• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

SMA NEGERI 1 KOTA TANGERANG SELATAN

SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh:

Putri Anggraeni Ruminto

NIM 1112013000042

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dosen Pembimbing: Dr. Hindun, M. Pd. 2016.

Tujuan penelitian skripsi ini mendeskripsikan kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016. Target dari penelitian ini berjumlah 30 siswa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan prosedur kerja melihat, mengamati, mengklasifikasikan, membedakan, dan mendeskripsikan kesalahan yang terjadi dalam penulisan kata berimbuhan. Model analisis deskriptif kualitatif inilah yang menjadi pilihan dalam menyajikan data, kemudian menganalisisnya dan mendeskripsikan kesalahannya.

Hasil analisis data ditemukan kesalahan dan pembentukan kata yang keliru pada: 1) kesalahan pemakaian awalan (Prefiks) di- sebanyak 52 kesalahan dengan persentase 50%. 2) kesalahan pemakaian awalan (Prefiks) ke- sebanyak 28 kesalahan dengan persentase 26,92%. 3) kesalahan pemakaian awalan (Prefiks) me- sebanyak 2 kesalahan dengan persentase 1,92%. 4) kesalahan pemakaian akhiran (Sufiks) –i sebanyak 2 kesalahan dengan persentase 1,92%. 5) kesalahan pemakaian akhiran (Sufiks) –kan sebanyak 8 kesalahan dengan persentase 7,69%. 6) kesalahan pemakaian imbuhan gabung (Konfiks) sebanyak 12 kesalahan dengan persentase 11,53%.

Kata Kunci: analisis kesalahan, kata berimbuhan, dan teks negosiasi.

(6)

v

Putri Anggraeni Ruminto. (NIM: 1112013000042) “Mistake Analysis of Affix Words in Negotiating Text Tenth Grade of SMA Negeri 1 Kota

Tangerang Selatan Second Semester Academic Year 2015/2016”. The

Department of Indonesian Language and Literature. Faculty of Tarbiyah and

Teachers‘ Training. Advisor: Dr. Hindun, M. Pd. 2016.

This research was intended to describe mistake of affix word in the negotiating text of the tenth grade students in the second semester of SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan in 2015/2016 academic year. The sample consisted of 30 students.

Descriptive qualitative analysis was used in the investigation, data presentation, data analysis, and data description. Method used in this research is descriptive qualitative analysis, the researcher used the procedure of observing, perceiving, classifying, differentiating, and describing mistake that

happened in students‘ writing of affix words.

This study revealed that the mistake of forming wrong word is: 1) Mistake of usage of prefix di- as much as 52 errors with percentage 50%. 2) Mistake of usage of prefix ke- as much as 28 errors with percentage 26,92%. 3) Mistake of usage of prefix me- as much as 2 errors with percentage 1,92%. 4) Mistake usage of suffix -i as much as 2 errors with percentage 1, 92%. 5) Mistake of usage of suffix –kan as much as 8 errors with percentage 7,69%. 6) Mistake of usage of confix as much as 12 errors with percentage 11,53%.

(7)

vi

Alhamdulillahhirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, selawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Saw, yang telah menuntun kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Skripsi yang berjudul “Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016” disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar sarjana strata satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini tidak pernah terlepas dari dukungan berbagai pihak kepada penulis, baik moral maupun materi. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M. A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Makyun Subuki, M. Hum. sebagai Ketua Jurusan PBSI yang telah memberikan nasihat yang bermanfaat untuk penulis.

3. Dr. Hindun, M. Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, sabar dalam membimbing, memberikan tenaga, pikiran, dan motivasinya kepada penulis sehingga penulis bisa menyusun skripsi ini. 4. Seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan motivasi dan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan.

(8)

vii

rahamat-Nya tidak lupa juga untuk adik-adik.

7. Adik-adik yaitu Ilhammulloh Dwi Ruminto dan Ismawati Rizqia Ruminto yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis. 8. Teman-teman yaitu Ulfah Sundusiah, Povi Maspupah, dan Yayah Nur

Asyani yang selalu memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis selama proses menuntut ilmu.

Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini bisa menerima balasan amal dan kebaikan dari Allah Swt. Tidak dapat dipungkiri masih ada kekurangan dan kesalahan penulis mengharapkan saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi peneliti yang memerlukannya.

Jakarta, 24 Agustus 2016

Penulis

Putri Anggraeni Ruminto

(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penenelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Landasan Teori ... 7

1. Analisis Kesalahan ... 7

(10)

ix

5. Hakikat Teks Negosiasi ... 44

B. Penelitian yang Relevan ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

B. Metode Penelitian... 53

C. Sumber Data ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data ... 55

E. Teknik Analisis Data ... 57

F. Instrumen Penelitian... 59

G. Instrumen Analisis Data Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Sekolah ... 64

B. Pengumpulan Data ... 65

C. Deskripsi dan Analisis Data ... 67

D. Interpretasi Data ... 90

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(11)

x

1.

Tabel pada Bab II

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18

2.

Tabel pada Bab III

Tabel 3.1 Nilai Soal Kata Berimbuhan dan Teks Negosiasi

Tabel 3.2 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Awalan (Prefiks)

Tabel 3.3 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Akhir (Sufiks)

Tabel 3.4 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Gabung (Konfiks)

(12)

xi

3.

Tabel pada Bab IV

Tabel 3.1 Nilai Soal Kata Berimbuhan dan Teks Negosiasi

Tabel 3.2 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Awalan (Prefiks)

Tabel 3.3 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Akhir (Sufiks)

Tabel 3.4 Format Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan Gabung (Konfiks)

Tabel 3.5 Frekuensi Kesalahan Pembentukan Kata Berimbuhan (Afiksasi)/KPKB

(13)

xii Lampiran 1: Daftar Uji Referensi Lampiran 2: Soal dan Jawaban

Lampiran 3: Daftar Pertanyaan Wawancara Guru Lampiran 4: Transkrip Hasil Wawancara

Lampiran 5: Data Analisis Kesalahan Kata Berimbuhan dalam Teks Negosiasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016

Lampiran 6: Surat Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 7: Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 8: Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 9: Surat Keterangan Penelitian

(14)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Penggunaan kata yang tepat akan memudahkan siswa untuk bisa memahami maksud dan tujuan penulisan sebuah teks. Siswa yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kata, maka ia akan mudah untuk mengungkapkan ide dan pikirannya dalam sebuah tulisan. Kemampuan siswa dalam menggunakan kata-kata memudahkan mereka dalam ragam bahasa tulis, salah satunya berupa teks. Teks yang mempunyai kekayaan diksi akan membawa pembaca untuk bisa berimajinasi dengan lebih luas lagi. Diksi yang berupa kata harus ditulis dengan tepat, baik dalam pemilihan kata dasar maupun kata yang sudah diberi imbuhan.

Kata merupakan bagian yang penting dalam penggunaan bahasa Indonesia. Kata berimbuhan hadir untuk bisa mewakili pikiran dan perasaan manusia yang tidak bisa diwakili oleh kata dasar saja. Kata berimbuhan penting diajarkan dalam pembelajaran di sekolah karena kata berimbuhan digunakan oleh siswa ketika membuat tugas tertulis. Namun, ditemukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menggunakan kata berimbuhan.

“Kesalahan umum berbahasa Indonesia timbul dalam masyarakat, antara lain karena bahasa Indonesia sedang berkembang.”1 Kesalahan berbahasa merupakan hal yang wajar terjadi karena bahasa terus berkembang. Pemakai bahasa seperti siswa juga mengalami penyesuaian dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tidak heran jika siswa melakukan kesalahan dalam penggunaan bahasanya. Kesalahan yang terjadi harus segera diperbaiki karena akan menghambat proses pembelajaran siswa dan bisa berdampak pada hasil belajarnya.

(15)

Siswa diajarkan materi bahasa Indonesia di sekolah. Siswa di sekolah diajarkan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Kesalahan penggunaan bahasa seperti kata berimbuhan masih saja terjadi dalam tugas tertulis yang dibuat siswa. Siswa yang belum memahami dengan benar kaidah bahasa tertulis, maka akan mengalami kesulitan ketika ia mengerjakan tugas-tugas tertulis di sekolahnya.

Penggunaan bahasa yang baik dan benar biasa digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Selain itu, bahasa juga digunakan dalam ragam bahasa tulis seperti koran, karangan, dan teks. Begitu pun dengan penggunaan bahasa di buku-buku pelajaran. Apabila siswa belum bisa memahami bahasa yang baik dan benar maka siswa akan kesulitan dalam memahami materi yang ditulis pada buku pelajaran atau mengerjakan tugas-tugasnya, hal ini akan menghambat proses pembelajaran.

Kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa dalam membuat tugas tertulis di antaranya kesalahan penggunaan tanda baca, penggunaan huruf kapital, pemakaian kata berimbuhan, dan pemakaian kata baku. Kesalahan pemakaian kata berimbuhan sering terjadi karena siswa cenderung sulit membedakan penggunaan prefiks dengan preposisi atau pembubuhan kata dengan imbuhan yang tidak sesuai. Teks yang ditulis siswa bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan bahasa siswa dalam ragam tulis. Selain itu, siswa juga sering membubuhkan imbuhan yang tidak tepat, misalnya

(16)

Kesalahan pembentukan kata berimbuhan yang banyak terjadi salah satunya terletak pada penggabungan afiks dengan kata yang tidak tepat, terkadang katanya sudah tepat, tetapi proses peluluhannya tidak tepat. Kata berimbuhan akan memudahkan manusia untuk bisa mengungkapkan ide dan pikirannya dengan lebih jelas daripada hanya menggunakan kata dasar. Contoh beberapa kesalahan yang sering terjadi pada teks yang ditulis oleh siswa sebagai berikut:

1. Penulisan kata di jual itu salah, seharusnya ditulis dijual tidak diberi jarak karena di yang diberi jarak adalah preposisi bukan untuk awalan (prefiks) di-, sedangkan di- pada kata dijual merupakan awalan.

2. Penulisan kata di sepakati itu salah, seharusnya ditulis disepakati karena

di bukan preposisi, tetapi imbuhan gabung (konfiks) di-i maka penulisan kata itu harus ditulis disepakati.

Beberapa kesalahan yang telah dipaparkan di atas harus segera diperbaiki karena siswa tersebut akan terus melakukan kesalahan dalam penulisan tugas tertulis di sekolahnya. Setiap kata mempunyai aturan dalam pembentukannya. Siswa yang belum memahami aturannya, maka ia akan melakukan kesalahan terus menerus karena menerapkan aturan yang salah pada setiap proses morfologis. Kesalahan yang terus menerus dilakukan bukanlah kekeliruan, tetapi kesalahan yang murni dilakukan karena siswa belum memahami kaidah yang mengatur pembentukan kata berimbuhan dalam bahasa Indonesia. Siswa akan menggunakan kata berimbuhan ini dalam menulis tugas-tugas sekolah seperti karya ilmiah, menulis teks, atau karangan. Oleh karena itu, pemahaman siswa terhadap kaidah kata berimbuhan ini harus ditingkatkan lagi.

(17)

ketika siswa kesulitan memahami beberapa kata baku dan menggunakan kata berimbuhan dalam mengerjakan tugas tertulisnya.

Penggunaan kata berimbuhan terdapat dalam teks-teks yang dipelajari siswa dalam Kurikulum 2013. Salah satu teksnya yaitu teks negosiasi. Negosiasi digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dan jual beli. Siswa belajar untuk membuat teks negosiasi dengan memerhatikan struktur dan kaidah bahasa dalam teks negosiasi. Ragam tulis terikat pada kaidah penulisan yang sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Teks negosiasi yang merupakan jenis ragam tulis juga terikat dengan kaidah penulisan. Teks negosiasi yang dipelajari siswa akan membantu siswa dalam bernegosiasi, salah satunya dengan memerhatikan penggunaan kata berimbuhan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam bernegosiasi. Siswa kelas X memliki materi pelajaran teks negosiasi yang diajarkan pada kurikulum 2013 untuk semester genap. Siswa tidak hanya diajarkan untuk membuat teks negosiasi, tetapi diajarkan juga struktur dan kaidah teks negosiasi. Struktur teks bisa berupa bagian-bagian yang harus ada dalam teks negosiasi. Selain struktur teks negosiasi yang diajarkan, kaidah bahasa yang digunakan, seperti penggunaan tanda baca, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, penggunaan huruf kapital, kata berimbuhan, bahasa yang sopan, dan hal yang berhubungan dengan ejaan.

Penulis lebih memfokuskan penelitian ini pada kesalahan yang berhubungan dengan ejaan yaitu kata berimbuhan. Kata berimbuhan dalam sebuah teks negosiasi menjadi bagian yang penting di mana kata itu menjadi acuan untuk menentukan kalimat deklaratif dan interogatif yang menjadi bagian dari teks negosiasi.

(18)

kesalahan tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti mengenai analisis kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016. Penulis ingin mengetahui seberapa besar kesalahan penggunaan kata berimbuhan yang dilakukan siswa sekolah tersebut dalam menulis teks negosiasi.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis akan mengidentifkasikan masalah sebagai berikut:

1. kurangnya pemahaman siswa terhadap kaidah pemakaian kata berimbuhan dalam teks negosiasi,

2. kurangnya pengetahuan siswa tentang kesalahan dan kekeliruan dalam pembentukan kata berimbuhan dalam teks negosiasi,

3. terdapat beberapa kesalahan dan kekeliruan dalam pemakaian kata berimbuhan teks negosiasi, dan

4. kurangnya pengetahuan siswa tentang teks negosiasi yang menggambarkan proses penyelesaian masalah dengan cara berdialog untuk mendapatkan kesepakatan yang tidak merugikan kedua belah pihak.

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan, maka batasan masalahnya kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016.

D.

Rumusan Masalah

(19)

siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasi siswa kelas X semester genap di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2015/2016.

F.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis maupun praktis, seperti:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam penggunaan kata berimbuhan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian secara praktis diharapkan bermanfaat, yakni sebagai berikut:

a. Manfaat bagi Peneliti Lain

Adanya penelitian ini bisa menjadi acuan untuk peneliti lain tentang kesalahan kata berimbuhan dalam teks negosiasinya agar bisa dikaji kebenarannya tentang teori yang disusun.

b. Manfaat bagi Guru

(20)

7

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A.

Landasan Teori

1.

Analisis Kesalahan

Pembelajaran bahasa di sekolah tidak pernah terlepas dari kesalahan penggunaan bahasa. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu biasanya ikut memengaruhi kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Kesalahan bisa berasal dari ketidaktahuan siswa, kurangnya pemahaman siswa, lingkungan sekitarnya, dan media yang dilihatnya. Kesalahan ini bagi siswa bisa menjadi kendala dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, guru harus lebih teliti dalam menganalisis kemampuan bahasa siswanya agar guru bisa mengatasi kesalahan berbahasa siswanya dengan metode yang tepat.

(21)

Analisis Kesalahan Berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.1

Analisis kesalahan membutuhkan prosedur yang dilakukan dengan tertib, sehingga bisa memperoleh hasil yang diinginkan oleh guru. Hasil tersebut akan dideskripsikan untuk menyimpulkan kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus melakukan prosedur dengan cara mengumpulkan sampel kesalahan, mengklasifikasikannya, mencari penyebabnya, dan mengevaluasi kesalahannya. Prosedur tersebut akan membantu guru menemukan kesalahan dan penyebab kesalahan itu, dari hasil itu kemudian guru bisa melanjutkan dengan memberikan pemecahan masalahnya agar siswa tidak melakukan kesalahan lagi. Parera menjelaskan bahwa analisis kesalahan berbahasa sama dengan kebenaran berbahasa sebagai berikut:

Masalah kesalahan berbahasa sama dengan kebenaran berbahasa. Analisis kesalahan berbahasa sama dengan analisis kebenaran berbahasa.

Penentuan “salah berbahasa” atau “benar berbahasa” harus merujuk

kepada suatu peraturan atau kaidah yang menjadi panutan bersama berdasarkan kesepakatan bersama.2

Analisis kesalahan dalam ragam bahasa tulis menekankan pada penggunaan ejaan. Ejaan merupakan bagian penting dalam sebuah teks atau ragam bahasa tulis lain. Ejaan membantu untuk bisa memberikan makna yang jelas dalam penggunaan kata, frasa, klausa, dan kalimat. Beberapa kesalahan ejaan dalam analisis kesalahan berbahasa disampaikan oleh Matanggui sebagai berikut:

1) kesalahan pemakaian huruf, terutama huruf kapital;

2) kesalahan penulisan kata (penulisan kata depan di dan ke, penulisan partikel pun, penulisan gabungan kata yang mendapat awalan, akhiran, atau awalan-akhiran sekaligus);

1 Ellis dalam Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1988), Cet. I, h. 170

(22)

3) kesalahan penulisan unsur serapan;

4) kesalahan pemakaian tanda baca, terutama tanda koma, titik koma, dan titik dua, misalnya pemakaian tanda baca di dalam perincian yang disusun ke bawah.3

Analisis kesalahan berbahasa dibutuhkan untuk menemukan kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa dalam penelitian ini, sehingga guru bisa mengetahui pemahaman berbahasa siswanya. Analisis kesalahan berbahasa memiliki prosedur ketika peneliti atau guru ingin melakukannya. Analisis kesalahan berbahasa dalam ragam tulis terkait dengan analisis kesalahan pada penggunaan ejaan.

“Hubungan antara pengajaran bahasa dan kesalahan berbahasa dapat kita ibaratkan sebagai hubungan antara air dan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan ada di dalam air, maka begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dan terdapat dalam pengajaran bahasa.”4 Pengajaran bahasa dan kesalahan berbahasa saling berkaitan karena kesalahan berbahasa selalu mengiringi pengajaran bahasa.

“…kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi. Artinya, siswa memang belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten, jadi secara sistematis.

Kesalahan itu dapat berlangsung lama apabila tidak diperbaiki.”5

Kesalahan ditandai dengan kemunculan yang berulang-ulang. Kesalahan berbahasa bisa terjadi karena seseorang belum memahami aturan tentang bahasa yang dipelajari, sehingga ia terus melakukan kesalahan. Kesalahan ini tidak akan berubah jika tidak diperbaiki.

Analisis kesalahan diperlukan guru untuk mengetahui kemampuan bahasa siswanya. Selain itu, guru juga bisa menjadikan hasil analisis tersebut untuk memperbaiki kemampuan bahasa siswanya. Analisis kesalahan bisa dilihat salah satunya melalui ragam bahasa tulis seperti

3 Junaiyah H. Matanggui dan E. Zainal Arifin, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2014), h. 21-22

(23)

penulisan cerpen, teks, dan karangan. Selanjutnya, guru bisa menganalisis EYD dalam tulisan siswanya.

2.

Hakikat Kata

Setiap orang yang menggunakan bahasa pasti tidak asing dengan kata karena kata merupakan salah satu unsur penyusun kalimat dalam sebuah ujaran. Beberapa pakar telah mengemukakan konsep kata. Kata merupakan unsur yang begitu penting dalam sebuah ujaran. Tidak hanya dalam ragam lisan, kata juga penting dalam ragam tulis. Ragam tulis bisa memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengetahuan seseorang terhadap bidang bahasa seperti kata. Materi pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berupa ragam lisan dan ragam tulis. Proses pembelajaran di sekolah sering menggunakan ragam tulis dalam tugas-tugas seperti membuat karya tulis, menulis cerpen, menulis teks, dan menulis karangan.

Kata-kata dalam sesuatu penuturan berhubungan satu dengan jang lain. Semuanja bekerdja sama untuk membentuk isjarat menjampaikan berita batin. Demikian djuga bunji kata dapat diikutsertakan untuk memperbesar efek penuturan. Sedangkan asosiasinja banjak membantu dalam pembentukan arti dan makna.6

Poerwadarminta mengatakan bahwa kata merupakan salah satu hal yang penting dalam sebuah pertuturan. Semua kata yang disampaikan oleh pembicara akan memberikan maksud atau informasi kepada pendengarnya. Beberapa kata yang disampaikan oleh pembicara akan membentuk satu kesatuan yang menyampaikan arti dan makna dari pertuturannya. Lebih jelas lagi di bawah ini akan dijelaskan mengenai konsep kata dari beberapa pakar. Pernyataan pertama dikemukakan oleh Ahmad HP dan Alek Abdullah berikut ini:

Para ahli bahasa struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, berpendapat bahwa kata adalah satuan bebas terkecil (minimal free form). Aliran Generatif Transformasi, yang dicetuskan dan dikembangkan oleh Chomsky, menyatakan bahwa kata adalah dasar analisis kalimat, yang

6 W. J. S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Yogyakarta:

(24)

diperlihatkan dengan simbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva), dan sebagainya.7

Berdasarkan pemaparan dari penganut aliran Bloomfiled kata merupakan satuan bebas terkecil, maksudnya kata merupakan unsur terkecil yang bisa berdiri sendiri sebagai ujaran. Sebuah kata bisa dipahami walaupun berdiri sendiri tanpa diikuti kata lain. Dalam aliran Generatif Transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky kata dinyatakan ke dalam beberapa simbol seperti V untuk verba, N untuk nomina, dan A untuk Adjektiva. Ketiga simbol yang disebutkan itu menunjukkan bahwa kata memiliki fungsi tertentu dalam sebuah kalimat. Lain lagi yang dikemukakan oleh Murphy dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia karya Suparno mengenai konsep kata sebagai berikut:

“Kata merujuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan

bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat.”8

Kata berdasarkan pemaparan itu merupakan satuan bahasa yang bisa berupa morfem bebas artinya bisa berdiri sendiri sebagai ujaran seperti kata kursi

atau berupa morfem terikat misalnya seperti imbuhan yang tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah ujaran. Morfem terikat harus bersanding dengan morfem lain agar bisa dipahami dalam sebuah ujaran.

“… kata merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik, yakni morfologi, sintaksis, dan semantik.”9 Kata dalam bidang Morfologi bisa dipandang sebagai satuan terbesar dalam unit analisis. Hal ini berbeda dengan bidang sintaksis yang memandang kata sebagai satuan terkecil dalam analisis, sedangkan semantik mempelajari makna dari suatu kata. Berdasarkan penjelasan di atas, kata merupakan satuan bahasa yang menghubungkan tiga tataran dalam linguistik, tiga tataran itu antara lain morfologi, sintaksis, dan semantik. Tiga tataran tersebut mempunyai unsur kata walaupun dalam tingkatan yang berbeda.

(25)

Pernyataan itu berbeda dengan konsep kata berdasarkan KBBI edisi ke-4

yang mengungkapkan pernyataan sebagai berikut:

“Kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan

perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.”10

Dalam

KBBI kata dipandang sebagai unsur bahasa yang diucapkan dan dituliskan sebagai bentuk dari gambaran konsep pikiran dan perasaan yang digunakan dalam berbahasa. Kata bisa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh manusia, sehingga orang lain bisa memahami maksud dan keinginan orang tersebut. Sebuah konsep yang ada di dalam pikiran dan perasaan seseorang tidak mungkin diketahui oleh orang lain, kecuali jika orang tersebut membicarakannya atau mengungkapkannya kepada orang lain. Manusia membutuhkan kata sebagai realisasi dari konsep yang ada di pikiran dan perasaannya, sehingga orang lain bisa memahaminya. Terkait dengan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan pikiran maka pernyataan berikut sangat relevan:

All languages have words, and words are probably the most accessible linguistic units to the layman. ”11 (Semua bahasa mempunyai kata-kata, dan kata-kata mungkin unit ilmu bahasa yang paling dapat diakses kepada orang awam). Penjelasan mengenai konsep kata di atas merupakan pernyataan bahwa semua bahasa pasti memiliki unsur kata. Kata-kata itu bisa dipakai oleh orang awam yang tidak memahami ilmu bahasa. Orang awam itu bisa memakai kata dalam berkomunikasi dengan orang lain, meskipun dia tidak tahu bagaimana proses pembentukan kata dan kaidah yang mengaturnya dia masih bisa menggunakan kata dalam berkomunikasi. Tentu saja dengan menggunakan pengetahuan bahasa yang

10 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. 4, Cet. I, h. 633

(26)

diperoleh manusia tanpa disadari sejak dia lahir. Pengetahuan bahasa itu diperoleh dari lingkungan tempat tinggalnya.

Semua konsep kata yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kata dipandang sebagai satuan bebas terkecil dan unsur terkecil dalam tataran sintaksis, tetapi unsur terbesar dalam tataran morfologi. Kata juga memiliki makna yang bisa dipelajari dalam tataran semantik. Kata menghubungkan tiga tataran linguistik. Kata bisa digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran seseorang meskipun dia seorang yang awam terhadap ilmu bahasa, tetapi dia masih bisa menggunakan kata dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pengetahuan bahasa yang diperoleh sejak manusia itu lahir, membuat ia menggunakan kaidah bahasa yang ada di tempat tinggalnya.

3.

Hakikat Kata Berimbuhan (Afiksasi)

Proses pembentukan kata berimbuhan merupakan proses-proses yang dilakukan untuk bisa membentuk kata berimbuhan. Pembentukan kata berimbuhan ini sering mengalami kesalahan, sehingga maksud dan tujuan si pembicara tidak dapat dimengerti dengan baik oleh pendengarnya atau lawan bicaranya. Proses pembentukan kata berimbuhan dibahas secara lengkap dalam sebuah ilmu yang disebut morfologi. Kata dalam tataran morfologi dikemukakan oleh Abdul Chaer sebagai berikut:

“Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan.”12 Dapat dipahami bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk. Artinya segala hal mengenai bentuk akan dibahas dalam morfologi. Morfologi secara harfiah bisa dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk dan pembentuk-bentukan kata yang sebelum dan sesudah mengalami proses pembentukan kata. Bentuk-bentuk itu sering disebut sebagai morfem.

(27)

Dalam morfologi morfem dipandang sebagai salah satu satuan yang dapat membentuk kata, seperti dalam penyataan berikut:

“… morfologi ini akan dibicarakan seluk beluk morfem itu, bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata, yaitu satuan terkecil di dalam

sintaksis.”13

Morfologi membahas bagaimana sebuah bentuk itu bisa disebut sebagai morfem atau bukan morfem. Bentuk-bentuk itu akan berproses menjadi kata yang merupakan satuan terkecil di dalam sintaksis. Segala seluk beluk mengenai bentuk morfem dan proses pembentukannya menjadi kata akan dibahas di dalam morfologi. Morfologi bisa menjadi sarana untuk bisa memahami morfem lebih banyak lagi. Dalam morfologi morfem dapat mengalami perubahan yang dapat menyebabkan dua hal yang mengalami penggantian seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Suparno sebagai berikut:

… setiap satuan bahasa berupa morfem dapat mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu berarti menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pe[sic!]gantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna kata. Misalnya golongan kelas kata telepon berbeda dengan golongan kelas kata bertelepon-teleponan. Kata telepon dikategorikan sebagai golongan kata nominal, tetapi bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.14 Morfologi merupakan suatu ilmu untuk mempelajari morfem. Morfologi juga mempelajari bagaimana sebuah morfem mengalami pengubahan. Pengubahan morfem menyebabkan penggantian kelas kata dan makna kata. Suatu morfem juga dapat bergabung dengan morfem lain, sehingga bisa menghasilkan kata dengan makna baru yang biasanya disebut sebagai proses pembentukan kata. Beberapa bentuk tidak mungkin dipecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi karena ketika bentuk itu dipecah ia tidak akan memiliki makna. Bentuk yang tidak bermakna itu bukanlah morfem. Morfem dalam proses pembentukan kata berimbuhan merupakan unsur terpenting untuk menghasilkan kata berimbuhan. Proses pembentukan

(28)

kata dapat juga disebut proses morfologis seperti yang diungkapkan oleh Masnur Muslich berikut ini:

“Proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lain menjadi kata.”15 Suatu proses pembentukan kata bisa juga disebut proses morfologis. Proses ini bisa menggabungkan dua morfem menjadi sebuah kata. Morfem yang digabungkan bisa berupa morfem terikat dan morfem bebas.

“Morfem yang sebagai tempat penggabungan biasanya disebut bentuk dasar. Ciri sebuah kata mengalami proses morfologis adalah penggabungan atau perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti.”16 Proses morfologis akan membahas dengan jelas bagaimana satu morfem bisa bergabung dengan morfem lain dan menghasilkan arti yang baru. Selain itu, proses morfologis juga membahas mengenai aturan morfem-morfem yang bisa bergabung. Setiap morfem yang akan bergabung dengan morfem lain memiliki aturan yang harus dipatuhi dalam proses morfologis. Tidak ada morfem yang bisa langsung bergabung dengan morfem lain tanpa menggunakan aturan yang telah ada di dalam proses morfologis. Pertuturan membutuhkan kata berimbuhan untuk dapat mewakili konsep pemikiran manusia seperti yang diungkapkan oleh Abdul Chaer berikut ini:

“Acapkali sebuah kata dasar atau bentuk dasar perlu diberi imbuhan dulu untuk dapat digunakan di dalam pertuturan. Imbuhan ini dapat mengubah makna, jenis, dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasarnya.”17 Pembubuhan imbuhan pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar tidak hanya dapat mewakili konsep pemikiran manusia dalam pertuturan aja, tetapi dapat mengubah makna, jenis, dan fungsinya. Imbuhan yang dibubuhi juga tergantung dalam tujuan seseorang misalnya ingin memberikan makna

15 Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. IV, h. 32

16 Ibid, h. 33

(29)

‗sebabkan jadi‘ maka imbuhan yang digunakan adalah –kan. Imbuhan akan memengaruhi makna kata berimbuhan tersebut. Proses pembubuhan afiks atau imbuhan ini juga dikemukakan oleh Masnur Muslich sebagai berikut: … proses pembubuhan afiks (afiksasi) ialah peristiwa pembentukan kata

dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Misalnya pembubuhan afiks meN- pada bentuk dasar tatar menjadi mentatar, bentuk dasar gigit menjadi menggigit, pada bentuk dasar daki menjadi

mendaki, ... Di samping dapat menempel pada bentuk dasar yang bermorfem tunggal (monomorfemis) sebagaimana yang dicontohkan di atas, afiks juga dapat membubuhkan diri pada bentuk dasar yang bermorfem lebih dari satu (polimorfemis).18

Afiks dapat dibubuhkan pada bentuk dasar di dalam peristiwa pembentukan kata. Afiks mememiliki aturan dalam proses pembubuhan itu. Setiap afiks tidak bisa begitu saja dibubuhkan pada bentuk dasar, tetapi harus mengikuti aturan. Misalnya afiks meN- berubah menjadi men- pada

mentatar, meng- pada menggigit, dan lain-lain. Afiksasi yang disampaikan oleh Harimurti hampir sama dengan Masnur, tetapi diberi poin tambahan, seperti pada kutipan berikut:

“Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau apabila telah berstatus kata berganti kategori), dan (3) sedikit banyak berubah maknanya.”19 Proses afiksasi mengubah bentuk leksem menjadi kategori tertentu sehingga mengubah maknanya. Jadi afiksasi tidak hanya mengubah bentuknya, tetapi mengubah kategori dan maknanya. Afiksasi dipahami sebagai proses dari sebuah leksem menjadi sebuah kata, itulah yang dapat dipahami dari pemaparan Harimurti. Sebuah leksem bisa dilihat sebagai sebuah kata jika ia telah mengalami proses afiksasi. Sudarno juga mengemukakan pendapatnya mengenai proses afiksasi yang menggabungkan morfem bebas dan morfem terikat seperti berikut ini:

18 Muslich, Op. Cit., h. 38

(30)

Afiksasi ialah penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat. Akibat penggabungan itu fonem yang langsung berurutan ada kalanya mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu terjadi di daerah perbatasan kedua morfem yang bergabung. Dalam hal ini fonem pembuka dan penutup morfem memegang peranan penting karena ia dapat menentukan wujud pe[sic!]ubahan tersebut. 20

Proses afiksasi berarti suatu proses menggabungkan morfem bebas dengan morfem terikat. Dalam proses penggabungan itu membuat morfem berubah baik bentuk fonemnya atau urutan fonemnya. Bentuk berafiks disusun berdasarkan empat cara yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata. Bentuk berafiks memiliki empat jenis afiks seperti yang terdapat dalam kutipan dari buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang disusun oleh Pusat Bahasa berikut:

“Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks sesuai kaidah pem[sic!]entukan kata bahasa Indonesia; misalnya dari bentuk pirsa menjadi pemirsa, bukan

pirsawan; dari hantar menjadi keterhantaran, bukan kehantaran.”21 Konsep yang dikemukakan oleh Pusat Bahasa menerangkan bahwa bentuk dasar ditambahkan dengan bentuk berafiks terlebih dulu yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata, sehingga bisa membentuk kata berimbuhan. Kata berimbuhan bisa dibentuk dari suatu bentuk dasar dan afiks. Konsep afiksasi lainnya yang dikemukakan oleh Parera dalam bukunya yang berjudul

Morfologi memaparkan konsep seperti berikut ini:

Proses afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem bebas tersebut, proses afiksasi dapat dibedakan atas (1) pembubuhan depan, (2) pembubuhan tengah, (3) pembubuhan akhir, dan (4) pembubuhan terbagi.22

20 Sudarno, Morfofonemik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), Cet. I, h. 87

21 Pusat Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 95

(31)

Parera menjelaskan afiksasi sebagai proses pembubuhan morfem terikat pada morfem bebas secara urutan lurus. Morfem terikat merupakan morfem yang tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah ujaran karena tidak bisa dipahami maknanya, tetapi morfem bebas bisa berdiri sendiri sebagai kata dalam sebuah ujaran. Parera membagi proses afiksasi itu dalam empat cara yaitu pembubuhan depan, tengah, akhir, dan tegrbagi sedangkan La Ode Sidu mengemukakan konsep kata dasar dan kata jadian, sebagai berikut: “Bentuk kata dasar adalah bentuk yang belum mendapatkan afiks. Misalnya: rajin, jujur, batu, adil, dan saudara. Kata jadian ialah kata yang sudah mendapatkan afiks, seperti prefiks, sufiks, infiks, atau konfiks.”23 Bentuk yang belum dibubuhi afiks atau belum mengalami proses morfologis disebut bentuk kata dasar. Kata yang telah dibubuhi atau mengalami proses morfologis maka kata tersebut biasa disebut kata jadian. Kata jadian merupakan kata yang telah dibubuhi satu dari empat jenis afiks yang telah disebutkan. Perbedaan terjadi pada penyebutan empat jenis afiks oleh Parera dengan La Ode Sidu. Pernyataan yang hampir sama dikemukakan oleh Hasan Alwi yang menggunakan penyebutan yang berbeda untuk empat jenis afiks yaitu afiks, prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks tanpa menggunakan istilah kata jadian yaitu berikut:

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan. Afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata, maka namanya adalah sufiks atau akhiran. Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar. Sedangkan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dinamakan konfiks.24

Proses pembubuhan afiks atau afiksasi tidak terjadi begitu saja karena ada aturan serta tata cara untuk melakukan pembubuhan tersebut. Setiap kata dasar memiliki perbedaan dalam setiap pembubuhan yang dilakukan pada kata tersebut. Aturan itulah yang dipakai untuk menggabungkan

23 La Ode Sidu, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Kendari: Universitas Haluoleo, 2013), Cet. I, h. 18

(32)

prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Oleh karena itu, terbentuklah kata berimbuhan yang diawali oleh kehadiran salah satu imbuhan yang dibubuhi pada kata dasar untuk membentuk kata baru. Moh Tadjuddin mengemukakan kehadiran imbuhan dalam bahasa Indonesia untuk membentuk kata baru sebagai berikut:

Kehadiran imbuhan-imbuhan itu di dalam bahasa Indonesia merupakan upaya bahasa itu dalam proses pembentukan kata baru dengan makna yang baru, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Proses pembentukan kata baru itu terjadi mengingat bahwa pengertian atau konsep yang ada dalam benak manusia tidak terbatas jumlahnya, sementara kosakata (perbendaharaan kata) yang tersedia untuk mengungkapkan pengertian atau konsep itu sebaliknya, sangat terbatas.25 Kehadiran imbuhan itu bermaksud untuk memperkaya kosa kata untuk bisa mengungkapkan konsep yang ada dalam pikiran dan perasaan manusia. Kata dasar tidak bisa mewakili semua konsep yang ada di dalam benak manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan imbuhan untuk bisa menambah kata dengan makna baru agar bisa mewakili konsep yang lebih banyak lagi. Pemaparan kata berimbuhan dari beberapa pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa para pakar sebenarnya merujuk pada makna yang sama untuk kata berimbuhan dan prosesnya, tetapi mereka menggunakan beberapa istilah yang berbeda-beda seperti istilah pembubuhan, morfem terikat, morfem bebas, afiks, proses morfologis, dan afiksasi. Kata berimbuhan pada dasarnya merupakan kata dasar atau bentuk dasar yang diberi imbuhan baik di awal, di akhir, disisipkan, serta di awal dan akhir kata dasar atau bentuk dasar tersebut. Proses pembubuhan imbuhan ini juga bisa disebut proses morfologis atau afiksasi. Imbuhan juga bisa disebut dengan afiks, yang terdiri dari prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks, atau istilah lainnya yaitu awalan, akhiran, sisipan, dan imbuhan gabung.

a.

Jenis-Jenis Imbuhan (Afiks)

Proses pembentukan kata berimbuhan akan selalu terkait dengan imbuhan-imbuhan yang membentuk kata tersebut. Kata yang dibubuhi

(33)

imbuhan dapat disebut kata berimbuhan yang mana akan menjadi kata baru dengan makna yang baru pula. Berbagai buku mengenai kata berimbuhan juga sudah menjelaskan bahwa kata berimbuhan merupakan kata yang dibentuk dari salah satu jenis imbuhan yang dibubuhkan pada kata dasar. Kata berimbuhan dapat juga disebut kata bentukan karena kata ini merupakan kata yang dibentuk dari bentuk dasar dan imbuhan seperti pernyataan Sugihastusti berikut ini:

“Kata bentukan ini sering pula disebut sebagai kata jadian, kata turunan, atau kata berimbuhan. Kata yang dibentuk dari kata lain pada

umumnya mengalami tambahan bentuk pada kata dasarnya.”26

Perubahan kata yang telah diberi imbuhan itu banyak istilahnya, di antaranya yaitu kata bentukan, kata jadian, kata turunan, atau kata berimbuhan. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menyebut kata yang telah mengalami proses afiksasi. Bahasa Indonesia memproduksi kata-kata baru, khususnya kata benda yang banyak diserap dari bahasa asing, tetapi beberapa kata tidak seproduktif itu. Oleh karena itu, dibutuhkan imbuhan-imbuhan agar kata-kata tersebut bisa menghasilkan makna baru untuk mendeskripsikan maksud dari pemakai bahasa Indonesia. Penulis berpedoman pada buku Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Abdul Chaer karena penulis lebih memahami konsep dan istilah yang dipakai oleh beliau.

1)

Jenis Imbuhan Berdasarkan Letak Pembubuhannya

a)

Awalan atau Prefiks

Awalan (Prefiks) adalah afiks yang dibubuhkan di sebelah kiri bentuk dasar. Jenis awalan (Prefiks) yaitu me-, pe-, per-, ter, di-, se-, ke-, dan ber-. Awalan (Prefiks) memiliki bentuk yang berbeda-beda, bentuk tersebut adalah alomorf. Alomorf me- yaitu mem-, men-, meny-,meng-, me-, dan menge-. Alomorf pe- yaitu pem-, pen-, peny-,peng-, pe-, dan penge-. Alomorf per- yaitu pe- dan pel-. Alomorf

(34)

ter- yaitu te- dan ter-. Alomorf ber- yaitu be- dan bel-.Contoh tabel 2.1:

No. Bentuk Dasar Imbuhan

(prefiks) Kata Berimbuhan

1 buang mem- membuang

2 bela pem- pembela

3 sunting per- persunting

4 cantik ter- tercantik

5 potong di- dipotong

6 umur se- seumur

7 dua ke- kedua

8 main ber- bermain

b)

Sisipan atau Infiks

Sisipan (Infiks) adalah imbuhan yang dibubuhkan di tengah bentuk dasar. Jenis sisipan yaitu –el-, -er-,dan –em-. Contoh tabel 2.2:

No. Bentuk Dasar Imbuhan

(Infiks) Kata Berimbuhan

1 tapak -el- telapak

2 gigi -er- gerigi

3 tali -em- temali

c)

Akhiran atau Sufiks

Akhiran (Sufiks) adalah pengimbuhan yang dilakukan dengan cara merangkaikannya di belakang kata yang diimbuhinya. Pada

Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia Abdul Chaer menerangkan bahwa akhiran terdiri dari empat jenisnya yaitu –kan, -i, -an, dan

(35)

No. Bentuk Dasar Imbuhan

(Sufiks) Kata Berimbuhan

1 padam -kan padamkan

2 gula -i gulai

3 tulis -an tulisan

4 jauh -nya jauhnya

“Selain itu, ada kaidah sebagai bagian kata yang utuh menyesuaikan akhiran asing pada kata serapan yaitu –at, ase, er, an, arki, asi, si, al, ein, ur, or, if, ik, ika, il, ik, is isme,

-logi, -log, -or, dan -tas.27 Beberapa jenis akhiran ini untuk menyesuaikan kata yang telah diserap sebagai bagian kata yang utuh. Penulis berpedoman pada buku yang ditulis oleh Abdul Chaer jadi hanya terdapat empat sufiks. Contoh tabel 2.4:

No. Bentuk Dasar

Akhiran

Asing

Akhiran

setelah

Diserap

Kata Berimbuhan

1 advocaat -aat -at advokat

2 presentage -age -ase persentase

3 primer -er -er primer

4 informant -ant -an informan

5 monarchie -archie -arki monarki

6 publicatie -(a)tie -asi publikasi

7 pollution -(a)tion -si polusi

8 structural -al -al struktural

9 protein -ein -ein protein

10 director -or -ur direktur

(36)

11 structure -ur -ur struktur

12 dictator -or -or diktator

13 descriptive -ive -if deskriptif

14 phonetik -ik -ik fonetik

15 mechanic -ic -ik mekanik

16 logic -ic -ika logika

17 logical -ical -is logis

18 egoist -ist -is egois

19 modernism -ism -isme modernisme

20 technology -logy -logi teknologi

21 dialouge -logue -log dialog

22 epiloog -loog -log epilog

23 trottoir -oir(e) -or trotoar

24 university -ty -tas universitas

d)

Imbuhan Gabung atau Konfiks

Imbuhan gabung atau konfiks adalah pengimbuhan yang dilakukan bersama-sama serta ada yang secara bertahap dalam sebuah bentuk dasar. Jenisnya yaitu ber-kan (dilakukan secara bertahap yaitu diberi awalan ber- lalu akhiran kan-), ber-an

(dibubuhkan secara bersama-sama), per-kan (pengimbuhan dilakukan secara bersama-sama), per-i (pengimbuhan dilakukan secara bersama-sama), me-kan (pengimbuhan dilakukan secara bertahap yaitu diberi akhiran –kan terlebih dulu, kemudian diberi awalan me-), me-i (pengimbuhan dilakukan secara bertahap yaitu akhiran –i kemudian awalan me-), memper- (pengimbuhan dilakukan bertahap pertama awalan per- kemudian awalan me-), memper-kan

(pengimbuhan dilakukan secara bertahap yaitu awalan per- dan akhiran –kan secara bersamaan kemudian imbuhkan dengan awalan

(37)

awalan per- dan akhiran –i dibubuhkan dersamaan kemudian awalan

me-), di-kan (pengimbuhan dilakukan secara bertahap sama seperti

me-kan), di-i (pengimbuhan dilakukan secara bersama-sama), diper-

(pengimbuhan dilakukan sama seperti memper-), diper-kan

(pengimbuhan dilakukan sama seperti memper-kan), diper-i

(pengimbuhan dilakukan secara bersama-sama), ter-kan (imbuhkan akhiran –kan lebih dulu kemudian imbuhkan awalan ter-), ter-i

(imbuhkan akhiran –i lebih dulu kemudian imbuhkan awalan ter-), se-nya (Ada dua macam cara pengibuhan, pertama secara bersamaan, kedua imbuhkan awalan se– lebih dulu kemudian imbuhkan akhiran nya- ), pe-an (pengimbuhan dilakukan secara bersamaan), dan per-an (pengimbuhan dilakukan secara bersamaan). Contoh tabel 2.5:

No. Bentuk Dasar Imbuhan

(Sufiks) Kata Berimbuhan

1 naik ke-an kenaikan

2 lari ber-an berlarian

3 dasar ber-kan berdasarkan

4 siap per-kan persiapkan

5 baik per-i perbaiki

6 baca me-kan membacakan

7 terang me-i menerangi

8 lebar memper- memperlebar

9 tunjuk memper-kan mempertunjukkan

10 setuju memper-i mempersetujui

11 guna di-kan digunakan

12 restu di-i direstui

13 sempit diper- dipersempit

14 temu diper-kan dipertemukan

(38)

16 selesai ter-kan terselesaikan

17 penuh ter-i terpenuhi

18 benar se-nya sebenarnya

19 tiba se-nya setibanya

20 bina pe-an pembinaan

21 dagang per-an perdagangan

2)

Imbuhan Berdasarkan Kelas Kata Hasil Bentukan

“Selanjutnya imbuhan juga berfungsi merubah bentuk dasar menjadi kata lain yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk

dasarnya.”28

Penggabungan sebuah bentuk dasar yang telah diberikan imbuhan maka akan mengubah fungsi dari bentuk dasar tersebut setelah menjadi bentuk kata berimbuhan.

a)

Imbuhan Pembentuk Kata Kerja (Verba)

Contoh afiks pembentuk kata kerja atau verba pada tabel 2.6:

Imbuhan Bentuk

Dasar Kelas

Bentuk

Berimbuhan

Kelas Hasil

Bentukan

me- sabit benda menyabit kerja

ber- disiplin benda berdisiplin kerja

per- tuan benda pertuan kerja

ter- lengah sifat terlengah kerja

me-i teman benda menemani kerja

di-i kulit benda dikuliti kerja

me-kan buah benda membuahkan kerja

ber-kan asas benda berasaskan kerja

ke-an hujan benda kehujanan kerja

per-kan suami benda persuamikan kerja

per-i baik sifat perbaiki Kerja

(39)

b)

Imbuhan Pembentuk Kata Sifat (Adjektiva)

Contoh afiks pembentuk kata sifat atau adjektiva pada tabel 2.7:

Imbuhan Bentuk

Dasar Kelas

Bentuk

Berimbuhan

Kelas Hasil

Bentukan

ter- tutup kerja tertutup sifat

-em- gelap benda gemerlap sifat

ke-an betul sifat kebetulan sifat

me-kan kesan benda mengesankan sifat

ber- ambisi benda berambisi sifat

me- rakyat benda merakyat sifat

pe- dendam sifat pendendam sifat

pe- diam sifat pendiam sifat

-an kampung benda kampungan sifat

c)

Imbuhan Pembentuk Kata Benda (Nomina)

Contoh afiks pembentuk kata benda atau nomina pada tabel 2.8:

Imbuhan Bentuk

Dasar Kelas

Bentuk

Berimbuhan

Kelas Hasil

Bentukan

-an catat kerja catatan benda

ke- tua bilangan ketua benda

pen- tulis kerja penulis benda

per- tinju kerja petinju benda

ke-an naik kerja kenaikan benda

per-an damai sifat perdamaian benda

pe-an bersih sifat pembersihan benda

-el- gembung sifat gelembung benda

(40)
[image:40.595.129.511.118.704.2]

Contoh afiks pembentuk kata keterangan atau adverbia pada tabel 2.9:

Imbuhan Bentuk

Dasar Kelas

Bentuk

Berimbuhan

Kelas Hasil

Bentukan

se-nya baik sifat sebaiknya keterangan

se-R-nya lambat sifat selambat-lambatnya

keterangan

-nya rupa benda rupanya keterangan

e)

Imbuhan Pembentuk Kata Bilangan (Numeralia)

Contoh afiks pembentuk kata sifat atau adjektiva pada tabel 2.10:

Imbuhan Bentuk

Dasar Kelas

Bentuk

Berimbuhan

Kelas Hasil

Bentukan

-an puluh bilangan puluhan bilangan

ke- tiga bilangan ketiga bilangan

ber- lima bilangan berlima bilangan

ber-R ton benda berton-ton bilangan

se- botol benda sebotol bilangan

3)

Jenis kata berimbuhan berdasarkan maknanya yaitu

sebagai berikut:

a)

Bermakna Pelaku

Tabel 2.11

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

baca pe- pembaca

bicara pe- pembicara

rampok pe- perampok

(41)

b)

Bermakna Alat

Tabel 2. 12

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

pukul pe- pemukul

gigi -el- geligi

suling -er- seruling

pikul -an pikulan

goreng pe-an penggorengan

[image:41.595.148.509.121.678.2]

c)

Bermakna Tempat

Tabel 2. 13

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

kubang -an kubangan

lelang pe-an pelelangan

istirahat per-an peristirahatan

lurah ke-an kelurahan

d)

Bermakna Perbuatan

Tabel 2. 14

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

tendang me- menendang

sepeda ber- bersepeda

tanam me-i menanami

potong di- dipotong

bawa di-kan dibawakan

racun di-i diracuni

buka me-kan membukakan

(42)
[image:42.595.140.509.88.674.2]

e)

Bermakna Keadaan

Tabel 2. 15

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

putih me- memutih

gembira ber- bergembira

pucat ke-an kepucatan

[image:42.595.148.509.131.218.2]

f)

Bermakna Memunyai Sifat

Tabel 2. 16

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

tegas per- pertegas

murah -an murahan

jauh -i jauhi

g)

Bermakna Jumlah

Tabel 2. 17

Bentuk Dasar Imbuhan Bentuk Berimbuhan

empat ke- keempat

botol se- sebotol

b.

Penggunaan Imbuhan

Penggunaan imbuhan di bawah ini disertai dengan makna imbuhan setelah dibubuhi pada kata dasar yang berubah menjadi kata berimbuhan dengan disertai oleh contoh yang terdapat dalam buku Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Abdul Chaer sebagai berikut:

1)

Awalan (Prefiks)

a)

me-

(43)

dasar yang akan dibubuhi awalan me- pada tabel 2. 18 berikut:

Variasi (Alomorf) Fonem Contoh

me- r merasa

l melihat

w mewisuda

y meyakinkan

m memerah

n menanti

ny menyanyi

ng menganga

mem- b membawa

p memukul

f memfitnah

v memvonis

men- c mencampur

d mendorong

j menjemur

t menulis

z menzalimi

meny- s menyingkir

meng- k mengurung

g menggoreng

h menghadap

q mengqada

kh mengkhayal

a mengatur

i mengiris

u mengutus

(44)

é membebek

o mengolah

menge- Bersuku Kata Satu mengebom

mengelas Awalan me- memiliki makna yaitu:

(1) melakukan: membaca menendang.

(2) Bekerja dengan alat: menggergaji, mengail. (3) Membuat barang: menggambar, merenda. (4) Bekerja dengan bahan: mengapur, mengecat.

(5) Memakan, meminum, atau mengisap: mengue, mengebir, merokok.

(6) Menuju arah: mengutara, melaut. (7) Mengeluarkan : berkakak, beraku. (8) Menjadi: memutih, memburuk.

(9) Menjadikan lebih: memperlancar, memperburuk (10) Menjadi atau berlaku seperti: menyemut, mematung. (11) Menjadikan, menganggap, atau memberlakukan seperti khusus untuk makna ini awalan me- harus diimbuhkan pada kata benda yang sudah diberi awalan per-: memperbudak, memperistri.

(12) Memperingati: meniga, menyeratus. 29

b)

ber-

Awalan ber- memiliki alomorf yaitu ber-, be-, dan bel-.

Penerapannya yaitu: ber- + libur = berlibur be- + ragam = beragam bel- + ajar = belajar

Awalan ber- berfungsi untuk membentuk kata kerja intransitif. Makna awalan ber- sebagai berikut:

(45)

(1) mempunyai atau memiliki: berayah, berbulu, berambut. (2) Memakai atau mengenakan: berdasi, bersepatu,

berkalung.

(3) Mengendarai atau menumpang: bersepeda, berkuda. (4) Berisi atau mengandung: bergizi, berair.

(5) Mengeluarkan atau menghasilkan: berkarya, bertelur. (6) Mengusahakan atau mengerjakan: beternak, berkebun. (7) Menyebut, memanggil, atau menyapa: berkakak, beraku. (8) Melakukan: bertempur, berdamai.

(9) Mengalami atau berada dalam keadaan: bergembira, berduka.

(10)Himpunan atau kelompok: berdua, berlima.30

c)

di-

di- sebagai awalan dilafalkan dan dituliskan serangkai dengan kata yang diimbuhinya, sedangkan di- sebagai kata depan dilafalkan dan dituliskan terpisah dari kata yang mengikutinya.”31 Penggunaan awalan di- harus digabung dengan kata kata dasar karena penulisan di yang dipisah itu sebagai kata depan bukan imbuhan. Contoh:

Dia ditangkap polisi.

Adik belajar di perpustakaan.

… masalah penulisan kata depan di, ke, dan dari. … kata

-kata depan itu menyatakan ‗arah‘ atau menunjukkan ‗tempat‘. Menurut kaidah atau aturan yang tertera di

dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kata-kata depan itu harus dituliskan secara terpisah dari kata yang mengikutinya.32

Penulisan di sebagai kata depan atau preposisi harus dibedakan dengan penulisan di- sebagai awalan. Nasution

30 Ibid., h. 210-214 31 Ibid., h. 244

(46)

menyampaikan bahwa penulisan di sebagai kata depan harus terpisah dengan kata yang mengikutinya. Apabila penulisan

di itu digambung dengan kata yang mengikutinya, maka di-

adalah awalan bukan preposisi.

… orang harus cermat dengan kata depan karena kata depan itu secara semantik menandai pertalian antara kata atau frasa yang mengikutinya, atau yang disebut aksis dengan kata atau frasa lain dalam kalimat atau frasa yang lebih besar. Sebagai contoh adalah kata depan di-.33 Penulisan yang berbeda antara di- sebagai awalan dengan

di sebagai preposisi harus cermat. Perbedaan penulisan di-

sebagai awalan dan di sebagai preposisi karena kesalahan penulisan di bisa memberikan pemahaman yang salah ketika membaca sebuah teks.

d)

ter-

Awalan ter- memiliki alomorf mempunyai dua alomorf yaitu sebagai berikut:

ter- + angkat = terangkat ter- + anjur = terlanjur te- + rasa = terasa

Awlan ter- membentuk kata kerja pasif yang menyatakan keadaan. Adapun makna awalan ter- sebagai berikut: (1) Paling: terpandai, terpanjang.

(2) Dapat atau sanggup: terangkat, terbaca. (3) Tidak sengaja: terbawa, tertidur. (4) Sudah terjadi: terbakar, terputus. (5) Dalam keadaan: tergeletak, terdampar. (6) Terjadi dengan tiba-tiba: teringat, terpekik. (7) Orang yang dikenai: tertuduh, tergugat.34

33 M. Ramlan, I Dewa Putu Wijana, Yohanes Tri Mastoyo, dkk., Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), Ed. 2, Cet. I, h. 39

(47)

e)

pe-

Awalan pe- berfungsi untuk membentuk beberapa golongan kata. M. Ramlan menyatakan bahwa awalan

pe-bisa membentuk kata sifat yaitu “… golongan kata sifat,

misalnya kata-kata penakut, pemarah, peramah, pemalas.”35

Awalan pe- memiliki alomorf yang sama dengan me-.

pe- me- men- pen-

perusak merusak menulis penulis

penyanyi menyanyi mendorong pendorong

pem- mem- meny- peny-

pembawa membawa menyikat penyikat pemotong memotong menyuruh penyuruh

peng- meng- penge- menge-

pengirim mengirim pengelas mengelas pengatur mengatur pengebom mengebom Awalan pe- memiliki makna sebagai berikut:

(1) orang yang melakukan atau yang berbuat: penulis, penonton.

(2) Orang yang pekerjaannya: pelukis, pelawak. (3) Orang yang suka, pendusta, peminum. (4) Orang yang bersifat: pemalas, pemuda.

(5) Alat untuk mengerjakan sesuatu: penghapus, pembangkit.

36

f)

per-

Awalan per- memiliki tiga alomorf yaitu: per + istri =peristri

pe- + ringan = peringan pel- + ajar = pelajar

35 M. Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, (Yogyakarta: U. P. Karyono, 1980), Cet. IV, h. 82

(48)

Makna awalan per- yaitu:

(1) jadikan lebih: pertegas, perkeras. (2) Anggap sebagai: peristri, perbudak. (3) Bagi: perdua, perlima.37

g)

se-

Awalan se- tidak mempunyai alomorf. Awalan se- bermakna: (1) satu: sebotol, seliter.

(2) Seluruh atau segenap: sedesa, se-Indonesia.

(3) Sebanding, sama, serupa, atau seperti: sebesar, seluas. (4) Sama waktu atau pada waktu: sepulang, sedatang. (5) Seberapa, sebanyak, atau sesuai: sedapat, sepuas.38

h)

ke-

Awalan ke- tidak mempunyai alomorf. Adanya awalan ke-

harus dibedakan dengan kata depan ke. Contoh: Ayah keluar sejak pagi

Ibu pergi ke pasar

Awalan ke- berfungsi untuk:

(1) membentuk kata bilangan yang menyatakan tingkat atau kumpulan: ketiga, keempat.

(2) Membentuk kata kerja pasif dengan arti tidak sengaja: ketipu.

(3) Membentuk kata benda dengan arti orang atau sesuatu yang di ... : ketua, kekasih.39

2)

Sisipan (Infiks)

Sisipan –el-, -em-, dan –er- tidak mempunyai variasi bentuk, dan ketiganya merupakan imbuhan yang tidak produktif. Makna sisipan (Infiks) yaitu:

(49)

(1) Menyatakan banyak dan bermacam-macam: temali, gerigi, gemunung.

(2) Menyatakan intensitas: gemuruh, gemulung, gemetar.

(3) Menyatakan yang melakukan yang disebut kata dasar: pelatuk, telunjuk, telapak40

3)

Akhiran (Sufiks)

a)

Akhiran (Sufiks)

kan dan

i

Akhiran –kan dan –i sama-sama digunakan untuk membentuk kata kerja transitif yang digunakan untuk membentuk kalimat perintah, pasif dan keterangan tambahan. Dua akhiran ini tidak memiliki variasi bentuk.

Makna akhiran –kan:

(1) Sebabkan jadi: tenangkan, putuskan, hutankan. (2) Sebabkan jadi berada: pinggirkan, daratkan. (3) Lakukan untuk orang lain:lemparkan, bidikkan. (4) Lakukan akan: ambilkan, bukakan.

(5) Bawa masuk ke: asramakan, gudangkan. Makna akhiran –i:

(1) Berkali-kali: pukuli, tembaki. (2) Tempat: duduki, datangi.

(3) Merasa sesuatu pada: hormati, kasihi.

(4) Memberikan atau membubuhi: nasihati, gulai. (5) Menjadikan atau menganggap: budaki, jagoi.

(6) Membuat jadi atau menyebabkan jadi pada: lengkapi, jauhi.41

b)

Akhiran (Sufiks)

an

“Akhiran –an tidak mempunyai variasi bentuk. Jadi, untuk situasi dan kondisi mana pun bentuknya tetap –an.

Akhiran –an tidak memiliki variasi bentuk seperti awalan

(50)

me-, misalnya pada kata pikul + -an = pikulan, dan berlaku juga pada kata dasar lain yang tidak akan berubah setelah dibubuhi akhiran –an. Fungsi akhiran –an yaitu:

(1) Hasil pekerjaan: tulisan, lukisan. (2) Alat: pikulan, jebakan.

(3) Hal atau benda yang dikenai perbuatan: makanan, bacaan.

(4) Terjadinya perbuatan atau kejadian: kubangan, pangkalan.

(5) Tiap-tiap: bulanan, meteran.

(6) Banyak mengandung yang disebut kata dasarnya: ubanan, jamuran.

(7) Himpunan atau jumlah: belasan, ribuan.

(8) Bersifat yang disebut kata dasarnya: murahan, manisan.42

c)

Akhiran (Sufiks)

nya

Akhiran –nya tidak memiliki variasi bentuk. Akhiran –nya

memiliki makna sebagai berikut:

(1) Membentuk kata benda: tenggelamnya, sukarnya (2) Memberi penekanan atau penegasan: obatnya, airnya. (3) Membentuk kata keterangan: agaknya, rupanya.43

4)

Imbuhan Gabung (Konfiks)

Konfiks yaitu imbuhan yang dibubuhkan di awal dan di akhir suatu bentuk dasar. Gabungan (Konfiks) itu bermacam-macam, yaitu sebagai berikut:

a)

Imbuhan Gabung (Konfiks) me-kan dan di-kan

Gabungan me-kan dan di-kan ini memiliki kesamaan alomorf dengan awalan me-. Makna gabungan me-kan, sebagai berikut:

(51)

(1) menyebabkan jadi yang disebut kata dasarnya: melebarkan, mengalahkan.

(2) Melakukan sesuatu untuk orang lain: membelikan, membukakan.

(3) Menjadikan berada di: meminggirkan, mendaratkan. (4) Melakukan yang disebut bentuk dasar: melemparkan,

mengirimkan.

(5) Melakukan yang disebut kata dasarnya akan: mengiringkan, mengharapkan.

Imbuhan gabung di-kan berfungsi membentuk kata kerja pasif sebagai kebalikan dari kata kerja aktif berimbuhan gabung me-kan.44

b)

Imbuhan Gabung (Konfiks) me-i

Pengimbuhannya dilakukan secara bertahap. Mula-mula pada sebuah kata dasar atau sebuah bentuk dasar diimbuhkan akhiran –i, setelah itu diimbuhkan pula awalan me-.

Maknanya antara lain menyatakan:

(1) Membuat jadi yang disebut kata dasarnya pada objeknya: menerangi.

(2) Memberi atau membubuhi pada objeknya: me

Gambar

Tabel 3.5
tabel 2.9:
Tabel 2. 13
Tabel 2. 15
+7

Referensi

Dokumen terkait