• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung dalam Asuransi Jiwa Pada PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung dalam Asuransi Jiwa Pada PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Wawancara (Question of Interview)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. AXA FINANCIAL INDONESIA

(AGENCY MEDAN)

Pada : Kamis, 15 Maret 2016 Nama : Rizka Arfita

Kepada Nama : Zahraini

Jabatan: Agency Director PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan)

Terkait Permasalahan

1. Apa sajakah hak dan kewajiban Nasabah dan PT. Axa Financial Indonesia yang ditentukan dalam polis asuransi?

PT. Axa Financial Indonesia berhak untuk mendapatkan premi dari nasabah sesuai dengan yang diperjanjikan secara berkala. PT. Axa Financial Indonesia mempunyai kewajiban untuk menginformasikan segala produk dan program asuransi yang ada kepada nasabah, serta memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. PT. Axa Financial Indonesia juga berkewajiban untuk membayarkan manfaat asuransi yang telah diperjanjikan jika nasabah mengajukan klaim. Pembayaran manfaat asuransi tersebut tentu saja harus melewati persyaratan yang ditentukan oleh PT. Axa Financial Indonesia, jika nasabah memenuhi persyaratannya maka akan diberikan pembayaran manfaat tersebut. Dalam hal menjalankan perjanjian pertanggungan para pihak yang terdapat dalam polis wajib mematuhi segala ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi.

2. Bagaimana menurut PT. Axa Financial Indonesia mengenai perlindungan hak tertanggung ?

(4)

tertanggung salah satunya adalah mendapatkan manfaat asuransi dan salah satu kewajibannya adalah membayar premi secara berkala.

3. Bagaimana tata cara pengajuan klaim kepada PT. Axa Financial Indonesia?

Dalam pengajuan klaim ada tata cara/prosedur yang telah ditetapkan seperti yang tertuang dalam polis. Nasabah harus menaati semua prosedur yang tertera dalam polis. Apabila telah dilaksanakan dengan baik maka pihak perusahaan asuransi pasti akan membayar klaim.

4. Apa kemungkinan yang menyebabkan klaim tidak dapat dibayarkan ? Kemungkinan ada kesalahan yang terjadi dalam tata caranya kalau tidak, mungkin nasabah berbohong kepada pihak perusahaan asuransi. PT. Axa Financial Indonesia menerima nasabah yang dalam keadaan sehat. Jadi apabila ada nasabah yang mengaku sehat lalu masuk asuransi dan terbukti berbohong karena telah lama mengidap penyakit, maka klaim tidak bisa kami bayarkan.

5. Bagaimana peranan agen dalam PT. Axa Financial Indoensia ?

Peranan agen umumnya sama dengan asuransi lain, yaitu memasarkan produk asuransi

6. Apabila ada agen yang tidak beritikad utmost good faith, bagaimana tindakan PT. Axa Financial Indonesia ?

(5)

7. Apakah pernah ada kasus yang terjadi mengenai agen yang bermasalah ? Selama ini belum pernah ada komplain dari pihak manapun mengenai agen kami. Namun apabila ada agen nakal seperti membawa lari uang premi atau menjelek-jelekkan nama perusahaan maka agen tersebut akan dipecat dan hak-hak nya juga akan hilang. Akan tetapi pihak perusahaan bisa saja menyerahkan kasus kepada pihak polisi, apabila kasusnya tergolong berat, misalnya preminya berjumlah banyak.

8. Bagaimana premi para nasabah apabila PT. Axa Fiancial Indonesia dinyatakan pailit?

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Ali, A.M. Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta: Prenada Media. 2004

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002

Farodis, Zian. Buku Pintar Asuransi. Jogjakarta: Laksana. 2014

Fuady, Munir. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, ctk.kelima. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2005

Ganie, Junaedy. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika: Jakarta. 2011

Gunanto. Asuransi Kebakaran di Indonesia. Tanggerang: Logos Wacana Ilmu. 2003

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research untuk Penulisan Paper, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogyakarta: Andi. 2001

Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika. 2001

Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi. Bandung: PT. Alumni. 2007

Kansil, C.S.T. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. 2001 Khairandy, Ridwan. Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta: FH UII PRESS.

2006

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika. 2008

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2005

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009

(26)

Muis, Abdul. Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian. Medan: Fakultas Hukum USU. 2005

Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama. 2007

Rastuti, Tuti. Aspek Hukum Perjanjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2011

Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2012

Sastrawidjaja, M. Suparman. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga. Bandung: PT. Alumni. 2003

Simorangkir, J.C.T. dkk. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2009

Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti. 2009

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010

Sofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003

Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita. 2003 Subekti dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.

Pradnya Paramita. 2004

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2008

Sugiyono. Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2008 _______. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung. 2010

Susetyo, Heru dan Henry Arianto. Pedoman Praktis Menulis Skripsi. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul. 2005

Suswinarno. Mengantisipasi Risiko Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia. 2013

Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Edisi Kedua). Jakarta: Salemba Empat. 2006

(27)

Wardana, Kun Wahyu. Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi. Bandung: CV. Mandar Maju. 2009

Widjaja, Man S. Sastra. Bunga Rampai Hukum Dagang. Bandung: PT. Alumni. 2005

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Perdata Kitab Undang-Undang Dagang

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Pasal 4 Ayat (1)

Tesis

Dwi Endah Ernawati. “Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di Wilayah Surakarta”. Tesis Pascasarjana Undip. 2009. Semarang.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia. Dalam Internet

Hukum Asuransi. Dalam http://hukumasuransi.blogspot.co.id/2009/01/asuransi-jiwa.html diakses pada tanggal 2 April 2016

Konsep Dasar Asuransi. Dalam http://lifeinsurance.web.id/konsep_asuransi.html diakses pada tanggal 2 April 2016

diakses pada tanggal 2 April 2016

Tentang Axa Indonesia, Dalam pada tanggal 11 April 2016

Axa Financial, Dalam pada tanggal 23 Maret 2016

Dalam http://m.kaskus.co.id/thread/0000000000000000014923686/pt-axa-financial-yg-mengecewakan/ diakses pada tanggal 09 April 21016

(28)

54 BAB III

PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA

A. Tinjauan Umum Mengenai Tertanggung dalam Asuransi Jiwa

Pengertian tertanggung adalah perorangan atau badan hukum tertentu, menurut definisi dalam masing-masing polis, yang telah mengajukan aplikasi asuransi secara tertulis kepada penanggung dan telah memenuhi segala ketentuan dan syarat penutupan yang ditetapkan, misalnya hal pembayaran.1

pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidak berkewajiban mengganti kerugian.

Tertanggung merupakan pihak yang kedudukannya sangat penting disamping penanggung. Sebab ia dapat menentukan kehendak secara bebas, apakah akan melanjutkan perjanjian pertanggungan ataukah akan menghentikannya.

Sebagai contoh, dalam Director’s and Officer’s Liability Insurance, tertanggung adalah para direktur dan pejabat perusahaan (misalnya presiden direktur dan komisaris), baik yang pernah, sedang, maupun akan duduk di jabatan tersebut. Dalam Medical malpractice, tertanggung adalah rumah sakit, para dokter, seta praktisi medis. Dalam Profesional Identity, tertanggung adalah para profesional yang telah memiliki sertifikasi atau izin kerja yang diakui secara hukum, seperti dokter, pengacara, akuntan, arsitek, insinyur, dan lain-lain.

Dalam KUH Dagang tidak menjelaskan pengertian tertanggung, akan tetapi yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah sebagai berikut:

Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang

2

1 Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 161

(29)

Tertanggung harus mempunyai kepentingan dengan obyek pertanggungan (insurable interest). Berdasarkan Pasal 250 KUH Dagang tersebut yang berhak bertindak sebagai tertanggung adalah pihak yang mempunyai interest (kepentingan) terhadap obyek yang dipertanggungkan. Apabila tidak ada kepentingan antara tertanggung dengan obyek yang dipertanggungkan, maka pihak penanggung tidak berkewajiban memberi ganti kerugian yang diderita pihak tertanggung.

Menurut ketentuan Pasal 302 KUH Dagang, Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Selanjutnya dalam Pasal 303 KUH Dagang ditentukan, Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya.

Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa asuransi jiwa dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian. Hal inilah yang memunculkan adanya pihak yang bernama Pemegang Polis.

(30)

ayahnya, sedangkan tertanggungnya adalah anaknya. Dalam hal pemegang polis sama dengan tertanggung, ini berarti pemegang polis mengasuransikan dirinya sendiri.3

Praktik asuransi jiwa juga mengenal istilah Penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah sebagai pihak yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban untuk membayar premi terhadap Undang-Undang No. 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian juga membedakan pengertian pemegang polis dengan tertanggung. Dalam Pasal 1 angka 22, pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan perlindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain. Sedangkan pengertian tertanggung dalam Pasal 1 angka 23 adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi atau perjanjian reasuransi.

3

(31)

penanggung. asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya.

B. Dasar Hukum Perlindungan Tertanggung dalam Asuransi Jiwa

Memperhatikan peranan lembaga asuransi yang demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga asuransi perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh agar lembaga asuransi di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Perlindungan Hukum bagi tertanggung terdapat di dalam KUH Perdata atau KUH Dagang maupun di luarnya. Perlindungan hukum bagi tertanggung yang terdapat dalam KUH Dagang dan KUH Perdata telah dibahas di Bab II pada skripsi ini.

(32)

kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali. Bahwa berdasarkan Peraturan Asuransi Indonesia hukum memberikan tempat masyarakat untuk melindungi dirinya dengan cara:

a. Perlindungan secara Implisit (Implicit deposit protection) b. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit deposit protection)

Namun apabila kita perhatikan bersama dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian perlindungan hukum terhadap Pemegang Polis hanyalah dilakukan secara implisit akan tetapi untuk kelangsungan asuransi sebagai suatu lembaga khususnya dan sistem asuransi secara umumnya perlindungan itu haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh.

Oleh karena itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi di Indonesia. Indonesia membentuk suatu asosiasi yang keberadaannya memang sangat diperlukan yaitu Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). AAJI bertujuan untuk menyatukan arah dan tujuan usaha asuransi jiwa dalam rangka pemberian perlindungan kepada masyarakat khususnya pemegang polis tertanggung, yang merupakan perwujudan peran serta industri Asuransi Jiwa dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan Asosiasi dan Usaha Anggota melalui dukungan terhadap Program Pengembangan Usaha yang berorientasi kepada kepentingan yang berimbang antara kepentingan Anggota dan kepentingan masyarakat.4

Dalam hal terjadi kepailitan pada perusahaan asuransi, tertanggung mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

4

(33)

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (yang selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

1. Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Kepailitan dan PKPU

Dalam hal perusahaan asuransi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, tertanggung diberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang berbunyi, “dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari peninjauan kembali”. Selanjutnya Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa semenjak putusan pailit diucapkan, hak Debitur pailit untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit diambil alih oleh kurator. Pasal 185 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan di muka umum atau apabila di bawah tangan, dilakukan dengan persetujuan hakim pengawas.

2. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Pasal 52

(34)

(1) Dalam hal Perusahan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak pemegang polis, Tertanggung, atau Peserta atas Pembagian harta kekayaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya.

(2) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.

(3) Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelah pemenuhan kewajiban sebagaiman dimaksudkan pada ayat (2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selain Pemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.

(4) Dalam hal Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, Dana Tabbaru’ dan dana investasi peserta tidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selain kepada Peserta.

Dalam Pasal 52 UU Perasuransian menjadi jaminan bahwa tertanggung dalam hal kepailitan perusahaan asuransi memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur-kreditur lainnya. Pada umumnya dalam menetapkan apakah suatu utang piutang telah jatuh tempo, dapat dilihat dari perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam hal ini polis asuransi merupakan bukti utama telah terjadi perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung, dan dalam polis, seperti dalam Pasal 304 KUH Dagang ditentukan saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung.

C. Prinsip-Prinsip Perlindungan Tertanggung dalam Asuransi Jiwa

(35)

Beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam menjalankan kegiatan asuransi yaitu sebagai berikut :

1. Prinsip Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)

Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi. Kepentingan yang dapat diasuransikan adalah hubungan kepentingan peserta asuransi/tertanggung dengan objek pertanggungan yang dipertanggungkan.5 Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian asuransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum.6

Seseorang dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila ia menderita kerugian keuangan akibat kehilangan atas obyek yang diasuransikan tersebut. Menurut M. Suparman Sastrawidjaja, diharuskan ada Insurable Interest dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar

asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian.7

Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa :

Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa :

Apabila seseorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga jika pada saat diadakan pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu maka penanggung tidaklah diwajibkan untuk memberikan ganti rugi.

5 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, 2010, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 262

6

Kun Wahyu Wardana, Op. Cit, hal. 31 7

(36)

“Suatu pertanggungan dapat mengenai segala bentuk kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikan dalam undang-undang”.

Rumusan Pasal 268 KUHD di atas dapat disimpulkan kriteria kepentingan harus : a. Ada pada setiap asuransi

b. Dapat dinilai dengan uang c. Dapat diancam oleh bahaya

d. Tidak dikecualikan dalam Undang-Undang

Penanggung hanya dapat menanggung/menutup asuransi harta benda dari orang/badan hukum yang mempunyai kepentingan atas harta benda tersebut pada saat penutupan. Sri Rejeki Hartono, memberikan metode untuk mendeteksi apakah seseorang memiliki kepentingan dalam asuransi tersebut, dengan menggunakan indikator sebagai berikut :

a. Seberapa jauh keterkaitan tertanggung pada objek perjanjian asuransi dengan terjadinya peristiwa yang diperjanjikan.

b. Apakah peristiwa yang terjadi menyebabkan kerugian atau tidak terhadap tertanggung.8

2. Prinsip Itikad Baik Sempurna (Utmost Good Faith)

Di samping seseorang memiliki Insurable Interest atas dirinya sendiri, seseorang yang hidup dalam ikatan perkawinan dapat pula memiliki Insurable Interest atas pasangan hidupnya. Sang suami dapat mengasuransikan istrinya,

demikian sebaliknya.

8

(37)

Prinsip Utmost Good Faith yaitu kewajiban tertanggung menginformasikan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai obyek yang dipertanggungkan secara benar.9 Ketentuan pada Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang meletakkan tanggung jawab pada tertanggung untuk memberikan keterangan yang benar merupakan bentuk dari prinsip itikad baik.10

Itikad baik merupakan suatu kewajiban yang positif dari pihak tertanggung yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya material (penting) secara lengkap dan akurat atas suatu resiko untuk diasuransikan baik diminta oleh underwriter maupun tidak”.

Dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang obyek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan dengan obyek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada underwriter (penanggung).

Hadi Setia Tunggal dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Asuransi menjelaskan bahwa :

11

Jadi Good Faith-nya terletak pada itikad baik untuk selalu menjawab atau mengungkapkan secara jujur setiap pertanyaan yang disampaikan oleh

Lebih lanjut, baik diminta ataupun tidak diminta, sepanjang fakta material tersebut dinilai dapat mempengaruhi keputusan penanggung untuk menerima atau menolak risiko yang akan dipertanggungkan, maka wajib hukumnya bagi calon tertanggung dinilai memenuhi underwriting standarts, maka permohonan penutupannya akan diterima dengan premi standar, tapi jika calon tertanggung gagal atau tidak dapat memenuhi underwriting standarts, maka penanggung akan menolak atau dapat menerima dengan mengenakan premi yang lebih mahal.

9 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, 2008, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 162

10

Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, 2011, Sinar Grafika Jakarta, hal. 97 11

(38)

penanggung. sedangkan Utmost adalah menekankan pada inisiatif dari tertanggung untuk menggunakan juga fakta penting yang tidak dipertanyakan atau diminta oleh penanggung, tatkala ia menyadari bahwa fakta tersebut akan memperbesar risiko dari obyek pertanggungan.

Prinsip itikad baik yang sempurna menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.12

c. Pada saat terjadi perubahan kontrak/perjanjian asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.

Menurut Hasan Ali, kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting mengenai objek yang dipertanggungkan berlaku:

a. Sejak perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat para pihak menyetujui kontrak tersebut.

b. Pada saat perpanjangan kontrak tersebut.

13

Selain itu, menurut Kepler A. Marpaung sangat sering terjadinya kesalapahaman atas penerapan prinsip ini dalam bisnis asuransi. Utmost Good Faith seolah-olah hanya menjadi kewajiban tertanggung, sedangkan penanggung

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari penerapan Utmost Good Faith adalah kejujuran atau itikad baik yang harus selalu ada dari tertanggung untuk mengungkapan fakta material yang dinilai akan berpengaruh terhadap keputusan seorang penanggung. dan idealnya prisinp tersebut berlaku sebelum dan selama kontrak asuransi tersebut masih berlaku.

12 Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, 2003, Logos Wacana Ilmu, Tanggerang, hal. 12

13

A.M. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis

(39)

tidak perlu atau seakan-akan tidak memiliki kewajiban untuk beritikad baik kepada tertanggung.

Banyak penanggung mengklaim bahwa tertanggung tidak melaksanakan itikad baik (breach of utmost good faith) sehingga klain asuransi yang diajukan ditolak perusahaan asuransi. Dalam banyak kasus, sering kali niat baik tertanggung untuk melakukan sesuatu berkaitan dengan klain asuransi menjadi boomerang karena ternyata tindakan itu dianggap melanggar ketentuan kontrak.

Dalam setiap perjanjian asuransi unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung akan memberikan segala keterangannya secara benar. Di lain pihak, tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa penanggung akan membayar ganti rugi.

Disisi lain, si tertanggung sendiri kadang tidak mengetahui bahwa niat baik itu ternyata bakal merugikannya. Hal semacam inilah yang pada akhirnya menjadi gray area timbulnya konflik dari tuntutan ganti rugi.

Sepintas penerapan prinsip Utmost Good Faith dinilai tidak berimbang. Seolah-olah hanya tertanggung yang mempunyai beban kewajiban untuk beritikad baik. Tapi sejatinya tidak demikian. Karena dalam asuransi pun berlaku asas Reciprocal Duty (kewajiban timbal balik). Artinya penanggung pun harus

bersikap yang sama terhadap tertanggung. Penanggung tidak boleh menyembunyikan informasi yang mengiring tertanggung masuk ke dalam kontrak yang berat sebelah

(40)

penanggung telah melanggar prinsip Utmost Good Faith. Karena itu, kelak terjadi klaim dan merugikan kepentingan tertanggung, maka penanggung dapat dituntut dan harus bertanggung jawab atas ganti rugi yang diderita tertanggung.

Adapun bentuk dari penerapan Reciprocal Duty bagi penanggung, antara lain:

a. Tidak menerima penutupan asuransi yang diketahui tidak terjamin atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

b. Tidak memberikan pernyataan yang tidak benar selama melakukan negosiasi kontrak.

3. Prinsip Indemnitas atau Asas Keseimbangan (Indemnity)

Prinsip indemnitas (indemnity) merupakan prinsip yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Penerapan prinsip ini dalam asuransi sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak identik dengan perjudian. Dalam perjudian, tidak dikenal ganti rugi bagi yang kalah. Sedangkan perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi ganti kerugian oleh pihak penanggung kepada pihak tertanggung.

Prinsip ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian sesuai dengan hak dan kewajiban para pihak yaitu tertanggung membayar premi dan berhak mendapatkan penggantian kerugian, sedangkan penanggung menerima premi dan berkewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.14

14

(41)

Namun satu hal yang perlu digarisbawahi dalam prinsip Indemnity, tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan penanggung. besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya. Jadi terbatas sampai pada keadaan/posisi awal, artinya hanya mengembalikannya pada posisi semula.15

4. Prinsip Subrogasi (Subrogation)

Prinsip Subrogasi ini Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) diatur dalam Pasal 284 yang bunyi pasalnya menyatakan bahwa :

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian suatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggungjawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga tersebut.

Subrogasi dalam asuransi merupakan subrogasi menurut undang-undang, oleh karena itu prinsip subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat sebagai berikut :

a. Apabila tertanggung di samping mempunyai hak terhadap pihak penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.

b. Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian.16

Apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar indemnity, maka si tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari

pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya.17

C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, 2001, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 358

(42)

ganti kerugian, maka menjadi tidak adil bagi penanggung apabila tertanggung menjadi diuntungkan karena mendapatkan pembayaran ganti rugi oleh keduanya.

Namun penerapan Pasal 284 KUH Dagang ini sepatutnya tidak mutlak dan kaku. Agar tertanggung tidak dirugikan. Sebab jika kerugian yang diderita tertanggung seluruhnya sudah dikompensasikan oleh penanggung, memang tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bagaimana jika kerugian yang diderita oleh tertanggung hanya diganti sebagian oelh penanggung. Apakah hak tertanggung untuk meminta recovery atas selisih kurang tersebut kepada pihak yang menimbulkan kerugian, kemudian ikut tercabut juga dan kemudian menjadi keuntungan bagi penanggung karena bisa ikut tercabut juga dan kemudia menjadi keuntungan bagi penanggung karena bisa mendapatkan recovery melebihi dari nilai ganti rugi yang diberikan kepada tertanggung. Tentu penafsiran ini tidak sejalan dengan prinsip asuransi di satu sisi dan merugikan kepentingan tertanggung di sisi lain.

Oleh karena itu Diplock L. J menandaskan dalam kasus Glen Line V. Attorney General (1930) bahwa “…the simple principle which I apply is that the insurer cannot recover under the doctrine of subrogation.... Anything more than

he had paid”. Maknanya penerapan subrogasi pun tidak rigid. Apabila

penggantian kerugian hanya sebagian saja diberikan oleh penanggung, maka tertanggung mensubrogasi haknya hanya untuk sejumlah kerugian yang telah di recovery dari penanggung. Hak-hak selebihnya dari tertanggung terhadap pihak

ketiga yang menyebabkan terjadinya kerugian, masih tetap dipegang tertanggung.18

18

(43)

5. Prinsip Kontribusi

Prinsip Kontribusi terjadi apabila ada asuransi yang berganda (double insurance) seperti yang tercantum dalam Pasal 278 KUHD. Prinsip ini mengatur

dalam hal suatu objek pertanggungan dipertanggungkan pada dua/lebih perusahaan asuransi. Prinsip kontribusi menyatakan bahwa apabila terdapat beberapa penanggung dalam satu polis dengan melebihi harga, maka masing-masing penanggung memberikan imbangan menurut harga yang sebenarnya.

6. Prinsip Proximate Cause

Proximate cause adalah peristiwa yang langsung menyebabkan kerugian

pada diri tertanggung yang dapat diberi ganti kerugian oleh penanggung. Menurut prinsip proximate cause ini, yang dapat ditanggung oleh pihak penanggung adalah peristiwa utama yang ditanggung dalam polis asuransi yang menyebabkan rusak atau musnahnya suatu objek pertanggungan yang mendapat ganti kerugian dari pihak penanggung.19

Penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian apabila tertanggung menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa yang diperjanjikan, namun untuk dapat diberikan ganti kerugian harus dapat dilakukan penelaahan apakah peristiwa tersebut berada dalam tanggungan penanggung. Jika kerugian tersebut bukan disebabkan oleh peristiwa yang diperjanjikan, maka penanggung dibebaskan dari kewajibannya.20

19 Dwi Endah Ernawati, “Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di Wilayah Surakarta”, Tesis

Pascasarjana Undip, 2009, Semarang, hal 15

20

(44)

70 BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK TERTANGGUNG PADA PT. AXA FINANCIAL INDONESIA (Agency Medan Zahraini)

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Tertanggung di PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan Zahraini)

PT. Axa Financial Indonesia merupakan bagian dari Axa Group, salah satu perusahaan asuransi dan manajemen aset terbesar di dunia yang didukung oleh 163.000 karyawan dan melayani 101 juta nasabah di 59 negara. PT. Axa Financial Indonesia adalah perusahaan asuransi jiwa dengan jalur distribusi keagenan yang senantiasa memperluas jaringan di Indonesia. Perusahaan ini didukung lebih dari 6.000 agen professional, 55 kantor pemasaran dan melayani sekitar 100.000 nasabah di seluruh Indonesia. Axa beroperasi dengan fokus pada asuransi jiwa, asuransi umum dan manajemen aset melalui beragam jalur distribusi di bawah PT. Axa Mandiri Financial Services, PT. Axa Financial Indonesia, PT. Axa Life Indonesia, PT. Mandiri Axa General Insurance, PT. Asuransi Axa Indonesia, dan PT. Axa Asset Management Indonesia.1

PT. Axa Financial Indonesia yang berpusat di Jakarta merupakan perusahaan asuransi yang telah berdiri sejak tahun 1995 dengan nama Simas Lend Lease Life. Nama perusahaan berubah menjadi MLC Life Indonesia pada tahun 2000 dan 6 tahun kemudian menjadi Axa Financial Indonesia pada tahun 2006.2

1

Tentang Axa Indonesia, Dalam tanggal 11 April 2016

2 Axa Financial, Dalam

(45)

PT. Axa Financial Indonesia mendapat peringkat pertama kategori World Largest Corporation dari Fortune Global 500 Edisi Juli 2008, dan bergerak di

jalur distribusi keagenan yang terus bertumbuh menjadi asuransi jiwa yang dipercaya oleh lebih dari 36.000 nasabah di Indonesia. Axa Financial Indonesia berhasil menghantarkan agen terpilih sebagai nominasi Agent Of The Year 2007, TOP Policy 2007, TOP Income 2007 dan TOP Premium 2007. TOP Agent Award

(TAA) 2008 yang merupakan ajang bergengsi dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia ini, yang bertujuan memberikan penghargaan terhadap agen-agen terbaik di dunia asuransi jiwa Indonesia. Suatu prestasi yang sangat baik bahwa Axa Financial Indonesia berhasil mendapatkan nominasi hampir di seluruh kategori acara. Ini merupakan bukti nyata bahwa agen-agen yang melayani nasabah agen profesional yang diakui di kalangan perasuransian.

Agency Medan Zahraini merupakan salah satu kantor agensi dari PT. Axa Financial Indonesia. PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan Zahraini) terletak di Jalan Pattimura No. 02 Medan.

(46)

seperti apa yang dilindungi oleh penanggung, maka hal tersebut tertulis dalam sebuah dokumen yang bernama polis.

Hak dan kewajiban yang ditentukan dalam polis asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi mencerminkan ketentuan yang adil dan berat sebelah. Seperti diketahui perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang mana ketentuan di dalamnya dibuat sepihak oleh pihak penanggung. Maksud dari berat sebelah disini adalah bahwa perjanjian itu hanya mencantumkan hak-hak satu pihak saja yaitu pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut tanpa menyebutkan kewajiban-kewajibannya, dan sebaliknya perjanjian tersebut hanya menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak lain (tertanggung), sedangkan hak-hak pihak lain tersebut tidak disebutkan.3

Financial Indonesia.

Sebelum mengetahui hak dan kewajiban para pihak, ada baiknya untuk mengetahui para pihaknya terlebih dahulu, seperti Pemegang Polis, Tertanggung, Termaslahat, dan Penanggung. Menurut Polis PT. Axa Financial Indonesia, yang dimaksud dengan Pemegang Polis adalah seseorang yang mengadakan perjanjian Asuransi Jiwa dengan Penanggung. Tertanggung yaitu seseorang yang jiwanya dipertanggungkan di dalam Polis ini, yaitu salah satu orang tua atau wali yang sah dari anak. Dalam hal ini Tertanggung wajib sama dengan Pemegang Polis. Kemudian Termaslahat yaitu seseorang yang namanya tercantum dalam Data Polis sebagai pihak yang berhak menerima manfaat asuransi apabila Tertanggung meninggal. Termaslahat harus merupakan anak kandung atau anak angkat yang sah diakui berdasarkan penetapan keadilan. Dan Penanggung adalah PT. Axa

3

(47)

Polis asuransi PT. Axa Financial Indonesia memuat hak-hak dan kewajiban tertanggung/pemegang polis/termaslahat diantaranya sebagai berikut:

1. Pemegang Polis Wajib Mematuhi Ketentuan Dalam Polis Asuransi

Segala ketentuan yang dibuat oleh PT. Axa Financial Indonesia harus dipatuhi oleh nasabah, dengan menerima polis asuransi nasabah dianggap telah menyetujui ketentuan yang dibuat sepihak oleh perusahaan asuransi. Karena pada dasarnya memang perjanjian asuransi merupakan perjanjian baku yaitu suatu perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak lainnya tidak mempunyai peluang untuk dirundingkan atau dimintai perubahannya.4

Ketentuan yang terdapat dalam polis asuransi tidak saja wajib dipatuhi oleh pemegang polis yang bersangkutan, namun semua pihak yang terkait dalam Nasabah diberikan waktu untuk mempelajari dan memastikan bahwa isi dari polis yang diterbitkan tersebut telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan Pemegang Polis yaitu selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak Tanggal Polis. Hal ini yang disebut dengan Masa Bebas Lihat (Cooling-off Periode). Jika dalam Masa Bebas Lihat nasabah tidak setuju dengan ketentuan polis secara keseluruhan, maka Pemegang Polis dapat mengajukan pembatalan pertanggungan kepada Penanggung secara tertulis. Setelah menerima permintaan pembatalan, Penanggung akan mengembalikan seluruh Premi yang telah dibayar oleh Pemegang Polis, setelah dikurangi dengan biaya administrasi setahun dan biaya pemeriksaan kesehatan (jika ada).

4 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, 2009, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,

(48)

polis berkewajiban untuk terikat dan tunduk serta bersedia untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang telah dicantumkan dalam polis asuransi, oleh karenanya pemegang polis wajib melibatkan pihak-pihak yang terkait untuk memahami dan mematuhi isi polis.

2. Pemegang Polis Wajib Mengisi Secara Jujur, Benar, Lengkap, dan Menandatangani Surat Permintaan Asuransi Jiwa

Setiap orang yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi jiwa harus mengisi secara jujur, benar, lengkap dan menandatangani Surat Permintaan Asuransi Jiwa yang telah disediakan oleh Penanggung. Hal ini menjadi dasar perjanjian pertanggungan asuransi jiwa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Polis.

Jika kemudian hari diketahui bahwa Surat Permintaan Asuransi Jiwa, beserta keterangan adalah tidak benar atau tidak lengkap baik dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja, maka Penanggung berhak mengakhiri asuransi tersebut dengan membayarkan Dana Investasi (jika ada).

3. Pemegang Polis Wajib Menjelaskan Dengan Lengkap Mengenai Keadaan Objek Pertanggungan

(49)

Apabila diketahui bahwa adanya unsur penipuan (fraud) maka Penanggung tidak berkewajiban untuk membuktikan kepada Pemegang Polis. Dan setiap saat Penanggung berhak sepenuhnya untuk mengakhiri perjanjian asuransi. 4. Pemegang Polis Wajib Membayar Premi Asuransi

Pemegang Polis diwajibkan untuk membayar premi asuransi sebagai imbalan resiko yang dialihkan kepada dirinya. Besarnya premi telah ditentukan dalam polis asuransi sesuai dengan manfaat yang didapat oleh Pemegang Polis, jadi apabila nasabah tidak membayar premi maka Pemegang Polis dianggap tidak menjalankan prestasi dengan baik.

Premi yang Pemegang Polis bayarkan akan dianggap sah apabila dana sudah diterima penuh oleh pihak Penanggung, dan Pemegang Polis asuransi PT. Axa Financial Indonesia akan diberikan kwitansi pembayaran premi setelah melakukan pembayaran. Premi dapat dibayarkan secara tahunan, semesteran, tiga-bulanan atau bulanan.

5. Pemegang Polis Wajib Memberitahukan Kejadian Penting Mengenai Objek Pertanggungan Kepada Perusahaan Asuransi

Pemegang Polis berkewajiban untuk segera memberitahukan kepada PT. Axa Financial Indonesia setiap kejadian penting dan perkembangan terkini yang berhubungan dengan tertanggung secara tertulis sehubungan dengan pertanggungan yang diadakan.

(50)

meninggal dunia. Diluar jangka waktu tersebut Penanggung berhak menolak permintaan pembayaran uang pertanggungan.

Pemberitahuan secara tertulis tersebut hanya dapat dilakukan dan diterima dengan menggunakan dua bahasa saja yaitu bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

6. Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Manfaat Pertanggungan

Jika Tertanggung meninggal pada saat Polis masih berlaku, maka Penanggung akan memberikan Manfaat Pertanggungan kepada Termaslahat dengan ketentuan yang disebutkan dalam Polis.

7. Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Informasi Mengenai Pertanggungannya

Pemegang Polis berhak mendapatkan informasi dengan lengkap dan jelas mengenai segala hal yang menyangkut pertanggungannya maupun mengenai produk dan layanan yang terdapat pada PT. Axa Financial Indonesia.

Pelaku usaha jasa keuangan wajib menyampaikan menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.5

Bahasa yang dibuat oleh pihak Penanggung dalam polis umumnya memuat bahasa-bahasa hukum yang sulit dimengerti, teknis dan spesifik yang mana bagi pihak Pemegang Polis sangat sulit untuk memahami isi polis asuransi tersebut walaupun telah membaca polis secara berulang-ulang. Oleh karena itu Pemegang Polis berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap dan jelas

5

(51)

sejak sebelum dimulainya perjanjian pertanggungan sampai berakhirnya perjanjian pertanggungan.

8. Pemegang Polis Berhak Mengganti Termaslahat

Jika Termaslahatn meninggal, Pemegang Polis diperkenankan untuk mengganti Termaslahat dengan Termaslahat pengganti samapai dengan Tanggal Polis terakhir dan telah mendapatkan persetujuan dari Penanggung. Termaslahat Pengganti ini wajib memiliki hubungan keluarga dan dapat dibuktikan secara sah kekerabatannya dengan Pemegang Polis.

9. Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Pemberitahuan Perubahan Polis Pemegang Polis juga berhak untuk diberitahu secara tertulis dan dikirimkan melalui surat cetak pada kertas (paper based) atau secara elektronik (electronic based) mengenai perubahan atas Polis-nya.

10. Pemegang Polis Berhak Mendapatkan Dana Investasi

Jika Tertanggung masih hidup pada tanggal akhir kontrak Polis maka Penanggung akan memberikan Dana Investasi setelah Penanggung menerima pengajuan dari Pemegang Polis dan Penanggung menyetujui permohonan manfaat akhir kontrak tersebut. Pemegang Polis berhak untuk memilih sebanyak-banyaknya 2 (dua) Dana Investasi berkaitan dengan Investasi Polis ini.

11. Pemegang Polis Berhak Mengubah Instruksi Investasinya

(52)

berlaku pada tanggal yang ditetapkan oleh Pemegang Polis atau pada tanggal dimana Penanggung menyetujui perubahan tersebut.

12. Pemegang Polis Dapat Menarik Sebagian Unit dari Polis

Selama Polis ini masih berlaku, Pemegang Polis dapat menarik sebagian Unit dari Polis dengan mengajukan kepada Penanggung suatu permintaan penarikan denga format yang ditetapkan oleh Penanggung.

Sedangkan hak dan kewajiban PT. Axa Financial Indonesia yang dalam hal ini sebagai Penanggung diantaranya adalah sebagai berikut:

1. PT. Axa Financial Indonesia Wajib Menerima Pelimpahan Resiko dan Membayar Ganti Kerugian

PT. Axa Financial Indonesia tidak boleh menolak pelimpahan resiko apabila objek pertanggungan dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Penanggung telah dipenuhi oleh Pemegang Polis.

Apabila sewaktu-waktu terjadi peristiwa yang merugikan Pemegang Polis maka PT. Axa Financial Indonesia wajib mengganti kerugian sebesar yang diperjanjikan dalam polis asuransi.

(53)

meninggal dunia karena bunuh diri, eksekusi hukuman mati, melakukan tindak kejahatan yang disengaja, dan kegiatan menyakiti diri sendiri, atau secara sengaja melibatkan diri dalam situasi berbahaya, maka PT. Axa Financial Indonesia tidak akan membayarkan santunan kepada Termaslahat namun Penanggung hanya berkewajiban atas pembayaran dana Investasi pada tanggal Penanggung mempermasalahkan Polis tersebut jika Tertanggung masih hidup, atau sebelum Dana Investasi pada Tanggal Valuasi pertama setelah Penanggung menerima pengajuan klaim meninggal dunia.

2. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Mendapatkan Pembayaran Premi PT. Axa Financial Indonesia berhak mendapatkan pembayaran premi dari Pemegang sejak polis berlaku.

Pengalihan resiko dari Tertanggung kepada Penanggung harus diimbangi dengan pembayaran Premi oleh Tertanggung/Pemegang Polis yang sesuai dengan beratnya resiko yang dialihkan, meskipun dapat diperjanjikan kemungkinan prestasi itu tidak perlu seimbang.6

3. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Untuk Tidak Membayar Klaim

Penanggung tidak akan membayar klaim atau ganti rugi apabila dalam hal : a. Tertanggung melakukan bunuh diri atau bentuk upaya melakukan bunuh

diri dalam 2 (dua) tahun sejak Tanggal Polis

b. Tertanggung menjalani eksekusi hukuman mati dari Pengadilan

c. Tertanggung melakukan tindak kejahatan yang disengaja oleh Tertanggung atau orang yang berkepentingan dengan asuransi tersebut

6

(54)

d. Tertanggung melakukan kegiatan menyakiti diri sendiri, atau secara sengaja melibatkan diri dalam situasi berbahaya kecuali merupakan usaha penyelamatan.

e. Tertanggung terkena penyakit menular AIDS

f. Tertanggung dalam keadaan mabuk yang disebabkan karena alkohol, narkotik, atau obat-obat yang tidak menggunakan resep Dokter atau menghirup racun, gas kecuali secara sengaja karena pekerjaannya

g. Kecelakaan sebagai penumpang pesawat terbang

h. Pekerjaan Tertanggung mengandung risiko seperti militer, polisi, pilot, dll i. Tertanggung berkegiatan olahraga / kesenangan / hobi yang mengandung

bahaya seperti balap mobil, balap sepeda motor, balap kuda, dll j. Kehamilan, kelahiran, atau keguguran

k. Keadaan/penyakit yang telah ada sebelum tanggal berlakunya Polis tidak disebutkan/dijelaskan secara tertulis pada saat pengajuan klaim.

4. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Mengubah Biaya Polis

Penanggung berhak untuk mengubah biaya polis dengan mengirimkan pemberitahuan tertulis sebelumnya ke alamat terakhir Pemegang Polis yang ada dalam catatan Penanggung, dan akan disesuaikan dengan Usia Tertanggung serta nilai Premi yang berlaku.

5. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Mengakhiri Perjanjian Asuransi

Setiap saat Penanggung berhak sepenuhnya mengakhiri perjanjian asuransi apabila:

a. Data Pemegang Polis tidak diisi secara jujur, benar, lengkap.

(55)

6. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Untuk Tidak Melanjutkan Proses Klaim

Penanggung berhak untuk tidak melanjutkan proses klaim jika Pemegang Polis tidak memenuhi persyaratan yang telah diuraikan dalam Polis secara jelas.

7. PT. Axa Financial Indonesia Berhak Untuk Melakukan Pemeriksaan Kesehatan Ulang Atas Diri Tertanggung

Penanggung berhak untuk melakukan pemeriksaan ulang atas diri Tertanggung yang menderita Cacat Tetap Total hanya pada Dokter atau Laboraturium yang ditunjuk oleh Penanggung pada saat proses penyelesaian klaim. Penanggung juga berhak unutk meminta dokumen lain yang dianggap perlu untuk mendukung dokumen.

Adapun hak yang dimiliki oleh kedua pihak (Pemegang Polis dan Penanggung) adalah sama sama mengusahakan agar sengketa, perselisihan, atau kontroversi diselesaikan secara musyawarah. Apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka para pihak berhak untuk memilih cara penyelesaian perselisihan di luar pengadilan atau melalui pengadilan.

(56)

Pada tanggal 16 Mei 2012 di Jakarta muncul sebuah kasus dimana seorang tertanggung PT. Axa Financial Indonesia mengajukan pembatalan polis kepada PT. Axa Financial Indonesia. Kasus tersebut bermula ketika seorang tertanggung yang baru menggunakan jasa dari PT. Axa Financial Indoensia telah membayarkan premi awal dan bulan berikutnya, akan tetapi belum menerima buku polis yang dijanjikan oleh agen akan segera dikirimkan paling lambat 14 hari. Setelah menunggu dengan rasa kecewa selama kurang lebih 14 hari tanpa ada konfirmasi dari pihak PT. Axa Financial Indonesia maka pada tanggal 30 Mei 2012 tertanggung membatalkan polis asuransi PT. Axa Financial Indonesia melalui email dan mengirimkan form pembatalan melalui email dan surat pada tanggal 31 Mei 2012. Pada tanggal 1 Juni 2012 pihak PT. Axa Financial Indonesia mengkonfirmasi tertanggung tersebut melalui telepon dan memberitahukan akan segera memproses pembatalan polisny dan segera mengembalikan premi awal selambat-lambatnya 5-7 hari kerja, namun sampai dengan tanggal 12 Juni 2012 tertanggung tersebut tidak menerima konfirmasi pembatalan dan premi awalnya. Kemudian tertanggung tersebut langsung mengkonfirmasi melalui email ke PT. Axa Financial Indonesia, akan tetapi hanya mendapatkan respon agar tertanggung tersebut menunggu konfirmasi lagi. Dan pada akhirnya pada tanggal 13 Juni 2012 tertanggung menerima surat yang berisi polis asuransi, akan tetapi tertanggung tersebut menolak untuk menerima dikarenakan tertanggung sudah membatalkan polis asuransi tersebut.7

Kasus yang telah dipaparkan di atas merupakan salah satu contoh kasus yang terjadi akibat kelalaian dimana PT. Axa Financial Indonesia telah melanggar

7

(57)

ketentuan yang ada dalam polis, yaitu tidak memberikan polis yang telah dijanjikan selama 14 hari, akibatnya tertanggung tidak mendapatkan hak masa bebas lihat (cooling-off period). Masa bebas lihat adalah periode waktu tertentu terhitung sejak tanggal polis, merupakan waktu tertanggung untuk memperlajari dan memastikan bahwa isi dari polis yang diterbitkan tersebut telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan Pemegang Polis.

Dapat dilihat bahwa tidak semua kantor agen PT. Axa Financial Indonesia menjalankan prosedur sesuai yang tertera dalam polis. Namun Agency Medan Zahraini selama ini berupaya menjalankan prosedur dan memberikan pelayanan terbaik kepada nasabahnya. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kasus/permasalahan yang terjadi di kantor agen tersebut.

B. Peranan Agen Asuransi Dalam Menjalankan Prinsip Utmost Good Faith (Itikad Baik)

(58)

atau nasabah dan melaporkan secara langsung kepada pihak penanggung atau perusahaan asuransi.

Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 agen asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.

Prinsip Utmost Good Faith merupakan kewajiban bagi tertanggung maupun penanggung. Dalam prakteknya, yang sering melakukan hubungan langsung dengan pemegang polis ialah para agen asuransi. Dengan adanya prinsip ini, agen asuransi selaku pemegang kuasa dari perusahaan harus selalu beritikad baik dalam menyampaikan informasi secara jujur, jelas, dan benar.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Zahraini, premi atau kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi atau melalui agen asuransi. Pertanggungan asuransi dinyatakan mulai berlaku dan mengikat para pihak terhitung sejak premi atau kontribusi diterima oleh agen asuransi. Dalam hal ini premi atau kontribusi yang dibayarkan melalui agen asuransi, agen asuransi wajib menyerahkan premi atau kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi dalam jangka waktu tertentu.

(59)

dilakukan training kembali secara berkala oleh pihak perusahaan demi melatih keprofesionalan agen tersebut. Namun apabila ada kemungkinan agen perusahaan ini melakukan kesalahan seperti tidak menyampaikan/memberikan dana premi tertanggung kepada perusahaan, maka bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh Axa Financial Indonesia adalah tetap memenuhi kewajibannya terhadap pemegang polis yang mengalami kerugian karena kesalahan agen. Apabila pemegang polis telah melakukan pembayaran premi kepada agen tetapi oleh agen menyalahgunakan premi tersebut maka apabila jumlah premi yang disalagunakan dalam jumlah sedikit, maka perusahaan asuransi akan memberikan sanksi pemecatan saja. Dalam hal ini, Ibu Zahraini mengatakan bahwa, dikarenakan PT. Axa Financial Indonesia ini merupakan perusahaan non lokal, sehingga untuk mengikuti proses persidangan di Pengadilan tentulah akan lebih rumit. Jadi, untuk dana premi yang disalahgunakan oleh agen dalam jumlah sedikit, akan dilakukan pemecatan. Untuk hal perlindungan pemegang polis/tertanggung, maka pihak asuransi akan mengganti dana premi tersebut, dengan syarat kwitansi dana premi yang diberikan pihak asuransi kepada tertanggung ditandatangani oleh Pemegang Polis/Tertanggung sendiri. Akan tetapi apabila kwitansi itu tidak diisi atau tidak diberikan kepada agen, dan kemudian agen asuransi tersebut menyalahgunakan uangnya, maka dana premi tidak akan diganti oleh pihak perusahaan dikarenakan kelalaian pemegang polis/tertanggung. Namun, apabila jumlahnya tergolong besar, dalam artian agen melakukan penggelapan terhadap uang perusahaan maka perusahaan akan menempuh jalur pengadilan untuk menyelesaikan kasus tersebut.8

8

(60)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya prinsip itikad baik yang harus dijalankan oleh agen perusahaan asuransi ialah memberikan segala informasi mengenai produk dan prosedur yang berlaku dalam polis, termasuk prosedur pengajuan klaim secara jelas, rinci, dan benar. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh salah satu agen perusahaan asuransi jiwa ini sehingga menyebabkan suatu kasus. Kasus tersebut terjadi pada tahun 2013 yang bermula ketika seorang tertanggung PT. Axa Financial Indonesia ingin mengajukan klaim, akan tetapi pihak asuransi menolak untuk memberikan pertanggungan dikarenakan, PT. Axa Financial Indonesia tidak mau membayar klaim yang dilakukan oleh tertanggung karena rumah sakit yang dituju oleh tertanggung tidak bekerja sama dengan PT. Axa Financial Indonesia.9

C. Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Terhadap Premi Tertanggung Apabila Perusahaan Asuransi Dinyatakan Pailit

Hal tersebut jelas telah merugikan pihak tertanggung. Kesalahan ini terjadi karena ketidaktahuan oleh pihak tertanggung bahwa pihak penanggung hanya akan membayar klaim dengan rumah sakit yang hanya bekerja sama dengan PT. Axa Financial Indonesia. Informasi yang penting seperti ini seharusnya diberitahu sebelumnya oleh pihak agen, karena agen yang berkewajiban untuk memberikan segala informasi dengan jelas (Prinsip Utmost Good Faith). Hal ini tentu tidak diinginkan oleh PT. Axa Financial Indonesia

khususnya kantor agen Agency Medan Zahraini. Oleh karenanya kantor agency ini tetap melakukan training kepada calon agen secara berkala sebelum akhirnya menjalankan tugasnya.

Indonesia (Agency Medan Zahraini) pada tanggal 15 Maret 2016.

(61)

Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang adalah sita umum atas semua kekayaan ddebitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Dalam memenuhi pernyataan pailit haruslah memenuhi syarat-syarat:

1. Adanya hutang

2. Salah satu hutnag telah jatuh tempo 3. Salah satu hutang dapat ditagih 4. Adanya kreditur

5. Adanya debitur

6. Kreditur lebih dari satu

7. Pernyataan pailit harus dinyatakan oleh pengadilan khusus yang disebut “Pengadilan Niaga”.10

Dari syarat tersebut terdapat dua komponen penting yaitu kreditur dan debitur dalam asuransi sendiri debitur disebut juga sebagai penanggung adalah perusahaan asuransi, sedangkan kreditur dalam asuransi sebagai tertanggung/pemegang polis. seperti diketahuin bila melihat pada KUH Perdata Pasal 1139 mengenai piutang yang diistimewakan atau didahulukan pembayarannya, maka kedudukan pemegang polis asuransi termasuk dalam piutang yang diistimewakan atau dengan kata lain perusahaan asuransi tidak menjadikan pemegang polis dalam pembayaran utang, dapat dikatakan bahwa pemegang polis sebagai kreditur konkruen.

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Pasal 52 ayat (1) mengatakan apabila perusahaan asuransi jiwa dipailitkan, maka hak pemegang polis/tertanggung atas pembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya. Selanjutnya di ayat (2) menjelaskan bahwa dana asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk

10

(62)

memenuhi kewajiban kepada pemegang polis/tertanggung atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi.

Bunyi kedua ayat tersebut meletakkan kedudukan dari pemegang polis/tertanggung lebih tinggi dari hak pihak lainnya. Hal ini dapat memberikan jaminan kepada pihak pemegang polis/tertanggung untuk menuntut haknya apabila pihak penanggung dinyatakan pailit.

Berdasarkan wawancara dengan narasumber dari perusahaan asuransi jiwa PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan) yaitu dengan Ibu Zahraini, kemungkinan perusahaan mengalami kepailitan sangatlah kecil, dikarenakan PT. Axa Financial itu sendiri telah berdiri berabad-abad tahun lamanya, sehingga tentu telah berpengalaman dalam penyeleseaian masalah yang akan timbul. Dan masalah kepailitan tentunya telah dipikirkan secara matang apabila hal tersebut terjadi, maka PT. Axa Financial Indonesia ini telah menjalin kerja sama dengan suatu pihak reasuransi, yang nantinya, apabila perusahaan PT. Axa Financial Indonesia mengalami kepailitan, maka perusahaan reasuransi inilah yang akan membeli perusahaan asuransi jiwa ini. Dan kemudian secara otomatis seluruh tanggung jawab dan hak telah berpindah dari PT. Axa Financial Indonesia ke perusahaan reasuransi tersebut.

(63)

diberitahukan kepada seluruh Pemegang Polis Axa Financial Indonesia. Dan apabila pemegang polis/tertanggung mengajukan klaim, maka tidak akan terjadi kerugian yang berarti dikarenakan perpindahan pihak penanggung. Perusahaan reasuransilah yang berperan untuk membayar semua ganti rugi yang telah diderita oleh nasabah atau tertanggung jasa perusahaan asuransi tersebut sesuai dengan apa yang telah tertera dalam polis asuransi yang telah dibuat oleh perusahaan jiwa Axa Financial Indonesia dengan para nasabahnya atau tertanggung jasa asuransinya.

(64)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Dua pihak yang menjalankan kegiatan asuransi baik tertanggung/pemegang polis maupun penanggung memiliki hak dan kewajiban yang setara dan seimbang. Hak dan kewajiban para pihak dituangkan dalam sebuah polis yang mana merupakan suatu kontrak tertulis yang disepakati oleh kedua belah pihak. Hak utama pemegang polis yang diatur dalam polis asuransi PT. Axa Financial Indonesia adalah mendapatkan pertanggungan atas kerugian yang dideritanya dan sebaliknya PT. Axa Financial Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan premi dari pemegang polis/tertanggung sesuai dengan yang diperjanjikan secara berkala. Selama ini perlindungan hak pemegang polis/tertanggung yang dilakukan PT. Axa Financial Indonesia adalah dengan melaksanakan kegiatan perasuransiannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang tertera dalam polis.

(65)

3. Tanggung jawab perusahaan asuransi jiwa Axa Financial Indonesia terhadap pemegang polis/tertanggung apabila perusahaannya dinyatakan pailit yaitu memindahtangankan polis pemegang polis kepada perusahaan reasuransi. Sehingga perusahaan reasuransi inilah yang nantinya akan membayar ganti kerugian apabila pemegang polis/tertanggung mengajukan klaim.

B. Saran

1. Pemegang polis/Tertanggung dan PT. Axa Financial Indonesia (Agency Medan) diharapkan saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing, para pihak harus dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan tidak boleh mengabaikan hak pihak lainnya. Hal ini bertujuan untuk terciptanya keteraturan dan kelancaran dalam kegiatan asuransi dan saling menghargai di antara para pihak.

2. Agen asuransi PT. Axa Financial Indonesia diharapkan memberikan penjelasan yang lengkap dan jelas mengenai produk dan isi polis asuransi sehingga Pemegang polis/Tertanggung memahami hak dan kewajiban para pihak. Pemegang polis/Tertanggung juga diharapkan sebagai pengguna jasa asuransi harus bersifat kritis dalam menjalankan kegiatan asuransi, jika Pemegang polis/Tertanggung kurang mengerti harus segera menanyakan kepada agen asuransi yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan dalam menjalankan kegiatan asuransi, jangan hanya bergantung pada penjelasan yang diberikan oleh perusahaan asuransi saja.

(66)
(67)

14 BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA

A. Ruang Lingkup Asuransi Jiwa 1. Pengertian Asuransi Jiwa

Dalam Asuransi, kita mengenal bermacam-macam istilah. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut insurance.1 Sedangkan dalam praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi (Assurantie). Istilah pertanggungan umumnya digunakan dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan istilah asuransi banyak digunakan dalam praktik dunia usaha.2

Istilah pertanggungan melahirkan istilah penanggung (verzekeraar) dan tertanggung (verzekerde). Istilah asuransi melahirkan assurador atau assuradeur penanggung) dan geassuraarde (tertanggung).3

1

J.C.T.Simorangkir,dkk, Kamus Hukum, 2009, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 182

2

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 6

3

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, 2006, FH UII PRESS, Yogyakarta, hal. 194

(68)

Dari definisi yang dirumuskan Pasal 246 KUH Dagang tersebut, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni :

a. Ada dua pihak yang terkait dalam asuransi, yakni penanggung dan tertanggung;

b. Adanya peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung; c. Adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung

d. Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral, evenement); dan e. Adanya unsur ganti rugi apabila terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.

Definisi tersebut di atas, oleh KUH Dagang dimaksudkan sebagai pengertian asuransi pada umumnya, yang berlaku baik-baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jumlah.4

Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil Wirdjono Projodikoro menulis dalam buku Hukum Asuransi Indonesia, pengertian asuransi adalah suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, sau pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.

4

(69)

asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung.

Sedangkan Mehr dan Cammack menulis dalam buku Principles of Insurance menyatakan bahwa pengertian asuransi adalah suatu pengalihan risiko (transfer of risk).5

The Insurance contract is any agreement or other transaction where by one party herein called the insurer, is obligated to confer benefit of precuniary value upon another party, herein called the isured of beneficiary, dependent up on the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has, or expected to have the time of such happening a material interest which will be adversely affected by the happening of such event. A lortuitous event is any occurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to be a substantial extended beyond the control of either party. (Perjanjian asuransi adalah suatu persetujuan atau transaksi dengan orang lain dimana satu orang di dalam hal ini disebut penanggung, diwajibkan untuk memberikan perlindungan yang ada manfaatnya bagi pihak yang lainnya, inilah yang disebut dengan tertanggung atau penerima manfaat. Peristiwa apa yang secara kebetulan terjadi yang menimpa tertanggung atau penerima manfaat, atau merugikan harta benda yang diasuransikan yang menyebabkan kerugian dari peristiwa tersebut. Peristiwa atau kejadian tersebut terjadi di luar dari kehendak para pihak).

Adapun definisi yang lebih luas dari asuransi yaitu diberikan dalam Pasal 41 New York Insurance Law. Menurut ketentuan Pasal 41 New York Insurance Law ini:

6

Definisi tersebut menggunakan kata-kata to confer benefit of precuniary value, tidak digunakan kata-kata confer indemnity of precuniary value. Pengertian

benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga meliputi pengertian “yang ada manfaatnya” bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Defenisi dalam Pasal 41 New York Insurance law meliputi asuransi kerugian (Schade Verzekering) dan asuransi

5 Asuransi. Dalam

Mei 2016 6

(70)

sejumlah uang (Sommen Verzekering). Rumusan tersebut juga lebih luas daripada rumusan Pasal 246 KUHD.7

a. Memberikan penggantian kepada tertangung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 menyatakan bahwa “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

b. Memberikan pelayanan yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Dunia asuransi juga sering memakai istilah usaha perasuransian. Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Menurut Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 angka 4, usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

7

(71)

Jika dihubungkan dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada Pasal 1 angka (1) butir (b) Undang-Undang No 40 tahun 2014. Asuransi Jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian asuransi yang kewajiban penanggung untuk membayar sejumlah uang kepada tertanggung didasarkan kepada meninggal atau hidupnya seseorang. Di Indonesia mengenai asuransi jiwa ini pengaturannya terdapat dalam Buku I Bab X Bagian Ketiga mulai Pasal 302 s.d. Pasal 308 KUH Dagang.8

Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa: pertama, yang berkepentingan dalam asuransi jiwa adalah orang yang bersangkutan. Untuk itu orang tersebut dapat mengasuransikan jiwanya sendiri. Jadi yang bertindak sebagai Tertanggung adalah yang bersangkutan. Kedua, yang berkepentingan dalam hal ini bukan yang bersangkutan akan tetapi orang lain. Sekalipun demikian, orang yang akan mengasuransikan jiwa seseorang tersebut harus ada hubungan hukum, misalnya orang tua mengasuransikan anak. Pemberi kerja atau perusahaan mengasuransikan karyawannya. Dalam hal ini orang tua dan ataupun perusahaan dapat mengasuransikan jiwa orang tersebut karena mempunyai kepentingan, bahkan sekalipun orang yang jiwanya diasuransikan tidak mengetahui.

Menurut ketentuan Pasal 302 KUH Dagang:

”Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.

9

8 Man S. Sastra Widjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, 2005, PT. Alumni, Bandung, hal. 51

9

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Analisis data curah hujan bulanan pada pos pengamatan hujan yang dilakukan dengan menggunakan metode Theory of Run, selain bisa mendapatkan nilai defisit hujan

Maka perlu menggunakan sistem arsip berbasis web yang dapat membantu dalam proses manajemen arsip agar dapat membantu program studi teknik informatika dalam mengelola

Tindakan SADARI adalah tindakan memeriksa payudara sendiri di ukur melalui rutin, tidak rutin, tidak pernh melakukan SADARI, Berdasarkan hasil

Ia juga mengatakan, ada be- berapa potensi terjadinya pe- mungutan suara ulang, misalnya jika lebih dari satu pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, DPTb, dan tidak memiliki KTP-

Berdasarkan simpulan tersebut di atas, maka saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1) Kepada praktisi pendidikan khususnya guru matematika di SDN 9 Sesetan

001008 UNIVERSITAS DIPONEGORO 0001037106 ISTADI Rekayasa Teknologi Reaktor Plasma untuk Produksi Biodiesel dari Minyak Tumbuhan Melalui Proses Elektro-Katalisis HIKOMR. 002003

Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur