• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I.)

Disusun Oleh: Dede Iskandar NIM 109052000013

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Pembimbing rohani Islam adalah orang yang memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada ajaran agama. Seorang pembimbing bertugas menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.

Pembimbing rohani Islam yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng dalam menjalankan perannya sangat menentukan hasil dari tujuan kegiatan bimbingan yang ingin di capai, contohnya yaitu dalam memberi pemahaman dan melaksanakan atau mengamalkan ajaran agama yang lebih baik bagi warga bisnaan sosial (lansia). Jadi peran seorang pembimbing sangatlah mempengaruhi dari aspek keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, seperti ketenangan, kebahagiaan dan penerimaan terhadap diri sendiri atau itu semua adalah mental yang sehat.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Penelitian ini membahas tentang peran pembimbing rohani dalam memperbaiki kesehatan mental pada lansia. Subyek yang diteliti adalah Bapak H. Muslim selaku pembimbing, dan 3 orang warga binaan soslial (lanisa) yang telah mengikuti pelaksanaan bimbingan rohani Islam.

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas yang ada di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan Observasi (Aktifitas pengamatan secara langsung menggunakan alat indera atau panca indera), wawancara (percakapan dengan maksud tertentu), dan dokumentasi (data-data yang diperoleh dari lapangan).

(6)

ii

atas segala karunia dan hidayahNya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis

selesai menyelesaikan skripsi dengan judul : “Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Memperbaiki Kesehatan Mental Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke jalan yang diridhai

Allah SWT.

Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah

Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi

Islam (S. Kom.I)

Penulis menyadari skripsi ini, tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa

dukungan dan dorongan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Azwar Chatib, M.Si, Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah

memberikan perhatian, saran, dan meluangkan serta mengorbankan

waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat

(7)

iii

4. Drs. Sugiharto, M.A, sekretaris jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah

banyak memberikan bantuan keilmuan bagi penulis, hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh pegawai perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah baik Utama maupun Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah membantu penulis dalam menyediakan buku-buku

yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Panti Sosial Tersna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, khususnya kepada

H. Akmal Towe, M.Si, pembimbing rohani Bapak H. Muslin dan warga

binaan sosial.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Ayah Tohir dan Ibunda

tercinta Sinah, Nenek dan Kakek H. Sata, Nenek dan Kakek walu Harun,

Adik tercinta Tomi Iskandar dan Jahrotu Syita Iskandar, serta sanak

keluarga lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu, yang telah

memberikan dukungannya baik moril dan materil dengan segenap hati

(8)

iii

Saputra, M.Hary Pranata, Mira Humairah, Sri Yulianah, Kantata Anita

Mataharani, Abir Muaz, Dini Hati Nufus, Sri Hesti), The Alex (Syafuri,

Fendi, Iwan), Persatuan Mahasiswa Bekasi (PERMASI), HMI, keluarga

besar BPI, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan

satu-persatu namun tetap kontribusi mereka akan selalu penulis kenang dan

hanya untaian do’alah yang dapat penulis haturkan kepada mereka agar

segala yang telah mereka lakukan diberikan ganjaran pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT.

Penulis sadar dan yakin, bahwasannya skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Akan tetapi meski demikian, penulis tetap berharap semoga hasil

dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Akhirnya penulis hanya berharap dan memohon kepada Allah SWT,

semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal shaleh dan mendapat ganjaran

pahala yang berlipat ganda. Dan semoga penulis dapat bertambah wawasan.

Amin Yaa Rabbal Alamin

Jakarta, 30 September 2013

(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran ... 14

1. Pengertian Peran ... 14

2. Fungsi Peran ... 16

3. Macam-macam Peran ... 16

B. Pembimbing Rohani Islam ... 17

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam ... 17

2. Syarat Pembimbing Rohani Islam ... 20

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam ... 21

4. Metode Bimbingan Rohani Islam ... 22

(10)

vi

3. Faktor-faktor Kesehatan Mental ... 27

D. Lanjut Usia ... 30

1. Pengertian Lanjut Usia ... 30

2. Ciri-ciri Lanjut Usia ... 31

3. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 35

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 36

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Analisis Data ... 38

F. Teknik Penulisan ... 39

BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 40

B. Visi dan Misi ... 40

C. Sejarah Berdirinya ... 41

D. Kedudukan ... 41

E. Tugas ... 41

F. Tujuan ... 41

(11)

vii

K. Persyaratan Penerimaan Warga Binaan Sosial ... 44

BAB V TEMUAN DAN ANALISA

A. Deskripsi Informan ... 46

1. Identitas Pembimbing ... 46

2. Identitas Terbimbing (lansia) ... 47

B. Pelaksanaan Bimbinga Rohani Islam di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ... 48

1. Metode Bimbingan Rohani Islam dalam Memperbaiki

Kesehatan Mental ... 53

2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat ... 56

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia lanjut dan menjadi tua merupakan proses alami yang akan dilalui

oleh semua manusia. Dalam proses tersebut, terjadi perubahan-perubahan pada

fungsi fisik biologis pada anatomi tubuh manusia. Fungsi fisik biologis tersebut

berpengaruh terhadap berbagai aspek psikis dan mental kejiwaan serta aspek

sosial. Diantara permasalahan yang sering dihadapi oleh mereka yang memasuki

usia lanjut, adalah penurunan fungsi fisik jasmani yang mengakibatkan penurunan

derajat kesehatan, berkurangnya kesempatan dan produktifitas kerja akibat

keterbatasan mobilitas, ketergantungan secara soial ekonomi akibat kurangnya

jaminan hari tua, munculnya berbagai macam problema psikologis seperti

perasaan tidak berdaya dan rasa terabaikan; serta menjadi beban keluarga.1

Secara kuantitatif, jumlah lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) di

Indonesia saat ini berjumlah 7% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan

Susenas yang dilakukan BPS pada tahun 2006, jumlah lansia di Indonesia

sebanyak 17.717.800 jiwa atau sebesar 7.19% dari jumlah penduduk. Dengan

meningkatnya rata-rata usia harapan hidup penduduk, jumlah lansia pada tahun

2010 diperkirakan mencapai 23.992.552 jiwa atau sebesar 9.77%, dan pada tahun

2020 jumlah tersebut diperkirakan akan mencapai 28.882.879 jiwa atau 11.34%.

1

(13)

Dari jumlah lansia sebanyak itu kondisinya dapat dikategorikan sebagai lansia

terlantar sebesar 2.426.191 jiwa atau 15% dari seuruh lansia; serta sebanyak

4.658.279 jiwa (28.8%) termasuk rawan terlantar.2

Warga binaan sosial (WBS) merupakan orang-orang penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial.

Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) tersebut meliputi gelandangan,

pengemis, pengamen, wanita tuna susila (WTS), waria, joki three in one, parkir liar, pengedar kotak amal, penyandang cacat, pedagang asongan, pemulung dan

orang terlantar.3

Lansia yang termasuk kategori terlantar dan rawan terlantar hasil

penertiban dan penjangkauan sosial ini ada yang ditampung di panti-panti milik

pemerintah. Salah satu panti yang dikelola dinas sosial oleh pemerintah DKI

Jakarta adalah Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng yang

beralamat di jalan Cendrawasih X No. 8 RT 006/07 Kel. Cengkareng Barat

memang khusus untuk membina para lansia terlantar yang berumur di atas 60

tahun.

Pemerintah sudah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk

kesejahteraan sosial. Terdapat 7 macam strategi yang ditetapkan RAN dalam

mewujudkan kesejahteraan lansia, di antaranya yang perlu mendapat perhatian

2

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 13-14.

3

(14)

serius adalah strategi yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan

mental spiritual lansia.

Permasalahan dapat ditinjau dari aspek kondisi lansia seperti kondisi

lansia yang menderita gangguan psikis dan mental kejiwaan. Beberapa gangguan

psikis yang diderita lansia, di antaranya seperti sulit tidur, susah makan, sedih,

risau, cemas, stress, depresi, menggunjing dan jenis gangguan psikis lainnya atau

mental.4

Lanjut usia tinggal di keluarga yang merupakan wadah penanganan yang

paling layak yang sesuai dengan nilai-nilai soial budaya dan agama mengandung

arti mempererat hubungan kekeluargaan (tanggung jawab moral dan sosial). Sejak

dahulu kala nenek moyang dan orang tua selalu menghormati dan memberikan

pelayanan yang baik terhadap orang tuanya atau yang tertua perbuatan yang

demikian ini hendaknya dicontoh, disadari, dihayati, diamalkan, dilestarikan atau

diwariskan secara turun-temurun. Selain itu juga keluarga juga perlu dibekali

dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pemeliharaan kesehatan guna

mencegah timbulnya penyakit fisik dan mental menjelang hari tuanya dengan

pemberian pasilitas kesehatan yang memadai bagi lanjut usia, kekeluargaan pun

dapat berperan dalam pelayanan kesehatan bagi orang tuanya karena keluarga

mempunyai perhatian dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh lanjut usia

yang bersangkutan.

4

(15)

Beberapa pandangan negatif dari keluarga ataupun masyarakat dapat

memojokkan kaum lansia, diantaranya, anggapan umum bahwa mereka keriput,

jelek, cerewet, penyakitan, lemah dan tidak berdaya, tidak produktif dan tidak

mempunyai semangat hidup, atau fungsi otaknya telah menurun, dan sebagainya.

Dapat ditambahkan di sini, sikap memperlakukan sebagai beban keluarga, yang

karenannya mereka di kucilkan dan dikirim ke panti jompo.5 Keadaan ini tidak

sedikit keluarga yang banyak menitipkan sanak keluarganya di panti sosial milik

pemerintah. Lansia yang dikirim oleh keluarganya ke panti dengan alasan-alasan,

seperti alasan sibuk karena banyak pekerjaan di kantor, yang pergi pagi pulang

sampai larut malam jadi, tidak ada waktu untuk memperhatikan para lansia.

Keadaan lansia yang memang dalam keadaan fisik yang sudah mengalami

penurunan seperti tidak terkendalinya lagi organ-organ tubuh secara baik seperti

buang air kecil sembarangan atau ngompol. Belum lagi keadaan psikis lansia yang

memang mengalami penurunan dari aspek kognitif seperti contohnya mengalami

pikun dari hal-hal kecil yaitu lupa sudah makan atau belum, dan ada satu keadaan

lagi yang memang dialami para lansia yaitu kondisi psikomotorik lansia yang

tidak bisa selincah dahulu, contohnya saja lansia dalam mengenakan baju sendiri

saja sulit.6 Hal-hal itu yang menjadi alasan para keluarga enggan untuk

merawatnya dan memutuskan lebih baik di kirim ke panti, seperti salah satu panti

sosial milik pemerintah yang berada di Jakarta barat yaitu Panti Sosial Tresna

5

Kementrian Agama RI (Komisi Nasional Lajut Usia), Layanan dan Bimbingan Keagamaan Bagi Lansia, (Jakarta, Cet. Ke-2. 2010). h. 20.

6

(16)

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng. Panti ini melayani, merawat dan menjaga para

lansia baik dari kebutuhan fisik atau psikis.

Panti juga memberikan program bimbingan rohani, bimbingan

keterampilan, bimbingan senam sehat lansia dan rekreasi ceria lansia. Dalam

kesehariannya lansia diberi makan sebanyak 3 kali dalam sehari. Sementara

kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi lansia agar lebih

maksimal yaitu bimbingan. Program bimbingan rohani adalah suatu proses

kegiatan yang bertujuan agar lansia lebih mengetahui, memahami dan

mengamalkan ajaran agama dengan lebih baik lagi contonya kegiatan tadarus,

ceramah, bersholawat dan sebagainya. Adapun bimbingan keterampilan bertujuan

untuk melatih dan mengembangkan bakat kreativitas seperti keterampilan

membuat keset, tekapak meja dan ketermpilan merangkai bunga. Kemudian hasil

kerajinannya dapat dipamerkan dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah,

sebagai wujud apresiasi bahwa lansia juga memiliki potensi dan bakat yang cukup

baik. Dengan adanya bimbingan-bimbingan tersebut diharapkan lansia dapat

menjalani aktivitasnya sehari-hari bisa lebih bermanfaat dan menggapai bahagia

dunia akhirat berada tinggal di panti dari pada tinggal di keluarga yang sudah

tidak memerdulikan mereka.7

“Menua” mau tidak mau memang menuntut serangkaian penyesuaian dan

kesiapan mental/psikis dalam menghadapi rentetan perubahan yang psikis dalam

menghadapi rentetan perubahan yang terjadi selama proses tersebut. Oleh

karenanya, gambaran umum proses menua ini, tak peka lagi, bagi sebagian besar

7

(17)

individu, dianggap sebagai “episode” yang sangat tidak menyenangkan sekaligus

menegangkan. Meskipun begitu, satu hal yang perlu digaris bawahi pada kasus

lansia ini adalah bahwa meraih usia lansia panjang tidak hanya lebih penting

adalah bagaimana menjaga dan merawat kondisi kesehatan mental, dalam

menempuh rentang perjalanan hidupnya.

Ada sebuah penelitian yang mengkaitkan antara aktifitas keagamaan

berikut perasaan religious dengan perasaan bahagia. Dan hasilnya ternyata lansia

yang lebih dekat kepada aktifitas agama lebih menunjukan tingkat kepuasan

hidup, harga diri, dan optimis yang tinggi. Demikian juga, orientasi religious yang

sangat kuat menindikasikan tingkat kesehatan fisik dan kesehatan mental yang

lebih baik.8

Komunitas agama juga dapat memainkan peran sosial yang penting bagi

para lansia, seperti memberikan kesibukan beraktifitas sosial, saling memberikan

dukungan sosial, dan memungkinkan tersedianya kesempatan untuk menyandang

peran sebagai guru atau pembimbing dalam kegiatan mengisi waktu sehari-hari

dengan kegiatan keagamaan. Seperti program bimbingan rohani yang

dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini yang

dilakukan para lansia, untuk memenuhi kebutuhan Rohaninya seperti kegiatan

pengajian, tadarus dan ceramah. Dan yang paling penting para warga binaan sosial

8

(18)

(lansia) dapat memenuhi kebutuhan psikologis atau dalam hal menjaga kesehatan

mentalnya.9

Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk

(hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani) yang sehat.10 Dalam pandangan Islam bukan

semata memberikan panduan bagaimana secara fisik mengupayakan kesehatan

jasmaninya melainkan kesehatan rohani atau mental juga, yang di dalam Islam

sudah terdapat ajaran dan cara-cara praktis yang dapat membina jasmani dan

rohani atau mental menjadi sehat. Sehat dalam pandangan Islam adalah keserasian

antara aspek tubuh, aspek jiwa, aspek perasaan dan aspek akal pikiran. Dengan

kata lain Islam tidak mengabaikan segi kejiwaan dalam mengobati dan

menyembuhkan manusia untuk menjadi sehat lahir dan batin.

Mental yang baik dan seimbang akan merangsang antibodi dan immunitas

yang besar dalam tubuh. Seseorang dalam kondisi mental yang tenang dan

seimbang akan memiliki organ yang seimbang juga, jarang terjangkit penyakit,

dan seandainya terjangkit penyakit, akan dapat sembuh dengan cepat. Jadi,

menjaga keseimbangan mental sangatlah penting. Orang yang terjaga

keseimbangan mentalnya biasanya telah mengalami “pencerahan” batin.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana

peran bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

9

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

10

(19)

dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang diberi judul “peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran pembimbing rohani Islam

dalam memperbaiki kesehatan mental lansia ?

2. Bagaimana metode bimbingan rohani dalam memberikan pengetahuan dan

pemahaman kepada para warga binaan sosial (lansia) dalam menjalankan

atau mengamalkan ajaran agama ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a) Untuk mengetahui dan menganalisa peran pembimbing rohani

Islam dalam memperbaiki kesehatan mantal lansia di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

b) Untuk mengetahui metode bimbingan rohani Islam yang

digunakan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman

(20)

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Dengan penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam

bidang ilmu bimbingan dan penyuluhan Islam.

2) Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti

selanjutnya pada kajian yang sama tetapi ruang lingkup yang

lebih luas dan mendalam di dalam bimbingan rohani Islam.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti, dapat menambah pengalaman dan mengetahui

peran pembimbinng rohani Islam dalam memperbaiki

kesehatan mental lansia.

2) Bagi Lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk

memberikan masukan-masukan terhadap peran pembimbing

dalam kegiatan bimbingan rohani Islam.

3) Bagi Jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian

tentang peran pembimbing rohani Islam dalam memperbaiki

kesehatan mental lansia.

4) Bagi Akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan

pengetahuan tentang peran pembiming rohani Islam bagi

mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan

(21)

D.

Tinjauan Pustaka

Sebagai telah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa

hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Penelitian pertama adalah yang ditulis oleh Nur Aprianti pada Jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam, pada tahun 2011, dengan judul

“Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia Dalam Meningkatkan

Kualitas Ibadah Di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar”,

skripsi disini membahas metode bimbingan yang nantinya dapat

berpengaruh terhadap kualitas ibadah lansia, yang isinya terdapat

macam-macam metode bimbingan seperti metode secara langsung atau

bertatap muka baik secara perorangan atau pun kelompok.

2. Penelitian kedua yang ditulis oleh Galuh Yuni Utrami pada Jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan judul “Pelaksanaan

Bimbingan Rohani Islam Terhadap Penderita Skizofrenia di Panti Bina

Laras harapan Sentosa 3 Ceger Jakarta Timur” pada tahun 2010, di

skripsi ini menjelaskan pelaksanaan bimbingan rohani islam sangatlah

berpengaruh terhadap warga binaan sosial skizofrenia.

3. Penelitian yang ketiga ditulis oleh Daman, pada Jurusan Bimbingan

dan Peyuluhan Islam dengan judul “Peran Pembimbing Agama Islam

Dalam Pembinaan Mental Nara Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan”

pada tahun 2006, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan

skripsi ini menjelaskan tugas pembimbing Agama Islam dalam

(22)

jenis-jenis program kegiatan pembinaan keagamaan terhadap nara

pidana dan metodenya, c. factor penunjang dan penghambat

pelaksanaan pembinaan mental keagamaan terhadap nara pidana.

Adapun yang membedakan penelitian skripsi penulis dengan penelitian

sebelumnya adalah subjek dan objek penelitiannya. Yang menjadi subjek dalam

penelitian ini adalah peran pembimbing dan tiga warga binaan sosial dalam hal ini

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng: serta yang

menjadi objek penelitian ini adalah peran pembimbing rohani Islam dalam

memperbaiki kesehatan mental lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2

Cengkareng.

Hal tersebut dikarenakan penulis merasa perlu dilakukan suatu pengkajian

dan penelitian mengenai peran bimbingan rohani karena hal yang paling

mendasari hasil yang dicapai dari suatu bimbingan adalah fungsi peran itu sendiri

apakah sudah berjalan sesuai dengan aturan-aturan atau belum.

Di tempat Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng ini

dilakukan bimbingan rohani Islam bagi warga binaan sosial (lansia) sebanyak

empat kali dalam Seminggu.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penulisan skripsi ini disusun

(23)

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, fokus

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisikan tentang peran (pengertian peran, fungsi

peran dan macam-macam peran), pembimbing rohani Islam

(pengertian pembimbing rohani Islam, syarat pembimbing rohani

Islam, tujuan dan fungsi bimbingan rohani Islam, metode

bimbingan rohani Islam dan unsure materi bimbingan rohani

Islam), kesehatan mental (pengertian kesehatan mental, ciri-ciri

kesehatan mental dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan

mental) dan lanjut usia (pengertiang lanjut usia, ciri-ciri lanjut

usia dan psikologi perkembangan lansia).

BAB III : METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang metode penelitian, subjek dan objek

penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data

(observasi, awancara dan dokumentasi), teknik analisis data,

teknik penulisan.

(24)

Bab ini berisikan tentang gambaran umum Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng terdiri dari sejarah, visi dan

misi, sejarah berdirinya, kedudukan, tugas, tujuan, dasar hukum,

sasaran pelayanan, sarana dan prasarana, persyaratan penerimaan

dan struktur organisasi .

BAB V : TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang konsep aturan bimbingan rohani,

deskripsi informan (identitas pembimbing dan yang diibimbing

atau lansia), pelaksanaan bimbingan rohani di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng, metode bimbingan rohani

dalam memperbaiki lesehatan mental lansia, faktor pendukung

dan penghambat kegiatan bimbingan rohani.

BAB V : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.

(25)

14

1. Pengertian Peran

Peran dalam “Kamu Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain

sandiwara (film), tukang lawak pada pemain makyong, perangkat tingkah

yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.1

Sedangkan dalam Kamus Modern, peran diartikan sesuatu yang menjadikan

kegiatan atau memegang pemimpin yang utama.2 Sementara dalam Kamus

Ilmiah Populer, peran mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh

dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pikiran maupun tenaga

demi suatu tujuan.3

Teori peran ini merupakan sarana untuk menganalisis sistem sosial,

dan peran yang dipahami sebagai aspek dinamis dari posisi sosial societally

diakui (atau'' status''). Dalam teori Biddle dan Thomas membagi istilah dalam

teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.

b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.

c. Kedudukan orang-orang dan perilaku.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2. h. 854.

2

Wjs. Poerwadarmita, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473.

3

(26)

d. Kaitan antara orang dan perilaku.4

Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status)

artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan

sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain

saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status

tanpa peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilaku seseorang,

di samping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan

orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan

perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Suatu peran

paling sedikit mencakup 3 hal, yaitu:

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungan dengan

posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat.

c. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat.5

Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa peran

adalah orang yang berkedudukan dan memiliki pengaruh bagi orang lain

4

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali, 1984), Cet Ke-1, h. 234.

5

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,

(27)

(masyarakat) yang menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu

tujuan.

2. Fungsi Peran

Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi

peran sendiri adalah sebagai berikut:

a. Memberikan arah pada proses sosialisasi.

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan

pengetahuan.

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat

melestarikan kehidupan masyarakat.6

3. Macam-macam Peran

Peran sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasi menurut

bermacam-macam cara sesuai sudut pandang yang diambil. Disini akan di

tampilkan sejumlah jenis-jenis peran sosial:

a. Peran yang Diharapkan

Masyarakat menghendaki peran yang diharapkan

dilaksanakan secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan

peraturan. Peran ini antara lain peran hakim, peran pilot pesawat,

6

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,

(28)

dan sebagainya. Peran-peran ini merupakan peran yang “tidak

dapat ditawar”, harus dilaksanakan seperti yang ditentukan.

b. Peran yang Disesuaikan

Dalam melaksanakannya harus lebih luwes dari pada peran

yang diharapkan, bahkan kadang-kadang harus di sesuaikan. Peran

yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi

kekurangan yang muncul dianggap wajar oleh masyarakat. Suatu

peran disesuaikan bukan karena manusia pelakunya, tetapi karena

faktor-faktor di luar manusia, yaitu situasi dan kondisi yang selalu

baru dan sering sulit di ramalkan sebelumnya.7

B. Pembimbing Rohani Islam

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam

Menurut kamus bahasa Indonesia Pembimbing adalah orang yang

membimbing atau menuntun.8 Bimbingan secara etimologi merupakan terjemahan

dari “guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiah istilah “guidance” dari akar

keta “guide” berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer).9

Sedang menurut Bimo Walgito bimbingan adalah bantuan atau

pertolongan yang diberikan oleh individu atau sekumpulan individu-individu

7

J. Dwi Narwoko, dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar Dan Terapan,

(Jakarta: Kencana, 2007), Cet Ke-3, h. 160.

(29)

lainnya dalam menghadiri atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam

kehidupannya, agar individu-individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan

hidupnya.10

M. Lutfi dalam bukunya Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan

(Konseling) Islam mengartikan bimbingan sebagai suatu proses usaha pemberian

bantuan atau pertolongan kepada orang lain (siapa saja) dalam segala usia, yang

dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) yang mana orang itu

mengalami kesulitan atau hambatan dalam hidupnya (secara psikis), sehingga

dengan bantuan atau pertolongan itu orang yang diberi bantuan (terbimbing) dapat

mengarahkan dirinya, mampu menerima dirinya, dapat mengembangkan

potensinya untuk kebahagiaan dan kemanfaatan dirinya dan lingkungan

masyarakat.11

Bimbingan rohani islam dapat diartikan sebagai suatu aktifitas

memberikan bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta

bantuan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seseorang klien dapat

mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat

menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang

berpandangan pada al-Qur’an dan Sunah Rasul SAW.12

10

Walgito, Bimo, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Yogyakarta: Andi ffset, 1995), h. 4.

11

Muhammad Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan, (Konseling) Islam,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 8.

12

(30)

Kata “bimbingan rohani” memuat tiga hal yang perlu dijelaskan, pertama

kata bimbingan rohani, kedua pembimbing rohani, ketiga orang yang dibimbing. a. Bimbingan rohani; merupakan usaha untuk menumbuhkan rohani

(spiritual), sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh kepercayaan kepada Tuhan yang maha Kuasa.

b. Pembimbing rohani; orang yang diminta bimbingan oleh orang yang memerlukan dan dia merelakan diri untuk membantu perkembangan rohani orang yang diminta bantuan. Adapun secara umum tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada klien (pasien) supaya mampu mengaktifkan potensi rohani dalam menghadapi dan memecahkan kesulitan-kesulitan hidupnya.

c. Orang yang dibimbing; seseorang atau individu yang membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah, untuk menumbuhkan kondisi rohani, dan lain-lain.13

Kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial

Tresna Werda Budi Mulia 2 Cengkareng adalah salah satu program kegiatan

yang tidak diminta oleh para warga binaan sosial (lansia) atau klien yang

terbimbing, tidak seperti kegiatan bimbingan secara umum yang memang

kegiatan bimbingan yang diminta oleh yang meminta bantuan (terbimbing).

Tetapi kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilaksanakan di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng karena hasil atas dasar inisiatif baik

pikiran dan pandangannya, yang memang memiliki tujuan untuk mengembangkan

potensi rohani spiritual para warga binaan sosial (lansia). Dengan disediakannya

fasilitas seperti pembimbing, gedung, al-Qur’an dan lain sebagainya. Sehingga

dapat mengembangkan potensi alam pikiran, kejiwaan serta keimanannya, yang

nantinya para warga binaan sosial bisa terwujudnya keharmonisan antara

fungsi-fungsi jiwa (kesehatan mental).

13

(31)

Jadi pengertian pembimbing rohani Islam menurut penulis adalah orang

yang membimbing atau memberi bantuan pertolongan kepada orang lain baik

individu atau kelompok guna memberikan bimbingan, bantuan, pelajaran, dan

pedoman untuk menumbuhkan rohani (spiritual) dan mengembangkan potensi diri

agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan benar secara mandiri yang

berpandangan pada ajaran agama.

2. Syarat Pembimbing Rohani Islam

Adapun syarat yang di miliki pembimbing rohani Islam antara lain adalah:

a) Memiliki sifat baik.

b) Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama Allah.

c) Sabar, utamanya tahan menghadapi lansia yang menentang

keinginan untuk diberikan bantuan.

d) Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat

mengatasi emosi diri dan lansia yang terbimbing.

e) Retorika yang baik, mengatasi keraguan lansia dan dapat

meyakinkan bahwa pembimbing dapat mmemberikan bantuan.

f) Dapat membedakan tingkah laku lansia yang berimplikasi

terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram

terhadap perlunya taubat atau tidak.14

14 Elfi Mu’awanah,

dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islam Di Sekolah Dasar,

(32)

Adapun menurut M. Arifin yang untuk menjadi pembimbing yaitu pada

mental-psikologinya adalah:

a. Meyakinkan akan kebenaran agamanya, menghayati serta

mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama.

b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik bagi klien

(warga binaan sosial) dan orang yang berada di lingkungan

sekitar.

c. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, memiliki loyalitas

terhadap tugas dan pekerjaannya, serta konsisten.

d. Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, dalam

menghadapi permasalahan yang memerlukan.15

3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani Islam

Ainur Rakhim Faqih berpendapat bahwa tujuan bimbingan rohani

terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2) Tujuan Khusus

1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya

2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi

15

(33)

lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi

dirinya dan orang lain.16

4. Metode Bimbingan Rohani Islam

Menurut Faqih metode yang digunakan dalam bimbingan rohani

adalah sebagai berikut:

a) Metode Langsung

Merupakan di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung

(bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dibagi

menjadi:

1) Metode individual, pembimbing, dalam hal ini melakukan

komunikasi langsung secara individu dengan pihak yang

dibimbing.

2) Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung

dengan klien dalam kelompok.

b) Metode tidak langsung

Merupakan metode di mana bimbingan dilakukan melalui

komunikasi masa, hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok.

c) Metode Keteladanana

Merupakan metode di mana pembimbing sebagai contoh ideal

dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya akan

ditiru.17

16

(34)

5. Unsur Materi Bimbingan Rohani Islam

Unsur materi berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani untuk

mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Unsur materi di sini untuk

memberikan bimbingan pada lansia agar mempunyai ketabahan, kesabaran

dan tawakal serta tidak ada rasa putus asa dalam menerima penyakit.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembimbing terhadap

materi-materi yang akan sajikan antara lain:

a) Bahan yang disampaikan harus objektif dan menyakinkan

b) Dalam hal ini seseorang pembimbing harus mempunyai

dasar-dasarnya

c) Materi bimbingan diberikan sesuai dengan masalah-masalah yang

dihadapinya.

d) Isi dan kata-katanya hendaknya menggunakan bahasa yang baik,

sehingga mudah dipahami.18

C. Kesehatan Mental

1. Pengertian Kesehatan Mental

Pengertian mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

“suatu hal yang berhubungan dengaan batin dan watak manusia yang bukan

bersifat dadan dan bukan tenaga”.19

17

Aunur Rohim, Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Pers 2001), Cet. Ke-2. h. 54.

18

M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama, Cet. Ke-6. h. 10.

19

(35)

J.P Caplin mendefinisikan mental dalam bukunya “Kamus Lengkap

Psikologi” yang diterjemahkan Kartini Kartono sebagai:

“(1) Menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasikan dengan pikiran, akal, ingatan (2) (strukturalisme) menyimnggung isi kesadaran (3) (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses (4) (Psikoanalisis) menyinggung ketidaksadaran, pra-kesadaran (5) Menyinggung proses-proses khusus misalnya kesiagaan,

sikap, implus, dan proses intelektual (6) Menyinggung proses

tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses tebuka (7)

Menyinggung segala sesuatu yang bersumber pada sebagian hasil sebab

musabab mental seperti gangguan mental”.20

Dalam istilah lain H.M Arifin Menyatakan bahwa “arti mental adalah

suatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh

pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya

gejalanya saja dan gejala ini yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyelidikan

ilmu jiwa atau lainnya”.21

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa mental

sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap

(antitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan

20

JP. Caplin, (penerjemah: Kartini Kartono), Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grapindo, 2004), Cet. Ke-9, h.297.

21

(36)

corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan

mengecewakan, mengembirakan, dan sebagainya.22

Dari penjelasan di atas penulis bisa merumuskan bahwa mental adalah

suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak berupa unsur-unsur jiwa

termasuk pikiran, emosi,sikap dan perasaan yang tidak dapat dilihat oleh

pancaindra, melainkan yang tampak hanya gejalanya saja sebagai corak tingkah

laku.

Kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai terwujudnya keharmonisan

yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan

untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi dan terhindarnya dari

kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).23

Sedangkan menurut Federasi kesehatan mental dunia (word federation for mental health) pada saat kongres kesehatan mental di London, 1948 merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai sebagai kondisi yang memungkinkan

dayanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional,

sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.24

Kesehatan mental secara terminology menunjuk pada dua maksud yaitu

sebagai disiplin ilmu dan kondisi mental yang normal. Dalam studi ini istilah

kesehatan mental dipakai untuk maksud yang kedua, yakni terwujudnya

keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta

22

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-4, h. 38-39.

23

Zakiah Deradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), h. 13.

24

Moelyono Noto Soedirdjo dan Liptu, Kesehatann Mental konsep dan Penerapannya,

(37)

kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang terjadi, serta

terhindarnya dari kegelisahan dan pertimbangan batin.25

Dari uraian mengenai pengertian kesehatan mental di atas maka dapat

dipahami bahwa kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara

fungsi-fungsi jiwa dan perkembangan secara optimal baik secara fisik, intelektual

dan emosional sepanjang hal itu sesuai keadaan orang lain dan dapat kesanggupan

untuk menghadapi masalah-masalah serta terhindar dari kegelisahan dan

pertentangan batin.

2. Ciri-Ciri Mental yang Sehat

Orang yang sehat mentalnya adalah orang-orang yang mampu merasakan

kebahagian dalam hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasa bahwa

dirinya berguna, berharga dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya

semaksimal mungkin, yang membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan

orang lain. Di samping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas

(dengan dirinya, orang lain, dan suasana sekitar). Orang-orang inilah yang

terhindar dari kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.

Maka orang yang sehat mentalnya, tidak akan merasa ambisius, sombong, rendah diri dan apatis, tapi ia adalah wajar, menghargai orang lain, merasa percaya kepada diri sendiri dan selalu gesit. Setiap tindak dan tingkah lakunya, ditunjukkan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri. Kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk kemanfaatan dan kebahagiaan bersama. Kekayaan dan kekuasaan yang ada padanya, bukan untuk bermegah-megahaan dan mencari kesenangan diri sendiri, tanpa mengindahkan orang lain, akan tetapi digunakannya untuk menolong orang yang miskin dan melindungi orang yang lemah. Seandainya semua orang sehat

25

(38)

mentalnya, tidak akan ada penipuan, penyelewengan, pemerasan, pertentangan dan perkelahian dalam masyarakat, karena mereka menginginkan dan mengusahakan semua orang dapat merasakan kebahagiaan, aman tentram, saling mencintai dan tolong-menolong.26

Dalam buku Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental; karya Zakiah

Daradjat menjelaskan kondisi jiwa yang tenang dan tentram dapat digambarkan

dalam tiga bentuk, yaitu:

a. Adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika ia terkena musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah.

b. Kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup.

c. Kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan.27

d. Memiliki sikap batin (Attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri. e. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada. f. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri).

g. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada. h. Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.28

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental

Unsur-unsur dari kesehatan mental adalah fisik, psikologi, sosial, dan

religius, yang masing-masing unsur tersebut mempengaruhi kesehatan mental.

a) Religius berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang yang

religius (beribadah, berdoa, dan berdzikir) resiko untuk mengalami

stress, cemas, dan depresi jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak

religius dalam kehidupan sehari-harinya. Orang yang memiliki religius

(39)

tinggi akan dapat mengelola hatinya dengan baik, karena di dalamnya

tertanam keimanan yang kokoh. Contohnya: orang yang sabar, syukur,

tawakal, dan ikhlas akan terhindar dari stress dan depresi.

b) Fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental, karena orang dalam

kondisi Fisik terganggu menyebabkan kesehatan mentalnya pun

terganggu. contohnya orang yang sakit kanker merasakan dirinya

lemah dan akan segera mati (neurasthenia). Karena mengingat semboyan WHO, mensanna incorporesanno, yang artinya, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jadi ketika tubuhnya sakit,

jiwanya akan merasa lemah tak berdaya.

c) Psikis berpengaruh kepada kesehatan mental, karena kondisi kejiwaan

akan mempengaruhi kondisi mental seseorang.29 Oleh karena itulah

menurut Zakiah Deradjat:

Psikoterapi (perawatan jiwa tidak di tunjukan kepada

orang-orang yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak

diperlukan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi

tidak mampuh menghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan

tidak pandai menyelsesaikan persoalan-persoalan yang disangka rumit.

Karena kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tiadak

sesuai itulah yang banyak menghilangkan rasa bahagia.30

Hilangnya perasaan bahagia inilah yang mengganggu

kesehatan mental. Contonya: orang yang pesimis akan merasa kalau

29

Dadang, hawari, Al-Quran: ilmu kedokeran jiwa dan kesehatan jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yusa, 2004), Cet. Ke-11, Ed. 3 h. 118.

30

(40)

dirinya tidak dapat berbuat apa-apa, dia tidak memiliki keberanian

untuk melakukan atau mencapai sesuatu yang diinginkannya, padahal

sebenarnya dia pun dapat melakukan atau mencapainya, sehingga dia

tidak mampu mencapai kebahagiaan karena dia tidak mencapai apa

yang di inginkannya.

d) Lingkungan berpenggaruh bagi kesehatan mental, karena lingkungan

yang baik dapat mendukung pembentukan mental yang baik pula.

Lingkungan di sini termasuk di dalamnya lingkungan sosial, ekonomi,

politik, budaya, pertahanan dan keamanan. Sebagai salah satu

contonya:

Kegoncangan ekonomi dalam suatu Negara, betul-betul

mengakibatkan kegelisahan orang pada umumnya. Kegoncangan

ekonomi itu sebetulnya bukanlah disebabkan oleh kondisi dan

syarat-syarat ekonomi itu senidir, akan tetapi dikendalikan oleh keadaan

mental orang-orang yang memegang peranan dalam ekonomi dan

pemenrinta. Jika seseorang yang mengendalikan polotik ekonomi dan

pemerintah beserta pedagang-pedagang dan pelaku-pelaku ekonomi itu

sudah semua sehat mentanya, maka Indonesia betul-betul dapat

makmur dan sentosa. Kemakmuran yang merata, bukan makmur

segelintir manusia yang kurang sehat mentalnya.31

Dari contoh tersebut jelas bahwa lingkungan sosial, ekonomi, budaya,

pertahanan dan keamanan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan mental

manusia.

31

(41)

D. Lanjut Usia (lanisa)

1) Pengertian Lanjut Usia (lansia)

Lanjut Usia merupakan suatu periode unik dan sulit dalam hidup. Lanjut

usia adalah suatu tahap peralihan dalam arti bahwa baik peria maupun wanita

harus menyesuaikan diri dari pada semakin berkurangnya tenaga fisik dan mental.

Mereka juga harus belajar menerima peranan yang pasif dan mau bergantung

pada orang lain sebagai pengganti dari peranan-peranan kepemimpinan aktif

seperti masa lalu, dalam kalangan keluarga maupun di tempat kerja.32

Setiap orang menyadari bahwa konsekwensi dari putaran generasi tidak

lepas dari kenyataan hidup. Dalam tahap umur yang lanjut ini seseorang akan

beralih pada lanjut usia, yaitu dari usia 70-an menjadi tua renta. Bagi para lansia

permasalahan yang dihadapi adalah penurunan kesehatan baik secara fisik

maupun mental, juga mengalami kesepian. Kesepian ini disebabkan tidak lagi

eratnya hubungan dengan teman-temanserta keharmonisan dari keluarga (khusus

bagi mereka yang di panti) kebosanan serta tidak lagi bekerja karena sudah

pension. Masalah psikologis lainnya adalah rasa tahut, putus asa, berangan-angan

dan teraniaya.33 Yang paling sulit dari semuanya itu ialah bahwa orang-orang uisa

lanjut harus menerima diri mereka, sehingga mereka telah mengisi kehidupan

mereka di waktu lalu, atau masih mengharapkan bebebrapa perubahan di masa

yang akan datang untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu. Mereka

32

William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 134.

33

(42)

harus menerima makin mendekatnya dengan kematian hari terakhir dan harus

dapat terus hidup meskipun banyak hal yang member makna pada kehidupan

mereka sewaku masih muda. Para lanjut usia adalah manusia yang secara fisik,

kondisi jiwanya sedikit banyak telah mengalami penurunan.34

Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat

dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan

wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia

lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua,

kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada.35

2) Ciri-Ciri Lanjut Usia (lansia)

Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :

a) Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan

faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.

Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang

rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu

akan lama terjadi.

34

William Glandstone, Apakah Mental Anda Sehat, diterjemahkan oleh Jannette M. lesmana dkk., (Jakarta: PT. Migas Surya Grafindo, 1994), h. 135.

35

(43)

b) Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat

dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan

diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.

Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang mempertahankan

pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.

c) Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai

mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia

sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan

dari lingkungan.

d) Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang

buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.36

36

(44)

3) Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (lansia)

Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan

fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak

motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap

dewasa akhir (lansia) memasuki tahap integrity vs despair yaitu

kemampuan perkembangan lansia mengatasi krisis psikososialnya.

Perkembangan psikososial masa dewasa akhir atau lansia ditandai dengan

tiga gejala penting, yaitu:

a) Perkembangan Keintiman

Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan

memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.

Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang

lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini

merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki

masa dewasa akhir.

b) Perkembangan Generatif

Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh

yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika

seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai

jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang

kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak

(45)

mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang

yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian

prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu

yang masih tersisa.

c) Perkembangan Integritas

Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson

yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan

yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang,

produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan

penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam

kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam

menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap

kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup

menjelang kematian.37

37Samsunuwiyati, Mari’at. Psikologi Perkembangan

(46)

35

Metodologi penelitian adalah alat, kegiatan yang secara sistematis,

direncanakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dan berguna bagi

masyarakat dan bagi peneliti itu sendiri.1 Adapun bentuk penelitian ini adalah

diskriptif, karena dalam penelitian ini terdapat melakukan eksplorasi dan

menggambarkan dengan tujuan menerangkan secara jelas terhadap pertanyaan

penelitian yang telah ditentukan sebelum peneliti terjun ke lapangan dan tidak

menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah dalam melaksanakan penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy. J. Moleong, pendekatan

kualit atif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.2

Melalui pendekatan ini diharapkan permasalahan dan berbagai fenomena

yang dihadapi dalam penelitian ini dapat diungkapkan secara mendalam dan

jelas tentang dinamika dalam pelaksanaan peran bimbingan rohani dalam

memperbaiki kesehatan mental lansia.

1

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet. Ke-1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 17.

2

(47)

B.Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah

informan yang berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan bimbingan rohani

Islam yaitu satu orang pembimbing dan tiga orang warga binaan sosial

(lansia) yang ada di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 2

Cengkareng Jakarta Barat.

2. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian adalah peran bimbingan rohani

dalam memperbaiki kesehatan mental itu sendiri.

C.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 2 Cengkareng yang beralamat di Jalan Cendrawasih X No. 8 Cengkareng

Jakarta Barat. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal 1 Maret

2013 sampai dengan 1 Mei 2013.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi yaitu kunjungan langsung ke tempat penelitian

(48)

bimbingan rohani Islam menggunakan alat indera.3 Dalam

penelitian ini, penulis melakukan dengan cara datang langsung ke

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta

Barat untuk memperoleh informasi sehingga data penelitian

didapatkan, mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam selama

satu minggu empat kali yang dilakukan di Panti Sosial Tresna

Werda Budi Mulia 2 Cengkareng.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviwer) yang mengajukan pertannyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a) Wawancara tersetruktur yaitu dimana peneliti ketika

melaksanakan tatap muka dengan responden

menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan

terlebih dahulu.

b) Wawancara bebas atau wawancara tidak terstruktur yaitu

wawancara dimana peneliti menyampaikan pertanyaan

pada responden tidak menggunakan pedoman.

3

(49)

c) Wawancara kombinasi yaitu apabila kedua wawancara

terstruktur dan wawancara bebas dikombinasikan.4

Wawancara ditujukan pada Bapak Haji Muslim dan tiga

orang warga binaan sosial yang telah mengikuti bimbingan

rohani di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.

untuk memperkuat dan perlengkap data pada penelitian ini,

wawancara dilakukan secara langsung.

3. Dokumentasi

Data-data yang diperoleh dari lapangan yaitu dengan

jalan mengambil bahan-bahan yang berasal dari data-data

mengenai masalah-masalah yang ada, dan foto-foto semua

kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2

Moleong mengemukakan bahwa teknik analisa data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milah menjadi bahan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan

4

H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi ke2, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2006), h. 66-67.

5

(50)

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memusatkan

apa yang akan diceritakan kepada orang lain.

Teknik yang digunakan penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang

ingin dicapai, yaitu dari data terkumpul kemudian dijelaskan memberi

interpretasi kemudian diambil kesimpulan akhir.

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian skripsi ini adalah

menggunakan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and

(51)

40

A. Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng

1. Nama Panti : Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2

Cengkareng

2. Sekretariat : Jl Cendrawasih X No. 8 RT 006/07,

Cengkareng, Jakarta Barat.

3. Telp/Fak : (021) 5406515

4. Email : pstw_bm2@yahoo.com1

B. VISI dan MISI Visi

Lanjut usia yang sehat aktif dan mandiri.

Misi

1. Mengentaskan lansia terlantar dalam kehidupan yang normatif.

2. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup lansia.

3. Meningkatkan keberfungsian sosial lansia.

4. Mengembangkan dan potensi dan memberdayakan lansia.

5. Meningkatkan pelayanan bagi lansia terlantar.

6. Meningkatkan peran serta dirinya, keluarga, masyarakat, dunia

usaha dan lembaga atau instansi yang terkait.

1

(52)

C. SEJARAH BERDIRINYA

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng Jakarta Barat

berdiri tahun 1985 dan secara fisik selesai 1988 di atas tanah seluas 14.374 m2

dengan luas bangunan 1.850,88 m2. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2

Cengkareng sudah beberapa kali mengalami perubahan nama, yaitu dari Panti

Werdha III Cengkareng sesuai dengan SK Gubernur No. 736 tahun 1996 berubah

menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Bhakti Mulia 03 Cengkareng. Dan pada

tahun 2002 sesuai dngan SK Gubernur No. 163 tahun 2002 nama berubah

Menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng.2

D. KEDUDUKAN

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng merupakan unit

pelaksana teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.

E. TUGAS

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng mempunyai tugas

menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial bagi usia lanjut

terlantar yang meliputi identifikasidan Asessmen. Perawat, Bimbingan dan

Pelayanan serta Bina lanjut.

F. TUJUAN

Terbinanya tata kehidupan dan penghidupan lanjut usia terlantar sehingga

dapat mempertahankan identitas kepribadian dan memberkan jaminan

kehidupannya dengan diliputi sisia hidup penuh ketentraman lahir dan batin.

2

(53)

G. DASAR HUKUM

1. Undang-undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuang-ketentuan pokok

kesejahteraan sosial.

2. Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang lanjut usia.

3. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun

2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 tahun

2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekertariat

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

5. Keputusn Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 163

tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasidan Tata Kerja Unit

Pelaksanaan Teknis di Lingkungan dinas Sosial Provinsi Daerah Ibukota

Jakarta.3

H. SASARAN PELAYANAN

a) Warga Binaan Sosial

1. Lanjut usia terlantar uisa 60 tahun keatas

2. Sehat jasmani dan rohani

3. Penduduk DKI Jakarta

b) Keluarga dan Masyarakat

c) Fasilitas dan Pelayanan

1. Bimbingan Sosial

3

(54)

2. Bimbingan Rohani keagamaan

3. Pembinaan Fisik, olahraga, senam kesegaran jasmani

4. Binaan keterampilan

2. Wisma Warga Binaan Sosia 4 Unit

3. Kantor 1 Unit

11.Ruang identifikasi5 1 Unit

J. KERJA SAMA

1. Polsek

2. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya

3. Panti Usada Mulia

4. Puskesmas

4

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

5

(55)

5. Pekerja Sosial Masyarakat

6. Lembaga Pendidikan yang mengirim pelatihan

7. Dinas Pemakaman

8. RSUD Cengkareng 6

K. Persyaratan penerimaan warga binaan sosial

1. Lansia terlantar

2. Laki-laki/Perempuan

3. Umur minimal 60 tahun keatas

4. Penduduk DKI Jakarta

5. Foto copy KTP dan KK yang mengurus

6. Surat keterangan lurah, diketahui camat

7. Surat keterangan berbadan sehat dan tidak mempunyai penyakit

menular

8. Surat rekomendasi dari kantor dinas/suku dinas bina mental

spiritual dan kesejahteraan sosial setempat

9. Membawa materai dua lembar @ Rp. 6000,-

10.Menandatangani surat perjanjian penyerahan penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS)

11.Membawa pas foto ukuran 3x4 sebanyak tiga lembar.7

6

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

7

(56)

STRUKTUR ORGANISASI

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 2 CENGKARENG ( PERGUB 57/2011) 8

8

Lembaran Pedoman Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 Cengkareng tahun 2012.

SUB. KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

KEPALA PANTI Drs. AKMAL TOWE, M.Si

KASUBAG TU Dra. Hj. MUSLIATI

KASIE PERAWATAN Drs. AJI PRIBADI

KESIE BIMLUR Dra. BASARIA

Gambar

GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Peringatan Kerusakan Perangkat Jaringan Base Transceiver Station Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk memberikan visualisasi beserta informasi kepada

Teknik observasi merupakan teknik data dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian dengan objek yang akan di teliti sehingga data yang diperoleh sesuai

Evaluasi : Hasil pre-posttest sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan kesehatan tentang Kanker Serviks akan dijadikan sebagai data pada penelitian “Pengaruh

1 tahun 1974 yang mengatakan bahwa dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia

Hasil presentase data shortest 10% 1/RT pada Tabel 2 menunjukan bahwa kondisi setelah praktikum mengalami peningkatan kewaspadaan sebesar 32,45% dibandingkan dengan kondisi

Manfaat dari tesis ini adalah hasil evaluasi yang telah dilakukan melalui pengujian secara eksperimen maupun parameter model dapat memberikan informasi apakah kapal perang

Dalam mengikuti tes masuk perguruan tinggi terdapat 120 soal, ditetapkan bahwa setiap menjawab soal benar diberi skor 4, menjawab soal salah diberi skor –2

Di dalam penelitian ini penulis melakukan analisis mengenai pengendalian persediaan obat antibiotik dengan Analisis ABC Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebo pada