Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I.)
Disusun Oleh: Dede Iskandar NIM 109052000013
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i
Pembimbing rohani Islam adalah orang yang memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada ajaran agama. Seorang pembimbing bertugas menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.
Pembimbing rohani Islam yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng dalam menjalankan perannya sangat menentukan hasil dari tujuan kegiatan bimbingan yang ingin di capai, contohnya yaitu dalam memberi pemahaman dan melaksanakan atau mengamalkan ajaran agama yang lebih baik bagi warga bisnaan sosial (lansia). Jadi peran seorang pembimbing sangatlah mempengaruhi dari aspek keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, seperti ketenangan, kebahagiaan dan penerimaan terhadap diri sendiri atau itu semua adalah mental yang sehat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Penelitian ini membahas tentang peran pembimbing rohani dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia. Subyek yang diteliti adalah Bapak H. Muslim selaku pembimbing, dan 3 orang warga binaan soslial (lanisa) yang telah mengikuti pelaksanaan bimbingan rohani Islam.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas yang ada di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan Observasi (Aktifitas pengamatan secara langsung menggunakan alat indera atau panca indera), wawancara (percakapan dengan maksud tertentu), dan dokumentasi (data-data yang diperoleh dari lapangan).
ii
atas segala karunia dan hidayahNya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis
selesai menyelesaikan skripsi dengan judul : “Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke jalan yang diridhai
Allah SWT.
Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi
Islam (S. Kom.I)
Penulis menyadari skripsi ini, tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa
dukungan dan dorongan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Azwar Chatib, M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah
memberikan perhatian, saran, dan meluangkan serta mengorbankan
waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat
iii
4. Drs. Sugiharto, M.A, sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah
banyak memberikan bantuan keilmuan bagi penulis, hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh pegawai perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah baik Utama maupun Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah membantu penulis dalam menyediakan buku-buku
yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Panti Sosial Tersna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, khususnya kepada
H. Akmal Towe, M.Si, pembimbing rohani Bapak H. Muslin dan warga
binaan sosial.
8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayah Tohir dan Ibunda
tercinta Sinah, Nenek dan Kakek H. Sata, Nenek dan Kakek walu Harun,
Adik tercinta Tomi Iskandar dan Jahrotu Syita Iskandar, serta sanak
keluarga lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu, yang telah
memberikan dukungannya baik moril dan materil dengan segenap hati
iii
Saputra, M.Hary Pranata, Mira Humairah, Sri Yulianah, Kantata Anita
Mataharani, Abir Muaz, Dini Hati Nufus, Sri Hesti), The Alex (Syafuri,
Fendi, Iwan), Persatuan Mahasiswa Bekasi (PERMASI), HMI, keluarga
besar BPI, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu namun tetap kontribusi mereka akan selalu penulis kenang dan
hanya untaian do’alah yang dapat penulis haturkan kepada mereka agar
segala yang telah mereka lakukan diberikan ganjaran pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT.
Penulis sadar dan yakin, bahwasannya skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Akan tetapi meski demikian, penulis tetap berharap semoga hasil
dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhirnya penulis hanya berharap dan memohon kepada Allah SWT,
semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal shaleh dan mendapat ganjaran
pahala yang berlipat ganda. Dan semoga penulis dapat bertambah wawasan.
Amin Yaa Rabbal Alamin
Jakarta, 30 September 2013
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 9
E. Tinjauan Pustaka ... 10
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI A. Peran ... 14
1. Pengertian Peran ... 14
2. Fungsi Peran ... 16
3. Macam-macam Peran ... 16
B. Pembimbing Rohani Islam ... 17
1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam ... 17
2. Syarat Pembimbing Rohani Islam ... 20
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam ... 21
4. Metode Bimbingan Rohani Islam ... 22
vi
3. Faktor-faktor Kesehatan Mental ... 27
D. Lanjut Usia ... 30
1. Pengertian Lanjut Usia ... 30
2. Ciri-ciri Lanjut Usia ... 31
3. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 35
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 36
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data ... 36
E. Teknik Analisis Data ... 38
F. Teknik Penulisan ... 39
BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 40
B. Visi dan Misi ... 40
C. Sejarah Berdirinya ... 41
D. Kedudukan ... 41
E. Tugas ... 41
F. Tujuan ... 41
vii
K. Persyaratan Penerimaan Warga Binaan Sosial ... 44
BAB V TEMUAN DAN ANALISA
A. Deskripsi Informan ... 46
1. Identitas Pembimbing ... 46
2. Identitas Terbimbing (lansia) ... 47
B. Pelaksanaan Bimbinga Rohani Islam di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 48
1. Metode Bimbingan Rohani Islam dalam Memperbaiki
Kesehatan Mental ... 53
2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat ... 56
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usia lanjut dan menjadi tua merupakan proses alami yang akan dilalui
oleh semua manusia. Dalam proses tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada
fungsi fisik biologis pada anatomi tubuh manusia. Fungsi fisik biologis tersebut
berpengaruh terhadap berbagai aspek psikis dan mental kejiwaan serta aspek
sosial. Diantara permasalahan yang sering dihadapi oleh mereka yang memasuki
usia lanjut, adalah penurunan fungsi fisik jasmani yang mengakibatkan penurunan
derajat kesehatan, berkurangnya kesempatan dan produktifitas kerja akibat
keterbatasan mobilitas, ketergantungan secara soial ekonomi akibat kurangnya
jaminan hari tua, munculnya berbagai macam problema psikologis seperti
perasaan tidak berdaya dan rasa terabaikan; serta menjadi beban keluarga.1
Secara kuantitatif, jumlah lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) di
Indonesia saat ini berjumlah 7% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan
Susenas yang dilakukan BPS pada tahun 2006, jumlah lansia di Indonesia
sebanyak 17.717.800 jiwa atau sebesar 7.19% dari jumlah penduduk. Dengan
meningkatnya rata-rata usia harapan hidup penduduk, jumlah lansia pada tahun
2010 diperkirakan mencapai 23.992.552 jiwa atau sebesar 9.77%, dan pada tahun
2020 jumlah tersebut diperkirakan akan mencapai 28.882.879 jiwa atau 11.34%.
1
Dari jumlah lansia sebanyak itu kondisinya dapat dikategorikan sebagai lansia
terlantar sebesar 2.426.191 jiwa atau 15% dari seuruh lansia; serta sebanyak
4.658.279 jiwa (28.8%) termasuk rawan terlantar.2
Warga binaan sosial (WBS) merupakan orang-orang penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial.
Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) tersebut meliputi gelandangan,
pengemis, pengamen, wanita tuna susila (WTS), waria, joki three in one, parkir liar, pengedar kotak amal, penyandang cacat, pedagang asongan, pemulung dan
orang terlantar.3
Lansia yang termasuk kategori terlantar dan rawan terlantar hasil
penertiban dan penjangkauan sosial ini ada yang ditampung di panti-panti milik
pemerintah. Salah satu panti yang dikelola dinas sosial oleh pemerintah DKI
Jakarta adalah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang
beralamat di jalan Cendrawasih X No. 8 RT 006/07 Kel. Cengkareng Barat
memang khusus untuk membina para lansia terlantar yang berumur di atas 60
tahun.
Pemerintah sudah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk
kesejahteraan sosial. Terdapat 7 macam strategi yang ditetapkan RAN dalam
mewujudkan kesejahteraan lansia, di antaranya yang perlu mendapat perhatian
2
Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 13-14.
3
serius adalah strategi yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan
mental spiritual lansia.
Permasalahan dapat ditinjau dari aspek kondisi lansia seperti kondisi
lansia yang menderita gangguan psikis dan mental kejiwaan. Beberapa gangguan
psikis yang diderita lansia, di antaranya seperti sulit tidur, susah makan, sedih,
risau, cemas, stress, depresi, menggunjing dan jenis gangguan psikis lainnya atau
mental.4
Lanjut usia tinggal di keluarga yang merupakan wadah penanganan yang
paling layak yang sesuai dengan nilai-nilai soial budaya dan agama mengandung
arti mempererat hubungan kekeluargaan (tanggung jawab moral dan sosial). Sejak
dahulu kala nenek moyang dan orang tua selalu menghormati dan memberikan
pelayanan yang baik terhadap orang tuanya atau yang tertua perbuatan yang
demikian ini hendaknya dicontoh, disadari, dihayati, diamalkan, dilestarikan atau
diwariskan secara turun-temurun. Selain itu juga keluarga juga perlu dibekali
dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pemeliharaan kesehatan guna
mencegah timbulnya penyakit fisik dan mental menjelang hari tuanya dengan
pemberian pasilitas kesehatan yang memadai bagi lanjut usia, kekeluargaan pun
dapat berperan dalam pelayanan kesehatan bagi orang tuanya karena keluarga
mempunyai perhatian dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh lanjut usia
yang bersangkutan.
4
Beberapa pandangan negatif dari keluarga ataupun masyarakat dapat
memojokkan kaum lansia, diantaranya, anggapan umum bahwa mereka keriput,
jelek, cerewet, penyakitan, lemah dan tidak berdaya, tidak produktif dan tidak
mempunyai semangat hidup, atau fungsi otaknya telah menurun, dan sebagainya.
Dapat ditambahkan di sini, sikap memperlakukan sebagai beban keluarga, yang
karenannya mereka di kucilkan dan dikirim ke panti jompo.5 Keadaan ini tidak
sedikit keluarga yang banyak menitipkan sanak keluarganya di panti sosial milik
pemerintah. Lansia yang dikirim oleh keluarganya ke panti dengan alasan-alasan,
seperti alasan sibuk karena banyak pekerjaan di kantor, yang pergi pagi pulang
sampai larut malam jadi, tidak ada waktu untuk memperhatikan para lansia.
Keadaan lansia yang memang dalam keadaan fisik yang sudah mengalami
penurunan seperti tidak terkendalinya lagi organ-organ tubuh secara baik seperti
buang air kecil sembarangan atau ngompol. Belum lagi keadaan psikis lansia yang
memang mengalami penurunan dari aspek kognitif seperti contohnya mengalami
pikun dari hal-hal kecil yaitu lupa sudah makan atau belum, dan ada satu keadaan
lagi yang memang dialami para lansia yaitu kondisi psikomotorik lansia yang
tidak bisa selincah dahulu, contohnya saja lansia dalam mengenakan baju sendiri
saja sulit.6 Hal-hal itu yang menjadi alasan para keluarga enggan untuk
merawatnya dan memutuskan lebih baik di kirim ke panti, seperti salah satu panti
sosial milik pemerintah yang berada di Jakarta barat yaitu Panti Sosial Tresna
5
Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 20.
6
Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Panti ini melayani, merawat dan menjaga para
lansia baik dari kebutuhan fisik atau psikis.
Panti juga memberikan program bimbingan rohani, bimbingan
keterampilan, bimbingan senam sehat lansia dan rekreasi ceria lansia. Dalam
kesehariannya lansia diberi makan sebanyak 3 kali dalam sehari. Sementara
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi lansia agar lebih
maksimal yaitu bimbingan. Program bimbingan rohani adalah suatu proses
kegiatan yang bertujuan agar lansia lebih mengetahui, memahami dan
mengamalkan ajaran agama dengan lebih baik lagi contonya kegiatan tadarus,
ceramah, bersholawat dan sebagainya. Adapun bimbingan keterampilan bertujuan
untuk melatih dan mengembangkan bakat kreativitas seperti keterampilan
membuat keset, tekapak meja dan ketermpilan merangkai bunga. Kemudian hasil
kerajinannya dapat dipamerkan dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah,
sebagai wujud apresiasi bahwa lansia juga memiliki potensi dan bakat yang cukup
baik. Dengan adanya bimbingan-bimbingan tersebut diharapkan lansia dapat
menjalani aktivitasnya sehari-hari bisa lebih bermanfaat dan menggapai bahagia
dunia akhirat berada tinggal di panti dari pada tinggal di keluarga yang sudah
tidak memerdulikan mereka.7
“Menua” mau tidak mau memang menuntut serangkaian penyesuaian dan
kesiapan mental/psikis dalam menghadapi rentetan perubahan yang psikis dalam
menghadapi rentetan perubahan yang terjadi selama proses tersebut. Oleh
karenanya, gambaran umum proses menua ini, tak peka lagi, bagi sebagian besar
7
individu, dianggap sebagai “episode” yang sangat tidak menyenangkan sekaligus
menegangkan. Meskipun begitu, satu hal yang perlu digaris bawahi pada kasus
lansia ini adalah bahwa meraih usia lansia panjang tidak hanya lebih penting
adalah bagaimana menjaga dan merawat kondisi kesehatan mental, dalam
menempuh rentang perjalanan hidupnya.
Ada sebuah penelitian yang mengkaitkan antara aktifitas keagamaan
berikut perasaan religious dengan perasaan bahagia. Dan hasilnya ternyata lansia
yang lebih dekat kepada aktifitas agama lebih menunjukan tingkat kepuasan
hidup, harga diri, dan optimis yang tinggi. Demikian juga, orientasi religious yang
sangat kuat menindikasikan tingkat kesehatan fisik dan kesehatan mental yang
lebih baik.8
Komunitas agama juga dapat memainkan peran sosial yang penting bagi
para lansia, seperti memberikan kesibukan beraktifitas sosial, saling memberikan
dukungan sosial, dan memungkinkan tersedianya kesempatan untuk menyandang
peran sebagai guru atau pembimbing dalam kegiatan mengisi waktu sehari-hari
dengan kegiatan keagamaan. Seperti program bimbingan rohani yang
dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini yang
dilakukan para lansia, untuk memenuhi kebutuhan Rohaninya seperti kegiatan
pengajian, tadarus dan ceramah. Dan yang paling penting para warga binaan sosial
8
(lansia) dapat memenuhi kebutuhan psikologis atau dalam hal menjaga kesehatan
mentalnya.9
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk
(hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat.10 Dalam pandangan Islam bukan
semata memberikan panduan bagaimana secara fisik mengupayakan kesehatan
jasmaninya melainkan kesehatan rohani atau mental juga, yang di dalam Islam
sudah terdapat ajaran dan cara-cara praktis yang dapat membina jasmani dan
rohani atau mental menjadi sehat. Sehat dalam pandangan Islam adalah keserasian
antara aspek tubuh, aspek jiwa, aspek perasaan dan aspek akal pikiran. Dengan
kata lain Islam tidak mengabaikan segi kejiwaan dalam mengobati dan
menyembuhkan manusia untuk menjadi sehat lahir dan batin.
Mental yang baik dan seimbang akan merangsang antibodi dan immunitas
yang besar dalam tubuh. Seseorang dalam kondisi mental yang tenang dan
seimbang akan memiliki organ yang seimbang juga, jarang terjangkit penyakit,
dan seandainya terjangkit penyakit, akan dapat sembuh dengan cepat. Jadi,
menjaga keseimbangan mental sangatlah penting. Orang yang terjaga
keseimbangan mentalnya biasanya telah mengalami “pencerahan” batin.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
peran bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng
9
Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.
10
dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang diberi judul “peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pembimbing rohani Islam
dalam memperbaiki kesehatan mental lansia ?
2. Bagaimana metode bimbingan rohani dalam memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada para warga binaan sosial (lansia) dalam menjalankan
atau mengamalkan ajaran agama ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a) Untuk mengetahui dan menganalisa peran pembimbing rohani
Islam dalam memperbaiki kesehatan mantal lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.
b) Untuk mengetahui metode bimbingan rohani Islam yang
digunakan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Dengan penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam
bidang ilmu bimbingan dan penyuluhan Islam.
2) Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti
selanjutnya pada kajian yang sama tetapi ruang lingkup yang
lebih luas dan mendalam di dalam bimbingan rohani Islam.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Peneliti, dapat menambah pengalaman dan mengetahui
peran pembimbinng rohani Islam dalam memperbaiki
kesehatan mental lansia.
2) Bagi Lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk
memberikan masukan-masukan terhadap peran pembimbing
dalam kegiatan bimbingan rohani Islam.
3) Bagi Jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian
tentang peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki
kesehatan mental lansia.
4) Bagi Akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan
pengetahuan tentang peran pembiming rohani Islam bagi
mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan
D.
Tinjauan PustakaSebagai telah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa
hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Penelitian pertama adalah yang ditulis oleh Nur Aprianti pada Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, pada tahun 2011, dengan judul
“Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia Dalam Meningkatkan
Kualitas Ibadah Di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar”,
skripsi disini membahas metode bimbingan yang nantinya dapat
berpengaruh terhadap kualitas ibadah lansia, yang isinya terdapat
macam-macam metode bimbingan seperti metode secara langsung atau
bertatap muka baik secara perorangan atau pun kelompok.
2. Penelitian kedua yang ditulis oleh Galuh Yuni Utrami pada Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan judul “Pelaksanaan
Bimbingan Rohani Islam Terhadap Penderita Skizofrenia di Panti Bina
Laras harapan Sentosa 3 Ceger Jakarta Timur” pada tahun 2010, di
skripsi ini menjelaskan pelaksanaan bimbingan rohani islam sangatlah
berpengaruh terhadap warga binaan sosial skizofrenia.
3. Penelitian yang ketiga ditulis oleh Daman, pada Jurusan Bimbingan
dan Peyuluhan Islam dengan judul “Peran Pembimbing Agama Islam
Dalam Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan”
pada tahun 2006, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan
skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam dalam
jenis-jenis program kegiatan pembinaan keagamaan terhadap nara
pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan penghambat
pelaksanaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana.
Adapun yang membedakan penelitian skripsi penulis dengan penelitian
sebelumnya adalah subjek dan objek penelitiannya. Yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah peran pembimbing dan tiga warga binaan sosial dalam hal ini
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng: serta yang
menjadi objek penelitian ini adalah peran pembimbing rohani Islam dalam
memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Cengkareng.
Hal tersebut dikarenakan penulis merasa perlu dilakukan suatu pengkajian
dan penelitian mengenai peran bimbingan rohani karena hal yang paling
mendasari hasil yang dicapai dari suatu bimbingan adalah fungsi peran itu sendiri
apakah sudah berjalan sesuai dengan aturan-aturan atau belum.
Di tempat Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini
dilakukan bimbingan rohani Islam bagi warga binaan sosial (lansia) sebanyak
empat kali dalam Seminggu.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan penulisan skripsi ini disusun
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, fokus
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan tentang peran (pengertian peran, fungsi
peran dan macam-macam peran), pembimbing rohani Islam
(pengertian pembimbing rohani Islam, syarat pembimbing rohani
Islam, tujuan dan fungsi bimbingan rohani Islam, metode
bimbingan rohani Islam dan unsure materi bimbingan rohani
Islam), kesehatan mental (pengertian kesehatan mental, ciri-ciri
kesehatan mental dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental) dan lanjut usia (pengertiang lanjut usia, ciri-ciri lanjut
usia dan psikologi perkembangan lansia).
BAB III : METODELOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang metode penelitian, subjek dan objek
penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data
(observasi, awancara dan dokumentasi), teknik analisis data,
teknik penulisan.
Bab ini berisikan tentang gambaran umum Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng terdiri dari sejarah, visi dan
misi, sejarah berdirinya, kedudukan, tugas, tujuan, dasar hukum,
sasaran pelayanan, sarana dan prasarana, persyaratan penerimaan
dan struktur organisasi .
BAB V : TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang konsep aturan bimbingan rohani,
deskripsi informan (identitas pembimbing dan yang diibimbing
atau lansia), pelaksanaan bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, metode bimbingan rohani
dalam memperbaiki lesehatan mental lansia, faktor pendukung
dan penghambat kegiatan bimbingan rohani.
BAB V : PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
14
1. Pengertian Peran
Peran dalam “Kamu Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain
sandiwara (film), tukang lawak pada pemain makyong, perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.1
Sedangkan dalam Kamus Modern, peran diartikan sesuatu yang menjadikan
kegiatan atau memegang pemimpin yang utama.2 Sementara dalam Kamus
Ilmiah Populer, peran mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh
dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pikiran maupun tenaga
demi suatu tujuan.3
Teori peran ini merupakan sarana untuk menganalisis sistem sosial,
dan peran yang dipahami sebagai aspek dinamis dari posisi sosial societally
diakui (atau'' status''). Dalam teori Biddle dan Thomas membagi istilah dalam
teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
c. Kedudukan orang-orang dan perilaku.
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2. h. 854.
2
Wjs. Poerwadarmita, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473.
3
d. Kaitan antara orang dan perilaku.4
Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status)
artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan
sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain
saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status
tanpa peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang,
di samping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan
orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan
perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Suatu peran
paling sedikit mencakup 3 hal, yaitu:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
b. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat.
c. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat.5
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa peran
adalah orang yang berkedudukan dan memiliki pengaruh bagi orang lain
4
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), Cet Ke-1, h. 234.
5
J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,
(masyarakat) yang menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu
tujuan.
2. Fungsi Peran
Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi
peran sendiri adalah sebagai berikut:
a. Memberikan arah pada proses sosialisasi.
b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pengetahuan.
c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat
melestarikan kehidupan masyarakat.6
3. Macam-macam Peran
Peran sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasi menurut
bermacam-macam cara sesuai sudut pandang yang diambil. Disini akan di
tampilkan sejumlah jenis-jenis peran sosial:
a. Peran yang Diharapkan
Masyarakat menghendaki peran yang diharapkan
dilaksanakan secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan
peraturan. Peran ini antara lain peran hakim, peran pilot pesawat,
6
J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,
dan sebagainya. Peran-peran ini merupakan peran yang “tidak
dapat ditawar”, harus dilaksanakan seperti yang ditentukan.
b. Peran yang Disesuaikan
Dalam melaksanakannya harus lebih luwes dari pada peran
yang diharapkan, bahkan kadang-kadang harus di sesuaikan. Peran
yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi
kekurangan yang muncul dianggap wajar oleh masyarakat. Suatu
peran disesuaikan bukan karena manusia pelakunya, tetapi karena
faktor-faktor di luar manusia, yaitu situasi dan kondisi yang selalu
baru dan sering sulit di ramalkan sebelumnya.7
B. Pembimbing Rohani Islam
1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam
Menurut kamus bahasa Indonesia Pembimbing adalah orang yang
membimbing atau menuntun.8 Bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan
dari “guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah “guidance” dari akar
keta “guide” berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer).9
Sedang menurut Bimo Walgito bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan oleh individu atau sekumpulan individu-individu
7
J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,
(Jakarta: Kencana, 2007), Cet Ke-3, h. 160.
lainnya dalam menghadiri atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu-individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.10
M. Lutfi dalam bukunya Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan
(Konseling) Islam mengartikan bimbingan sebagai suatu proses usaha pemberian
bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia, yang
dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) yang mana orang itu
mengalami kesulitan atau hambatan dalam hidupnya (secara psikis), sehingga
dengan bantuan atau pertolongan itu orang yang diberi bantuan (terbimbing) dapat
mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan
potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan lingkungan
masyarakat.11
Bimbingan rohani islam dapat diartikan sebagai suatu aktifitas
memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta
bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seseorang klien dapat
mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat
menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang
berpandangan pada al-Qur’an dan Sunah Rasul SAW.12
10
Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Yogyakarta: Andi ffset, 1995), h. 4.
11
Muhammad Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Konseling) Islam,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 8.
12
Kata “bimbingan rohani” memuat tiga hal yang perlu dijelaskan, pertama
kata bimbingan rohani, kedua pembimbing rohani, ketiga orang yang dibimbing. a. Bimbingan rohani; merupakan usaha untuk menumbuhkan rohani
(spiritual), sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh kepercayaan kepada Tuhan yang maha Kuasa.
b. Pembimbing rohani; orang yang diminta bimbingan oleh orang yang memerlukan dan dia merelakan diri untuk membantu perkembangan rohani orang yang diminta bantuan. Adapun secara umum tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada klien (pasien) supaya mampu mengaktifkan potensi rohani dalam menghadapi dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidupnya.
c. Orang yang dibimbing; seseorang atau individu yang membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah, untuk menumbuhkan kondisi rohani, dan lain-lain.13
Kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Mulia 2 Cengkareng adalah salah satu program kegiatan
yang tidak diminta oleh para warga binaan sosial (lansia) atau klien yang
terbimbing, tidak seperti kegiatan bimbingan secara umum yang memang
kegiatan bimbingan yang diminta oleh yang meminta bantuan (terbimbing).
Tetapi kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng karena hasil atas dasar inisiatif baik
pikiran dan pandangannya, yang memang memiliki tujuan untuk mengembangkan
potensi rohani spiritual para warga binaan sosial (lansia). Dengan disediakannya
fasilitas seperti pembimbing, gedung, al-Qur’an dan lain sebagainya. Sehingga
dapat mengembangkan potensi alam pikiran, kejiwaan serta keimanannya, yang
nantinya para warga binaan sosial bisa terwujudnya keharmonisan antara
fungsi-fungsi jiwa (kesehatan mental).
13
Jadi pengertian pembimbing rohani Islam menurut penulis adalah orang
yang membimbing atau memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik
individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan
pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri
agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang
berpandangan pada ajaran agama.
2. Syarat Pembimbing Rohani Islam
Adapun syarat yang di miliki pembimbing rohani Islam antara lain adalah:
a) Memiliki sifat baik.
b) Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah.
c) Sabar, utamanya tahan menghadapi lansia yang menentang
keinginan untuk diberikan bantuan.
d) Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat
mengatasi emosi diri dan lansia yang terbimbing.
e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan lansia dan dapat
meyakinkan bahwa pembimbing dapat mmemberikan bantuan.
f) Dapat membedakan tingkah laku lansia yang berimplikasi
terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram
terhadap perlunya taubat atau tidak.14
14 Elfi Mu’awanah,
dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islam Di Sekolah Dasar,
Adapun menurut M. Arifin yang untuk menjadi pembimbing yaitu pada
mental-psikologinya adalah:
a. Meyakinkan akan kebenaran agamanya, menghayati serta
mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama.
b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik bagi klien
(warga binaan sosial) dan orang yang berada di lingkungan
sekitar.
c. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, memiliki loyalitas
terhadap tugas dan pekerjaannya, serta konsisten.
d. Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, dalam
menghadapi permasalahan yang memerlukan.15
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam
Ainur Rakhim Faqih berpendapat bahwa tujuan bimbingan rohani
terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1) Tujuan Umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2) Tujuan Khusus
1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya
2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi
15
lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.16
4. Metode Bimbingan Rohani Islam
Menurut Faqih metode yang digunakan dalam bimbingan rohani
adalah sebagai berikut:
a) Metode Langsung
Merupakan di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung
(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dibagi
menjadi:
1) Metode individual, pembimbing, dalam hal ini melakukan
komunikasi langsung secara individu dengan pihak yang
dibimbing.
2) Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung
dengan klien dalam kelompok.
b) Metode tidak langsung
Merupakan metode di mana bimbingan dilakukan melalui
komunikasi masa, hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok.
c) Metode Keteladanana
Merupakan metode di mana pembimbing sebagai contoh ideal
dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya akan
ditiru.17
16
5. Unsur Materi Bimbingan Rohani Islam
Unsur materi berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani untuk
mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Unsur materi di sini untuk
memberikan bimbingan pada lansia agar mempunyai ketabahan, kesabaran
dan tawakal serta tidak ada rasa putus asa dalam menerima penyakit.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembimbing terhadap
materi-materi yang akan sajikan antara lain:
a) Bahan yang disampaikan harus objektif dan menyakinkan
b) Dalam hal ini seseorang pembimbing harus mempunyai
dasar-dasarnya
c) Materi bimbingan diberikan sesuai dengan masalah-masalah yang
dihadapinya.
d) Isi dan kata-katanya hendaknya menggunakan bahasa yang baik,
sehingga mudah dipahami.18
C. Kesehatan Mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Pengertian mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
“suatu hal yang berhubungan dengaan batin dan watak manusia yang bukan
bersifat dadan dan bukan tenaga”.19
17
Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 54.
18
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 10.
19
J.P Caplin mendefinisikan mental dalam bukunya “Kamus Lengkap
Psikologi” yang diterjemahkan Kartini Kartono sebagai:
“(1) Menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasikan dengan pikiran, akal, ingatan (2) (strukturalisme) menyimnggung isi kesadaran (3) (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses (4) (Psikoanalisis) menyinggung ketidaksadaran, pra-kesadaran (5) Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagaan,
sikap, implus, dan proses intelektual (6) Menyinggung proses
tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses tebuka (7)
Menyinggung segala sesuatu yang bersumber pada sebagian hasil sebab
musabab mental seperti gangguan mental”.20
Dalam istilah lain H.M Arifin Menyatakan bahwa “arti mental adalah
suatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh
pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya
gejalanya saja dan gejala ini yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan
ilmu jiwa atau lainnya”.21
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa mental
sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap
(antitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan
20
JP. Caplin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grapindo, 2004), Cet. Ke-9, h.297.
21
corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan
mengecewakan, mengembirakan, dan sebagainya.22
Dari penjelasan di atas penulis bisa merumuskan bahwa mental adalah
suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak berupa unsur-unsur jiwa
termasuk pikiran, emosi,sikap dan perasaan yang tidak dapat dilihat oleh
pancaindra, melainkan yang tampak hanya gejalanya saja sebagai corak tingkah
laku.
Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai terwujudnya keharmonisan
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan
untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi dan terhindarnya dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).23
Sedangkan menurut Federasi kesehatan mental dunia (word federation for mental health) pada saat kongres kesehatan mental di London, 1948 merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai sebagai kondisi yang memungkinkan
dayanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional,
sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.24
Kesehatan mental secara terminology menunjuk pada dua maksud yaitu
sebagai disiplin ilmu dan kondisi mental yang normal. Dalam studi ini istilah
kesehatan mental dipakai untuk maksud yang kedua, yakni terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta
22
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4, h. 38-39.
23
Zakiah Deradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 13.
24
Moelyono Noto Soedirdjo dan Liptu, Kesehatann Mental konsep dan Penerapannya,
kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang terjadi, serta
terhindarnya dari kegelisahan dan pertimbangan batin.25
Dari uraian mengenai pengertian kesehatan mental di atas maka dapat
dipahami bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara
fungsi-fungsi jiwa dan perkembangan secara optimal baik secara fisik, intelektual
dan emosional sepanjang hal itu sesuai keadaan orang lain dan dapat kesanggupan
untuk menghadapi masalah-masalah serta terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin.
2. Ciri-Ciri Mental yang Sehat
Orang yang sehat mentalnya adalah orang-orang yang mampu merasakan
kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa
dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya
semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan
orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas
(dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang
terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat
25
mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.26
Dalam buku Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental; karya Zakiah
Daradjat menjelaskan kondisi jiwa yang tenang dan tentram dapat digambarkan
dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika ia terkena musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah.
b. Kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup.
c. Kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan.27
d. Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri. e. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada. f. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri).
g. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada. h. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.28
3. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Unsur-unsur dari kesehatan mental adalah fisik, psikologi, sosial, dan
religius, yang masing-masing unsur tersebut mempengaruhi kesehatan mental.
a) Religius berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang yang
religius (beribadah, berdoa, dan berdzikir) resiko untuk mengalami
stress, cemas, dan depresi jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak
religius dalam kehidupan sehari-harinya. Orang yang memiliki religius
tinggi akan dapat mengelola hatinya dengan baik, karena di dalamnya
tertanam keimanan yang kokoh. Contohnya: orang yang sabar, syukur,
tawakal, dan ikhlas akan terhindar dari stress dan depresi.
b) Fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang dalam
kondisi Fisik terganggu menyebabkan kesehatan mentalnya pun
terganggu. contohnya orang yang sakit kanker merasakan dirinya
lemah dan akan segera mati (neurasthenia). Karena mengingat semboyan WHO, mensanna incorporesanno, yang artinya, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jadi ketika tubuhnya sakit,
jiwanya akan merasa lemah tak berdaya.
c) Psikis berpengaruh kepada kesehatan mental, karena kondisi kejiwaan
akan mempengaruhi kondisi mental seseorang.29 Oleh karena itulah
menurut Zakiah Deradjat:
Psikoterapi (perawatan jiwa tidak di tunjukan kepada
orang-orang yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak
diperlukan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi
tidak mampuh menghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan
tidak pandai menyelsesaikan persoalan-persoalan yang disangka rumit.
Karena kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tiadak
sesuai itulah yang banyak menghilangkan rasa bahagia.30
Hilangnya perasaan bahagia inilah yang mengganggu
kesehatan mental. Contonya: orang yang pesimis akan merasa kalau
29
Dadang, hawari, Al-Quran: ilmu kedokeran jiwa dan kesehatan jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yusa, 2004), Cet. Ke-11, Ed. 3 h. 118.
30
dirinya tidak dapat berbuat apa-apa, dia tidak memiliki keberanian
untuk melakukan atau mencapai sesuatu yang diinginkannya, padahal
sebenarnya dia pun dapat melakukan atau mencapainya, sehingga dia
tidak mampu mencapai kebahagiaan karena dia tidak mencapai apa
yang di inginkannya.
d) Lingkungan berpenggaruh bagi kesehatan mental, karena lingkungan
yang baik dapat mendukung pembentukan mental yang baik pula.
Lingkungan di sini termasuk di dalamnya lingkungan sosial, ekonomi,
politik, budaya, pertahanan dan keamanan. Sebagai salah satu
contonya:
Kegoncangan ekonomi dalam suatu Negara, betul-betul
mengakibatkan kegelisahan orang pada umumnya. Kegoncangan
ekonomi itu sebetulnya bukanlah disebabkan oleh kondisi dan
syarat-syarat ekonomi itu senidir, akan tetapi dikendalikan oleh keadaan
mental orang-orang yang memegang peranan dalam ekonomi dan
pemenrinta. Jika seseorang yang mengendalikan polotik ekonomi dan
pemerintah beserta pedagang-pedagang dan pelaku-pelaku ekonomi itu
sudah semua sehat mentanya, maka Indonesia betul-betul dapat
makmur dan sentosa. Kemakmuran yang merata, bukan makmur
segelintir manusia yang kurang sehat mentalnya.31
Dari contoh tersebut jelas bahwa lingkungan sosial, ekonomi, budaya,
pertahanan dan keamanan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental
manusia.
31
D. Lanjut Usia (lanisa)
1) Pengertian Lanjut Usia (lansia)
Lanjut Usia merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup. Lanjut
usia adalah suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik peria maupun wanita
harus menyesuaikan diri dari pada semakin berkurangnya tenaga fisik dan mental.
Mereka juga harus belajar menerima peranan yang pasif dan mau bergantung
pada orang lain sebagai pengganti dari peranan-peranan kepemimpinan aktif
seperti masa lalu, dalam kalangan keluarga maupun di tempat kerja.32
Setiap orang menyadari bahwa konsekwensi dari putaran generasi tidak
lepas dari kenyataan hidup. Dalam tahap umur yang lanjut ini seseorang akan
beralih pada lanjut usia, yaitu dari usia 70-an menjadi tua renta. Bagi para lansia
permasalahan yang dihadapi adalah penurunan kesehatan baik secara fisik
maupun mental, juga mengalami kesepian. Kesepian ini disebabkan tidak lagi
eratnya hubungan dengan teman-temanserta keharmonisan dari keluarga (khusus
bagi mereka yang di panti) kebosanan serta tidak lagi bekerja karena sudah
pension. Masalah psikologis lainnya adalah rasa tahut, putus asa, berangan-angan
dan teraniaya.33 Yang paling sulit dari semuanya itu ialah bahwa orang-orang uisa
lanjut harus menerima diri mereka, sehingga mereka telah mengisi kehidupan
mereka di waktu lalu, atau masih mengharapkan bebebrapa perubahan di masa
yang akan datang untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu. Mereka
32
William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 134.
33
harus menerima makin mendekatnya dengan kematian hari terakhir dan harus
dapat terus hidup meskipun banyak hal yang member makna pada kehidupan
mereka sewaku masih muda. Para lanjut usia adalah manusia yang secara fisik,
kondisi jiwanya sedikit banyak telah mengalami penurunan.34
Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat
dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan
wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia
lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua,
kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada.35
2) Ciri-Ciri Lanjut Usia (lansia)
Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :
a) Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu
akan lama terjadi.
34
William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 135.
35
b) Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
c) Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan
dari lingkungan.
d) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.36
36
3) Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (lansia)
Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan
fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap
dewasa akhir (lansia) memasuki tahap integrity vs despair yaitu
kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya.
Perkembangan psikososial masa dewasa akhir atau lansia ditandai dengan
tiga gejala penting, yaitu:
a) Perkembangan Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang
lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa akhir.
b) Perkembangan Generatif
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh
yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika
seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai
jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang
kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak
mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang
yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian
prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu
yang masih tersisa.
c) Perkembangan Integritas
Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson
yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan
yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang,
produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan
penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam
kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam
menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap
kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup
menjelang kematian.37
37Samsunuwiyati, Mari’at. Psikologi Perkembangan
35
Metodologi penelitian adalah alat, kegiatan yang secara sistematis,
direncanakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dan berguna bagi
masyarakat dan bagi peneliti itu sendiri.1 Adapun bentuk penelitian ini adalah
diskriptif, karena dalam penelitian ini terdapat melakukan eksplorasi dan
menggambarkan dengan tujuan menerangkan secara jelas terhadap pertanyaan
penelitian yang telah ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dan tidak
menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah dalam melaksanakan penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy. J. Moleong, pendekatan
kualit atif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.2
Melalui pendekatan ini diharapkan permasalahan dan berbagai fenomena
yang dihadapi dalam penelitian ini dapat diungkapkan secara mendalam dan
jelas tentang dinamika dalam pelaksanaan peran bimbingan rohani dalam
memperbaiki kesehatan mental lansia.
1
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 17.
2
B.Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah
informan yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan bimbingan rohani
Islam yaitu satu orang pembimbing dan tiga orang warga binaan sosial
(lansia) yang ada di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 2
Cengkareng Jakarta Barat.
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian adalah peran bimbingan rohani
dalam memperbaiki kesehatan mental itu sendiri.
C.Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 2 Cengkareng yang beralamat di Jalan Cendrawasih X No. 8 Cengkareng
Jakarta Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal 1 Maret
2013 sampai dengan 1 Mei 2013.
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi yaitu kunjungan langsung ke tempat penelitian
bimbingan rohani Islam menggunakan alat indera.3 Dalam
penelitian ini, penulis melakukan dengan cara datang langsung ke
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta
Barat untuk memperoleh informasi sehingga data penelitian
didapatkan, mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam selama
satu minggu empat kali yang dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werda Budi Mulia 2 Cengkareng.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviwer) yang mengajukan pertannyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a) Wawancara tersetruktur yaitu dimana peneliti ketika
melaksanakan tatap muka dengan responden
menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan
terlebih dahulu.
b) Wawancara bebas atau wawancara tidak terstruktur yaitu
wawancara dimana peneliti menyampaikan pertanyaan
pada responden tidak menggunakan pedoman.
3
c) Wawancara kombinasi yaitu apabila kedua wawancara
terstruktur dan wawancara bebas dikombinasikan.4
Wawancara ditujukan pada Bapak Haji Muslim dan tiga
orang warga binaan sosial yang telah mengikuti bimbingan
rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.
untuk memperkuat dan perlengkap data pada penelitian ini,
wawancara dilakukan secara langsung.
3. Dokumentasi
Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu dengan
jalan mengambil bahan-bahan yang berasal dari data-data
mengenai masalah-masalah yang ada, dan foto-foto semua
kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Moleong mengemukakan bahwa teknik analisa data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milah menjadi bahan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan
4
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi ke2, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2006), h. 66-67.
5
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memusatkan
apa yang akan diceritakan kepada orang lain.
Teknik yang digunakan penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai, yaitu dari data terkumpul kemudian dijelaskan memberi
interpretasi kemudian diambil kesimpulan akhir.
F. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and
40
A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng
1. Nama Panti : Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Cengkareng
2. Sekretariat : Jl Cendrawasih X No. 8 RT 006/07,
Cengkareng, Jakarta Barat.
3. Telp/Fak : (021) 5406515
4. Email : pstw_bm2@yahoo.com1
B. VISI dan MISI Visi
Lanjut usia yang sehat aktif dan mandiri.
Misi
1. Mengentaskan lansia terlantar dalam kehidupan yang normatif.
2. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup lansia.
3. Meningkatkan keberfungsian sosial lansia.
4. Mengembangkan dan potensi dan memberdayakan lansia.
5. Meningkatkan pelayanan bagi lansia terlantar.
6. Meningkatkan peran serta dirinya, keluarga, masyarakat, dunia
usaha dan lembaga atau instansi yang terkait.
1
C. SEJARAH BERDIRINYA
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat
berdiri tahun 1985 dan secara fisik selesai 1988 di atas tanah seluas 14.374 m2
dengan luas bangunan 1.850,88 m2. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
Cengkareng sudah beberapa kali mengalami perubahan nama, yaitu dari Panti
Werdha III Cengkareng sesuai dengan SK Gubernur No. 736 tahun 1996 berubah
menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Mulia 03 Cengkareng. Dan pada
tahun 2002 sesuai dngan SK Gubernur No. 163 tahun 2002 nama berubah
Menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.2
D. KEDUDUKAN
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng merupakan unit
pelaksana teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
E. TUGAS
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng mempunyai tugas
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial bagi usia lanjut
terlantar yang meliputi identifikasidan Asessmen. Perawat, Bimbingan dan
Pelayanan serta Bina lanjut.
F. TUJUAN
Terbinanya tata kehidupan dan penghidupan lanjut usia terlantar sehingga
dapat mempertahankan identitas kepribadian dan memberkan jaminan
kehidupannya dengan diliputi sisia hidup penuh ketentraman lahir dan batin.
2
G. DASAR HUKUM
1. Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuang-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial.
2. Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang lanjut usia.
3. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun
2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun
2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 163
tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasidan Tata Kerja Unit
Pelaksanaan Teknis di Lingkungan dinas Sosial Provinsi Daerah Ibukota
Jakarta.3
H. SASARAN PELAYANAN
a) Warga Binaan Sosial
1. Lanjut usia terlantar uisa 60 tahun keatas
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Penduduk DKI Jakarta
b) Keluarga dan Masyarakat
c) Fasilitas dan Pelayanan
1. Bimbingan Sosial
3
2. Bimbingan Rohani keagamaan
3. Pembinaan Fisik, olahraga, senam kesegaran jasmani
4. Binaan keterampilan
2. Wisma Warga Binaan Sosia 4 Unit
3. Kantor 1 Unit
11.Ruang identifikasi5 1 Unit
J. KERJA SAMA
1. Polsek
2. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya
3. Panti Usada Mulia
4. Puskesmas
4
Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.
5
5. Pekerja Sosial Masyarakat
6. Lembaga Pendidikan yang mengirim pelatihan
7. Dinas Pemakaman
8. RSUD Cengkareng 6
K. Persyaratan penerimaan warga binaan sosial
1. Lansia terlantar
2. Laki-laki/Perempuan
3. Umur minimal 60 tahun keatas
4. Penduduk DKI Jakarta
5. Foto copy KTP dan KK yang mengurus
6. Surat keterangan lurah, diketahui camat
7. Surat keterangan berbadan sehat dan tidak mempunyai penyakit
menular
8. Surat rekomendasi dari kantor dinas/suku dinas bina mental
spiritual dan kesejahteraan sosial setempat
9. Membawa materai dua lembar @ Rp. 6000,-
10.Menandatangani surat perjanjian penyerahan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS)
11.Membawa pas foto ukuran 3x4 sebanyak tiga lembar.7
6
Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.
7
STRUKTUR ORGANISASI
PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG ( PERGUB 57/2011) 8
8
Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.
SUB. KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KEPALA PANTI Drs. AKMAL TOWE, M.Si
KASUBAG TU Dra. Hj. MUSLIATI
KASIE PERAWATAN Drs. AJI PRIBADI
KESIE BIMLUR Dra. BASARIA