Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Dessy
NIM 1112015000105
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Kalideres)
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam kaitannya dengan penelitian ini Faktor-faktor yang dimaksud adalah (1) hukum perpajakan, (2) sanksi perpajakan, (3) tarif pajak, (4) manfaat NPWP, (5) pemahaman Wajib Pajak, (6) pengetahuan dasar perpajakan, (7) kesadaran Wajib Pajak, (8) tingkat pendidikan, (9) kualitas pelayanan pajak, (10) reformasi administrasi perpajakan, (11) modernisasi sistem administrasi perpajakan, (12) penerapan E-Filing, (13) pengawasan Account Reprsentative, (14) biaya kepatuhan, (15) sosialisasi pajak, dan (16) tingkat pendapatan. Responden dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang prbadi yang terdaftar di KPP Pratama Kalideres. Penelitian ini menggunakan data primer dengan metode system random sampling dalam penentuan sampel dengan jumlah sampel 100 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket yang berhubungan dengan kepatuhan wajib pajak. Hasil analisis faktor menunjukan empat faktor yang terbentuk ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, faktor-faktor ini muncul dengan nama baru yang ditentukan dengan nilai tertinggi, yaitu faktor pertama pengetahuan dasar perpajakan dengan nilai 0,764, faktor kedua penerapan e-filing dengan nilai 0,944, faktor ketiga tingkat pendapatan dengan nilai 0,809 dan faktor keempat tingkat pendidikan dengan nilai 0,753.
Individual (Case Study in KPP Pratama Kalideres)
The Purpose of the research is to determine factors that affect individual taxpayer compliance. In relation to this research the factors consist of : (1) tax law, (2) tax penalties, (3) tax rate, (4) benefits of TIN, (5) taxpayer understanding, (6) basic knowledge of tax, (7) awareness taxpayer, (8) level of education (9) quality of services, (10) tax administration reform, (11) modernization of tax administration system, (12) e-filing application, (13) supervision of account representative, (14) compliance cost, (15) socialization tax, (16) level of income. This research used primary data with system random sampling method in determining the sample. The research method used is survey method with quantitative approach. The analytical techniq used in this research is factor analysis. The data is collected by using questionnaire related to tax compliance. The result of factor analysis shows there are 4 factors that formed which are all factors infulence of tax compliance. These factors appear with new name determined by the highest value, which are: 1st factor is basic knowledge of tax with score 0,764, 2nd factor is e-filing application with score 0,944, 3rd factor is level of income with score 0,809, and the last, 4th factor is level of education with score0,753.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris di Wilayah KPP Pratama Kalideres)” dengan baik.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan. Selama proses penyusunan skripsi ini penulis
mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
3. Bapak Syaripulloh, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
4. Ibu Anissa Windarti, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan
dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Ibu Cut Dhien Nourwahida, MA selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan
dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
6. Ibu Jakiatin Nisa, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
8. Orang tua saya Bapak Sadelih dan Ibu Jumanah yang telah membesarkan
saya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan saya tiada henti serta
memberikan dukungan yang sangat besar. Semoga Allah SWT selalu
mencurahkan rahmat dan hidayat Nya kepada kalian.
9. Untuk Kakak dan Adik tercinta, Linda Riati dam Muhamad Risky Khollid
yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungannya dan membantu
saya dalam proses penyusunan skripsi ini.
10.Ana Okta Septiyana, Ichwan Nur Wulan, dan Linda Purnama Sari
sahabat-sahabat ku yang selalu ada untuk memberikan semangat,
dukungan dan motivasi.
11.Yenni Dien, Maharani Della, Fairuz Azkia sahabat yang seperti keluarga
yang selalu memberikan dukungan, terutama Yenni Dien untuk segalanya
yang sangat membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.
12.Sahabat–sahabat saya yang bertemu semasa kuliah, Sri Setiyowati, Luna,
Wulan Permatasari, Laelatul Sa’diyah, dan Dina Khairunnisa yang selalu
memebrikan doa, semangat, dan keceriaan.
13.Penghuni Kosan Hijau Aida Sri Rahayu, Sheila Muria, Kak Ami yang
mengisi kekosongan hari-hari penulis, selalu memberikan doa, semangat,
dan keceriaan.
14.Teman-teman Pendidikan IPS angkatan 2012 yang telah memberikan
pengalaman dan warna selama menjalani perkuliahan.
15.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Perumusan Masalah... 10
E. Tujuan Penelitian... 10
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. LandasanTeori ... 12
1. Dasar-dasar Perpajakan ... 12
6. Tingkat Pendidikan ... 23
7. Kualitas Pelayanan ... 24
8. Administrasi Perpajakan ... 27
9. Reformasi Administrasi Perpajakan ... 28
10. Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan ... 28
11. Penerapan e-Filing ... 30
12. Pengawasan Account Representative (AR) ... 30
13. Biaya Kepatuhan ... 32
14. Sosialisasi Pajak ... 32
15. Tingkat Pendapatan ... 33
16. Kepatuhan Wajib Pajak ... 33
B. Hasil Penelitian yang Relevam ... 35
C. Kerangka Berpikir ... 42
D. Hipotesis Penelitian ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45
B. Metode Penelitian... 45
C. Populasi dan Sampel ... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ... 47
E. Instrumen Penelitian ... 48
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64
B. Statistik Deskriptif Responden ... 68
C. Teknik Analisis Data ... 72
1. Uji Instrumen Angket ... 72
a. Uji Validitas ... 74
b. Uji Reliabilitas ... 75
2. Uji Prasyarat Analisis ... 75
a. Uji Normalitas ... 76
b. Uji Homgenitas... 70
3. Statistik Deskripitf ... 78
4. Analisis Faktor ... 83
D. Pembahasan dan Interpretasi ... 93
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 97
B. Implikasi ... 97
C. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 99
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan ... 32
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 37
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 37
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status ... 49
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas ... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji Reliabilitas... 52
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ... 56
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas... 57
Tabel 4.9 Statistik Deskriptif ... 58
Tabel 4.10 KMO dan Barlett's Test ... 59
Tabel 4.11 Communalities ... 60
Tabel 4.12 Total Variance Explained ... 60
Tabel 4.13 Component Matrix ... 61
Tabel 4.14 Rotated Component Matrix ... 61
Tabel 4.15 Daftar Faktor Terbentuk 1 ... 61
Tabel 4.16 Daftar Faktor Terbentuk 2 ... 61
Grafik 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48
Gambar 1.1 Pendapatan Negara Tahun 2016 ... 46
Gambar 2.2 Penerimaan Perpajakan dari 2010-2016 ... 46
Lampiran 2 Angket
Lampiran 3 Hasil Angket
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Uji Analisis
Lampiran 6 Surat-surat terkait
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan apabila
pemerintah menjalankan pemerintahannya dengan baik dan melaksanakan
pembangunan disegala bidang. Hal ini tentunya didukung oleh pembiayaan
Negara yang mamadai. Suatu Negara akan berjalan dengan baik ketika sumber
keuangan Negara stabil ataupun kuat. Sumber penerimaan dana untuk Negara di
dominasi oleh pajak. Sebenarnya, sumber penerimaan Negara ada dua jensi yaitu
berasal dari internal maupun eksternal, sumber penerimaan Negara yang berasal
dari dalam adalah pajak, dan eksternal adalah penerimaan bukan pajak seperti
pemanfaatan sumber daya alam, pinjaman luar negeri dan sebagainya. Sumber
dana yang berasal dari eksternal bersifat tidak stabil untuk menangani pembiayaan
Negara, dan Negara tidak bisa terus bergantung dari sumber eksternal. Maka dari
itu pemerintah mengandalkan penerimaan dari faktor internal yaitu yang berasal
dari pajak. Pajak merupakan sumber terbesar pembiayaan Negara.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata
Cara Perpajakan menyebutkan bahwa:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” 1
Pada saat ini pajak memiliki peran yang mendominasi terhadap pendapatan
Negara. Salah satu fungsi pajak adalah fungsi penerimaan (budgetair). Pajak
berfungsi sebagai sumber dana yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Secara keseluruhan pendapatan Negara di
tahun 2016
1
ditargetkan mencapai Rp. 1.822,5T. Pendapatan Negara yang paling
mendominasi adalah pendapatan dari hasil pungutan pajak. Hal ini bisa
dibuktikan dengan grafik di bawah ini:
sumber : http://www.kemenkeu.go.id/apbn2016
Gambar 1.1
Pendapatan Negara tahun 2016
Dari gambar di atas pendapatan Negara yang dihasilkan melalui pungutan
pajak mencapai 75% atau setara dengan Rp. 1.360,2T perbandingan yang sangat
jauh jika dibandingkan dengan pendapatan dari objek lain. Pemerintah
menargetkan Pendapatan Negara naik Rp.60,9 T dari APBNP 2015 atau tumbuh
sebesar 3,5%. Kenaikan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya
penerimaan perpajakan sebesar Rp57,4 T.2 Dapat dilihat dari grafik di atas pajak
sangat mendominasi sumber penerimaan Negara. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melihat gambar di bawah ini.
Gambar 1.2
Penerimaan Perpajakan dari tahun 2010 - 2016
Jika dilihat dari gambar 1.2 pertumbuhan perpajakan dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2016 itu tiap tahunnya mengalami peningkatan. Rata-rata
pertumbuhan perpajakan dari tahun 2010 sampai dengan 2016 adalah sebesar
13,5%. 3 Pertumbuhan perpajakan terus meningkat di dukung dengan
perekonomian Indonesia yang dikatakan terus meningkat juga. Dana dari
penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN akan dialokasikan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan suatu Negara. Maka dari itu pengelolaan
dana pajak harus dikelola dengan baik agar tujuan pemerintah untuk
kesejahteraan rakyat terwujud.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A 4menyebutkan bahwa pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur oleh
undang-undang. Pajak merupakan hal yang paling utama untuk dijadikan
perhatian, maka dari itu banyak hal yang dilakukan pemerintah untuk terus
meningkatkan penerimaan Negara. Dalam hal ini diperlukan peran aktif dari
Direktorat Pajak ataupun petugas pajak dalam pemungutan pajak, untuk terus
meningkatkan penerimaan pajak.
Usaha memaksimalkan penerimaan pajak harus lebih mengarah pada upaya
meningkatkan penerimaan dengan berbagai macam program. Upaya
3 http://www.kemenkeu.go.id/apbn2016 (di akses pada tanggal 25 Februari 2016)
4
memaksimalkan penerimaan pajak juga tidak dapat hanya mengandalkan peran
dari Direktorat Jendral Pajak maupun petugas pajak, tetapi dibutuhkan juga peran
aktif dari para wajib pajak itu sendiri.5 Reformasi sistem perpajakan sudah
dilakukan pemerintah, sistem perpajakan dari Official Assessment menjadi Self
Assessment, Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar. Hal ini menjadi dasar kepatuhan dan kesadaran wajib
pajak dan menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai
keberhasilan penerimaan pajak.
Menganut Self Assessment System membawa misi dan konsekuensi
perubahan sikap (kesadaran) warga masyarakat untuk membayar pajak secara
sukarela (voluntary compliance). Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan
secara sukarela merupakan tulang punggung sistem Self Assessment. Secara
umum, kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak berdasarkan
sistem Self Assessment adalah:
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2. Membayar dan melaporkan pajak penghasilan dan pajak lainnya.6
Sistem pemungutan pajak sebenarnya ada tiga macam yaitu:
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
5 Harjanti Puspa Arum., “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap)”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, 2012, h.2
memperhitungkan, membayar, dan melaporan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.7
Pada kenyataannya sistem yang telah dianut di Indonesia masih belum bisa
dikatakan berjalan dengan baik, meskipun penerimaan pajak terus meningkat tiap
tahun tetapi kepatuhan pajak di Indonesia masih dikatakan rendah, karena masih
banyak warga Negara Indonesia yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib
pajak.
Wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
berdasarkan Undang-Undang perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP. Memiliki NPWP merupakan sebuah kewajiban bagi setiap
wajib pajak. Dengan memiliki NPWP, maka segala aktifitas yang dilakukan oleh
wajib pajak akan lebih mudah dan tercatat serta terpantau oleh Direktorat Jendral
Pajak. Namun dengan memiliki NPWP tidak menjamin wajib pajak melakukan
kewajiban sebagai wajib pajak. Karena masih banyak wajib pajak yang memiliki
NPWP tidak melaporkan SPT.
Self Assessment System menuntut adanya kesadaran dan peran aktif dari
dalam diri masyarakat dalam memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak. Dengan
sistem seperti ini yang telah diterapkan di Indonesia berharap wajib pajak yang
telah memiliki NPWP akan menjadi wajib pajak yang patuh dalam memenuhi
kewajibannya sebagai wajib pajak. Kewajiban perpajakan tersebut harus
dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Oleh
karena itu wajib pajak perlu pemahaman yang baik dan benar tentang peraturan
perpajakan yang ada dalam Undang-Undang perpajakan untuk memenuhi
kewajiban perpajakan.
Pengetahuan dan pemahaman yang dimaksud adalah mengerti dan paham
tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan tentang bagaimana cara
membayar pajak, melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan), mengetahui dimana
tempat membayar pajak, mengetahui kapan batas waktu pembayaran atau
pelaporan SPT dan mengetahui sanksi yang akan didapatkan jika tidak membayar
pajak. Ada kemungkinan rendahnya kepatuhan wajib pajak dikarenakan
kurangnya pemahaman tentang tata cara membayar pajak.
Hingga tahun 2015, Wajib Pajak (WP) yang terdaftar dalam sistem
administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencapai 30.044.103 WP, yang
terdiri atas 2.472.632 WP Badan, 5.239.385 WP Orang Pribadi (OP) Non
Karyawan, dan 22.332.086 WP OP Karyawan. Hal ini cukup memprihatinkan
mengingat menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga tahun 2013, jumlah
penduduk Indonesia yang bekerja mencapai 93,72 juta orang. Artinya baru sekitar
29,4% dari total jumlah Orang Pribadi Pekerja dan berpenghasilan di Indonesia
yang mendaftarkan diri atau terdaftar sebagai Wajib Pajak. Meskipun begitu
tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP) di DKI Jakarta telah mengalami peningkatan
di tahun 2015, pada tahun 2014 kepatuhan Wajib Pajak (WP) membayar PPh di
DKI mencapai 70 persen, di tahun 2015 angka tersebut naik menjadi 92 persen,
angka yang cukup tinggi. Walaupun tingkat kepatuhan Wajib Pajak di DKI
Jakarta mengalami peningkatan tetapi itu belum mencapai target pemerintah,
pemerintah merencanakan tingkat kepatuhan mencapai 100 persen di tahun 2016
ini.8
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar sampai Tahun 2015
Wajib Pajak Badan 2.472.632
Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan 22.332.086
Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan 5.239.385
Jumlah 30.044.103
Dengan data di atas tidak dapat dipungkiri masih ada saja perusahaan atau
orang pribadi yang tidak mau membayar pajak karena menganggap membayar
pajak merupakan sebuah kerugian. Kecenderungan tersebut merupakan persoalan
yang cukup serius bagi Direktorat Jenderal Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak sangat
berdampak terhadap penerimaan pajak dan juga berdampak terhadap penerimaan
Negara. Jika penerimaan Negara dari sektor pajak berkurang hal ini akan sangat
mempengaruhi keuangan Negara. Hal tersebut akan menjadi kendala yang besar
bagi pemerntah dalam proses pembangunan Negara.
Kajian seperti ini merupakan hal yang penting untuk terus meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor yang mungkin menjadi pengaruh kepatuhan
pajak seperti, tarif pajak, hukum pajak, manfaat NPWP, sanksi pajak, pemahaman
Wajib Pajak, pengetahuan dasar perpajakan, kesadaran Wajib Pajak, pendidikan,
kualitas pelayanan pajak, reformasi administrasi perpajakan, modernisasi sistem
administrasi perpajakan, penerapan e-Filing, pengawasan Account Representative,
biaya kepatuhan (Compliance Cost), sosialisasi pajak, dan tingkat pendapatan.
Dalam penelitian Marvina Ramdhan (2015) tentang pengaruh hukum pajak
dan sanksi administrasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan hasil
penelitian bahwa hukum perpajakan dan sanksi pajak memberikan pengaruh besar
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Penelitian Masruroh (2013) mengenai pengaruh kemanfaatan NPWP,
pemahaman wajib pajak, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap
kepatuhan wajib pajak dengan jumlah responden sebanyak 100 wajib pajak dengan
hasil penelitian bahwa pemahaman wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan
pelayanan dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak.
Penelitian dari Nova Kristanty, Siti Khairani dan Icha Fajriana yang meneliti
tentang pengaruh pengetahuan wajib pajak, tarif pajak, dan penyuluhan pajak
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan di kantor pelayanan pajak madya
Palembang. Hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan wajib pajak, tarif pajak,
dan penyuluhan wajib pajak memiliki pengaruh yang signifikan sebesar 36,6%
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak badan di kantor pelayanan pajak madya
Palembang.
Penelitian lain oleh Berly Angkoso (2010) adalah pengaruh refromasi
administrasi perpajakan, pengetahuan dasar wajib pajak tentang perpajakan dan
kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan
pajak pratama Jakarta Selatan, penelitian ini dilakukan pada 6 kantor pelayanan
pajak pratama di wilayah Jakarta Selatan dengan hasil penelitian reformasi
administrasi perpajakan, pengetahuan dasar wajib pajak tentang perpajakan dan
kesadaran perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak.
Dalam penelitian Sandi (2010) pengaruh pelayanan, konsultasi,
dan pengawasan Account Representative terhadap kepatuhan wajib pajak
yang menyatakan pelayanan dan pengawasan account representative berpengaruh
secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan konsultasi tidak
berpengaruh secara signifikan. Secara simultan variabel pelayanan, konsultasi
dan
pengawasan account representative berpengaruh secara signifikan terh
adap kepatuhan wajib pajak.
Ernawati (2014) juga melakukan penelitian dengan judul pengaruh tingkat
pendidikan, pendapatan dan kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib
pajak di kantor pelayanan pajak pratama Bulukumba dengan hasil tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh
Agus Nugroho Jatmiko (2013) meneliti pengaruh sanksi denda, pelayanan
fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, dengan
menggunakan metode regresi berganda memiliki hasil bahwa sikap wajib pajak
terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus
dan sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganilisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Kajian seperti ini merupakan hal yang penting untuk terus meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor yang mungkin menjadi pengaruh kepatuhan
pajak seperti, tarif pajak, hukum pajak, manfaat NPWP, sanksi pajak, pemahaman
Wajib Pajak, pengetahuan dasar perpajakan, kesadaran Wajib Pajak, pendidikan,
kualitas pelayanan pajak, reformasi administrasi perpajakan, modernisasi sistem
administrasi perpajakan, penerapan e-Filing, pengawasan Account Representative,
biaya kepatuhan (Compliance Cost), sosialisasi pajak, dan tingkat pendapatan.
Saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa peran
wajib pajak sangat penting untuk meningkatkan pendapatan Negara dalam
penerimaan pajak. Dengan menambah dua variabel penelitian yaitu penerapan
e-filing dan pengawasan Account Representative. Berdasarkan uraian mengenai
hasil dari penelitian-penelitian terdahulu, memberikan motivasi untuk melakukan
penelitian kembali mengenai beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus di KPP Pratama Kalideres)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
diidentifikasi adalah:
1. Adanya kenaikan tingkat kepatuhan pajak, tetapi belum mencapai
2. Direktorat Jenderal Pajak belum maksimal dalam menerapkan sistem
perpajakan yang terbaru.
3. Masih banyak Wajib Pajak yang tidak membayarkan pajaknya.
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan penelitian menjadi lebih spesifik, maka perlu dilakukan
pembatasan masalah, Penelitian ini menguji faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak. Faktor-faktor yang akan diteliti
adalah tarif pajak, hukum pajak, manfaat NPWP, sanksi pajak, pemahaman Wajib
Pajak, pengetahuan dasar perpajakan, kesadaran Wajib Pajak, pendidikan,
kualitas pelayanan pajak, reformasi administrasi perpajakan, modernisasi sistem
administrasi perpajakan, penerapan E-Filing, pengawasan Account Reprsentative,
biaya kepatuhan (Compliance Cost), sosialisasi pajak, tingkat pendapatan dan
pengaruh struktur pengendalian internal.
D. Perumusan Masalah
Masalah yang terjadi pada saat ini adalah tingkat kepatuhan wajib pajak
orang pribadi yang masih rendah. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama
Kalideres?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Kalideres.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik
secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan
2. Secara Praktis
a. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, hasil penelitian diharapkan mampu
memberikan masukan dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak
melalui peningkatan kualitas pelayanan dan pemberian sanksi perpajakan.
b. Bagi peneliti selanjutnya, hasil dalam penelitian ini dapat dijadikan
literature bagi penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
c. Bagi wajib pajak, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai
kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
serta sebagai cerminan bagi wajib pajak untuk menjadi wajib pajak yang
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Dasar-dasar Perpajakan
a.
Pengertian PajakPajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.9 Pajak dalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.10
Pajak dari persepektif ekonomi dapat dipahami sebagai beralihnya
sumber dari kepada sektor publik. Pemahaman ini memberi gambaran
bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama,
berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk
kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya
kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik
yang merupakan kebutuhan masyarakat.11 Dapat disimpulkan pengertian
pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan yang dimiliki
Wajib Pajak ke kas Negara yang sifatnya memaksa.
9 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 2 : Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, (Jakarta : PT. Indeks, cetakan kesatu 2012), h. 4.
10 Siti Resmi, Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6, (Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011), h.1.
b.
Fungsi PajakPajak memiliki peranan penting dalam sebuah negara, khususnya
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk
pengeluaran pembangunan. Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi Penerima (Budgetair)
Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi
kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Biaya ini dapat diperoleh
dari penerimaan pajak.
2) Fungsi Pengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan
ditengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku
ekonomi. Fungsi ini sering menjadi tujuan pokok dari sistem
pajak, paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak
terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam
bidanng ekonomi dan sosial.12
c.
Sistem Pemungutan PajakSistem pemungutan pajak dibagi menjadi :
1) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya
pajak terutang.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.13
d.
Hukum PerpajakanHukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai penerima pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.14 Jika memperhatikan materinya, Hukum Pajak
dibedakan menjadi hukum pajak materiil dan hukum pajak formil, yaitu :
1) Hukum pajak materill, memuat norma-norma yang menerangkan
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak
(objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa
besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu yang timbul dan
dihapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara
pemerintah da wajib pajak.
2) Hukum pajak formil, memuat bentuk tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan, hukum pajak
formil ini memuat, antara lain :
a) Tata cara penetapan pajak
b) Hak-hak aparat pajak untuk mengawasi wajib pajak
mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang dapat
menimbulkan utang pajak
c) Kewajiban wajib pajak sebagai contoh penyelenggaraan
pembukuan, pencatatan, dan hak-hak wajib pajak
mengajukan keberatan dan banding.15
e.
Sanksi PerpajakanMenurut Mardiasmo, "Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa
ketentuan Undang-Undang perpajakan dipatuhi atau bisa dengan kata
13 Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 2 : Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-Undang Terbaru, (Jakarta : PT. Indeks, cetakan kesatu 2012), h. 14.
lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan agar wajib pajak tidak
melanggar norma perpajakan."16
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa ada dua macam
sanksi, yaitu :
1) Sanksi administrasi yang terdiri dari :
a) Sanksi administrasi berupa denda.
b) Sanksi administrasi berupa bunga.
c) Sanksi administrasi berupa kenaikan.
2) Sanksi pidana yang terdiri dari :
a) Pidana kurungan.
b) Pidana penjara.17
Terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari wajib pajak
apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku,
yaitu:
1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar
pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh.
2. Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam
menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat
waktu sesuai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat
Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada
wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.18
Pemberian sanksi (law enforcement) tanpa memandang golongan
dan dilaksanakan secara konsekuen merupakan cara yang paling efektif
dari keempat hal di atas.19 Wajib pajak akan patuh membayar pajak bila
memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya.20
Namun, pada saat ini tidak sedikit wajib pajak yang menganggap remeh
dan menyepelekan sanksi perpajakan.
Wajib pajak berpikir bahwa sanksi perpajakan yang diberlakukan
tidak menakutkan. Di masa sekarang ini bahkan wajib pajak tidak segan
untuk menyuap aparat pajak agar dapat terbebas dari sanksi. Padahal
pengenaan sanksi perpajakan bertujuan untuk menciptakan kepatuhan
wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
f.
Pengertian Wajib PajakWajib pajak atau disebut juga subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.21
Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang–undangan perpajakan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa wajib pajak dapat terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang
pribadi dan wajib pajak badan.22
g.
Pengertian Objek Pajak
19 Arum, “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap)”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, 2012, h.23.
20 Jatmiko, “Pengaruh Sikap Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kota Semarang)”, Tesis S2 Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2013, h. 20.
21 Resmi, Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6, (Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011), h.75.
Objek pajak adalah segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan atau
keadaan) yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah
penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak.23
h.
Tarif PajakTarif pajak adalah ketentuan persentase (%) atau jumlah (rupiah)
pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan dasar pajak
atau objek pajak. Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya
pajak terutang dengan kata lain tarif pajak merupakan tarif yang
digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Secara
umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persen. Berdasarkan pola
persen pajak, tarif pajak dibagi menjadi 4 macam, antara lain:
1) Tarif pajak proporsional atau sebanding
Tarif pajak proporsional adalah presentase penggunaan pajak
yang tetap atas berapapun dasar pengenaan pajaknya.
2) Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap adalah jumah nominal pajak yang tetap
terhadap berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Contohnya, tarif atas bea materai.
3) Tarif pajak degresif
Tarif pajak degresif adalah presentase pajak yang menurun
seiring dengan peningkatan dasar pengenaan pajaknya.
4) Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif adalah presentase pajak yang bertambah
seirinng dengan peninngkatan dasar pengenaan pajaknya.24
2. Manfaat NPWP
23 Resmi, Perpajakan : Teori dan Kasus Edisi 6, (Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 2011), h.78.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan dalam Pasal 1 menyatakan bahwa, “Nomor Pokok
Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.”25
Pasal 2 menyatakan bahwa, “Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.”
Sesuai dengan ketentuan UU No. 18 Tahun 2000, sistem pemungutan
pajak di Indonesia adalah Self Assessment System. Semua Wajib Pajak yang
telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri ke
kantor Direktorat Jendral Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan
sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak.26
Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Direktorat
Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk memberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan kepada wajib pajak. 27 Hal ini
menunjukan bahwa wajib pajak harus memilik NPWP, kesadaran kepemilikan
NPWP bukan hanya dari wajib pajak yang sukarela mendaftarkan diri tetapi
juga dapat dipaksakan oleh pemerintah yang diberikan wewenang untuk
mengurus masalah pajak atas dasar peraturan perunsang-undangan. NPWP
25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.
bisa diberikan secara jabatan apabila data yang diperoleh atau dimiliki
Direktorat Jenderal Pajak menunjukan bahwa wajib pajak tersebut telah
memenuhi syarat untuk memiliki NPWP.
Fungsi NPWP adalah sebagai tanda pengenal diri dan untuk menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh Wajib Pajak jika memiliki NPWP
yaitu :
a. Wajib pajak dapat menghitung sendiri pajak yang wajib dibayarkan
dan wajib pajak dapat meminta restitusi atau pembayaran kembali
jika wajib pajak kelebihan dalam membayar pajak.
b. Tarif pajak PPh pasal 21 lebih tinggi 20% dan tarif PPh pasal 23
lebih tinggi 100% dapat dihindari.
c. Wajib pajak dapat menjalankan transaksi yang mensyaratkan
kepemilikan NPWP, misalnya dalam mengajukan kredit, penjualan
tanah dan sebagainya.
d. Bebas fiskal luar negeri jika bepergian keluar negeri
e. Jika terjadi kekeliruan atau penetapan sepihak, wajib pajak dapat
menggunakan hak untuk mengajukan keberatan, banding,
pembatalan ketetapan, pengurangan sanksi, dan sebagainya.
f. Berhak mendapatkan pelayanan dari petugas pajak, baik yang
bersifat informatif maupun teknis seperti ketika akan melakukan
impor barang, pengajuan syarat ikut lelang pemerintah dan
sebagainya.28
Fungsi NPWP yang disebutkan dalam UU KUP antara lain :
a. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
b. Sebagai identitas wajib pajak.
c. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan.
d. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.29
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dalam Pasal 39, setiap
orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara maka akan
dikenai sanksi. Sanksi tersebut yaitu sanksi pidana penjara paling singkat
enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.30
3. Pemahaman Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,
pemotongan pajak dan pemungutan pajak yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-Undang.
Pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses
dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan
pengetahuan itu untuk membayar pajak.31
Pemahaman yang dimaksud adalah mengerti dan paham tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan tentang bagaimana cara membayar
pajak, melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan), mengetahui dimana tempat
membayar pajak, mengetahui kapan batas waktu pembayaran atau pelaporan
SPT dan mengetahui sanksi yang akan didapatkan jika tidak membayar pajak.
Sesuai dengan sistem yang telah diterapkan di Indonesia yaitu Self
Assessment System yang telah diberi kepercayaan untuk menghitung,
membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan.
Sistem tersebut mengharuskan peran aktif dari wajib pajak itu sendiri untuk
memenuhi kewajiban dalam membayar pajak. Kewajiban perpajakan tersebut
29 Prastowo, Manfaat dan Risiko Memiliki NPWP, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2009), h.18. 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
harus dilaksanakan sesuai aturan undang-undang perpajakan yang berlaku di
Indonesia. Dalam hal ini wajib pajak harus mempunyai pemahaman yang
baik tentang aturan perpajakan yang berlaku untuk memenuhi kewajiban
perpajakan.
Kesadaran dan kedisiplinan dari masyarakat sangat diperlukan untuk
memahami dan mematuhi kewajiban perpajakan. Semua ketentuan
pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan baik oleh wajib
pajak apabila wajib pajak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
keempat hal berikut:
a. Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar, sehingga wajib
pajak harus memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengisian
SPT.
b. Penghitungan pajak sesuai dengan pajak terutang yang ditanggung
oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak harus memiliki pemahaman
yang cukup dalam menghitung pajak terutang yang ditanggung oleh
wajib pajak.
c. Penyetoran pajak (pembayaran) secara tepat waktu sesuai yang
ditentukan, sehingga wajib pajak harus mempunyai pengetahuan
yang cukup mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penyetoran
pajak.
d. Pelaporan atas pajaknya ke kantor pajak setempat oleh wajib pajak.
Pemenuhan kewajiban perpajakan akan terlaksana dengan baik jika
didukung dengan pemahaman wajib pajak yang baik mengenai
peraturan perpajakan.32
Pemahaman tersebut akan memudahkan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan. Wajib pajak yang tidak memahami
peraturan perpajakan secara jelas akan cenderung menjadi wajib pajak yang
tidak patuh. Demikian pula sebaliknya, semakin wajib pajak paham mengenai
peraturan perpajakan, maka wajib pajak akan cenderung menjadi wajib pajak
yang patuh. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman dapat dijadikan dugaan
sebagai pengaruh dalam kepatuhan wajib pajak.
4. Pengetahuan Dasar Perpajakan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka. Perilaku
yang didasari pengetahuan bersifat lama.33
Pengetahuan Pajak yaitu langkah pendewasaan pemikiran
seorang wajib pajak melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Melalui pendidikan formal dan non formal dapat meningkatkan
pengetahuan wajib pajak, karena pengetahuan perpajakan merupakan hal
yang paling mendasar harus dimiliki wajib pajak.34
Pengetahuan dasar perpajakan adalah pemahaman wajib pajak mengenai
hukum Undang-undang, tata cara perpajakan yang benar. Pengetahuan akan
peraturan perpajakan masyarakat melalui pendidikan formal maupun non
formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk
membayar pajak. Pengetahuan perpajakan dalam sistem perpajakan yang
baru, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri pajak terutangnya.35
5. Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Suyatmin dalam tesis Jatmiko, kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaranperpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan
33 Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002), h.5.
34 Evi Susilawati dan Ketut Budiarthi, “Pengaruh kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi perpajakan dan akuntabilitas pelayanan publik pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.2 (2013), h.349.
masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak.36
Indonesia telah menerapkan Self Assessment System, yang mana dalam
sistem tersebut wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya.
Dengan telah diterapkannya seperti itu diharapkan adanya kesadaran sendiri
dari wajib pajak untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh.
Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah
satu sebab banyaknya potensi pajak tidak dapat dijaring.37 Artinya jika
kesadaran masyarakat masih rendah, maka tingkat kepatuhan wajib pajak
juga masih dikatakan rendah.
Kesadaran wajib pajak atas perpajakan sangat diperlukan dengan tujuan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan
bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi
tingkat kepatuhan wajib pajak.38
6. Tingkat Pendidikan
Tujuan pendidikan nasional menurut GBHN adalah pendidikan yang
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa diselenggarakan secara terpadu
dan diarahkan pada peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan
terutama peningkatan kualitas pendidikan dasar serta jumlah dan kualitas
kejuruan. Pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas manusia dan
menumbutuhkan kesadaran, serta sikap budaya bangsa untuk selalu berupaya
menambah pengetahuan dan keterampilan, serta mengamalkannya sehingga
terwujud manusia-manusia masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa
36 Jatmiko, “Pengaruh Sikap Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kota Semarang)”, Tesis S2 Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2013, h. 21.
37 Jatmiko, “Pengaruh Sikap Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kota Semarang)”, Tesis S2 Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2013, h.23.
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih maju, mandiri, berkualitas dan
menghargai setiap jenis pekerjaan yang memiliki harkat dan martabat filsafah
Pancasila.39
Tingkat Pendidikan yang semakin tinggi akan meyebabkan masyarakat
lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang berlaku. Tingkat Pendidikan yang rendah akan
berpeluang wajib pajak malas melaksanakan kewajiban perpajakan karena
kurangnya pemahaman mereka terhadap sistem perpajakan yang telah
diterapkan.40 Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan menjadikan
seseorang tersebut lebih mudah untuk memahami dan mengerti segala hal,
dalam hal perpajakan seseorang akan mampu memahami tata cara ketentuan
perpajakan dan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan rendahnya tingkat
pendidikan seseorang kemungkinan besar akan mempersulit orang tersebut
memahami sesuatu dan memungkinkan wajib pajak tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai wajib pajak karena kurangnya pemahaman terhadap
sistem perpajakan yang diterapkan, dan kurangnya pemahaman cara
membayar pajak.
7. Kualitas Pelayanan Pajak
Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan
cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal
agar tercipta kepuasan dan keberhasilan.41 Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pasal 1, “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
39 Ernawati, "Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pendapatan, dan Kualitas Pelayanan Fiskus terhdapa Kepatuhan Wajib Pajak", Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin Makasar, 2014, h.17.
40 Rolalita Lukmana Putri, "Pengaruh Motivasi Membayar Pajak dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi", Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2016, h.20.
dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.” 42 Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai
pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak
untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya.43
Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan
kepuasan kepada wajib pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar
pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara
terus-menerus. Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pihak yang menginginkannya.44
Dengan demikian, kualitas yang dimaksud di sini adalah kondisi dinamis
yang dapat menghasilkan:
a. Produk yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak.
b. Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak.
c. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak.
d. Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2011 Tentang Pelayanan Prima menjelaskan bahwa, “Pelayanan yang baik adalah sentra dan indikator utama dalam membangun citra Direktorat Jenderal Pajak, sehingga
kualitas pelayanan harus terus menerus ditingkatkan dalam rangka
mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan seluruh stakeholder perpajakan terhadap Direktorat Jenderal Pajak.”45
Strategi Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mewujudkan tingkat
kepercayaan masyarakat dan upaya untuk mencapai tingkat kepuasan yang
42 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pasal 1
43 Masruroh, “Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kabupaten Tegal)”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, 2013, h.25.
44 Masruroh, “Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kabupaten Tegal)”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, 2013, h. 25.
tinggi adalah dengan meningkatkan kualitas pelayananpajak kepada wajib
pajak. Hal ini diwujudkan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE84/PJ/2011 Tentang Pelayanan Prima yang menjadi pedoman bagi
aparat pajak dalam melaksanakan pelayanan kepada wajib pajak.
Pelayanan Prima yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak secara tidak
langsung akan dapat menamankan citra positif. Konsep pelayanan prima
merupakan pelayanan ideal, yang mengadopsi pelayanan terbaik dan
universal yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak. Disadari sepenuhnya bahwa proses tersebut tidak
memberikan hasil dalam waktu singkat, namun demikian diharapkan
kepatuhan sukarela akan terbentuk, dengan sinergi dalam pelayanan dan
kehumasan dan ditambah komunikasi internal dan eksternal, diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Direktorat Jenderal Pajak.46
Ada lima dimensi yang digunakan untuk menilai kualitas pelayanan, yaitu:
1. Kehandalan (Reliability)
Kehandalan berkaitan dengan kemampuan aparat pajak untuk
memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa
membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanan sesuai
dengan waktu yang disepakati.
2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Daya tanggap berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan aparat
pajak untuk membantu wajib pajak dan merespon permintaan
mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan
dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat.
3. Jaminan (Assurance)
Jaminan yaitu perilaku aparat pajak mampu menumbuhkan
kepercayaan dan menciptakan rasa aman bagi wajib pajak. Jaminan
juga berarti bahwa aparat pajak selalu bersikap sopan dan menguasai
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani
setiap pertanyaan atau masalah wajib pajak.
4. Empati (Emphaty)
Empati berarti aparat pajak memahami masalah wajib pajak dan
bertindak demi kepentingan wajib pajak, serta memberikan perhatian
personal kepada wajib pajak dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti Fisik (Tangibles)
Bukti fisik berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan,
dan material yang digunakan aparat pajak, serta penampilan aparat
pajak.47
Kualitas pelayanan pajak berhubungan erat dengan kepatuhan wajib
pajak. Jika pelayanan yang dilakukan aparat pajak baik dan memberikan
kesan baik terhadap wajib pajak ada kemungkinan wajib pajak akan rajin
dalam melaporkan SPT dan membayar pajak, begitu pun sebaliknya jika
pelayanan tidak baik akan ada kemungkinan hal tersebut yang dapat membuat
wajib pajak malas untuk melaporkan atau membayar pajak. Dengan demikian
kualitas pelayanan pajak diprediksi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
9. Administrasi Perpajakan (Tax Compliance)
Administrasi pajak dapat dilihat sebagai fungsi, sistem, atau lembaga.
Sebagai fungsi, administrasi pajak meliputi fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. 48 Administrasi pajak
sebagai sistem adalah seperangkat unsur yang saling berkaitan yang berfungsi
bersama-sama untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan suatu tugas
tertentu. Sebagai lembaga administrasi pajak merupakan salah satu Direktorat
pada Departemen Keuangan.49
10. Reformasi Administrasi Perpajakan
47 Masruroh, “Pengaruh Kemanfaatan NPWP, Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris WP OP di Kabupaten Tegal)”, Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, 2013, h.25.
Reformasi administrasi perpajakan bertujuan untuk mencapai
administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Pembaharuan perpajakan
memerlukan pembenahan administrasi perpajakan secara menyeluruhh, baik
menyangkut prosedur maupun tata kerja dan peralatan yang memadai.
Administrasi perpajakan harus berfungsi secara efisien dan efektif, segera
tanggap atas perkembangan dalam masyarakat.50
11. Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan
Modernisasi perpajakan adalah bagian dari reformasi perpajakan. Ada
nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih teknis, fokus, dan dinamis
sejalan dengan reformasi perpajakan itu sendiri. Modernisasi administrasi
perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi tiga unsur. Unsur-unsur
tersebut antara lain :
a. Restrukturisasi organisasi
b. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi
c. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia51
Dalam rangka modernisasi administrasi perpajakan, pihak Direktorat
Jenderal Pajak mengupayakan perbaikan administrasi, diantaranya perbaikan
mutu aparatur pajak dan perbaikan peralatan.52
Tujuan dari modernisasi perpajakan, antara lain:
a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi
b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi
c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi53
Direktorat Jenderal Pajak memberikan usaha yang maksimal agar
organisasi perpajakan semakin memenuhi tuntutan kebutuhan sejalan dengan
50 Intan Gayatri, "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan", Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2009, h.21
51 Liberti Pandiangan, Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan berdasarkan UU terbaru, (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2008), h.7.
52 Gayatri, "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan", Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2009, h.23.
pelaksanaan pembaharuan perpajakan.54 Dalam membangun administrasi
perpajakan yang baik, akurat dan cepat, tidak satupun data dari informasi
perpajakan yang tidak termanfaatkan yang digunakan untuk menguji tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.55
Kebijakan pemerintah mengenai perpajakan sering kali berubah, namun
perubahan kebijakan perpajakan oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan
baik apabila sistem administrasi perpajakan nya juga belum baik.
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar disegala aspek
perpajakan yang mencakup modernisasi perpajakan jangka menengah dengan
tujuan tercapainya:
a. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi
b. Kepercayaan terhadapa administrasi perpajakan yang tinggi
c. Produktivitas aparat perpajakan yang tinggi56
Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan pelayanan kepada wajib
pajak adalah dengan adanya sistem administrasi perpajakan yang lebih
modern. Direktorat Jenderal Pajak memanfaatkan teknologi yang ada saat ini,
dan akan terus mengembangkannya sejalan dengan teknologi yang terus
maju.
Penerapan teknologi komunikasi dalam organisasi Direktorat Jenderal
Pajak menggunakan sistem komputerisasi yang dapat memproses informasi
dengan efisien dan efektif sehingga dapat mendukung modernisasi
adminsitrasi perpajakan.57
54 Gayatri, "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan", Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, h.23.
55 Gayatri, "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan", Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, h.23.
56 Gayatri, "Pengelolaan Data Wajib Pajak Melalui Program Profiling Wajib Pajak Dalam Rangka Modernisasi Administrasi Perpajakan", Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, h.22.
12. Penerapan e-Filing
E-Filing adalah penyampaian SPT Tahunan melalui internet, setelah
sebelumnya Wajib Pajak mendapatkan nomor e-FIN. Nomor e-FIN sendiri
dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan ke Kantor Pelayananan
Pajak terdekat atau langsung melalui website. Manfaat e-Filing bagi Wajib
Pajak yang telah memiliki e-FIN tidak perlu lagi bersusah payah antri
berjam-jam di Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan SPT
Tahunan-nya. Bisa dilakukan secara online melalui website resmi
www.pajak.go.id.58
Alasan dibalik diadakannya e-Filing ini karena dilihat masih rendahnya
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dibandingkan jumlah Wajib Pajak yang
terdaftar. Namun, pemerintah optimis rendahnya cost of compliance e-Filing
ini ditargetkan akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Karena jika
dilihat dari segi waktu jauh lebih efisien jika menggunakan e-Filing, Wajib
Pajak pun dapat melaporkan SPT kapan saja dan di mana saja, tidak harus
datang ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang selama ini dilakukan. Lalu,
tidak perlu datang jauh-jauh ke Kantor Pelayanan Pajak dan tidak
memerlukan ongkos untuk melaporkan SPT, baik ongkos yang dikeluarkan
untuk mencetak SPT Tahunan ataupun untuk transportasi yang harus
dikeluarkan ketika melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
13. Pengawasan Account Representative
Account Representative (AR) pajak adalah aparat pajak yang berada di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan sistem administrasi
modern dan bertugas untuk memberikan pelayanan, pengawasan dan
pengarahan secara langsung kepada sejumlah wajib pajak tertentu yang telah
ditugaskan kepada Account Representative (AR) tersebut.59 Setiap Account
Representative (AR) pajak melayani beberapa wajib pajak yang harus diawasi
58 Dewi Damiyanti, "Biaya Kepatuhan E-Filing Rendah, Benarkah?",
http://www.pajak.go.id/content/article/biaya-kepatuhan-e-filing-rendah-benarkah, (di akses pada tanggal 12 Juli 2016 pukul 20.15).
59 Delia Davina, "Kinerja Account Representative",
dan diarahkan. Penugasan Account Representative (AR) pajak dilakukan
berdasarkan jenis usaha sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja
serta profesionalisme karena pelaksanaan pekerjaan lebih terfokus.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
79/PMK.01/2015 Account Representative terdiri dari:
a. Account Representative yang menjalankan fungsi pelayanan dan
konsultasi Wajib Pajak
b. Account Representative yang menjalankan fungsi pengawasan dan
penggalian potensi Wajib Pajak.
Account Representative yang menjalankan fungsi pelayanan dan
konsultasi Wajib Pajak mempunyai tugas:
a. Melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak.
b. Melakukan proses penyelesaian usulan pembetulan ketetapan pajak.
c. Melakukan bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada
Wajib Pajak.
d. Melakukan proses penyelesaian usulan pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan.
Account Representative yang menjalankan fungsi pengawasan dan
penggalian potensi Wajib Pajak mempunyai tugas:
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak.
b. Menyusun profil Wajib Pajak.
c. Analisis kinerja Wajib Pajak.
d. Rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi dan
himbauan kepada Wajib Pajak.
Salah satu ciri khas Kantor Pelayanan Pajak modern adalah adanya
Account Representative (AR) yang melaksanakan tugas pengawasan terhadap
pelaksanaan kewajiban oleh wajib pajak dan melayani penyelesaian hak wajib
pajak. Juga untuk konsultasi, jika wajib pajak memerlukan informasi atau hal