• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORETIS

2. Hakikat Kata

Setiap orang yang menggunakan bahasa pasti tidak asing dengan kata karena kata merupakan salah satu unsur penyusun kalimat dalam sebuah ujaran. Beberapa pakar telah mengemukakan konsep kata. Kata merupakan unsur yang begitu penting dalam sebuah ujaran. Tidak hanya dalam ragam lisan, kata juga penting dalam ragam tulis. Ragam tulis bisa memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengetahuan seseorang terhadap bidang bahasa seperti kata. Materi pelajaran bahasa Indonesia di sekolah berupa ragam lisan dan ragam tulis. Proses pembelajaran di sekolah sering menggunakan ragam tulis dalam tugas-tugas seperti membuat karya tulis, menulis cerpen, menulis teks, dan menulis karangan.

Kata-kata dalam sesuatu penuturan berhubungan satu dengan jang lain. Semuanja bekerdja sama untuk membentuk isjarat menjampaikan berita batin. Demikian djuga bunji kata dapat diikutsertakan untuk memperbesar efek penuturan. Sedangkan asosiasinja banjak membantu dalam pembentukan arti dan makna.6

Poerwadarminta mengatakan bahwa kata merupakan salah satu hal yang penting dalam sebuah pertuturan. Semua kata yang disampaikan oleh pembicara akan memberikan maksud atau informasi kepada pendengarnya. Beberapa kata yang disampaikan oleh pembicara akan membentuk satu kesatuan yang menyampaikan arti dan makna dari pertuturannya. Lebih jelas lagi di bawah ini akan dijelaskan mengenai konsep kata dari beberapa pakar. Pernyataan pertama dikemukakan oleh Ahmad HP dan Alek Abdullah berikut ini:

Para ahli bahasa struktural, terutama penganut aliran Bloomfield, berpendapat bahwa kata adalah satuan bebas terkecil (minimal free form). Aliran Generatif Transformasi, yang dicetuskan dan dikembangkan oleh Chomsky, menyatakan bahwa kata adalah dasar analisis kalimat, yang

6 W. J. S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang, (Yogyakarta: Kanisius, 1967), Cet. I, h. 22

diperlihatkan dengan simbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva), dan sebagainya.7

Berdasarkan pemaparan dari penganut aliran Bloomfiled kata merupakan satuan bebas terkecil, maksudnya kata merupakan unsur terkecil yang bisa berdiri sendiri sebagai ujaran. Sebuah kata bisa dipahami walaupun berdiri sendiri tanpa diikuti kata lain. Dalam aliran Generatif Transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky kata dinyatakan ke dalam beberapa simbol seperti V untuk verba, N untuk nomina, dan A untuk Adjektiva. Ketiga simbol yang disebutkan itu menunjukkan bahwa kata memiliki fungsi tertentu dalam sebuah kalimat. Lain lagi yang dikemukakan oleh Murphy dalam buku Morfologi Bahasa Indonesia karya Suparno mengenai konsep kata sebagai berikut:

“Kata merujuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, satuan

bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat.”8

Kata berdasarkan pemaparan itu merupakan satuan bahasa yang bisa berupa morfem bebas artinya bisa berdiri sendiri sebagai ujaran seperti kata kursi

atau berupa morfem terikat misalnya seperti imbuhan yang tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah ujaran. Morfem terikat harus bersanding dengan morfem lain agar bisa dipahami dalam sebuah ujaran.

“… kata merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik, yakni morfologi, sintaksis, dan semantik.”9

Kata dalam bidang Morfologi bisa dipandang sebagai satuan terbesar dalam unit analisis. Hal ini berbeda dengan bidang sintaksis yang memandang kata sebagai satuan terkecil dalam analisis, sedangkan semantik mempelajari makna dari suatu kata. Berdasarkan penjelasan di atas, kata merupakan satuan bahasa yang menghubungkan tiga tataran dalam linguistik, tiga tataran itu antara lain morfologi, sintaksis, dan semantik. Tiga tataran tersebut mempunyai unsur kata walaupun dalam tingkatan yang berbeda.

7 Ahmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2013), Cet. I, h. 61 8 Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indoensia, (Jakarta: UIN Press, 2015), Cet. I, h. 34 9 Ibid.

Pernyataan itu berbeda dengan konsep kata berdasarkan KBBI edisi ke-4

yang mengungkapkan pernyataan sebagai berikut:

“Kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan

perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.”10

Dalam

KBBI kata dipandang sebagai unsur bahasa yang diucapkan dan dituliskan sebagai bentuk dari gambaran konsep pikiran dan perasaan yang digunakan dalam berbahasa. Kata bisa mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh manusia, sehingga orang lain bisa memahami maksud dan keinginan orang tersebut. Sebuah konsep yang ada di dalam pikiran dan perasaan seseorang tidak mungkin diketahui oleh orang lain, kecuali jika orang tersebut membicarakannya atau mengungkapkannya kepada orang lain. Manusia membutuhkan kata sebagai realisasi dari konsep yang ada di pikiran dan perasaannya, sehingga orang lain bisa memahaminya. Terkait dengan kata yang dibutuhkan untuk mengungkapkan pikiran maka pernyataan berikut sangat relevan:

All languages have words, and words are probably the most accessible linguistic units to the layman. ”11

(Semua bahasa mempunyai kata-kata, dan kata-kata mungkin unit ilmu bahasa yang paling dapat diakses kepada orang awam). Penjelasan mengenai konsep kata di atas merupakan pernyataan bahwa semua bahasa pasti memiliki unsur kata. Kata-kata itu bisa dipakai oleh orang awam yang tidak memahami ilmu bahasa. Orang awam itu bisa memakai kata dalam berkomunikasi dengan orang lain, meskipun dia tidak tahu bagaimana proses pembentukan kata dan kaidah yang mengaturnya dia masih bisa menggunakan kata dalam berkomunikasi. Tentu saja dengan menggunakan pengetahuan bahasa yang

10 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. 4, Cet. I, h. 633

11 Andrew Raford, dkk, Linguistics: an Introduction, (Cambridge: Cambridge University Press, 2009), Ed. 2, Cet. IV, h. 127

diperoleh manusia tanpa disadari sejak dia lahir. Pengetahuan bahasa itu diperoleh dari lingkungan tempat tinggalnya.

Semua konsep kata yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kata dipandang sebagai satuan bebas terkecil dan unsur terkecil dalam tataran sintaksis, tetapi unsur terbesar dalam tataran morfologi. Kata juga memiliki makna yang bisa dipelajari dalam tataran semantik. Kata menghubungkan tiga tataran linguistik. Kata bisa digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran seseorang meskipun dia seorang yang awam terhadap ilmu bahasa, tetapi dia masih bisa menggunakan kata dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pengetahuan bahasa yang diperoleh sejak manusia itu lahir, membuat ia menggunakan kaidah bahasa yang ada di tempat tinggalnya.

3. Hakikat Kata Berimbuhan (Afiksasi)

Proses pembentukan kata berimbuhan merupakan proses-proses yang dilakukan untuk bisa membentuk kata berimbuhan. Pembentukan kata berimbuhan ini sering mengalami kesalahan, sehingga maksud dan tujuan si pembicara tidak dapat dimengerti dengan baik oleh pendengarnya atau lawan bicaranya. Proses pembentukan kata berimbuhan dibahas secara lengkap dalam sebuah ilmu yang disebut morfologi. Kata dalam tataran morfologi dikemukakan oleh Abdul Chaer sebagai berikut:

“Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan.”12

Dapat dipahami bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk. Artinya segala hal mengenai bentuk akan dibahas dalam morfologi. Morfologi secara harfiah bisa dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk dan pembentuk-bentukan kata yang sebelum dan sesudah mengalami proses pembentukan kata. Bentuk-bentuk itu sering disebut sebagai morfem.

12 Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Cet. IV, h. 3

Dalam morfologi morfem dipandang sebagai salah satu satuan yang dapat membentuk kata, seperti dalam penyataan berikut:

“… morfologi ini akan dibicarakan seluk beluk morfem itu, bagaimana cara menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu berproses menjadi kata, yaitu satuan terkecil di dalam

sintaksis.”13

Morfologi membahas bagaimana sebuah bentuk itu bisa disebut sebagai morfem atau bukan morfem. Bentuk-bentuk itu akan berproses menjadi kata yang merupakan satuan terkecil di dalam sintaksis. Segala seluk beluk mengenai bentuk morfem dan proses pembentukannya menjadi kata akan dibahas di dalam morfologi. Morfologi bisa menjadi sarana untuk bisa memahami morfem lebih banyak lagi. Dalam morfologi morfem dapat mengalami perubahan yang dapat menyebabkan dua hal yang mengalami penggantian seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Suparno sebagai berikut:

… setiap satuan bahasa berupa morfem dapat mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu berarti menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu menyebabkan satuan bahasa berupa morfem itu mengalami pe[sic!]gantian dalam dua hal, yaitu: 1) kelas kata; dan 2) makna kata. Misalnya golongan kelas kata telepon berbeda dengan golongan kelas kata bertelepon-teleponan. Kata telepon dikategorikan sebagai golongan kata nominal, tetapi bertelepon-teleponan termasuk kelas kata verba.14 Morfologi merupakan suatu ilmu untuk mempelajari morfem. Morfologi juga mempelajari bagaimana sebuah morfem mengalami pengubahan. Pengubahan morfem menyebabkan penggantian kelas kata dan makna kata. Suatu morfem juga dapat bergabung dengan morfem lain, sehingga bisa menghasilkan kata dengan makna baru yang biasanya disebut sebagai proses pembentukan kata. Beberapa bentuk tidak mungkin dipecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi karena ketika bentuk itu dipecah ia tidak akan memiliki makna. Bentuk yang tidak bermakna itu bukanlah morfem. Morfem dalam proses pembentukan kata berimbuhan merupakan unsur terpenting untuk menghasilkan kata berimbuhan. Proses pembentukan

13 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Ed. Revisi, Cet. IV, h. 146 14 Suparno, Op. Cit., h. 9

kata dapat juga disebut proses morfologis seperti yang diungkapkan oleh Masnur Muslich berikut ini:

“Proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lain menjadi kata.”15

Suatu proses pembentukan kata bisa juga disebut proses morfologis. Proses ini bisa menggabungkan dua morfem menjadi sebuah kata. Morfem yang digabungkan bisa berupa morfem terikat dan morfem bebas.

“Morfem yang sebagai tempat penggabungan biasanya disebut bentuk dasar. Ciri sebuah kata mengalami proses morfologis adalah penggabungan atau perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti.”16

Proses morfologis akan membahas dengan jelas bagaimana satu morfem bisa bergabung dengan morfem lain dan menghasilkan arti yang baru. Selain itu, proses morfologis juga membahas mengenai aturan morfem-morfem yang bisa bergabung. Setiap morfem yang akan bergabung dengan morfem lain memiliki aturan yang harus dipatuhi dalam proses morfologis. Tidak ada morfem yang bisa langsung bergabung dengan morfem lain tanpa menggunakan aturan yang telah ada di dalam proses morfologis. Pertuturan membutuhkan kata berimbuhan untuk dapat mewakili konsep pemikiran manusia seperti yang diungkapkan oleh Abdul Chaer berikut ini:

“Acapkali sebuah kata dasar atau bentuk dasar perlu diberi imbuhan dulu untuk dapat digunakan di dalam pertuturan. Imbuhan ini dapat mengubah makna, jenis, dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasarnya.”17

Pembubuhan imbuhan pada sebuah kata dasar atau bentuk dasar tidak hanya dapat mewakili konsep pemikiran manusia dalam pertuturan aja, tetapi dapat mengubah makna, jenis, dan fungsinya. Imbuhan yang dibubuhi juga tergantung dalam tujuan seseorang misalnya ingin memberikan makna

15 Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. IV, h. 32

16 Ibid, h. 33

17 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Ed. Revisi, Cet. IV, h. 197

‗sebabkan jadi‘ maka imbuhan yang digunakan adalah –kan. Imbuhan akan memengaruhi makna kata berimbuhan tersebut. Proses pembubuhan afiks atau imbuhan ini juga dikemukakan oleh Masnur Muslich sebagai berikut: … proses pembubuhan afiks (afiksasi) ialah peristiwa pembentukan kata

dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Misalnya pembubuhan afiks meN- pada bentuk dasar tatar menjadi mentatar, bentuk dasar gigit menjadi menggigit, pada bentuk dasar daki menjadi

mendaki, ... Di samping dapat menempel pada bentuk dasar yang bermorfem tunggal (monomorfemis) sebagaimana yang dicontohkan di atas, afiks juga dapat membubuhkan diri pada bentuk dasar yang bermorfem lebih dari satu (polimorfemis).18

Afiks dapat dibubuhkan pada bentuk dasar di dalam peristiwa pembentukan kata. Afiks mememiliki aturan dalam proses pembubuhan itu. Setiap afiks tidak bisa begitu saja dibubuhkan pada bentuk dasar, tetapi harus mengikuti aturan. Misalnya afiks meN- berubah menjadi men- pada

mentatar, meng- pada menggigit, dan lain-lain. Afiksasi yang disampaikan oleh Harimurti hampir sama dengan Masnur, tetapi diberi poin tambahan, seperti pada kutipan berikut:

“Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu, sehingga berstatus kata (atau apabila telah berstatus kata berganti kategori), dan (3) sedikit banyak berubah maknanya.”19

Proses afiksasi mengubah bentuk leksem menjadi kategori tertentu sehingga mengubah maknanya. Jadi afiksasi tidak hanya mengubah bentuknya, tetapi mengubah kategori dan maknanya. Afiksasi dipahami sebagai proses dari sebuah leksem menjadi sebuah kata, itulah yang dapat dipahami dari pemaparan Harimurti. Sebuah leksem bisa dilihat sebagai sebuah kata jika ia telah mengalami proses afiksasi. Sudarno juga mengemukakan pendapatnya mengenai proses afiksasi yang menggabungkan morfem bebas dan morfem terikat seperti berikut ini:

18 Muslich, Op. Cit., h. 38

19 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2009), Cet. V, h. 28

Afiksasi ialah penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat. Akibat penggabungan itu fonem yang langsung berurutan ada kalanya mengalami pe[sic!]ubahan. Pe[sic!]ubahan itu terjadi di daerah perbatasan kedua morfem yang bergabung. Dalam hal ini fonem pembuka dan penutup morfem memegang peranan penting karena ia dapat menentukan wujud pe[sic!]ubahan tersebut. 20

Proses afiksasi berarti suatu proses menggabungkan morfem bebas dengan morfem terikat. Dalam proses penggabungan itu membuat morfem berubah baik bentuk fonemnya atau urutan fonemnya. Bentuk berafiks disusun berdasarkan empat cara yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata. Bentuk berafiks memiliki empat jenis afiks seperti yang terdapat dalam kutipan dari buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang disusun oleh Pusat Bahasa berikut:

“Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks sesuai kaidah pem[sic!]entukan kata bahasa Indonesia; misalnya dari bentuk pirsa menjadi pemirsa, bukan

pirsawan; dari hantar menjadi keterhantaran, bukan kehantaran.21

Konsep yang dikemukakan oleh Pusat Bahasa menerangkan bahwa bentuk dasar ditambahkan dengan bentuk berafiks terlebih dulu yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata, sehingga bisa membentuk kata berimbuhan. Kata berimbuhan bisa dibentuk dari suatu bentuk dasar dan afiks. Konsep afiksasi lainnya yang dikemukakan oleh Parera dalam bukunya yang berjudul

Morfologi memaparkan konsep seperti berikut ini:

Proses afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan lurus. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem bebas tersebut, proses afiksasi dapat dibedakan atas (1) pembubuhan depan, (2) pembubuhan tengah, (3) pembubuhan akhir, dan (4) pembubuhan terbagi.22

20 Sudarno, Morfofonemik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), Cet. I, h. 87

21 Pusat Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. I, h. 95

Parera menjelaskan afiksasi sebagai proses pembubuhan morfem terikat pada morfem bebas secara urutan lurus. Morfem terikat merupakan morfem yang tidak bisa berdiri sendiri dalam sebuah ujaran karena tidak bisa dipahami maknanya, tetapi morfem bebas bisa berdiri sendiri sebagai kata dalam sebuah ujaran. Parera membagi proses afiksasi itu dalam empat cara yaitu pembubuhan depan, tengah, akhir, dan tegrbagi sedangkan La Ode Sidu mengemukakan konsep kata dasar dan kata jadian, sebagai berikut: “Bentuk kata dasar adalah bentuk yang belum mendapatkan afiks. Misalnya: rajin, jujur, batu, adil, dan saudara. Kata jadian ialah kata yang sudah mendapatkan afiks, seperti prefiks, sufiks, infiks, atau konfiks.”23

Bentuk yang belum dibubuhi afiks atau belum mengalami proses morfologis disebut bentuk kata dasar. Kata yang telah dibubuhi atau mengalami proses morfologis maka kata tersebut biasa disebut kata jadian. Kata jadian merupakan kata yang telah dibubuhi satu dari empat jenis afiks yang telah disebutkan. Perbedaan terjadi pada penyebutan empat jenis afiks oleh Parera dengan La Ode Sidu. Pernyataan yang hampir sama dikemukakan oleh Hasan Alwi yang menggunakan penyebutan yang berbeda untuk empat jenis afiks yaitu afiks, prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks tanpa menggunakan istilah kata jadian yaitu berikut:

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan. Afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Morfem terikat yang digunakan di bagian belakang kata, maka namanya adalah sufiks atau akhiran. Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar. Sedangkan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dinamakan konfiks.24

Proses pembubuhan afiks atau afiksasi tidak terjadi begitu saja karena ada aturan serta tata cara untuk melakukan pembubuhan tersebut. Setiap kata dasar memiliki perbedaan dalam setiap pembubuhan yang dilakukan pada kata tersebut. Aturan itulah yang dipakai untuk menggabungkan

23 La Ode Sidu, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Kendari: Universitas Haluoleo, 2013), Cet. I, h. 18

24 Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka, 2003), Ed. 3, Cet. V, h. 31-32

prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Oleh karena itu, terbentuklah kata berimbuhan yang diawali oleh kehadiran salah satu imbuhan yang dibubuhi pada kata dasar untuk membentuk kata baru. Moh Tadjuddin mengemukakan kehadiran imbuhan dalam bahasa Indonesia untuk membentuk kata baru sebagai berikut:

Kehadiran imbuhan-imbuhan itu di dalam bahasa Indonesia merupakan upaya bahasa itu dalam proses pembentukan kata baru dengan makna yang baru, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Proses pembentukan kata baru itu terjadi mengingat bahwa pengertian atau konsep yang ada dalam benak manusia tidak terbatas jumlahnya, sementara kosakata (perbendaharaan kata) yang tersedia untuk mengungkapkan pengertian atau konsep itu sebaliknya, sangat terbatas.25 Kehadiran imbuhan itu bermaksud untuk memperkaya kosa kata untuk bisa mengungkapkan konsep yang ada dalam pikiran dan perasaan manusia. Kata dasar tidak bisa mewakili semua konsep yang ada di dalam benak manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan imbuhan untuk bisa menambah kata dengan makna baru agar bisa mewakili konsep yang lebih banyak lagi. Pemaparan kata berimbuhan dari beberapa pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa para pakar sebenarnya merujuk pada makna yang sama untuk kata berimbuhan dan prosesnya, tetapi mereka menggunakan beberapa istilah yang berbeda-beda seperti istilah pembubuhan, morfem terikat, morfem bebas, afiks, proses morfologis, dan afiksasi. Kata berimbuhan pada dasarnya merupakan kata dasar atau bentuk dasar yang diberi imbuhan baik di awal, di akhir, disisipkan, serta di awal dan akhir kata dasar atau bentuk dasar tersebut. Proses pembubuhan imbuhan ini juga bisa disebut proses morfologis atau afiksasi. Imbuhan juga bisa disebut dengan afiks, yang terdiri dari prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks, atau istilah lainnya yaitu awalan, akhiran, sisipan, dan imbuhan gabung.

a. Jenis-Jenis Imbuhan (Afiks)

Proses pembentukan kata berimbuhan akan selalu terkait dengan imbuhan-imbuhan yang membentuk kata tersebut. Kata yang dibubuhi

25 Moh Tadjuddin, Bahasa Indonesia Bentuk dan Makna, (Bandung: Alumni, 2013), Cet. I, h. 137

imbuhan dapat disebut kata berimbuhan yang mana akan menjadi kata baru dengan makna yang baru pula. Berbagai buku mengenai kata berimbuhan juga sudah menjelaskan bahwa kata berimbuhan merupakan kata yang dibentuk dari salah satu jenis imbuhan yang dibubuhkan pada kata dasar. Kata berimbuhan dapat juga disebut kata bentukan karena kata ini merupakan kata yang dibentuk dari bentuk dasar dan imbuhan seperti pernyataan Sugihastusti berikut ini:

“Kata bentukan ini sering pula disebut sebagai kata jadian, kata

turunan, atau kata berimbuhan. Kata yang dibentuk dari kata lain pada

umumnya mengalami tambahan bentuk pada kata dasarnya.”26

Perubahan kata yang telah diberi imbuhan itu banyak istilahnya, di antaranya yaitu kata bentukan, kata jadian, kata turunan, atau kata berimbuhan. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menyebut kata yang telah mengalami proses afiksasi. Bahasa Indonesia memproduksi kata-kata baru, khususnya kata benda yang banyak diserap dari bahasa asing, tetapi beberapa kata tidak seproduktif itu. Oleh karena itu, dibutuhkan imbuhan-imbuhan agar kata-kata tersebut bisa menghasilkan makna baru untuk mendeskripsikan maksud dari pemakai bahasa Indonesia. Penulis berpedoman pada buku Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Abdul Chaer karena penulis lebih memahami konsep dan istilah yang dipakai oleh beliau.

1) Jenis Imbuhan Berdasarkan Letak Pembubuhannya

a) Awalan atau Prefiks

Awalan (Prefiks) adalah afiks yang dibubuhkan di sebelah kiri bentuk dasar. Jenis awalan (Prefiks) yaitu me-, pe-, per-, ter, di-, se-, ke-, dan ber-. Awalan (Prefiks) memiliki bentuk yang berbeda-beda, bentuk tersebut adalah alomorf. Alomorf me- yaitu mem-, men-, meny-,meng-, me-, dan menge-. Alomorf pe- yaitu pem-, pen-, peny-,peng-, pe-, dan penge-. Alomorf per- yaitu pe- dan pel-. Alomorf

ter- yaitu te- dan ter-. Alomorf ber- yaitu be- dan bel-.Contoh tabel 2.1:

No. Bentuk Dasar Imbuhan

(prefiks) Kata Berimbuhan

1 buang mem- membuang

2 bela pem- pembela

3 sunting per- persunting

4 cantik ter- tercantik

Dokumen terkait