bantuan moril dan materil beserta sumbangsih dalam rangka kelancaran
penulisan tesis ini, yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor
Unversitas Sumatera Utara
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. M.Sc, MS., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Suamatera Utara
3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Magister
4. Bapak Drs. Humaizi, MA, selaku dosen Pembimbing I, yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis ini
5. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku dosen Pembimbing II dan selaku
Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan yang tak jemu-jemu
telah menyisihkan waktu yang banyak serta menyumbangkan pemikiran
kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dosen Penguji I, yang tak
bosan-bosan menyediakan waktu dan pemikiran serta arahan dalam
penyelesaian tesis ini.
7. Kepada Bapak M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku dosen Penguji
II, yang selalu penuh kesabaran dan memberikan waktu serta pemikiran
dalam penyelesaian tesis ini.
8. Isteriku tercinta Dra. Yurlita dan anak-anakku tersayang Rika, Yesi, Viza
dan Rizki selaku pendaping hidupku dan pendorong minat penulis dalam
melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana serta penyelesaian penulisan tesis
ini.
9. Bapak Walikota Lhokseumawe dan Staf di jajaran Pemerintah Kota
Lhokseumawe yang telah berkenan memberikan kesempatan yang diiringi
dengan bantuan biaya pendidikan yang sangat berharga dan penulis
10.Para rekan-rekan Mahasiswa (i) angkatan X Program Studi Pembangunan,
khususnya kepada RGH yang telah memberikan bantuan dan sumbangsih
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan dengan lancar penulisan
tesis ini.
11.Segenap civitas akademika, terutama para dosen dan staff Sekretariat
Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan akademik dan
administrasi kepada penulis guna kelancaran studi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut memberikan andil dan harapan serta
memberikan bantuan langsung ataupun tidak langsung, sehingga keyakinan penulis
dalam penelitian ini dapat diselesaikan dengan lancar.
Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan yang membacanya dan atas segala saran serta kritikan untuk
penyempurnaan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir tempat lahirnya di Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 8 Maret
1961, beristeri seorang Sarjana berpendidikan S1 yang bekerja sebagai Pegawai
Pegawai Negeri ( Guru SMA ), menikah tanggal 25 Juni 1985 dan telah dikaruniai
oleh Allah empat orang anak, tiga orang anak perempuan dan satu orang anak
laki-laki. Penulis pertama sekali bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang
diangkat tanggal 1 Maret 1986 pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Kabupaten Aceh Utara selama masa kerja 18 tahun dari mulai sebagai Staff sampai
dengan Tahun 1997, selanjutnya pada pertengahan tahun 1987 dipromosikan pada
Jabatan Stuktural sebagai Kasubsi Pelayanan Program Integrasi BKKBN Kabupaten
Aceh Utara sapai dengan pertengahan Tahun 1992, selanjutnya pada tanggal 11 Mai
1992 dipromosikan ke Jabatan Struktural yang lebih tinggi sebagai Kabag Tata Usaha
BKKBN Kabupaten Aceh Tengah sampai dengan bulan Desember 1994, seterusnya
sejak bulan Januari 1995 dimutasikan kembali Jabatan Struktura yang sama sebagai
Kasi Penyusunan Program dan Anggaran BKKBN Kabupaten Aceh Utara,
selanjutnya bulan Agustus 1998 dimutasikan kembali ke Esselon yang sama pada
Jabatan Kasi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Kabupaten
Aceh Utara.
Berhubung BKKBN di Kabupaten/Kota disetarakan dengan Badan/Dinas
Pemberdayaan Keluarga BKKBN Kabupaten Aceh Utara. Kemudia pada bulan
Desember Tahun 2003 Pemerintah Pusat Menyerahkan Personil, Pembiayaan,
Peralatan dan Dokumentasi ( P3D ) BKKBN di Kabupaten/Kota kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Penulis tertera nama dalam P3D dengan Pangkat Pembina
Golongan IV/a yang diserahkan Kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe pada
tanggal 31 Desember 2003. Selanjutnya pada Tahun 2004 penulis diberikan
kepercayaan oleh Walokota Lhokseumawe untuk memimpin lembaga yang
mebidangi keluarga berencana yaitu sebgai Kepala Kantor Pengendalian Keluarga
Sejahtera Kota Lhokseumawe dan pada akhir Tahun 2004 Kantor tesebut di Insert
kedalam Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Tenaga Kerja dan Catatan Sipil Kota
Lhokseumawe menjadi Bidang Pengendalian Keluarga Sejahtera dan di tempatkan
penulis sebagai Kepala Bidang tersebut sampai dengan bulan Januari Tahun 2008,
Selanjutnya penulis dalam Pangkat Pembina Tk.I, Golongan IV/b pada bulan
Februari 2008 dilantik Oleh Walikota Lhokseumawe sebagai Kepala Badan
Pemberdayaan Masyarkat Kota Lhokseumawe sampai dengan sekarang.
Pendidikan dan Kursus yang berhasil diselesaikan antara lain yaitu S D Cot
Mirapati di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen Tahun 1973, S M P Negeri 1
Matang Glumpang Dua tahun 1976, SPG Negeri Bireuen Tahun 1980, FKIP Unsyiah
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Tahun 1985, Diklat Pelatih Kader Pembangunan
Desa Terpadu ( KPDT ) di Banda Aceh Tahun 1987, Diklat Pelatih Metodologi
Pelatih Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa ( P3MD ) di Yok
Jakarta pada Tahun 1996, Diklat Gerakan KB Nasional di Jakarta pada tahun 1992,
Diklat Pelatih Kewaspadaan Pangan Dan Giz di Provinsi Riau Tahun 1998.
Kota-kota di luar Negara yang pernah penulis dikunjungi yaitu Kunjungan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT ..………... ii
KATA PENGANTAR ………. iv
RIWAYAT HIDUP ……… vii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TABEL ……….. xiii
DAFTAR GAMBAR ………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..……… xv
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 9
1.3. Tujuan Kajian ………... 11
1.4. Manfaat Kajian ……… 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 12
2.1. Pendahuluan ………. 12
2.3. Peranan Kader Posyandu dalam Proses Adopsi
Inovasi Kesehatan ……… 21
2.4. Posyandu dalam Konteks Studi-Studi Difusi Inovasi Kesehatan ………. 25
2.5. Posyandu dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Untuk Program Kesehatan ………. 32
2.6. Definisi Konsep ………. 35
2.7. Konsepsi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi ………... 36
2.7.1. Keluarga Berencana ……… 36
2.7.2. Kesehatan Reproduksi ……….…….. 40
BAB III METODE PENELITIAN ………. 42
3.1. Jenis Penelitian ……… 42
3.2. Teknik Pengumpulan Data dan Informan ……... 42
3.3. Analisa dan Penafsiran Data ………... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN TENTANG POSYANDU SERTA PENYEBARAN INFORMASI KESEHATAN ….. 46
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Banda Sakti …... 46
4.2. Gambaran Umum Program Posyandu ………... … 47
4.3. Gambaran Umum Karakteristik Informan ………. 50
4.3.1. Ibu Balita Sebagai Penerima Inovasi Kesehatan ……. 50
4.3.2. Pemuka Formal dan Informal Sebagai Penyebar Informasi Kesehatan ……… 100
4.4. Pengamatan Lapangan ……… 123
4.4.1. Analisis Informan Secara Khusus ……… 123
4.4.2. Pemanfaatan Lembaga Posyandu Sebagai Pusat Media Komunikasi Kesehatan ……… 124
4.4.3. Peranan Pelaksanaan dalam Proses Difusi Inovasi Kesehatan Dokter dan Bidan ……… 125
4.4.4. Media yang Digunakan dalam Proses Difusi Inovsi Kesehatan ……… 130
4.5. Proses Difusi Inovasi Kesehatan Terpadu ……….. 131
BAB V PENUTUP………. ……… 135
5.1. Kesimpulan ………... 135
5.2. Saran-Saran ………. 139
DAFTAR PUSTAKA ... 141
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Hirarki Komponen / Unsur Pelayanan ... 5
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Instrumen Penelitian Tentang Peran Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana dan
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara ini merupakan sederetan research question yang ingin dicari jawabannya di lapangan yaitu:
A. Pengenaan Media
1. Apakah Ibu membaca surat kabar?
2. Apakah Ibu mendengarkan radio dan menonton televisi? 3. Apakah Ibu suka keseniaan daerah?
B. Difusi
1. Dari mana Ibu memperoleh informasi posyandu? 2. Apa yang Ibu ketahui tentang posyandu?
3. Dapatkah Ibu menjelaskan saluran-saluran komunikasi apa yang ikut mendukung penyebaranluasan Posyandu?
C. Partisipasi Untuk Ibu
1. Sejauh mana Ibu melaksanakan program kesehatan posyandu?
Untuk pemuka masyarakat
1. Dapatkah Bapak menjelaskan sejauh mana keikutsertaan masyarakat dalam membicarakan masalah kesehatan?
2. Dapatkah Bapak menjelaskan sejauh mana informasi kesehatan yang disebarkan oleh posyandu masyarakat ikut serta di dalamnya?
D. Posyandu
1. Apakah Ibu tahu tentang posyandu?
2. Dapatkah Ibu menjelaskan kegunaan posyandu?
3. Dapatkah Ibu menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh posyandu?
ISTRUMEN PENELITIAN TENTANG:
PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI TENTANG
KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI
DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE
OLEH :
M. NASIR
MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
SEKOLAH PASCASARJANA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai peranan pembangunan dan masalah-masalah
kesehatan yang mendasar pada pola dan arah strategi pembangunan kesehatan,
maka tidak terlepas dari masalah komunikasi, penyebaran informasi dan diterima
atau tidaknya suatu gagasan baru tersebut. Gagasan baru dapat tersebar dengan
melalui proses difusi inovasi.
Dalam usaha membangun kesehatan maka peranan komunikasi sangat
penting. Komponennya yaitu komunikator berperan sebagai gerakan aktivitas
informasi, motivasi dan edukasi masyarakat bisa memahami kesehatan. Bahwa
kesehatan itu pada dasarnya menyangkut semua kehidupan, baik kehidupan
perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa.
Dengan kata lain, ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas.
Menurut Roekmono dan Setiady (1985) masyarakat tidak hanya
membatasi diri kepada individu yang tidak sakit dan memerlukan pengobatan,
melainkan ingin melihat manusia dalam interaksi manusia dengan lingkungan
dimana ia hidup. Sekaligus dalam pengertian ini termasuk interaksi manusia
dengan beberapa pranata dalam kehidupan kebudayaan. Beberapa contoh
diantaranya yang relevan disini adalah pranata sosial budaya, pranata pelayanan
kesehatan modern, pranata pengobatan tradisional dan pranata pendidikan.
Juga Hapsara (1986) menjelaskan bahwa orientasi upaya kesehatan yang
berangsur-angsur ke arah kesatuan upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh masyarakat
yang mencakup peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), penyembuhan
(curative) dan pemeliharaan (rehabilitasi) yang menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Upaya peningkatan kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan
sosial budaya termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologik yang semuanya
bersifat dinamis dan kompleks serta tidak lepas dari pengaruh perkembangan
dunia internasional.
Jelaslah bahwa upaya peningkatan kesehatan cukup luas dan kompleks
masalahnya sehingga memerlukan usaha yang intensip dan mantap (dalam
menangani masalah-masalah kesehatan dan pembangunan kesehatan). Berbagai
faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor lingkungan yang selalu berubah
dan berpengaruh pada pola atau arah strategi pembangunan kesehatan nasional.
Masalah-masalah kesehatan semakin bertambah kompleks di Indonesia,
misalnya, banyak masalah-masalah dan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh
faktor lainnya, sehingga pola atau arah dan pembangunan kesehatan nasional
dipengaruhi pula. Dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang semakin
kompleks tersebut Departemen Kesehatan telah membentuk suatu Sistem
Kesehatan Nasional (SKN)
Adanun pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional pada pokoknya
meliputi antara lain, tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, upaya
seluruh rakyat. Lebih terperinci lagi pembangunan kesehatan dirumuskan dalam
RPJPK dan dijabarkan dalam RP3JPK. RPJPK ini merupakan kemauan (Karsa),
dan karsa ini ditetapkan dalam Panca Karsa Husada, yang terdiri dari:
- peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam
kesehatan,
- perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan,
- peningkatan status gizi masyarakat.,
- pengurangan kesakitan dan kematian,
Untuk mencapai kelima karsa tersebut diatas ditetapkan pula upaya pokok,
yang disebut Panca Karya Husada dan terdiri dari:
- peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan,
- pengembangan tenaga kesehatan,
- pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan bahan
berbahaya bagi kesehatan,
- perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan,
- peningkatan dan pemantapan manjemen hukum.
- pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Kelima karya ini ditegaskan dalam 15 pokok program. Dalam Sistem
Kesehatan Nasional disebutkan bahwa dalam bentuk pokok penyelenggarannya
dilakukan melalui upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan
rujukan upaya kesehatan. Upaya ini telah diterjemahkan dalam bentuk
operasionalnya bedasarkan jenis dan tingkat pelayanannya dan melihat wilayah
kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan merupakan suatu jaringan pelayanan
kesehatan yang dimulai dari tingkat yang terbawah, pada setiap rumah tangga,
sampai dengan tingkat teratas yang mempunyai kecanggihan profesional.
Komponen dan tingkatan sistem pelayanan kesehatan digambarkan oleh Soebagyo
Oetomo (1987) dalam suatu hirarki sebagai berikut:
Tabel 1.1.
Hierarki Komponen/Unsur Pelayanan
1. Rumah tangga Individu/Keluarga/tradisional
2. Tk Masyarakat Swadaya masayarakat (PKK, LSM, Didang Kesehatan, Suka Bakti Husada,
"Pos Yandu"
3. Tk Pertama Pelayanan Puskesmas, Dokter Praktek Umum, BP, Klinik Bersalin
4. Tk Rujukan pertama RS Tipe A, B Pemerintah/Swasta, RS Khusus dan lain-lain
5. Tk Rujukan Lebih Tinggi RS Tipe C + D Pemerintah/Swasta
Dalam peningkatan kemampuan setiap orang atau keluarga untuk dapat
menyelesaikan masalah kesehatan sendiri dalam mewujudkan hidup sehat yang
diperlukan adalah hierarki profesional dan jaringan pelayanan masyarakat dan
keluarga untuk mewujudkan maksud di atas. Dengan menggunakan Puskesmas
sebagai penggerak tumbuhnya jaringan pelayanan masyarakat maka diadakan
suatu forum yang dapat mendukung usaha pelayanan profesional dan masyarakat.
Terutama, dalam mendorong kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, maka
dihidupkan kembali strategi oleh Departemen Kesehatan yaitu pos pelayanan
terpadu (posyandu). Posyandu merupakan usaha untuk melibatkan masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
profesional dan pelayanan non-profesional yang dapat dikembangkan oleh
masyarakat dan keluarga.
Demikian juga Sonja P. Roesma (1987) menjelaskan bahwa posyandu
merupakan usaha keterpaduan karena program yang berdaya ungkit besar bagi
penurunan angka kematian bayi, balita dan ibu, sektor yang berkaitan erat dengan
pembangunan kesehatan antara lain kependudukan, pertanian, pendidikan,
pelayanan kesehatan profesional dan nonprofesional/masyarakat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa posyandu merupakan salah satu bentuk
operasional pemberian kesehatan pada masyarakat secara langsung. Karena itu,
diperlukan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan
dasar dan kerja sama lintas sektor. Peran serta masyarakat ini diperoleh melalui
rekayasa masyarakat, dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan
motivasi serta upaya penggerak masyarakat. Hal tersebut dilakukan berbagai cara
berdasarkan kondisi dan situasi masyarakat setempat. Dengan demikian, posyandu
merupakan forum komunikasi dan pelayanan di masyarakat antara sektor yang
memadukan kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalahnya
alih melalui teknologi.
Sasaran posyandu adalah terutama masyarakat desa dengan tujuan
memperkenalkan inovasi kesehatan dan teknologi kesehatan. Oleh karena, masih
banyaknya jumlah penduduk yang tinggal dipedesaan, komunikasi dengan
masyarakat desa lebih diutamakan karena komunikasi dengan masyarakat desa
Untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat pedesaan tentang
peningkatan kesehatan dan hidup dalam lingkungan sehat ada dua unsur penting
yang perlu dicatat. Kedua unsur penting itu dijelaskan oleh Astrid Sosanto (1978)
sebagai berikut isi komunikasi yang sering merupakan hal-hal baru (inovasi) bagi
penduduk desa, adanya latar belakang sosial budaya yang sering berbeda antara
pembuat konsep isi pesan ataupun pembawa pesan (komunikator) dengan
penduduk pedesaan.
Kedua faktor di atas masing-masing menunjukkan situasi komunikasi
inovasi, yaitu bagaimana suatu inovasi disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam
meneliti peran posyandu, studi ini mencoba menggambarkan dari segi komunikasi
kesehatan dan inovasi kesehatan. Posyandu adalah medium dan organisasi sebagai
sumber pesan-pesan kesehatan penting untuk diteliti, terutama untuk melihat
peranannya dalam meningkatkan partisipasi masyakarat dalam program
kesehatan. Justeru itu, posyandu perlu ditunjang oleh adanya suatu kegiatan
komunikasi yang bekerja secara aktif dalam menyebar luaskan pesan-pesan
kesehatan dalam masyarakat.
Kegiatan komunikasi pada pokoknya adalah menyebarluaskan dan
meningkatkan pemahaman tentang infomasi yang disampaikan itu. Informasi
yang disampaikan oleh provider dan kader perlu dipahami oleh pihak penerima
atau masyarakat sehingga apa yang dimaksud oleh posyandu, yaitu penyuluhan
kesehatan, diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Posyandu menetapkan programnya yaitu pembangunan kesehatan
kegiatan posyandu. Dengan penjelasan yang diberikan oleh posyandu maka akan
tercipta interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai
penerima pesan-pesan kesehatan. Dengan demikian, peran komunikasi sangat
penting untuk berperan dalam menciptakan partisipasi masyarakat. Partisipasi dan
komunikasi hanya dapat dicapai apabila sistem nilai, sistem sosial budaya dan
struktur sosial masyarakat dimanfaatkan. Justru itu, kegiatan komunikasi dapat
dilakukan dengan mengajak para pemuka masyarakat terlebih dahulu. Yang
termasuk pemuka masyarakat adalah pemimpin formal dan informal. Pemuka
masyarakat sangat efektif, terutama pemimpin informal karena ia mengenal
masyarakat dan oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tokoh atau pemimpin
yang mengetahui banyak masalah-masalah sosial dan kemasyaraktan.
Strategi posyandu adalah memanfaatkan pemuka masyarakat di samping
organisasi sosial sebagai saluran komunikasi. Lembaga-lembaga sosial seperti.
Lembaga Musyawarah Desa ( LMD/Tuha Empat dan Tuha Delapan ) Lembaga
Masyarakat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) serta saluran-saluran komunikasi interpersonal
telah digunakan sebagai saluran komunikasi dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat, terhadan program kesehatan.
1.2. Perumusan Masalah
Seperti diketahui bahwa masalah kesehatan sangat luas ruang lingkupnya
dan sangat kompleks. Masalahnya bukan hanya menyangkutkesehatan
semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan
bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah
kesehatan juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial.
Karena luasnya masalah kesehatan, maka penulis perlu membatasi untuk
memberikan kajian yang ini, masalah akan dibatasi tentang Keluarga Berencana
dan kesehatan reproduksi. Titik berat kesehatan dalam program kesehatan serta
sejauh mana posyandu sebagai sumber atau medium dalam menyalurkan
pesan-pesan kesehatan.
Struktur sosial adalah lembaga-lembaga formal dan informal yang ada
dalam masyarakat desa seperti birokrasi pemerintahan desa. Norma sistem sosial
adalah pedoman tingkah laku yang telah dianut oleh suatu anggota sistem sosial
tertentu. Struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa pada umumnya
bersifat tradisional. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain
berpendidikan relatif rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan
interpersonal sangat kuat, sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota
sistem dengan pihak luar. Dari kondisi ini maka pengenalan terhadan pengobatan
modern relatif masih rendah dan pengenaan media massa juga rendah. Sebaliknya
pola komunikasi yang banyak digunakan adalah komunikasi interpersonal.
Dengan demikian struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa
mempunyai pengaruh terhadan tingkah laku orang-orang dewasa serta
perubahannya dalam menjawab tantangan komunikasi. Sebaliknya struktur sosial
dan norma sistem sosial desa kemungkinan bisa berpengaruh. Dapat merintangi
atau sebaliknya dapat pula memudahkan proses difusi inovasi. Demikian juga
Dengan bertitik tolak atas permasalahan-permasalahan tersebut di atas,
penulis mencoba merumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem
sosial (ibu-ibu balita) terhadan proses difusi inovasi kesehatan modern yang
dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
2. Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang
pengobatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
3. Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern
terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
1.3. Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup penulisan ini adalah komunikasi dengan pengkhususan
masalah komunikasi KB dan kesehatan reproduksi terutama peranan komunikasi
dalam melaksanakan difusi inovasi kesehatan. Studi-studi difusi inovasi terutama
menelaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Dalam kajian ini fokus
utamanya adalah untuk melihat peranan posyandu sebagai penyebar gagasan baru
di bidang kesehatan pada masyarakat desa.
1.4. Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat peran posyandu dalam
menyebarluaskan informasi kesehatan. Untuk mengetahui saluran-saluran
1.5. Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan secara teoritis dapat mendukung
pengembangan studi komunikasi, khususnya komunikasi kesehatan. Secara
praktis dapat mendukung kebijaksanaan posyandu dalam program kesehatan
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Posyandu sebagai pusat penyebaran komunikasi kesehatan di pedesaan
tengah berusaha melakukan inovasi kepada penduduk desa untuk meningkatkan
kesehatan mereka. Sebagai pusat informasi, posyandu dapat berfungsi sebagai
motivator kepada penduduk desa melalui programnya yaitu antara lain program
terpadu keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi dan
penanggulangan diare. balum telaah teoritis berikut ini melihatnya dari aspek
komunikasi pada memberi penekanan melalui pendekatan komunikasi kesehatan
sebagai suatu bentuk komunikasi pembangunan khususnya yang membahas
tentang teori difusi partisipasi. Seperti Rogers dalam teori-teori difusinya lebih
mempersoalkan bagaimana ide-ide baru atau inovasi itu dikomunikasikan ke
dalam suatu sistem sosial. Bagaimana pemikiran Rogers ini dapat dipakai sebagai
analogi dalam penyebaran inovasi seperti inovasi kesehatan dalam contoh
posyandu ini. Inovasi itu memerlukan suatu dukungan dan partisipasi dari anggota
suatu sistem sosial.
Sebagaimana diketahui bahwa program kesehatan posyandu kalau dikaji
lebih dalam tidak lain merupakan implementasi dari salah satu bentuk komunikasi
yaitu komunikasi pembangunan khususnya dibidang kesehatan. Untuk itu peranan
komunikasi sangat penting dalam menyebarkan pesan-pesan kesehatan. Dalam
konteks ini, maka posyandu tidak lain adalah komunikator dalam suatu proses
1973, posyandu merupakan salah satu unsur yang paling penting dalamsetiap
bentuk interaksi, atau sebagai sumber atau komunikator dalam proses komunikasi.
Posyandu mempunyai beberapa karakteristik antara lain sifat
keterpaduannya dan penyelenggarannya dengan pola sistem lima meja. Dari
keterpaduan itu faktor kredibilitas sumber merupakan salah satu komponen
dipercaya atau tidaknya semua informasi yang disampaikan (Devito, 1978).
Demikian pula halnya dengan peranan posyandu, dimana posyandu merupakan
sumber menyebarkan informasi tentang kesehatan untuk para ibu-ibu di desa dan
berusaha agar para ibu-ibu mau datang ke tempat pelayanan dengan harapan
bahwa kesadaran, pengetahuan mereka bertambah tentang pentingnya kesehatan
bagi ibu dan anak mereka.
Penyebaran informasi yang dilakukan oleh posyandu dalam istilah
komunikasi pembangunan (Rogers, 1975), tidak lain adalah penyebaran informasi
atau sesuatu yang lain tetapi baru bagi sekelompok masyarakat.
2.2 Posvandu dalam Konteks Studi Komunikasi Pembangunan
Dalam uraian ini penulis akan menjelaskan paradigma lama dalam
pembangunan, kemudian menjelaskan paradigma baru dalam proses komunikasi
pembangunan. Pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an gagasan
pembangunan sangat ditentukan oleh pembangunan ekonomi, industri, dan
teknologi (Rostow, 1961). Konsep-konsep pembangunan ini terutama lahir dari
konsep-konsep Barat dengan latar belakang revolusi industri di Eropa Barat dan
(1976) yang berpendapat bahwa pembangunan terpusat di sekitar laju
pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan nasional pada saat itu menurut
Rostow adalah produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan perkapita dibagi
dengan jumlah penduduk suatu bangsa.
Para ahli seperti Rostow (1961), Owens dan Shaw (1973) yang
kesemuanya menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi melalui
industrialisasi merupakan kunci pembangunan. Inti industrialisasi adalah
teknologi tenaga kerja. Sementara itu Robert Heilboner, Rogers dan Svenning,
Lucian Pye lain-lain memandang pembangunan suatu konsep yang mencakup
semua aspek dalam masyarakat seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
politik dan lain-lain (P.R.R.Sinha, 1986).
Dampak paradigma lama dalam pembangunan terjadi pada tahun 1800
yang disertai kolonisasi asing. Pesatnya pembangunan Barat dan Amerika Serikat
memberi kesan bahwa pertumbuhan semacam itu adalah bentuk lain dari suatu
pembangunan. Paradigma lama mementingkan adanya pertumbuhan ekonomi
melalui industrialisasi sebagai faktor utama pembangunan. Dalam industrialisasi,
teknologi dan modal merupakan menuju dan itu dan pengganti tenaga kerja
(manusia). Negara-negara maju memiliki teknologi padat modal, kemudian
memperkenalkan teknologi dan industrinya kepada negara-negara sedang
berkembang. Banyak negara berkembang tertarik pada paradigma lama
pembangunan ini yang intinya mementingkan pertumbuhan ekonomi dan
kuantifikasi yaitu jumlah atau pendapatan pericapita sebagai indeks utama dalam
pembangunan. Pada dasarnya manusia itu adalah makhluk ekonomi sehingga
akhirnya lahirlah teori ketergantungan Andre Gunder Frank (1971, Nove (1974),
Oxaal (1975). Andre Gunder Frank yang menyoroti kapitalisme sebagai penyebab
utama pemerasan, ketimpangan dan pada umunya keterbelakangan. Kapitalisme,
baik internasional maupun nasional, yang mengakibatkan keterbelakangan pada
masa lalu akan tetap menimbulkan keterbelakangan di masa kini.
Teori ketergantungan tidak lain adalah ketergantungan negara-negara
miskin terhadan negara-negara kaya, dan penjajahan domestik oleh kaum
imperialis di perkotaan. Berkaitan dengan teori ketergantungan ini mengakibatkan
negara-negara berkembang dibuat sedemikian rupa agar tetap tergantung pada
negara maju, yang membutuhkan modal, industri dan teknologi dari negara-ngara
Barat. Akan tetapi paradigma lama ini tampaknya hanya dapat bertahan sampai
pada pertengahan tahun 1970-an. Selanjutnya muncul paradigma baru yang bukan
hanya mementingkan ekonomi dalam pembangunan tetapi juga faktor-faktor
sosial. Bahwa para penduduk desa dan orang kota yang miskin hendaknya
menjadi sasaran utama dalam program pembangunan untuk memperkecil
kesen-jangan sosial ekonomi.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan biasanya
dibarengi dengan desentralisasi kegiatan-kegiatan tertentu di pedesaan. Berdiri
diatas kaki sendiri dalam pembangunan, dengan suatu penekanan kepada potensi
sumber daya setempat. Terpadunya sistem tradisional dengan sistem modern
sehingga pengertian modernisasi adalah suatu sinkretisasi antara pemikiran lama
dengan yang baru dengan perimbangan yang berbeda-beda di setiap negara.
dipilih oleh suatu negara. Demikian juga Inayatullah memberi pengertian
pembangunan yaitu perubahan menuju pola masyarakat yang memungkinkan
terwujudnya nilai-nilai manusiawi yang lebih baik yang memungkinkan suatu
masyarakat untuk memperluas fungsi pengawasannya terhadan lingkungan
mereka serta atas tujuan politik mereka sendiri, dan memperkenalkan setiap
peribadi untuk mengatur diri secara lebih bebas. Demikian jugs Rogers memberi
batasan pembangunan sebagai suatu proses partisipasi di segala bidang dalam
perubahan sosial dalam suatu masyarakat dengan tujuan membuat kemajuan
sosial dan material (termasuk pemerataan, kebebasan, serta berbagai kualitas
lainnya secara lebih besar) bagi sebagian besar masyarakat dengan kemampuan
mereka yang lebih besar untuk mengatur lingkungannya. Dengan demikian
konsep pembangunan bukan hanya material dan ekonomi, tetapi juga seperti
kemajuan sosial, persamaan, dan kebebasan. Di sinilah letak arti pentingnya
komunikasi dalam pembangunan yaitu menciptakan persamaan dan kebebasan.
Komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan manusia.
Komunikasi merupakan bagian kehidupan yang potensial dalam kehidupan
manusia. Karena seluruh kegiatan hidup manusia tidak lain adalah komunikasi.
Sejak bayi lahir sudah mulai berkomunikasi. Jadi komunikasi itu dapat dikatakan
sama dengan bernafas, tidak bisa tidak orang berkomunikasi, demikian pula
bernafas. Berhenti bernafas berarti mati. Demikianlah arti penting komunikasi
dalam pembangunan. Bentuk riilnya dapat dilihat misalnya dalam penyebaran
informasi program kesehatan yang dilakukan oleh posyandu.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian gagasan, pemikiran,
bahwa komunikasi merupakan proses dua arah baik secara vertikal maupun
horisontal dalam arti mengirim dan menerima. Berbagai studi komunikasi
pembangunan seperti studi Willbur Schramm (1964) mengenai mass media and
national development telah membahas tentang hakekat pembangunan dan peranan
komunikasi dalam pembangunan. Syed A.Rahim (1976) meneliti tentang
pentingnya peranan komunikasi dalam membantu pembangunan desa di Cina dan
Tanzania. Demikian juga di Indonesia, Hariono Sojono (1974) telah melakukan
penulisan difusi dan pengadopsian Keluarga Berencana. Noeng Huhadjir (1983)
meneliti tentang kepemimpinan adopsi inovasi untuk pembangunan. BKKBN
bekerjasama dengan Community Systems Foundations, USA (1986) meneliti
tentang program terpadu KB-Gizi dan kesehatan di Indonesia.
Dari hasil-hasil studi di atas membawa komunikasi pembangunan
menonjol selama satu dasawarsa terakhir atau begitu pentingnya komunikasi
sebagai alat memotivasi rakyat sehingga rakyat memberi respons yang positif dan
berpartisipasi dalam pembangunan. Studi-studi dan penulisan komunikasi
melahirkan komunikasi penyuluhan pertanian, pendidik dan komunikasi
kesehatan. Studi pada umumnya lebih menekankan seperti pendekatan
penyuluhan, masyarakat, ideologis, mobilisasi massa dan media pendidikan,
seperti halnya yang dilakukan oleh Syed A. Rahim (1976). Sementara itu Rogers
melalui difusi inovasi saluran komunikasi interpersonal dan pemanfaatan tokoh
masyarakat.
Komunikasi pembangunan selalu berorientasi kepada kemajuan.
mengalir ke bawah tetapi juga harus mengalir ke atas agar terjadi proses dua arah.
Komunikasi pembangunan selalu menekankan hasil yaitu respons terhadan pesan
yang disampaikan.
Schramm (1988) menyatakan komunikasi pembangunan bertujuan
menciptakan pesan, menyampaikan pesan, dan melaksanakan pesan. Tugas-tugas
komunikasi dalam pembangunan telah dirumuskan oleh Schrammll, 1964 sebagai
berikut:
“menyampaikan kepada pembangunan nasional pada kebutuhan akan mengadakan perubahan, sarana perubahan dan membangkitkan aspirasi memberikan kesempatan mengambil bagian secara efektif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar pihak yang akan membuat keputusan mengenai memberi kesempatan kepada para pemimpin untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas, mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan sejak orang dewasa hingga anak-anak, sejak pelajaran membaca dan menulis hingga ketrampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.”
Penulis lain seperti Hederbro (1979:12) merumuskan peranan komunikasi
dalam pembangunan sebagai berikut:
Tugas-tugas komunikasi di atas menunjukkan semakin pentingnya peranan
komunikasi dalam pembangunan terutama dalam menyebarluaskan norma-norma
baru dalam masyarakat. Di berbagai bidang, peranan komunikasi diperlukan
untuk memberi dukungan proyek atau-program-program pembangunan dengan
baik. Program-program pembangunan bidang antara lain pertanian,
kependudukan, lingkungan hidup. Seperti posyandu sangat diperlukan untuk
keberhasilan program kesehatan desa.
Untuk itu dalam mengkaji posyandu sebagai salah satu obyek studi
komunikasi pembangunan di bidang kesehatan maka penulis menggunakan
pendekatan-pendekatan lembaga. Karena posyandu adalah salah satu lembaga
kesehatan sekaligus sebagai sumber dan medium dalam menyebarkan
gagasan-gagasan baru. Dalam uraian ini penulis akan menjelaskan pendekatan lembaga
tersebut.
Pendekatan lembaga digunakan karena posyandu sebagai suatu lembaga
kesehatan dan pusat kegiatan penyuluhan tengah bekerja untuk membantu
masyarakat desa di bidang kesehatan. Sebagai pusat informasi kesehatan yang
menyebarkan pesan-pesan kesehatan yang masyarakatnya tertarik dan telah
memberikan keuntungan-keuntungan yaitu meningkatkan kesehatan ibu-ibu
balita. Dalam hubungan dengan pendekatan lembaga ini Sharon Lee Hammond
(1987) mengatakan bahwa penulisan tentang kredibilitas sumber yang berbentuk
organisasi sebagai sumber pesan, masih sangat terbatas khususnya sebagai
organisasi sumber pesan kesehatan. Organisasi-organisasi yang bergerak di
perlu untuk melihat kredibilitas organisasi yang bergerak dibidang kesehatan dan
pengaruh kredibilitas tersebut terhadap pesan/intensitas tingkah lakunya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Rogers dalam penulisan-penulisan difusi inovasi
bahwa dinegara-negara berkembang tingkat buta huruf sangat tinggi maka
penggunaan saluran komunikasi interpersonal dan pemanfaatan tokoh masyarakat
lebih cocok daripada media massa.
2.3. Peranan Kader Posyandu dalam Proses Adopsi Inovasi Kesehatan
Dalam posyandu ada satu komponen yang sangat penting peranannya
yakni kader disamping komponen yaitu dokter dan paramedis. Dalam kader
disebut agent change (agen pembaharu). Agen pembaharu adalah orang agen
yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Dia adalah
tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga pembaharuan (posyandu) di
mana berusaha mengadakan pembaharuan masyarakat dengan jalan menyebarkan
ide-ide baru yaitu kesehatan modern kepada masyarakat desa. Singkatnya agen
pembaharu itu adalah orang yang mempengaruhi putusan inovasi sistem sosial
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga pembaharu yakni posyandu
Yang t.ermasuk agen pembaharu adalah kader kesehatan, guru, penyuluh
lapangan, pekerja sosial, juru da'wah, missionaris, penjaja dagang, kader partai di
desa, juru penerang, konsultan asing, atau siapa saja yang berusaha menawarkan
gagasan-gagasan baru, barang-barang baru, dan tindakan-tindakan baru (inovasi)
kepada anggota masyarakat dan berusaha agar orang-orang itu mengadopsi
inovasi yang ditawarkan. Fungsi utama agen pembaharu adalah menjadi mata
mata rantai yang menghubungkan posyandu dengan ibu-ibu balita. Agen
pembaharu itu bisa orang pemerintah, swasta atau tenaga sukarela seperti kader
posyandu. Kader posyandu adalah tenaga inti dalam posyandu yang bertujuan
menyebarkan inovasi kesehatan modern kepada masyarakat mengadakan
perubahan-perubahan di masyarakat menurut pandangan posyandu dengan jalan
menyebarkan inovasi kesehatan.
Tugas-tugas agen pembaharu (kader)
Menurut Rogers (1983) ada tujuh tugas utama yang harus ditempuh oleh
seorang agen pembaharu (kader) dalam menyebarkan inovasi kepada masyarakat
yaitu:
- menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan.
- membina suatu hubungan dalam rangka perubahan.
- mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
- menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien.
- menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata.
- menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop out.
- mencapai suatu terminal hubungan.
Pertama-tama dari seorang kader diperlukan peran yang aktif dalam
mendifusikan inovasi misalnya inovasi kesehatan modern. Kader harus berusaha
membangkitkan keinginan di kalangan anggota sistem sosial yaitu ibu-ibu balita
untuk melakukann perubahan dalam kehidupan mereka. Perubahan yang
baik dengan ibu-ibu balita. Hubungan yang perlu dibina adalah saling kontak,
percaya mempercayai dan empati. Empati adalah kemampuan kader untuk
menempatkan diri pada situasi kliennya (ibu balita), kemampuan untuk
memahami dan menghayati sikap, kepercayaan, perasaan dan tindakan kliennya.
Dalam penyebaran inovasi kesehatan modern kader harus diterima oleh
anggota sistem sosial yaitu ibu-ibu balita. Tanpa penerimaan kader yang baik dari
anggota sistem sosial difusi inovasi sulit diadopsi oleh anggota sistem sosial.
Langkah selanjutnya adalah kader melakukan diagnosa terhadap kebutuhan
ibu-ibu balita yang hendak dibantunya. Diagnosa ini harus benar-benar mencerminkan
pandangan ibu-ibu balita bukan kepentingan atau pandangan kader yang
diutamakan. Dalam posyandu sudah ada program terpadu yang dapat memenuhi
keinginan dari ibu-ibu balita. Usaha kader yang pokok adalah menwujudkan
keinginan yang sungguh-sungguh dari ibu-ibu balita untuk berubah dan mau
menerima pengobatan modern. Karena pengobatan modern ini sangat berkaitan
erat dengan kepentingan ibu-ibu balita. Langkah berikutnya adalah
menerjemahkan program kesehatan modern itu menjadi tindakan atau perbuatan
yang nyata. Misalnya kader mendemonstrasikan makanan bergizi dan pemberian
makanan tambahan atau bubur kepada ibu-ibu balita. Kader mempengaruhi
perilaku ibu-ibu balita berbuat dan bertindak menurut
pertimbangan-pertimbangannya dan setelah menganalisa kepentingan-kepentingan ibu-ibu
balita.
Apabila ibu-ibu balita telah melaksanakan kesehatan modern itu maka
langkah selanjutnya dari kader adalah menjaga kestabilan perubahan itu dalam
tidak selamanya terus menerus dapat membantu ibu-ibu balita. Dari ibu-ibu balita
harus ditumbuhkan kemampuan untuk mandiri dalam bidang kesehatan sesuai
tujuan pembangunan kesehatan yaitu peningkatan kemampuan masyara.kat
menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Jadi seorang kader harus
mencapai titik terminal dalam hubunganya dengan ibu-ibu balita tidak bergantung
lagi kepada kader dan posyandu melainkan dapat membiayai kesehatannya
sendiri. Inilah yang merupakan masalah pokok dalam bidang kesehatan. Karena
selama ini ibu-ibu balita memperoleh insentif kesehatan melalui posyandu.
Bagi seorang kader dalam mendifusikan inovasi kesehatan moderen
penting dalam menyesuaikan langkah-langkah kegiatannya dengan tahap-tahap
yang dilalui oleh ibu-ibu balita dalam proses penerimaan inovasi kesehatan
modern diantaranya kader memperkanalkan kesehatan modern. Ibu-ibu balita
mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan. Kader menjelaskan kesehatan
modern. Ibu-ibu balita mulai tumbuh minat dan mencari informasi misalnya
datang ke posyandu. Kader memperagakan kesehatan modern dengan demonstrasi
makanan bergizi. Ibu-ibu balita menilai demonstrasi makanan bergizi. Kader
mengadakan latihan-latihan seperti pembuatan larutan gula, garam, oralit. Ibu-ibu
balita mencoba peraktek latihan kader. Kader membantu dalam melayani ibu-ibu
balita setelah itu ibu-ibu balita mengadopsi inovasi kesehatan. Kader menarik diri
setelah ibu balita mampu mandiri dan menjadikan kesehatan sebagai bagian yang
penting dalam kehidupannya.
Bagaimana proses difusi inovasi yang dilakukan oleh kader dalam
Bahwa inovasi kesehatan yang disampaikan oleh kader haruslah
didasarkan atas kebutuhan yang ada pada diri ibu-ibu balita. Bahwa kader harus
selalu berupaya membentuk pendapat yang positif pada diri sasarannya (ibu-ibu
balita), yaitu dengan memberikan rangsangan atau stimulus. Mendorong ibu-ibu
balita untuk ikut serta dalam posyandu. Dengan keikutsertaan ini maka akan
merangsang terjadinya perubahan sikap. Bila perubahan sikap telah terjadi, maka
pembinaan perlu dilakukan agar mereka tetap ikut.
2.4. Posyandu dalam Konteks Studi-Studi Difusi Inovasi Kesehatan
Studi-studi inovasi telah banyak diamati dan dipelajari secara luas
terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat. Para
ahli komunikasi seperti Rogers bersama-sama Shoemaker dan Daniel Lenner telah
banyak melakukan studi inovasi. Mereka telah menghimpun lebih dari 1500
publikasi ilmiah tentang inovasi sebagai hasil studi-studi empiris maupun non
empiris di negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang. Ide-ide
yang dikaji terutama diperkenalkan mesin traktor dikalangan petani-petani bibit
unggul di Turki, teknik keluarga berencana diantara para ibu-ibu rumah tangga di
Korea dan lain-lain.
Studi difusi inovasi Rogers tersebut di atas jika dikaitkan dengan
posyandu, maka posyandu adalah suatu studi difusi inovasi yang konteksnya
adalah difusi inovasi kesehatan. Apabilah ditelaah lebih dalam tentang posyandu
dalam studi difusi inovasi kesehatan, maka posyandu merupakan suatu organisasi
atau lembaga kesehatan yang berperan sebagai komunikator atau medium dalam
dalam posyandu dilaksanakan program-program kesehatan terpadu. Dalam
pelayanan kesehatan berlangsung kegiatan komunikasi yaitu komunikasi
interpersonal antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita. Ibu-ibu balita yang
berkujung ke posyandu untuk berkonsultasi dengan dokter atau bidan.
Masalah-masalah yang dikonsultasikan ibu-ibu balita di posyandu antara lain keluarga
berencana, kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi, penyakit diare,
kehamilan, menyusui bayi, anak balita, perawatan bayi, pertumbuhan berat badan,
perbaikan gizi ibu hamil dan anak balita. Dengan demikian posyandu memberikan
jasa pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu balita. Komunikator dalam posyandu yaitu
dokter atau bidan memberikan nasihat-nasihat dan pengobatan kepada ibu-ibu
balita. Dialog yang terjadi antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita
merupakan komunikasi interpersonal. Jadi dalam posyandu terdapat suatu
hubungan antara dokter atau bidan untuk membicarakan masalah-masalah
kesehatan.
Dalam hubungan ini Kreps (1981) mengatakan komunikasi yang efektif
antara para medis atau dokter dan pasien ialah suatu hal yang penting dalam
perawatan atau pengobatan penyakit. Posyandu merupakan organisasi yang
berperan sebagai komunikator disamping menciptakan efektifitas. Gaya akan
menimbulkan kepuasan bagi terjadi kesadaran dan keterbukaan. Pendleton
Brunner, & Conrad, 1982, Savage, melihat dari pendekatan fungsional sosial yaitu
hubungan komunikasi dengan dokter serta kepuasan pasien di dalam menerima
pelayanan kesehatan. Sedang faktor lainnya yang penting adalah faktor
berkomunikasi, faktor itu adalah bagaimana orang perorangan membawakan
dirinya serta berintraksi dalam komunikasi. Dalam hubungan pemberi pelayanan
jasa kesehatan dengan pasien, maka pasien kadang-kadang lebih mengutamakan
gaya berkomunikasi seorang pemberi jasa pelayanan kesehatan daripada apa yang
dikatakan oleh dokter atau bidan tersebut
Capella (1983), Celaga (1982) menjelaskan bentuk keterlibatan orang
perorang dalam interaksi para pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan pasien
dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain mengenai konsep keterlibatan
orang per orangan. Konsep ini berkaitan dengan bagaimana mereka yang saling
berinteraksi dapat memahami baik secara kognitif, emosional, maupun tingkah
laku mengenai pokok pembicaraannya. Selain itu Pendleton (1983) mengatakan
makna atau manfaat keterlibatan orang perorangan pada waktu tanya jawab
tentang kesehatan. Faktor ini lebih dilihat dari sudut pandang pasien seperti
misalnya bahwa kepuasan pasian akan banyak ditentukan oleh sikap pemberi jasa
pelayanan itu sendiri. Pasien akan merasa apabila dokter dalam melakukan
komunikasi dengan pasienya bersikap hangat, ada perhatian dan memang merasa
wajib membantunya.
Apabila pendekatan-pendekatan tersebut di atas diamati, peranan
komunikasi sangat penting terutama komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi
interpersonal gaya berkomunikasi sangat menentukan untuk menciptakan
kepuasan dalam hubungan antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita.
Posyandu sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam penyebaran
programnya kepada ibu-ibu balita menggunakan komunikasi interpersonal yaitu
Selain komunikasi interpersonal posyandu menggunakan juga paradigma
proses keputusan inovasi Rogers. Model Rogers di atas terdiri dari tiga bagian
utama yaitu: (1) Antecedent, (2) proses, dan (3) konsekuensi. Antecedent adalah
ciri-ciri yang ada pada situasi sebelum diperkenalkannya suatu inovasi misalnya
inovasi kesehatan posyandu. Antecedent terdiri dari: (1) ciri-ciri kepribadian
seseorang misalnya sikapnya terhadan perubahan (2) ciri-ciri sosialnya seperti
seseorang (3) kuatnya kebutuhan Semua ciri-ciri ini mempengaruhi yang terjadi
pada setiap orang. sosial seperti norma sistem sosial (tradisional atau modern),
toleransi terhadan penyimpangan dan kepaduan komunikasi juga mempengaruhi
sifat proses keputusan inovasi pada anggota sistem sosial.
Sumber dan saluran luasnya hubungan sosial nyata terhadap inovasi.
Selain itu ciri sIstem komunikasi memberi rangsangan informasi selama proses
keputusan inovasi itu berlangsung. Pada tahap persuasi seseorang membentuk
persepsinya terhadap inovasi dari saluran yang lebih dekat dan antar pribadi.
Seseorang yang telah memutuskan untuk menerima inovasi (pada tahap
keputusan) ada kemungkinan untuk meneruskan atau menghentikan
penggunaannya. Diskontinuasi (tidak meneruskan penggunaan inovasi) itu terjadi
mungkin karena seseorang menemukan ide lain yang lebih baru atau bisa jadi
karena kecewa terhadap hasil inovasi. Mungkin pula pada tahap keputusan
seseorang menolak inovasi tetapi beberapa waktu kemudian mengadopsi karena
pandangannya terhadap inovasi telah berubah. Seseorang biasanya mencari
informasi lebih lanjut pada tahap konfirmasi, karena ia ingin mencari penguat bagi
bertentangan dengan keputusan yang dibuatnya. Hal ini menyebabkan terjadinya
diskontinuansi atau terjadi pengadopsian terlambat.
Dalam penerimaan suatu inovasi seperti inovasi kesehatan posyandu
seseorang menerima inovasi biasanya melalui empat tahap proses keputusan
inovasi. Proses keputusan inovasi tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut.
Tahap pengenalan
Tahap persuasi
Tahap keputusan
Tahap konfirmasi
Tahap pengenalan
Tahap di mana seseorang, sadar, tahu bahwa ada sesuatu inovasi
Tahap persuasi
Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang
membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia
menyukainya atau tidak.
Tahap keputusan
Tahap dimana seseorang membuat keputusan apakah mereka menerima
atau menolak inovasi yang dimaksud.
Tahap konfirmasi
Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah
Selain tahap-tahap inovasi tersebut di atas inovasi memiliki.ciri-ciri.
Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut:
1. keuntungan relatif (relative advantage) yaitu apakah cara-cara atau gagasan
baru itu memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang kelak
menerimanya.
2. keserasian (compatibility) apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi
dengan nilai-nilai sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu
diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat istiadat dan sebagainya dari
masyarakat yang bersangkutan.
3. Kerumitan (complexity) yaitu apakah inovasi-tersebut dirasakan rumit. Pada
umumnya tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain
sukar untuk dipahami, juga cenderng dirasakan sebagai tambahan beban yang
baru.
4. Dapat dicobakan (triability) yaitu bahwa sesuatu inovasi akan lebih cepat
diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran lebih kecil sebelum orang
terlanjur menerimanya secara menyeluruh.
5. Dapat dilihat (observability) yaitu suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata,
dapat terlihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk
mempertimbangkan dalam menerimanya.
Penyebaran suatu inovasi mengalami proses perjalanan waktu, cepat atau
lambat diterima oleh klien tergantung dari ciri-ciri inovasi itu, apakah
menguntungkan atau merugikan. Berdasarkan paradigma proses keputusan
inovasi kesehatan posyandu dalam anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) dengan
merumuskan beberapa dalil sebagai berikut:
1. Apabila dalam posyandu pelayanan jasa kesehatan dokter atau bidan dapat
menciptakan kepuasan, keakraban dan kehangatan pada ibu-ibu balita maka
inovasi kesehatan yang disampaikan oleh dokter, bidan dan kader dapat
diterima oleh-ibu-ibu balita.
2. Apabila komunikator berperan aktif dalam memberi informasi dan inovasi
kesehatan, relatif akan mudah menyebar dalam masyarakat.
3. Inovasi kesehatan akan mudah diterima apabila komunikator cukup
profesional dan terpercaya.
4. Setiap masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah dan
menginginkan kemajuan/perbaikan hidupnya dia dapat mengubah sikapnya
kalau dirangsang dengan harapan-harapan positif.
5. Inovasi yang rendah biaya dan mudah dilaksanakan pengapdopsiannya cepat.
2.5. Posyandu dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Program
Kesehatan
Posyandu dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat melalui
program kesehatan meliputi lima bidang. Kelima bidang itu antara lain keluarga
berencana, kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare.
Dengan kelima program kesehatan tersebut ibu-ibu balita dapat terlibat dalam
kegiatan-kegiatan posyandu dan menjadi pendukung serta melaksanakan program
Dalam pembangunan termasuk juga pembangunan dibidang kesehatan, ada
persepsi dan pengertian masyarakat selama ini. Bahwa pembangunan adalah
kewajiban pemerintah dan rakyat diminta untuk berpartisipasi. Apabila demikian,
partisipasi baru ada setelah program dari pemerintah hadir. Misalnya posyandu,
pos vaksinasi, keluarga berencana, dimana rakyat akan berpartisipasi setelah
program itu hadir diantara mereka.
Dawam Rahardjo (1985) memberi pengertian praktis mengenai partisipasi.
Partisipasi menurutnya adalah mendukung program pemerintah dalam arti luas
termasuk ikut serta dalam program keluarga berencana mengikuti berbagai kursus
dan musyawarah dan jika diperlukan rela memberikan sebagian tanahnya untuk
satu proyek fisik. Apabila dipahami pengertian praktis partisipasi di atas dan
dikaitkan dengan posyandu, partisipasi dapat berarti suatu proses keterlibatan
masyarakat dalam kegiatan posyandu. Dengan pengertian ini, posyandu dapat
melakukan suatu proses kegiatan penyebaran informasi kesehatan kepada
masyarakat sehingga masyarakat dapat berperan serta dalam kegiatan posyandu.
Dalam membicarakan partisipasi ada berbagai macam definisi partisipasi
masyarakat yang terdapat dalam literatur. Tetapi dalam hal ini hanya ada tiga
model yang akan digunakan sebagai pendekatan dalam studi ini. Dari model
pendekatan ini akan diangkat dalam suatu rumusan teori untuk melihat peran
posyandu dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada program kesehatan.
Ketiga model tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan paternalistik. Pendekatan ini berdasarkan pada nilai budaya
tokoh-tokoh masyarakat dengan anggotanya, bagaikan hubngan antara ayah dan
anak.
2. Pendekatan tradisional. Pendekatan ini menggunakan segala forum, saluran,
sistem, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada dalam tatanan masyarakat
seperti misalnya gotong royong, kekerabatan, sistem keluarga besar dan
sebaginya. Melalui forum dan sistem tersebut para pemimpin diharapkan
memberi teladan kepada masyarakat khususnya dalam hal menumbuhkan
kreativitas dan sikap tanggap (responsif) terhadap perubahan. Pemimpin
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat.
3. Pendekatan Edukatif. Strategi ini merupakan kombinasi antara pendekatan
paternalistik dan pendekatan tradisional. Partisipasi yang didasarkan pada
prinsip-prinsip belajar, dijadikan landasan pendekatan ini. Tokoh-tokoh
masyarakat menjalani suatu pengalaman proses belajar melalui saluran,
forum ataupun tradisi setempat yang ada serta meneruskannya kepada warga
masyarakat.
Dengan pendekatan model di atas dapat dirumuskan konsep partisipasi
dalam studi ini sebagai berikut:
1. Bahwa ketergantungan masyarakat pada pemimpin paternalistik diharapkan
partisipasi masyarakat dalam program kesehatan akan meningkat.
2. Bahwa dengan pemanfaatan lembaga posyandu dalam penyebaran informasi
kesehatan diharapkan kemungkinan besar partisipasi masyarakat akan
meningkat.
3. Bahwa dalam masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah dengan peranan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pendekatan
kualitatif dalam pengumpulan data. Dalam pengumpulan data peneliti
membuat catatan lapangan, pengamatan lapangan, wawancara, casetterecorder,
foto dan dokumen. Dalam penulisan laporan peneliti menganalisis data yang
bersumber dari catatan lapangan
3.2. Sumber Data
Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti mengumpulkan data
berdasarkan observasi dan dalam situasi yang wajar, apa adanya dan tidak
dipengaruhi dengan sengaja, seperti menggunakan alat ukur. Semua pelaksana
posyandu dan tokoh-tokoh masyarakat baik formal dan informal yang dipilih
secara purposif. Peneliti memasuki lapangan berhubungan langsung dengan
situasi dan responden yang diselidikinya. Menurut Lofland dan Lofland sumber
data utama dalam pendekatan kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya
adalah data tambahan, misalnya dokumen dan lain-lain.
Pengertian kata-kata dan tindakan adalah kata-kata dan tindakan dari
orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama
dicatat melalui catatan tertulis atau melalui alat perekam dan pengambilan foto.
di lapangan, catatan lapangan, kata-kata dan tindakan, sumber tertulis, foto, dan,
data statistik.
1. Data Lapangan
Data dari lapanngan adalah data posyandu yang diperoleh peneliti.
dengan terjun langsung sendiri ke posyandu mengumpulkan informasi melalui
wawancara atau observasi. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan
tidak berstruktur. Observasi yang dilakukan berdasarkan apa adanya dalam
kenyataan tanpa tes atau eksperimen dan slat-slat ukur lainnya seperti dalam
penelitian kuantitatif.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu
mengadakan pengamatan, wawancara atau menyaksikan suatu kejadian dalam
kegiatan posyandu. Catatan lapangan ini dipersingkat, berisi kata-kata inti,
pokok-pokok pembicaraan, gambar dan lain-lain.
3. Kata-kata dan tindakan
Kata-kata dan tindakan dari responden-yang diamati atau
diwawancarai. Responden adalah ibu balita, para pelaksana
posyandu-merupakan sumber data utama dalam penelitian ini.
4. Sumber tertulis dan dokumen
Sumber tertulis meliputi buku dan dokumen seperti data dari kantor
desa, rumah sakit, puskesmas dan posyandu. Dokumen sangat berguna
terutama dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok
6. Data statistik
Data statistik digunakan juga dalam penelitian ini. Data statistik yang telah
tersedia sebagai sumber data tambahan untuk melengkapi-keperluan penelitian.
Data statistik dapat diperoleh di kantor desa, rumah sakit, puskesmas, posyandu
dan lain-lain.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
wawancara. Untuk mengetahui persepsi dan pandangan responden tentang
posyandu maka peranan wawancara sangat penting. Wawancara adalah
sebagai alat untuk berkomunikasi dengan responde. Kegiatan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara bebas dan tidak berstruktur.
Dalam melakukan wawancara kepada responden peneliti menggunakan
cassetee-recorder.
Hal lain adalah melakukan observasi yaitu mengamati langsung
kegiatan-kegiatan dalam posyandu. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan
para pelaksana posyandu dan semua pengunjung yaitu ibu balita bersama
anak-anaknya. Untuk memahami posyandu peneliti harus terjun langsung
sendiri ke lapangan melihat dengan mata kepala.sendiri dan mendengarkan
dengan telinga sendiri apa yang dilakukan di posyandu oleh para pelaksana
posyandu dan ibu balita. Dengan berperanserta-secara aktif dan penuh dalam
posyandu peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkan